daya hambat bacillus thuringiensis kahn 15.39 terhadap ... · fakultas matematika dan ilmu...

31
DAYA HAMBAT Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 TERHADAP CENDAWAN PATOGEN Curvularia affinis DAN Colletotrichum gloeosporoides ASAL DAUN KELAPA SAWIT SYIPA PAOZIAH DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: lynga

Post on 15-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DAYA HAMBAT Bacillus thuringiensis KAHN 15.39

TERHADAP CENDAWAN PATOGEN Curvularia affinis DAN

Colletotrichum gloeosporoides ASAL DAUN KELAPA SAWIT

SYIPA PAOZIAH

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hambat Bakteri

Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 terhadap Cendawan Patogen Curvularia

affinis dan Colletotrichum gloeosporoides Asal Daun Kelapa Sawit adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Syipa Paoziah

NIM G34100117

4

ABSTRAK

SYIPA PAOZIAH. Daya Hambat Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 terhadap

Cendawan Patogen Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides Asal

Daun Kelapa Sawit. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan SRI

LISTIYOWATI.

Bibit yang berkualitas menjadi salah satu faktor yang memengaruhi

budidaya kelapa sawit di lapangan. Beberapa cendawan patogen dapat

menyebabkan bercak pada daun bibit kelapa sawit sehingga menurunkan kualitas

bibit. Penelitian ini bertujuan menguji daya hambat Bacillus thuringiensis KAHN

15.39 terhadap cendawan patogen Curvularia affinis dan Colletotrichum

gloeosporoides yang diisolasi dari bibit tanaman kelapa sawit melalui metode

Leaf-pieces assays. Peremajaan bakteri menggunakan medium Nutrient Agar

yang mengandung 1% Carboxy Methyl Celullose dan peremajaan cendawan

menggunakan medium Potato Dextrose Agar yang ditambahkan 500 mg/L

kloramfenikol. Bacillus thuringiensis KAHN15.39 dapat menghambat Curvularia

affinis dengan luas area terinfestasi sebesar 69 mm2 atau efektivitas biokontrolnya

sebesar 86%, dan menghambat Colletotrichum gloeosporoides dengan luas area

terinfestasi sebesar 152 mm2 atau efektivitas biokontrolnya sebesar 45%.

Penghambatan bakteri Bacillus thuringiensis KAHN15.39 terhadap Curvularia

affinis dan Colletotrichum gloeosporoides masing-masing bersifat kuratif.

Kata kunci: kelapa sawit, Bacillus thuringiensis KAHN15.39, Curvularia affinis,

Colletotrichum gloeosporoides, efektivitas biokontrol.

ABSTRACT

SYIPA PAOZIAH. Activity of Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 as Biological

Control of Pathogenic Fungi Curvularia affinis and Colletotrichum

gloeosporoides from Leaves Seedling of Oil Palm

Some fungi caused disease on oil palm seedling so that it could be

decrease seedling quality. Therefore, the aim of this research was to investigate

activity of Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 to inhibit pathogenic fungi

Curvularia affinis and Colletotrichum gloeosporoides which were isolated from

oil palm seedling. The bacteria ability to inhibit was examined with Leaf-pieces

assays method. Bacteria culture medium was Nutrient Agar which was

containing 1% Carboxy Methyl Celullose and medium for fungi used Potato

Dextrose Agar added with 500 mg/L chloramphenicol. The results showed B.

thuringiensis KAHN15.39 could inhibit Curvularia affinis which were the

infestation areas 69 mm2 or biocontrol effectiveness 86% either, while to inhibit

Colletotrichum gloeosporoides was the infestation areas 152 mm2 or biocontrol

effectiveness by 45%. Inhibition of Bacillus thuringiensis KAHN15.39 against

Curvularia affinis and Colletotrichum gloeosporoides have curative characteristic.

Key words: Oil palm, Bacillus thuringiensis KAHN15.39, Curvularia affinis,

Colletotrichum gloeosporoides, biocontrol effectiveness.

6

DAYA HAMBAT Bacillus thuringiensis KAHN 15.39

TERHADAP CENDAWAN PATOGEN Curvularia affinis DAN

Colletotrichum gloeosporoides ASAL DAUN KELAPA SAWIT

SYIPA PAOZIAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

8

10

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini

berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini

berkaitan dengan mikrob sebagai biokontrol dengan judul Daya Hambat Bacillus

thuringiensis KAHN 15.39 terhadap Cendawan Patogen Curvularia affinis dan

Colletotrichum gloeosporoides Asal Daun Kelapa Sawit.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nisa Rachmania Mubarik MSi dan

Dr Sri Listiyowati MSi selaku pembimbing. Terimakasih penulis ucapkan juga

kepada Dr Yohana Caecilia Sulistyaningsih Msi atas saran dan diskusi yang

diberikan sebagai dosen penguji skripsi. Penghargaan penulis tujukan kepada

Bapak, Ibu, Kakak-kakak (Teh Lilis, Teh Mumun, Teh Pipin, Teh Ifah, Teh Ade,

Teh Nunuy, Teh Ikah) serta segenap keluarga besar atas segala do’a, kasih sayang,

bantuan moral serta materil sehingga penulis dapat menyeleseikan studi di IPB

dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kak

Muhammad Asril atas diskusi dan bantuan yang diberikan selama penelitian di

laboratorium, sahabat sepenelitian (Suri Annisa), sahabat-sahabat seperjuangan

(Ismi, Tya, Ledy, Della, Yuli, Rahma), Bapak Jaka dan Mba Heni sebagai laboran

Mikrobiologi, rekan kerja di laboratorium Mikrobiologi yang telah banyak

membantu dan memberikan saran dalam proses penelitian, keluarga besar Pondok

Mahasiwa Al Ihya Dramaga yang telah memberikan dukungan dan do’anya serta

teman-teman Biologi47 atas dukungan, semangat dan kebersamaannya selama

kuliah di IPB. Terima kasih dan mohon maaf penulis sampaikan kepada pihak-

pihak terkait yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan

skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Syipa Paoziah

12

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan 2

Peremajaan Isolat 2

Kemampuan Cendawan Uji Menginfestasi Daun Kelapa Sawit 3

Reisolasi Cendawan 3

Daya Hambat Bakteri terhadap Cendawan dengan 4

Metode Leaf-Pieces Assays 4

Pengamatan Struktur Anatomi Daun Terinfestasi Cendawan 5

HASIL 5

Peremajaan Isolat 5

Kemampuan Cendawan Uji Menginfestasi Daun Kelapa Sawit 7

Reisolasi Cendawan 8

Daya Hambat Bakteri terhadap Cendawan dengan 8

Metode Leaf-pieces assays 8

Pengamatan Struktur Anatomi Daun Terinfestasi Cendawan 11

PEMBAHASAN 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

RIWAYAT HIDUP 17

14

DAFTAR TABEL

1 Daya hambat Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 terhadap cendawan

Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides melalui metode

uji tantang 7

2 Luas daun terinfestasi cendawan dan efektivitas biokontrol (BE) bakteri

selulolitik terhadap cendawan Curvularia affinis 9

3 Luas daun terinfestasi cendawan dan efektivitas biokontrol (BE) bakteri

selulolitik terhadap cendawan Colletotrichum gloeosporoides 10

DAFTAR GAMBAR

1 Bacillus thuringiensis KAHN15.39 5 2 Cendawan uji Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides. 6 3 Penghambatan Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 terhadap cendawan

patogen Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides. 6 4 Penampakan hari kelima daun kelapa sawit yang diinokulasi cendawan. 7 5 Luas area terinfestasi cendawan Curvularia affinis pada berbagai

perlakuan bakteri 9

6 Luas area terinfestasi cendawan Colletotrichum gloeosporoides pada

berbagai perlakuan bakteri 10

7 Struktur anatomi daun kelapa sawit yang terinfestasi Curvularia affinis 11

8 Struktur anatomi daun kelapa sawit yang terinfestasi Colletotrichum

gloeosporoides 11

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman produktif

daerah tropis yang cukup berkembang di Indonesia. Bahan mentah maupun

produk olahan dari kelapa sawit memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai

penyumbang devisa negara. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (2013), luas

lahan kelapa sawit di Indonesia diperkirakan 10 juta hektar dan produksi minyak

sawit sebanyak 27.7 juta ton dengan rata-rata produktivitas sawit 3.8 ton per

hektar per tahun. Sedangkan data Kementerian Perdagangan (2013) melaporkan

bahwa ekspor kelapa sawit berada pada kisaran 13 juta ton. Poduksi kelapa sawit

yang tinggi tersebut menempatkan Indonesia menjadi salah satu negara penghasil

kelapa sawit terbesar di dunia selain Malaysia dan Thailand.

Permintaan kelapa sawit yang cukup besar menyebabkan produksi dan

perluasan areal penanaman kelapa sawit semakin meningkat. Luas areal yang

meningkat berkaitan erat dengan pengadaan bibit berkualitas dalam jumlah besar

untuk produksi kelapa sawit yang optimal. Pembibitan di antaranya merupakan

faktor penentu budidaya kelapa sawit. Pembibitan menjadi langkah permulaan

untuk menentukan keberhasilan penanaman di lapangan. Beberapa faktor yang

memengaruhi pembibitan antara lain curah hujan, tanah, iklim, dan serangan

penyakit.

Keberadaan penyakit pada pembibitan kelapa sawit dapat menjadi faktor

pembatas pertumbuhan bibit. Penyakit yang sering ditemukan pada bibit kelapa

sawit yaitu bercak cokelat. Penyakit ini dapat merugikan pembibitan tanaman

kelapa sawit karena bibit menjadi kerdil, memperlama masa tanaman untuk mulai

berproduksi, meningkatkan kematian saat penanaman, dan menurunkan nilai jual

bibit. Beberapa cendawan patogen penyebab bercak daun pada kelapa sawit yaitu

Helminthosporium sp., Glomerella sp., Botridiplodia sp., Melacoiem elaedis, dan

Curvularia sp. (Ditjenbun 1993). Berdasarkan penelitian Solehudin et al. (2012)

mengenai status bercak cokelat di Kabupaten Sanggau, cendawan Curvularia

ditemukan pada bercak di seluruh lokasi pengamatan. Cendawan Curvularia dapat

bertahan hidup pada beberapa tumbuhan inang termasuk gulma di kebun kelapa

sawit. Pada bibit kelapa sawit cendawan Curvularia sp. menyerang bibit berumur

2 sampai 3 bulan. Cendawan Colletotrichum sp. merupakan cendawan umum

yang ditemukan dimana-mana. Penelitian cendawan ini pada tanaman kelapa

sawit belum banyak dilaporkan. Pada tanaman cabai cendawan Colletotrichum sp.

dapat menurunkan produksi dan kualitas cabai sebesar 45-60% (Wiratama et al.

2013).

Upaya pencegahan serangan penyakit pada kelapa sawit yang disebabkan

oleh cendawan patogen selama ini dilakukan dengan pemberian fungisida.

Pemanfaatan potensi mikrob seperti bakteri selulolitik yang mampu menghasilkan

enzim selulase sebagai pengendali biologi (biocontrol) berpotensi mengurangi

penggunaan fungisida sintetik. Selulosa merupakan salah satu komponen

penyusun dinding sel cendawan. Aktivitas enzim selulase dapat memotong ikatan

β-1,4-glikosidik pada selulosa sehingga bakteri selulolitik dapat digunakan untuk

menghambat pertumbuhan cendawan patogen yang menyerang kelapa sawit.

2

Penelitian yang telah dilakukan oleh Purnamasari (2013), menunjukkan

bahwa Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 asal tanah hutan transformasi

(perkebunan) sekitar hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi merupakan

bakteri selulolitik yang dapat menghambat cendawan patogen Curvularia affinis

dan Colletotrichum gloeosporoides. Penghambatannya dihitung melalui uji

tantang dan diperoleh sebesar 57.5% untuk Curvularia affinis dan 60% untuk

Colletotrichum gloeosporoides. Biakan cendawan yang digunakan merupakan

isolat yang diisolasi dari tanaman kelapa sawit di Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia, Bogor.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji daya hambat Bacillus thuringiensis

KAHN15.39 terhadap cendawan patogen Curvularia affinis dan Colletotrichum

gloeosporoides, yang diisolasi dari daun bibit tanaman kelapa sawit, dengan

metode Leaf-pieces assays.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan bulan Januari 2014 - Juni 2014 yang bertempat di

Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Mikologi Departemen Biologi,

Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Penyiapan preparat struktur anatomi

daun dilakukan di Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong, Bogor.

Bahan

Bakteri yang digunakan ialah isolat Bacillus thuringiensis KAHN15.39

yang diisolasi oleh Purnamasari (2013). Cendawan yang digunakan ialah

Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides yang diisolasi oleh

Purnamasari (2013) dan Haryanto (2013). Isolat bakteri dan cendawan yang

diujikan disimpan di IPB Culture Collection (IPBCC).

Daun kelapa sawit yang digunakan berasal dari bibit kelapa sawit yang

tumbuh di sekitar hutan Fakultas Perikanan IPB. Pemilihan daun didasarkan pada

kondisi daun yaitu sehat, utuh dan berasal dari bibit berumur 2 sampai 3 bulan

yang dicirikan dengan jumlah daun sekitar 3 sampai 4.

Peremajaan Isolat

Biakan bakteri diremajakan pada cawan yang berisi medium Nutrient Agar

(NA) yang mengandung 1% Carboxy Methyl Celullose (CMC) dan biakan

cendawan diremajakan pada cawan yang berisi medium Potato Dextrose Agar

(PDA) yang mengandung kloramfenikol 500 mg/L. Peremajaan bakteri dilakukan

dengan mengambil satu lup bakteri kemudian digoreskan dengan metode gores

kuadran pada medium NA yang mengandung 1% CMC. dan diinkubasi selama 24

jam. Selanjutnya biakan bakteri diamati melalui pewarnaan Gram. Peremajaan

3

cendawan dilakukan dengan mengambil koloni cendawan beserta mediumnya

dengan ukuran diameter 1 cm, kemudian diletakkan pada medium baru dan

diinkubasi selama 3-5 hari.

Isolat bakteri yang telah diremajakan dilakukan uji tantang terhadap

cendawan uji menggunakan metode Fokkema (1973). Sebanyak 1 lup isolat

bakteri digoreskan sepanjang 2 cm dari tepi cawan petri berisi medium Potato

Dextrose Agar (PDA) yang berdiameter 9 cm, kemudian diletakkan cendawan uji

dengan jarak 3 cm dari bakteri. Pasangan kultur tersebut diinkubasi selama 7 hari

kemudian dihitung zona hambat bakteri terhadap cendawan dibandingkan dengan

kontrol.

Persentase penghambatan = (R1 – R2) /R1 x 100%.

Keterangan:

R1 = jari-jari cendawan ke arah tepi cawan

R2 = jari-jari cendawan ke arah bakteri

Kemampuan Cendawan Uji Menginfestasi Daun Kelapa Sawit

Cendawan yang telah menghasilkan konidium pada cawan petri berisi

medium PDA diberi aquades steril sebanyak 10 mL (yang mengandung 50 μL

tween 20%) pada permukaannya untuk memanen konidium. Kultur yang

digunakan umur 1 minggu untuk Curvularia affinis dan 10 hari untuk

Colletotrichum gloeosporoides. Selanjutnya untuk memisahkan konidium dari

miselium dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring. Suspensi konidium

Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides masing-masing dihitung

menggunakan hemasitometer sehingga diperoleh 106 konidium/ml. Biakan bakteri

selulolitik dibiakkan dalam medium Nutrient Broth yang mengandung 1% CMC.

Biakan bakteri yang digunakan sebanyak 108

sel/ml. Kultur bakteri yang diujikan

terhadap Curvularia affinis berumur 24 jam, dan berumur 36 jam untuk

Colletotrichum gloeosporoides sesuai data daya hambat bakteri terbesar dari

penelitian sebelumnya (Purnamasari 2013).

Daun kelapa sawit diambil dari bibit berumur sekitar tiga bulan,

didesinfeksi dengan cara dicuci bersih dan diseka menggunakan alkohol 70%.

Potongan daun berukuran 3 cm x 4 cm masing-masing diinokulasi dengan 100 μL

suspensi konidium cendawan Curvularia affinis (106

konidium/ml) dan

Colletotrichum gloeosporoides masing-masing sebanyak 106

konidium/ml lalu

diletakkan di cawan petri steril besar berdiameter 9 cm yang berisi tisu lembap.

Setiap cawan petri berisi lima potongan daun yang merupakan lima ulangan untuk

setiap perlakuan per cawan dan satu cawan petri berisi kontrol. Pengamatan hasil

inokulasi dilakukan pada 5-7 hari masa inkubasi.

Reisolasi Cendawan

Reisolasi dilakukan dengan memotong bagian daun yang mengalami

perubahan warna menjadi kecokelatan. Potongan daun didesinfeksi menggunakan

larutan 2% NaClO selama kurang lebih 10 detik, dicuci dengan aquades steril

sebanyak tiga kali, dikeringkan menggunakan kertas saring steril, lalu diletakkan

pada medium PDA. Isolat cendawan yang diperoleh kemudian dibandingkan

dengan isolat cendawan awal (sebelum reisolasi) melalui pengamatan

makroskopis berupa warna koloni, bentuk koloni dan bentuk mikroskopis meliputi

4

bentuk konidium dan warna konidium menggunakan preparat yang dibuat dengan

metode Riddle (Riddle 1950).

Daya Hambat Bakteri terhadap Cendawan dengan

Metode Leaf-Pieces Assays

Uji penghambatan bakteri terhadap cendawan dilakukan menggunakan

metode Leaf-piece assays (Hsieh dan Huang 2001). Metode ini menggunakan

potongan daun dengan ukuran tertentu yang diberi perlakuan untuk diamati. Daun

bibit kelapa sawit yang berumur tiga bulan dipotong ukuran 3 cm x 4 cm. Setiap

satu potong untuk satu kali ulangan. Potongan-potongan daun tersebut digunakan

untuk dua macam percobaan, masing-masing percobaan terdiri atas lima

perlakuan dan satu kontrol negatif. Percobaan kesatu yaitu: 1) daun sebagai

kontrol negatif (tanpa perlakuan), 2) daun diinokulasi dengan 100 μl cendawan

Curvularia affinis saja, 3) daun diinokulasi dengan 100μL bakteri B. thuringiensis

KAHN 15.39 dan dua jam kemudian diinokulasi 100 μl konidium Curvularia

affinis, 4) daun diinokulasi dengan 100 μL bakteri B. thuringiensis KAHN 15.39

terlebih dahulu dan tiga hari kemudian diinokulasi dengan 100 μl konidium

Curvularia affinis, 5) daun diinokulasi dengan 100 μL Curvularia affinis dan dua

jam kemudian diinokulasi 100 μL bakteri B. thuringiensis KAHN 15.39, 6) daun

diinokulasi dengan 100 μL cendawan Curvularia affinis terlebih dahulu dan tiga

hari kemudian diinokulasi dengan 100 μl bakteri B. thuringiensis KAHN 15.39.

Percobaan kedua dilakukan seperti percobaan kesatu dengan

menggunakan cendawan Colletotrichum gloeosporoides. Masing-masing

perlakuan sebanyak empat ulangan. Suspensi spora cendawan yang digunakan

masing-masing 106

konidium/ml dan bakteri yang digunakan 108

sel/ml. Potongan

daun yang telah diberi perlakuan diletakkan dalam cawan petri steril berisi tisu

steril yang lembap. Potongan daun tersebut diletakkan di atas alumunium foil

yang dibentuk huruf U sebagai alas sehingga tidak bersentuhan dengan tisu untuk

mencegah daun terlalu basah. Pengamatan dilakukan selama tujuh hari dengan

tiga hari pertama percobaan dilakukan dalam keadaan gelap. Kerusakan daun

diamati dengan menghitung luas daun yang terinfestasi cendawan yaitu dengan

mengukur panjang dan lebar daun yang rusak, sedangkan daya hambat bakteri

diamati dengan menghitung persentase penghambatan menggunakan persamaan:

BE = (dc-dt)/dc x 100%; (Chanchaichaovivat et al. 2007)

Keterangan:

BE = efektivitas biokontrol (%)

dc = luas area terinfestasi dari kontrol positif (hanya perlakuan cendawan saja)

(mm2)

dt = luas area terinfestasi dari daun yang diberi perlakuan bakteri dan cendawan

(mm2)

Berdasarkan ukuran potongan daun yang digunakan luas area terinfestasi

cendawan akan memiliki nilai paling rendah 0 mm2

dan paling tinggi 1200 mm2,

sedangkan nilai BE memiliki nilai paling tinggi 100%.

5

Pengamatan Struktur Anatomi Daun Terinfestasi Cendawan

Pengamatan struktur anatomi daun yang terinfestasi cendawan dilakukan

pada daun kontrol negatif, daun yang diinokulasi cendawan terlebih dahulu dan 3

hari kemudian diinokulasi bakteri, serta daun kontrol positif (daun yang

diinokulasi cendawan saja). Daun tersebut dipotong secara melintang

menggunakan mikrotom beku. Hasil sayatan diberi pewarna safranin dan diamati

pada mikroskop dengan perbesaran 400x. Bagian yang diamati ialah jaringan

epidermis, berkas pembuluh dan jaringan mesofil.

HASIL

Peremajaan Isolat

Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 merupakan bakteri Gram positif yang

berbentuk batang (Gambar 1). Bakteri ini dapat menghasilkan enzim selulase

ekstraseluler yang dicirikan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni

bakteri yang ditumbuhkan pada medium NA dengan CMC 1%.

Gambar 1 Bacillus thuringiensis KAHN15.39

Curvularia affinis memiliki warna koloni awal abu-abu dan setelah

dewasa berwarna hitam, bentuk konidiofor gelap, pada umumnya sederhana,

menghasilkan konidium pada ujung atau secara simpodial. Konidium Curvularia

affinis berwarna gelap, fusiform, terdiri atas 3-5 sel dengan sel yang ujung lebih

kecil dan lebih cerah dibanding sel yang di tengah sehingga bentuknya bengkok

(Gambar 2).

Colletotrichum gloeosporoides memiliki warna koloni awal putih,

kemudian menjadi abu-abu, karakteristik konidiofor sederhana yang memanjang,

konidia hialin, 1 sel, berbentuk ovoid (berbentuk telur dengan satu ujungnya

menyempit) atau oblong (Gambar 2).

6

Gambar 2 Cendawan uji Curvularia affinis dan Colletotrichum

gloeosporoides. (a) Warna koloni dan (b) bentuk

konidium Curvularia affinis, (c) warna koloni dan (d)

bentuk konidium Colletotrichum gloeosporoides

Uji tantang B. thuringiensis KAHN 15.39 terhadap cendawan patogen

Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides dilakukan selama 7 hari

masa inkubasi (Gambar 3). Kontrol dengan perlakuan hanya menggunakan kedua

cendawan patogen tumbuh memenuhi seluruh permukaan agar-agar (Gambar 3c

dan 3d).

Gambar 3 Penghambatan Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 terhadap

cendawan patogen Curvularia affinis dan Colletotrichum

gloeosporoides. (a) B. thuringiensis KAHN 15.39 + Curvularia

affinis, (b) B. thuringiensis KAHN 15.39 + Colletotrichum

gloeosporoides, (c) kontrol Curvularia affinis, dan (d) kontrol

Colletotrichum gloeosporoides

7

Hasil uji tantang B. thuringiensis KAHN 15.39 terhadap cendawan uji

menunjukkan daya hambat sebesar 27.48% untuk Curvularia affinis dan 34.21%

untuk Colletotrichum gloeosporoides (Tabel 1). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Purnamasari (2013), diperoleh nilai penghambatan sebesar 57.5% untuk

Curvularia affinis dan 60% untuk Colletotrichum gloeosporoides.

Tabel 1 Daya hambat Bacillus thuringiensis KAHN 15.39 terhadap cendawan

Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides melalui metode uji

tantang

Hari ke-

Daya Hambat (%)

Curvularia affinis Colletotrichum gloeosporoides

1 24.24 23.33

2 31.50 36.48

3 30.76 38.46

4 30.00 38.75

5 27.50 37.50

6 27.50 32.50

7 27.50 32.50

Rata-rata 28.48 34.21

Kemampuan Cendawan Uji Menginfestasi Daun Kelapa Sawit

Daun yang diinokulasi dengan cendawan menunjukkan gejala kerusakan

pada hari kelima. Daun yang diinokulasi Curvularia affinis menunjukkan gejala

pada hari kedua dengan terbentuk area terinfestasi cendawan berwarna cokelat di

pinggiran daun, melebar pada hari ketiga dan keempat, dan berubah menjadi gelap

cenderung hitam pada hari kelima (Gambar 4a).

Daun yang diinokulasi Colletotrichum gloeosporoides menunjukkan gejala

pada hari ketiga dengan terbentuk area terinfestasi cendawan berwarna cokelat di

pinggirann daun, melebar pada hari keempat dan pada hari kelima berwarna

cokelat sedikit berbayang kuning (Gambar 4b). Daun kontrol yang tanpa inokulasi

cendawan hanya diberikan aquades steril pada hari kelima tidak menunjukkan

adanya perubahan warna (Gambar 4c).

Gambar 4 Penampakan hari kelima daun kelapa sawit yang diinokulasi

cendawan. (a) Curvularia affinis (b) Colletotrichum

gloeosporoides dan (c) daun kontrol

8

Reisolasi Cendawan

Daun yang menunjukkan gejala berupa terbentuknya area terinfestasi

cendawan pada uji infestasi cendawan digunakan untuk reisolasi cendawan. Daun

yang menunjukkan gejala dari masing-maisng cendawan dipotong berukuran 1 cm

untuk diletakkan di atas permukaan medium PDA dan diinkubasi selama 7 hari.

Hasil reisolasi menunjukkan morfologi konidium dan konidiofor yang sama

dengan inokulan awal yaitu cendawan Curvularia affinis dan Colletotrichum

gloeosporoides (Gambar 2).

Pengamatan hasil reisolasi secara makroskopis dan mikroskopis dilakukan

pada hari ketujuh. Cendawan Curvularia affinis memiliki warna koloni hitam

dengan konidium fusiform, terdiri atas 3-5 sel, dan sel yang ujung lebih kecil serta

lebih cerah dibanding sel yang di tengah sehingga bentuknya bengkok (Gambar

2b). Cendawan Colletotrichum gloeosporoides memiliki warna koloni putih

dengan konidium hialin, 1 sel, berbentuk ovoid (berbentuk telur dengan satu

ujungnya menyempit) atau oblong (Gambar 2d).

Daya Hambat Bakteri terhadap Cendawan dengan

Metode Leaf-pieces assays

Luas daun terinfestasi cendawan pada hari ketujuh dengan perlakuan

inokulasi bakteri terlebih dahulu dan tiga hari kemudian diinokulasi Curvularia

affinis diperoleh sebesar 772 mm2. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan

perlakuan sebaliknya yaitu 69 mm2. Luas daun terinfestasi paling rendah

didapatkan pada perlakuan inokulasi cendawan terlebih dahulu dan tiga hari

kemudian diinokulasi bakteri dengan nilai sebesar 69 mm2 (Tabel 1).

Nilai BE paling tinggi sebesar 86% diperoleh pada perlakuan inokulasi

cendawan terlebih dahulu dan tiga hari kemudian diinokulasi bakteri. Nilai BE

perlakuan tersebut pada hari keempat sampai hari ketujuh mengalami penurunan,

nilai BE pada hari kelima dan keenam ialah sama, kemudian menurun pada hari

ketujuh. Sebaliknya pada pemberian bakteri terlebih dahulu dan tiga hari

kemudian diinokulasi Curvularia affinis tidak menghasilkan nilai BE (-50%).

Nilai BE perlakuan pemberian bakteri lebih awal dengan jeda waktu dua jam

terhadap inokulasi cendawan (7%) lebih tinggi dari perlakuan sebaliknya (-29%).

9

Tabel 2 Luas daun terinfestasi cendawan dan efektivitas biokontrol (BE) bakteri

selulolitik terhadap cendawan Curvularia affinis

No Perlakuan

Luas daun terinfestasi hari

ke- (mm2)

BE hari ke- (%)

4 5 6 7 4 5 6 7

1 Kontrol negatif 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Curvularia affinis 81 273 322 513 0 0 0 0

3 B. thuringiensis

KAHN15.39 (2 jam) +

Curvularia affinis

75 235 292 480 (+)8 (+)14 (+)9 (+)7

4 Curvularia affinis (2

jam) + B.thuringiensis

KAHN 15.39

223 330 471 662 (-)174 (-)21 (-)46 (-)29

5 B. thuringiensis

KAHN1539 (3 hari) +

Curvularia affinis

208 404 552 772 (-)156 (-)48 (-)72 (-)50

6 Curvularia affinis (3

hari) + B. thuringiensis

KAHN15.39

5 10 13 69 (+)94 (+)96 (+)96 (+)86

Keterangan: nilai BE (-) = luas area terinfestasi perlakuan cendawan saja lebih rendah dari

perlakuan cendawan dan bakteri

nilai BE (+) = luas area terinfestasi perlakuan cedawan saja lebih tinggi dari

perlakuan cendawan dan bakteri

Luas daun terinfestasi cendawan pada hari ketujuh dengan perlakuan

inokulasi bakteri terlebih dahulu dan tiga hari kemudian diinokulasi

Colletotrichum gloeosporoides diperoleh sebesar 163 mm2. Perlakuan sebaliknya

dengan luas daun terinfestasi cendawan sebesar 152 mm2

merupakan luas daun

terinfestasi paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai BE

paling tinggi sebesar 45% diperoleh pada perlakuan cendawan terlebih dahulu dan

tiga hari kemudian diinokulasi Colletotrichum gloeosporoides (152 mm2). Nilai

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

4 5 6 7

Luas

are

a te

rinfe

stas

i (m

m2)

Perlakuan pada hari ke-

Gambar 5 Luas area terinfestasi cendawan Curvularia affinis pada berbagai

perlakuan bakteri

kontrol positif (C. affinis)

B. thuringiensis KAHN15.39

(2 jam) + C. affinis

C. affinis (2 jam) +

B.thuringiensis KAHN 15.39

B. thuringiensis KAHN1539

(3 hari) + C. affinis

C. affinis (3 hari) + B.

thuringiensis KAHN15.39

10

BE perlakuan tersebut pda hari keempat sampai hari ketujuh mengalami

penurunan, dengan nilai BE adalah sama pada hari keenam dan ketujuh.

Sebaliknya pada pemberian bakteri terlebih dahulu dan tiga hari kemudian

diinokulasi Colletotrichum gloeosporoides menghasilkan nilai BE yang lebih

rendah yaitu 41%. Nilai BE perlakuan pemberian bakteri lebih awal dengan jeda

waktu dua jam terhadap inokulasi cendawan (31%) lebih tinggi dari perlakuan

sebaliknya (-121%).

Tabel 3 Luas daun terinfestasi cendawan dan efektivitas biokontrol (BE) bakteri

selulolitik terhadap cendawan Colletotrichum gloeosporoides

No Perlakuan

Luas daun terinfestasi hari

ke- (mm2)

BE hari ke- (%)

4 5 6 7 4 5 6 7

1 Kontrol negatif 0 0 0 0 0 0 0 0

2 C.gloeosporoides 156 192 217 279 0 0 0 0

3 B. thuringiensis

(2 jam) +

Colletotrichum

gloeosporoides

147 155 163 193 (+)6 (+)19 (+)25 (+)31

4 C.gloeosporoides

(2 jam) +

B.thuringiensis

230 359 482 615 (-)47 (-)87 (-)122 (-)121

5 B. thuringiensis

(3 hari) +

C.gloeosporoides

37 68 125 163 (+)76 (+)64 (+)42 (+)41

6 C.gloeosporoides

(3 hari) + B.

thuringiensis

60 75 118 152 (+)62 (+)61 (+)45 (+)45

0

100

200

300

400

500

600

700

800

4 5 6 7

Luas

are

a te

rinfe

stas

i (m

m2)

Perlakuan hari ke-

KKeterangan: nilai BE (-) = luas area terinfestasi perlakuan cendawan saja lebih rendah

dibandingkan perlakuan cendawan dan bakteri

nilai BE (+) = luas area terinfesatsi perlakuan cendawan saja lebih tinggi

dibandingkan perlakuan cendawan dan bakteri

kontrol positif (C. gloeosporoides)

B. thuringiensis KAHN15.39 (2

jam) + C. gloeosporoides

C. gloeosporoides (2 jam) +

B.thuringiensis KAHN 15.39

B. thuringiensis KAHN1539 (3

hari) + C. gloeosporoides

C. gloeosporoides (3 hari) + B.

thuringiensis KAHN15.39

Gambar 6 Luas area terinfestasi cendawan Colletotrichum gloeosporoides pada berbagai

perlakuan bakteri

11

Pengamatan Struktur Anatomi Daun Terinfestasi Cendawan

Hasil pengamatan struktur anatomi pada perlakuan inokulasi cendawan

Curvularia affinis mengalami kerusakan di bagian epidermis dan jaringan mesofil

berwarna cokelat. Perlakuan bakteri dengan cendawan mengalami tingkat

kerusakan pada bagian mesofil dengan konidium cendawan terinfestasi pada

bagian tersebut. Struktur anatomi daun yang digunakan sebagai kontrol tidak

mengalami kerusakan (Gambar 4).

Gambar 7 Struktur anatomi daun kelapa sawit yang terinfestasi Curvularia affinis.

(a) Daun dengan perlakuan Curvularia affinis, (b) daun dengan

perlakuan Curvularia affinis dan tiga hari kemudian B. thuringiensis

KAHN 15.39, dan (c) daun tanpa perlakuan (kontrol negatif)

Pengamatan struktur anatomi daun pada perlakuan diinokulasi cendawan

Colletotrichum gloeosporoides mengalami kerusakan di bagian epidermis dan

jaringan mesofil berwarna cokelat. Perlakuan cendawan Colletotrichum

gloeosporoides saja mengalami kerusakan di bagian epidermis dan terlihat

jaringan mesofil berwarna cokelat. Pada perlakuan cendawan terlebih dahulu dan

tiga hari kemudian diinokulasi bakteri mengalami kerusakan pada bagian mesofil.

Struktur anatomi daun yang digunakan sebagai kontrol tidak mengalami

kerusakan (Gambar 5).

Gambar 8 Struktur anatomi daun kelapa sawit yang terinfestasi Colletotrichum

gloeosporoides. (a) Colletotrichum gloeosporoides,(b) Colletotrichum

gloeosporoides selama 3 hari kemudian Bacillus thuringiensis KAHN

15.39, (c) kontrol.

12

PEMBAHASAN

Daun kelapa sawit yang berumur 3 sampai 4 bulan dapat diinfeksi oleh

cendawan Curvularia affinis dan Colletotrichum gloeosporoides. Menurut Lubis

(2008), terdapat sejumlah patogen penyebab bercak cokelat pada pembibitan

kelapa sawit yaitu Botryodiplodia sp., Glomerella sp., Melanconium sp.,

Curvularia sp., Cochliobolus sp.. Semangun (2000) menyatakan bahwa jenis-jenis

patogen penyebab bercak cokelat di Indonesia belum banyak dilaporkan sehingga

dalam penelitian ini tidak dicantumkan pustaka mengenai cendawan

Colletotrichum gloeosporoides yang menyerang bibit kelapa sawit. Penelitian

yang telah dilakukan pada cendawan Colletotrichum gloeosporoides melaporkan

bahwa cendawan tersebut dapat menyebabkan penyakit antraknosa pada pepaya

(Hamdayanty et al. 2012)

Nilai BE pada perlakuan cendawan terlebih dahulu, baik Curvularia affinis

maupun Colletotrichum gloeosporoidedes dengan jeda waktu 2 jam diinokulasi

bakteri menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini menunjukkan luas area

terinfestasi yang mendapat perlakuan bakteri lebih besar daripada perlakuan

cendawan saja (Gambar 7 dan 8). Bakteri pada perlakuan ini tidak memiliki daya

hambat terhadap pertumbuhan cendawan yang menyebabkan kerusakan pada

jaringan daun. Hal ini kemungkinan cendawan mampu menghasilkan suatu

senyawa untuk menginfestasi jaringan dalam waktu dua jam. Senyawa tersebut

kemungkinan mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada saat diinokulasikan,

sehingga pertumbuhan bakteri tidak maksimum.

Perlakuan yang sebaliknya yaitu inokulasi bakteri terlebih dahulu dengan

jeda waktu dua jam diinokulasi cendawan menghasilkan nilai BE positif. Nilai BE

positif menunjukkan luas area terinfestasi cendawan yang mendapat perlakuan

bakteri lebih kecil daripada luas area terinfestasi cendawan tanpa mendapat

perlakuan bakteri. Hal tersebut kemungkinan dalam waktu dua jam bakteri telah

menginfestasi dan menghasilkan senyawa antagonis pada waktu terjadi interaksi

dengan cendawan. Pada perlakuan ini interaksi antagonis yang terjadi antara

bakteri dan cendawan berupa kompetisi ruang (Baker dan Cook 1982). Bacillus

thuringiensis KAHN 15.39 yang digunakan dalam penelitian ini berumur 24 jam

untuk Curvularia affinis dan 36 jam untuk Colletotrichum gloeosporoides. Bakteri

tersebut telah memasuki fase stasioner berdasarkan hasil penelitian Purnamasari

(2013).

Nilai BE menunjukkan negatif jika bakteri diinokulasi terlebih dahulu

dengan jeda waktu 3 hari terhadap inokulasi cendawan Curvularia affinis, namun

nilai BE positif terhadap inokulasi cendawan Colletotrichum gloeosporoides.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya melalui uji tantang daya hambat bakteri

terhadap Curvularia affinis lebih rendah daripada terhadap Colletotrichum

gloeosporoides (Purnamasari 2013), sehingga bakteri pada waktu diujikan ke

substrat yang berbeda yaitu berupa jaringan daun tidak memberikan efek

penghambatan terhadap cendawan Curvularia affinis. Hal tersebut kemungkinan

pertumbuhan bakteri tidak optimum seperti pada uji tantang (ditumbuhkan pada

medium kaya nutrisi). Sedangkan daya hambat bakteri terhadap Colletotrichum

gloeosporoides yang lebih tinggi melalui uji tantang masih memberikan efek

penghambatan pada penelitian ini.

13

Perlakuan inokulasi cendawan terlebih dahulu, baik Curvularia affinis

maupun Colletotrichum gloeosporoides dan 3 hari kemudian diinokulasi bakteri

menunjukkan hasil BE positif. Nilai tersebut menunjukkan luas area terinfestasi

cendawan pada perlakuan dengan bakteri lebih kecil daripada perelakuan

cendawan saja (Gambar 7 dan 8). Hal ini mungkin disebabkan bakteri mampu

tumbuh dengan baik menggunakan nutrisi hasil degradasi jaringan daun oleh

cendawan. Bakteri menghasilkan senyawa tertentu pada saat terjadi interaksi

dengan cendawan seperti yang dilaporkan Hwang et al. (2001).

Perlakuan dengan nilai BE paling tinggi dan area terinfestasi cendawan

paling rendah pada penghambatan Curvularia affinis dan Colletotrichum

gloeosporoides didapatkan pada perlakuan dengan inokulasi cendawan terlebih

dahulu kemudian inokulasi bakteri setelah tiga hari. Hal ini mengindikasikan

bahwa bakteri Bacillus thuringiensis KAHN15.39 bersifat kuratif

(penanggulangan dilakukan setelah terinfeksi penyakit) dalam penerapan di daun.

Kerusakan yang terjadi pada struktur anatomi baik pada perlakuan

Curvularia affinis maupun Colletotrichum gloeosporoides (perlakuan cendawan

saja) menunjukkan kerusakan pada bagian mesofil. Cendawan dapat merusak sel

atau jaringan dari tumbuhan dan menyebabkan penurunan fungsi fisiologis sel

atau jaringan. Jenis sel dan jaringan yang terinfeksi akan menentukan fungsi

fisiologis yang dipengaruhinya. Infeksi pada daun akan mengganggu fotosintesis

(Agrios 1996) seperti yang dilaporkan oleh Dimaro et al. (2009) yang melakukan

penelitian mengenai histopatologi pada daun Raphia hookeri yang diserang

Glomerella cingulata. Jaringan yang terinfeksi menunjukkan perubahan warna

menjadi gelap dan gangguan transfusi pada jaringan. Setelah terjadi penetrasi pada

epidermis daun, patogen akan menyerang hipodermis dan menginfeksi jaringan

mesofil atau palisade. Cendawan dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan

melalui mekanisme seperti melemahkan inang dengan menyerap makanan terus-

menerus, menghasilkan atau mengganggu metabolisme sel inang dengan toksin,

enzim dan zat pengatur tumbuh yang disekresikannya, menghambat transportasi

makanan, hara mineral dan air melalui jaringan pengangkut, serta mengkonsumsi

kandungan sel inang setelah terjadi kontak (Agrios 1996)

Bakteri selulolitik sebagai biokontrol alami diharapkan mampu menghambat

pertumbuhan cendawan yang diduga patogen seperti yang telah dilaporkan Kucuk

dan Kivanc (2004), bahwa aktivitas β-1,3 glukanase yang dihasilkan oleh Bacillus

sp. dapat mendegradasi dinding sel cendawan Trichoderma harzianum. Senyawa

bioaktif yang dihasilkan oleh B. subtilis diketahui juga memiliki aktivitas terhadap

cendawan Rhizoctonia solani (Kondoh et al. 2001). Menurut Kim et al. (2004),

B. thuringiensis dapat menghasilkan lipopeptida dari kelompok fengycin yang

memiliki aktivitas antagonisme terhadap fitopatogen. Terdapat tiga kelompok

lipopeptida yang dihasilkan Bacillus sp. dalam peranannya sebagai agens

biokontrol yaitu surfactin, iturins, dan fengycins (Ongena dan Jacques 2007).

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian penyakit tanaman umumnya

dengan menghitung derajat keparahan. Tingkat keparahan dipengaruhi beberapa

faktor yaitu kondisi bibit, umur inang, resistensi inang dan sifat genetik inang

(Sinaga 2009). Dalam penelitian ini tidak digunakan tanaman utuh sehingga

penghitungan bercak tidak dapat dilakukan. Bercak cokelat Curvularia paling

berpotensi menyerang bibit pada umur tiga bulan, sedangkan bibit umur empat

bulan sudah lebih tahan terhadap penularan bercak (Solehudin et al. 2012).

14

Penelitian terhadap cendawan patogen Curvularia yang selama ini dilakukan di

antaranya terhadap padi untuk menguji ketahahanannya (Taufik et al. 2012) dan

jagung untuk pengujian efektivitas antifungi (Ankinbode 2010).

Selama ini penelitian serangan bercak Colletotrichum lebih banyak

dilakukan pada cabai (Herwidyarti et al. 2013; Wiratama 2013), gulma dan

pepaya (Hamdayanty et al. 2012). Tingkat area terinfeksi dipengaruhi oleh masa

inkubasi cendawan pada inang. Menurut Herwidyarti et al. (2013), masa inkubasi

Colletotrichum cukup lama (3-27 hari) jika dibandingkan Curvularia. Hal

tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini yaitu luas area terinfestasi cendawan

Colletotrichum gloeosporoides (279 mm2) lebih kecil dibandingkan Curvularia

affinis (513 mm2) (Tabel 1 dan 2). Daun setelah diinokulasi cendawan disimpan

dalam ruang tertutup dengan kondisi lembap selama 48 jam. Menurut

Sugiprihatini (2013), kelembapan selama 48 jam secara terus menerus sangat

rentan bagi tanaman untuk terserang penyakit.

Metode Leaf-pieces assays sering digunakan dalam meneliti ketahanan

inang terhadap cendawan dan efektivitas fungisida (Zadoks dan Schein 1979).

Beberapa penelitian yang menggunakan metode tersebut, bagian daun yang

dipotong ditutup agar atau medium untuk mencegah bakteri atau cendawan masuk

dari bagian tersebut (Boydom et al. 2013; Jackson et al. 2008), sehingga tingkat

keparahannya dapat dibandingkan dengan penelitian menggunakan tanaman utuh.

Kelebihan metode tersebut ialah reproduksibilitas lebih tinggi karena ukuran dan

umur daun sama, meningkatkan perbanyakan, lebih konsisten, kondisi inkubasi

seragam, peletakan inokulasi pada bagian yang spesifik di daun, kuantifikasi

penyakit lebih akurat dan mudah dilakukan (Parke et al. 2005). Kelemahan dari

metode Leaf-pieces assays ialah tidak dapat menjelaskan respon inang terhadap

patogen. Selain itu, pada penelitian ini gejala yang muncul pada daun tidak sesuai

dengan gejala bercak daun dan lebih mengarah pada gejala akibat saprofit bukan

parasit, sehingga kemungkinan metode Leaf-pieces assays tidak cocok digunakan

untuk semua jenis tanaman.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Isolat Bacillus thuringiensis KAHN15.39 dapat menghambat cendawan

Curvularia affinis dengan tingkat efektivitas biokontrol sebesar 86% dan

cendawan Colletotrichum gloeosporoides dengan tingkat efektivitas biokontrol

sebesar 45% melalui metode Leaf-pieces assays. Penghambatan bakteri Bacillus

thuringiensis KAHN15.39 terhadap Curvularia affinis dan Colletotrichum

gloeosporoides bersifat kuratif yaitu penanggulangan dilakukan setelah terinfeksi

penyakit. Kerusakan struktur anatomi daun terjadi pada bagian epidermis dan

jaringan mesofil dengan tingkat kerusakan perlakuan bakteri dan cendawan lebih

rendah dibandingkan perlakuan cendawan saja.

15

Saran

Penggunaan metode Leaf-pieces assays sebaiknya disertai dengan

penelitian in planta untuk melihat respon inang terhadap patogen maupun agens

biokontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Busnia M, penerjemah. Yogyakarta

(ID): Gadjah Mada Pr. Terjemahan dari: Plant Pathology.

Akinbode, OA. 2010. Evaluation of antifungal efficacy of some plant extracts on

Curvularia lunata the causal organism of maize leaf spot. J Environ Sci

Technol. 4(11):797-800.

Baker KF, Cook RJ. 1982. Biological Control of Plant Pathogen. San Francisco

(US): American Phytopathological Society.

Boydom A, Dawit W, Getaneh W. 2013. Evaluation of detached leaf assay for

assessing leaf rust (Puccinia triticana Eriks) resistance in wheat. J Plant

Pathol Microb. 4(5):1-4

Chanchaichaovivat A, Ruenwongsa P, Panjipan B. 2007. Screening and

identification of yeast strains from fruits snd vegetables: potenstial for

biological control of postharvest chilli anthracnose (Colletotrichum capsici).

J Biol Control. 42:326-325.

[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan (ID). 1993. Vademecum Budidaya

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis). Serpong (ID): PT Perkebunan XI.

Hamdayanty, Yunita R, Amin NN, Damayanti TI. 2012. Pemanfaatan kitosan

untuk mengendalikan antraknosa pada pepaya (Colletotrichum

gloeosporoides) dan meningkatkan daya simpan buah. J Fitopatol Indones.

8(4):97-102.

Haryanto A. 2013. Isolation of chitinolytic bacteria used as biological control of

suspected pathogen fungi on oil palm seedlings [skripsi]. Bogor (ID): IPB

Univ Pr.

Herwidyarti KH, Ratih S, Sembodo DRJ. 2013. Keparahan penyakit antraknosa

pada cabai (Capsicum annum L) dan berbagai jenis gulma. J Agrotek Trop.

1(1):102-106.

Hsieh TF, Huang JW. 2001. Leaf-disk method assessment of disease severity of

lily leaf blight caused by Botrytis elliptica. Plant Pathol Bul. 10:37-44.

Hwang BK, Lee JY, Kim BS, Lim SW, Moon SS. 2001. Isolation and in vivo and

in vitro antifungal activity of phenylacetic acid and sodium phenylacetate

from Streptomyces humidus. J Appl Environ Microbiol. 67(1):3739-3745.

Jackson EW, Obert DE, Chong J, Avant JB, Bonman JM. 2008. Detached-leaf

method for propagating Puccinia coronata and assesing crown resistence in

oat. J Plant Dis. 92(10):1400-1406.

[Kementan] Kementerian Pertanian (ID). 2013. Statistik Pertanian 2013. Jakarta

(ID): Kementerian Pertanian.

Kim PI, Bai H, Bai D, Chae H, Chung S, Kim Y, Park R, Chi YT. 2004.

Purification and characterization of a lipopeptide produced by Bacillus

thuringiensis CMB26. J Appl Microbiol. 97(5):942-949.

16

Kondoh M, Hirai M, Shoda M. 2001. Integrated biological and chemical control

of damping-off caused by Rhizoctonia solani using Bacillus subtilis RB14-C

and flutolanil. J Biosci Bioeng. 1(2):173-177.

Kucuk C, Kivanc M. 2004. In vitro antifungal activity of strain of Trichoderma

harzianum. J Biol. 25(1):111-115.

Lubis AU. 2008. Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) di Indonesia. Pematang

Siantar (ID): Puslitbun Marihat.

Ongena M, Jacques P. 2007. Bacillus lipopeptides: versatile weapons for plant

disease biocontrol. J Trend Microbiol. 16(3):115-125.

Parke JL, Roth M, Choquette C. 2005. Detached Leaf Assays with Phytophthora

ramorum: Are They Valid? Sudden Oak Death Science Symposium II;18-21

January 2005; Monterey, California. Monterey (CA): Oregon State Univ Pr.

Purnamasari D. 2013. Isolasi bakteri selulolitik penghambat pertumbuhan

cendawan pada kelapa sawit dari tanah hutan di Jambi [skripsi]. Bogor (ID):

IPB Univ Pr.

Riddle RW. 1950. Permanent stained mycological preparation obtained by slide

culture. Mycologia. 42: 265-270.

Semangun H. 2000. Penyakit-penyakit Bibit Perkebunan di Indonesia.

Yogyakarta(ID): UGM Univ Pr.

Sinaga MS. 2003. Dasar-dasar Penyakit Tumbuhan. Depok (ID): Penebar

Swadaya.

Solehudin D, Suswanto I, Supriyanto. 2012. Status penyakit bercak coklat pada

pembibitan kelapa sawit di Kabupaten Sanggau. J Perkeb Lahan Trop. 2(1):

1-4.

Sugiprihatini D, Wiyono S, Widodo. 2011. Selection of yeasts antagonists as

biocontrol agent of mango fruit rot caused by Botryodiplodia theobromae. J

Microbiol Indones. 5(4): 155.

Taufik M, Asniah, Syair. 2012. Ketahanan lapangan padi gogo terhadap infeksi

Curvularia oryzae. J Fitopatol Indones. 8(2): 50-53.

Wiratama ID, Sudiarta IP, Sukewijaya IM, Sumiartha K, Utama MP. 2013. Kajian

ketahanan beberapa galur dan varietas cabai terhadap serangan antraknosa

di Desa Abang Songan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. J

Agroekotek Trop. 2(2):71-81.

Zadoks JC, Schein RD. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management.

New York (US): Oxford Univ Pr.

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 11 Maret 1991 dari ayah

Mohammad Jahuri dan Almh. ibu Siti Khodijah. Penulis merupakan anak

kedelapan dari delapan bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari MAN Insan

Cendekia Gorontalo. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB

melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di

Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis

mendapatkan beasiswa dari BCA Finance tahun 2011-2013 dan beasiswa dari

Women International Club (WIC) tahun 2013-2014.

Penulis aktif mengikuti beberapa organisasi dalam masa studi seperti

Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) periode 2011-2012 dan 2012-2013

pada divisi Bioworld, Ikatan Alumni Insan Cendekia Gorontalo (IAICG) periode

2011-sekarang dan Ikatan Santri Mahasiswa Al Ihya (ISMA) periode 2012-2014.

Penulis juga aktif mengikuti kegiatan seperti menjadi peserta kompetisi olimpiade

biologi pada OSN Pertamina (2011-2012) dan peserta pelatihan Leadership and

Enterpreunership School (LES) IPB (2011). Penulis juga aktif mengikuti lomba

Karya Tulis Ilmiah seperti pada The 2nd

Airlangga Ideas Competition (AIC),

Bisnis Challenge UI Green Festival, Karya Tulis Ilmiah Al Quran (LKTIA) IPB

dan Pekan Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) yang didanai oleh DIKTI.

Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan seperti pada Lomba Karate

se Jawa-Bali (2010), Explo Science (2012), Fun with Bioworld (2012), Biology

on Science and Application (2012/2013).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum

Biologi Dasar (2013). Tanggal 3-5 Juli 2012 penulis melaksanakan Studi Lapang

di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) dengan judul Struktur

Sekretori Tanaman Obat Anggota Suku Asteraceae di Taman Nasional Gunung

Gede Pangrango, Jawa Barat. Setelah itu, pada bulan Juli hingga Agustus 2013,

penulis melaksanakan Praktik Lapangan dengan topik Perbanyakan Bibit dan

Perawatan Tanaman Anggrek Dendrobium sp. di Taman Anggrek Indonesia

Permai (TAIP) dan Pondok Bunga Nursery.