dhedy dan budhi

35
1 BAB I PENDAHULUAN Epidemiologi adalah suatu studi yang mempelajari tentang distribusi atau faktor- faktor penentu/determinan yang berhubungan dengan kesehatan pada populasi tertentu. Faktor-faktor penentu tersebut dipengaruhi oleh keadaan fisik, biologis, perilaku dan sosial ekonomi pada suatu populasi. Dari suatu studi epidemiologi akan didapatkan suatu nilai epidemiologik. Nilai epidemiologik ini dapat digunakan untuk membantu memutuskan perawatan yang akan dilakukan untuk pasien. 1 Epidemiologi adalah ilmu tentang distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan pada suatu negara atau kejadian pada populasi khusus, dan aplikasi dari ilmu ini untuk mengatasi masalah kesehatan. Ilmu ini merupakan ilmu dasar dari ilmu kesehatan masyarakat. 2 Dengan adanya epidemiologi dapat menentukan tentang faktor resiko dari suatu penyakit sehingga dapat pula ditentukan pencegahan penyakit secara dini. Sehingga prognosis dari suatu penyakit dapat ditentukan. 2 Studi epidemiologi meliputi faktor resiko, pencegahan awal suatu penyakit, intervensi yang mungkin timbul pada proses terjadinya suatu penyakit. Sebagai contoh, faktor penentu pada kesehatan masyarakat erat hubungannya dengan keadaan sosial ekonomi yang ada, sedangkan faktor penentu klinis pada kesehatan jaringan periodontal pada seseorang erat hubungannya dengan plak dan kalkulus. Studi epidemiologi ini mempunyai tiga tujuan, yaitu: menentukan jumlah dan distribusi dari suatu penyakit dalam suatu populasi, menelusuri penyebab dari suatu penyakit dan menerapkan hasil dari studi untuk usaha promosi dan perbaikan kesehatan. Penerapan dari studi ini dapat digunakan untuk mengendalikan masalah kesehatan yang ada dalam masyarakat

Upload: dhedywidyabawadentist

Post on 26-Dec-2015

119 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

epidemiologi periodontal

TRANSCRIPT

Page 1: Dhedy Dan Budhi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Epidemiologi adalah suatu studi yang mempelajari tentang distribusi atau faktor-

faktor penentu/determinan yang berhubungan dengan kesehatan pada populasi tertentu.

Faktor-faktor penentu tersebut dipengaruhi oleh keadaan fisik, biologis, perilaku dan sosial

ekonomi pada suatu populasi. Dari suatu studi epidemiologi akan didapatkan suatu nilai

epidemiologik. Nilai epidemiologik ini dapat digunakan untuk membantu memutuskan

perawatan yang akan dilakukan untuk pasien. 1

Epidemiologi adalah ilmu tentang distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

kesehatan pada suatu negara atau kejadian pada populasi khusus, dan aplikasi dari ilmu ini

untuk mengatasi masalah kesehatan. Ilmu ini merupakan ilmu dasar dari ilmu kesehatan

masyarakat.2

Dengan adanya epidemiologi dapat menentukan tentang faktor resiko dari suatu

penyakit sehingga dapat pula ditentukan pencegahan penyakit secara dini. Sehingga

prognosis dari suatu penyakit dapat ditentukan.2

Studi epidemiologi meliputi faktor resiko, pencegahan awal suatu penyakit, intervensi

yang mungkin timbul pada proses terjadinya suatu penyakit. Sebagai contoh, faktor penentu

pada kesehatan masyarakat erat hubungannya dengan keadaan sosial ekonomi yang ada,

sedangkan faktor penentu klinis pada kesehatan jaringan periodontal pada seseorang erat

hubungannya dengan plak dan kalkulus. Studi epidemiologi ini mempunyai tiga tujuan, yaitu:

menentukan jumlah dan distribusi dari suatu penyakit dalam suatu populasi, menelusuri

penyebab dari suatu penyakit dan menerapkan hasil dari studi untuk usaha promosi dan

perbaikan kesehatan. Penerapan dari studi ini dapat digunakan untuk mengendalikan masalah

kesehatan yang ada dalam masyarakat

Page 2: Dhedy Dan Budhi

2

BAB II

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL

2.1 Definisi Epidemiologi

Jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi secara umum berasal dari bahasa Yunai

yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu EPI yang berarti PADA atau TENTANG, DEMOS yang

berati PENDUDUK dan kata terakhir adalalah LOGOS yang berarti ILMU

PENGETAHUAN. Jadi EPIDEMILOGI adalah ILMU YANG MEMPELAJARI

TENTANG PENDUDUK. Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini

EPIDEMIOLOGI adalah : “Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi

(Penyebaran) serta Determinan masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta

Determinannya (Faktor – factor yang Mempengaruhinya). Suatu ilmu yang awalnya

mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular.3

Pengertian Epidemiologi dapat ditinjau dari berbagai aspek sebagai berikut:

1. Aspek Akademik

Secara akademik, epidemiologi berarti Analisa data kesehatan, sosial-ekonomi, dan

trend yang terjadi untuk mengindentifikasi dan menginterpretasi perubahan-perubahan

kesehatan yang terjadi atau akan terjadi pada masyarakat umum atau kelompok penduduk

tertentu.

2. Aspek Klinik

Ditinjau dari aspek klinik, Epidemiologi berarti Suatu usaha untuk mendeteksi secara

dini perubahan insidensi atau prevalensi yang dilakukan melalui penemuan klinis atau

laboratorium pada awal timbulnya penyakit baru dan awal terjadinya epidemi.

Page 3: Dhedy Dan Budhi

3

3. Aspek praktis

Secara praktis epidemiologi berarti ilmu yang ditujukan pada upaya pencegahan

penyebaran penyakit yang menimpa individu, kelompok penduduk atau masyarakat umum.

4. Aspek Administrasi

Epidemiologi secara administratisi berarti suatu usaha mengetahui keadaan masyarakat

di suatu wilayah atau negara agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan

fisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat.3

Meskipun data dari epidemiologi suatu penyakit didapatkan dari populasi beberapa

orang, tetapi ilmu ini harus diketahui oleh para klinisi untuk menentukan rencana perawatan

dari pasien. Dimana diagnosis dari suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan:

- Apakah penyakit tersebut merupakan kejadian yang sering terjadi?

- Apakah keadaan pasien memungkinkan untuk terkena penyakit ini?

- Dimana terdapat tanda atau gejala yang mengarah ke suatu penyakit?

Dengan adanya epidemiologi dapat menentukan tentang faktor resiko dari suatu

penyakit sehingga dapat pula ditentukan pencegahan penyakit secara dini. Sehingga

prognosis dari suatu penyakit dapat ditentukan.

Epidemiologi adalah disiplin ilmu yang menggunakan metode dari biostatik, sosial

dan tingkah laku masyarakat, imunologi, genetik, mikrobiologi, kedokteran gigi, dan

kedokteran umum.2

Page 4: Dhedy Dan Budhi

4

Sesuai dengan definisi, epidemiologi mempunyai tiga tujuan,2

1. Untuk menentukan jumlah dan distribusi dari suatu penyakit dalam suatu populasi.

2. Untuk menentukan penyebab penyakit.

3. Untuk mencegah lebih parah suatu penyakit.

Tujuan akhir dari epidemiologi adalah mempertahankan, melindungi dan

memperbaiki kesehatan.2

Terminologi Dasar yang Digunakan dalam Epidemiologi Penyakit Periodontal

Insidensi

Prevalensi

Epidemi

Endemi

Pandemik

Extent

Severity

Exposure

Risk factor

Risk indicator

Kecepatan terjadinya penyakit baru di dalam masyarakat dalam waktu

tertentu.

Persentasi orang yang terkena penyakit dalam suatu populasi dalam waktu

tertentu.

Persentasi orang yang terkena penyakit dalam suatu populasi dalam waktu

tertentu.

Suatu penyakit yang terus menerus terdapat di dalam suatu kawasan geografi

tertentu.

Suatu epidemik yang terjadi secara meluas dan meliputi beberapa negara

sekaligus di seluruh dunia.

Jumlah gigi yang diperiksa pada kondisi tertentu

Keparahan suatu kondisi

Faktor utama yang dapat menyebabkan penyakit atau mencegah penyakit.

Karakteristik yang berhubungan dengan penyakit

Faktor resiko yang dikaitkan dengan penyakit dengan menggunakan metode

studi cross-sectional.

Page 5: Dhedy Dan Budhi

5

Risk predictor

/marker

Odds ratio

Risk ratio

Faktor resiko yang dikaitkan dengan kemungkinan meningkatnya penyakit,

dimana tidak terpengaruh oleh hubungan sebab akibat.

Rasio yang menggambarkan kemungkinan suatu kejadian.

Kemungkinan resiko penyakit yang akan terjadi.

Tabel 1. Terminologi Dasar yang Digunakan dalam Epidemiologi Penyakit

Periodontal.2

2.2 Ukuran Penyakit Secara Epidemiologis

Secara epidemiologis, suatu penyakit diukur berdasarkan angka prevalensi dan

insidensi. Prevalesi merupakan ukuran dari jumlah penyakit yang ada dalam suatu populasi

sedangkan insidensi merupakan ukuran dari terjadinya penyakit baru.1

2.2.1 PREVALENSI

Prevalensi adalah proporsi/bagian dari sejumlah orang dalam suatu populasi yang

memiliki suatu penyakit pada suatu periode waktu tertentu. Prevalensi ini dihitung jumlah

penderita dalam suatu populasi dibagi dengan jumlah orang pada populasi tersebut. Hasil

yang didapat dari prevalensi ini dapat digunakan sebagai batas ukuran jumlah kebutuhan akan

tenaga medis pada pelayanan kesehatan masyarakat.1

𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖

Page 6: Dhedy Dan Budhi

6

2.2.2 INSIDENSI

Insidensi adalah persentase rata-rata dari orang-orang tanpa penyakit yang terkena

penyakit selama waktu tertentu. Insidensi dapat dikatakan sebagai resiko atau kemungkinan

seorang terkena penyakit. Insidensi dihitung dari jumlah kasus penyakit terbaru dibagi

dengan jumlah orang pada suatu populasi yang beresiko terhadap penyakit tersebut.1

𝐼𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑢

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜

2.3 Desain Studi Epidemiologi

Untuk menyelidiki prevalensi dan insidensi suatu penyakit, faktor resiko yang

berhubungan dengan penyakit, efektivitas dan intervensi keberhasilan, peneliti melakukan

studi epidemiologi. Kebanyakan studi epidemiologi berupa observasi. Pada studi ini, peneliti

mengobservasi kejadian yang normal di dalam populasi. Metode studi observasi yang paling

umum dipergunakan adalah metode Cross-Sectional, Cohort, dan Case-Control. Sebagai

tambahan studi observasi, epidemiologist juga melakukan studi penelitian percobaan, seperti

dengan percobaan penggunaan obat-obatan dimana suatu kelompok subjek penelitian

diberikan obat dan kelompok lainnya hanya diberikan plasebo. Hasil percobaan ini berguna

untuk mempelajari pencegahan, perawatan dan obat-obatan.1,2

2.3.1. Metode Studi Cross-Sectional

Jenis studi ini berusaha mempelajari dinamika hubungan-hubungan atau korelasi

antara faktor-faktor resiko dengan dampak atau efeknya. Faktor resiko dan dampak atau

efeknya diobservasi pada saat yang sama, artinya setiap subjek penelitian diobservasi hanya

satu kali saja dan faktor resiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada saat

observasi.1,2

Page 7: Dhedy Dan Budhi

7

Angka rasio prevalensi memberi gambaran tentang prevalensi suatu penyakit di dalam

populasi yang berkaitan dengan faktor resiko yang dipelajari atau yang timbul akibat faktor-

faktor resiko tertentu.1,2

2.3.2. Metode Studi Cohort

Metode studi Cohort atau lebih sering disebut studi prospektif adalah suatu

penelitian survei (non eksperimen) yang paling baik dalam mengkaji hubungan antara faktor

resiko dengan efek (penyakit). Faktor resiko yang akan dipelajari diidentifikasi dulu

kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek yaitu penyakit atau salah satu

indikator status kesehatan.1,2

Kesimpulan hasil penelitian diketahui dengan membandingkan subjek yang

mempunyai efek positif (sakit) antara kelompok subjek dengan faktor resiko positif dan

faktor resiko negatif (kelompok kontrol).1,2

2.3.3. Metode Studi Case-Control

Rancangan metode studi ini ada yang menyebutnya sebagai studi retrospektif,

meskipun istilah ini kurang tepat. Penelitian ini berusaha melihat ke belakang yaitu data

digali dari dampak (efeknya) atau akibat yang terjadi. Kemudian dari dampak tersebut

ditelusuri variabel-variabel penyebabnya atau variabel yang mempengaruhi.1,2

Penelitian epidemiologi Case kontrol ini hasil korelasinya lebih tajam dan

mendalam bila dibandingkan dengan metode studi Cross-Sectional, sebab menggunakan

subjek kontrol atau subjek dengan dampak positif dicarikan kontrolnya. Kemudian variabel

penyebab atau yang berpengaruh ditelusuri lebih dulu, baru kemudian faktor resiko atau

variabel yang berpengaruh diamati secara retrospektif.1,2

Page 8: Dhedy Dan Budhi

8

BENTUK STUDI KEUNTUNGAN KERUGIAN

Cross-sectional studies Pelaksanaan cepat, tidak

mahal

Hanya mengetahui prevalensi

penyakit. Tidak dapat

mengetahui tanda yang

mendahului terjadinya

penyakit

Cohort studies Lebih akurat karena

mengikuti perkembangan

subjek dari waktu ke waktu

Biayanya mahal karena

membutuhkan waktu yang

lama

Case-control studies Pelaksanaannya lebih cepat,

karena subjek tidak diikuti

dari waktu ke waktu

Prevalensi dan insidensi tidak

dapat dinilai karena subjek

yang dinilai berdasarkan

status penyakitnya. Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian Metode Studi

Page 9: Dhedy Dan Budhi

9

BAB III

DIAGNOSIS

3.1 Normal VS Abnormal

Seorang epidemiologis yang mempelajari penyakit dalam suatu populasi atau seorang

klinisi yang merawat seorang individu, keduanya harus mampu menentukan dengan tepat

penyakit yang diderita seseorang. Pada studi epidemiologis kesalahan klasifikasi dari subjek

yang diamati akan menghasilkan estimasi yang rendah atau tinggi, sehingga dapat

menimbulkan kesimpulan yang salah tentang hubungan suatu penyakit dengan ciri-ciri dari

penyakit tersebut.

Diagnosis dapat ditentukan setelah mendapatkan informasi dari berbagai sumber,

seperti: anamnesis pasien, pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografi dan hasil dari

pemeriksaan laboratorium. Dari hasil pemeriksaan di atas dapat ditentukan keadaan yang

normal atau abnormal, atau dengan kata lain sehat atau sakit.1,2

3.2 Prinsip Dari Diagnostic Testing

Diagnostic testing digunakan untuk membantu menetapkan diagnosa yang benar.

Dalam kedokteran gigi, diagnostic testing didapat dari pemeriksaan klinis dan radiografi,

seperti: bleeding on probing, kedalaman poket, hilangnya perlekatan dengan jaringan, dan

kehilangan tulang. Penentuan diagnosis, didasarkan dari tes diagnostic yang meliputi:

pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografis, tes mikrobiologis, tes imunologis, tes biokimia.2

Page 10: Dhedy Dan Budhi

10

Adapun tujuan dari diagnostic testing adalah menentukan rencana perawatan untuk

pasien baru, menentukan recall visit, memonitor hasil perawatan, menentukan pemberian

antibiotik yang tepat dan screening pasien sebelum perawatan exstensive restorative atau

terapi implan.1,2

3.3 Sensitvity Dan Specificity

Tes diagnostik yang dilakukan, memberikan hasil ‘positive’ dan ‘negative’. True

positive merupakan tes diagnostik suatu penyakit/kondisi yang hasilnya benar. False positive

merupakan hasil tes diagnostik yang hasilnya salah. Bila hasil tes negative, hasilnya benar

disebut true negative. Tetapi bila hasil tesnya negative, hasilnya salah disebut false negative.

Sensitivity dari suatu tes merupakan proporsi subjek dengan penyakit yang testnya

positif. Sedangkan specificity dari suatu test merupakan proporsi subjek tanpa penyakit yang

hasil tesnya negatif. Perbandingan dari hasil tes diagnostik pada status kesehatan yang benar,

dapat dilihat pada table berikut :]1,2

True disease status

Test Result Disease No Disease

Positive A (true positive) B(false positive)

Negative C (false ngative) D(true negative)

Sensitivity A÷(A+C)

Specificity D÷(B+D)

Positive predictive value A÷(A+B)

Negative predictive value D÷(C+D)

Table 3. Comparison of diagnostic the result with true disease status

Page 11: Dhedy Dan Budhi

11

3.4 Predictive Value

Predictive value merupakan kemungkinan hasil dari suatu tes diagnostik. Positive

predictive value adalah kemungkinan hasil tes positif pada seseorang, sehingga orang tersebut

dapat didiagnosa sakit. Negative predictive value adalah kemungkinan hasil tes negatif pada

seseorang, sehingga orang tersebut didiagnosa tidak sakit.1

Page 12: Dhedy Dan Budhi

12

BAB IV

RISK VS PROGNOSIS

4.1 Risk, Risk Factor And Risk Assessment

Resiko adalah kemungkinan seseorang akan mendapatkan suatu penyakit pada waktu

tertentu. Faktor resiko merupakan karakteristik dari individu yang menempatkan seseorang

terhadap peningkatan resiko terkenanya suatu penyakit. Terbuka terhadap faktor resiko ada

sebelum terjadi suatu penyakit, bisa pada waktu tertentu, secara episodik atau berkelanjutan.

Risk assessment merupakan proses dalam memprediksi kemungkinan seseorang

terkena penyakit. Risk assessment digunakan untuk membantu dalam proses menegakkan

diagnosa suatu penyakit dan mencegah suatu penyakit dengan mengidentifikasikan faktor

resiko.1,2

4.2 Prognosis, Prognosis Factors And Prognosis Assessment

Prognosis adalah perkiraan jalannya atau hasil akhir suatu penyakit. Hasil akhir

penyakit dapat berupa kematian, kemampuan bertahan hidup, dan pengaruhnya terhadap

kualitas hidup (seperti kecacatan dan rasa sakit). Sebagai contoh, hasil akhir dari penyakit

periodontal dapat berupa kehilangan gigi, rekurensi penyakit dan hilangnya fungsi.

Prognosis factors merupakan ciri atau faktor yang diprediksi menjadi hasil akhir suatu

penyakit. Prognosis assessment adalah faktor yang menggunakan faktor prognosis untuk

memprediksi perjalanan penyakit.1,2

Page 13: Dhedy Dan Budhi

13

BAB V

GINGIVAL DISEASE

Variasi prevalensi pada gingivitis antara penduduk diberbagai belahan dunia dapat

mencerminkan adanya faktor-faktor lingkungan seperti nutrisi dan kebiasaan kebersihan

mulut serta faktor genetik. Karena variasi faktor tersebut cukup besar, sehingga sulit untuk

menentukan dengan pasti seberapa jauh peranan dari faktor tersebut. Selain itu, sering kali

digunakan kriteria diagnostik yang berbeda-beda.

Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan pada kebiasaan kebersihan

mulut yang mencerminkan tingkatan pendidikan dan ekonomi. Individu dengan tingkatan

ekonomi dan pendidikan yang cukup tinggi biasanya mempunyai kebersihan mulut yang

lebih baik dan penyakit yang periodontal yang lebih sedikit, dibandingkan dengan individu

dengan ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah.5

5.1 Indeks Kebersihan Mulut

Indeks status kebersihan mulut yang paling sering digunakan adalah indeks

kebersihan mulut (Greene dan Vermillion,1960) dan indeks plak (Silness dan Loe, 1964). Ada

beberapa Indek yang digunakan untuk mengukur nilai kebersihan mulut seperti :

5.1.1 Simplified-Oral Hygiene Index (OHI-S)

OHI-S dikembangkan pada tahun 1964 oleh John C.Greene dan Jack R.Vermillon.

Indeks ini merupakan gabungan dari Indek kalkulus (CI-S) dan Indek Oral Debris (DI-S).

Gigi yang diperiksa dalam metode ini hanya 6 yaitu : 16,11,26,31,36,46 dengan permukaan

Page 14: Dhedy Dan Budhi

14

Gigi Permukaan

16 Buccal

11 Labial

26 Buccal

36 Lingual

31 Labial

46 Lingual

Kriteria Skor DI-S :

0 = Tidak ada debris

1 = debris menutupi < 1/3 gigi

2 = debris menutupi > 1/3, < 2/3gigi

3 = debris menutupi > 2/3 gigi

Kriteria Skor CI-S :

0 = Tidak ada Kalkulus

1 = Supragingival kalkulus menutupi < 1/3 gigi

2 = Supragingiva kalkulus > 1/3, < 2/3gigi atau terdapat flek subgingiva

3 = supragingiva kalkulus menutupi > 2/3 gigi atau ada subgingiva sekeliling gigi

Perhitungan Indeks OHI-S

Page 15: Dhedy Dan Budhi

15

Nilai DI-S = Nilai CI-S = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑔𝑖𝑔𝑖

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

Nilai OHI-S = DI-S + CI-S

Derajat kebersihan mulut

Baik/Good = 0,0 – 1,2

Sedang/Fair = 1,3 – 3,0

Buruk/Poor = 3,1- 6,0

5.1.2 Indeks Plak Loe & Silness

Plaque Index terbilang unik karena mengabaikan batas koronal plak pada permukaan

gigi dan menilai hanya ketebalan plak pada daerah gingiva sekitar gigi. Ini dikembangkan

sebagai komponen dengan Gingival Index. Memeriksa permukaan distal – fasial, fasial,

mesial-fasial, dan lingual. Kaca mulut, dental eksplorer, dan syringe digunakan untuk menilai

plak dalam indeks ini.5 Skor Plaque Indeks suatu daerah didapatkan dengan menjumlahkan 4

skor plak tiap gigi. Bila jumlah skor plak indeks tiap gigi dibagi 4, maka didapatkan skor PI

untuk satu gigi. Skor Plaque Indeks tiap individu didapatkan dengan menambahkan skor PI

tiap gigi dan dibagi jumlah gigi diperiksa.

Kriteria Skor Loe & Silness Indek Plak :

0 = Tidak ada plak

1 = Ada lapisan tipis plak pada gingiva margin, hanya diketahui dengan scrap

probing

2 = Lapisan sedang dari plak sepanjang margin gingiva, daerah interdental, dan

dapat dilihat dengan mata telanjang.

3 = Plak tebal yang menutupi gingival margin, daerah interdental tertutup oleh plak.

Page 16: Dhedy Dan Budhi

16

Indeks plak : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑙𝑎𝑘

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

5.1.3 Plaque Control Record/ Plaque Index Simplified (PI-S) (O’leary dkk)

Ini merupakan indek yang tepat untuk mengetahui supragingival plak pada empat

permukaan gigi (mesial,distal,bukal,lingual/palatal). Dengan skor yang diberikan (+) terdapat

plak, (-) tidak terdapat. Indeks ini dilakukan dengan menggunakan disclosing solution untuk

melihat deposit plak. Ini merupakan pemeriksaan yang simple dimana hasil penilaiannya

berupa presentase.

Page 17: Dhedy Dan Budhi

17

5.1.4 Patient Higiene Performance Index (PHP)

Indeks untuk menilai tingkat kebersihan mulut ini diperkenalkan oleh A G

Podshadley and J V Haley pada tahun 1968. Indek ini merupakan indek sederhana yang

menilai berdasarkan 6 indek gigi dimana indek tersebut pertama kali dikembangkan untuk

menilai kemampuan individu yang dipergunakan sebagai alat edukasi dan motivasi terhadap

pasien.4

Indeks 6 gigi dan permukaan yang akan diperiksa

Gigi Permukaan

16 Buccal

11 Labial

26 Buccal

36 Lingual

31 Labial

46 Lingual

Sebelum dilakukan skoring aplikasikan disclosing agent pada mulut pasien selama

30 detik kemudian diinstruksikan meludah tanpa berkumur. Pemeriksaan dilakukan dengan

kaca mulut, setiap permukaan gigi dievaluasi dengan cara dibagi membujur ke mesial ,

median dan 1/3 distal, 1/3 median kemudian dibagi secara horizontal ke gingiva, median dan

occlusal atau 1/3 insisal.

Page 18: Dhedy Dan Budhi

18

gigi dibagi menjadi 5 subdivisi

Patient Hygiene Performan index tooth

Masing masing dari lima subdivisi ini dapat dijelaskan dengan pembagian jumlah

skor dari stain debris sebagai berikut :

0 = Tidak ada debris (dipertanyakan)

1 = Terdapat debris

PHP = Total skor debris

jumlah gigi yang diperiksa

Rating score PHP

0 (tidak ada debris) = Excellent

0,1 - 1,7 = Good

1,8 – 3,4 = Fair

3,5 -5,0 = Poor

5.1.5 Calculus Surface Index

Calculus Surface Index (CSI) diperkenalkan oleh J Ennever, CP Sturzenberger dan

AW Radike pada tahun 1961. Empat gigi mandibula diperiksa untuk melihat ada atau

tidaknya kalkulus dengan pemeriksaan visual dan taktil dan Calculus Surface Index telah

terbukti pada pemeriksaan calculus intra oral dalam waktu yang relatif singkt. Indek ini

digunakan untuk menentukan apakah perawatan yang akan dilakukan dapat mengurangi

atau mencegah supragingiva dan subginggiva calculus.4

Page 19: Dhedy Dan Budhi

19

Kriteria Skor dari Calculus Surface Index

0 = indikasi Tanpa calculus

2 = Indikasi terdapat calculus

Gingivitis merupakan inflamasi dari gusi tanpa melibatkan Junctional Epithelium.

Gingivitis dapat diukur melalui Gingival Index Gingiva indeks pada ilmu epidemiologi

membandingkan prevalensi terjadinya gingivitis pada suatu populasi. Sedangkan gingiva

indeks pada klinik digunakan untuk menguji ketepatan atau kemanjuran terapi yang diberikan

atau alat yang digunakan untuk merawat. Indek yang ideal simple, cepat digunakan serta

dapat diproduksi dan quantitatif. Semua Gingival Index mengukur hal – hal seperti : warna

gingiva, kontur gingiva, perdarahan gingiva, luasnya gingiva terlibat, cairan sulkus gingiva.

Hampir seluruh indeks menetapkan nomor dengan skala berurutan (0, 1, 2, 3, dan seterusnya)

untuk menggambarkan keterlibatan dan berat kondisi gingiva. Banyak Gingival Index yang

diperkenalkan , tidak ada satu indeks yang penerapannya diterima secara universal.1

Beberapa indek yang digunakan seperti indeks gingiva(GI), Modified Gingiva Index(MGI)

dan Gingival Bleeding Indices.1

5.2 Gingival Index

Gingival Index diperkenalkan pada 1963 (Loe dan Silnes, 1963). sebagai metode

untuk menilai tingkat keparahan dan besar inflamasi gingiva pada pasien individu atau antara

subjek dalam kelompok populasi besar. Hanya jaringan gingiva dinilai dengan indeks ini.

Menurut metode ini, setiap empat area gingiva dari gigi (fasial, mesial, distal, dan lingual)

dinilai untuk peradangannya dan diberi nilai dari 0 sampai 3. Perdarahan dinilai dengan

menjalankan probe periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva.1,2

Page 20: Dhedy Dan Budhi

20

Nilai dan Kriteria Gingival Index

0 = Gingiva Normal

1 = Peradangan ringan : warna gusi sedikit perubahan warna dan sedikit oedem

tidak ada perdarahan saat probing

2 = Peradangan sedang : warna gusi kemerahan, terdapat oedem dan mengkilat,

perdarahan saat probing

3 = Peradangan berat : warna gusi merah tua disertai oedem, terdapat ulserasi,

cenderung terjadi perdarahan spontan

Nilai dan Kriteria Gingival Index (Loe dan Silness, 1963). 1,2

Skor untuk setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor dari keempat area gigi

yang diperiksa lalu dibagi dengan empat (jumlah area yang diperiksa pergigi). Skor Indeks

Gingiva untuk individu diperoleh dengan membagi jumlah skor dari semua gigi yang

diperiksa dengan jumlah gigi yang diperiksa.1 Keparahan inflamasi gingiva secara klinis

dapat ditentukan dari skor Gingival Index dengan kriteria sebagai berikut:1

GI =Jumlah ke 4 area gigi/4

Jumlah gigi yang diperiksa

Kriteria Keparahan Inflamasi Gingiva secara Klinis

Skor Gingival Index Kondisi Gingiva

0.1 - 1.0

1.1 - 2.0

2.1 - 3.0

Gingivitis ringan

Gingivitis sedang

Gingivitis parah

Kriteria Keparahan Gingival Index secara Klinis (Loe dan Silness, 1963). 1

Page 21: Dhedy Dan Budhi

21

5.3 Modified Gingival Index

Modified Gingival Index memperkenalkan dua perubahan dari Gingival Index:

pertama menghilangkan probing gingiva untuk menilai ada atau tidaknya perdarahan.

Redefinisi system penilaian untuk peradangan ringan dan sedang. Pengembang MIG

memutuskan untuk menghilangkan probe, dimana bisa menghilangkan plak dan mengiritasi

gingiva. Indeks yang tidak invasif memungkinkan dilakukan evaluasi ulang, dan

memungkinkan dilakukan intrakalibrasi dan interkalibrasi. Juga, pengembang menginginkan

indeks yang lebih sensitif dari sebelumnya. Untuk mendapatkan ini, mereka menetapkan skor

1 untuk peradangan ringan hanya melibatkan sebagian marginal atau papilla gingiva dan skor

2 untuk peradangan ringan melibatkan seluruh marginal atau papilla gingiva. Skor 3 dan 4

sama seperti IG skor 2 dan 3. Seperti Gingival Index empat bagian gingiva tiap gigi (fasial,

mesial, distal, dan lingual) yang dinilai. Penilaian mulut penuh atau sebagian dapat dilakukan.

Nilai rata-rata untuk individu dapat dihitung dengan menjumlahkan skor satuan gingiva dan

dibagi jumlah gingiva diperiksa.1

MIG mungkin indeks paling banyak digunakan dalam pengujian klinis. Seperti

pendahulunya, MIG tidak bisa menilai adanya poket periodontal atau kehilangan perlekatan.

Indeks ini tidak dapat mengidentifikasi gingivitis bila tidak ada periodontitis.1

Page 22: Dhedy Dan Budhi

22

Nilai dan Kriteria Modified Gingival Index

0 = Gusi Normal

1 = Peradangan ringan : warna gusi sedikit perubahan warna, sedikit perubahan

tekstur pada margin gingiva atau interdental papil tetapi tidak melibatkan

semuanya

2 = Peradangan ringan : warna gusi sedikit perubahan warna, sedikit perubahan

tekstur, namun meliputi keseluruhan margin gingiva atau interdental papil

3 = Peradangan sedang : gusi mengkilat dan licin, kemerahan, terdapat oedem,

dan hipertropi pada margin gingiva atau interdental papil

4 = Peradangan berat : tanda kemerahan, terdapat oedem, hipertropi pada margin

gingiva atau interdental papil, perdarahan spontan, terdapat ulser

Nilai dan Kriteria Modified Gingival Index (modifikasi dari Lobene RR, Weatherford T,

Ross NM, et al: Clin Prev Dent 8:3, 1986).1

MGI =Jumlah ke 4 area gigi/4

Jumlah gigi yang diperiksa

Kriteria Keparahan Inflamasi Gingiva secara Klinis

Skor Modified Gingival Index Kondisi Gingiva

0.1 - 1.0

1.1 - 2.0

2.1 - 3.0

Gingivitis ringan

Gingivitis sedang

Gingivitis parah

Kriteria Keparahan Modified Gingival Index secara Klinis

Page 23: Dhedy Dan Budhi

23

5.4 Gingival Bleeding Index / Papilla Bleeding Index

Bila penilaian klinis dari warna gingiva, bentuk, dan tekstur dilakukan secara

subjektif, maka perdarahan gingiva merupakan tanda diagnostik yang objektif dari inflamasi.

Penelitiaan menunjukkan bahwa dapat terjadi perdarahan pada probing lembut dalam sulkus

gingiva dapat terjadi sebelum perubahan warna, bentuk, atau tekstur yang jelas.1

GBI dikembangkan oleh Saxer dan Muhlemann pada tahun 1975 sebagai modifikasi

dari Sulcus Bleeding Indek, untuk digunakan pada klinik pribadi dan tidak digunakan pada

studi epidemiologi. Indeks ini sebagai indikator keparahan inflamasi gingiva pada pasien

berdasarkan kecenderungan perdarahan pada interdental papil.5 Probe dimasukkan dengan

tekanan ringan ke dasar sulkus gingiva pada mesial papil lalu digerakkan ke arah mahkota

gigi sampai puncak papil, lalu diulang pada distal papil digerakkan ke arah mahkota gigi

sampai puncak papil. Setelah 20-30 detik, intensitas perdarahan dinilai.5

Gingival Bleeding Index (Saxer dan Muhlemann, 1975).5

Page 24: Dhedy Dan Budhi

24

Gingival Bleeding Index

0 = Tidak ada perdarahan

1 = Perdarahan berupa titik kecil

2 = Perdarahan berupa garis atau beberapa titik perdarahan terlihat pada margin

gingiva.

3 = Perdarahan sedikit atau banyak pada segitiga interdental.

4 = Perdarahan spontan setelah probing, darah mengalir ke interdental dan

menutupi gigi atau gingiva.

Gingival Bleeding Index (Saxer dan Muhlemann, 1975).5

Metode Pengukuran Gingival Bleeding Index

Page 25: Dhedy Dan Budhi

25

Perhitungan nilai GBI :

GBI =Jumlah skor perdarahan

Jumlah sisi yang diperiksa

Pada pemeriksaan GBI probing dilakukan pada semua kuadran, untuk mempermudah

melakukan pengambilan data, kuadran 1 dilakukan hanya bagian dalam, sedangkan kuadran 2

pada bagian labial. Untuk kuadran 3 pada bagian dalam selanjutnya kuadran 4 bagian labial.

Pemeriksaan perdarahan pada gingiva (gingival bleeding) akan menujukkan hasil

diagnosis yang objective pada tanda-tanda dari inflamasi gingiva. Sedangkan pada

pemeriksaan klinik seperti warna,bentuk dan tekstur dari gingiva akan menunjukkan hasil

diagnosis yang subjektive. Karena dari hasil penelitian, perdarahan pada gingiva pada saat

probing dapat timbul sebelum terjadinya perubahan warna, bentuk dan tekstur dari gingiva.

5.5 Bleeding On Probe

Pemeriksan Bleeding On Probe ini dikembangkan oleh Ainamo & Bay pada tahun

1975 sebagai variasi pemeriksaan perdarahan pada gingiva. Pada pemeriksaan ini tingkat

keparahan dari gingivitis di tampilkan dalam bentuk persentase. Sama seperti pemeriksaan

GBI, Probe dimasukkan dengan tekanan ringan ke dasar sulkus gingival dan dilakukan

pemeriksaan terhadap empat area gingival yaitu mesial, distal, bukal, palatal/lingual. Untuk

daerah yang terjadi perdarahan saat dilakukan probe diberi skor (+) sedangkan yang tidak

terjadi (-).

Page 26: Dhedy Dan Budhi

26

Page 27: Dhedy Dan Budhi

27

BAB VI

PERIODONTITIS KRONIS

Periodontitis adalah peradangan pada jaringan periodonsium yang meliputi gingiva

dan melibatkan kerusakan pada perlekatan antara jaringan dan gigi. Terdapat tiga bentuk

primer dari periodontitis, yaitu: kronis, aggressive dan manifestasi dari penyakit sistemik.

Periodontitis kronis merupakan bentuk yang paling umum ditemui pada masyarakat.

Periodontitis diukur berdasarkan indeks yang telah diujikan seperti periodontal indeks

periodontal disease indeks (PDI) dan indeks lainnya. Periodontal indeks yang dipakai

menurut Russel pada tahun 1956 dan PDI yang dipakai menurut Ramfjod, 1957. Berikut

indek yang digunakan untuk mengukur penyakit periodontal.1

6.1 Periodontal Index (Russell)

Pada awal tahun 1950, gingivitis indeks mulai meningkat popularitasnya. Namun,

tidak ada indeks yang tersedia untuk mengukur tahap lanjut penyakit periodontal.

Termotivasi oleh kurangnya indeks yang valid untuk mengukur prevalensi penyakit

periodontal pada kelompok populasi, Russel mengembangkan Periodontal Index.

Penggunaan Periodontal Index membutuhkan perlengkapan minimal : sumber cahaya, kaca

mulut, dan sonde eksplorer. Skor individu adalah jumlah nilai gigi dibagi jumlah gigi

diperiksa. Skor populasi adalah jumlah nilai individu dibagi jumlah individu diperiksa.

Periodontal probing tidak dianjurkan karena menurut Russel tidak terlalu bermanfaat dan

mengganggu fokus pemeriksa. Periodontal Indeks cepat dan mudah digunakan. Pemeriksaan

ini melibatkan pemeriksaan seluruh gigi.

Page 28: Dhedy Dan Budhi

28

Nilai dan Kriteria Periodontal Index

0 = Negatif: tidak ada inflamasi pada jaringan pendukung maupun

gangguan fungsi karena kerusakan jaringan pendukung.

1 = Gingivitis ringan: terlihat daerah inflamasi ringan pada tepi bebas

gingiva tetapi daerah ini tidak sampai mengelilingi gigi.

2 = Gingivitis: inflamasi mengelilingi gigi, tetapi tidak terlihat adanya

kerusakan daerah perlekatan gingiva.

6 = Gingivitis dengan pembentukan poket: perlekatan epitelial rusak dan

terlihat adanya poket (tidak hanya merupakan pendalaman sulkus

gingiva karena pembengkakan di daerah gingiva bebas). Tidak ada

gangguan pada fungsi mastikasi normal; gigi melekat kuat di dalam

soketnya dan tidak bergeser.

8 = Kerusakan tahap lanjut disertai hilangnya fungsi mastikasi: gigi goyang,

kadang-kadang bergeser, nyeri pada perkusi dengan alat logam, dan

dapat terdepresi ke dalam soketnya.

Skor PI index per individu = jumlah skor individu

jumlah gigi yang diperiksa

Kondisi Klinis Skor Grup PI Tingkat Penyakit

Normal

Gingivitis ringan

Kerusakan periodontal tahap

awal

Sudah ada kerusakan penyakit

periodontal

Penyakit periodontal terminal

0-0.2

0.3-0.9

1.0-1.9

2.0-4.9

5.0-8.0

Reversibel

Irreversibel

Periodontal Index (Russell).1

6.2 Periodontal Disease Index

Mengambil fitur paling berharga dari indeks yang ada dan menambahkan fitur baru

untuk mengkompensasi kekurangan indeks sebelumnya, Ramfjord mengembangkan

sistemnya sendiri untuk mengukur penyakit periodontal. Sistem ini dikenal sebagai

Periodontal Disease Index. Salah satu aspek unik dari indeks ini adalah pemeriksaan enam

gigi yang ditentukan dalam mulut atau dikenal dengan Ramfjord teeth.1

Page 29: Dhedy Dan Budhi

29

Gigi yang diperiksa 6 1 4

4 1 6

Aspek unik lainnya dari indeks penyakit periodontal adalah menggunakan Cemento

Enamel Junction (CEJ) sebagai penunjuk tetap untuk mengukur kehilangan perlekatan

periodontal.1

Untuk memulai penilaian menggunakan indeks ini, Pemeriksa mengeringkan daerah 6

gigi Ramfjord teeth. Lalu, pemeriksa menilai keparahan inflamasi gingiva 6 gigi Ramfjord

teeth. Skor gingiva untuk gigi bernilai dari G0 “inflamasi tidak ada” sampai G3 “gingivitis

berat”. Pada bagian mesial, fasial, distal, dan lingual masing – masing sisi dari 6 gigi, jarak

dari tepi bebas gusi ke CEJ dan jarak dari tepi bebas gusi ke dasar sulkus gingiva diukur

dalam milimeter dengan probe periodontal. Bila tepi bebas gusi terletak pada sementum,

Jarak tersebut dari CEJ dihitung sebagai angka negatif. Jarak CEJ ke dasar sulkus gingiva

adalah perbedaan dua pengukuran ini. Metode Ramfjord untuk mengukur jarak ini sering

disebut indirect method for measuring periodontal attachment loss. Skor Periodontal Disease

Index untuk tiap gigi didasarkan dari penilaian inflamasi gingiva dan kedalaman sulkus

gingiva pada hubungannya dengan CEJ. Bila sulkus gingiva tidak melebihi apikal bagian

Cemento Enamel Junction, skor Periodontal Disease Index untuk gigi adalah skor gingiva.

Bila sulkus gingiva berada di bawah Cemento Enamel Junction pada bagian manapun yang

diukur dengan 3 mm atau kurang, skor indeks adalah 4. Gigi dengan pengukuran sulkus 3

sampai 6 mm atau lebih maka diberikan nilai 5 atau 6. Nilai Periodontal Disease Index untuk

individu adalah jumlah skor gigi dibagi jumlah gigi diperiksa. Bila ada dari 6 gigi Ramfjord

teeth diperiksa hilang, tidak bisa digantikan gigi lain. Sebagai tambahan skor Periodontal

Disease Index untuk penyakit periodontal, indeks ini menyediakan metode menghitung skor

gigi untuk kalkulus, atrisi oklusal, mobilitas, dan kontak proksimal.1

Page 30: Dhedy Dan Budhi

30

Walaupun indeks ini jarang digunakan sekarang, dua aspek dari indeks ini sering

digunakan Pemilihan dari 6 gigi Ramfjord teeth dan metode pengukuran kedalaman poket

atau kehilangan perlekatan periodontal.1

Skor PDI = Jumlah skor gigi dari individu

Jumlah gigi yang diperiksa

Skor PDI grup = Jumlah skor PDI individu

Jumlah orang yang diperiksa

Nilai dan Kriteria Periodontal Disease Index

Penilaian Gingiva

G0 = Bebas dari peradangan

G1 = Peradangan gingiva ringan sampai sedang tanpa mengelilingi gigi

G2 = Peradangan gingiva ringan sampai berat dengan mengelilingi gigi

G3 = Gingivitis berat dengan adanya tanda kemerahan,cenderung terjadi

pendarahan, terdapat ulser

4 = Terdapat 2 sisi sulkus gingivanya sudah berada 3 mm tidak lebih dari

batas apikal CEJ

5 = Terdapat 2 sisi sulkus gingiva berada 3-6 apikal dari batas CEJ

6 = Pada satu sisi sulkus gingiva telah berada lebih dari 6 mm apikal dari

batas CEJ

Pengukuran Poket

Jarak dari free gingival margin sampai cemento enamel junction (CEJ) dan

jarak dari free gingival margin sampai dasar sulkus gingiva atau poket

diukur dari mesial, fasial, distal dan lingual pada setiap gigi yang diperiksa.

Pengukuran interproksimal lebih baik dilakukan pada daerah bukal dengan

menggunakan probe sejajar pada sumbu gigi.

Nilai dan Kriteria Periodontal Disease Index (Ramfjord, 1959).4

Page 31: Dhedy Dan Budhi

31

6.3 Community Index of Periodontal Treatment Needs (CPITN)

Pada tahun 1978 Who mengembangkan Community Periodontal Index of Treatment

Needs (CPITN) untuk survei epidemiologi. Kemudian tahun 1982 disempurnakan oleh

Ainamo, dkk. Perbedaan besar antara CPITN dan indeks lain adalah indeks ini tidak hanya

menentukan derajat keparahan gingivitis dan periodontitis, Juga menyediakan informasi

mengenai jenis proses penyakit dan terapi yang diperlukan. CPITN tidak hanya memberikan

kesimpulan tentang insidensi gingivitis dan periodontitis dalam populasi, namun juga beban

yang diperlukan, untuk uang dan waktu, yang berguna dalam perawatan populasi. CPITN

tidak mempertimbangkan kehilangan perlekatan pada gigi.5

Pemeriksaan dengan menggunakan indek ini harus menggunakan probe khusus yaitu

probe CPITN, yang mana probe ini dibuat untuk mengetahui kedalaman poket dan

keberadaan kalkulus subgingival. Kedalaman poket diukur melalui tanda batas hitam pada

probe dimulai dari 3,5 mm sampai 5,5 mm. Pada ujung probe terdapat tip berbentuk bola

dengan diameter 0,5 untuk mendeteksi kalkulus subgingival.

Gambar Probe CPITN

Prosedur pemeriksaannya pada pasien berumur 20 th atau lebih yang diperiksa 10 gigi

indeks ( 17,16,11,26,27,31,36,37,46,47) yang diambil gigi terparah setiap sektan. Pada pasien

berumur kurang dari 20 th yang diperiksa 6 gigi indeks (16,11,26,31,36,46).4

Page 32: Dhedy Dan Budhi

32

Kode CPITN Kebutuhan dirawat CPITN

0 = Sehat

1 = Bleeding on probing

2 = Kalkulus Subgingival terasa saat

probing, seluruh area hitam

probe masih terlihat

3 = Poket 4 sampai dengan 5 mm

(gingival margin berada pada area

hitam probe)

4 = Poket dalam ≥ 6 mm (area hitam

probe tidak terlihat)

0 = Perawatan di rumah

1 = OHI ( Oral Hygiene Instruction)

2 = 1 + skeling

3 = 1+2+ terapi kompleks

CPITN Index.5

Kebersihan mulut yang buruk adalah faktor terpenting yang mempengaruhi prevalensi

dan keparahan kerusakan periodontal. Faktor-faktor lain yang sudah pernah dibicarakan

dalam hubungannya dengan gingivitis, juga mempunyai peranan yang sama dengan

periodontitis kronis. Disini ada sedikit perbedaan jenis kelamin, keparahan kerusakan pada

semua kelompok usia kelihatannya lebih kecil pada wanita daripada pria, mungkin karena

kebersihan mulut yang lebih baik pada wanita.

Faktor sosial ekonomi, terutama tingkat pendidikan dan pendapatan, juga mempunyai

hubungan yang erat terhadap prevalensi dan keparahan. Individu dengan tingkat pendidikan

dan pendapatan yang tinggi umumnya mempunyai kebersihan mulut yang lebih baik dan

prevalensi penyakit periodontal yang lebih rendah dibandingkan dengan individu dengan

pendidikan dan pendapatan yang lebih rendah.

Page 33: Dhedy Dan Budhi

33

BAB VII

AGGRESSIVE PERIODONTITIS

Aggressive periodontitis dahulu dikenal dengan nama early-onset periodontitis.

Aggressive periodontitis merupakan kerusakan periodontal secara klinis yang terjadi saat

masa pubertas atau dewasa muda. Ada dua tipe dari aggressive periodontitis yaitu lokal dan

generalisata. Pada tipe lokal, dari gambaran radiografinya terlihat adanya kehilangan tulang

disekitar gigi Molar 1 dan gigi Insisivus. Sedangkan pada tipe generalisata terlihat kerusakan

jaringan periodontal yang lebih luas.1

Terdapat tiga kasus yang dapat didefinisikan sebagai aggressive periodontitis, yaitu:

Localized aggressive periodontitis : paling tidak satu gigi M1 dan satu gigi Insisivus

atau M2 dan dua gigi kaninus atau premolar yang hilang perlekatan jaringan

periodontalnya sebesar 3mm.

Generalized aggressive periodontitis : terdapat 4 gigi atau lebih yang kehilangan

perlekatan jaringannya lebih dari 3mm. Dan paling tidak melibatkan 2 gigi M2,

kaninus dan premolars.

Incidental loss of periodontal attachment : tidak diketemukan tanda-tanda yang

terdapat pada localized atau generalized. Satu atau lebih banyak gigi mengalami

hilangnya perlekatan lebih dari 3mm.

Berapa banyak kasus aggressive periodontitis terjadi? Beberapa penelitian dari

Amerika Serikat dan negara-negara lainnya menyebutkan bahwa prevalensi aggressive

periodontitis diperkirakan dibawah 1%. Dimana localized aggressive periodontitis 0,53%,

generalized aggressive periodontitis 0,13%.

Page 34: Dhedy Dan Budhi

34

A.Actinomycetemcomitans adalah bakteri yang banyak ditemukan dalam localized

aggressive periodontitis dan merupakan bakteri pathogen utama yang menyebabkan penyakit

ini. Dengan menghilangkan bakteri dari kasus ini ternyata didapatkan pemulihan secara

klinis. Bakteri ini menghasilkan leukotoksin yang kuat yang membunuh netrofil, yang

berperan penting dalam pertahanan terhadap infeksi periodontal.

Faktor yang lainnya yang berhubungan dengan pathogenesis aggressive periodontitis

adanya cacat dalam fungsi netrofil. Kemotaksis netrofil yang berkurang ditemukan pada

kasus localized aggressive periodontitis. Hal ini ditunjukkan bahwa 70% sampai 75% kasus

localized aggressive periodontitis ditemukan adanya kemotaksis netrofil yang berkurang.

Localized aggressive periodontitis dapat merupakan penyakit yang menurun.Tetapi tidak

semua kasus localized aggressive periodontitis terdapat kemotaksis netrofil yang berkurang

dan tidak semua kemotaksis netrofil yang berkurang merupakan kasus localized periodontitis.

Di sisi lain, terdapat faktor-faktor lain yang belum diketahui yang dapat berperan terhadap

pathogenesis aggressive periodontitis.1

Page 35: Dhedy Dan Budhi

35