dbd

57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus 1,2 yang tersebar luas di rumah-rumah dan tempat umum di seluruh wilayah Indonesia kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter dari permukaan laut. 2 Penyakit ini terutama menyerang anak yang ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat mengakibatkan kematian. 1 Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. 1 Data dari seluruh dunia menyatakan bahwa Asia dan Amerika Latin merupakan jumlah penderita DBD terbanyak hampir setiap tahunnya. 3 Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. 4,5 1

Upload: andhika-ferdinando-situmorang

Post on 08-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DEMAM BERDARAH DENGUE

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti dan Aedes albopictus 1,2 yang tersebar luas di rumah-rumah dan tempat

umum di seluruh wilayah Indonesia kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000

meter dari permukaan laut.2 Penyakit ini terutama menyerang anak yang ditandai

dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat mengakibatkan kematian.1

Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-

tropis.1 Data dari seluruh dunia menyatakan bahwa Asia dan Amerika Latin

merupakan jumlah penderita DBD terbanyak hampir setiap tahunnya. 3

Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health

Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus

DBD tertinggi di Asia Tenggara.4,5

Demam berdarah di Indonesia pertama kali ditemukan di kota Surabaya

pada tahun 1968 6, di mana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya

meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Jumlah penderita dan luas

daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas

dan kepadatan penduduk, hingga penyakit ini menyebar luas ke seluruh

Indonesia.4,6

DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia selama 41

tahun terakhir.4,7 Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa

provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita

1

79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih.7 Telah terjadi

peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD,

dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada

tahun 2009. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun

1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.4

Berdasarkan data dan laporan DBD yang berhasil dikumpulkan oleh Dinas

Kesehatan Provinsi Riau sepanjang tahun 2007 (data terakhir 3 Januari 2008)

jumlah kasus DBD cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan

tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2005 berjumlah 1897 kasus (IR = 42,2

per 100.000 penduduk), tahun 2006 berjumlah 948 kasus (IR = 21,3 per 100.000

penduduk), dan tahun 2007 berjumlah 759 kasus (IR = 17,6 per 100.000

penduduk).6

Faktor-faktor yang berkaitan dalam penularan demam berdarah

diantaranya kepadatan penduduk, kualitas perumahan, pembuangan sampah dan

juga perilaku hidup masyarakat.7,8 Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan

kejadian DBD adalah perilaku masyarakat yang mencakup pengetahuan, sikap

dan tindakan. Masyarakat yang paling berperan dalam penularan demam berdarah

adalah ibu rumah tangga, karena ibu rumah tangga yang berperan aktif

membersihkan dan mengatur lingkungan rumah tangga.9

Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 di Kota Medan dan di

Pekanbaru pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan, sikap

dan tindakan masyarakat mengenai DBD berada dalam kriteria sedang. Kriteria

sedang tersebut menunjukkan bahwa masyarakat tidak sepenuhnya tahu tentang

2

penyakit DBD.9,10 Perubahan pola prilaku untuk hidup bersih dan sehat dapat

mencegah penularan demam berdarah.8,11,12

Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian P2M Puskesmas

Selatpanjang Kota, diketahui bahwa tidak adanya data mengenai tingkat

pengetahuan, sikap dan tindakan ibu tentang DBD.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu tentang DBD di

Posyandu sukaramai wilayah kerja UPT Puskesmas Selatpanjang Kota.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu tentang DBD di

Posyandu Sukaramai wilayah kerja UPT Puskesmas Selatpanjang Kota?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu tentang

DBD di posyandu Sukaramai wilayah kerja UPT puskesmas Selatpanjang Kota.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Bagi Puskesmas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dan informasi tentang pengetahuan, sikap dan tindakan ibu di posyandu

Sukaramai wilayah kerja UPT selatpanjang Kota.

2. Bagi peneliti untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga

dalam pendidikan khususnya tentang penyakit DBD.

3

1.5. Orisinalitas

NoAutor, judul penelitian,

TahunDesain Hasil

1. Akhmadi dkk. Hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap demam berdarah dengue dikota banjarbaru kalimantan selatan tahun 2012

Cross-sectional Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penyakit DBD diwilayah puskesmas Liang Anggang, Puskesmas Cempaka, Puskesmas Sungai Besar, Puskesmas Banjar Baru Utara kota Banjarbaru adalah Cukup. Tingkat tindakan baik, Tingkat perilaku baik.

2. Saleha Sungkar, pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat dan kepadatan Aedes aegypti di kecamatan Bayah, provinsi Banten

Eksperimental Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan warga mengenai PSN meningkat setelah diberikan penyuluhan. Meskipun demikian, peningkatan pengetahuan tidak diikuti dengan penurunan kepadatan dan penyebaran Ae. aegypti yang berarti penyuluhan saja tidak cukup menghasilkan perubahan perilaku.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian-penelitian di atas

adalah:

1. Desain penelitian berbeda, pada penelitian ini digunakan desain penelitian

deskriptif analitik sedangkan penelitian diatas menggunakan studi cross

sectional dan eksperimental.

2. Variabel yang akan diteliti adalah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

ibu tentang DBD sedangkan penelitian diatas variabel yang diteliti adalah

pengetahuan, sikap dan perilaku tehadap DBD, tingkat pengetahuan

masyarakat dan kepadatan Aedes aegypti.

4

3. Perbedaan tempat penelitian, penelitian ini dilakukan di Posyandu sukaramai

wilayah kerja Puskesmas Selatpanjang Kota, Riau perbedaan tempat ini

memungkinkan didapatkan hasil yang berbeda.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus 1,2

2.1.2 Etiologi

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk

dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal

sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe

yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, yaitu: DEN-1, DEN-2,

DEN-3 dan DEN-4, dan serotipe yang dominan atau diasumsikan paling banyak

menunjukkan manifestasi klinik yang berat adalah serotipe DEN-3. 13,14

2.1.3 Vektor DBD

Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang

menjadi vektor utama serta Aedes albopictus yang menjadi vektor pendamping.15

Kedua spesies nyamuk tersebut termasuk ke dalam genus Aedes dan famili

Culicidae. 16,17,18

Kedua spesies nyamuk itu ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, hidup

optimal pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut,16 tapi dari beberapa

laporan dapat ditemukan pada daerah dengan ketinggian sampai dengan 1.500

meter,15 bahkan di India dilaporkan dapat ditemukan pada ketinggian 2.121 meter

6

serta di Kolombia pada ketinggian 2.200 meter.18 Secara morfologi keduanya

sangat mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada

skutumnya.2 Skutum Aedes aegypti berwarna hitam dengan strip putih sejajar di

bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih

sedangkan skutum Aedes albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu

garis putih tebal di bagian dorsalnya.19 Nyamuk Aedes aegypti mempunyai dua

subspesies yaitu Aedes aegypti queenslandensis dan Aedes aegypti formosus.

Subspesies Aedes aegypti queenslandensis hidup bebas di Afrika, sedangkan

subspesies Aedes aegypti formosus hidup di daerah tropis yang dikenal efektif

menularkan virus DBD dan lebih berbahaya dibandingkan dengan subspesies

Aedes aegypti queenslandensis.19,20

Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti20

2.1.4 Cara Penularan DBD

Penularan DBD dapat terjadi selama terdapat nyamuk penularnya.2

Berdasarkan teori infeksi sekunder, infeksi dengan satu tipe virus dengue saja,

hanya akan menimbulkan demam dengue (DD) 2,14,21 sedangkan seseorang

dikatakan terserang DBD jika terjadi infeksi ulangan dengan virus dengue tipe

7

yang berlainan dengan infeksi sebelumnya, misalnya infeksi pertama dengan virus

DEN-1, infeksi kedua dengan virus DEN-2.2,21

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus

dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. 2,13 Di tubuh manusia, virus

memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum

menimbulkan penyakit.1,2,13,15 Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat

terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2

hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.13,15 Kemudian virus yang

berada di kelenjar liur nyamuk berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic

incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat

gigitan berikutnya.1,2,13

2.1.5 Faktor Resiko Penularan DBD

Salah satu faktor resiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk

perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan

prasarana transportasi serta terganggu atau melemahnya pengendalian

populasi.21,22,23

Faktor resiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak

mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat,

pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. 19,20,24 Tetapi di lain

pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang

biasa berpergian.22,24,24,26

8

2.1.6 Manifestasi Klinis DBD

Berdasarkan kriteria WHO diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di

bawah ini dipenuhi:13

Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

o Uji bendung positif

o Petekie, ekimosis atau purpura

o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)

o Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)

sebagai berikut:

o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur

dan jenis kelamin

o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

Kriteria dengue berat bila ditemukan hal berikut:10

Kebocoran plasma berat yang bertendensi menyebabkan syok, terdapat tanda

akumulasi cairan yang disertai distres respirasi

Perdarahan berat

Kerusakan organ berat (hati, SSP, gangguan kesadaran, gangguan fungsi

organ lain).

9

2.1.7 Derajat Keparahan DBD

Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu :

Derajat I dengan tanda demam disertai gejala tidak khas dan uji tourniquet

positif.

Derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain.

Derajat III yang ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan

lemah serta penurunan tekanan nadi (≤ 20 mmHg), hipotensi (sistolik

menurun sampai ≤ 80 mmHg), sianosis sekitar mulut, akral dingin, kulit

lembab dan pasien tampak gelisah.

Derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak

dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. 10,27,28

2.1.8 Pencegahan DBD

Untuk melakukan pencegahan DBD, maka terlebih dahulu dilakukan

pemberantasan terhadap nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama penyebar

virus dengue.29

Ada 2 cara pemberantasan DBD, yaitu :29

a. Pemberantasan nyamuk dewasa

Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan

(pengasapan/fogging) dengan insektisida seperti organofosfat (misalnya malation,

fenitrotion), piretroid sintetik (misalnya lamda sihalotrin, permetrin), atau

karbamat.29

b. Pemberantasan jentik

10

Pemberantasan jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah

pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dilakukan dengan cara :15,20,29

o Kimia : pemberantasan larva dilakukan dengan larvasida yang dikenal dengan

istilah abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos. Formulasi

temefos yang digunakan adalah granules (sandgranules). Dosis yang

digunakan 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter

air. Abatisasi dengan temefos tersebut mempunyai efek residu 3 bulan.

o Biologi : misalnya memelihara ikan pemakan jentik (seperti ikan kepala

timah, ikan guppy).

o Fisik : cara ini dikenal dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)

yaitu menguras bak mandi, bak WC, menutup penampungan air rumah tangga

(tempayan, drum, dan lain-lain), serta mengubur atau memusnahkan barang

bekas (seperti kaleng, ban, dan lain-lain). Pengurasan tempat penampungan

air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali

agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu.

Selain hal tersebut diatas, upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD

dilakukan dengan cara :

a. Mengganti air vas bunga, perangkap semut, air tempat minum burung

seminggu sekali dengan tujuan untuk merusak telur atau jentik nyamuk.

b. Mencegah barang-barang atau pakaian-pakaian yang bergelantungan

diruangan.

c. Melindungi diri dari gigitan nyamuk antara lain dengan menggunakan

pakaian pelindung, menggunakan anti nyamuk bakar, anti nyamuk lotion

11

(repellent), anti nyamuk semprot atau listrik, dan menggunakan kelambu

baik yang dicelup larutan insektisida maupun tidak.

d. Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan rumah yang memadai.

e. Memasang kawat kasa

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Definisi

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.30,31

Pengetahuan juga termasuk mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali

kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan

terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek

tertentu. 32,33

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut:30

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) suatu

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, hal ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang upaya yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan

dan sebagainya.

12

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan, mencontohkan, menyimpulkan, meramalkan dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya (real). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode dan sebagainya

dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi

dan masih ada kaitan suatu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti dapat mengambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi-formulasi yang ada.

13

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu

kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2.3 Sumber Pengetahuan

Notoatmodjo menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari:30

1. Media cetak : koran, makalah, jurnal, selebaran dan sebagainya.

2. Media elektronik : televisi, radio, internet dan sebagainya.

3. Spanduk, umbul – umbul dan sebagainya.

4. Bermacam – macam papan nama.

2.2.4 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 

yaitu:30

1. Sosial ekonomi

Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang.

Individu yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik,

dimungkinkan lebih memiliki sikap positif memandang diri dan dan masa

depannya dibandingkan mereka yang bersal dari keluarga dengan status ekonomi

rendah.

2. Sosial budaya

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran

apakah yang dilakukan baik atau buruk. Sosial termasuk didalamnya pandangan

agama, kelompok etnis dapat mempengaruhi proses pengetahuan khususnya

dalam penerapan nilai-nilai keagamaan untuk memperkuat kepribadian.

14

3. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal-hal baru dan

mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut.

4. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan atau suatu cara untuk menetahui

kebenaran pengetahuan denan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

5. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia dewasa

individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta

lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri

menuju usia tua. Berdasarkan psikologi perkembangan, masa dewasa terbagi atas :

Masa dewasa dini : 18-40 tahun

Masa dewasa madya : 41-60 tahun

Masa lanjut usia : > 61 tahun

6. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap

proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan

tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspon

sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Pemerintah memegang peranan penting

dalam mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai DBD baik itu melalui

15

penyuluhan kesehatan maupun program-program yang diadakan untuk mencegah

DBD, misalnya program pemberantasan sarang nyamuk plus (3M plus).

2.2.5 Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden.30

2.3 Sikap

2.3.1 Definisi

Sikap (attitude) adalah kesiapan seseorang untuk bertingkah laku

merespon sesuatu baik terhadap rangsangan positif maupun rangsangan negatif

dari suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk

berprilaku.33

2.3.2 Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan antara lain :

a. Menerima (Receiving)

Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.

16

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Mempunyai tanggung jawab terhadap sesuatu yang dipilihnya dengan

segala resiko.

2.3.3 Cara Mengukur Sikap

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung yang dapat dinyatakan

bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

2.4 Tindakan

2.4.1 Definisi

Tindakan (practice) merupakan salah satu domain operasional dari prilaku

kesehatan.30 Tindakan merupakan overt behavior atau suatu respon nyata

seseorang terhadap adanya stimulus. Tindakan yang dilakukan seseorang setelah

mengetahui dan menilai suatu stimulus.34

2.4.2 Tingkatan Tindakan

Berdasarkan kualitasnya, tindakan dibedakan menjadi tiga tingkatan

yaitu35 :

1. Tindakan terpimpin (guided response)

Apabila seseorang telah melakukan suatu kegiatan tetapi masih tergantung

tuntunan maupun panduan orang lain.

2. Tindakan secara mekanisme (mechanisme response)

Apabila seseorang telah melakukan suatu kegitaan secara otomatis,

Tindakan ini dilakukan tanpa perintah dari orang lain.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi merupakan tindakan yang tidak sekedar rutinitas, sudah

berkembang dan dilakukan modifikasi, sehingga menjadi prilaku yang berkualitas.

17

Berikut ini merupakan bentuk tindakan kesehatan :36

1. Tindakan sehubungan dengan penyakit (mencakup pencegahan maupun

penyembuhan penyakit).

2. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

3. Tindakan kesehatan lingkungan

2.4.3 Cara Mengukur Tindakan

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

atau bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.11

Tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan dibagi dalam 3 kategori,

yaitu:31,37

a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh

pertanyaan.

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh

pertanyaan.

c. Rendah : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari

seluruh pertanyaan

2.5 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Terhadap Terjadinya

DBD

Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan DBD

berpengaruh pada sikap dan tindakan masyarakat yang mengakibatkan kurangnya

pemberantasan sarang nyamuk. Akibat kurangnya pemberantasan sarang nyamuk

18

menyebabkan meningkatnya jumlah kasus dan bertambahnya wilayah yang

terjangkit DBD.38

2.6 Kerangka Teori

Bagan 1. Kerangka teori30

2.7 Kerangka Konsep

Bagan 2. Kerangka Konsep

19

Pengetahuan , sikap dan tindakan

ibu tentang DBD

Pengalaman

Lingkungan

Pengetahuan ibu

tentang DBD

Tingkat Pendidikan

Sosial budaya

Sosial ekonomi

Usia

Sikap ibu

tantang DBD

Tindakan ibu

BAB III

METODE

3.1. Penelitian

3.1.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasi studi analisis deskriptif

dengan menggunakan data primer untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap

dan tindakan ibu tentang DBD di Posyandu Sukaramai wilayah kerja Puskesmas

selatpanjang Kota.

3.1.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Sukaramai Selatpanjang Kota, dan

penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015.

3.1.3. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang berkunjung ke

posyandu Sukaramai wilayah kerja UPT Puskesmas Selatpanjang pada bulan

Agustus tahun 2015 yang menyetujui untuk mengikuti penelitian yang

ditunjukkan dengan menandatangani informed consent.

3.1.4. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil berdasarkan non random sampling

dengan tekhnik consecutive sampling yaitu semua subyek yang datang dan

memenuhi criteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian. Sampel diambil

dengan menggunakan kriteia inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi yang meliputi

mengisi informed consent dan menjawab semua pertanyaan yang diberikan

dengan lengkap. Kriteria ekslusi dinyatakan jika responden tidak mengisi

informed consent dan tidak menjawab semua pernyataan dengan lengkap.

20

3.1.5. Pengolahan Data dan Analisa Data

a. Pengumpulan data

Data primer diperoleh secara langsung dari responden dengan

menggunakan kuesioner kepada responden yang terpilih sebagai sampel yang

berisi pernyataan dan pilihan jawaban yang telah disiapkan. Data lalu dimasukkan

dan diolah dengan menggunakan program statistik.

b. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Editing

Meneliti kembali kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan

makna jawaban, dan kesesuaian jawaban satu dengan yang lain, relevansi

jawaban, dan keseragaman satuan data.

2) Koding

Mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan cara

menandai masing-masing jawaban dengan kode tertentu.

3) Tabulating

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian

dimasukkan ke dalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap pertanyaan yang sudah

diberi nilai, hasilnya dijumlahkan sesuai dengan jumlah pertanyaan dalam

kuesioner.

4) Penetapan Skor

Penilaian data dengan memberikan skor untuk pernyataan yang

menyangkut variabel penelitian. Untuk tiap variabel, skor yang ada dijumlahkan,

dan masing-masing responden mendapatkan total skor untuk setiap variabel.

21

3.1.6 Analisis Data

1) Analisis univariat

Analisis univariat menggunakan analisis persentase dari seluruh responden

yang dilibatkan dalam penelitian, yang menggambarkan komposisi karekteristik

responden yang ditinjau dari berbagai segi. Karekteristik masyarakat yang

dianalisis adalah pengetahuan, sikap dan tindakan tentang DBD. Hasil analisis

univariat digambarkan dalam tabel distribusi frekuensi dan kemudian dilakukan

pembahasan.

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel

Variabel yang diteliti adalah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu

tentang DBD di Posyandu Sukaramai wilayah kerja UPT Puskesmas selatpanjang

Kota.

3.2.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Tingkat pengetahuan ibu tentang

DBD

Sikap ibu tentang DBD

Tindakan ibu tentang

DBD

Pengetahuan ibu mengenai

penyakit demam berdarah dengue (berdasarkan skor

kuesioner)

Tanggapan atau reaksi responden

mengenai pencegahan DBD

Segala sesuatu yang telah dilakukan

responden yang

Kuesioner

Kuesioner

Kuesioner

Tingkat pengetahuan

responden baik jika (76-100%),

cukup (56-75%), rendah (<56%)

sikap responden baik jika (76-100%), cukup (56-75%), rendah (<56%)tindakan responden baik jika (76-100%), cukup (56-75%),

Ordinal

Ordinal

Ordinal

22

berhubungan dengan

pencegahan DBD

rendah (<56%)

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Instrumen

Kuesioner

Berisi identitas responden dan pernyataan-pernyataan untuk mengukur

tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu tentang DBD, jika responden

menjawab benar maka mendapatkan nilai 1 dan jika jawaban salah mendapatkan

nilai 0.

3.3.2. Pengumpulan Data

1. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari responden

melalui kuesioner.

2. Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari Puskesmas

Selatpanjang Kota mengenai kondisi tempat penelitian, jumlah warga dan

jumlah kejadian DBD setiap tahunnya yang berada di wilayah kerja UPT

puskesmas Selatpanjang Kota.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

23

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Selatpanjang Kota

UPT puskesmas selatpanjang Kota merupakan salah satu puskesmas di

Kabupaten Kepulauan Meranti yang mempunyai luas wilayah 823 Km2 dari 2

Kelurahan dan 10 Desa. Penduduk UPT Puskesmas Selatpanjang tahun 2014

berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2014 adalah berjumlah 37205 jiwa, dengan

kepadatan penduduk 5.0 jiwa / Km2., dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rangsang Barat.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Sumatra.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tebing Tinggi Barat.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rangsang

Secara geografis kabupaten Kepulauan Meranti berada pada koordinat

antara sekitar 0° 42' 30" - 1° 28' 0" LU, dan 102° 12' 0" - 103° 10' 0" BT, dan

terletak pada bagian pesisir timur pulau Sumatera, dengan pesisir pantai yang

berbatasan dengan sejumlah negara tetangga dan masuk dalam daerah Segitiga

Pertumbuhan Ekonomi (Growth Triagle) Indonesia - Malaysia - Singapore (IMS-

GT ) dan secara tidak langsung sudah menjadi daerah Hinterland Kawasan Free

Trade Zone (FTZ) Batam - Tj. Balai Karimun.

4.2 Karekteristik Responden penelitian

Karakteristik responden penelitian tampak pada tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Usia

Rentang Usia Usia (tahun)Terendah 18Tertinggi 45Rata-rata 35,7

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan Jumlah (orang)

24

Tidak tamat SD 2SD 4

SMP 2SMA 10DIII 4S1 6S2 0S3 0

Total 28

4.3 Tingkat Pengetahuan responden tentang DBD

Tingkat pengetahuan dinilai dengan menggunakan kuesioner yang diberikan

kepada 28 responden. Secara lengkap tingkat pengetahuan tersebut tercantum

dalam tabel 4.3.

Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang DBD

Jumlah (orang) PersenRendah 3 10.7 %Cukup 10 35,7%Baik 15 53.6%Total 28 100 %

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai

pengetahuan yang baik tentang DBD yakni sebanyak 15 (53.6%) responden.

4.4 Sikap Responden tentang DBD

Sikap dinilai dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 28

responden. Secara lengkap gambaran sikap responden tercantum dalam tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Sikap Responden tentang DBD

Jumlah (orang) Persen (%)Rendah 1 3.6Cukup 10 35.7Baik 17 60.7Total 28 100

Tabel 4.4 menunjukkankan bahwa sikap responden tentang DBD di

Posyandu Sukaramai UPT Puskesmas Selatpanjang Kota adalah baik.

25

4.5 Tindakan Responden tentang DBD

Tindakan diukur menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 28

responden. Secara lengkap tindakan responden tercantum dalam tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Tindakan Responden tentang DBD

Jumlah (orang) Persen (%)Rendah 9 32,2Cukup 13 46,4Baik 6 21,4Total 28 100

Tabel 4.5 menjelaskan bahwa tindakan responden tentang DBD di Posyandu

sukaramai wilayah kerja UPT Puskesmas Selatpanjang Kota adalah cukup.

BAB V

PEMBAHASAN

26

5.1 Karakteristik Responden Penelitian

Usia rata-rata reponden dalam penelitian ini adalah 35,7 tahun, dan usia

ini menunjukkan bahwa usia responden tersebut termasuk kedalam golongan usia

dewasa. Mayoritas tingkat pendidikan responden adalah tamatan Sekolah

Menengah Atas (SMA).

5.2 Tingkat Pengetahuan Responden tentang DBD

Mayoritas responden berpengetahuan baik. Hasil penelitian ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Akhmadi dkk, yakni sebagian besar

responden mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup.39

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang, seperti faktor pendidikan, sumber informasi serta faktor lingkungan.

Semakin banyak seseorang mendapatkan informasi baik dari lingkungan keluarga,

lingkungan tetangga, dari petugas kesehatan maupun media cetak maka tingkat

pengetahuan seseorang tersebut akan semakin baik.40

Mayoritas tingkat pendidikan responden adalah tamatan Sekolah

Menengah Atas (SMA), DIII, dan S1. Sesuai teori yang dijelaskan sebelumnya,

pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan informasi sehingga semakin

tinggi pendidikan seseorang semakin banyak pula informasi yang didapatkan.40

Tingginya tingkat pengetahuan seseorang terhadap sesuatu bisa

mempengaruhi aktivitas sehari-hari dengan perilaku menjaga kesehatan dirinya

dan keluarga.41

5.3 Sikap Responden Tentang DBD

27

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan mayoritas sikap responden tentang

DBD adalah baik . Hasil ini sama dengan yang diungkapkan oleh Akhmadi dkk,

bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang baik tentang DBD.39

Mayoritas responden memiliki sikap baik tentang DBD. Hal ini

diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam pencegahan

penularan dan pemberantasan DBD. 41 Sebanyak 35.7% responden memiliki sikap

yang cukup dan 3.6% memiliki sikap yang kurang. Hal ini menunjukkan sebagian

kecil warga masyarakat cenderung kurang peduli terhadap DBD. Dalam

mengurangi angka kejadian penyakit DBD, dibutuhkan partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat ikut berperan terhadap kesehatan diri, keluarga, masyarakat

dan lingkungannya.41

Sikap yang kurang baik tentang DBD merupakan faktor resiko penyebab

terjadinya DBD dan dilatar belakangi oleh pengetahuan yang kurang baik.42 Hal

ini sesuai dengan penelitian Teddy (2005) menunjukkan bahwa responden yang

memiliki sikap kurang baik 1,793 kali lebih besar kemungkinan menderita DBD

jika dibandingkan dengan responden yang sikapnya baik.43

5.4 Tindakan Responden Tentang DBD

Sebagian besar tindakan responden tentang DBD berada dalam kategori

cukup. Namun, ada ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan. Hasil

penelitian ini sama dengan hasil yang didapatkan oleh Meutia (2009) yang

menyatakan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik namun

tindakan tentang DBD cukup. Keadaan ini menunjukkan bahwa rendahnya

kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pencegahan DBD. 44

Teori Health Believe Models (HBM) menyebutkan bahwa perbedaan

28

demografis (umur, jenis kelamin, etnis), psikososial (kelas sosial dan pengalaman)

dan variabel struktural (pengetahuan tentang penyakit, kontak pertama dengan

penyakit, dan akses pelayanan kesehatan) memberikan pengaruh dalam persepsi

individu. Persepsi individu adalah persepsi mengenai kepercayaan kesehatan dan

secara langsung mempengaruhi tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan.44

Ada kemungkinan bahwa hasil penelitian ini sebagian tidak sesuai dengan

teori HBM, karena variabel pengetahuan lebih menekankan kepada aspek persepsi

keseriusan terhadap penyakit DBD menurut pengetahuan respondennya. Namun

aspek persepsi kerentanan yang dirasakan terhadap DBD rendah, sehingga tidak

berpengaruh terhadap kepercayaan responden. Sebagai contoh, responden

menganggap DBD berbahaya, tetapi mereka berkeyakinan tidak mungkin terkena

penyakit DBD sehingga mereka tidak akan melaksanakan tindakan pencegahan.44

Seseorang dapat bertindak atau berperilaku tanpa mengetahui terlebih

dahulu makna stimulus yang diterimanya, dengan kata lain tindakan seseorang

tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap. Akan tetapi perilaku yang didasari

oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan.45

Tindakan paling berpengaruh terhadap angka kejadian DBD dibandingkan

pengetahuan dan sikap. Tindakan adalah sesuatu yang terlihat dan merupakan

aplikasi dari pengetahuan dan sikap. Walaupun seseorang mengetahui tindakan

tentang DBD, tanpa diiringi kepedulian terhadap lingkungannya, akan

menyebabkan tidak adanya tindakan yang dilakukan untuk menjaga kebersihan

lingkungan dan pencegahan terhadap DBD.43

29

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

1. Mayoritas responden di Posyandu Sukaramai wilayah kerja UPT pusekasmas

selatpanjang Kota mempunyai pengetahuan yang baik tentang DBD.

2. Mayoritas responden di Posyandu Sukaramai wilayah kerja UPT pusekasmas

selatpanjang Kota mempunyai sikap yang baik tentang DBD.

3. Mayoritas responden di Posyandu Sukaramai wilayah kerja UPT pusekasmas

selatpanjang Kota mempunyai tindakan yang cukup tentang DBD.

Saran

1. Masyarakat perlu dimotivasi untuk melakukan tindakan pencegahan dan

pemberantasan DBD. Dalam hal ini puskesmas sebagai instansi yang terkait

dapat memberikan promosi kesehatan secara berkala mengenai DBD.

2. Penulis menyarankan agar media informasi tentang pencegahan , diagnosis

dini dan penanggulangan dini penyakit demam berdarah dengue di

lingkungan setempat diperbanyak.

DAFTAR PUSTAKA

31

1. Shepherd S M. Dengue Hemorhagic fever. Medscape Medical. feb 3 2014.

[Accessed february 14, 2014] Available from

www.emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a0101

2. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Pencegahan dan Pemberantasan

DBD di Indonesia. Jakarta. Dirjen PP-PL;2005

3. WHO. Dengue and Severe Dengue. World Health Organization. Sep 2013.

Accessed february 14, 2014 . Available at

fromwww.who.int/mediacentre/factsheets

4. Fahmi. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Jakarta.

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. 2010

5. WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.

World Health Organization. 2009. [Cited 14 february 2014]. Available from

www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK143157.

6. Muna N.Situasi Kasus DBD di Provinsi Riau Sepanjang Tahun 2007. [dikutip

3 februari 2014]. Didapatkan dari http://yankesriau.wordpress.com

7. Kusriastuti R. Kebijaksanaan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue Di

Indonesia. Jakarta: Depkes R.I; 2005.

8. Sari, Cut,I,N. 2005. Pengaruh LingkunganTerhadap Perkembangan Penyakit

Malaria dan Demam Berdarah Dengue. Update September 2005 [dikutip 17

Februari 2012]. Didapatkan dari

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/cut_irsanyua_ns.pdf

9. Rezeki, Soegijanto, Wuryadi dan Suroso. Tatalaksana Demam Berdarah

Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2001; 1-27.

10. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasannya. Jakarta: Airlangga; 2008.

11. Santoso. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap

Vektor DBD di kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi

Kesehatan. 2008. [dikutip 17 Februari 2014] Didapatkan dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=71631&val=4887.

12. Notoadmodjo S.Ilmu Perilaku Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta,2003.h:16,27-

28.

32

13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibarata MK, Setiati S, editor. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jil. III. Ed. V. Jakarta : Interna Publishing.

2009. h: 2776.

14. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on

Immunopathogenesis Comparative Immunology, Microbiology dan

Infectious Disease. 2007; Vol 30: 329-40

15. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi

Kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h: 265.

16. Supartha I, editor. Pengendalian Terpadu Vektor Virus demam Berdarah

dengue, Aedes aegypti (Linn) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Cilicidae). Pertemuan Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis 2008 Universitas

Udayana; 3-6 Sepetember 2008; Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.

17. Noor R. Nyamuk aegypti. 2009 [dikutip 5 Februari 2014]; didapatkan

dari :http:/id.shvoong.com

18. WHO. Insect and Rodent Control Through Environmental Management.

Geneva : World Health Organization; 2009

19. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne dengue

fever Threat Spreading in the Americas. New York: Natural resources

Defense Council Issue Paper; 2009

20. WHO. Dengue and Severe Dengue. [ cited 5 Februari 2014. Available from

www.who.int/mediacentre/factsheet/fs117/en/

21. Wilder-smith A, Gubler D. Geographic Expansion of Dengue: the Impact of

International Travel. Med Clin Nam. 2008; Vol.92: p. 1377-90

22. U.S.T.D. International Travel and Transportation Trends. Washington D.C:

Bureau of Transportation Statistics of U.S. Department of Transportation;

2006

23. Roose A. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian

Demam Berdarah dengue (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.

Medan: Universitas Sumatera utara. 2008

24. Silva-Nunes MD, Souza V, Pannuti CS, Speranca MA, Terzian ACB,

Nogueira ML. Risk Factors For Dengue Virus Infection in Rural Amazonia:

33

Population-based Cross-Sectional Surveys. Am J Trop Med Hyg. 2008; Vol

79 (4): p. 485-94

25. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan

Demam Berdarah dengue. Jakarta: WHO& Departemen Kesehatan RI; 2003

26. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibarata MK, Setiati S, editor. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jil. III. Ed.V.Jakarta: Interna Publishing.

2009. h: 2776.

27. Chuansumrit A, Tangnararratchakit K. Pathophysiology and Management of

dengue Hemorrhagic Fever. Bangkok: Department of Pediatrics, Faculty of

Medicine, Ramathibodi Hospital, Mahidol University, 2006

28. Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, Soerososo t, Waryadi S. Tata Laksana

demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Ditjen PPM & PL Depkes &

Kesos R.I: 2005. 28

29. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi

Kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h: 265.

30. Notoadmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. h :

16, 27-28.

31. Suharsini A. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta;

Jakarta, 2008.

32. Meliono, Irmayanti, editors. Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Penerbitan

FEUI; 2007

33. Mubarak, Wahid Iqbal, dkk. Promosi Kesehatan Sebuah Metode Pengantar

Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Graha Ilmu. Yogyakarta: 2007.

34. Notoadmojo S. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta;2003.p.114-34).

35. Notoadmodjo S. Promosi Kesehatan: Teori & Aplikasi. Jakarta: Rineka

Cipta,2003.p.43-80

36. Tran TT, Nguyen TH, Nguyen TL, Le TC, Nguyen PC, et al. The impact of

Health Education on Mother’s Knowledge, Attitude and practice (KAP) of

dengue Haemorragic Fever. Am J Med. 2003; 27:p.174-80.

37. Wawan A, Dewi M. Teori dan Pengukuran Pengetahuan dan Sikap Perilaku

Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika, 2010. h. 11-68.

34

38. Rosdiana. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Prilaku dengan

Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue di RT

02 Desa Loa Janan Ulu Wilayah Kerja Puskesmas Loa Janan Kabupaten

Kutai Kartenegara, Provinsi Kalimantan Timur. 2010. Digital Library

Universitas Sebelas Maret [online]. http://digilib.uns.ac.id [akses 28 Februari

2014]

39. Akhmadi. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Terhadap Demam

Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan Tahun 2012. 2012

40. Marini D. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai DBD pada

Keluarga di Kelurahan Padang Bulan Medan Sumatra Utara Tahun 2009.

(Skripsi). Medan : Fakultas Kedokteran Sumatra Utara; 2009.

41. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Tata Laksana Demam Berdarah

Dengue di Indonesia. Jakarta : Ditjen PPM & PLP; 2001.

42. Suhardiono.Sebuah Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat Terhadap

Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kelurahan Helvetia Tengah

Medan Tahun 2005.Universitas Sumatera Utara.Jurnal Mutiara Kesehatan

Indonesia.Vol.1.No.2.Ed.2005 des.

43. Teddy T.H. Analisis Perilaku Mayarakat Terhadap DBD di Kelurahan Helvetia

Tengah. Medan 2005. [Dikutip 12/03/14]. Diakses melalui: http://Repository-

usu.com.

44. Ganie M.W. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Tentang 3M pada

keluarga di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009. Medan.2009. [dikutip

12/0314]. Diakses melalui: http://Repository-usu.com.

45. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:

Rineka Cipta; 2003.

35

Lampiran

Lampiran 1. Informed Consent Penelitian

INFORMED CONSENT PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN IBU TENTANG

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI POSYANDU SUKARAMAI

WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS SELATPANJANG KOTA

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

PENELITIAN : tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang

DBD di Posyandu Sukaramai wilayah kerja UPT pusekasmas selatpanjang Kota.

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat:

Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden penelitian yang

dilakukan oleh dokter instersip Puskesmas Selatpanjang Kota Kabupaten

Kepulauan Meranti.

Selatpanjang, September 2015

Responden

(………………………….)

36

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT

TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI IBU TENTANG

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI POSYANDU SUKARAMAI

WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS SELATPANJANG KOTA

I. IDENTITAS RESPONDEN

1. No. Responden :

2. Nama Responden :

3. Jenis Kelamin :

4. Umur :

5. Pendidikan Terakhir :

6. Pekerjaan :

7. Alamat :

II. PERTANYAAN

A. Pengetahuan responden tentang DBD

Petunjuk : Pilih jawaban yang menurut Anda benar dengan memberikan tanda (√)

pada kolom pilihan jawaban!

No PernyataanPilihan Jawaban

Ya Tidak

1. Penyakit DBD ditularkan oleh virus dengue

2. Nyamuk Aedes aegypti merupakan penyebab penyakit DBD

37

3. Penderita DBD mengalami demam yang mendadak tinggi selama 2-7 hari

4. Menguras tempat penampungan air secara teratur minimal 1 minggu sekali bisa mencegah DBD

5. Penderita DBD dapat mengalami berak darah6. Penderita DBD dapat mengalami nyeri sendi, tulang

atau otot

7. Penderita DBD dapat mengalami Nyeri ulu hati

8. Air yang keruh merupakan sarang nyamuk DBD

9. Penderita DBD tidak bisa mengalami perdarahan hidung

10. Mengubur / menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air dapat mencegah terjadinya DBD

11. Penderita DBD dapat mengalami perdarahan gusi

12. DBD menyebar melalui gigitan nyamuk yang sebelumnya telah menggigit penderita DBD

13. Penderita DBD tidak bisa mengalami muntah darah14. Penyakit DBD merupakan penyakit yang tidak

menyebabkan kematian

15. Penderita DBD dapat mengalami nyeri kepala

16. Membersihkan parit/selokan dapat mencegah DBD17. Penderita DBD dapat mengalami Perdarahan

berupa bintik-bintik merah di kulit

18. Tempat/wadah yang dapat menampung air tidak bisa menjadi sarang nyamuk DBD

19. Menutup tempat penyimpanan air bisa mencegah DBD

20. Tindakan pengasapan/ fogging dapat membunuh nyamuk DBD

21. Memberikan insektisida pembunuh larva nyamuk (contoh : abate) pada tempat penyimpanan air / bak mandi setiap 3 bulan sekali bisa mencegah DBD

22. Saat anggota keluarga menderita DBD (Demam Berdarah Dengue) maka penderita tersebut harus sering minum air

38

B. Sikap masyarakat tentang DBD

No PernyataanPilihan Jawaban

SetujuTidak setuju

1. Menguras tempat penampungan air perlu dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu sekali

2. Tempat penampungan air perlu ditutup baik dirumah atau dihalaman rumah

3. Barang-barang bekas yang bisa menampung air tidak perlu dikubur/ disingkirkan

4. Bubuk abate tidak perlu ditaburkan ditempat penyimpanan air

5. Pakaian perlu dilipat dan tidak digantungkan6. Pakaian yang tertutup perlu dipakai untuk

menghindari gigitan nyamuk7. Anti nyamuk bakar/anti nyamuk

oles/elektrik/semprot perlu digunakan untuk menghindari gigitan nyamuk

8. Jika ada keluarga atau tetangga yang menderita DBD tidak perlu dilaporkan ke petugas kesehatan

9. Parit atau selokan disekitar rumah perlu dibersihkan10. Memasang kawat kasa di ventilasi penting untuk

mencegah masuknya nyamuk DBD kedalam rumah

C. Tindakan masyarakat tentang DBD

No PernyataanPilihan Jawaban

Ya Tidak

1 Saya menguras tempat penampungan air sekurang-

kurangnya 1 minggu sekali

2. Saya menutup rapat tempat penampungan air baik

di rumah maupun dihalaman

3 Saya tidak mengubur atau menyingkirkan barang-

barang bekas yang dapat menampung air

4 Saya tidak menabur bubuk abate ditempat

penyimpanan air

39

5 Saya tidak menggantung pakaian dirumah

6 Saya menggunakan pakaian yang tertutup untuk

menghindari gigitan nyamuk

7 Saya menggunakan obat anti nyamuk

bakar/oles/elektrik/semprot untuk menghindari

gigitan nyamuk

8 Saya tidak melaporkan kepada petugas kesehatan

jika ada yang terkena DBD

9 Saya membersihkan selokan/parit disekitar rumah

10. Saya memasang kawat kasa di ventilasi untuk

mencegah masuknya nyamuk DBD ke dalam rumah

40