dic obgyn
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah sindrom yang ditandai
dengan aktivasi dari sistem koagulasi yang luas, dan berkelanjutan, dan
fenomena ini merupakan kejadian sekunder berbagai kondisi klinis.1 DIC
dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin,
serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang
mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli,
disfungsi organ, dan perdarahan.2 DIC merupakan diagnosis kompleks yang
melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang
mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh
dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan
beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan
penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis malam. Meski
DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala
berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak hanya harus
dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai
disiplin.2
DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama
disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif,
serta sepsis bakterial. Banyak komplikasi obstetrik, seperti lepasnya
plasenta, emboli cairan amnion, sepsis endotoksin, janin mati, pasca-
hemoragik syok, mola hidatidosa, dan keganasan ginekologi, yang mungkin
memicu DIC. Dalam ginekologi dan obstetri, DIC biasanya dikaitkan
dengan kematian dan kesakitan yang tinggi. Tidak ada uji laboratorium
tunggal definitif yang cukup sensitif atau spesifik untuk mendiagnosa DIC,
namun DIC dapat didiagnosis dengan menggunakan kombinasi beberapa uji
1
klinis dan laboratorium yang mencerminkan patofisiologi sindrom. Saat ini,
pendekatan terapi untuk DIC pada kasus obstetrik dan ginekologi terkait
dengan terapi khusus terhadap penyakit yang mendasari, yang akhirnya
diikuti dengan terapi produk pengganti darah dan pemulihan jalur
antikoagulan fisiologis.1
Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan
melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram
negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin
ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel
mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya
koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombus dan emboli pada
mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive
coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus
menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan
perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin.
Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus,
tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis,
trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat
turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada
pemeriksaan laboratorium akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang
memanjang, penurunan fibrinogen bebas disertai dengan peningkatan
produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.2 Makalah ini akan meninjau
mengenai etiopathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis laboratorium, dan
terapi kehamilan-dan-ginekologi terkait DIC.1
1.2 Tujuan
Penulisan refrat ini bertujuan agar dokter muda mengetahui tentang DIC
dalam kehamilan serta penatalaksanaannya.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mekanisme Pembekuan Darah
Teori yang paling diterima mengenai koagulasi darah dipopulerkan oleh
Ratnoff dan Bennett (1973) dan dikenal dengan cascade theory. Pada
dasarnya sistem koagulasi dibagi menjadi sistem intrinsik dan sistem
ekstrinsik. Sistem intrinsik mengandung semua komponen intravaskular yang
dibutuhkan untuk mengaktifkan trombin, yaitu faktor XII, XI, X, IX, V, dan II
(protrombin). Faktor ekstrinsik meliputi tromboplastin jaringan yang akan
mengawali aktifasi faktor VII, X, V, dan protrombin. Kedua faktor intrinsik
dan ekstrinsik bersamaan mengaktivasi faktor X, yang berikutnya bereaksi
dengan faktor V yang teraktifasi dengan adanya kalsium dan fosfolipid, untuk
mengubah protrombin menjadi trombin.3 Trombin adalah enzim proteolitik
yang bertanggung jawab untuk memecah rantai fibrinogen menjadi
fibrinopeptid, memulai pembentukan fibrin monomer.
A. Jalur intrinsik
Jalur intrinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping
prekalikrein, kininogen, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini
membentuk factor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak”
dengan prekalikrein, kininogen, faktor XII dan XI terpajan pada
permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo,
kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau
komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, factor XII
akan diaktifkan menjadi factor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein.
Faktor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih
banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbal balik. Begitu
terbentuk, factor XIIa mengaktifkan factor XI menjadi XIa, dan juga
melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen.
3
Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan faktor IX, menjadi
enzim serin protease, yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan
ikatan Arg-Ile dalam factor X untuk menghasilkan serin protease-2, yaitu
faktor Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen,
yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni:
Ca2+ dan faktor IXa dan faktor X. Bagi perakitan kompleks tenase,
trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik
(anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat
pada sisi keadaan tidak bekerja. Faktor VIII, suatu glikoprotein, bukan
merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai
resepto untuk faktor IXa dan X pada permukaan trombosit. Faktor VIII
diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga
terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam
proses pemecahan lebih lanjut. 4
B. Jalur Ekstrinsik
Jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, factor VII, X serta Ca2+ dan
menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada tempat cedera
jaringan dengan ekspresi faktor jaringan pada sel endotel. Faktor jaringan
berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya; factor VII
merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam darah dan
disintesis di hati. Faktor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor
VIIa dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan faktor
X. Faktor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam faktor X yang
dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsik. Aktivasi faktor X
menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsik dan
ekstrinsik.
Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsik
adalah bahwa kompleks faktor jaringan dengan faktor VIIa juga
mengaktifkan faktor IX dalam lintasan intrinsik. Sebenarnya,
4
pembentukan kompleks antara faktor jaringan dan faktor VIIa kini
dipandang sebagai proses penting yang terlibat dalam memulai pembekuan
darah secara in vivo. Makna fisiologik tahap awal lintasan intrinsik, yang
turut melibatkan factor XII, prekalikrein dan kininogen dengan berat
molekul besar. Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting dari
fibrinolisis dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, factor XIIa
dan XIa dapat memotong plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkan
nurokinase rantai-tunggal.
Inhibitor lintasan faktor jaringan (TFPI: tissue factor fatway inhibitior)
merupakan inhibitor fisiologik utama yang menghambat koagulasi.
Inhibitor ini berupa protein yang beredar di dalam darah dan terikat
lipoprotein. TFPI menghambat langsung faktor Xa dengan terikat pada
enzim tersebut didekat tapak aktifnya. Kemudian kompleks faktor Xa-
TFPI ini manghambat kompleks factor VIIa-faktor jaringan.
Pada jalur terakhir yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan
intrinsik dan ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin (II) menjadi
thrombin (IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan
memerlukan perakitan komplek protrombinase yang terdiri atas fosfolipid
anionic platelet, Ca2+, faktor Va, factor Xa dan protrombin. Selain
mengubah fibrinogen menjadi fibrin, thrombin juga mengubah faktor XIII
menjadi XIIIa yang merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan
membentuk ikatan silang secara kovalen antar molekul fibrin dengan
membentuk ikatan peptide antar gugus amida residu glutamine dan gugus
ε-amino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih
stabil dengan peningkatan resistensi terhadap proteolisis. 4
5
Gambar 1. Kaskade Pembekuan Darah 7
Regulasi Trombin
Begitu thrombin aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis,
konsentrasinya harus dikontrol secara cermat untuk mencegah
pembentukan bekuan lebih lanjut atau pengaktifan trombosit.
Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu: 4
1. Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu
protrombin. Pada setiap reaksinya, terdapat mekanisme umpan
balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara aktivasi dan
inhibisi.
2. Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam
darah.
2.2 Sistem Pembekuan Darah Normal pada Kehamilan
Kehamilan menyebabkan perubahan kadar faktor-faktor pembekuan darah
yang beredar. Sistem hemostatik tergantung pada keseimbangan antara
trombosit, prokoagulan dan antikoagulan endogen. Kadar vWF meningkat
sekitar 400% menjelang persalinan. Kecuali faktor V dan II, faktor-faktor lain
6
menunjukkan peningkatan 20-1000%. Serum marker pada hiperkoagulasi
dalam kehamilan normal termasuk adanya peningkatan D-dimer, komplek
trombin-antitrombin (TAT) dan protrombin. Jalur antikoagulan meliputi tissue
factor pathway inhibitor (TFPI), activated protein C resistance (APC) dan
protein Z dependent protease inhibitor (ZPI). ZPI menyebabkan inaktivasi
dari faktor Xa, dan penghambatan ini meningkatkan kadar protein Z 1000x.
Namun kadar aktivitas antikoagulan menurun drastis, khususnya protein S.
Kadar protein S bebas menurun signifikan sebanyak 55% selama kehamilan.
Sebagai tambahan 40% dari wanita mungkin memiliki resistensi dapatan
terhadap protein C teraktivasi, dan tidak terkait terhadap mutasi Leiden faktor
V. Hal ini mungkin dikarenakan peningkatan aktivitas faktor VIII, atau
penurunan aktivitas protein S, atau sebab yang belum diketahui
mekanismenya. Aktivitas fibrinolotik menurun selama kehamilan dengan
disekresinya penghambatan aktivator plasminogen tipe 2 oleh plasenta (PAI-
2) dan penghambat aktivator plasminogen tipe 1 (PAI-1) yang dihasilkan oleh
hati dan endotelium. Baik kadar dari PAI-1 dan PAI-2 meningkat selama
kehamilan. Plasmin baik secara langsung dan tak langsung dihambat oleh alfa
2 plasmin inhibitor dan thrombin activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI).
Kadar TAFI meningkat pada trismester 3 kehamilan. 5
Gambar 2. Kaskade Pembekuan Darah selama Kehamilan7
2.3 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) pada Kehamilan
7
Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah sindrom yang ditandai
dengan aktivasi dari sistem koagulasi yang luas, dan berkelanjutan, dan
fenomena ini merupakan kejadian sekunder berbagai kondisi klinis.1 Menurut
Bick RL, DIC merupakan suatu kelainan pada sistem pembekuan dan
perdarahan yang tampak pada manifestasi dan laboratorium klinis yaitu : 6,7,10
1. Procoagulant activation
2. Fibrinolytic activation
3. Inhibitor consumption
4. Biochemical evidence of end-organ damage or failure
Gambar 3. Patofisiologi DIC 6
DIC pada kasus obstetri biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga faktor
berikut : 5
1. Pelepasan dari thromboplastin like substance menyebabkan aktivasi baik
jalur intrinsik dan ekstrinsik,
2. Kerusakan endotel dapat menyebabkan aktivasi dari jalur intrinsik
3. Pelepasan sitokin pada kondisi seperti sepsis gram negatif.
8
Salah satu mekanisme diatas mungkin menyebabkan aktivasi baik trombin
maupun plasmin dalam sirkulasi. Trombin menyebabkan konversi fibrinogen
menjadi fibrin. Selama proses ini, terdapat pembentukan monomer fibrin.
Monomer-monomer ini terpolimerisasi menjadi bentuk fibrin, dimana dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh darah kecil. Proses ini melibatkan
multipel organ dan pembuluh- pembuluh darah perifer. Oklusi pada
pembuluh-pembuluh darah ini menyebabkan kerusakan pada multi organ yang
terlihat pada DIC. Deposisi dari fibrin, menuju pada "trapping" dari
trombosit, yang berakhir pada trombositopenia. Aktivasi dari plasmin, juga
menyebabkan pelepasan fibrin degradation product (FDP) dan fibrinogen,
berupa elemen X, Y, D dan E. FDP bersama dengan monomer fibrin yang
belum terpolimerisasi membentuk monomer fibrin yang soluble. Hal ini
menyebabkan gangguan hemostasis dan menuju pada perdarahan. FDP juga
menggangu kontraksi miometrium dan miokardial. Hal inilah yang
menyebabkan perdarahan dan hipotensi. Trombin juga menginduksi monosit
melepaskan IL-1, IL-6, TNF alfa, bersamaan dengan endotelium melepaskan
trombomodulin, endotelin dan selektin. Endotelin menyebabkan vasospasme,
vasokonstriksi yang diikuti terbentuknya trombus dan oklusi vaskuler. Produk
degradasi tersebut menyebabkan sintesis dan lepasnya monosit atau makrofag
asal dari interleukin IL-1, IL-6 dan PAI-1. Interleukin merangsang terjadinya
kerusakan endotel, sedangkan PAI-1 menghambat fibrinolisis dan
menyebabkan trombosis. Plasmin bebas dalam sirkulasi juga menyebabkan
aktivasi dari sistem komplemen. Inilah yang memicu rusaknya platelet dan
terjadinya trombositopenia. Aktivasi komplemen juga menyebabkan
peningkatan permiabilitas vaskuler, yang memicu terjadinya hipotensi.
Kerusakan endotel yang menyebar menyebabkan aktivasi dari faktor XII.
Faktor XII yang teraktivasi menginduksi terjadi konversi dari prekallikren
menjadi kallikren, yang akhirnya menyebabkan aktivasi dari kinin. Hal ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler. 5
9
Gambar 4. Trigger Mechanisms Of DIC 6
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang memicu ini dapat
mengaktivasi trombin dan plasmin ke dalam sirkulasi. Sekali teraktifkan
lingkaran tersebut, akan berakhir pada terpicunya FDP, terlepasnya IL-1,IL-6,
TNF alfa dan aktivasi komplemen. Aktivasi dari substansi-substansi endotelial
memperburuk keadaan. Mediator-mediator kimia seperti IL-6 dan TNF alfa
menunjukkan sifat protrombotik dengan meningkatkan produksi faktor-faktor
endotel dan mempengaruhi aktivasi protein C dengan mengubah reseptor
protein C endotel dan trombomodulin. Sitokin juga menyebabkan peningkatan
dari formasi platelet, dan platelet-platelet baru lebih sensitive terhadap aktivasi
trombin dan meningkatkan aktivitas prokoagulan. Lingkaran ini memperburuk
dengan menurunkan sirkulasi dari antikoagulan, yaitu antitrombin (AT),
protein C dan S. Penurunan ini sebagai pertanda dalam preeklamsia dan
sepsis. Tingkat penurunan ini berhubungan secara langsung dengan beratnya
penyakit. Adanya koagulasi konsumtif berbagai faktor dan platelet
menyebabkan terjadinya perdarahan. 5
Hemostasis darah yang normal merupakan keseimbangan dinamis antara
koagulasi yang membentuk fibrin dan sistem fibrinolisis, yang berfungsi
10
membuang fibrin ketika fungsi hemostasis sudah lengkap. Pada DIC terdapat
koagulasi yang berlebihan dan melampaui batas oleh karena lepasnya
tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Hal ini menyebabkan konsumsi
faktor koagulasi berlebihan, menurunkan kadar faktor pembekuan, sehingga
terjadi kecenderungan untuk berdarah. Sebagai respon terhadap koagulasi
yang luas dan penumpukan fibrin pada mikrovaskular, proses fibrinolisis
menjadi teraktivasi. Ini meliputi perubahan plasminogen menjadi plasmin,
yang memecah fibrin menjadi Fibrin degradation products (FDP). FDP
mempunyai sifat antikoagulan, menghambat fungsi trombosit dan kerja
trombin, sehingga memperburuk kelainan koagulasi. Koagulasi dan
perdarahan muncul bersamaan namun yang perlu diperhatikan dalam bidang
obstetri adalah mengenai adanya perdarahan. 8
2.3.1 Etiologi DIC
Ada beberapa keadaan klinis yang dapat memicu timbulnya Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC), antara lain : 5,9
1. Emboli cairan ketuban
Emboli cairan ketuban, walaupun sangat jarang terjadi, merupakan
komplikasi obstetri yang sangat gawat. Biasanya penderita meninggal
dalam beberapa menit. Gejala-gejala khas seperti, kedinginan,
menggigil, tidak tenang, perasaan tertekan di belakang sternum dab
mendadak sesak nafas, takikardi, sianosis dan syok berat, disebabkan
oleh tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah mikrosirkulasi. Apabila
penderita tidak meninggal, bahaya lain mengancam dirinya, yaitu
perdarahan karena gangguan pembekuan akibat sindrom defibrinasi.
Air ketuban murni tidak memiliki khasiat tromboplastik. Akan tetapi,
benda-benda yang terdapat di dalamnya, seprti verniks kaseosa, rambut
lanugo, sel-sel janin dan mekonium, yang masuk kedalam sirkulasi ibu
bekerja sebagai tromboplastin dan menyebabkan pembekuan
11
intravaskuler. Dan trombus-trombus kecil dapat menyambut
pembuluh-pembuluh darah paru.
Gambar 5. Patofisiologi dari Aktivasi Emboli Cairan Ketuban 6
2. Preeklampsia berat dan eklampsia
Perubahan-perubahan patologi pada preeklampsia dan eklampsia
sangat luas serta beraneka ragam, dan dapat terjadi pada pelbagai alat
tubuh, sperti pembuluh darah, hati, ginjal, anak ginjal, otak dan
plasenta. Walaupun demikian, satu ciri khas selalu ditemukan pada
eklampsia dan preeklampsia, yaitu penyempitan umum pembuluh-
pembuluh darah kecil (arteriole). Vasospsamus arteriole ini
memainkan peranan penting dalam seluruh mekanisme penyakit.
Perubahan-perubahan pada alat-alat tubuh kecil berat apabila sebelum
kehamilan sudah terdapat kelainan pada pembuluh darah, seperti
hipertensi menahun dan diabetes.
Akibat vasospasmus umum ialah iskemia dan hipoksia jaringan, yang
menimbulkan kerusakan sampai kematian (nekrosis) jaringan,
perdarahan, dan berbagai kelainan lain. Juga dinding pembuluh darah
mengalami kerusakan karena vasa vasorum pun menyempit.
12
3. Abrupsi plasenta (Solusio Plasenta)
Komplikasi obstetrik yang paling disertai dengan gangguan
pembekuan ialah abrupsi (solusio) plasenta, dengan frekuensi 10-30%.
Tiga hipotesis dikemukakan untuk menerangkan kelainan tersebut
yaitu: defibrinasi karena perdarahan banyak, pembekuan intravaskuler,
dan fibrinolisis.
Pada solusio plasenta dapat terjadi perdarahan banyak, sampai 1000-
2000 ml. Darah berkumpul dan membeku di antara dinding uterus dan
plasenta, dan bekuan itu disebut hematoma retroplasenter. Untuk
pembekuan darah itu dipakai banyak factor pembekuan, sehingga
kadar fibrinogen darah turun sampai kurang dari 100 mg%, kadar Hb
juga turun. Keadaan demikan tidak cukup hanya diatasi dengan
pemberian cairan dan darah yang telah disimpan lama.
Hipótesis kedua memberi penjelasan sebagai berikut: plasenta yang
sudah lepas dan juga endometrium mengalami kerusakan jeringan,
sehingga keluar banyak tromboplastin jeringan (factor III). Hal ini
menyebabkan reaksi pembekuan berlangsung dengan penggunaan
banyak factor pembekuan, terutama fibrinogen (I), proakselerin (V),
factor anti-hemolitik A (VIII), dan trombosis walaupun darah tidak
keluar drai pembuluhnya. Pembekuan di dalam pembuluh ini
mengakibatkan defibrinogenesis, atau yang lebih lazim disebut
defibrinasi. Mikroembolus yang terbentuk ditimbun pada pelpagai
tempat, misalnya dalam hati, limpa, ginjal dan usus.
Selain yang diuraikan di atas, ada pula anggapan sistem fibrinolitik
agak lebih aktif pada setiap persalinan biasa karena kadar plasminogen
meningkat dalam kehamilan. Penghancuran mikroembolus memang
diperlukan demi tetap terbukanya peredaran dalam pembuluh-
pembuluh darah kecil. Akan tetapi, pada solusio placenta sistem
13
fibrinolitik menjadi Sangay aktif karena dikeluarkannya plasminogen
jeringan yang masuk ke dalam peredaran dan kemudian berubah
menjadi plasmin (hiperplasminemia). Fibrin yang telah dibentuk
banyak dihancurkan lagi. Fibrin yang dihancurkan tidak dapat
membentuk fibrin baru, dan fungsi trombosis terganggu, sehingga
pengubahan fibrinogen menjadi fibrin terhambat pula.
4. Kematian janin dalam kandungan (Intrauterine Fetal Death)
Janin yang mati dalam kandungan biasanya lahir dalam 2 minggu,
apabila tidak, hal itu dapat memyebabkan hipofibrinogenemia. Pada
kematian janin gangguan pembekuan darah sangat lambat, biasanya
setelah janin mati 5 minggu atau lebih barulah dapat terjadi
hipofibrinogenemia. Menurut Pritchard kemungkinan itu terjadi kira-
kira 25%.
Desidua dan janin lambat laun mengalami kerusakan dan
menghasilkan zat yang mempunyai khasiat tromboplastik
(tromboplastin jaringan), yang masuk ke dalam peredaran darah ibu.
Sebagai akibatnya berlangsung pembekuan di dalam pembuluh darah,
sehingga terjadi defibrinasi. Sebagai gejala klinis dapat timbul purpura
atau perdarahan di bawah kulit.
Karena prosesnya berlangsung lambat da biasanya anak lahir sebelum
terjadi gangguan pembekuan, maka induksi persalinan tidak perlu
tergesa-gesa dilakukan. Akan tetapi, kadar fibrinogen harus diperiksa 2
minggu setelah janin mati, dan seterusnya setiap 2 minggu.
Apabila kadar fibrinogen turun sampai 120 mg% atau kurang, atau
apabila timbul purpura atau perdarahan bawah kulit, maka pengobatan
harus segera diberikan yang kemudian disusul dengan usaha untuk
mengakhiri kehamilan. Hal ini dilakukan untuk mencegah perdarah
postpartum yang berbahaya bagi ibu.
14
5. Gram positif dan gram negatif septikemia
Pembekuan intravaskuler sebagai komplikasi sepsis disebabkan oleh
endotoksin, terutama yang berasal dari kuman-kuman gram negatif,
seperti Escherchia coli, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa,
dan Aerobacter aerogenes.
Proses pembekuan dimulai di endotel pembuluh darah dengan
penggumpalan trombosit. Selanjutnya terjadi pembekuan intravaskuler
yang luas, dengan akibat defibrinasi. Fibrin tertimbun dalam hati,
limpa, ginjal dan usus. Selain itu terjadi pula syok yang berat dengan
nekrosis sampai ginjal, kerusakan anak ginjal, dan edema paru-paru.
2.3.2 Diagnosis DIC
Pada DIC berat semua hasil laboratorium untuk menilai fungsi koagulasi
dan fibrinolisis menjadi abnormal, sedangkan pada kasus yang lebih
ringan hasilnya bervariasi. Uji laboratorium untuk diagnosis DIC terdiri
atas uji tapis dan uji penentu. Uji tapis meliputi hitung trombosit,
Protrombin time (PT), Partial Tromboplasitin Time, masa trombin,
fibrinogen, sedangkan uji penentu adalah pemeriksaan fibrin monomer
terlarut (soluble fibrin monomer), D-dimer, Fibrin Degradation Product
(FDP) dan anti trombin. Dalam pertemuan Scientific and standardization
Comittee International Society on trombosis and Haemostasis ke 47, Juli
2001 di Paris disusun sistem skor untuk DIC. 8
Skor DIC.
1. Penilaian risiko : apakah terdapat kelainan dasar/etiologi yang
berkaitan dengan DIC ? (jika tidak, penilaian tidak dilanjutkan)
2. Uji koagulasi : hitung trombosit, Protrombin time, Fibrinogen,
FDP/D-dimer
15
Skor :
Trombosit : >100.000/mm3 : 0
: 50.000-100.000/mm3 : 1
: <50.000/mm3 : 2
FDP atau D-dimer
: < 500μg/L : tidak meningkat : 0
: 500-1000 μg/L : meningkat ringan : 1
: > 500 μg/L : meningkat ringan : 2
Pemanjangan protrombin time (PT)
: < 3 detik : 0
: 4-6 detik : 1
: > 6 detik : 2
Fibrinogen
: > 100 mg/dl : 0
: < 100 mg/dl : 1
Jumlah skor ≥ 5 sesuai DIC, skor diulang setiap hari
Jumlah skor < 5 sugestif DIC, skor diulang dalam 1-2 hari.
Angka trombosit rendah, atau turun sangat rendah, hal ini disebabkan
kadar faktor VII dari sel endotelial sering meningkat. Partial tromboplastin
time bervariasi dan mungkin hanya memanjang pada proses akhir, ketika
faktor pembekuan turun sangat rendah. Protrombin time menjadi
memanjang, oleh karena hampir semua faktor koagulasi ekstrinsik turun
(terutama II,V,VII,X).8 Trombin time biasanya memanjang. Kadar
fibrinogen pada kondisi kehamilan normal meningkat 400-650 mg/dl pada
DIC kadarnya turun pada kadar normal orang tidak hamil. Pada DIC berat
kadar fibrinogen biasanya kurang dari 150 mg/dl. Kadar FDP 80λ/ml
mendukung diagnosis DIC, kadar ini akan menetap tinggi selama 24-48
jam setelah DIC terkontrol. Sediaan apus darah akan menunjukkan bentuk
16
abnormal, dan sel darah merah yang pecah (Schistocytes), yang terbentuk
akibat melalui lubang fibrin pada kapiler yang tersumbat.7
Severity of DIC
In vitro Findings
Obstetric Conditions Commonly Associated
Stage 1: Low-grade compensated
↑FDPs↓Platelets
Pre-eclampsiaand related syndromes
Stage2: Uncompensated but no haemostatic failure
As aboveplus:↓↓Platelets FibrinogenFactorsV and VIII
Small AbruptioSeverePre-eclampsia
Stage3: Rampant with haemostatic failure
As aboveplus:↓↓PlateletsGrossdepletion of coagulation factors (particularly fibrinogen)↑↑FDPs
AbruptioplacentaeAmniotic Fluid EmbolismEclampsia
2.3.3 Manajemen DIC pada Kehamilan
Pada kehamilan DIC berlangsung sangat cepat. Terapi harus diutamakan.
Proses dan perkembangan DIC sangat dinamis sehingga hasil laboratorium
mungkin tidak menggambarkan situasi yang sebenarnya. Namun ini tidak
berarti tidak harus mengikuti hasil laboratorium dan pertolongan dari ahli
hematologi bila memang tersedia. Bagaimanapun tanpa hasil hematologi
yang lengkap, harus punya rencana manajemen yang dapat mengatasi
masalah yang bisa menimbulkan komplikasi yang membahayakan.8
Manajemen yang pertama adalah mengatasi penyebab timbulnya DIC.
Umumnya hal ini dilakukan dengan melahirkan produk kehamilan,
kemudian dilanjutkan dengan menjaga perfusi organ. Pada pasien yang
direncanakan dilakukan terminasi secara seksio sesarea pada kondisi
trombositopeni berat terdapat beberapa saran, Jika secara klinis terdapat
17
tanda-tanda perdarahan nyata dilakukan incisi linea mediana, namun jika
tidak dapat dilakukan incisi pfanensteal, penggunaan cauter boleh
dilakukan lebih bebas, tutup uterus dengan 2 lapis, membiarkan plica
vesicouterina tetap terbuka, peritoneum ditutup untuk mencegah
perdarahan dari pembuluh darah yang kadang tidak terlihat dan
memberikan tempat untuk pemasangan drain, pemakaian skin staples,
tutup luka dengan balut tekan pada tempat incisi. Selain hal diatas Sibai
menambahkan perlunya dipilih anestesi secara general anestesi, pemberian
trombosit 10 unit sebelum operasi bila angka trombosit <50.000/μL,
penutupan luka secara sekunder atau pemasangan drain subkutan, transfusi
diberikan sesuai kebutuhan dan monitoring intensif dilakukan selama 48
jam sesudah persalinan.
Pada pasien dimana penyebab dan gejala DIC adalah perdarahan, perfusi
organ merupakan hal yang sangat penting, infus cepat dengan Ringer
laktat atau NaCl, dan mengganti perdarahan dengan whole blood. Fresh
whole blood merupakan yang terbaik karena kandungkan faktor koagulasi
dan trombosit. Oksigenasi dengan sungkup atau intubasi endotracheal
diberikan untuk mencapai oksigenasi arterial yang memuaskan.
Monitoring dengan pemasangan CVP untuk menjaga produksi urin 30-60
ml/jam dan hematokrit >30%. Penggantian faktor koagulasi sebaiknya
dilakukan oleh ahli hematologi. Fresh frozen plasma (FFP) mengganti
hampir semua faktor pembekuan dan mempunyai risiko paling rendah
menularkan hepatitis. 1 unit diberikan setelah 4-6 unit whole blood,
dilanjutkan 1 unit tiap 2 unit whole blood yang diperlukan. FFP diberikan
dengan indikasi perdarahan masif, defisiensi faktor koagulasi tertentu,
melawan pemberian warfarin sebelumnya, defisiensi antitrombin II,
imunodefisiensi dan purpura trombositopeni. FFP diberikan bila
protrombin time lebih dari 1,5 kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi
FFP sampai menjaga angka protrombin time dalam selisih 2-3 detik dari
kontrol FFP mengandung semua faktor koagulan, tidak mengandung
trombosit. Crioprecipitates mungkin diperlukan bila fibrinogen sangat
18
rendah (fibrinogen <100 mg/dl). 10 unit criopresipitat biasanya diberikan
sesudah pemberian 2-3 unit plasma. Criopresipitates mengandung
fibrinogen, faktor VIII, XIII. Trombosit dapat ditransfusi pada kondisi
trombositopenia berat, dimana satu unit dapat menaikkan angka trombosit
5000/μL – 10.000/μL. Transfusi trombosit diberikan apabila terdapat
perdarahan aktif dengan angka trombosit < 50.000/μL, atau pada kondisi
angka trombosit <50.000/μL pada pasien dengan rencana dilakukan
tindakan operasi (seksio sesarea), dan sebagai tindakan profilaktik
dengan angka trombosit 20.000/μL -30.000/μL. Trombosit biasanya
diberikan 1-3 unit/10 kg/hari. Vitamin K dan folat diberikan mengingat
pasien dengan DIC seringkali kekurangan kedua vitamin ini. Sedang
berkembang bukti pemberian antitrombin III konsentrat pada pasien DIC
dapat memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan.
Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan proses DIC.
Heparin dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal berat, gangrene
jari-jari. Heparin diberikan pada dosis 5000-1000 unit per jam intravena,
dengan dosis awal 5000 unit. Kontrol untuk terapi heparin sulit dilakukan,
namun kecuali jika fibrinogen sangat rendah dan terapi adekuat diperoleh
dengan melihat peningkatan Trombin time atau Partial tromboplastin time
satu sampai satu setengah kali dari kontrol. Heparin merupakan suatu
mukopolisakarida sulfat yang mampu mengikatkan diri dengan
antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan molekul Antitrombin III
dilipatgandakan (dipercepat sampai 2000 kali). Heparin barangkali tidak
selalu bermanfaat pada pasien dengan DIC, oleh karena kadar antitrombin
III bervariasi pada tiap pasien, bahkan kadarnya bisa berkurang, terutama
pada DIC yang terjadi secara akut. Penelitian lebih lanjut pemakain terapi
pengganti antitrombin III secara randomisasi sedang berlangsung.
Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik
seperti IUFD, dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan
yang masif. Epsilon aminocaproic acid (EACA) menghambat perubahan
plasminogen menjadi plasmin, dan digunakan untuk mencegah proses
19
sekunder fibrinolisis. Namun pemakaiannya tidak direkomendasikan.
Masih diragukan penggunaan kedua agen itu dibenarkan atau tidak untuk
mengatasi DIC. Pemakaiannya hanya pada tingkatan teori, pemakaian
praktis penggunaannya masih kurang.
Terapi logis kedepan yang bisa dipikirkan pada kasus DIC adalah
penghambatan aktifitas faktor jaringan. Salah satu penghambatnya adalah
nematode rekombinan antikoagulan protein C2, yang merupakan inhibitor
spesifik yang kuat terhadap pembentukan komplek dari faktor jaringan dan
faktor VIIa dengan faktor Xa. Pemberian TFPI juga dapat menghambat
aktivitas faktor jaringan sehingga dapat mencegah aktifasi sistem
koagulasi. Pemberian protein C mungkin juga akan memberikan manfaat,
seperti yang ditemukan pada binatang dengan kelainan ini.8
20
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
I. Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah sindrom yang
ditandai dengan aktivasi dari sistem koagulasi yang luas, dan
berkelanjutan, dan fenomena ini merupakan kejadian sekunder
berbagai kondisi klinis.
II. DIC merupakan suatu kelainan pada sistem pembekuan dan
perdarahan yang tampak pada manifestasi dan laboratorium klinis
yaitu:
Procoagulant activation
Fibrinolytic activation
Inhibitor consumption
Biochemical evidence of end-organ damage or failure III. DIC pada kasus obstetri biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga
faktor berikut:
Pelepasan dari thromboplastin like substance menyebabkan
aktivasi baik jalur intrinsik dan ekstrinsik
Kerusakan endotel dapat menyebabkan aktivasi dari jalur
intrinsik
Pelepasan sitokin pada kondisi seperti sepsis gram negatif
IV. Etiologi DIC antara lain: emboli air ketuban, preeklampsia atau
eklampsia, abrupsi (solusio) plasenta, kematian janin dalam kandungan
(Intrauterine Fetal Death), dan septikemia.
V. Diagnosis DIC ditegakkan dengan manifestasi klinis dan hasil
laboratorium.
21
VI. Manajemen DIC dapat dilakukan sesuai dengan pemyakit yang
mendasarinya dan dapat pula diberikan dengan heparin, antitrombin,
dan pritein C teraktivasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mantagnana M, Franchi M, Denese E, Getsch F, Guidi GC. 2010.
Disseminated Intravascular Coagulation in Obstetri and Gynecology
Disorder. Diakses pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed.
Tanggal 1 Oktober 2011
2. Razi, dr. 2009. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).
Diakses pada: http://www.razimaulana.wordpress/.com. Tanggal 1
Oktober 2011
3. Creasy, Resnik, Maternal Fetal Medicine Principles and Practise, WB
Saunder, 1994.
4. Robert K. Murray, dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.
5. Michael Paidas, Nazli Hossain, Tahir Shamsi. 2011. Hemostatis and
Thrombosis in Obstetrics and Gynecology. Diakses pada : http://
google books. 2011. Tanggal 1 Oktober 2011.
6. Rodger L, Bick, Eugene Frenkel, William F. Baker. 2006.
Hemathologic Complication in Obstetric, Pregnancy and Gynecology.
Diakses pada: http:// google books. 2011. Tanggal 1 Oktober 2011.
7. Thomas Baskett, dr. 2010. Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC) In Pregnancy. Diakses pada : http:///www.pdsa.org/pdf/
preg_web1.pdf. Tanggal 1 Oktober 2011.
8. The Society of Obstetry and Gynecology of Canada, Alarm
International second edition, Ontario. 2001.
9. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka.
22
10. Bick RL. 1992. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Diakses pada : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed. Tanggal 1
Oktober 2011
23