cva

41
LAPORAN PENDAHULUAN CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) Disusun untuk memenuhi tugas Profesi pada Departemen Emergency Disusun oleh : Nur Fitria 125070209111018

Upload: ahmadhazrulw

Post on 17-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

PAGE

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)Disusun untuk memenuhi tugas Profesi pada Departemen Emergency

Disusun oleh :

Nur Fitria

125070209111018PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa: Nur Fitria

NIM: 125070209111018

Masalah Utama: Cerebro Vascular Accident (CVA)

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease (CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).

Penyebab dari stroke adalah 1) trombosis, 2) embolisme serebral (3/4 kasus stroke), dan 3) perdarahan baik intra serebral maupunn subarachnoid (1/4 kasus stroke) (Hudak & Gallo, 1996: 254).

Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).

Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

2. Anatomi Fisiologi

a. Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b. Sirkulasi darah otak

Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.

Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.

Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)

Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)

Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 1996: 254)

3. Faktor Resiko Stroke

a. Hypertensi, faktor resiko utama

b. Penyakit kardiovaskuler

c. Kadar hematokrit tinggi

d. DM (peningkatan anterogenesis)

e. Pemakaian kontrasepsi oral

f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang

g. Obesitas, perokok, alkoholisme

h. Kadar esterogen yang tinggi

i. Usia > 35 tahun

j. Penyalahgunaan obat

k. Gangguan aliran darah otak sepintas

l. Hyperkolesterolemia

m. Infeksi

n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)

o. Lansia

p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)

q. Asam urat

(Brunner & Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)

4. Klasifikasi

a. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:

a) Stroke Haemorhagi

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)

Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

(a) Perdarahan Intraserebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).

(b) Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).

Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).

Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

GejalaPISPSA

Timbulnya

Nyeri Kepala

Kesadaran

Kejang

Tanda rangsangan Meningeal.

Hemiparese

Gangguan saraf otakDalam 1 jam

Hebat

Menurun

Umum

+/-

++

+1-2 menit

Sangat hebat

Menurun sementara

Sering fokal

+++

+/-

+++

Disadur dari Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya

b) Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.

Tabel 2. Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:

Gejala (anamnesa)InfarkPerdarahan

Permulaan (awitan)

Waktu (saat serangan)

Peringatan

Nyeri Kepala

Kejang

Muntah

Kesadaran menurunSub akut/kurang mendadak

Bangun pagi/istirahat

+ 50% TIA

+/-

-

-

Kadang sedikitSangat akut/mendadak

Sedang aktifitas

-

+++

+

+

+++

Koma/kesadaran menurun

Kaku kuduk

Kernig

pupil edema

Perdarahan Retina

Bradikardia

Penyakit lain

Pemeriksaan:

Darah pada LP

X foto Skedel

Angiografi

CT Scan

Opthalmoscope

Lumbal pungsi

Tekanan

Warna

Eritrosit

Arteriografi

EEG

+/-

-

-

-

-

hari ke-4

Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising karotis

-

+

Oklusi, stenosis

Densitas berkurang

(lesi hypodensi)

Crossing phenomena

Silver wire art

Normal

Jernih

< 250/mm3

oklusi

di tengah

+++

++

+

+

+

sejak awal

Hampir selalu hypertensi, aterosklerosis, HHD

+

Kemungkinan pergeseran glandula pineal

Aneurisma. AVM. massa intra hemisfer/ vaso-spasme.

Massa intrakranial densitas bertambah.

(lesi hyperdensi)

Perdarahan retina atau corpus vitreum

Meningkat

Merah

>1000/mm3

ada shift

shift midline echo

b. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

a) TIA (Trans Iskemik Attack):

Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b) Stroke involusi:

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.c) Stroke komplit:

Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.5. Manifestasi Klinis

Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:

c. Defisit Motorik

Hemiparese, hemiplegia

Distria (kerusakan otot-otot bicara)

Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)

d. Defisit Sensori

Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri)

Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang pandang pada sisi yang sama)

Diplopia (penglihatan ganda)

Penurunan ketajaman penglihatan

Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)

Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)

e. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)

Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)

Disorientasi (waktu, tempat, orang)

Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan tepat)

Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)

Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan menilai jauhnya

Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat

Disorientasi kanan kiri

f. Defisit Bahasa/Komunikasi

Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata

Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini)

Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat

Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)

Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)

g. Defisit Intelektual

Kehilangan memori

Rentang perhatian singkat

Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)

Penilaian buruk

Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain

Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak

h. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis

Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)

Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial

Penurunan toleransi terhadap stres

Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah

Kekacauan mental dan keputusasaan

Menarik diri, isolasi

Depresi

i. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)

Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia urine.

Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan semua kontrol miksi

Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik

Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan imobilitas

Konstipasi dann pengerasan feses

j. Gangguan Kesadaran

7. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan radiologi

CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)

MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000: 292)

Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)

Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita

stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000: 292)

Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)

Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

8. Pengobatan.

1. Konservatif.

a. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.

b. Mencegah peningkatan TIK.

Antihipertensi.

Deuritika.

Vasodilator perifer.

Antikoagulan.

Diazepam bila kejang.

Anti tukak misal cimetidine.

Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung.

Manitol : mengurangi edema otak.

2. Operatif.

Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan klien.

3. Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :

Terapi wicara.

Terapi fisik.

Stoking anti embolisme.

9. Komplikasi dan Pencegahan Stroke.

Aspirasi.

Paralitic illeus.

Atrial fibrilasi.

Diabetus insipidus.

Peningkatan TIK.

Hidrochepalus.

10. Pencegahan :

Kontrol teratur tekanan darah.

Menghentikanmerokok.

Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin.

Mempertahankan kadar gula normal.

Mencegah minum alkohol.

Latihan fisik teratur.

Cegah obesitas.

Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.11. Pengkajian

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)

a) Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)

(a) Data demografi

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

(b) Keluhan utama

Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

(c) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.(d) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)

(e) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)

(f) Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)

(g) Pola-pola fungsi kesehatan

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.

Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)

Pola eliminasi

Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290) Pola aktivitas dan latihan

Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.

Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)

Pola tidur dan istirahat

Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot

Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.

Pola persepsi dan konsep diri

Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.

Pola reproduksi seksual

Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

Pola penanggulangan stress

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

Integritas ego

Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)

Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

(h) Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran

Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara

Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

Pemeriksaan integumen

Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu

Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

Rambut : umumnya tidak ada kelainan

Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala : bentuk normocephalik

Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi

Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.

Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.

Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.

Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia

Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik kontralteral.

Pemeriksaan refleks

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.

Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)

12. Diagnosa yang muncul.

1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak .

2. Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan kesadaran,kelumpuhan.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.

5. Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi.

6. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan kesadaran.

7. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan dengankesulitan menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.

8. Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.

9. Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan neurologis.

10. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas, parise dan paralise.

11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara verbal atau tidak mampu komunikasi.

12. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori.

13. Resiko terjadinya : kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder kehilangan kesadaran.

13. Intervensi keperawatan.

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :

1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap hipoksia, edema otak.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan tekanan intra kranial .

Kriteria hasil :

Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :

Peningkatan tekanan darah.

Nadi melebar.

Pernafasan cheyne stokes

Muntah projectile.

Sakit kepala hebat.

Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.

Intervensi.

NOINTERVENSIRASIONAL

1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK

tekanan darah

nadi

GCS

Respirasi

Keluhan sakit kepala hebat

Muntah projectile

Pupil unilateralDeteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih lanjut.

2. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali ada kontra indikasi.Hindari mengubah posisi dengan cepat.Meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk mengurangi kongesti vena.

3. Hindari hal-hal berikut :

Masase karotid

Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat.

Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi dengan hati-hati ) hindari mengedan, fleksi ekstrem panggul dan lutut.

Masase karotid memperlambat frekuensi jantung dan mengurangi sirkulasi sistemik yang diikuti peningkatan sirkulasi secara tiba-tiba.

Fleksi atau rotasi ekstrem leher mengganggu cairan cerebrospinal dan drainage vena dari rongga intra kranial.

Aktifitas ini menimbulkan manuver valsalva yang merusak aliran balik vena dengan kontriksi vena jugularis dan peningkatan TIK.

2. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Hemiparese / Hemiplegia

Tujuan :

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil

1. Tidak terjadi kontraktur sendi

Bertambahnya kekuatan otot

2. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi.

INTERVENSIRASIONAL

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam

2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit

3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

4. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya

5. Tinggikan kepala dan tangan

6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan

Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan

Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori.

Tujuan :

Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.

Kriteria hasil :

Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi

Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa

Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori

INTERVENSIRASIONAL

1. Tentukan kondisi patologis klien

2. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian

3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.

4. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal

5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.

6. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

7. Lakukan validasi terhadap persepsi klien

1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan

2. Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.

3. Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.

4. Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.

5. Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.

6. Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.

7. Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi dan kehilangan kesadaran.

Tujuan

Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

Kriteria hasil

Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien

Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan

INTERVENSIRASIONAL

1. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri.

2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh

3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.

4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya

5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi

1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual

2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus

3. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan

4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu

5. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan sekunder kehilangan kesadaran.

Tujuan

Tidak terjadi gangguan nutrisi

Kriteria hasil

Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan

Hb dan albumin dalam batas normal

INTERVENSIRASIONAL

1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk

2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan

3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan

4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

5. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang

6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air

7. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan.

9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien

2. Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi

3. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler

4. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan

5. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar

6. Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi

7. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak

8. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan

9. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

6. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan batuk aktif sekunder gangguan kesadaran.

Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.

Kriteria hasil :

Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.

Mendemontrasikan batuk efektif.

Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :

INTERVENSIRASIONAL

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.

3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

4. Lakukan pernapasan diafragma.R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.

5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.

Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.

8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

Pelaksanaan fisioterapi dada / postural drainase

Pemberian expectoran.

Pemberian antibiotika.

Konsul photo toraks.R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

PAGE