dermatitis kontak alergi

22
DERMATITIS KONTAK ALERGI (DKA) I. DEFINISI Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi. 1 II. EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerjaan diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit akibat dermatitis kontak adalah 4-7%. Di skandinavia yang telah lama memakai uji tempel sebagai standar, terlihat insiden dermatitis kontak lebih tinggi dari pada di Amerika. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergi kira-kira hanya 10-20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergi di perkirakan terjadi pada 0,21% dari populasi penduduk. Secara umum usia tidak mempengaruhi

Upload: waris-muhammad

Post on 03-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dermatitis Kontak Alergi

DERMATITIS KONTAK ALERGI (DKA)

I. DEFINISI

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan

ulang dengan bahan luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau

mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang sebelumnya telah

tersensitasi.1

II. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada

pekerjaan diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit

akibat dermatitis kontak adalah 4-7%. Di skandinavia yang telah lama memakai uji

tempel sebagai standar, terlihat insiden dermatitis kontak lebih tinggi dari pada di

Amerika. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita

dermatitis kontak alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya

sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh

penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergi kira-kira hanya 10-

20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergi di perkirakan terjadi pada 0,21%

dari populasi penduduk. Secara umum usia tidak mempengaruhi timbulnya

sesitisasi namun dermatitis kontak alergi jarang dijuampai pada anak. Bila dilihat

dari jenis kelamin, prevalensi pada wanita adalah dua kali lipat dibanding pada

laki-laki. Selain itu, bangsa kaukasian lebih sering terkena dermatitis kontak alergi

dari pada ras bangsa lain.7

Di Indonesia laporan dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK Unsrat

Manado dari tahun 1988-1991 menunjukkan insiden dermatitis kontak sebesar

4,45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-

1992 dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr.

Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54%

tahun 1993 sebanyak 34,74 dan tahun 1994 sebanyak 40,05%. Dari data

Page 2: Dermatitis Kontak Alergi

kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat

3897 pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan

diagnosis dermatitis kontak. Dari bulan januari hingga juni 2001 terdapat 2122

pasien alergi dengan 645pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak . Di RSUD

H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik

alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kotak. Dari bulan januari

hingga juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita

dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis sebenarnya diperkirakan

10-50 kali lipat dari data statistik yang terlihat karena adanya kasus yang tidak

dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh

semakin meningkatnya pekembangan industri.7

III. ETIOGI

Yang menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah :

Bahan logam berat

Perhiasan, pakaian, jam tangan, gunting, peralatan masak

Semen, kulit

pewarna rambut, celana ketat, sepatu

Sarung tangan karet dan sepatu bot

Krim, salep, kosmetik

Nikel dan kobalt-kadang

Kromat

Paraphenylenediamine-digunakan dalam pewarna rambut

bahan kimia pengawet karet

Pengawet (parabenz, quarternium), balsam Peru, wewangian, lanolin, neomisin,

benzokain dalam obat salep.3

Page 3: Dermatitis Kontak Alergi

IV. PATOGENESIS

Karakteristik dermatitis alergi adalah:

1. Sebelumnya terpapar oleh alergen

2. 48-96 jam antara kontak dan perubahan pada kulit.

3. Sebelumnya tubuh telah terkontak dengan alergen yang sama di bagian

tubuh yang lainnya.

4. Menetapnya alergen dalam tubuh selama bertahun-tahun.3

Ada dua proses utama yang terlibat dalam dermatitis kontak alergi

yaitu sensitisasi (induksi, atau ekstremitas aferen, sensitivitas) dan elisitasi

(atau ekstremitas eferen) dermatitis kontak. Empat jenis reaksi

hipersensitivitas tipe lambat untuk eksogen bahan kimia, di antaranya

dermatitis kontak alergi adalah bentuk, telah diusulkan :

Th1-dimediasi-dengan melepaskan IFN-γ dan TNF-α, dan aktivasi

monosit dan makrofag pada dermatitis kontak alergi, eksantema bulosa

dan tes kulit tuberkulin

Th2-dimediasi-dengan pelepasan IL-5, IL-4, IL-13 dan eotaxin, sehingga

eosinophilic infl ammation terlihat di makulopapular dan eksantema

bulosa

Dimediasi oleh CD4 + sitotoksik dan sel T CD8 +, dengan pelepasan

perforin, granzim dan Fas-ligan, sehingga kontak alergi dermatitis,

makulopapular, pustular dan bulosa eksantema

Pelepasan CXCL-8 dan GM-CSF oleh sel T, sehingga rekrutmen

neutrofil di eksantema pustular.4

Fase Sensitisasi

Bahan kimia yang dapat bersifat sebagai alergen biasanya berat

molekulnya kecil (berat molekul <500 Da), larut dalam lemak dan ini disebut

sebagai hapten. Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum

Page 4: Dermatitis Kontak Alergi

korneum akan difagosit oleh sel langerhans, dan diproses secara kimiawi oleh

enzim lisosom atau sitosol dan kemudian berikatan dengan HLA-DR

membentuk antigen lengkap. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan

istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan

menstimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga

mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan

mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. 5

Sensitisasi hanya bisa terjadi jika hubungan dengan limpha nodus baik. Sel

langerhans yang membawa alergen melalui limphatik afferent menuju

parakortikal pada daerah limpha nodus, dimana akan berhubungan dengan

limfosit T.5

Sensitisasi adalah mungkin jika sambungan ke regio nodus limfa utuh.

Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1

(interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2.

Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk

memory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan

limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan

alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari,

dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah

tersensitasi.5

Fase Elisitasi

Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang dari antigen yang sama

dengan kosentrasi yang sama. Terjadi ± 24-48 jam, dimana terjadi proses yang

cepat. Antigen yan telah dikenal itu akan langsung mempengaruhi sel limfosit

T yang telah tersensitisasi yang kemudian akan dilepaskan sebagai mediator

yang akan menarik sel-sel radang. Hal inilah yang selanjutnya menimbulkan

gejala klinis dermatitis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan

merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang

IFN (interferon) gamma. IL-1 dan IFN gamma akan merangsang keratinosit

Page 5: Dermatitis Kontak Alergi

memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung

beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid

akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin

sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya

timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikel yang

akan tampak sebagai dermatitis.5

V. GEJALA KLINIK

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada

keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak

eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel

atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi

(basah). Dermatitis kontak alergi akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata,

penis, skrotum, eritema dan edema. Pada yang kronis terlihat kulit kering

berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura, batasnya tidak jelas.

Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin

penyebabnya juga campuran.6

Dermatitis kontak alergi dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara

autosensitisasi. Kulit kepala, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap

dermatitis kontak alergi.6

Gambar 1 kulit tampak kemerahan dan bula. Dikutip dari kepustakaan 7

Page 6: Dermatitis Kontak Alergi

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala yang dialami dan

kemungkinan alergen penyebab, pemeriksaan fisik untuk melihat gejala alergi

yang tampak, dan apabila masih terdapat keraguan harus dilakukan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan penunjang tersebut dapat dilakukan secara in vivo

ataupun in vitro.8

1. Pemeriksaan In Vitro

a. Hitung eosinofil total

Pemeriksaan hitung eosinofil total perlu dilakukan untuk

menunjang diagnosis dan mengevaluasi pengobatan penyakit alergi.

Eosinofilia apabila dijumpai jumlah eosinofil darah lebih dari 450

eosinofil/µL.1 Hitung eosinofil total dengan kamar hitung lebih

akurat dibandingkan persentase hitung jenis eosinofil sediaan apus

darah tepi dikalikan hitung leukosit total. Eosinofilia sedang (15%-

40%) didapatkan pada penyakit alergi, infeksi parasit, pajanan obat,

keganasan, dan defisiensi imun, sedangkan eosinofilia yang

berlebihan (50%-90%) ditemukan pada migrasi larva Dibandingkan

IgE, eosinofilia menunjukkan korelasi yang lebih kuat dengan

sinusitis berat maupun sinusitis kronis. Jumlah eosinofil darah dapat

berkurang akibat infeksi dan pemberian kortikosteroid secara

sistemik.8

b. Hitung eosinofil dalam secret

Peningkatan jumlah eosinofil dalam apusan sekret hidung

merupakan indikator yang lebih sensitif dibandingkan eosinofilia

darah tepi, dan dapat membedakan rinitis alergi dari rinitis akibat

penyebab lain. Meskipun demikian tidak dapat menentukan alergen

penyebab yang spesifik. Esinofilia nasal pada anak apabila ditemukan

eosinofil lebih dari 4% dalam apusan sekret hidung, sedangkan pada

remaja dan dewasa bila lebih dari 10%. Eosinofilia sekret hidung juga

Page 7: Dermatitis Kontak Alergi

dapat memperkirakan respons terapi dengan kortikosteroid hidung

topikal. Hitung eosinofil juga dapat dilakukan pada sekret bronkus

dan konjungtiva.8

c. Kadar serum IgE total

Peningkatan kadar IgE serum sering didapatkan pada penyakit

alergi sehingga seringkali dilakukan untuk menunjang diagnosis

penyakit alergi. Pasien dengan dermatitis atopi memiliki kadar IgE

tertinggi dan pasien asma memiliki kadar IgE yang lebih tinggi

dibandingkan rinitis alergi.1 Meskipun rerata kadar IgE total pasien

alergi di populasi lebih tinggi dibandingkan pasien non-alergi, namun

adanya tumpang tindih kadar IgE pada populasi alergi dan non-alergi

menyebabkan nilai diagnostik IgE total rendah.Kadar IgE total

didapatkan normal pada 50% pasien alergi, dan sebaliknya meningkat

pada penyakit non-alergi (infeksi virus/jamur, imunodefisiensi,

keganasan).8

d. Kadar IgE spesifik

Pemeriksaan kadar IgE spesifik untuk suatu alergen tertentu

dapat dilakukan secara in vivo dengan uji kulit atau secara in vitro

dengan metode RAST (Radio Allergosorbent Test), ELISA (Enzyme-

linked Immunosorbent Assay), atau RAST enzim. Kelebihan metode

RAST dibanding uji kulit adalah keamanan dan hasilnya tidak

dipengaruhi oleh obat maupun kelainan kulit. Hasil RAST berkorelasi

cukup baik dengan uji kulit dan uji provokasi, namun sensitivitas

RAST lebih rendah.8

2. Pemeriksaan In Vivo

a. Uji kulit

Sel mast dengan IgE spesifik untuk alergen tertentu berlekatan

dengan reseptor yang berafinitas tinggi pada kulit pasien dengan

alergi. Kontak sejumlah kecil alergen pada kulit pasien yang alergi

Page 8: Dermatitis Kontak Alergi

dengan alergen akan menimbulkan hubungan silang antara alergen

dengan sel mast permukaan kulit, yang akhirnya mencetuskan aktivasi

sel mast dan melepaskan berbagai preformed dan newly generated

mediator. Histamin merupakan mediator utama dalam timbulnya

reaksi wheal, gatal, dan kemerahan pada kulit (hasil uji kulit positif).

Reaksi kemerahan kulit ini terjadi segera, mencapai puncak dalam

waktu 20 menit dan mereda setelah 20-30 menit. Beberapa pasien

menunjukkan edema yang lebih lugas dengan batas yang tidak terlalu

jelas dan dasar kemerahan selama 6-12 jam dan berakhir setelah 24

jam (fase lambat).8

Terdapat 3 cara untuk melakukan uji kulit, yaitu cara

intradermal, uji tusuk (skin prick test/SPT), dan uji gores (scratch

test).8

Uji kulit intradermal: 0,01-0,02 ml ekstrak alergen disuntikkan

ke dalam lapisan dermis sehingga timbul gelembung berdiameter 3

mm. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi,

lalu ditingkatkan berangsur dengan konsentrasi 10 kali lipat hingga

berindurasi 5-15 mm. Teknik uji kulit intradermal lebih sensitif

dibanding skin prick test (SPT), namun tidak direkomendasikan untuk

alergen makanan karena dapat mencetuskan reaksi anafilaksis.8

Uji gores (scratch test): sudah banyak ditinggalkan karena

kurang akurat. Uji tusuk (skin prick test/SPT): Uji tusuk dapat

dilakukan pada alergen hirup, alergen di tempat kerja, dan alergen

makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah dengan

jarak minimal 2 cm dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes

ekstrak alergen dalam gliserin diletakkan pada permukaan kulit.

Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkit ke atas dengan jarum

khusus untuk uji tusuk. Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2

mm. Preparat antihistamin, efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan β-

Page 9: Dermatitis Kontak Alergi

agonis dapat mengurangi reaktivitas kulit, sehingga harus dihentikan

sebelum uji kulit. Uji kulit paling baik dilakukan setelah pasien

berusia tiga tahun. Sensitivitas SPT terhadap alergen makanan.8

lebih rendah dibanding alergen hirup. Dibanding uji

intradermal, SPT memiliki sensitivitas yang lebih rendah namun

spesifisitasnya lebih tinggi dan memiliki korelasi yang lebih baik

dengan gejala yang timbul.8

b. Uji Provokasi

Uji provokasi dilakukan untuk melihat hubungan antara

paparan alergen dengan gejala pada berbagai organ (kulit,

konjungtiva, saluran cerna, paru), maka dapat dilakukan uji

provokasi.8

Uji provokasi bronkial, ekstrak alergen dengan

konsentrasi yang makin tinggi dihirup melalui

nebulizer untuk melihat obstruksi jalan napas.

Atkins dalam penelitian menunjukkan bahwa uji

provokasi bronkial berkorelasi baik dengan uji kulit

maupun uji alergi in vitro.8

Uji provokasi makanan, dilakukan berdasarkan riwayat

makanan yang dicurigai serta hasil uji kulit ataupun RAST

terhadap makanan tersebut. Pelaksanaannya dapat

dilakukan secara terbuka, single-blind, double-blind, atau

double-blind placebo-controlled. Jika uji kulit negatif dan

riwayat reaksi terhadap makanan meragukan maka uji

provokasi makanan terbuka dapat dilakukan setelah

melakukan diet eliminasi selama tiga minggu. Pada uji

provokasi susu sapi dilakukan dengan memberikan susu

sapi mulai dari 1 tetes/15 menit hingga 30 ml/15 menit, dan

Page 10: Dermatitis Kontak Alergi

bila telah mencapai 200 ml tidak terjadi reaksi alergi, maka

pasien dapat mengkonsumsi susu sapi.8

Uji provokasi sekum (colonoscopic allergen

provocationlCOLAP), dilakukan melalui kolonoskopi

dengan menyuntikkan ekstrak alergen ke dalam mukosa

sekum. Hasil positif berupa pembentukan wheal dan

kemerahan pada mukosa. Derajat alergi ditentukan secara

semikuantitatif, yaitu 0=tidak ada reaksi, 1=meragukan,

2=reaksi sedang (diameter <1 cm), 3=reaksi berat (1-2 cm),

dan 4=reaksi maksimal (>2 cm).10 Hasil COLAP sesuai

dengan riwayat alergi, namun tidak sesuai dengan hasil

SPT dan RAST. Kejadian kemungkinan karena IgE

spesifik mukosa usus tidak beredar secara sistemik, atau

reaksi hipersensitivitas pada usus bukan (bukan hanya)

merupakan mekanisme yang IgE-tergantung.8

Uji tempel (patch test), pada umumnya digunakan pada

kasus dermatitis kontak. Alergen yang dicurigai diletakkan

pada kulit dan hasil positif berupa reaksi eksatema dalam

48-72 jam. Selain pada dermatitis kontak, uji tempel juga

dilakukan untuk mendiagnosis alergi makanan pada anak

dengan dermatitis atopi dan esofagitis eosinofilik.

Dijumpai 67% anak dengan uji provokasi susu sapi yang

positif menunjukkan hasil SPT (reaksi alergi tipe cepat)

yang positif, sedangkan uji tempel menunjukkan hasil yang

negatif. Sebaliknya, uji tempel positif pada 89% anak

dengan reaksi alergi tipe lambat (25-44 jam). Dikatakan

bahwa kombinasi uji tusuk dan uji tempel memiliki nilai

prediksi positif tertinggi dan dapat menggantikan uji

provokasi makanan.8

Page 11: Dermatitis Kontak Alergi

Immuno CAP Phadiatop Infant (PI), berguna untuk

mendeteksi IgE pada bayi hingga usia 2 tahun. Apabila

dibandingkan dengan skin prick test (SPT) dan RAST pada

bayi dengan hasil SPT dan RAST seluruhnya positif atau

negatif, maka PI memiliki sensitivitas 96%, spesifisitas

98%, nilai prediktif positif 89%, dan nilai prediktif negatif

99% namun pada bayi dengan hasil SPT atau RAST positif,

PI menunjukkan sensitivitas 82%, spesifisitas 98%, nilai

prediktif positif 94%, dan nilai prediktif negatif 95%.

Terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara

eksim dan hasil PI yang positif, namun korelasi dengan

gejala asma dan rinokonjungtivitis tidak meyakinkan

karena di atas usia dua tahun telah terdapat peran infeksi

virus. Dengan demikian PI dapat digunakan sebagai

pemeriksaan alergi pada bayi karena dapat menggantikan

SPT dan tidak memerlukan seleksi antigen spesifik baik

pada SPT maupun RAST.8

Microarrayed Allergen Molecules, dapat diketahui molekul

alergen penyebab sehingga dapat memberi informasi

tentang profit reaktivitas alergi dan dapat mengidentifikasi

dengan tepat molekul yang digunakan dalam imunoterapi.

Beberapa dekade yang lampau terdapat berbagai metode

pemeriksaan alergi yang saat ini telah ditinggalkan karena

tidak sesuai dengan patofisiologi penyakit alergi, antara

lain uji alergi sitotoksik (cytotoxic allergy testing), uji

provokasi, dan netralisasi (provocative and neutralization

testing) secara subkutan ataupun sublingual, imunoterapi

dengan titrasi kulit (skin titration method of

inzinunotlwrapy), urine autoinjection (autogenous urine

Page 12: Dermatitis Kontak Alergi

immunization), dan pemeriksaan kadar IgG serum terhadap

makanan tertentu.8

VII. PENTALAKSANAAN

1. Terapi Non Farmakologi

a. Membersihkan dengan cara mengompres kulit yang teriritasi dengan

air hangat.

b. Memberikan edukasi mengenai kegiatan yang beresiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

c. Menghindari substansi alergen

d. Mengganti semua pakaian yang terkean alergen

e. Mencuci bagian yang yang terapapar secepat mungkin dengan sabun,

jika tidak ada sabun bilas dengan air.

f. Menghindari air bekas cucian / bilasan kulit yang terpapar alergen

g. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan

pakaian lain

h. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen

i. Gunakan perlengkapan / pakaian pelindung saat melakukan aktivitas

yang beresiko terhadap paparan alergen.7

2. Terapi Farmakologi

Umum : Hindari faktor penyebab

Khusus :

a) Sistemik :

Antihistamin

Kortikosteroid : metilprednison, metilprednisolon, atau

triamsinolon.

b) Topikal

Jika lesi basah diberi kompres KMnO4 1/5000. Jika sudah

mengering diberi kortikosteroid topikal seperti hidrokortison 1-

Page 13: Dermatitis Kontak Alergi

2%, triamsinolon 0,1%, fluosinolon 0,025%, desoksimetason 2-

2,5 dan betametason-dipropionat 0,05%.9

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Perbandingan Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi.5

Gambaran klinis Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergi

Patogenesis Efek sitotoksik langsungReaksi T cell–mediated immune

Setiap orang Golongan minoritas

Onset

Onset sedang (chemical burns)12–48 jam sebelum tersensitisasi.Setelah terpapar bahan iritan lemah yang berulang

12-48 jam sebelum tersensitisasi

Tanda

Ekzema subakut atau kronik dengan deskuamasi dan fisura.

Ekzema akut sampai subakut dengan vesikel

Gejala Nyeri dan sensasi terbakar PruritusKonsentrasi kontaktan Tinggi RendahPemeriksaan Tidak ada Patch or prick tests

Page 14: Dermatitis Kontak Alergi

IX. PROGNOSISPrognosis pada dermatitis kontak alegi tergantung dari penyebab dan cara menghindari paparan alergi penyebabnya.4

Gambar 2. Dermatitis kontak iritan pada tangan karena terkena bahan dindustri.

Dikutip dari kepustakaan 2

Gambar 3. Dermatitis kontak alergi pada tangan karena terkena bahan industri.

Dikutip dari kepustakaan 2