dbd pada anak

25
Demam Berdarah Dengue yang Menyerang Anak Laki- laki Usia 6 Tahun Dian Tri Putri 102012257, Skenario 1 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan kematiaan dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Pada zaman yang sudah maju ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia berkembang pesat, ditandai dengan iklim bisnis yang semakin kondusif dan positif serta munculnya kota – kota besar selain Jakarta. Masyarakat yang tinggal di kota besar memiliki segudang masalah, sama seperti masyarakat yang berada di pedesaan/daerah. Kasus yang akan kita bahas kali ini mengenai anak laki- laki usia 6 tahun, dibawa oleh ibunya ke IGD RS dengan keluhan panas mendadak sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga sudah berobat ke dokter dan diberi obat panas tetapi demam tetap tidak turun. Dalam makalah ini akan dijabarkan bagaimana proses terjadinya penyakit yang mengenai anak tersebut, mulai dari anamnesis hingga sampai pencegahannya. Anamnesis 1

Upload: nixonsinurat

Post on 10-Apr-2016

84 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Dbd Pada Anak

TRANSCRIPT

Demam Berdarah Dengue yang Menyerang Anak Laki- laki Usia 6 Tahun

Dian Tri Putri

102012257, Skenario 1

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan

salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan kematiaan dalam waktu singkat dan

sering menimbulkan wabah. Pada zaman yang sudah maju ini, pertumbuhan ekonomi

Indonesia berkembang pesat, ditandai dengan iklim bisnis yang semakin kondusif dan positif

serta munculnya kota – kota besar selain Jakarta. Masyarakat yang tinggal di kota besar

memiliki segudang masalah, sama seperti masyarakat yang berada di pedesaan/daerah. Kasus

yang akan kita bahas kali ini mengenai anak laki- laki usia 6 tahun, dibawa oleh ibunya ke

IGD RS dengan keluhan panas mendadak sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga sudah berobat ke

dokter dan diberi obat panas tetapi demam tetap tidak turun. Dalam makalah ini akan

dijabarkan bagaimana proses terjadinya penyakit yang mengenai anak tersebut, mulai dari

anamnesis hingga sampai pencegahannya.

Anamnesis

Menanyakan riwayat penyakit disebut ‘Anamnesa’. Anamnesa berarti ‘tahu

lagi’,‘kenangan’. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter,

peminta bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama- tama mengumpulkan

keterangan yang berkaitan dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan

diagnosis. Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian

perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu

khas untuk  penyakit bersangkutan.Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan

fisik adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat

diagnosis banding.

Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya,

serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien.

1

Di dalam anamnesis akan menanyai apa yang dirasakan pasien, jenis keluhannya seperti apa,

sudah berapa lama pasien mengalami keluhan ini.

Selanjutnya menanyai pasien mengenai riwayat penyakit sekarang beserta keluhan

penyerta, keluhan sampingan lainnya yang dirasakan pasien selain keluhan utamanya. Jenis

keluhannya dan sudah berapa lama keluhan penyerta ini muncul. Lalu menanyai pasien

mengenai obat apa saja yang sudah dikonsumsinya beserta hasilnya. Selanjutnya akan

dilanjutkan dengan riwayat penyakit dahulu pasien, apakah pasien pernah mengalami sakit

seperti ini, kapan, dan hasil akhirnya seperti apa. Menanyai mengenai lingkungan tempat

tinggal pasien dan aktivitas sehari – hari pasien, kegiatan apa saja yang pasien sudah lakukan

yang mungkin dapat menyebabkan terkenanya penyakit ini, dan juga makanan/minuman apa

yang pasien konsumsi yang mungkin dapat menyebabkan penyakit ini. Terakhir akan

menanyakan mengenai keadaan kesehatan anggota keluarga pasien, karena mungkin saja

penyakit pasien didapat dari anggota keluarganya, lalu riwayat penyakit menahun keluarga,

penyakit – penyakit yang pernah atau sedang diderita keluarga pasien yang mungkin ada

kaitannya dengan sakit pasien sekarang ini.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pada pasien yang dicurigai menderita demam berdarah dengue (DBD)

adalah pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pertama

kali mengecek tanda – tanda vital pasien yang meliputi, suhu tubuh, tekanan darah, frekuensi

nadi, dan frekuensi pernafasan pasien. Pada pemeriksaan, didapatkan suhu tubuh pasien 39oC,

tekanan darah pasien 100/70 mmHg, frekuensi nadi pasien 110 kali per menit, dan

respiratory rate (RR) 24 kali per menit. Lalu melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi normal pada pasien. Dari inspeksidi dapatkan lidah kering dan putih. Dapat

dilanjutkan dengan uji bendung/uji torniquet/tes Rumpel Leed. Cara melakukannya cukup

mudah, dengan tahapan sebagai berikut:

1. Siapkan alat tensimeter

2. Bebatkan alat tensimeter pada lengan atas dengan perhitungan, tekanan atas ditambah

tekanan bawah dibagi dua, lalu tunggu selama 5 menit

3. Setelah 5 menit, perhatikan apakah di daerah kulit lipatan siku di bawah bebatan

terdapat bintik – bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk

4. Jika jumlah bintiknya lebih dari 20 buah, berarti pasien positif terinfeksi virus dengue

5. Mengingat pemeriksaan ini masih tergantung kepada pemeriksa, maka ada beberapa

pihak yang mengatakan tetap dianggap positif terinfeksi virus dengue jika kurang dari

2

20 jumlah bintiknya dan tidak hanya dilihat di daerah lipatan siku, namun boleh

dilihat di bagian lengan bawah dimana saja

Jika pemeriksa tidak memiliki tensimeter, uji torniquet ini tetap dapat dilakukan dengan

membebat lengan atas dengan sapu tangan dengan tekanan secukupnya, dan diobeservasi

setelah 5 menit apakah ditemukan bintik – bintik merah.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang juga penting dalam memberikan kepastian diagnosa kerja dan

mematahkan diagnosa banding. Pada penderita DBD, pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan serologi. Pemeriksaan

laboratorium dilakukan dengan menganalisa darah pasien. Pasien akan diperiksa sel darahnya

secara lengkap untuk mengetahui kadar eritrosit, kadar leukosit, kadar trombosit, laju endap

darah (LED), dan sediaan apus darah tepi (SADT). Parameter penting pada penderita DBD

adalah, kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan SADT untuk melihat

adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Hasil pemeriksaan

laboratorium darah pasien yang menderita DBD pada umumnya adalah:

1. Leukosit bisa normal atau menurun. Mulai hari ketiga dapat ditemui limfositosis

relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15%

dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat

2. Trombosit, umumnya terdapat trombositopenia pada hari ketiga dan kedelapan

3. Hematokrit. Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit >= 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ketiga demam

4. Hemostasis ditemukan menurun, sehingga kemampuan pembekuan darahnya juga

menurun, maka mudah terjadi pendarahan spontan

5. Protein/albumin, dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

6. SGOT dan SGPT dapat meningkat

7. Akan ditemukan ureum dan kreatinin jika terdapat gangguan fungsi ginjal

8. Elektrolit, sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Pada pemeriksaan sel darah pasien di laboratorium, didapatkan hasil sebagai berikut,

kadar hemoglobin pasien 14 g/dL, kadar hematokrit 42%, leukosit 3000/uL, dan trombosit

90.000/uL. Hematokrit pasien dinyatakan meningkat, bila melebihi kadar normalnya adalah

40 – 48%, hal ini menandakan terdapat kebocoran plasma, dimana kebocoran plasma

menunjukkan pasien terkena DBD. Selanjutnya juga dilakukan pemeriksaan serologi,

pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi terhadap virus dengue di

3

tubuh pasien dan menghitung titer antibodi terhadap virus dengue. Pemeriksaan serologi

melalui uji IgG dan IgM. Pada penderita DBD, IgM akan terdeteksi mulai hari ketiga sampai

hari kelima, yang akan meningkat pada minggu ketiga dan menghilang kembali setelah 60 –

90 hari. Pada IgG dibedakan jenis infeksinya, jika infeksi primer maka IgG mulai terdeteksi

pada hari keempat belas sedangkan pada infeksi sekunder, IgG mulai terdeteksi pada hari

kedua.2

Pembahasan

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

DHF adalah penyakit yang bisa menyerang hampir seluruh kalangan usia dengan

gejala utama berupa demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya makin memburuh setelah

hari kedua. Kriteria klinis DHF menurut WHO 1986 adalah: demam akut yang tetap tinggi

selama 2-7 hari kemudian turun secara lisis, demam disertai gejala tidak spesifik (anoreksia;

malaise; nyeri pada punggung-tulang-persendian-kepala), manifestasi perdarahan positif (uji

turniket; petekie; purpura; ekimosis; epitaksis; perdarahan gusi; hematemesis dan melena),

pembesaran hati tanpa nyeri tekan dan ikterus, dengan atau tanpa renjatan, dan kenaikan nilai

Ht/hemokonsentrasi sedikitnya 20%.3

Pada skenario yang diberikan, pasien didiagnosa menderita demam berdarah dengue

(DBD) derajat kedua. Alasan pasien didiagnosa DBD karena pasien mengalami penyakit

infeksi dengan gejala demam tinggi dengan panas yang tak menentu, badan pegal, sendi

ngilu, batuk pilek, sakit perut di epigastrium, mimisan, BAK dan BAB normal, tidak ada

riwayat berpergian keluar kota. Demam tinggi dengan panas yang tak menentu merupakan

ciri khas DBD dengan grafik seperti pelana kuda. Mimisan pada DBD juga bukanlah gejala

umum, namun merupakan penanda terjadinya perdarahan spontan. Ciri khas inilah yang

membedakan DBD dengan DD, karena pada DD tidak terjadi pendarahan spontan, sekaligus

juga menunjukkan derajat DBD. Derajat DBD dibedakan menjadi 4 yaitu derajat 1, derajat 2,

derajat 3, dan derajat 4. Derajat 2 adalah derajat dimana ditemukan perdarahan kulit dan

manifestasi perdarahan lain, pada skenario ini pasien sempat mengalami mimisan

(perdarahan spontan) maka dari itu pasien dikategorikan DBD derajat kedua. Terdapat bintik

kemerahan pada penderita DBD memang belum spesifik, namun jika sudah diuji torniquet

yang hasilnya positif, pasien dapat didiagnosa DBD karena uji torniquet spesifik untuk

pemeriksaan DBD dan juga ditemukannya petekie sebagai manifestasi perdarahan, semakin

meyakinkan diagnosa bahwa pasien ini menderita DBD derajat kedua.

4

Diagnosis Diferensial/Pembanding

Tabel 1. Perbandingan antar diagnosa diferensial

Penyakit Penyebab Gejala Klinis Khas Pemeriksaan

Laboratorium Khas

Malaria Protozoa genus

plasmodium. P.

vivax, P. ovale, P.

malariae, P.

Falciparum.

Hospes definitive

Anopheles.

Demam periodic yang berkaitan

dengan pecahnya skizon matang

(sporulasi). Demam khas yang

terdiri dari 3 stadium, yaitu:

menggigil (15-1 jam). Puncak

Demam (2- 6 jam). Berkeringat (2-

4 jam).

Pemeriksaan darah

tepi, pembuatan

preparat darah tebal

dan tipis untuk melihat

keberadaan parasit

dalam darah tepi,

seperti trofozoid yang

berbentuk cincin.

Pemeriksaan cepat bisa

menggunakan rapid

test, PCR, ELISA.

Demam

tifoid

Bakteri

Salmonella typhi

& Salmonella

paratyphi yang

dihantarkan

melalui makanan

yang

terkontaminasi

Demam dengan grafik meningkat

dan muncul terutama pada sore &

malam hari, bradikardia relatif,

lidah yang berselaput (kotor di

tengah, tepi dan ujung merah serta

tremor)2

Anemia ringan,

trombositopenia,

aneosinofilia,

limfopenia, dan LED

meningkat.2 IgM

terdeteksi pada saat

awal infeksi sedangkan

pendeteksian IgM dan

IgG secara bersamaan

akan berada pada saat

tengah – tengah

infeksi. IgG dapat

bertahan selama 2

tahun, dan dapat

terdeteksi saat terjadi

infeksi kembali, IgM

5

tidak terdeteksi saat

infeksi terjadi kembali

karena IgG meningkat

pesat

Chikung

unya

Virus

chikungunya dari

vektor nyamuk

Aedes aegypti

Demam mendadak pada suhu 39oC

– 40oC, nyeri sendi hebat

(athralgia), dan ruam pada kulit

(petekie)

IgM akan terdeteksi

saat 3 sampai 5

minggu setelah onset

dan bertahan selama 2

bulan

Leptospi

rosis

Mikroorganisme

Leptospira

interogans

Demam tinggi, menggigil, sakit

kepala, meningismus, anoreksia,

mialgia, fotofobia, nyeri otot, nyeri

abdomen, ikterus, hemoragik di

kulit & membran mukus, mual,

muntah, diare, hepatomegali,

conjuctival suffusion, dan ruam2

Leukosit meningkat,

neutrofil meningkat,

LED meningkat,

trombositopenia,

hiperbilirubinemia,

meningkatnya serum

kinase, kreatinin, dan

kreatinin kinase.2 IgG

bervariasi, terkadang

dapat terdeteksi namun

hanya dalam jangka

waktu yang pendek

atau terkadang bisa

tetap terdeteksi dalam

beberapa tahun

Etiologi

Etiologi atau penyebab dari DBD derajat kedua ini adalah virus dengue yang

disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue yang terdapat pada nyamuk ini

termasuk ke dalam genus flavivirus, famili flaviviridae. Flavivirus adalah virus dengan

diameter 30 nm yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul

4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu, DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, dimana

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue dan terdapat di

Indonesia dengan DEN-3 yang terbanyak.2

6

Virion dengue merupakan partikel sferis dengan diameter nukelokapsid 30 nm dan

memiliki ketebalan selubung 10 nm, sehingga diameter virion kira – kira 50 nm. Virion

terdiri dari protein dan lipid. Protein pada virion terdiri dari 4 jenis yaitu, protein kapsid dan

core (C), protein membran (M), protein selubung (E), dan protein non-struktural (NS). Di

samping itu, pada virion intraseluler ditemukan protein prM (pre M) yang merupakan

prekursor protein M. Selain terdiri atas protein, virion juga mengandung lipid, yang terdapat

dalam selubungnya. Gen yang mengatur sintesis protein struktural virus terdapat pada kira –

kira seperempat bagian genom, sedangkan pada ujung lainnya terletak gen yang mengatur

sintesis berbagai protein non-struktural.

Vektor dari DHF adaah nyamuk Aedes aegypti ataupun spesies Aedes (Stegomyia)

lainnya. Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran

nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-

bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk

morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lyre yang putih pada

punggungnya. Telurnya mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan

menyerupai gambaran kain kasa. Larva A. aegyptu mempunyai pelana terbuka dan gigi sisir

yang berduri lateral. Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam

keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat

meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali berterlur. Setelah kira-kira 2 hari telur

menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi

pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa

memerlukan waktu kira-kira 9 hari.

Tempat perindukan utama A. aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang

berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500m dari

rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia (seperti

tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, jambangan pot bunga, kaleng,

botol, drum, ban mobil yang berisi air hujan), juga berupa tempat perindukan alamiah (seperti

kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak bamboo dan lubang pohon yang berisi air

hujan). Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik

di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang

dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari

terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat A. aegypti berupa semak-semak atau tanaman

rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/perkarangan rumah, juga

7

berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan

lain-lain.

Vektor potensial DHF selain yang telah disebut di atas adalah A. albopictus.Spesies

ini sepintas tampak seperti A. aegypti, yaitu mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-

bintik utih pada bagian-bagian badannya, tetapi pada mesonotumnya terdapat gambaran

menyerupai garis tebal putih yang berjalan vertical. Walaupun kadang-kadang larva A.

albopictus ditemukan hidup bersama dalam satu tempat perindukan dengan larva A. aegypti

tetapi larva nyamuk ini lebih menyukai tempat-tempat perindukan alamiah. Perilaku nyamuk

dewasa A. albopictus boleh dikatakan sama dengan perilaku nyamuk dewasa A. aegypti

meskipun nyamuk ini lebih suka beristirahat di luar rumah.4

Epidemiologi

Epidemiologi pada penyakit DBD dibagi menjadi 3 faktor yaitu, faktor pejamu/target

penyakit/host, faktor agen/vektor, dan faktor lingkungan. DBD memang dapat menyerang

semua kalangan dari berbagai daerah dan umur, namun berdasarkan data dan penelitian yang

ada, menunjukkan bahwa anak – anak berusia 15 tahun ke bawah lebih sering terkena DBD,

terlebih jika anak tersebut berada di daerah endemik. Di Indonesia sendiri, penderita penyakit

DBD terbanyak berusia 5 – 11 tahun, dimana cenderung anak perempuan memiliki angka

kematian yang lebih tinggi dari pada anak laki – laki. Anak – anak lebih rentan dibandingkan

kelompok usia lain, salah satu faktornya adalah karena daya tahan/imunitas/kekebalan tubuh

mereka relatif masih lebih rendah dibandingkan orang dewasa. Selain itu, pada kasus – kasus

berat yakni DBD derajat 3 dan 4, komplikasi terberat yang kerap muncul adalah syok, relatif

lebih banyak dijumpai pada anak – anak dan sering kali tidak tertangani dan berakhir dengan

kematian penderita.5 Menurut data WHO 1 Januari sampai 30 April tahun 2004 di Indonesia,

ditemukan 58.301 kasus DB dan DBD dengan 658 kematian yang terdaftar di Menteri

Kesehatan Republik Indonesia. Dari angka yang masih cukup besar tersebut, terdapat 3

provinsi yang menyumbang angka kasus terbesar yaitu, Jakarta, Bali, dan Nusa Tenggara

Timur. Namun setelah bulan April, kasus DB dan DBD akan menurun kembali ke level

rendah.6 DBD merupakan masalah kesehatan tahunan khususnya di Indonesia, DBD kembali

lagi pada tahun 2007 dengan ditemukannya 150.000 kasus DBD di Indonesia (angka tertinggi

saat itu) dengan 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat.6

Vektor pada penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.

Nyamuk Aedes aegypti adalah penyebab tersering, dibandingkan Aedes albopictus. Nyamuk

Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran

8

nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik –

bintik putih terutama pada kakinya. Morfologi khasnya yaitu mempunyai gambaran lira yang

putih pada punggungnya (mesonotum). Telur dari nyamuk Aedes aegypti ini mempunyai

dinding yang bergaris – garis dan menyerupai gambaran kain kasa, sedangkan larvanya

mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral. Nyamuk Aedes aegypti ini

memiliki tempat perindukan utama yaitu tempat – tempat buatan (gentong, bak mandi, kaleng

bekas, kaleng, botol, dan lain – lain) maupun alami (kelopak daun, tempurung kelapa,

tonggak bambu, dan lubang pohon yang berisi air hujan) yang berisi air bersih/jernih yang

berdekatan letaknya dengan rumah penduduk. Nyamuk Aedes aegypti yang sering ditemui

adalah yang betina dikarenakan hanya yang betinalah yang dapat menularkan virus dengue.

Nyamuk Aedes aegypti betina mengisap darah manusia pada pagi sampai petang dengan dua

puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (08:00 – 10:00) dan sebelum matahari terbenam

(15:00 – 17:00). Tempat istirahat nyamuk Aedes aegypti adalah di semak – semak atau

tanaman rendah termasuk rerumputan di pekarangan rumah dan jika di dalam rumah juga

terdapat di benda – benda yang tergantung seperti, pakaian, sarung, kopiah, dan lain

sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina memang tergolong pendek, karena nyamuk ini

hanya hidup kira – kira 10 hari di alam bebas, namun dapat menularkan virus dengue yang

masa inkubasinya antara 3 – 10 hari.7

Nyamuk Aedes aegypti dalam proses menularkan virus dengue, tidaklah langsung

mengandung virus dengue, namun mengalami metamorfosis sempurna, dari telur, larva,

pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di air sedangkan stadium dewasa

hidup di darat atau udara. Pada awalnya terjadi kopulasi antara nyamuk Aedes aegypti jantan

dan nyamuk Aedes aegypti betina, lalu sekitar 100 telur akan dikeluarkan oleh nyamuk Aedes

aegypti betina secara satu per satu terpisah tetapi telur diletakkan di dinding wadah air. Telur

yang baru keluar ini akan berwarna putih, tetapi sesudah 1 – 2 jam akan berubah menjadi

warna hitam. Setelah 2 sampai 4 hari, telur akan menetas menjadi larva yang selalu hidup di

dalam air. Pada stadium larva sendiri dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu stadium larva I,

stadium larva II, stadium larva III, dan stadium larva IV. Stadium larva I akan menjadi

stadium larva IV dalam waktu 6 – 8 hari. Lalu larva akan berubah menjadi pupa yang tidak

makan, tetapi masih memerlukan oksigen yang diambilnya melalui tabung pernafasan.

Selanjutnya, untuk tumbuh menjadi dewasa diperlukan waktu 1 – 3 hari sampai beberapa

minggu. Pupa jantan akan menetas lebih dahulu, lalu nyamuk jantan tidak akan berada jauh –

jauh dari pupa betina untuk menunggu kopulasi berikutnya dengan nyamuk betina.

9

Selanjutnya, nyamuk betina akan mengisap darah untuk membantu pembentukan telur, dan

siklus akan berulang kembali.7

Nyamuk Aedes aegypti akan menyebabkan penyakit DBD, yang umumnya akan

meningkat pada awal musim hujan yaitu antara September hingga Februari, dimana banyak

terdapat genangan air bersih hasil tampungan dari air hujan. Nyamuk Aedes aegypti sangat

senang tinggal dan berkembang biak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung

dengan tanah. Beda halnya jika di daerah urban berpenduduk padat, puncak penderita

penyakit DBD adalah bulan Juni atau Juli, bertepatan dengan awal musim kemarau. Maka

dari itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungannya sangatlah penting untuk

mencegah dan memberantas vektor penyakit DBD sehingga dapat menekan laju penularan

penyakit DBD.5

Patofisiologi

Penularan penyakit DHF memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada

penularan infeksi virus, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Seseorang yang di dalam

darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular DHF. Virus dengue berada

dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DHF digigit

nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung

nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh

nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah

penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi

ekstrinsik). Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu,

nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang

hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya

menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar darah

yang dihisap tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari

nyamuk ke orang lain.8

Penularan DHF dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya.

Tempat yang potensial untuk terjadi penularan DHF antara lain di wilayah yang banyak kasus

DHF (rawan/endemis), tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang-

orang yang datang dari berbagai wilayah (seperti sekolah, RS/Puskesmas dan sarana

pelayanan kesehatan lainnya, hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah, dll), dan

pemukiman baru di pinggir kota.8

10

Gejala Klinis

Pada infeksi virus dengue, dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu, asimtomatik dan

simtomatik. Asimtomatik adalah tipe infeksi yang tidak muncul gejala – gejala klinis

sehingga pasien tidak menyadarinya bahwa dirinya sedang sakit. Simtomatik adalah tipe

infeksi yang memunculkan gejala – gejala klinis. Simtomatik sendiri dibagi menjadi demam

yang tidak terdiferensiasi, demam dengue, dan demam berdarah dengue. Pada demam yang

tidak terdiferensiasi, pasien akan merasakan demam dengan gejala yang belum spesifik yang

bisa mengarah kepada banyak fase akut demam dimulai. Pada demam yang tidak

terdiferensiasi ini, dikarenakan gejala klinisnya belum spesifik, maka tidak bisa dimasukkan

ke dalam golongan demam dengue. Pasien yang menderita demam yang tidak terdiferensiasi

ini umumnya adalah anak kecil atau mereka yang sudah pernah mengalami infeksi, dimana

mereka akan sembuh dengan sepenuhnya tanpa perawatan rumah sakit.

Demam dengue dengan atau tanpa hemoragik memiliki pasien yang pada umumnya

adalah anak yang lebih tua atau dewasa dan dimulai dengan demam tinggi selama 2 sampai 7

hari dengan 2 atau lebih gejala sebagai berikut, sakit kepala yang hebat, nyeri pada retro-

orbital mata, myalgia, arthralgia, ruam berupa makulopapular, dan manifestasi hemoragik

yang ringan. Dapat ditemukan juga petekie pada ekstremitas bawah (namun dapat juga

muncul pada mukosa mulut dalam bagian pipi, palatum keras dan lunak, dan

subkonjungtiva), mudah memar pada kulit, dan pada uji torniquet akan positif. Jika gejala –

gejala tersebut terlihat mirip dengan DBD, mungkin saja dikarenakan demam dengue dengan

hemoragik secara keseluruhan mirip dengan demam berdarah dengue pada tahap awal,

namun terdapat perbedaan yang sangat menentukan yaitu, pada DB tidak ditemukan

kebocoran plasma.

Pada golongan DBD, dibedakan menjadi 3 tahapan yaitu:

1. Febrile atau fase awal demam

2. Critical atau fase kritis

3. Convalescence atau fase penyembuhan/pemulihan

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita DD atau DBD tanpa penyulit adalah:

1. Tirah baring (bed rest)

2. Makan makanan lunak. Apabila pasien tidak nafsu makan, maka harus diberi minum

1,5 – 2 liter dalam 24 jam, dapat berupa susu, air dengan gula, sirup, atau air tawar

ditambah garam

11

3. Pada penatalaksanaan secara medikamentosa, dapat diberikan obat yang bersifat

simtomatis. Obat – obat simtomatis adalah obat yang hanya menyembuhkan gejala –

gejala klinis yang muncul, sehingga bukan pengobatan secara menyeluruh. Untuk

hiperpireksia dapat diberikan kompres, antipiretik golongan asetaminofen, eukinin,

atau dipiron dan jangan diberikan asetosal, karena bahaya perdarahan. Obat – obat ini

bertujuan untuk mengurangi nyeri dan menurunkan demam

4. Antibiotik dapat diberikan apabila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.1

Tabel 4. Penatalaksanaan pasien kasus dengue menurut WHO6

12

Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul pada penderita DBD adalah timbulnya sindrom

renjatan dengue atau dengue shock syndrome (DSS), ensefalitis, dan komplikasi iatrogenik.

DSS akan muncul pada banyak kasus pada anak – anak diakibatkan daya tahan tubuh yang

masih rendah atau dapat muncul pada fase akut. Pada penderita DBD dengan DSS,

kondisinya dengan segera akan memburuk, hal ini ditandai dengan nadi cepat dan lemah,

tekanan darah menyempit sampai kurang dari 20 mmHg atau terjadi hipotensi. Kulit dingin

dan lembab, penderita mula – mula terlihat mengantuk kemudian gelisah adalah ciri lainnya.

Bila tidak segera ditangani, maka penderita akan meninggal dalam 12 – 24 jam. Pemberian

cairan pengganti pada pasien akan membuatnya segera membaik. Pada syok yang berat

sekalipun, penderita akan membaik dalam 2 – 3 hari, ditandai dengan jumlah urine yang

cukup dan kembalinya nafsu makan. Syok yang tidak dapat diatasi biasanya berhubungan

dengan keadaan yang lain seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat di saluran cerna atau

organ lain. Perdarahan yang terjadi di otak akan menyebabkan penderita kejang dan jatuh

dalam keadaan koma. Ensefalitis dapat muncul pada penderita DBD akibat intoksikasi air

akibat dari pemberian cairan isotonik yang berlebihan untuk mengatasi pasien DBD dengan

hiponatremia atau bisa juga berasal dari koagulasi intravaskular diseminata. Komplikasi

iatrogenik terdiri dari sepsis, pneumonia, infeksi luka, dan hidrasi berlebihan. Penggunaan

jalur intravena terkontaminasi dapat mengakibatkan sepsis bakteri gram negatif yang disertai

dengan demam, syok, dan perdarahan berat. Pneumonia dan infeksi lain dapat menyebabkan

demam dan menyulitkan pemulihan. Hidrasi berlebihan dapat menyebabkan gagal jantung

atau pernapasan. Selain itu juga masih terdapat komplikasi lainnya seperti gagal ginjal,

sindrom uraemik hemolitik yang ditemukan pada pasien dengan defisiensi glukosa 6P DH

(G6PD) dan hemoglobinopati, terdapat pula infeksi bersamaan seperti leptospirosis, hepatitis

B, demam tifoid, cacar, dan melioidosis.6

Prognosis

Kematian akibat kasus DBD ini telah terjadi pada 40 – 50% penderita dengan syok,

tetapi dengan perawatan intensif yang cukup, kematian akan menjadi kurang dari 2%.

Ketahanan hidup dan seberapa buruk gejala dan akibat yang ditimbulkan oleh DBD

dipengaruhi oleh manajemen awal dan intensif serta langkah awal yang tepat sebelum DBD

menjadi lebih buruk.

13

Pencegahan

Sampai saat ini vaksin untuk demam berdarah belum ada, begitu juga dengan obat

antiviral untuk virus dengue juga belum ditemukan. Obat – obatan yang tersedia pun tidak

ada yang spesifik mengobati demam berdarah dengue (DBD), obat – obat yang tersedia

hanya untuk mengobati gejala – gejala klinis yang muncul secara satu per satu, bukan

menyeluruh. Maka dari itu, perlu tindakan preventif/pencegahan untuk membasmi penyakit

DBD. Langkah – langkah pencegahan dapat dimulai dari membasmi atau meminimalisir

temapt perindukan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor, dengan cara 3M pada negara

Indonesia yaitu menutup tempat – tempat penampungan air, menguras tempat penampungan

air secara berkala, dan menimbun barang – barang atau sampah – sampah yang dapat

menampung air. Selain gerakan 3M tersebut, perlu juga dilakukan langkah – langkah lainnya

yaitu, memakai pakaian yang cukup tebal dan longgar, sebisa mungkin memakai pakaian

yang menutupi seluruh tubuh, menambahkan zat kimia permetrin pada baju untuk mencegah

gigitan nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik di kolam agar kolam terbebas dari nyamuk

sumber penyebab DB, menyebarkan bubuk abate pada tempat penampungan air, memasang

kasa nyamuk di rumah agar nyamuk tidak leluasa masuk ke dalam rumah, menggunakan

kelambu pada saat tidur, menggunakan obat oles pencegah nyamuk atau penyemprot

nyamuk, melakukan pemeriksaan jentik secara berkala, dan melakukan fogging (pengasapan)

jika dalam jarak tertentu ditemukan kasus DBD.2

Penutup

Pada skenario anak laki- laki usia 6 tahun, dibawa oleh ibunya ke IGD RS dengan keluhan

panas mendadak sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga sudah berobat ke dokter dan diberi obat

panas tetapi demam tetap tidak turun didiagnosa menderita demam berdarah dengue derajat

kedua, karena memiliki gejala khas demam berdarah dengue yaitu terdapat petekie, uji

torniquet positif, dan pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kebocoran plasma.

Pasien berada pada derajat kedua yaitu terjadi perdarahan spontan yaitu mimisan yang

dialaminya, sehingga pasien sangatlah tepat didiagnosa menderita demam berdarah dengue

derajat kedua. Pengobatan yang dapat diberikan adalah memberikan obat simtomatik untuk

mengobati gejala – gejala klinis yang muncul pada diri pasien dan juga memberikan cairan

pengganti tubuh apabila pasien kekurangan cairan tubuh. Maka langkah terbaik untuk

mengatasi hal ini untuk di lain waktu adalah mencegahnya muncul kembali dengan

membasmi vektor dan menjaga diri dari gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi.

14

Daftar Pustaka

1. Nadesul H. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Edisi kesatu. Jakarta:

Penerbit Buku Kompas; 2007. h. 22, 36.

2. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Interna Publishing; 2009. h. 2773-5, 2797-8,

dan 2807-10.

3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Ed 4. Jakarta: Media

Aesculapius; 2014.

4. Staf pengajar bagian mikrobiologi fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Buku

ajar mikrobiologi kedokteran. Edisi revisi. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher;

2010. h. 424-39.

5. Ginanjar G. Apa yang dokter anda tidak katakan tentang demam berdarah. Jakarta: B-

First; 2007. h. 14-27.

6. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Demam berdarah dengue: diagnosis,

pengobatan, pencegahan dan pengendalian. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 1999. h. 24-6.

7. Staf pengajar bagian parasitologi fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Buku

ajar parasitologi kedokteran. Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h.

251-2 dan 265-6.

15