diskusi kasus 4-tuberkulosis.docx

22
LAPORAN DISKUSI KASUS 3 TUBERKULOSIS Disusun Oleh: Kelompok 2 Anita Amalia Sari 0706260124 Dara Ninggar Santoso 0706260194 Gusta Trisna Pratama 0706260364 Miranti Fristy M. 0706260490 Mohammad Azmi 0706260515 Oke Dimas Asmara 0706259646 Rahmania Kannesia D. 0706259702 Sammy Saleh Alhuraiby 0706260635 Yelsi Khairani 0706259980 MODUL ELEKTIF FARMAKOLOGI

Upload: muhammad-awwalul-akram

Post on 20-Jan-2016

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

LAPORAN DISKUSI KASUS 3

TUBERKULOSIS

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Anita Amalia Sari 0706260124

Dara Ninggar Santoso 0706260194

Gusta Trisna Pratama 0706260364

Miranti Fristy M. 0706260490

Mohammad Azmi 0706260515

Oke Dimas Asmara 0706259646

Rahmania Kannesia D. 0706259702

Sammy Saleh Alhuraiby 0706260635

Yelsi Khairani 0706259980

MODUL ELEKTIF FARMAKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA

JUNI 2012

Page 2: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

Kasus Tuberkulosis

Ny. Mira, 23 tahun, ibu rumah tangga memiliki 2 orang anak, datang ke tempat praktek anda dengan

keluhan batuk berdahak disertai bercak darah, sejak 8 jam yang lalu. Keluhan batuk sudah dirasakan sejak 2

bulan yang lalu dan tak kunjung sembuh, padahal Ny.Mira sudah minum obat batuk yang dibelinya di warung

dan 3 minggu yang lalu sudah berobat ke dokter, diberikan amoksisilin 3x sehari selama 5 hari, namun tidak

membaik.

Keluhan tersebut disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, merasa tidak nafsu makan dan sering

berkeringat malam. Selain itu Ny.Mira merasa BB-nya turun. Riwayat keluhan seperti ini sebelumnya tidak ada.

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa tidak ada. Suami seorang buruh bangunan dan perokok berat.

Anaknya berusia 8 tahun dan 4 bulan ( masih mendapat ASI ekslusif) Ny.Mira saat ini sedang menggunakan

KB suntik 1 bulan sekali.

PF IMT 18 kg/m2, paru-paru : rhonki -/-, wheezing -/-, lain-lain dalam batas normal.

Rontgent paru : terdapat bercak /perselubungan keputihan di kedua apeks paru. Diagnosis : TBC

1. Jelaskan berbagai regimen pengobatan TBC

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara umum terbagi atas 2 lini. Obat-obatan lini pertama adalah:

Isoniazid

Rifampicin

Pirazinamid

Etambutol

Streptomisin

Obat lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB multidrug resistant (MDR),

jenisnya:

adalah:

Kanamisin

Kapreomisin

Amikasin

Kuinolon

Sikloserin

Etionamid/protionamid

Para-amino salisilat (PAS)

Obat-obatan yang eikasinya belum jelas (makrolid, amoksisilin + asam klavulanat, linezolid,

clofazimin)

Page 3: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

Pemberian OAT dilakukan dengan regimen pengobatan TBC yang disesuaikan dengan pasien yang

bersangkutan. Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia tahun 2011, pengobatan TB

standar dibagi menjadi 3 regimen:

Pasien Baru

Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/4 RH dengan pemberian dosis setiap hari. Bila

menggunakan program OAT, maka pemberian dosis setiap hari pada fase intensif dilanjutkan

dengan pemberian dosis tiga kali seminggu dengan DOT 2 RHZE/4 R3H3

Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Selama menunggu hasil

uji kepekaan, diberikan padan obat 2RHZES/RHZE/5RHE

Pasien Multi-Drug Resistant (MDR)

2. Regimen pengobatan mana yang anda pilih untuk pasien tersebut? Apa arti kode regimen

pengobatan yang anda tentukan.

Untuk pasien pada pemicu diatas, regimen pengobatan yang kami pilih adalah regimen 2 RHZE/4

R3H3, karena pasien ini adalah pasien TB Paru yang tidak memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya

(pasien baru), dan menyesuaikan dengan program pengobatan TB dari pemerintah sehingga pasien tidak

perlu mengeluarkan biaya pengobatan.

Arti kode regimen yang kami pilih, 2 RHZE/4 R3H3, adalah selama 2 bulan fase intensif, obat yang

diberikan adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol yang diberikan harian, dan selama 4

bulan fase lanjutan, obat yang diberikan adalah rifampisin dan isoniazid yang diberikan 3 kali dalam 1

minggu.

3. Mengapa terapi TBC memerlukan kombinasi beberapa obat?

Mencegah resistensi bakteri terhadap obat

Penggunaan obat tunggal pada pengobatan tuberkulosis dapat dengan cepat menyebabkan resistensi

pada kuman terhadap obat tersebut dan dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Pada suatu

penelitian didapatkan frekuensi mutasi spontan yang menyebabkan resistensi pada suatu obat tunggal

dapat terjadi sekitar 1 dari 107 untuk ethambutol, 1 dari 108 streptomisin dan INH, dan 1 dari 1010 untuk

rifampisin. Pada pasien dengan tuberkulosis paru yang ekstensif akan didapatkan 1012 bakteri dalam

tubuhnya, sehingga apabila diobati hanya dengan obat tunggal dapat terbentuk 105 bakteri resisten

ethambutol, 104 bakteri resisten streptomisin dan INH, dan 10² bakteri resisten rifampisin. Implikasi dari

kejadian resistensi adalah terjadinya Multiple Drug Resistence (MDR) atauh bahkan Extensively Drug-

Page 4: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

resistant Tuberkulosis (XDR). Kedua keadaan ini akan menyebabkan penyakit tuberkulosis sangat sulit

untuk diobati.

Mendapatkan efek sinergis dan saling melengkapi antar obat

Masing-masing obat pada regimen obat tuberkulosis mempunyai mekanisme kerja yang berbeda-beda.

INH merupakan suatu bakteriosid yang membunuh bakteri yang sedang bereplikasi. Ethambutol dalam

dosis kecil merupakan bakteriostatik, namun dalam regimen ini digunakan dosis tinggi sehingga efeknya

menjadi bakteriosida. Rifampisin juga merupakan bakterisida dan mempunyai efek sterilisasi. Walaupun

pirazinamid merupakan merupakan obat bakterisida lemah namun sangat efektif pada bakteri yang ada

di lingkungan asam, di dalam makrofag, dan daerah inflamasi. Mekanisme kerja yang berbeda-beda ini

dapat menyebabkan efektifitas dari kombinasi regimen tuberkulosis menjadi lebih efektif dalam

eradikasi kuman Mycobacterium tuberkulosis.

Mempercepat pengobatan tuberkulosis

Isoniazid dan rifampisin merupakan obat yang paling aktif di antara kelima obat tuberkulosis lini

pertama. Kombinasi keduanya yang diberikan selama 9 bulan dapat mengobati sampai 95-98% kasus

tuberkulosis. Namun, penambahan pirazinamid pada kombinasi isoniazid dan rifampisin pada 2 bulan

pertama dapat menurunkan durasi total pengobatan tuberkulosis menjadi 6 bulan tanpa menurunkan

efektifitasnya.

Tabel 1. Durasi Pemberian Obat Tuberkulosis

4. Jelaskan mekanisme kerja , kontraindikasi dan interaksi obat yang anda gunakan pada pasien

tersebut! (Lihat Tabel 2)

5. Sebutkan efek samping berbagai obat TBC dan apa yang harus dilakukan bila efek samping

tersebut timbul! (Lihat Tabel 2)

Page 5: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

Table 2. Daftar Obat

Nama Generik dan

Merk Dagang

Mekanisme Kerja Kontraindikasi Interaksi Obat Efek Samping dan Tatalaksana

Rifampisin (R)

(Rimactazid.

Rimcure3-FDC,

Rimatar 4-FDC,

Lanarif, Merimac,

RIF 150/ RIF 300/

RIF 450/ RIF600,

Rifamtibi)

Aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh.

Menghambat DNA-dependent RNA polymerase

dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan

menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)

rantai dalam sintesis RNA.

Menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia,

tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar

untuk penghambatan pada kuman.

Farmakokinetik :

Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat

dieksresi melalui empedu dan kemudian

mengalami sirkulasi enterohepatik.

Penyerapannya dihambat oleh adanya makanan

Masa paruh eliminasi bervariasi antara 1,5 sampai

5 jam dan akan memanjang jika ada kelainan

fungsi hepar.

Rifampisin didistribusi seluruh tubuh, kadar

efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan

tubuh, termasuk cairan otak. Luas distribusinya

tercemin dari warna merah jimgga pada urin,

tinja, ludah dan cairan tubuh lainnya.

Pasien yang hipersensitif

terhadap Rifampicin,

gangguan saluran

empedu, insufisiensi hati,

pecandu alkohol,

kehamilan (pada

trimester 1sifat

teratogenik, pada

trimester3perdarahan

neonatal),

Epilepsi,

alkoholismekronik,  

anak dengan berat badan

<30kg.

Rifampisin merupakan pemacu

metabolisme obat yang kuat,

berbagai obat hipoglikemik

oral, kortikosteroid, dan

kontrasepsi ora (estradiol)l

akan berkurang efektivitasnya

bila diberikan bersama

rifampisin.

Pemberian PAS yang

mengandung Bentonit

(Aluminium  hidrosilikat)

bersama dengan rifampisin

akan menghambat absorpsi

rifampisin sehingga kadarnya

dalam darah tidak cukup.

Rifampisin mengganggu

metabolisme vitamin D

menimbulkan kelainan tulang

dengan berupa osteomalasia.

Disulfiram dan probenesid

menghambat ekskresi

rifampisin melalui ginjal.

Rifampisin meningkatkan

hepatotoksisitas INH terutama

pada asetilator lambat.

Mayor

- Kelainan sistemik, syok dan

purpura hentikan rifampisin

- Gatal dan kemerahan berikan

antihistamin dan evaluasi

- Ikterik/hepatitis imbas obat

hentikan semua OAT sampai

ikterik menghilang

- Muntah hentikan semua OAT

dan lakukan uji fungsi hati

Minor

- Tidak nafsu makan, mual, sakit

perut Rifampisin diminum

malam sebelum tidur

- Warna kemerahan pada air

seni memberikan penjelasan

kepada pasien mengenai hal

tersebut, bahwa obat tersebut

memang memberikan efek

samping warna air seni merah,

sehingga pasien tidak perlu

kuatir.

Isoniazid Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering

disingkat menjadi INH bersifat tuberkulostatik dan

Penyakit Hati (perlu monitor ketat)

Sedasi berlebihan atau

inkoordinasi dapat muncul bila

Reaksi hipersensitivitas demam,

kelaianan kulit (morbiliform,

Page 6: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

tuberkulosid secara in vitro. Pembelahan kuman masih

berlangsung sekitar 2-3 kali sebelum dihambat sama

sekali.

Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang

sedang tumbuh, sedangkan kuman pada fase “istirahat”

akan mulai membelah setelah tidak berkontak dengan

obat.

Isoniazid lebih mudah menembus kedalam sel, dan

lebih kuat dibandingkan dengan streptomisin.

Mekanisme kerja sebenanya belum diketahui, namun

ada hipotesis yang mengatakan efek utama INH

menghambat biosintesis asam mikolat (unsur penting

dinding sel mikobakterium).

INH mudah diserap dalam pemberian oral maupun

parenteral. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam.

Setiap individu memiliki kecepatan metabolism INH

yang berbeda, ada yang memiliki asetilator cepat

maupun asetilator lambat yang dipengaruhi oleh

genetik.

Masa paruh keseluruhan populasi antara 1-4 jam

INH mudah berdifusi kedalam sel dan semua cairan

tubuh. Obat dapat mencapai kadar yang cukup dalam

cairan pleura dan cairan asites, begitula pada cairan

serebrospinal yang kadarnya sama dengan kadar cairan

plasma. Ekskresi INH melalui urin sebanyak 75-95%

dalam waktu 24 jam dalam bentuk metabolit.

diberikan dengan fenitoin, karena

INH menghambat parahidroksilasi

antikonvulsan ini.

makulopapular, dan urtikaria)

Reaksi hematologic

agranulusitosis, eosinophilia,

trombositopenia, dan anemia

Neuritis Perifer paling banyak terjadi

pada pemberian INH jika tidak

dibarengi dengan pemberian

piridoksin.

Peningkatan aktivitas enzim

transaminase, hepatitis, gejala

arthritis, neuritis atopi,

neurotoksisitas, dan kelainan mental.

Mulut kering, rasa tertekan ulu hati,

tinnitus, retensi urin, dan

methemoglobinemia.

Pirazinamid

(Corsazinamid,

Neotibi, Pazeta-ciba

500, Prazina,

Sanazet, dll)

Pirazinamid bekerja sebagai bakterisidal terhadap M.

tuberculosis dalam lingkungan asam yang terdapat di

dalam makrofag dan jaringan inflamasi. Bersama

dengan rifampicin, memberikan efek sterilisasi yang

hebat dan mengurangi angka kekambuhan.

Hipersensitivitas,

penyakit hepar, gout

arthritis akut atau

hiperurisemia, porfiria,

kehamilan (kategori C)

Ekskresi dapat dihambat oleh

Probenecid

Hepatoksisitas (hepatomegali,

splenomegali dan ikterus dapat terjadi

dan di kasus yang sangat jarang dapat

menyebabkan atropi kuning akut

fulminan dan kematian). Anoreksia,

Page 7: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

Mengurangi sekresi tubuler dari asam urat.

Absorbsi: Diabsorbsi dari saluran pencernaan (oral);

konsentrasi plasma puncak setelah 2 jam.

Distribusi: Cairan tubuh dan jaringan, CSF, dapat

ditemukan pada ASI.

Metabolisme: Hepatik; dihidrolisir menjadi

pyrazininoic acid (bentuk aktif) lalu dihidroksilasi

menjadi 5-hydroxypyrazinoic acid (sebagian besar

bentuk yang diekskresi).

Excretion: Melalui urin oleh filtrasi glomerulus (70%

sebagai metabolit, 4-14% tidak berubah); 9-10 jam

(waktu paruh obat), dibuang melalui dialisis.

dan menyusui. mual, muntah, nyeri sendi, malaise,

demam, hiperurisemia, abnormal

LFT, kulit kemerahan.

Potensial fatal: kerusakan hepar yang

parah dan hepatitis fulminan

Streptomicin

( Streptomycin

Sulphate Meiji)

Merupakan obat golongan aminoglikosida yang

bekerja sebagai bakterisid dengan menghambat

sintesis protein bakteri.

Obat ini berikatan dengan protein S12 dari subunit

30S ribosom bakteri, lalu melakukan ikatan degan

formil-methionyl-tRNAnya sehingga mencegah

sintesis protein dan menyebabkan kematian pada sel

mikroba.

Pada konsentrasi yang rendah ia hanya menghambat

pertumbuhan bakteri

Absorbsi:

-Oral: poor absorption

- Intramuskular: well absorption

Distribusi:

Berikatan dengan protein sekitar 34%.

Didistribusikan hampir di seluruh jaringan dan

cairan tubuh, keculai otak.

Ekskresi: diekskresi di urin sebanyak 30-90% dalam

Usia > 60 tahun (tidak

bisa mendapatkan dosis

lebih dari 500mg perhari)

alergi terhadap

streptomisin atau

makrolid lainnya

wanita hamil (karena

dapat menembus sawar

plasenta)

Bersifat nefrotoksik bila

berinteraksi dengan

aminoglikosida lain, vankomisin

dan beberapa sefalosporin

Bersifat ototoksik bila

berinteraksi dengan asam

etakrinat, manitol, furosemid dan

amninoglikosida lain

Ototoksik : kerusakan n.VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran Hentikan pengobatan streptomicin

Hipersensitifitas hentikan pemgobatan

Kesemutan disekitar mulut dan telinga yang mendenging segera setelah suntikan (reversible)

Page 8: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

waktu 24 jam

Page 9: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

6. Tentukan dosis obat, cara pemakaian dan buat resep untuk Ny.Mira

Tabel 3. Jenis dan Dosis OAT berdasrkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di Indonesia

2011

Obat

Dosis

(mg/KgBB/har

i

Dosis yang dianjurkan Dosis

maks

(mg)

Dosis (mg)/ berat badan

(kg)/hari

Harian

(mg/kgBB/hari)

Intermiten

(mg/kgBB/kali)<40 40-60 >60

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 300 300 300

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000 Sesuai

BB

750 1000

Pada pasien Ny. Mira, 23 tahun dengan IMT 18 kg/m2 IMT dalam rentang normal kurang lebih sama dengan

berat badan 40-60 kg. Obat diberikan selama 2 minggu, pasien datang setiap 2 minggu untuk mengambil obat

agar pengobatan lebih terkontrol. Dosis obat yang dibutuhkan adalah:

- Fase intensif : Untuk 2 bulan pertama (obat diminum per oral 1x/ hari setiap hari)

o Rifampicin: 10x (40-60)= 400-600 mg ~ 1 tablet 450 mg (Sediaan: tablet 450 mg, 600 mg,

kapsul 150 mg, 300 mg, suspensi 100mg/5ml)

o Isoniazid: 5x (40-60)= 200-300 mg ~ 1 tablet 300 mg (sediaan: tablet 50 mg, 100 mg, 300 mg,

400 mg, sirup 10mg/ml)

o Pirazinamid: 25x (40-60)= 1000-1500 mg ~ 2 tablet 500 mg (sediaan: tablet 250 mg, 500 mg)

o Ethambutol: 15x (40-60)= 600-900 mg ~ 750 mg ~ 1 ½ tablet 500 mg (sediaan: tablet 250 mg,

500 mg)

- Fase lanjutan :4 bulan berikutnya

o Jika regimen yang diberikan pada fase lanjutan 4H3R3 (obat diminum 3x dalam seminggu cth:

senin, rabu, jumat)

Rifampisin 400-600 mg ~ 1 tablet 450 mg

Isoniazid 400-600mg ~ 1 tablet 400 mg

o Jika regimen yang diberikan pada fase lanjutan 4HR dosis rifampicin dan isoniazid sama dengan

fase intensif

Page 10: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

- Pasien diberikan Vit B6 (Piridoksin) 10 mg/hari untuk mengurangi efek samping dari penggunaan

isoniazid.

Klinik Farmakologi

Jl. Salemba Raya No. 6

Jakarta Pusat

Telp. (021) 3345678

dr. Lee

Jakarta, 19 Juni 2012

R/ Rifampisin tab 450mg No. XV

S 1dd tab I pc

----------------------------------------------------------------- O

R/ Isoniazid tab 300mg No. XV

S 1dd tab I pc

----------------------------------------------------------------- O

R/ Pirazinamid tab 500 mg No. XXX

S 1 dd tab II pc

----------------------------------------------------------------- O

R/ Ethambuthol tab 500 mg No. XXII

S 1dd tab I ½ pc

----------------------------------------------------------------- O

R/ Vit B6 tab 10mg No. XV

S 1 dd tab I pc

----------------------------------------------------------------- O

Pro: Ny. Mira

Umur/BB: 23 thn/ 45 kg

Alamat: Salemba

7. Jika sediaan fixed dose combination (FDC) tersedia, tentukan dosisnya dan buat juga resepnya

Page 11: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

IMT pasien = 18 kg/m2 = IMT normal. Diperkirakan berat badan pasien berada dalam rentang 38-54 kg

sehingga pada pasien diberikan OAT FDC:

- Fase intensif: (RHZE) 1x3 tablet/hari

- Fase lanjutan: (RH) 1x3 tablet/hari

- Diberikan pula Vitamin B6 sebagai pencegahan terhadap efek samping isoniazid

- Obat diberikan selama 2 minggu, 2 minggu kemudian pasien datang kontrol

Tabel 4. Dosis OAT FDC Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di Indonesia 2011

Berat Badan

Fase Intensif

2-3 bulan

Harian

Fase Lanjutan

4 bulan

Harian 3x/minggu

(RHZE)

150/75/400/275

(RH)

150/75

(RH)

150/150

30-37 2 2 2

38-54 3 3 3

55-70 4 4 4

71 5 5 5

Klinik Farmakologi

Jl. Salemba Raya No. 6

Jakarta Pusat

Telp. (021) 3345678

dr. Lee

Jakarta, 19 Juni 2012

R/ FDC R 150 H 75 Z 400 E 275 tab No. XLII

S 1dd tab III pc

----------------------------------------------------------------- O

R/ Vit B6 tab 10mg No. XV

S 1 dd tab I pc

----------------------------------------------------------------- O

Pro: Ny. Mira

Page 12: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

Umur/BB: 23 thn/ 45 kg

Alamat: Salemba

8. Kapan pasien tersebut harus datang kontrol ? Apa yang harus anda monitoring ?

Pasien harus melakukan kontrol minimal 2 bulan setelah mulainya pengobatan OAT. Evaluasi pasien

pada saat kontrol meliputi :

1. Evaluasi klinis :

a. Pasien dievaluasi secara periodik

b. Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya

komplikasi penyakit

c. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis

2. Evaluasi bakteriologi ( 0-2-6/8 bulan pengobatan)

a. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak pasien

b. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopik

i. Sebelum pengobatan dimulai

ii. Setelah 2 bulan pengobatan ( fase intensif)

iii. Pada akhir pengobatan

c. Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan

3. Evaluasi radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)

a. Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :

i. Sebelum pengobatan

ii. Setelah 2 bulan pengobatan ( pada kasus keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

iii. Pada akhir pengobatan

4. Evaluasi pasien yang telah sembuh

a. Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh, dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah

sembuh. Evaluasi adalah mikroskopis sputum BTA, dan foto toraks (sesuai indikasi dan gejala)

9. Kapan sputum BTA akan menjadi (-)

Sputum pada pasien TB yang sudah terbukti (+) pada pemeriksaan dahak sebelum pengobatan

diharapkan akan menjadi (-) setelah 2 bulan pengobatan OAT dengan regimen yang sesuai dan diminum secara

teratur

10. Jelaskan edukasi yang anda berikan kepada pasien sehubungan dengan penyakit, cara penularan,

pencegahan, dan obat yang anda berikan

Edukasi mengenai penyakit TB

Page 13: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

o Jelaskan kepada pasien secara singkat dan jelas mengenai penyakit TB, bakteri yang

menyebabkannya, hal apa saja yang bisa membunuh bakteri TB ( sinar matahari), dapat

dijelaskan kepada pasien bahwa TB merupakan penyakit yang banyak terdapat di

Indonesia dan merupakan penyakit yang bisa disembuhkan dan pasien dapat sembuh total

dengan pengobatan yang adekuat.

Edukasi cara penularan

o Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit TB dapat menular dari droplet yang terdapat

di dalam dahak pasien dengan TB, sehingga pasien dengan penyakit TB dianjurkan untuk

memakai masker terutama pada saat 2 bulan pertama pengobatan TB. Pasien dan

keluarga harus diberi tahu bahwa penularan sangat mudah terjadi pada individu yang

sering kontak erat atau hidup dalam satu rumah dan sering berinteraksi. Ada baikny

pasien yang sudah terbukti TB dan sedang dalam pengobatan tidak tidur sekamar / terlalu

dekat dengan orang yang sehat terutama jika terdapat anak-anak dalam satu rumah

o Keadaan rumah yang lembab dan padat juga mempermudah penularan penyakit TB

sehingga perlu diedukasi kepada pasien untuk menjaga kebersihan rumah

Edukasi pencegahan

o Menjaga lingkungan rumah dari kondisi lembab dan kumuh

o Membuka jendela dan pintu rumah pada pagi dan sore hari untuk memastikan sirkulasi

udara di rumah baik

o Melakukan skrining TB pada anggota keluarga yang tinggal serumah terutama jika

memiliki gejala serupa

o Mengedukasi pentingnya gizi yang cukup dan daya tahan tubuh yang baik untuk

pencegahan penyakit TB karena penyakit ini juga merupakan penyakit yang berhubungan

dengan sistem imun tubuh manusia.

Edukasi mengenai obat yang diberikan

o Memberitahukan manfaat dan pentingnya menuntaskan obat TB yang diberikan

o Menjelaskan mengenai efek samping yang dapat muncul akibat konsumsi obat TB

tersebut ( Kencing merah, gangguan hari, ototoksisitas, dll)

o Menjelaskan kapan harus kontrol dan kemungkinan adanya interaksi obat yang sedang

dikonsumsi

11. Apakah Ny. Mira tetap boleh menyusui bayinya?

Pasien tetap boleh menyusui bayinya. Sebagian besar obat antituberkulosis aman digunakan saat

menyusui. Obat-obat tersebut dieksresi dalam konsentrasi yang rendah pada air susu ibu (ASI) sehingga tidak

Page 14: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

memiliki efek toksik terhadap bayi1,2, terutama pada bayi berusia lebih dari dua bulan.3Persentase dosis

teraupetik antituberkulosis yang berpotensi didapat oleh bayi yang menyusui berkisar 0.05% - 28%. American

Academy of Pediatrics (AAP) memasukkan isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin (lini pertama),

kanamisin dan sikloserin (lini kedua) dalam daftar obat yang aman untuk ibu menyusui. Belum ada data yang

jelas mengenai pirazinamid, etionamid, dan kapreomisin selama menyusui.2Beberapa literatur menyarankan

pemberian supplementasi piridoksin pada bayi yang disusui.4,5

Dosis obat tuberkulosis yang diberikan pada pasien tidak cukup adekuat baik untuk terapi maupun

pencegahan pada bayi pasien sehingga bayi pasien harus disarankan untuk dilakukan pemeriksaan TB untuk

mengetahui kemungkinan TB aktif.1,2 Meskipun demikian, dosis obat yang diberikan pada pasien sebaikanya

berdasarkan dosis terendah pada rentang teraupetik untuk menurunkan risiko toksisitas.

12. Jika 4 minggu setelah pengobatan, Ny. Mira datang dengan keluhan mata menjadi kuning, apa

yang akan Anda lakukan?

Pada pasien harus dilakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk

menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lainnya dan menegakkan diagnosis hepatitis imbas obat (drug

induced hepatitis). Tatalaksana hepatitis imbas obat tergantung pada: (1) fase pengobatan TB, (2) beratnya

gangguan pada hepar, (3) beratnya penyakit TB, dan (4) kemampuan atau kapasitas pelayanan kesehatan dalam

tatalaksana efek samping akibat obat anti tuberkulosis.

Pada pasien sebaiknya ditanyakan adanya keluhan lain selain kuning, seperti mual dan muntah,

dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT untuk menilai kerusakan hati dan bilirubin. Hasil pemeriksaan

menentukan tatalaksana pada pasien, seperti berikut ini:

Bila klinis (+) (ikterik +, mual dan muntah +) OAT dihentikan

Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT ≥ 3 OAT dihentikan

Bilagejalaklinis (-), laboratoriummemperlihatkankelainan:

- Bilirubin >2 OAT dihentikan

- SGOT, SGPT ≥ 5 kali OAT dihentikan

- SGOT, SGPT ≥ 3 kali pengobatanditeruskandenganpengawasan

Pengobatan TB dihentikan hingga fungsi hepar kembali normal dan gejala klinis menghilang sehingga

OAT dapat diberikan kembali. Apabila pemeriksaan fungsi hati tidak mungkin dilakukan, maka sebaiknya

ditunggu hingga 2 minggu setelah timbul keluhan kuning dan nyeri perut menghilang. Bila hepatitis imbas obat

dapat diatasi, OAT dapat mulai diberikan perlahan satu per satu, dimulai dari obat yang paling jarang

menimbulkan hepatotoksik (rifampisin), tunggu 3-7 hari, lalu berikan isoniazid. Pasien dengan riwayat kuning

tetapi dapat menerima rifampisin dan isoniazid, sebaiknya tidak lagi diberikan pirazinamid.

Page 15: DISKUSI KASUS 4-Tuberkulosis.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011. Hal. 47-50

2. Tran JH, Montakantikul P. The safety of antituberculosis medications during breastfeeding. J Hum

Lact;1998;14(4):337-40.

3. Holdiness MR. Antituberculosis drugs and breast-feeding. Arch Intern Med. 1984;144:1888.

4. Queensland Tuberculosis Control Centre. Guidelines for Treatment of Tuberculosis in Pregnancy. 2006.

5. Canadian Paediatric Society. Maternal infectious diseases, antimicrobial therapy or immunizations: very

few contraindications to breastfeeding. Can J Infect Dis Med Microbiol;2006;17(5):270-2.

6. H.I, Yati, S. Rianto. Tuberkulostatik dan leprostatik dalam Farmakologi dan terapi edisi 5. Badan

penerbit FKUI. Jakarta: 2011.

7. Antimycobacterial Drugs. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology 10th ed. San Fransisco: Mc

Graw Hill-Lange, 2006.