dk p4_mikosis superfisialis

24
Mikosis Superfisialis Mikosis superfisialis adalah penyakit kulit yang disebabkan jamur, yang mengenai lapisan kulit paling atas (epidermis). Penyakit ini dapat menyerang kulit, rambut, ata kuku. Mikosis superfisial digolongkan menjadi dua : a. Dermatofitosis Adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum kroneum pada epidermis, rambut, kuku yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Contoh : Tinea Kapitis, Tinea Kruris, Tinea Korporis, Tinea Pedis, Tinea Ungunium, Tinea Barbae b. Non Dermatofitosis Adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang bukan golongan dermatofita. Contoh : Tinea Versicolor, Tinea Nigra Palmaris, Piedra, Trichomycosis, Otomikosis Dermatofitosis Definisi Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. 1

Upload: chandra

Post on 01-Feb-2016

234 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

m s

TRANSCRIPT

Page 1: DK P4_Mikosis Superfisialis

Mikosis Superfisialis

Mikosis superfisialis adalah penyakit kulit yang disebabkan jamur, yang

mengenai lapisan kulit paling atas (epidermis). Penyakit ini dapat menyerang

kulit, rambut, ata kuku. Mikosis superfisial digolongkan menjadi dua :

a. Dermatofitosis

Adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum

kroneum pada epidermis, rambut, kuku yang disebabkan oleh jamur golongan

dermatofita.

Contoh : Tinea Kapitis, Tinea Kruris, Tinea Korporis, Tinea Pedis, Tinea

Ungunium, Tinea Barbae

b. Non Dermatofitosis

Adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang bukan golongan dermatofita.

Contoh : Tinea Versicolor, Tinea Nigra Palmaris, Piedra, Trichomycosis,

Otomikosis

Dermatofitosis

Definisi

Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat

tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang

disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.1

Etiologi

Dermatofitosis termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3

genus, yaitu Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.2 Yang terbanyak

ditemukan di Indonesia adalah Trichophyton rubrum. Dermatofita yang lain

adalah Epidermophyton floccosum, Tricophyton mentagrophytes, Microsporum

canis, Microsporum gypseum, Tricophyton concentricum, Tricophyton

schoenleini dan Tricophyton tonsurans.1

Gambaran Klinis

Page 2: DK P4_Mikosis Superfisialis

Golongan jamur dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang khas. Satu

jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang berbeda, bergantung

pada lokalisasi anatominya. Bentuk-bentuk klinis tersebut adalah tinea kapitis,

tinea favosa, tinea korporis, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea manus et

pedis dan tinea unguium.1 Selain itu terdapat juga tinea barbe, dermatofitosis

pada dagu dan jenggot; tinea aksilaris pada ketiak, tinea fasialis pada wajah dan

tinea inkognito yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh

karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.2

Diagnosis2

Pada sediaan kulit dan kuku dengan 1 tetes larutan KOH 20 % yang

terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang,

maupun spora berderet (artospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah

diobati.

Pada sediaan rambut dengan 1 tetes larutan KOH 10 % yang terlihat

adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun

di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang

dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.

I. TINEA KAPITIS1

Definisi

Tinea kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang

disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton

dan Microsporum, misalnya T.violaceum, T.gourvili, T.mentagrophytes,

T.tonsurans, M.audonii, M.Canis dan M.ferrugineum.

Gambaran Klinis

Page 3: DK P4_Mikosis Superfisialis

Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak, yang dapat ditularkan dari

binatang peliharaan misalnya anjing dan kucing. Keluhan penderita berupa bercak

pada kepala, gatal dan sering disertai rontoknya rambut di tempat lesi tersebut.

Ada 3 bentuk klinis dari tinea kapitis:

1. “Grey patch ringworm”: merupakan tinea kapitis yang biasanya

disebabkan oleh genus Microsporum dan ditemukan pada anak-anak.

Penyakit ini biasanya dimulai dengan timbulnya papula merah kecil di

sekitar folikel rambut. Papula ini kemudian melebar dan membentuk

bercak pucat karena adanya sisik. Penderita mengeluh gatal, warna rambut

menjadi abu-abu, tidak berkilat lagi. Rambut menjadi mudah patah dan

juga mudah terlepas dari akarnya. Pada daerah yang terserang oleh jamur

terbentuk alopesia setempat dan terlihat sebagai “grey patch”. Bercak

abu-abu ini sulit terlihat batas-batasnya dengan pasti, bila tidak

menggunakan lampu Wood. Pemeriksaan dengan lampu Wood

memberikan fluoresensi kehijau-hijauan sehingga batas-batas yang sakit

dapat terlihat jelas.

2. Kerion: merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan

yang hebat. Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan

serbukan sel radang disekitarnya. Kelainan ini menimbulkan jaringan

parut yang menetap. Biasanya disebabkan jamur zoofilik dan geofilik.

3. “Black dot ringworm”: adalah tinea kapitis dengan gambaran klinis

berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya

rambut yang terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah

dan penuh spora terlihat sebagai titik hitam. Biasanya disebabkan oleh

genus Tricophyton.

Page 4: DK P4_Mikosis Superfisialis

grey patch ringworm kerion black dot ringworm

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan

lampu Wood, dan pemeriksaan mikroskopis rambut langsung dengan KOH. Pada

pemeriksaan mikroskopis, akan terlihat spora di luar rambut (ectotrics) atau di

dalam rambut (endotrics).

Diagnosis Banding

Tinea kapitis sering dikelirukan dengan berbagai penyakit, seperti

psoariasis vulgaris, dermatitis seboroik dan alopesia areata.

Terapi

Pengobatan pada anak biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin 10-

25 mg/kg berat badan per hari selama 6 minggu. Dosis pada orang dewasa adalah

500 mg/hari selama 6 minggu. Penggunaan antijamur topikal dapat mengurangi

penularan pada orang yang ada di sekitarnya.

Selain antijamur, pada bentuk kerion dapat diberikan kortikosteroid dalam

jangka pendek, misalnya prednison 20 mg /hari selama 5 hari dengan

pertimbangan bahwa obat tersebut dapat mempercepat resolusi dan

menghindarkan terjadinya reaksi id.

II. TINEA FAVOSA1

Definisi

Page 5: DK P4_Mikosis Superfisialis

Tinea favosa adalah infeksi jamur kronis, terutama oleh T.schoenleini,

T.violaceum dan M.gypseum. Penyakit ini merupakan bentuk lain tinea kapitis,

yang ditandai oleh skutula berwarna kekuningan dan bau seperti tikus (mousy

odor) pada kulit kepala. Biasanya, lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis mulai dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada kulit

kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan, hingga skutula dan

kerontokan rambut, serta lesi menjadi lebih merah dan lebih luas. Setelah itu,

terjadi kerontokan rambut luas, kulit mengalami atrofi dan sembuh dengan

jaringan parut permanen.

tinea favosa pada anak-anak

Diagnosis

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan

menemukan miselium, “air bubbles” yang bentuknya tidak teratur. Pada

pemeriksaan dengan lampu Wood tampak fluoresensi hijau pudar (“dull green”).

Terapi

Prinsop pengobatan sama dengan tinea kapitis. Untuk menghilangkan

skutula dan debris, higiene harus dijaga dengan baik.

III. TINEA KORPORIS1

Definisi

Page 6: DK P4_Mikosis Superfisialis

Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit tidak berambut

(glaborous skin) di daerah muka, badan, lengan dan tungkai.

Etiologi

Penyebab tersering penyakit ini adalah T.rubrum dan T.mentagrophytes.

Gambaran klinis

Bentuk klinis biasanya berupa lesi yang terdiri atas bermacam-macam

eflorosensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar atau polisiklik.

Bagian tepi lebih aktif dengan tanda perdangan yang lebih jelas. Daerah sentral

biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara di tepi lesi makin meluas

ke perifer. Kadang-kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap

meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.

Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak

menunjukkan tanda-tanda radang yang akut. Kelainan ini biasanya terjadi pada

bagian tubuh dan tidak jarang bersama-sama dengan tinea kruris. Bentuk kronik

yang disebabkan oleh T.rubrum kadang-kadang terlihat bersama dengan tinea

unguium.

tinea korporis pada punggung dan lengan

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya, serta

pemeriksaan kerokan kulit dan larutan KOH 10-20 % dengan mikroskop untuk

melihat hifa atau spora jamur.

Page 7: DK P4_Mikosis Superfisialis

Diagnosis Banding

Tinea korporis mempunyai gambaran klinis yang mirip dengan pitiriasis

rosea, psoariasis, lues stadium II, morbus Hansen tipe tuberkuloid, dan dermatitis

kontak.

Terapi

Pengobatan sistemik berupa griseofulvin dosis 500 mg/hari selama 3-4

minggu; dapat juga ketokonazol 200 mg/hari selama 3-4 minggu; itrakonazol 100

mg/hari selama 2 minggu; atau terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu.

Pengobatan dengan salep Whitfeld masih cukup baik hasilnya. Dapat juga

diberikan tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol, dan

naftifin HCl.

IV. TINEA IMBRIKATA1

Definisi

Tinea imbrikata adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur

dermatofita yang memberikan gambaran khas berupa kulit bersisik dengan sisik

yang melingkar-lingkar dan terasa gatal.

Etiologi

Penyakit ini disebabkan jamur dermatofita T.concentricum.

Gambaran Klinis

Penyakit ini dapat menyerang seluruh permukaan kulit yang tidak

berambut, sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula

sebagai makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama yang agak tebal

dan konsentris dengan susunan seperti genting. Lesi makin lama makin melebar

tanpa meninggalkan penyembuhan di bagian tengah.

Page 8: DK P4_Mikosis Superfisialis

tinea imbrikata pada lengan

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang sangat khas

berupa lesi konsentris.

Diagnosis Banding

Diagnosis bandingnya ialah eritroderma dan pemfigus foliaseus.

Terapi

Pengobatan sistemik griseofulvin dengan dosis 500 mg/hari selama 4

minggu. Sering terjadi kambuh setelah pengobatan, sehingga memerlukan

pengobatan ulang yang lebih lama. Obat sistemik lain adalah ketokonazol 200

mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari dan terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu.

Pengobatan topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas.

Dapat diberikan preparat yang mengandung keratolitik kuat dan antimikotik,

misalnya salep Whitfeld, Castellani paint, atau campuran salisilat 5 % dan sulfur

presipitatum 5 %, serta obat-obat antimikotik berspektrum luas.

V. TINEA KRURIS1

Definisi

Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat

paha, genitalia, dan sekitar anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian

bawah.

Page 9: DK P4_Mikosis Superfisialis

Etiologi

Penyebab umumnya adalah E.floccosum, kadang-kadang dapat juga

disebabkan oleh T.rubrum. Keluhan penderita adalah rasa gatal di daerah lipat

paha sekitar anogenital.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis biasanya berupa lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri,

namun dapat juga unilateral. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan

gatal, yang lama kelamaan meluas hingga skrotum, pubis, glutea, bahkan sampai

seluruh paha. Tepi lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama dan terkadang disertai

banyak vesikel-vesikel kecil.

tinea kruris pada lipat paha dan paha

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan

ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik

langsung memakai larutan KOH 10-20 %.

Diagnosis Banding

Tinea kruris dapat menyerupai dermatitis seboroik, kandidosis kutis,

eritrasma, dermatitis kontak dan psoariasis.

Terapi

Page 10: DK P4_Mikosis Superfisialis

Pengobatan sistemik menggunakan griseofulvin 500 mg/hari selama 3-4

minggu. Obat lain adalah ketokonazol. Pengobatan topikal memakai salep

Whitfeld, tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan

naftifin HCl.

VI. TINEA MANUS ET PEDIS1

Definisi

Tinea manus et pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

jamur dermatofita di daerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan

kaki, jari-jari tangan dan kaki, serta daerah interdigital.

Etiologi

Penyebab tersering adalah T.rubrum, T. mentagrophytes dan E.floccosum.

Gambaran Klinis

Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus

memakai sepatu tertutup dan pada orang yang sering bekerja di tempat yang

basah, mencuci, bekerja di sawah dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi

mulai dari tanpa keluhan sampai mengeluh sangat gatal dan nyeri karena

terjadinya infeksi sekunder dan peradangan.

Dikenal 3 bentuk klinis yang sering dijumpai, yaitu:

1. Bentuk intertriginosa. Manifestasi kliniknya berupa maserasi,

deskuamasi dan erosi pada sela jari. Tampak warna keputihan basah dan

dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi sekunder oleh

bakteri dapat menyertai fisura tersebut dan lesi dapat meluas sampai ke

kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela jari III, IV dan V.

2. Bentuk vesikular akut. Penyakit ini ditandai terbentuknya vesikel-vesikel

dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi

yang sering adalah telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar serta

vesikelnya memecah. Infeksi sekunder dapat memperburuk keadaan ini.

Page 11: DK P4_Mikosis Superfisialis

3. Bentuk moccasin foot. Pada bentuk ini seluruh kaki dari telapak, tepi,

sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama. Eritem

biasanya ringan, terutama terlihat pada bagian tepi lesi.

bentuk intertriginosa bentuk vesikular akut moccasin foot

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis dan

pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20 % yang menunjukkan

elemen jamur.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding adalah hiperhidrosis, akrodermatitis, kandidosis, serta

lues stadium II.

Terapi

Pengobatan pada umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat antijamur

untuk bentuk interdigital dan vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk

moccasin foot yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, paling

sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan antijamur per oral, misalnya

griseofulvin, itrakonazol, atau terbenafin.

VII. TINEA UNGUIUM1

Definisi

Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur

golongan dermatofita.

Page 12: DK P4_Mikosis Superfisialis

Etiologi

Penyebab penyakit yang sering adalah T.mentagrophytes dan T.rubrum.

Gambaran Klinis

Dikenal 3 bentuk gejala klinis, yaitu:

1. Bentuk subungual distalis. Penyakit ini mulai dari tepi distal atau

distolateral kuku. Penyakit akan menjalar ke proksimal dan di bawah kuku

terbentuk sisa kuku yang rapuh.

2. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita. Bentuk ini berupa bercak

keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk membuktikan

adanya elemen jamur.

3. Bentuk subungual proksimal. Pada bentuk ini, kuku bagian distal masih

utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Kuku kaki lebih sering diserang

daripada kuku tangan.

subungual distalis subungual proksimal leukonikia trikofita

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan

kuku dengan KOH 10-20 % atau dilakukan biakan untuk menemukan elemen

jamur.

Diagnosis Banding

Dignosis banding dari tinea unguium adalah kandidosis kuku, psoariasis

kuku dan akrodermatitis.

Terapi

Page 13: DK P4_Mikosis Superfisialis

Pengobatan penyakit ini memakan waktu yang lama. Pemberian

griseofulvin 500 mg/hari selama 3-6 bulan untuk kuku jari tangan dan 9-12 bulan

untuk kuku jari kaki merupakan pengobatan standar. Pemberian itrakonazol atau

terbenafin per oral selama 3-6 bulan juga memberikan hasil yang baik. Bedah

skalpel tidak dianjurkan terutama untuk kuku jari kaki, karena jika residif akan

menggangu pengobatan berikutnya. Obat topikal dapat diberikan dalam bentuk

losio atau kombinasi krim bifonazol dengan urea 40 % dan dibebat.

Non Dermatofitosis

PITIRIASIS VERSIKOLOR

Definisi

Pitiriasis versikolor merupakan infeksi jamur kulit superfisial yang umum,

tidak berbahaya bagi kesehatan alias jinak (benign) biasanya ditandai oleh makula

hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan patches di dada dan punggung. Pada

pasien dengan kecenderungan (predisposition), keadaan penyakit dapat berulang

atau kambuh lagi. Penyakit infeksi jamur ini berlokasi di stratum korneum.

Definisi lainnya adalah:

1. Infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama

halus, disertai rasa gatal.

2. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh

Malassezia furfur menyerang stratum korneum dari epidermis.

3. A common chronic usually symptomless disorder, characterized only by

multiple macular patches, of all sizes, and shapes, varying from white in

pigmented skin to tan or brown in pale skin). Usually seen in hot, humid tropical

regions, and caused by Malassezia furfur.

4. A chronic symptomatic scaling epidermomycosis associated with the

superficial overgrowth of the hyphal form of Malassezia furfur, characterized by

Page 14: DK P4_Mikosis Superfisialis

well-demarcated scaling patches with variable pigmentation, occuring most

commonly on the trunk.

Sinonim

Di dalam berbagai literatur kedokteran ada beberapa istilah untuk menyebut

penyakit panu, seperti:

1. Tinea versikolor

2. Tinea versikolor

3. Pityriasis versicolor

4. Pitiriasis versikolor

5. Pitiriasis versikolor flava

6. Tinea flava

7. Chromophytosis

8. Kromofitosis

9. Dermatomycosis furfuracea

10. Dermatomikosis

11. Liver spots

12. Aeromia parasitica

13. Kleinenflechte

14. Hodi-Potsy

15. Cutaneous fungal infection

Penyebab (Etiologi)

Malassezia furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare,

Pityrosporum ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin

kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu. Alasan

mengapa organisme ini menyebabkan panu, pada beberapa orang sementara tetap

sebagai flora normal pada beberapa orang lainnya, belumlah diketahui. Beberapa

faktor, seperti kebutuhan nutrisi organisme dan respon kekebalan tubuh inang

(host's immune response) terhadap organisme sangatlah signifikan.

Page 15: DK P4_Mikosis Superfisialis

Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak

(lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Lebih lanjut, tahap miselium dapat

dirangsang in vitro dengan penambahan kolesterol dan ester kolesterol pada

medium yang tepat. Karena organisme ini lebih cepat berkoloni/mendiami kulit

manusia saat pubertas dimana lemak kulit meningkat lebih banyak dibandingkan

pada masa remaja (adolescent) dan panu bermanifestasi di area yang "kaya

minyak" atau sebum-rich areas (misalnya: di dada, punggung), variasi lemak di

permukaan kulit individu dipercaya berperan utama dalam patogenesis penyakit.

Bagaimanapun juga, penderita panu dan subjek kontrol tidak

memperlihatkan perbedaan kuantitatif atau kualitatif pada lemak di permukaan

kulit. Lemak di permukaan kulit penting untuk kelangsungan hidup M furfur pada

kulit manusia normal, namun M furfur mungkin sedikit berperan pada

perkembangan (pathogenesis) panu. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa

dibandingkan lemak, asam amino lebih berperan di dalam kondisi sakit (diseased

state) atau dengan kata lain sedang terkena panu. Secara in vitro, asam amino

asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya,

glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang

terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit

pasien yang tidak terkena panu.

Faktor kausatif lainnya yang juga signifikan adalah sistem kekebalan

tubuh/imun penderita. Meskipun sensitization melawan antigen M furfur biasa

terlihat pada populasi umum (sebagaimana dibuktikan oleh studi/riset

transformasi limfosit), fungsi limfosit pada stimulasi organisme terbukti lemah

(impaired) pada penderita yang terserang panu. Hasil (outcome) ini sama dengan

situasi sensitization dengan Candida albicans. Singkatnya, kekebalan tubuh yang

diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity) berperan pada penyebab

(timbulnya) penyakit.

Pemeriksaan Fisik

Efloresensi (Gambaran Ruam atau Lesi Kulit atau Ujud Kelainan Kulit)

Makula, berbatas tegas (sharply marginated), berbentuk bundar atau oval, dan

ukurannya bervariasi. Beberapa pasien disertai Malassezia folliculitis dan

Page 16: DK P4_Mikosis Superfisialis

dermatitis seboroik. Pada kulit yang tidak berwarna coklat (untanned skin), lesi

berwarna coklat terang. Pada kulit coklat (tanned skin), lesi berwarna putih. Pada

orang yang berkulit gelap, terdapat makula coklat gelap. Beberapa lesi panu

berwarna merah.

Selain itu, panu merupakan makula yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan,

keabuan, atau kehitam-hitaman dalam berbagai ukuran, dengan skuama halus di

atasnya.

Manifestasi Klinis (Gejala, Keluhan)

Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, dengan kata lain

terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai

teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal (ringan),

atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik

saja. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan

pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan

penderita. Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita

datang berobat.

Predileksi atau Distribusi

Panu dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh

bagian atas, lengan atas, leher, kulit kepala yang berambut, muka/wajah,

punggung, dada, perut (abdomen), ketiak (axillae), tungkai atas, lipat paha, paha,

alat kelamin (genitalia), dan bagian tubuh yang tak tertutup pakaian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000 : 73 –

80.

Page 17: DK P4_Mikosis Superfisialis

2. Adhi D, Mochtar H, Siti A, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 : 92 – 99.