cva-ich
TRANSCRIPT
LAPORAN
PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
EFUSI PLEURA
Untuk memenuhi laporan profesi di Departemen Medical
Periode: 22-27 Oktober 2012
Ruang 25 RSSA Malang
KELOMPOK 4
PSIK PROGRAM A 2008
RIZKA YUNITA
0810723014
KEPANITERAAN KLINIK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
CVA-INTRACEREBRAL HEMORRHAGE
1. Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu
sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak.
2. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan subarakhnoid
(PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas dibanding infark serebri
atau PSA
Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank
(SDB), menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan
parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan
orang-orang Cina,Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada
dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase tertinggi kasus
stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia
yang lebih lanjut.
Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS.
Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering
pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang
sama.
3. Etiologi
Penyebab terbanyak dari Intra cerebral hemorage adalah arterial hipertensi. Secara
patofisiologi peningkatan tekanan darah merusak dari dinding dari arteri arteri kecil yang
menyebabkan mikroaneurisma (charcot anuruism) yang menyebabkan ruptur secara spontan.
Lokasi dari predeleksi untuk hipertensi intracerebral hemorage adalah basal ganglia, thalamus,
cerebral nucleus, dan ponds.
4. Patofisiologi
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang
arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-
pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina
interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan
aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai
pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan
perdarahan ke dalam substansi otak.
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan
adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein
β-amyloid didalam dinding arterileptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang.
Penumpukan protein β-amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil,
menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur
spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan
perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural.
Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di
kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan
perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy. Suatu malformasi
angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat ruptur dan menimbulkan
perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari
aliran vena akan meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM.
Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan
intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru, penyakit
serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai
international normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas adekuat antikoagulasi pada
semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli pada katub jantung prostetik, dimana nilai yang
direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5. Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin
meningkatkan resiko PIS. Penggunaan trornbolitik setelahinfark miokard sering diikuti terjadinya
PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya.
5. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65; 70%terjadi pada mereka yang 65 ke atas.
Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk semua dua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya risiko stroke pada tingkat
hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
dibandingkan perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia
65 tahun.
Riwayat
keluarga
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang
menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara
populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes
mellitus
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes mellitus
dapat meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga
tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit
jantung
Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua
kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
Penyakit Arteri koroner:
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik
dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi: Berhubungan dengan
meningkatnya kejadian stroke.
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit
jantung rematik, meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun
risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam
distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat
risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan
hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi
55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah
merah, plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting.
Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang
dapat terjadi.
Peningkatan
tingkat
fibrinogen
dan kelainan
sistem
pembekuan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III
dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
thrombotic.
Hemoglobino Sickle-cell disease :
pathy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan
perdarahan subaraknoid, venasinus dan trombosis vena kortikal.
Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria:
Dapat mengakibatkan thrombosis vena serebral
Penyalah
gunaan obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan potensial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan
subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan
kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas.
Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol
berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini,
tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada
wanita yang lebih dari 35 tahun. Mekanisme diduga meningkat koagulasi,
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang
penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan
dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme
dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah
tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah.
Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan
di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs, obesitas telah
secara konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke
dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah
berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh darah
perifer
Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis
meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
infark.
Homosistinemia
atauhomosistin
uria
Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia
muda adalah 10-16%.
6. Klasifikasi
Menurut etiologinya:
a. Stroke Hemoragik
Stroke yang terjadi karena pendarahan subarakhnoid yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Biasanya terjadi saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat
(pendarahan intraserebral, pecahnya aneunisme dan tomur otak yang mengalami
pendarahan).
b. Stroke Non Hemoragik
Stroke ini biasanya dapat berupa iskenik, trombosis dan emboli serebral, biasanya
terjadi pada saat setelah lama beraktivitas, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak
terjadi askemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
Sroke menurut perjalanan penyakitnya
a. TIA (Transient Ischemic Attoks)
Merupakan gangguan neurologik fokal yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang
dalam beberapa detik sampai beberapan jam. Gejala hilang < 24 jam
b. RIND (Reversible Iskemic Neurologik Defisit)
Terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang <24 jam tapi tidak lebih dari 1 minggu.
c. Progesif Stroke Inevaluation
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai akut munculnya gejala makin lama
semakin buruk proses pregresif berupa jam sampai beberapa hari.
d. Stroke Lengkap
Gangguan neurologi maksimum sejak saat serangan dan sedikit memperlihatkan
perbaikan didahului TIA yang berulang dan stroke inevaluatior. Bentuk kelainan
sudah menetap, gangguan neurologis sudah maksimal/berat sejak awal serangan.
7. Tanda dan Gejala Klinis
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi
kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hilangnya fungsi
batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan
kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus
frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral.
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan
intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit Alzheimer atau
demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannya perdarahan dapat memasuki
rongga subarakhnoid.
8. Diagnosis
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak.
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada CVA-Intracerebral hemorrhage antara lain:
a. Computed Tomography (CT- scan)
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah
emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang
mengalami peningkatan volume perdarahan.
b. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam
beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung
stadium disolusi hemoglobin-oksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin
dan hemosiderin.
c. CT non kontras otak
untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk
membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat
mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.
d. EKG
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai
memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian
signifikan dengan stroke.
ICH ( Intracerebral Haemorrhage ) Score adalah instrumen penilaian klinis saat pasien
stroke perdarahan intraserebral tiba di rumah sakit, yang dapat memprediksi outcome
mortalitas dalam 30 hari kemudian, yang terdiri dari 5 komponen utama yaitu volume
PIS, umur, perdarahan infratentorial, nilai SKG dan perdarahan intraventrikular. Nilai
antara 0-6 dimana nilai 6 berarti resiko kematiannya dalam 30 hari sangat tinggi
ICH Score
9. Diagnosis Banding
Berdasarkan gejala – gejala yang ada maka diagnosis banding adalah perbedaan
antara stroke non hemoragik sebab trombosis atau emboli, stroke hemoragik dan tumor pada
otak. Hal ini bisa dibedakan dari onset/awitannya, pada stroke yang non hemoragik awal mula
terjadi kelumpuhan biasanya saat istirahat/pasien tidak melakukan aktifitas, nyeri kepala
sifatnya ringan atau sangat ringan, tidak ditemukan adanya kejang atau muntah saat serangan
terjadi serta penurunan kesadarannya bersifat ringan atau sangat ringan sedangkan pada
stroke yang disebabkan pendarahan terjadi saat penderita beraktifitas, pasien mengalami nyeri
kepala yang hebat, adanya kejang atau muntah saat serangan terjadi, penurunan
kesadarannya bersifat sangat nyata, penderita biasanya hipertensi dengan tiba – tiba terjatuh
karena terserang kelumpuhan tubuh sesisi secara serentak, biasanya adanya emosi (marah-
marah) yang mendahului sebelum serangan.
Pada tumor otak dengan gejala defisit neurologi sangat lambat bahkan sampai
berbulan-bulan, pasien mengalami nyeri kepala yang hebat pada saat beraktifitas yang
menyebabkan peninggian liquor cerebrospinalis intracranial, seperti membungkuk, mengejan,
atau aktifitas dan nyeri kepala menurun apabila tidak beraktifitas, keadaan mudah lesu,
gangguan daya ingat dan penurunan kesadaran. Tentunya pemeriksaan dengan CT-scan akan
lebih mudah diketahui adakah infark pada otak, adanya trombosis, emboli maupun tumor,
disamping itu pemeriksaan sekunder lain, seperti pemeriksaan laboratorium juga mendukung.
10. Terapi
Penatalaksanaan Stroke Hemoragik antara lain meliputi:
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 2
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini
harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena
efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai besar yang
memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
3. Tatalaksana pencegahan vasospasme
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau
secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral
terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme.
Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak
bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan
“cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia
serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya
perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-
14 mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
4. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid
dengan dosis 6-12 g/hari.
5. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg
(sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih
dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan
vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
6. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam
dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama. Ada yang menambahkan
fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV
2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan hiponatremi.
Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.
7. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang
mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri
media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko
perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai
profilaksis. Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial
dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan
dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang
mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau
aneurisma pada arteri serebri media.
8. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau
drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi
perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
9. Terapi Tambahan
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic
compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
11. Komplikasi dan Prognosis
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada
24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam
3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan.Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar
dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
PATHWAY
Hipertensi
Terjadi aterosklerosisi pada pembuluh darahkhususnya pada cabang arteri serebri media
Pembuluh darah menjadi lemah
Terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media
Terbentuk aneurisma
Perdarahan intraserebral
Perembesan darah ke dalam parenkim otak
Penekanan jaringan otak
Infark otak, edema dan herniasi otak
Stroke
Defisit neurologis
Infark serebral
Kehilangan kontrol
volunteer
Resiko peningkatan
TIK
Kerusakan terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori,
atau fungsi intelektual kortikal
Disfungsi bahasa dan komunikasi
Penurunan perfusi
jaringan cerebral
Hemiplegia dan
hemiparesis
Herniasi falks serebri dan ke foramen
magnum
Kerusakan fungsi kognitif
dan efek psikologis
Disartria, disfasia/afasia,
apraksia
Kerusakan komunikasi
verbalKerusakan mobilitas
fisik
1. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta.
2006.