dampak kedatangan belanda terhadap gaya …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20350925-mk-anna...
TRANSCRIPT
DAMPAK KEDATANGAN BELANDA TERHADAP GAYA
BERPAKAIAN MASYARAKAT PULAU JAWA
PADA ABAD KE-18--19
Yang diajukan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan jurusan Sastra Belanda
oleh :
Anna Kharisma Fehmita Mubin
(0906643332)
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2013
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
NAMA : Anna Kharisma F.M
NPM : 0906643332
TANDA TANGAN :
TANGGAL : 17 April 2013
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Anna Kharisma Fehmita Mubin
Program Studi : S1 Reguler
Judul : Dampak Kedatangan Belanda Terhadap Gaya Berpakaian Masyarakat
Pulau Jawa pada Abad ke- 18--19
Eratnya hubungan sejarah antara Indonesia dan Belanda merupakan salah satu factor
penentu keragaman budaya di Indonesia. Salah satunya adalah keragaman gaya berpakaian
masyarakat pulau Jawa pada abad 18--19 dilihat melalui tingkat pendidikan, jenis pekerjaan
dan jenis kelamin. Terjadi percampuran budaya berpakaian antara masyarakat Belanda dan
masyarakat pulau Jawa pada abad ke- 18—19. Masyarakat pulau Jawa mulai mengenal dan
mengenakan jas, kemeja lengan panjang, alas kaki berupa sepatu tertutup, gaun dan pakaian
tidur. Mereka juga mulai mengenal renda, pita, topi, sepatu, kaus kaki, tutupan kepala dan mo
tif pada pakaian. Percampuran kebudayaanyang terjadi dan berlangsung pada kehidupan sehar
i-hari ini merupakan hasil dari proses keberterimaan budaya berpakaian masyarakat Belanda
oleh masyarakat pulau Jawa abad ke-18--19, meskipun pada dasarnya masing-masing kebuda
yaan sangatlah bertolak belakang.
Kata kunci: kedatangan Belanda, gaya berpakaian, masyarakat jawa, dampak, abad 18-19.
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Anna Kharisma Fehmita Mubin
Program Studi : S1 Reguler
Judul : IMPACT OF DUTCH ARRIVAL TO JAVA SOCIETY ATTIRE IN THE 18-19 CENTURY
The tying historical relation between Indonesia and the Dutch plays one of the key
factor to Indonesia diversity in culture. One of Indonesia culture being impacted is the attire,
specifically in Java island during the 18 to 19 century. The attire change is reflected through
education level, occupation, and gender. With the Dutch arrival, the traditional attire style of
Javanese society are mixed with the Dutch attire culture. Javanese people began to discovered
suits, long sleeves shirt, conventional shoes, dress and night clothes. Not only clothes,
Javanese began to know other attire accessories such as lace, ribbon, hats, socks, and motif on
clothes. The blending between the two culture occurred along the daily lives. Even in reality
the two culture contracted against each other, the Javanese society acceptance to the Dutch
attire culture had made new fusion which lead to culture diversity.
Key words: Dutch arrival, attire, Javanese society, impact, 18-19 century.
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Baju Tidur Anak-Anak 15
Gambar 2. Onderkleding pada Baju Anak 15
Gambar 3. Baju Bermain Anak Perempuan 15
Gambar 4. Baju Bermain Anak Laki-Laki 15
Gambar 5. Baju Pesta Anak-Anak 15
Gambar 6. Onderkleding 15
Gambar 7. Onderlijfje 16
Gambar 8. Kap met Aangerimpelde Strook 16
Gambar 9. Muiltjes met Hakjes 16
Gambar 10. Jak, Rok en Vest 16
Gambar 11. Schort 16
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan..................................................................................... i
Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme............................................................. ii
Daftar Gambar............................................................................................... iii
Daftar Isi........................................................................................................ iv
Pendahuluan................................................................................................... 1
Kerangka Acuan Teoretis dan Metodelogi Penelitian................................... 2
Keadaan dan Gaya Berpakaian Masyarakat di Pulau Jawa Pada Abad
ke-18—19 .................................................................................................... 4
Simpulan........................................................................................................ 13
Daftar Acuan.................................................................................................. 14
Lampiran........................................................................................................ 15
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
PENDAHULUAN
Eratnya hubungan sejarah antara Indonesia dan Belanda merupakan salah satu faktor penentu
keragaman budaya di Indonesia. Salah satunya adalah keragaman gaya berpakaian masyarakat
Indonesia saat ini. Keragaman budaya tersebut merupakan kekayaan nasional yang bernilai
tinggi dan baik disadari maupun tidak keberadaannya sampai dengan saat ini tidak lepas dari
sejarah panjang dimulai dari kedatangan VOC sampai dengan masa pemerintahan Hindia
Belanda.
Berdasarkan kenyataan tersebut, diangkatlah tema sejarah dan budaya dalam karya
tulis ini, yakni dampak kedatangan Belanda terhadap gaya berpakaian masyarakat pulau Jawa
pada abad 18--19. Selain dikarenakan besarnya ketertarikan akan kajian ilmu sejarah dan
nilai-nilai budaya bangsa, kecintaan penulis terhadap gaya berpakaian juga memiliki andil
yang besar dalam pemilihan tema karya tulis.
Sayangnya ketertarikan akan kajian ilmu sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa kurang
didukung dengan data-data yang terkait. Minimnya informasi mengenai gaya berpakaian
dalam perkuliahan pranata masyarakat Indonesia-Belanda memotivasi penulis untuk
mengetahui informasi-informasi lebih seputar kehidupan masyarakat pulau Jawa khususnya
mengenai gaya berpakaian pada abad 18--19.
1.1. Masalah Penelitian
Gaya berpakaian berkolerasi dengan banyak aspek dalam kehidupan, terutama gaya hidup.
Pembatasan masalah dalam karya tulis ini hanya berkisar seputar dampak kedatangan Belanda
terhadap gaya berpakaian masyarakat pulau Jawa pada abad 18--19, dilihat melalui tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, dan jenis kelamin.
Pada karya tulis ini, penulis ingin melihat ada atau tidaknya dampak gaya berpakaian
masyarakat Belanda terhadap gaya berpakaian masyarakat pulau Jawa pada abad 18--19.
Apakah terjadi percampuran budaya berpakaian antara masyarakat Belanda dan masyarakat
pulau Jawa pada rentang waktu tersebut? Adakah perubahan gaya berpakaian pada
masyarakat pulau Jawa berdasarkan tingkat pendidikan yang berbeda dalam tataran
masyarakat Jawa itu sendiri? Adakah dampak tertentu pada gaya berpakaian masyarakat Jawa
berdasarkan jenis pekerjaan masyarakat Jawa pada rentang waktu tersebut? Dilihat melalui
jenis kelamin baik pada pria maupun wanita dengan rentang usia anak-anak sampai dengan
dewasa, penulis mempertanyakan ada atau tidaknya perbedaan gaya berpakaian pada pria dan
wanita, anak-anak dan orang dewasa pada masyarakat pulau Jawa abad 18--19 yang
disebabkan oleh gaya berpakaian orang Belanda.
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
1.2 Tujuan Penelitian
Dalam karya tulis ini penulis bertujuan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
dampak kedatangan Belanda terhadap gaya berpakaian masyarakat pulau Jawa pada abad ke
18--19. Penulis ingin menjelaskan keberterimaan atau ketidakberterimaan gaya berpakaian
masyarakat Belanda oleh masyarakat pulau Jawa abad 18--19. Penulis ingin menjelaskan ada
tidaknya percampuran kebudayaan berpakaian antara masyarakat Belanda dan Jawa dalam
rentang waktu tersebut.
KERANGKA ACUAN TEORETIS DAN METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Kerangka Acuan Teoretis
Pakaian sebagai kebutuhan dasar manusia sudah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu.
Oleh karena itu, pakaian mempunyai sejarah yang panjang. Tulisan-tulisan tentang pakaian
mayoritas mengenai pakaian tradisional dan fungsi pakaian pada peristiwa-peristiwa khusus.
Jarang ada tulisan yang membahas pakaian terkait tindakan sosial. Dalam menggambarkan
tradisi, unsur-unsur percampuran dari asing sering dilupakan meskipun merupakan bagian
dari sejarah.
Konsep dari pakaian itu sendiri menurut buku Cantecleer Kostuum Geschiedenis
(Laver, 1980:12) adalah segala sesuatu yang dipakai manusia untuk menutupi badan dan
melindungi tubuh dari segala kondisi cuaca. Pakaian bukan hanya untuk melindungi tubuh
dari berbagai cuaca maupun gigitan nyamuk, tetapi terkait erat dengan adat istiadat,
pandangan hidup, kedudukan atau status, dan juga identitas. Menurut Nurhajarini (2004:172),
“Pakaian merupakan salah satu penampilan lahiriah yang paling jelas yang membedakan
penduduk dari yang lainnya atau sebaliknya, menyamakan diri dengan kelompok lainnya.”
Bahkan pandangan orang Eropa, khususnya orang Belanda, terhadap konsep pakaian,
jauh lebih luas dari sekadar pelindung tubuh ataupun penanda diri di lingkungan sosial.
“Schilderijen en kunstvoorwerpen zoo te etaleren als vereischt, om tot opwekking en het
levendig houden van de kunstzin bij te dragen” (Havermans, 1998:10), “Lukisan dan benda-
benda seni sebagai syarat untuk dipamerkan, dalam rangka menghasilkan dan menjaga nilai
seni artistik.” Bagi orang Eropa, nilai artistik keindahan seni merupakan salah satu konsep
pakaian yang penting sehingga orang Eropa sangat menomorsatukan mode dan kualitas tekstil
dalam memahami konsep berpakaian.
Adapun yang dimaksud dengan gaya berpakaian adalah kebiasaan, cara berpakaian
pada masyarakat, yang mengandung unsur budaya yang berkembang didalamnya, yang
memiliki nilai estetika bagi penggunanya (Nurhajarini: 2004: 173).
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
Koentjaraningrat (2011:180) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Karena kebudayaan merupakan suatu sistem
simbolik, maka proses budaya haruslah dibaca, diterjemahkan, dan diinterpretasikan (Kuper,
1999: 98).
Selain konsep kebudayaan di atas, ada pula konsep kebudayaan, bahwa Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. (Arifin, 2010:89 )
Dengan demikian, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan termasuk
gaya berpakaian. Budaya juga meliputi segala hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk
suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu, seperti pakaian.
2.2 Metodologi Penelitian
Dalam karya tulis ini penulis mencari data sesuai dengan hal-hal yang terkait dengan
pembatasan masalah. Data terkait yang paling banyak digunakan berupa data teks yang
bersumber dari buku-buku sejarah, buku-buku perkembangan gaya berpakaian dan dilengkapi
pula dengan data foto yang menunjukkan gaya berpakaian pada abad ke-18--19.
2.2.1 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode pustaka. Pengumpulan
sumber pustaka berasal dari beberapa tempat, yakni Perpustakaan Nasional, Perpustakaan
Erasmus Huis, Perpustakaan KITLV dan Perpustakaan Universitas Indonesia. Ada pula data
yang dipakai berupa foto dan film dokumenter yang penulis dapatkan dari buku-buku terkait
dan koleksi pribadi dosen sastra belanda.
2.2.2 Metode Klasifikasi Data
Dalam pengklasifikasian data, penulis memisahkan menjadi dua, yaitu data primer, yakni data
dokumen dan foto gaya berpakaian pada tiap golongan masyarakat (masyarakat Jawa dan
Belanda), runtutan sejarah dan keadaan pranata di pulau Jawa (jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan dan jenis kelamin), dan data sekunder, yakni film dokumenter yang
memperlihatkan keadaan masyarakat pulau Jawa pada abad ke- 18--19.
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
2.2.3 Metode Analisis Data
Penulis menggunakan seluruh data terkumpul yang telah dibatasi sesuai dengan batasan
masalah dan topik terkait, untuk menganalisis segala keadaan yang menjadi batasan masalah
dan membuat kesimpulan dari jawaban pertanyaan-pertanyaan dalam karya tulis ini. Penulis
menganalis data yang ada dengan memperhatikan rentang waktu, dampak dari sebab-akibat
yang terjadi, serta melihat segala percampuran yang ada. Penulis juga memadukan kedua data,
data primer dan sekunder, untuk melihat kebenaran dari tiap-tiap data.
KEADAAN DAN GAYA BERPAKAIAN MASYARAKAT DI PULAU JAWAPADA
ABAD KE-18--19
3.1 Kedatangan Belanda di Pulau Jawa
Sekitar awal abad ke-16 Indonesia, yang dulu disebut dengan Hindia Belanda, telah terlebih
dahulu disinggahi Portugis. Portugis datang ke Hindia Belanda dengan maksud melakukan
perdagangan rempah-rempah. Pada saat itu Hindia Belanda terkenal dengan sumber alam
rempah-rempahan oleh bangsa barat. Belanda yang mengetahui keberhasilan perdagangan
bangsa Portugis di Hindia Belanda sangat tertarik untuk berlayar menuju Hindia Belanda.
Semenjak ditemukannya peta rute perjalanan menuju Hindia Belanda, yang telah
dirahasiakan lebih dari seratus tahun oleh Portugis, oleh Jan Huyghen Van Lindschoten
berangkatlah empat kapal layar besar milik kongsi dagang Belanda yang bernama VOC
(Vereenigde Oost Indische) pada tanggal 2 April 1595 menuju Hindia Belanda. Empat kapal
besar milik VOC yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman melakukan perjalanan laut dari
Belanda menuju Hindia Belanda selama lebih dari satu tahun.
Pada awalnya kedatangan VOC ke Hindia Belanda semata-mata hanya untuk
melakukan perdagangan rempah-rempahan, namun melihat potensi yang besar terhadap alam
Hindia Belanda akhirnya lambat laun VOC melakukan ekspansi wilayah kekuasan di Hindia
Belanda. Tepatnya pada tahun 1619, setelah merebut wilayah Banda dari Portugis dan
Ternate-Tidore dari Spanyol-Portugis, VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszon Coen berhasil
merebut Batavia dari Jayakarta yang kemudian membangun Batavia dengan benteng yang
mengelilinginya sebagai penanda kekuasaan VOC di Batavia.
Pada saat itu sekitar abad ke-17--18, VOC menguasai beberapa wilayah nusantara baik
darat maupun laut. Daerah kekuasaan perdagangan VOC mulai dari Tanjung Harapan sampai
dengan Nagasaki. Di Batavia, VOC membangun kekuasaannya layaknya sebuah negara. VOC
menetapkan Batavia sebagai Ibukota. Pusat perdagangan di Batavia dikuasai sepenuhnya oleh
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
VOC.
Setelah VOC bubar pada tahun 1799, pemerintah kerajaan Belanda mulai mengambil
alih kuasa atas Hindia Belanda. Dalam rentang waktu satu abad, abad ke-17--18,
berdatanganlah orang-orang Belanda yang dikirim oleh pemerintah Belanda untuk berdagang
dan juga untuk mengisi spot-spot penting dalam pemerintahan Belanda di Batavia.
3.2 Sistem Masyarakat Pulau Jawa pada Abad ke-18--19
Pada awal waktu kedatangan VOC ke Hindia Belanda keadaan sistem masyarakat pulau Jawa
masih berupa kesulatanan atau kerajaan. Pada waktu tersebut masing-masing wilayah di pulau
Jawa memiliki kerajaan sendiri-sendiri. Beberapa kerajaan atau kesultanan yang ada di pulau
Jawa pada masa monopoli VOC antara lain Kerajaan Mataram, Kesultanan Banten,
Kesultanan Cirebon dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya.
Dengan sistem masyarakat yang masih dalam bentuk kerajaan-kerajaan, keadaan
masyarakat pulau Jawa pada waktu tersebut jauh berbeda dengan keadaan masyarakat
Belanda. Masyarakat pulau Jawa pada saat itu jauh dari ilmu pengetahuan dan masih tunduk
pada sistem strata sosial kerajaan. Hal inilah yang menyebabkan orang Belanda melihat
potensi untuk sumber daya manusia yang murah dan mudah dibodohi. VOC berhasil
mendekati para penguasa kerajaan dan melakukan kerjasama yang menguntungkan Belanda.
Dari hasil kerjasama ini, Belanda dapat menguasai orang-orang kecil dari strata rendah untuk
bekerja di perkebunan mereka. Pulau Jawa dikenal dengan sumber daya alam yang melimpah.
VOC yang telah menyadari dari awal kedatangan mereka akan kelimpahan sumber daya alam
pulau Jawa pun melakukan proses inspansi terhadap pertanian pulau Jawa. Banyak sekali
tanah-tanah bebas di pulau Jawa yang dijadikan milik VOC. Oleh karena itu, banyak sekali
orang Jawa pada masa kekuasaan VOC yang bekerja sebagai kuli perkebunan di perkebunan-
perkebunan swasta milik Belanda
Sistem masyarakat pulau Jawa pada abad ke-18--19 yang mencolok yaitu pada lapisan
sosial masyarakatnya yang dikenal dengan penggolongan strata. Yang pertama yaitu golongan
Priyayi. Suatu golongan tertinggi dalam masyarakat pulau Jawa karena memiliki garis
keturunan dari keluarga kerajaan. Lalu golongan berikutnya yang ada pada lapisan sosial
masyarakat pulau Jawa adalah ningrat. Ningrat adalah golongan keluarga keraton dan
keturunan bangsawan lainnya yang biasanya mempunyai gelar-gelar yang menandakan
tingkat kebangsawanannya. Kemudian golongan masyrakat pulau Jawa yang paling bawah,
biasanya hidup dengan mata pencaharian sebagai petani, tukang atau pekerja kasar lainnya,
disebut Wong Cilik.
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
3.3 Perubahan Gaya Hidup Masyarakat Pulau Jawa Abad ke-18--19
Semenjak kedatangan VOC ke pulau Jawa, terjadi perubahan yang signifikan terhadap gaya
hidup masyarakat pulau Jawa pada abad ke-18--19. Beberapa faktor menyebabkan terjadinya
perubahan gaya hidup. Pada masa VOC jumlah perempuan Belanda sangatlah sedikit. Hal ini
dikarenakan pembatasan perempuan Belanda yang didatangkan ke Batavia, yang disebabkan
faktor perjalanan jauh dari Belanda ke Hindia Belanda dan tingginya biaya hidup perempuan
Belanda. Oleh karena itu pada masa VOC terjadi banyak perkawinan antara orang Belanda
yang bekerja di pemerintahan VOC dengan perempuan pribumi. Akibat dari pernikahan ini
menghasilkan anak-anak yang disebut dengan peranakan indo, yaitu percampuran Belanda
dan pribumi.
Selain itu pernikahan ini juga menghasilkan suatu golongan baru yang disebut dengan
Nyai. Saat itu Nyai menjadi jembatan percampuran kebudayaan Belanda dan Jawa. Mereka
juga mulai mengenal pesta dan perlahan mengikuti gaya hidup orang-orang Belanda. Pada
waktu itu masyarakat pulau Jawa juga setahap demi setahap mengetahui beberapa ilmu
pengetahuan seperti ilmu bercocok tanam dan berdagang. Mereka juga mulai mengadopsi
gaya berpakaian orang-orang Belanda pada saat itu demi kepentingan pekerjaan dan strata
sosial di masyarakat, yang akan dibahas lebih lengkap dan dalam pada bab selanjutnya.
3.4 Gaya Berpakaian Masyarakat Belanda Pada Abad ke-18--19
Masyarakat Belanda yang datang dari benua Eropa memiliki perbedaan iklim yang jauh
berbeda dengan Hindie. Hal ini juga menjadi dasar dari jenis pakaian yang biasa digunakan
oleh masyarakat Belanda. Akibat cuaca di Belanda yang dingin, maka masyarakat Belanda
terbiasa menggunakan pakaian berlapis-lapis, menggunakan jas, tutup kepala, kaus kaki dan
sepatu. Masyarakat Belanda juga menomersatukan mode atau keindahan dalam berpakaian
sehingga bahan pakaian yang mereka gunakan terbuat dari bahan tekstil yang bermutu dan
memiliki corak.
3.4.1 Gaya Berpakaian Masyarakat Belanda pada Anak-Anak dan Orang Dewasa
Gaya berpakaian pada anak-anak di Belanda pada abad ke-18--19 mengutamakan
kenyamanan dan tampilan menarik pada pemakainya. Bahan dasar dari pakaian anak-anak
tersebut adalah kain wol dan katun. Jenis pakaian untuk anak-anak dibagi menjadi tiga, yaitu
pakaian main, pakaian pesta dan pakaian tidur. Pada anak perempuan, pakaian main meraka
terdiri dari dalaman dan rok mengembang yang kemudian dilengkapi dengan tutup kepala
baik topi maupun breed (sejenis kain yang menutupi rambut).
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
Jenis pakaian pada anak-anak perempuan di Belanda berupa baju terusan yang panjang
sampai kaki. Biasanya pada pakaian anak perempuan terdapat renda yang mengitari leher
maupun pinggir bawah baju. Lapisan baju paling dalam adalah onderkleding (pakaian dalam)
berupa kain polos berwarna putih untuk menutupi lapisan kulit dan lalu onderrok (bagian
dalam rok) yang menyebabkan rok mereka berbentuk seperti kurungan ayam. Pada pakaian
bermain anak-anak perempuan Belanda lebih sederhana daripada pakaian pesta. Pada pakaian
pesta anak-anak perempuan mereka menggunakan berlapis-lapis pakaian mulai dari
onderkleding, onderrok, corset, halsje (pakaian paling luar), kaus kaki lengkap dengan topi
atau hiasan kepala (breed) dan sepatu hak kecil. Pakaian tidur anak-anak perempuan Belanda
disebut dengan neteldoek (gaun tidur). Biasanya terbuat dari kain katun tipis panjang yang
sekeliling leher dan tangannya diberi renda. Pada umumnya gaun tidur tersebut berwarna
putih polos.
Berbeda dengan pakaian anak perempuan, pada anak laki-laki mereka biasanya
menggunakan onderbroek (celana), hemd (kemeja), onderkleding, schort (lapisan dalam
seperti celemek), kaus kaki dan sepatu yang bentuknya seperti pantofel. Biasanya mereka
menggunakan jas sepanjang pantat untuk pakaian bermain dan jas panjang untuk pakaian
pesta. Pada baju tidur anak laki-laki mereka menggunakan baju tidur seperti piyama, yang
terdiri dari celana dan baju atasan. Baju tidur anak laki-laki juga terbuat dari kain katun yang
tipis dan nyaman.
Gaya berpakaian pada orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan Belanda jauh
lebih kompleks daripada gaya berpakaian pada anak-anak. Pada perempuan dewasa Belanda,
mereka menggunakan pakaian mulai dari onderkleding (pakaian dalam) yang terbuat dari
linnen, hoepelrok (dalaman rok), onderlijfje (dalaman seperti korset), hemd, hals, muiltjes met
hakjes (sandal dengan hak), hoofddeksel (tutupan kepala) dan dilengkapi dengan aksesoris.
Pada pria dewasa, mereka menggunakan colbert (jas panjang), pandjesjas (rok pada pakaian
pria), broek (celana), hoed (tutup kepala), klompen (sepatu kayu), pooljas (sejenis jas), schort
dan kaus kaki. Secara umum gaya berpakaian orang dewasa Belanda adalah berlapis, tertutup
dari atas dada sampai bawah kaki, menggunakan jas pada pria dan rok pada wanita serta
menggunakan tutup kepala. Motif atau corak pada pakaian orang dewasa juga lebih bervariasi
baik dari warna dan bentuk corak kainnya.
3.4.2 Gaya Berpakaian Masyarakat Belanda Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Berdasarkan jenis pekerjaannya, gaya berpakaian pada masyarakat Belanda digolongkan
menjadi dua jenis, yaitu pekerja kantoran dan petani atau peternak. Sebagian besar
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
masyarakat Belanda bekerja sebagai peternak namun golongan masyarakat Belanda yang
datang ke Hindia Belanda mayoritas adalah pekerja pemerintahan dan pedagang rempah-
rempah.
Pada petani atau pekerja biasanya mereka hanya menggunakan pakaian dalam
(onderkleding), celana bahan wol (onderbroek), jas, rompi (hemd), tutupan kepala dan sepatu
kayu (klompen). Tidak seperti pada pedagang atau pekerja kantoran, mereka berbusana lebih
rapi dan indah. Gaya berpakaian para pekerja kantoran dan pedagang di Belanda biasanya
menggunakan Jas panjang, kemeja lengan panjang, sepatu pantofel, pakaian dalam, hemd,
topi, kaus kaki dan menggunakan aksesoris berupa sabuk pinggang. Baju yang mereka
gunakan pada umumnya terbuat dari kain katun. Pada jas biasanya berwarna hitam lambang
kekuasaan dan sepatu kulit yang bentuknya seperti sepatu pantofel.
3.5 Gaya Berpakaian Masyarakat Pulau Jawa Pada Abad ke-18--19
Jauh berbeda dengan gaya pakaian masyarakat Belanda yang berlapis-lapis dan
mementingkan keindahan dalam berbusana, masyarakat pulau Jawa pada abad ke-18--19
menggunakan pakaian yang lebih praktis dan tidak berlapis-lapis. Pakaian Jawa yang
dikenakan antara lain Rasukan Kejawen yang sudah ada sejak awal kerajaan demak. Pakaian
Jawa ini mempunyai lambang tertentu bagi orang Jawa.
Busana Jawa penuh dengan piwulang sinandhi (ajaran tersamar) kaya a k a n
a j a r a n J a w a y a n g mempunyai makna perumpamaan atau melambangakn nilai-
nilai luhur filosofi Jawa. Pada umumnya rasukan Jawa dibagi menjadi dua bagian yaitu;
Bagian Ndhuwur (penutup kepala), yaitu blangkon dan udheng (seperti topi), dan Bagian
Tengah, yaitu kelambi (pakaian dan kancing baju), jarik atau sinjang (kain yang dikenakan
untuk menutup tubuh dari pinggang sampai mata kaki), sabuk (ikat pinggang).
3.5.1 Gaya Berpakaian Masyarakat Pulau Jawa Pada Anak-Anak dan Orang Dewasa
Anak-anak pulau Jawa pada abad ke-18--19 biasanya hanya menggunakan kain batik yang
dililitkan ke tubuh bagi anak perempuan dan kain sarung yang digunakan sebagai bawahan
atau celana bagi anak laki-laki. Pada dasarnya tidak ada perbedaan gaya berpakaian pada
anak-anak di pulau Jawa baik dari lingkungan kerajaan ataupun rakyat kecil. Perbedaan hanya
terdapat dari hiasan atau aksesoris dan jenis kain yang dikenakan. Selain itu, anak-anak
kalangan kerajaan menggunakan alas kaki yang berbentuk seperti selop, sedangkan anak-anak
kalangan wong cilik tidak menggunakan alas kaki. Mereka juga tidak mengenal istilah
pakaian tidur ataupun pakaian pesta.
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
Berbeda dengan anak-anak, pada orang dewasa perempuan dikalangan kerajaan
ataupun bangsawan mereka menggunakan kebaya sebagai pakaian sehari-hari dan kain batik
sebagai bawahan, sedangkan pada perempuan kalangan rakyat biasa mereka menggunakan
kain batik yang dililitkan ketubuh. Kebaya merupakan pakaian perempuan kalangan atas yang
biasanya berwarna putih polos, tanpa renda dan terbuat dari kain.
Gaya berpakaian pada pria dewasa juga tidak jauh berbeda dengan anak-anak. Mereka
menggunakan baju untuk atasan serta kain yang dililitkan sebagai bawahan, dan
menggunakan udheng pada kalangan biasa, serta blangkon pada kalangan kerajaan dan
bangsawan. Secara keseluruhan gaya berpakaian masyarakat Jawa pada masa kedatangan
VOC masih sangat simpel dan sederhana. Mereka belum mengenal istilah pakaian tidur, jas,
maupun gaun.
3.5.2 Gaya Berpakaian Masyarakat Pulau Jawa Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang ada pada saat kedatangan VOC di pulau Jawa, antara lain sebagai abdi
kerajaan, pedagang kecil dan bertani. Gaya berpakaian pada sebagai abdi kerajaan terlihat
jauh lebih mewah dibandingkan yang lainnya. Para abdi kerajaan memakai kain indah yang
dililitkan ke badan mereka sebagai celana ataupun baju. Mereka menggunakan baju lengan
panjang seperti kebaya tetapi dipakai oleh pria dan menggunakan blankon sebagai penutup
kepala. Secara keseluruhan gaya berpakaian abdi kerajaan sangat rapi dibandingkan dengan
petani.
Para petani tidak menggunakan baju yang rapi maupun indah. Mayoritas hanya
menggunakan kain yang dijadikan celana dan tidak menggunakan baju atasan. Para petani
biasanya juga tidak menggunakan alas kaki, tapi mereka kerap menggunakan ikat kepala yang
terbuat dari kain batik yang disebut dengan udheng.
Masuk pada abad ke-18--19, masyarakat pulau Jawa mulai mengerti arti pakaian dan
kegunaanya secara lebih jauh. Pada abad ini, masyarakat Jawa sudah mulai menggunakan
baju sebagai atasan dan celana sebagai bawahan. Mereka mulai mengikuti gaya berpakaian
orang-orang Belanda, terutama pada kalangan priyayi, bangsawan dan Nyai.
3.5.3 Gaya Berpakaian Masyarakat Pulau Jawa Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan bagi masyarakat Jawa pada abad ke-18--19 sangatlah langka dan terbatas. Hanya
kalangan priyayi dan bangsawan yang berkesempatan mengecam pendidikan dan itu pun
hanya sebatas pendidikan dasar sampai dengan tingkat menengah. Pada jaman kerajaan awal
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
kedatangan VOC, di pulau Jawa pendidikan hanya dapat dirasakan oleh anak-anak raja.
Pendidikan yang diberikan berupa bahasa jawa. Pada saat tersebut tidak terdapat gaya
berpakaian tertentu pada bidang pendidikan. Semua anak-anak raja yang belajar tetap
mengenakan pakaian yang biasa mereka pakai sehari-hari.
Beranjak akhir abad ke-19, sejalan dengan semakin terbukanya kesempatan
pendidikan pada kalangan tertentu, masyarakat pulau Jawa mulai mengadopsi gaya
berpakaian orang Belanda. Mereka mulai terbiasa mengenakan setelan jas dengan bawahan
kain batik lengkap dengan selop dan blangkon di kepala. Para kaum terpelajar dari golongan
atas tersebut semakin lama semakin membiasakan diri dengan gaya berpakaian orang-orang
Belanda di sekitarnya. Tidak hanya untuk belajar, mereka lambat laun menggunakan setelan
jas dalam gaya berpakaian sehari-hari. Pada tingkat pendidikan rakyat bawah, tidak ada suatu
bentuk gaya berpakaian yang khusus. Mereka hanya mengenakan baju atasan dan celana kain
untuk bersekolah.
3.6 Akulturasi Gaya Hidup dan Kebudayaan Masyarakat Belanda dan Masyarakat
Jawa Terhadap Gaya Berpakaian Masyarakat Pulau Jawa Abad ke-18--19
Kehadiran orang-orang Belanda di pulau Jawa semenjak awal abad ke-17 sampai dengan abad
ke-19 memiliki andil yang besar terhadap kemajuan gaya hidup dan gayaberpakaian
masyarakat pulau Jawa sendiri. Berkat perkawinan campuran antara pribumi dan orang
Belanda menghasilkan akulturasi budaya pada gaya hidup masyarakat pulau Jawa.
Serangkaian perpaduan budaya tersebut memiliki dampak terhadap gaya berpakaian
masyarakat pulau Jawa, terutama bagi kalangan atas. Mereka jadi lebih mengenal gaya
berpakaian terlepas dari sekedar fungsi pakaian semata. Para perempuan mulai menggunakan
kebaya dan dress sebagai pakaian sehari-hari. Masyarakat pulau Jawa juga mulai mengenal
renda, sepatu, kerudung kepala, pakaian pesta, pakaian tidur yang pada awal abad ke-17 tidak
mereka kenakan. Para pria mulai terbiasa menggunakan setelan jas pada acara-acara formal,
pesta, saat bekerja di pemerintahan VOC maupun saat sedang mengenyam pendidikan.
Secara umum semenjak VOC datang dan berkembang di pulau Jawa, kehidupan
masyarakat pulau Jawa pun berangsur-angsur menuju modernisasi begitupula terhadap gaya
berpakaian masyarakat pulau Jawa.
Simpulan
Kedatangan orang Belanda ke pulau Jawa ternyata membawa pengaruh atau dampak yang
besar terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat pulau Jawa, dalam hal ini terutama pada
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
perkembangan kebudayaan gaya hidup dan gaya berpakaian masyarakat pulau Jawa. Terjadi
percampuran budaya berpakaian antara masyarakat Belanda dan masyarakat pulau Jawa pada
abad ke-18--19. Terjadi perubahan gaya berpakaian pada masyarakat Jawa meskipun
mayoritas hanya terjadi di kalangan strata atas. Berdasarkan tingkat pendidikan jelas terlihat
perubahan gaya berpakaian pada masyarakat Jawa, mulai dari menggunakan jas dan kemeja
kerah sampai dengan alas kaki berupa sepatu yang tertutup. Pada jenis pekerjaan pun terjadi
perubahan gaya berpakaian. Di kalangan pegawai pemerintahan VOC masyarakat Jawa yang
bekerja di sana menggunakan kemeja lengan panjang, celana bahan, jas panjang dan sepatu.
Sebelumnya pada pegawai kerajaan atau abdi kerajaan hanya menggunakan kain yang
digunakan sebagai bawahan. Pada jenis pekerjaan buruh dan petani, orang-orang Jawa juga
mulai menggunakan baju tipis dan celana kain serta caping atau tutupan kepala. Dilihat
melalui jenis kelamin baik pada pria maupun wanita dengan rentang usia anak-anak sampai
dengan dewasa, jelas terlihat perubahan gaya berpakaian pada masyarakat pulau Jawa abad
18--19. Pada perempuan selain kebaya, mereka juga mulai mengenal pakaian pesta berupa
gaun dan pakaian tidur. Masyarakat pulau Jawa mulai mengenal renda, pita, topi, sepatu, kaus
kaki, jas, tutupan kepala dan motif pada pakaian. Percampuran kebudayaan yang terjadi dan
berlangsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat pulau Jawa merupakan hasil dari proses
keberterimaan gaya berpakaian masyarakat Belanda oleh masyarakat pulau Jawa abad ke-18--
19, meskipun pada dasarnya masing-masing kebudayaan tersebut sangatlah berbeda dan
bertolak belakang.
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
DAFTAR ACUAN
Djoko, Soekiman.2011. Kebudayaan Indis. Jakarta: Komunitas Bambu.
Hanneke, Adriaans.1983. Twee Eeuwen Kindermode. Utrecht: Central Museum.
Humanika. 2004. Jurnal Gaya Berpakaian Perempuan Jawa pada Masa Kolonial. Jakarta:
Perpustakaan UI.
Koentjaraningrat.2011. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.
Laver, James.1980. Cantecleer Kostuum Geschiedenis. Cantecleer: B.V. de Bilt.
Havermans, M.Dikstaal.1998. Aangekleed Gaat Uit In Holland 1750-1900. Zwole: Waanders.
Stockdale, J. Joseph. 2010. Eksotisme Jawa, Ragam Kehidupan dan Kebudayaan Masyarakat
Jawa. Jakarta: Progresif Book.
Taylor, J. Gelman. 1997. Costume and Gender In Colonial Java 1800-1940. Leiden: KITLV
Press.
Data Internet :
http://duniabaca.com/definisi-budaya-kebudayaan.html
http://monaliasakwati.blogspot.com/2011/01/lonsep-kebudayaan.html
http://prasetijo.wordpress.com/2008/04/01/konsep-kebudayaan-menurut-geertz.html
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013
LAMPIRAN
Gambar 1. Baju Tidur Anak-Anak Gambar 2. Onderkleding pada Baju Anak
Gambar 3. Baju Bermain Anak Perempuan Gambar 4. Baju Bermain Anak Laki-Laki
Gambar 5. Baju Pesta Anak-Anak
Sumber: . Twee Eeuwen Kindermode.
Dampak kedatangan....., Anna Kharisma, FIB UI, 2013