diagnosis dan penatalaksanaan complicated infeksi intra

16
Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Intra-abdomen terkomplikasi pada Dewasa dan Anak-anak: Pedoman oleh Surgical Infection Society dan Infectious Diseases Society of America Kolesistitis dan Kolangitis pada Dewasa 60. Ultrasonografi adalah teknik pencitraan yang pertama digunakan untuk dugaan kolesistitis atau kolangitis akut (AI). 61. Pasien yang dicurigai infeksi baik kolesistitis dan/atau kolangitis akut harus menerima terapi antimikroba, seperti yang direkomendasikan pada Tabel 4, walaupun terapi anaerobik tidak diindikasikan kecuali terdapat anastomosis empedu-enterik (B-II). 62. Pasien yang menjalani kolesistektomi untuk kolesistitis akut harus menghentikan terapi antimikroba dalam waktu 24 jam kecuali ada bukti infeksi diluar dinding kandung empedu (B-II). 63. Untuk infeksi empedu yang didapat dai masyarakat, aktivitas antimikroba terhadap enterococci tidak diperlukan, karena patogenisitas enterococci belum terbukti. Untuk pasien imunosupresi yang dipilih, terutama mereka dengan transplantasi hati, infeksi enterococcal mungkin signifikan dan memerlukan pengobatan (B-III). IX. STRATEGI TERAPI DAN DIAGNOSTIK ANTIMIKROBA APA YANG TEPAT UNTUK KOLESISTITIS DAN KOLANGITIS AKUT? Rekomendasi

Upload: retno-suminar

Post on 26-Jan-2016

242 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

translate

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Intra-abdomen terkomplikasi pada Dewasa dan Anak-anak: Pedoman oleh Surgical Infection Society dan Infectious Diseases Society of America

Kolesistitis dan Kolangitis pada Dewasa

60. Ultrasonografi adalah teknik pencitraan yang pertama digunakan untuk dugaan kolesistitis atau kolangitis akut (AI).

61. Pasien yang dicurigai infeksi baik kolesistitis dan/atau kolangitis akut harus menerima terapi antimikroba, seperti yang direkomendasikan pada Tabel 4, walaupun terapi anaerobik tidak diindikasikan kecuali terdapat anastomosis empedu-enterik (B-II).

62. Pasien yang menjalani kolesistektomi untuk kolesistitis akut harus menghentikan terapi antimikroba dalam waktu 24 jam kecuali ada bukti infeksi diluar dinding kandung empedu (B-II).

63. Untuk infeksi empedu yang didapat dai masyarakat, aktivitas antimikroba terhadap enterococci tidak diperlukan, karena patogenisitas enterococci belum terbukti. Untuk pasien imunosupresi yang dipilih, terutama mereka dengan transplantasi hati, infeksi enterococcal mungkin signifikan dan memerlukan pengobatan (B-III).

IX. STRATEGI TERAPI DAN DIAGNOSTIK ANTIMIKROBA APA YANG TEPAT UNTUK KOLESISTITIS DAN KOLANGITIS AKUT?

Rekomendasi

60. Ultrasonografi adalah teknik pencitraan yang pertama digunakan untuk dugaan kolesistitis atau kolangitis akut (AI).

61. Pasien yang dicurigai infeksi baik kolesistitis dan/atau kolangitis akut harus menerima terapi antimikroba, seperti yang direkomendasikan pada Tabel 4, walaupun terapi anaerobik tidak diindikasikan kecuali terdapat anastomosis empedu-enterik (B-II).

Page 2: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

62. Pasien yang menjalani kolesistektomi untuk kolesistitis akut harus menghentikan terapi antimikroba dalam waktu 24 jam kecuali ada bukti infeksi diluar dinding kandung empedu (B-II).

63. Untuk infeksi empedu yang didapat dai masyarakat, aktivitas antimikroba terhadap enterococci tidak diperlukan, karena patogenisitas enterococci belum terbukti. Untuk pasien imunosupresi yang dipilih, terutama mereka dengan transplantasi hati, infeksi enterococcal mungkin signifikan dan memerlukan pengobatan (B-III).

Bukti Ringkasan

Baru-baru ini suatu pedoman telah dipublikasikan untuk pengelolaan kolesistitis akut dan kolangitis akut [124-128]. Pedoman ini merekomendasikan penggunaan ultrasonografi abdomen dan skintigrafi hepatobilier. Ultrasonografi mendeteksi cholelithiasis di ~98% pasien. Kolesistitis calculous akut didiagnosis secara radiologis oleh adanya penebalan dinding kandung empedu (у5 mm), cairan pericholecystic, atau nyeri langsung ketika probe mendorong kandung empedu (tanda ultrasonografi Murphy). Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 497 pasien yang diduga kolesistitis akut, nilai prediksi positif adanya batu dan tanda ultrasonografi Murphy positif adalah 92%, dan nilai prediksi positif dari batu dan penebalan dinding kandung empedu adalah 95% [129]. Nilai prediktif negatif dari tidak adanya batu dikombinasikan dengan baik dinding kandung empedu normal atau tanda Murphy negatif adalah 95%. Skintigrafi Hepatobiliary melibatkan injeksi intravena analog asam Iminodiacetic -berlabel technetium, yang diekskresikan ke dalam empedu. Tidak adanya pengisisan kandung empedu dalam waktu 60 menit setelah injeksi menunjukkan obstruksi duktus kistik dan memiliki sensitivitas 80% -90% untuk kolesistitis akut. Sebuah diskusi tentang waktu intervensi untuk kolesistitis akut atau kolangitis adalah di luar lingkup pedoman ini. Bagaimanapun, waktu yang tepat harus bergantung pada ketajaman dan bukti infeksi. Dalam hal apapun, penggunaan antibiotik yang diekskresikan oleh hati tidak membuktikan hasil terapi yang lebih baik.

Page 3: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

Antibiosis Terkalkulasi dari Kolangitis dan Kolesistitis Akut

Terapi Antimikroba untuk Kolangitis dan Kolesistitis

Alasan untuk terapi antimikroba adalah untuk mencegah respon septik sistemik dan peradangan lokal. Selain itu, terapi antimikroba harus dapat mencegah infeksi setelah prosedur bedah serta pembentukan abses intrahepatik. Pemilihan antibiotik sangat penting karena terapi antibiotik awal yang tidak memadai merupakan prediktor independen kematian [19].

Sebelum memilih terapi antimikroba beberapa poin yang harus dipertimbangkan: patogen yang dicurigai, pola epidemiologi dan resistensi lokal, farmakodinamik dan farmakokinetik, riwayat penggunaan antimikroba, tingkat keparahan penyakit, jenis infeksi nosokomial atau yang didapat dari komunitas, dan alergi atau efek samping [1 ].

Terapi antimikroba harus dimulai segera setelah diagnosis atau diduga terdapat kolangitis ataupun kolesistitis. Antibiotik harus diberikan segera untuk pasien yang diduga syok septik, sedangkan untuk pasien lain dapat menunggu hingga 4 jam untuk mendapatkan diagnosis definitif. Terapi antimikroba harus dimulai pada semua pasien sebelum prosedur invasif [1, 2, 10, 17, 19, 20].

Sampai hari ini, hanya ada beberapa uji kontrol teracak yang mengevaluasi efek dari terapi antimikroba pada kolangitis dan / atau kolesistitis akut [1]. Semua studi ini, kecuali satu \dari 2012, sudah ketinggalan jaman dan dilakukan di bagian dimana antibiotik sudah tidak lagi digunakan dalam praktek

Page 4: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

klinis. Perbandingan uji coba ini cukup kompleks karena adanya perbedaan dalam jenis antibiotik yang diuji, desain penelitian, dan populasi yang diuji. Namun, mereka semua menunjukkan bahwa antibiotik yang dipilih memiliki efektivitas dan manfaat yang sebanding dengan ampisilin dan aminoglikosida, yang dianggap rezim standar untuk kolesistitis akut pada tahun 1980 [21]. Antibiotik-antibiotik yang banyak digunakan saat ini seperti penisilin dan DZ-laktamase inhibitor, carbapenems, dan sefalosporin generasi ketiga dan keempat tidak diuji dalam uji kontrol yang teracak ini. Terlepas dari ini, TG untuk terapi antimikroba untuk kolangitis dan kolesistitis akut (TG13) yang telah diperbaharui pada tahun 2013 serta SIS / IDSA 2010 merekomendasikan bahwa pengobatan antimikroba tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan sifat infeksi empedu, infeksi yang didapat dari masyarakat atau infeksi yang terkaitpelayanan kesehatan [ 1, 14]. Tabel 6 dan 7 merangkum rekomendasi antimikroba dari TG13 dan SIS / IDSA untuk kolangitis akut yang didapat dari masyarakat.

Beberapa rezim antibiotik berdasarkan kelas-kelas antimikroba yang berbeda tampaknya masuk akal untuk digunakan. Untuk kolesistitis dan kolangitis dengan tingkat keparahan ringan sampai sedang, pedoman TG13 mencakup penisilin, cephalosporin-, carbapenem-, monobactam-, dan, rezim terapi berbasis fluorchinolone dengan batasan-batasan tertentu. Sebaliknya, pedoman SIS / IDSA untuk kolangitis / kolesistitis ringan sampai sedang hanya merekomendasikan rezim berdasarkan cephalosporin. Penggunaan ampisilin / sulbaktam sebagai monoterapi tidak lagi dianjurkan karena tingginya tingkat resistensi terhadap agen ini di antara Escherichia coli yang didapat dari masyarakat [14]. Dalam menghadapi meningkatnya jumlah multidrug resistant bakteri Gram-negatif (bakteri MDRGN) dan Klebsiella di masyarakat, perlu dicatat bahwa organisme ini tidak cukup diatasi oleh sefalosporin, turunan penisilin, atau fluorchinolones [21, 22]. Jika lebih dari 10-20% dari isolat di masyarakat reisten, terapi empirik harus mencakup organisme yang resisten ini sampai data sensitivitas tersedia [14].

Satu percobaan prospektif acak dari tahun 2012 mengevaluasi efek dari pengobatan antibiotik pra operasi di 84 pasien yang menjalani kolesistektomi elektif. Dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan statistik yang signifikan mengenai lama rawat inap dan tingkat masuk nya kembali pasien yang menerima pengobatan antibiotik amoxicillin dengan / asam klavulanat sampai keluar RS dan mereka yang tidak menerima pengobatan antibiotik [23]. Namun, perlu dicatat bahwa antibiotik yang dipilih tidak lagi direkomendasikan sebagai monoterapi, dan kedua TG dari 2013 dan pedoman oleh SIS / IDSA masih merekomendasikan pemberian terapi antimikroba bila diicurigai terdapat infeksi . Data dari satu penelitian yang baru-baru ini diterbitkan membenarkan penggunaan rejimen antimikroba broadspectrum untuk pengobatan empiris kolangitis akut pada pasien yang menjalani terapi stent untuk meminimalkan risiko kegagalan terapi sebelum uji sensitivitas antimikroba tersedia 24].

Untuk kolangitis dan kolesistitis kelas III, kedua pedoman merekomendasikan rezim antimikroba dengan aktivitas antipseudomonal untuk terapi awal karena dalam studi terbaru Pseudomonas aeruginosa

Page 5: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

ditemukan pada sekitar 20% dari pasien [15, 22]. Selain itu, Enterococcus sp. merupakan patogen penting pada pasien dengan kolangitis atau kolesistitis kelas III yang diperoleh dari masyarakat. Oleh karena itu, vankomisin harus ditambahkan dalam semua kasus kolangitis akut parah atau kolesistitis untuk mengatasi Enterococcus sp. [1-3, 14].

Terlepas dari keparahan penyakit, untuk semua pasien dengan anastomosis empedu-enterik, dianjurkan untuk mencakup patogen anaerob [1, 14].

Pengobatan infeksi empedu terkait pelayanan kesehatan harus didasarkan pada pengobatan antimikroba empiris yang mencakup agen dengan aktivitas antipseudomonal. The TG13 memperluas rekomendasi ini hingga cakupan empiris terhadap multidrug-resistant bakteri [1].

Setelah hasil uji sensitivitas tersedia, pengobatan harus dipersempit.

Page 6: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra
Page 7: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

Terapi Antimikroba TG13 Untuk Kolangitis Akut Dan Kolesistitis

Abstrak

Terapi dengan agen antimikroba yang tepat merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan pasien dengan cholangitis akut dan / atau kolesistitis akut. Dalam Pedoman Tokyo yang telah diperbarui (TG13), kami sarankan agen antimikroba yang cocok dari perspektif global untuk pengelolaan infeksi ini. Rekomendasi ini berfokus terutama pada terapi empiris (terapi presumtif), diberikan sebelum isolat yang menginfeksi teridentifikasi. Terapi tersebut tergantung pada pengetahuan dari faktor epidemiologi mikroba lokal dan faktor spesifik pasien yang mempengaruhi pemilihan agen yang tepat. Faktor spesifik pasien ini meliputi adanya riwayat kontak sebelumnya dengan sistem perawatan kesehatan, dan kami memisahkan antara infeksi yang didapat dari masyarakat, dengan infeksi dari pelayanan kesehatan terkait risiko resistensi yang lebih tinggi dari infeksi yang kedua. Pemilihan agen untuk infeksi yang didapat dari masyarakat juga dianjurkan atas dasar keparahan (nilai I-III).

Pertimbangan apa yang harus diambil ketika memilih agen antimikroba untuk pengobatan kolangitis akut dan kolesistitis?

Ketika memilih agen antimikroba, organisme yang ditargetkan, farmakokinetik dan farmakodinamik, antibiogram lokal, riwayat penggunaan antimikroba, fungsi ginjal dan hati, dan riwayat alergi dan efek samping lainnya harus dipertimbangkan (rekomendasi 1, tingkat D).

Kami menyarankan terapi anaerobik jika terdapat anastomosis empedu-enterik (rekomendasi 2, tingkat C).

Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih agen antimikroba empiris. Hal ini termasuk organisme yang ditargetkan, epidemiologi lokal dan data kerentanan (antibiogram), kesesuaian antara aktivitas in-vitro (atau spektrum) dari agen dengan data lokal, karakteristik agen seperti farmakokinetik dan farmakodinamik, dan toksisitas, fungsi ginjal dan hati, dan riwayat alergi dan efek samping lainnya dengan agen antimikroba [3, 4, 20-27]. Riwayat penggunaan antimikroba penting karena baru-baru ini (< 6 bulan) terapi antimikroba meningkatkan risiko resistensi organisme yang terisolasi.

Sebelum menentukan dosis agen antimikroba, fungsi ginjal harus diperkirakan dengan persamaan umum: Serum kreatinin = (140 - umur) [berat badan optimal (kg)] / 72 X serum kreatinin (mg / dl) [3, 4, 33]. Penyesuaian dosis individu pada perubahan fungsi ginjal dan hati tersedia dalam beberapa publikasi terbaru [34, 35]. Disarankan konsultasi dengan apoteker klinis jika ada kekhawatiran.

Mengenai waktu terapi, harus dimulai segera setelah diagnosis infeksi empedu dicurigai. Untuk pasien dengan syok septik, antimikroba harus diberikan dalam waktu 1 jam dari sejak pasien masuk [5]. Untuk pasien lain, selama 4 jam dapat dilakukan studi diagnostik definitif sebelum memulai terapi antimikroba. Terapi antimikroba harus dimulai sebelum dilakukan prosedur apapun, baik perkutan,

Page 8: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

endoskopik, atau operasi. Selain itu, terapi anaerobik perlu diberikan jika terdaapat anastomosis empedu-enterik (level C) [6].

Memilih agen yang lebih baru

Moksifloksasin telah diteliti untuk infeksi intra-abdomen dalam beberapa penelitian acak [36-39]. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa moxifloxacin aman, ditoleransi dengan baik, dan tidak kalah dengan dengan antimikroba yang lain, seperti ceftriaxone ditambah metronidazol [37], atau piperasilin / Tazobactam diikuti oleh amoksisilin / asam klavulanat [39]. Penelitian ini dilakukan sebelum munculnya resistensi akibat ESBL [40]. Terdapat peningkatan dari beberapa data khusus mengenai pengobatan kolangitis akut atau kolesistitis, tingkat resistensi E. coli dan Enterobacteriaceae umum lainnya terhadap fluoroquinolones. [14/07].

Tigecycline menjalani uji klinis untuk persetujuan selama penyusunan naskahnya, dan sekarang telah disetujui untuk penggunaan klinis di Jepang. Tigecycline memiliki aktivitas in-vitro yang signifikan secara klinis terhadap berbagai bakteri Gram-positif dan Gram-negatif [41]. Termasuk diantaranya multidrug-resistant Gram-positif cocci seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus dan vankomisin-resistant Enterococcus spp. Untuk basil Gram-negatif, Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL bersifat sensitif, seperti kebanyakan anaerob. Tigecycline tidak memiliki aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa. Tigecycline telah diteliti untuk infeksi kulit dan jaringan lunak dan infeksi intra-abdomen yang sudah terkomplikasi [41]. Tigecycline menyebabkan mual dan muntah pada sekitar 10-20% pasien, dan hal ini berhubungan dengan dosis. Hal ini membatasi dosis yang dapat secara rutin diberikan dan menjadi peran kedua agen ini, dalam hal adanya kejadian patogen yang tidak biasa atau alergi terhadap kelas-kelas lain dari agen antimikroba. Meta-analisis baru-baru ini telah menunjukkan peningkatan angka kematian dan tingkat kegagalan terapi pada percobaan acak dengan agen ini [42].

Agen antimikroba yang sesuai untuk digunakan dalam pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut yang didapat dari masyarakat

Tabel 3 merangkum rekomendasi antimikroba. Perlu diingat bahwa dalam pengobatan kolangitis, kontrol sumber (yaitu, drainase) merupakan bagian penting dari penatalaksanaan. Indikasi dan waktu untuk drainase disediakan dalam tingkat keparahan dan flowchart di bagian tatalaksana berkaitan dengan kolangitis akut. Sejak tahun 2005, belum ada uji klinis acak terapi antimikroba untuk kolangitis akut dan / atau kolesistitis akut yang didapat dari masyarakat. Ada beberapa laporan tentang isolat klinis dengan multidrug resistance dari infeksi intra-abdominal di seluruh dunia, dan infeksi empedu khususnya [7-14, 40].

Rekomendasi untuk terapi antimikroba didasarkan terutama pada ekstrapolasi dari efektivitas mikrobiologi dan perilaku agen-agen ini terhadap isolat yang lebih rentan yang diberi perlakuan dalam uji klinis [36-39, 43-49]. Beberapa perthatian tentang pendekatan ini untuk menentukan efikasi terhadap isolat yang resisten telah dikembangkan [50].

Page 9: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

Penggunaan keparahan penyakit sebagai panduan untuk seleksi agen antimikroba telah dipertanyakan dalam menghadapi peningkatan jumlah E. coli yang memproduksi ESBL dan Klebsiella di masyarakat. Organisme ini tidak sensitif terhadap sefalosporin, turunan penisilin, atau fluoroquinolones. Pedoman sebelumnya telah merekomendasikan bahwa jika lebih dari 10-20% dari masyarakat isolat E. coli sangat resisten, maka cakupan empirik harus disediakan untuk organisme ini sampai data sensitivitas menunjukkan kepekaan terhadap agen dengan spektrum yang lebih sempit. Carbapenems, piperasilin / Tazobactam, tigecycline, atau amikasin dapat juga digunakan untuk mengobati isolat tersebut [6].

Untuk kolangitis dan kolesistitis akut kelas III yang didapat dari masyarakat, agen dengan aktivitas antipseudomonal direkomendasikan sebagai terapi awal (terapi empiris) sampai organisme penyebab teridentifikasi. Pseudomonas aeruginosa terdapat pada sekitar 20% dari seri terbaru [14, 27], dan merupakan patogen virulen yang dikenal. Kegagalan untuk menatasi organisme ini secara empiris pada pasien yang sakit kritis dapat mengakibatkan mortalitas.

Enterococcus spp. adalah patogen penting lain untuk dipertimbangkan pada pasien dengan kolangitis dan kolesistitis akut kelas III yang didapat dari masyarakat. Vankomisin dianjurkan untuk mengatasi Enterococcus spp. Untuk pada pasien dengan kolangitis dan/atau kolesistitis akut kelas III yang didapat dari masyarakat, sampai hasil kultur tersedia. Ampisilin dapat digunakan jika diisolasi strain Enterococcus spp. sensitif terhadap ampisilin. Ampisilin mengatasi sebagian besar strain Enterococcus faecalis dari infeksi yang didapat masyarakat pada umumnya. Untuk Enterococcus faecium, vankomisin adalah obat pilihan untuk terapi empiris. Namun, di banyak rumah sakit, Enterococcus spp. yang resisten terhadap vankomisin, baik E. faecium dan E. faecalis, telah menjadi penyebab penting terjadinya infeksi. Pengobatan untuk organisme ini membutuhkan baik linezolid atau daptomycin. Ahli bedah dan dokter lain yang membuat keputusan pengobatan untuk pasien dengan infeksi yang terkait pelayanan kesehatan harus menyadari frekuensi isolat tersebut di rumah sakit dan unit mereka. Kemudian, sehubungan dengan anaerob-anaerob terisolasi yang jarang seperti kelompok Bacteroides fragilis, kami sarankan untuk menangani organisme ini secara empiris ketika terdapat anastomosis empedu-enterik (level C) [6].

Untuk kolangitis dan kolesistitis akut kelas I dan II yang didapat dari masyarakat, Tabel 3 menunjukkan agen yang tepat untuk digunakan. Sebagai catatan, permberian metronidazol intravena belum disetujui di Jepang. Akibatnya, klindamisin adalah salah satu alternatif saat metronidazol intravena tidak tersedia. Resistensi klindamisin diantara Bacteroides spp. adalah signifikan dan penggunaan klindamisin tidak lagi direkomendasikan pada infeksi intra-abdominal lainnya [6]. Cefoxitin, cefmetazole, flomoxef, dan cefoperazone / sulbaktam adalah agen di sefalosporin yang memiliki aktivitas terhadap Bacteroides spp. Cefoxitin tidak lagi direkomendasikan oleh SIS-NA / IDSA 2010 pedoman karena tingginya prevalensi resistensi di kalangan Bacteroides spp. [6]. Ketersediaan lokal agen serta hasil sensitivitas lokal harus ditekankan ketika memilih terapi empiris.

Tabel 4 merangkum agen antimikroba dengan tingginya prevalensi resistensi di kalangan Enterobacteriaceae [14/07]. Ampisilin / sulbaktam adalah salah satu agen yang paling sering digunakan untuk infeksi intra-abdomen. Meskipun demikian, aktivitas ampisilin / sulbaktam terhadap E. coli, dengan atau tanpa ESBLs, membuatnya tidak lagi menjadi rekomendasi untuk digunakan.

Page 10: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

Dalam TG13, ampisilin / sulbaktam saja tidak dianjurkan sebagai terapi empiris jika sensitivitas lokal <80%. Ampisilin / sulbaktam wajar digunakan sebagai terapi definitif ketika sensitivitas agen ini terbukti. Ampisilin / sulbaktam dapat digunakan jika aminoglikosida dikombinasikan sampai tersedia hasil uji sensitivitas.

Penggunaan fluorokuinolon direkomendasikan hanya jika sensitivitas kultur isolat diketahui, karena resistensi antimikroba telah meningkat secara signifikan [14/07]. Agen ini juga dapat digunakan sebagai agen alternatif untuk pasien dengan alergi b-laktam.

Agen antimikroba yang sesuai untuk digunakan dalam pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut terkait pelayananan kesehatan

Tidak ada bukti yang mendukung agen apapun sebagai terapi yang optimal untuk kolangitis dan kolesistitis akut terkait pelayananan kesehatan. Prinsip terapi empiris untuk infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan adalah dengan menggunakan agen yang memiliki aktivitas antipseudomonal sampai organisme penyebab definitif ditemukan. Paradigma ini kini diperluas untuk mencakup organisme Gram-negatif yang memproduksi ESBL berdasarkan temuan mikrobiologi lokal (antibiogram lokal). Tabel 3 menunjukkan agen empiris (terapi presumtif) untuk kolangitis dan kolesistitis akut terkait pelayananan kesehatan. Vankomisin dianjurkan bila pasien terinfeksi oleh bakteri Gram-positif yang resisten seperti Staphylococcus aureus dan / atau Enterococcus spp. yang resisten methicillin atau pada saat Gram-positif resisten menjadi mengkhawatirkan. Staphylococcus aureus tidak sebanyak suatu isolat untuk infeksi empedu akut seperti Enterococcus spp. Vancomycin-resistant Enterococcus (VRE) harus ditangani secara empiris dengan linezolid atau daptomycin jika organisme ini diketahui berkoloni dalam pasien, jika pengobatan sebelumnya menggunakan vankomisin, dan / atau jika organisme tersebut umum terdapat di masyarakat.

Berkaitan dengan organisme anaerob seperti kelompok Bacteroides fragilis, kami menyarankan untuk menangani organisme ini secara empiris djika terdapat anastomosis empedu-enterik (tingkat C) [6].

Apakah agen yang digunakan pada infeksi empedu akut perlu terkonsentrasi di empedu?

Secara historis, penetrasi agen ke dalam empedu telah dipertimbangkan dalam pemilihan agen antimikroba. Namun, terdapat bukti laboratorium dan bukti klinis yang cukup menunjukkan bahwa saat obstruksi terjadi, sekresi agen antimikroba ke dalam empedu berhenti [1]. Uji klinis acak yang dirancang dengan baik dari agen-agen pembanding ,dengan atau tanpa penetrasi empedu yang baik, dibutuhkan untuk menentukan relevansi klinis dan signifikansi penetrasi empedu dalam mengobati infeksi empedu akut.

Bagaimana seharusnya mengelola organisme penyebab yang resisten dalam mengatasi kolangitis dan kolesistitis akut?

Fenomena mikrobiologi besar dari dekade terakhir adalah munculnya mekanisme resistensi asing yang dimediasi b-laktamase dalam Enterobacteriaceae. Hal ini telah tampak pada infeksi intra-abdomen di

Page 11: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra

seluruh dunia [19/07, 27]. Organisme ini telah pindah ke banyak komunitas, dan sekarang terlihat semakin meningkat dalam infeksi yang didapat dari masyarakat seperti kolangitis dan kolesistitis. Di beberapa negara, frekuensi E. coli dan Klebsiella spp yang memproduksi ESBL. telah mencapai titik di mana keputusan mengenai terapi empiris harus dipandu oleh prevalensi mereka. E. coli yang memproduksi ESBL sangat rentan terhadap carbapenems dan tigecycline. Di beberapa komunitas, sekarang dtelah muncul Klebsiella spp. dan E. coli yang resiten terhadap carbapenemases [51-54]. Aturan yang diterima secara luas untuk terapi empiris adalah bahwa organisme resisten terjadi di lebih dari 10-20% dari pasien haruslah diterapi. Colistin adalah agen penyelamat untuk basil Gram-negatif strain epidemi yang multidrug-resistant [40, 54]. Agen ini adalah beracun, dosis tidak pasti, dan penggunaannya harus berkonsultasi dengan spesialis penyakit menular [40].

Dalam pedoman SIS-NA / IDSA 2010 [6], diberikan agen antimikroba sebagai terapi empiris untuk infeksi intra-abdomen-terkaittpelayanan kesehatan. Dalam pedoman, carbapenems, piperasilin / Tazobactam, dan ceftazidime atau sefepim, masing-masing dikombinasikan dengan metronidazol, telah direkomendasikan ketika prevalensi Pseudomonas aeruginosa yang resisten, Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL, Acinetobacter atau basil Gram-negatif multidrug-resistant lainnya kurang dari 20 %. Untuk Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL, dianjurkan carbapenems, piperasilin / Tazobactam, dan aminoglikosida. Untuk Pseudomonas aeruginosa, jika prevalensi resistensi terhadap ceftazidime lebih dari 20%, dianjurkan menggunakan carbapenems, piperasilin / Tazobactam, dan aminoglikosida. Bahkan dengan panduan ini, memilih agen yang tepat untuk pengelolaan antimikroba seringkali sulit.

Page 12: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Complicated Infeksi Intra