draf hse
DESCRIPTION
HSETRANSCRIPT
BAB VIII
HEALTH SAFETY AND ENVIRONMENT AND COORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY
Health, Safety, and Environment (HSE) sangat penting dalam industri migas. Slogan
“Safety First” yang digunakan oleh seluruh perusahaan migas sangat erat berkaitan dengan aspek
HSE ini. Kesehatan pekerja, keselamatan pekerja, dan juga efek samping terhadap lingkungan
sekitar akan menjadi prioritas utama perusahaan dalam mengembangkan lapangan tersebut.
8.1. Tujuan dan Sasaran Health, Safety, Environment
Tujuan HSE adalah memberikan peraturan dan petunjuk mengenai upaya pengawasan
dan pengelolaan terhadap aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, efek terhadap lingkungan.
Untuk para pekerja, HSE harus dilaksanakan secara baik dan optimal, sehingga insiden dan
kecelakaan kerja dapat diminimalisir. Untuk lingkungan, pengawasan dilakukan dengan
melaksanakan setiap peraturan dan landasan hukum yang berlaku mengenai lingkungan.
Sasaran HSE adalah melindungi manusia, barang, dan lingkungan hidup dari kecelakaan,
kerusakan, kelalaian, ataupun pencemaran akibat proses pengembangan lapangan migas. Faktor
penting dari keberhasilan HSE adalah partisipasi dan kesadaran dari setiap pekerja, dukungan
dari perusahaan, dan peraturan perundang-undangan.
8.2. Aplikasi Healthy, Safety, Environment
Aplikasi dari HSE meliputi manusia, barang, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu
terdapat beberapa poin yang menjadi bahasan penting dari para pengawas HSE.
8.2.1. Personal Protection Equipment (PPE)
Berikut ini adalah perlengkapan keselamatan dari setiap tenaga kerja yang meliputi safety
shoes, ear plug, safety glass, all cover clothes, hand gloves, dan masker. Perlengkapan ini sangat
penting karena merupakan poin paling dasar dari HSE.
8.2.2. SOP (Standard Operating Procedure)
Setelah PPE, poin penting berikutnya adalah SOP. SOP mengatur semua prosedur
lapangan menyangkut HSE, prosedur ini akan meminimalisir kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja dan efek buruk terhadap lingkungan.
8.2.3. Aspek Lingkungan
8.2.3.1. Emisi Udara
Sumber utama dari emisi udara adalah pembakaran oleh mesin yang menghasilkan energi
dan panas, flaring, dan gas yang terbebas dari sumur akibat kebocoran. Flaring digunakan untuk
memastikan gas dan hidrokarbon lainnya dibuang dengan aman ketika terjadi keadaan darurat,
kesalahan pada peralatan, maupun terjadi gangguan.
8.2.3.2. Pembuangan Air Produksi
Air hasil produksi memiliki campuran dengan minyak dan gas bumi sehingga diperlukan
penanganan khusus untuk mengurangi kadar aromatik dari air tersebut. Penanganan tersebut
dapat berupa treatment pada fasilitas pemisah air-minyak seperti separator dan oil catcher.
Setelah air produksi memiliki kandungan yang aman bagi lingkungan, air tersebut dapat
diinjeksikan kembali untuk pressure maintenance, water flooding, maupun dibuang langsung
melalui injeksi water disposal.
8.2.3.3. Pembuangan Fluida Pemboran dan Cutting
Drilled cutting yang diperoleh dari lubang sumur dan fluida pemboran merupakan waste
terbesar yang diperoleh selama aktivitas pemboran minyak dan gas bumi. Fluida pemboran
diganti ketika propertinya atau densitas fluidanya sudah tidak bisa dipelihara atau memang sudah
akhir dari program pengeboran. Fluida ini disimpan untuk digunakan kembali atau dibuang
setelah melalui recycling dan perawatan.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum membuang fluida pemboran dan
drilled cutting adalah :
• Meminimalisasi ancaman bagi lingkungan yang berhubungan dengan sisa
senyawa kimia yang digunakan. Sebisa mungkin menggunakan water-based
drilling fluids
• Berhati-hati dalam pemilihan additives, pertimbangkan konsentrasinya, racun, dan
potensi terakumulasinya
• Penggunaan peralatan solid control yang tinggi efisiensinya untuk meminimalisasi
jumlah fluida sisa pada drilled cuttings
• Penggunaan sumur slim-hole multilateral dan pemboran dengan tehnik coiled
tubing bila memungkinkan untuk mengurangi jumlah fluida dan drilled cuttings
8.2.3.4. Polusi Suara
Polusi suara dapat terjadi akibat peralatan-peralatan berat yang bekerja pada proses
pengembangan lapangan. Tingkat kebisingan tersebut akan diukur dan diawasi karena dapat
mengganggu warga, bahkan pada level yang terlampau tinggi dapat membahayakan pendengaran
tenaga kerja dan warga.
Tingkat kebisingan tempat kerja untuk 8 jam per hari (24 jam) tidak boleh melebihi 85
dba. Tingkat kebisingan melebihi 85 dba akan menurunkan daya pendengaran tenaga kerja dan
warga sekitar, oleh karena itu alat pelindung telinga wajib dikenakan bagi para tenaga kerja.
8.2.3.5. Gas H2S dan CO2
Gas H2S merupakan gas beracun yang berasal dari formasi bawah permukaan dan sering
dijumpai pada lokasi pemboran. Gas ini sangat berbahaya karena sangat beracun dan sangat
mudah terbakar. Gas ini dapat membunuh apabila dijumpai pada konsentrasi yang tinggi dan
tidak melaksanakan SOP yang tepat.
Gas CO2 juga berasal dari bawah permukaan dan sangat sensitif terhadap isu polusi
udara secara global. Walaupun tidak terlalu berbahaya, namun gas CO2 juga merupakan salah
satu poin dari HSE yang paling penting.
8.3. Tahapan HSE pada Bidang Pemboran dan Produksi
Berikut ini adalah tahapan – tahapan dari tahap awal HSE sampai dengan tahap akhir :
8.3.1. Tahapan Konstruksi
• Menginformasikan jadwal operasi dan pengadaan barang pada lapangan tersebut kepada
aparat pemerintahan setempat, tokoh-tokoh adat, masyarakat setempat serta pendirian
warehouse yang aman dan terjaga dengan baik
• Melaksanakan standar operating prosedur pekerjaan dengan baik dan benar
• Memilih jalur transportasi yang efektif dan efisien serta tidak mengganggu kehidupan
bermasyarakat.
• Melakukan analisa sebab-akibat timbulnya keadaan darurat (incident investigation and
analysis) dan evaluasi terhadap respon tanggap darurat yang telah dilakukan untuk mencegah
berulangnya keadaan darurat dan memperbaiki sistem kesiagaan dan tanggap darurat yang
ada.
8.3.2. Tahapan Operasi
• Mengelola fluida pemboran, serbuk bor serta aditif yang dipakai sesuai dengan hasil uji
karakteristik dan uji toksikologi yang terdapat pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Berbahaya dan Beracun (B3)
• Melakukan pengelolaan terhadap minyak pelumas bekas sesuai dengan Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : 255/BAPEDAL/08/1996 tentang
Tata Cara dan Persyaratan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
• Minyak mentah hasil DST yang tidak termanfaatkan akan dikelola sebagai limbah B3 sesuai
dengan PP No. 18/1999, PP No. 85/1999 dan peraturan pendukungnya yang berlaku
• Melaksanakan pengelolaan air yang terproduksi sehingga memenuhi ketentuan keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun 1996 tentang Baku Limbah cair
Kegiatan Minyak dan Gas
• Pencegahan terhadap kebocoran pada saluran lumpur bor dengan penggunaan teknologi yang
layak dan program perawatan secara berkala
• Menampung limbah lumpur dan serbuk pemboran pada suatu struktur penampungan yang
dirancang dengan lapisan kedap air dan kokoh dengan ukuran yang memadai dengan
mempertimbangkan kemungkina tambahan volume untuk mencegah luapan lumpur yang
sesuai degan rencana kegiatan operasi.
• Melakukan daur ulang lumpur pemboran supaya dapat menurunkan jumlah lumpur bor yang
akan di gunakan pada titik pemboran lainnya
• Mengatur waktu pengeporasian peralatan sumber kebisingan tertentu
8.3.3. Sarana dan Pra Sarana
• Melaksanakan konstruksi, operasi dan perawatan sistem pemipaan transmisi minyak dan gas
bumi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi Nomor 300.K/M.PE/1997 tentang keselamatan kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas
Bumi, termasuk perawatan pipa secara regular, melaksanakan sistem tanggap darurat
khususnya terhadap potensi bahaya kebocoran pipa, pengawasan dan pemantauan jalur pipa
secara rutin.
• Seluruh sistem pemompaan akan diusahakan tertutup untuk memastikan minyak mentah tidak
keluar dari reservoir melalui titik lain selain jalur yang telah mengarah ke flowline dan tangki
penampungan.
• Pada titik-titik yang mengandung potensi kebocoran sepanjang saluran pemompaan akan
disediakan bak penampung umtuk meminimumkan kemungkinan pencemaran dilingkungan
sekitarnya.
• Pemasangan Flare Trap untuk memisahkan cairan dan gas sehingga dapat mengurangi
pembakaran yang tidak sempurna.
8.3.4. Tahapan Pemantauan
• Melakukan pengukuran berkala atas konsentrasi polutan dari Flare serta mengontrol
volume/debit gas terbakar pada keadaan yang aman atau tidak memberikan masalah.
• Mengolah air limbah produksi dengan memisahkan minyak mentah dari air sehingga
kandungan minyak dan lemak yang tersisa dalam air yang akan dibuang tidak lebih dari 50
mg/L dengan pH air limbah dari hasil produksi antara 6-9.
Berikut ini tabulasi pengolahan Hasil Analisa Padatan, Limbah Air Produksi dan Fluida
Pemboran :
Tabel 8.1. Daftar Pengolahan Limbah Pemboran dan Regulasi Penanggulangan Limbah
No Waste Treatment Regulation1 Drilling Cutting Cutting Pit Per Men ESDM NO.
045/2006
2 Drilling Mud Waste Mud Treatment Pit TCLP test (Per Men ESDM No.045/2006
3 Well Test Waste (Fluid)
Mud Pit Per Men ESDM No.045/2006
4 Well Test Waste (Gas) Separator - Burn Pit PP RI No. 41/1999
5 Domestic Waste (Solid) Nearest TPS - TPA UU No. 18 Tahun 2008 (about waste)
6 Domestic Waste (Fluid) Septic Tank & Drainage None
7 Lubricant Waste Formal agency for treatment lubricant waste (Permit from KLH)
PP No. 18/1999 & No. 85/1999
Tabel 8.2. Daftar Pengolahan Limbah Air Produksi dan Regulasi Penanggulangan Limbah
No Waste Treatment Regulation1 Water waste from
Hydrocarbon TestNon Chemical, Aerasi Per Men LH No.
04/2007
2 Produced Water Skim pit, WWTP, pH Adjusment
Per Men ESDM 045/2006 & PerMen LH 04/2007
3 Produced Gas Separator – Flare Stock PP RI No. 41/1999
4 Domestic Waste (Solid) Nearest TPS - TPA UU No. 18 Tahun 2008 (aboutwaste)
5 Domestic Waste (Fluid) Septic Tank & Drainage None
6 Lubricant Waste Mud Pit PP No. 18/1999 & No. 85/1999
7 Well Reparation Mud Pit Per Men ESDM 045/2006 & PerMen LH 04/2007
8 Flow Line Maintenance Mud Pit Per Men ESDM 045/2006 & PerMen LH 04/2007
9 Tank Cleaning Mud Pit Per Men ESDM 045/2006 & PerMen LH 04/2007
8.4. Pasca Operasi
• Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan
lingkungan hidup kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Lingkungan Hidup.
8.5. Corporate Social Resposibility (CSR)
Corporate Social Resposibility (CSR) berlandaskan UU No.22 Tahun 2001 tentang
Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Bab VIII pasal 40 ayat 3,4,5 dan 6 yang berisikan Badan
Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi ikut
bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.
8.5.1. Tahapan CSR Awal
• Mengurus dan menyelesaikan perijinan kepada kementerian lingkungan hidup dan pemerintah
daerah setempat.
• Memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan sumber daya alam daerah
setempat.
• Memberikan sosialisasi program dan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup serta program
pengembangan masyarakat melalui forum-forum masyarakat dan tokoh-tokoh adat setempat.
8.5.2. Aplikasi Corporate Social Responsibility (CSR)
Sebagai wujud tanggung jawab dari perusahaan kepada masyarakat sekitar daerah
operasi maka diadakan community development seperti berikut :
• Donasi untuk scholarship siswa tidak mampu
• Pembagian bibit udang kepada masyarakat sekitar
• Berpartisipasi dalam renovasi sekolah
• Berpartisipasi dalam renovasi perumahan warga tidak mampu
• Pengobatan gratis untuk masyarakat
• Pembangunan Koperasi Umum untuk usaha masyarakat sekitar
BAB IX
ABANDONMENT AND SITE RESTORATION PLAN
Abandonment and site restoration (ASR) plan merupakan rencana penutupan sumur
karena produksi sumur tersebut dianggap sudah tidak ekonomis lagi. Penutupan sumur harus
dilakukan dengan sangat serius agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan yang dapat
membahayakan untuk warga dan lingkungan sekitar. Dengan adanya restorasi pada site,
diharapkan kondisi lingkungan pada site tersebut dapat kembali seperti semula sebelum
dilakukan operasi pemboran dan produksi.
9.1. Proses Abandonment Pada Sumur
Abandonment sumur terjadi ketika sumur tersebut sudah tidak produktif atau produksi
hidrokarbon yang dihasilkan sudah tidak ekonomis lagi.
Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan abandonment pada sumur adalah
memperhatikan kondisi mud pits agar harus dalam keadaan kering
Menghilangkan semua sampah-sampah yang ada dan peralatan yang terletak di wilayah
abandont well.
Sumur disemen di tiga titik rawan pada sumur, tebalnya sekitar 30 – 50 meter di setiap titik
penyemenan, letaknya yaitu di zona perforasi, trayek intermediate casing, dan di permukaan,
sedangkan utnuk chrismast tree harus dilepas atau diangkat.
Pada proses penutupan sementara, formasi disemen di atas zona produktif.
Pada proses penutupan secara permanen maka disemen pada zona produktif.
Setelah semua proses selesai, untuk selanjutnya dibuat data laporan mengenai abandonment
sumur yang ditujukkan kepada Departemen Migas.
9.2. Proses Restorasi Pada Site Pemboran dan Abandont Well
Proses restorasi lokasi pemboran dan abandon well adalah proses mengembalikan kondisi
lingkungan seperti semula sebelum dilakukan operasi pemboran dan produksi. Limbah pemboran
cair di groundpit harus diolah sampai memenuhi baku mutu limbah yang diizinkan. Groundpit
harus dalam kondisi kering dan ditimbun. Cutting hasil pemboran biasa digunakan untuk
menimbun groundpit, namun sebelum digunakan harus diolah terlebih dahulu dan dibersihkan
dari bahan-bahan beracun.