crs sindroma nefrotik

Upload: kartikakristianto

Post on 09-Jul-2015

183 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Gambaran Klinis Gejala klinis utama dan sering : edema mendadak, bersifat umum dan distribusinya berdasarkan daya gravitasi. Edema periorbital pada saat bangun tidur biasanya merupakan gejala awal, yang hilang setelah siang dan sore hari, digantikan oleh edema ekstrimitas bawah. Edema periorbital ini berlangsung beberapa minggu, biasanya tidak cepat dibawa untuk berobat karena merasa bengkak kelopak mata tersebut menghilang pada siang dan sore hari.. Pada sindrom nefrotik dengan hipoalbuminemia berat (albumin serum kurang dari 2 gram%) edema akan mengenai seluruh tubuh : edema anasarka. Pasien-pasien mengeluh sesak nafas, kaki merasa berat dan dingin, tidak jarang dengan diare. Otot-otot mengalami atrofi (muscle wasting) Pada beberapa pasien tidak jarang dengan keluhan yang menyerupai acute abdomen yaitu sakit perut hebat, mual-mual dan muntah, dinding perut sangat tegang : nephrotic crisis. Pada laparotomi hanya ditemukan cairan asites steril dan serat-serat fibrin. Sindrom nefrotik sangat peka terhadap infeksi sekunder terutama infeksi saluran nafas (pneumonia) dan saluran kemih (pielonefritis). Efusi serosa (transudat) berupa asites dan hidrotoraks. Asites biasanya terjadi tanpa adanya oedem hebat terutama pada anak kecil dan bayi. Tekanan darah umumnya normal atau hipertensi ringan. Kenaikan tekanan darah disebabkan adanya pelepasan renin yang tinggi sebagai respon terhadap hipovolemi. Hematuri mikroskopik transient kadang-kadang ditemukan pada 15% penderita sindrom nefrotik tipe perubahan minimal. Produksi urin berkurang dan berat jenisnya meningkat akibat edema. Terjadi penurunan fungsi ginjal (kecepatan filtrasi glomerulus menurun) akibat perubahan progresif di glomerulus. Dapat terjadi anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar bersama urin.

Kriteria Diagnosis Edema Proteinuria masif o Urin: BANG atau DIPSTIX +2 (kualitatif) Protein > 40 mg/m2/jam atau 2 g/hr (kuantitatif) Rasio protein:kreatinin > 2,5

Hipoalbuminemia ( 2,5. Rasio protein:kreatinin urin didapatkan dengan memeriksa urin sewaktu (urin pagi). Kadar protein urin dan kreatinin urin dalam mgr% dan kemudian dikalkulasikan : Rasio : Protein urin/mgr% Kreatinin urin/mgr%

Hasil : < 0,15 : normal > 0,2 : abnormal > 1 : suspek sindrom nefrotik > 2,5 : diagnostik Pada pemeriksaan urin dilakukan pemeriksaan selektifitas proteinuria (elektroforesis proteinuria) untuk menentukan macam protein yang diekskresikan. Macam-macam protein (fraksi proteinuria) mempunyai korelasi dengan kelainankelainan histopatologis ginjal. Selektifitas proteinuria ini dapat diukur dengan pemeriksaan kadar transferin dan kadar IgG di dalam urin plasma. Rasio : (U transferin) : (P IgG) (U IgG) : (P transferin)

Hasil : < 0,1 : selektif > 0,2 : Tidak selektif Selektif berarti kemungkinan ke arah sindrom nefrotik lesi minimal, dan bersifat steroid sensitif, sedang tidak selektif artinya kemungkinan kearah sindrom nefrotik lesi non-minimal dan bersifat tidak steroid sensitif. Pada SN lesi minimal biasanya bersifat selektif, yaitu proteinuria kebanyakan terdiri dari albumin yang mempunyai berat molekul rendah. Pada SN lesi non minimal, mempunyai macam proteinuria selektif buruk atau non selektif. Bila proteinuria terdiri dari protein berat molekul tinggi disebut tidak selektif. Pemeriksaan selektivitas proteinuria tidak dapat dipercaya sebagai indikator untuk menentukan respon terapi kortikosteroid. Hematuri Biasanya hematuri tidak ditemukan, namun pada 15% penderita sindrom nefrotik lesi minimal bisa terdapat hematuri mikroskopik sementara. Adanya hematuri mikroskopik yang terus-menerus disertai dengan adanya eri kast dan granuler kast merupakan penyebab kronik glomerulonefritis (sindrom nefrotik non minimal) atau adanya trombosis vena renalis. Hematuria mikroskopis disertai eri kast sering ditemukan pada semua bentuk glomerulonefritis yang menyebabkan SN. Kelainan sedimen urin lebih sering

ditemukan pada glomerulonefritis proliferatif dari membranous dan lesi minimal. b. Darah

pada glomerulonefritis

Pada SN didapatkan hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, lipidemia. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik anak bila kadar albumin plasma kurang dari 30 gr%. Kenaikan kolesterol total serum dapat mencapai 400-600 mg% dan lipid 2-3 gram%. Pada umumnya terdapat hubungan terbalik antara konsentrasi albumin serum dengan konsentrasi kolesterol total serum. c. Pemeriksaan Radiologis Foto polos ginjal (FPP) dan pielogram intervena Kedua ginjal membesar, mungkin disertai kompresi kalises akibat sembab intrarenal. Pemeriksaan diperlukan untuk menentukan lokalisasi biopsi ginjal. Inferior veno-cavogram Pemeriksan ini diperlukan untuk menentukan trombosis vena rena renalis atau kenaikan tekanan vena renalis. V. Komplikasi a. Malnutrisi Hipoalbuminemia berat dan berlangsung lama dapat menyebabkan keadaan malnutrisi yang memperburuk keadaan umum. b. Infeksi Menurunnya kadar imunoglobulin khususnya IgG bersama-sama dengan rendahnya faktor B menyebabkan penderita sindrom nefrotik sangat rentan terhadap penyakit infeksi. Infeksi yang sering terjadi adalah peritonitis, sepsis dan selulitis. Penyebab utama adalah Streptokokus pneumonia. Kadang-kadang dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti E.coli, Klebsiela dan H. influenza. c. Trombosis

Trombosis bisa terjadi pada vena dan arteri, terutama yang mengenai vena besar di hati, pelvis, ginjal, mesenterika dan pulmonal. Trombosis vena renalis merupakan komplikasi yang relatif sering terjadi pada sindrom nefrotik tipe membranus nefropati, namun membranus nefropati sendiri jarang ditemukan pada anak-anak. Faktor penyebab terjadinya trombosis adalah a. Hipovolemi : hemokonsentrasi dan hiperviskositas b. Trombositosis c. Peninggian konsentrasi faktor koagulasi plasma : faktor V, VII, VIII, X dan fibrinogen d. Penurunan konsentrasi antitrombin III plasma e. Peninggian platelet agregasi d. Gagal Ginjal Akut Uremi prerenal ringan sering didapatkan pada sindrom nefrotik dan keadaan ini berhubungan dengan adanya hipovolemi. Paling sering didapatkan pada sindrom nefrotik perubahan minimal dan fokal segmental glomerulosklerosis, ditandai dengan adanya oliguri hebat yang resisten terhadap pemberian diuretik dan pemberian terapi cairan. Penyebab terjadinya gagal ginjal akut belum diketahui secara pasti, namun diduga melibatkan keadaan hipovolemi dan iskemi ginjal sehingga terjadi tubulus nekrosis akut dan selanjutnya terjadi edema intersitial dan terjadi peninggian tekanan tubulus proksimal dengn akibat penurunan laju filtrasi glomerulus. VII. TERAPI Tindakan Umum Perawatan di rumah sakit dengan indikasi untuk evaluasi diagnostik awal dan rencana pengobatan bila SN dengan edema anasarka, infeksi paru terutama pneumonia lobaris atau GGA. Tidak perlu pembatasan aktivitas bila penderita menginginkan kecuali untuk pasien-pasien berat disertai edema anasarka dan komplikasi dianjurkan istirahat mutlak. Mobilisasi dapat mencegah atropi dari beberapa otot terutama ekstremitas namun mobilisasi terlalu aktif justru dapat memperberat proteinuria.

Indikasi rawat jalan bila semua gejala klinis telah hilang. Proteinuria dapat berlangsung lama, beberapa bulan atau tahun. Pasien dapt bekerja seperti biasa, tetapi harus dihindarkan melakukan kerja fisik yang dapat memperberat proteinuria. . Dietetik Untuk mencegah faal ginjal yang memburuk diet protein harus dibatasi yaitu 0,60,8 gr/kgBB/hari untuk mencegah proses glomerulosklerosis. Diet rendah garam, 1,5 gr/hari selama edema disertai diuretika. Bila dengan diet rendah garam pasien kehilangan nafsu makan masih direkomendasikan diberikan makan normal, tanpa garam di atas meja atau makanan asin lainnya. Sebaiknya sebanyak kurang dari 35% kalori berasal dari lemak untuk mencegah obesitas selama terapi steroid dan mengurangi hiperkolesterolemi. Albumin dan diuretik Diberikan apabila volume darah menurun hebat dengan gejala hipotensi postural (sakit perut, mual dan muntah), sesak dan edema hebat yang disertai edema skrotum/labia. Dosis human albumin 25% : 0,5-1 g/kgBB/IV dalam 2-4 jam, diikuti pemberian furosemid 1-2 mg/kgBB/IV, dapat diulang tiap 4-6 jam bila diperlukan. Kortikosteroid Pada sindrom nefrotik idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal kecuali bila ada kontra indikasi. Dapat diberikan prednison atau prednisolon. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan obat anti tuberkulosis bersama steroid. Tahap I (4 minggu pertama) : 60 mg/m2/hari (2 mg/kgBB) dibagi dalam 3-4 dosis, diteruskan selama 4 minggu tanpa memperhitungkan adanya remisi atau tidak (dosis maksimum : 80 mg/hari). Tahap II (4 minggu kedua) : 40 mg/m2/hari diberikan dengan cara alternate (selang sehari), dosis tunggal setelah makan pagi.

Bila terjadi relaps :

60 mg/m2/hari (2 mg/kgBB) dibagi dalam 3-4 dosis sampai 3 hari berturut-turut proteinuria negative/+, selanjutnya menggunakan pengobatan tahap II. Pengobatan sindrom nefrotik relaps frekuen atau dependen steroid ada 4 pilihan : 1. Dicoba pemberian steroid jangka panjang Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian steroid jangka panjang dapat dicoba dulu sebelum diberi CPA, mengingat efek sampingnya yang lebih kecil. Jadi bila telah dinyatakan relaps frekuen/dependen steroid, setelah remisi dengan prednison dosis penuh diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap 0,5 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB. Dosis ini disebut dosis treshhold dan dapat diteruskan 6-12 bulan, lalu dicoba dihentikan. Umunya anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/kgBB dan usia prasekolah sampai 1 mg/kgBB secara alternating. Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumatan > 0,5 mg/kgBB alternating, tetapi 1 mg/kgBB alternating atau 2. meskipun dosis rumat < 1 mg tetapi disertai : a.efek samping steroid yang berat b.pernah relaps dengan gejala berat, antara lain hipovolemia, trombosis atau sepsis, diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari selama 812 minggu. 2. Levamisol Pemakaian levamisol pada sindrom nefrotik masih terbatas karena efeknya masih diragukan. Efek samping levamisol : mual, muntah dan neutropenia

reversibel. Hasilnya kurang memuaskan, belum dapat direkomendasikan secara umum. Bila digunakan, dosisnya 2-3 mg/kgBB/hari, selang sehari, selama 6-18 bulan. 3. Sitostatika Obat sitostatika yang dipakai pada pengobatan sindrom nefrotik anak paling sering adalah siklofosfamid (CPA oral) 2-3 mg/kgBB dosis tunggal selama 812 minggu diberikan bersama prednison 40 mg/m2/hari diberikan sekali pada pagi hari, atau klorambusil 0,15-0,2 mg/kgBB/hari selama 8 minggu. Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai > 50%, pemberian CPA dalam mempertahankan remisi lebih baik pada sindrom nefrotik relaps frekuen (70%) daripada dependen steroid (30%). Efek samping sitostatika adalah depresi sumsum tulang, alopesia, sistisis hemoragik, azospermia dan jangka panjang keganasan. Oleh karena itu pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi : Hb, leukosit, trombosit 1-2x seminggu. Bila jumlah leukosit < 3000/ul, Hb < 8 g/dl, trombosit < 100.000/ul obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit > 5000/ul. Efek tosisitas pada gonad terjadi bila dosis total kumulatif mencapai 200300 mg/kgBB. 4. Siklosporin A (CyA) Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatika dianjurkan untuk diberi siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari minimal selama 1 tahun. Pemberian siklosporin A dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, hingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan. Efek samping siklosporin A adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofigingiva dan nefrotoksik. Oleh karena itu perlu pemantauan terhadap : Kadar CyA dalam darah : dipertahankan antara 100-200 ug/ml Kadar kreatinin darah berkala

Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi karena harga obat yang mahal maka pemakaiannya jarang/sangat selektif. VIII.Prognosis 1. Prognosis Prognosis tergantung dari beberapa faktor: Umur dan jenis kelamin Umur muda atau anak-anak dan wanita memiliki prognosis lebih baik daripada umur tua atau dewasa dan laki-laki. Penyulit Makin awal terdapat penyulit gagal ginjal dan hipertensi, prognosis makin buruk. Pengobatan Pengobatan yang terlambat dan diberikan setelah terdapat gambaran klinis selama 6 bulan memiliki prognosis buruk. Jenis kelainan histopatologis GLM memiliki prognosis yang baik,lebih sering remisi spontan pada anak-anak. GM memperlihatkan perjalanan penyakit dengan progresivitas lambat dengan penurunan faal ginjal makin lama makin berat sehingga prognosisnya buruk. GF memiliki prognosis buruk dengan progresivitas bervariasi dan resisten terhadap prednison. Prognosis paling buruk dan diakhiri oleh gagal ginjal sering dijumpai pada GP atau mesangiokapiler. 2.Sebab kematian Kematian terutama disebabkan gagal ginjal kronis dengan sindrom azotemia; infeksi sekunder ekstra renal (pneumonia) atau renal (pielonefritis); dan gagal ginjal sirkulasi akut.