contoh laporan preskas senior

62
BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. T Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Buruh Alamat : Kadipiro, Banjarsari, Jawa Tengah No. RM : 01287275 Tanggal Masuk : 27 April 2015 B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Kejang 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan kejang 2 jam sebelum masuk rumah sakit saat pasien sedang tidur dengan posisi duduk tegap dan kaki menekuk kaku 2x, mata melirik keatas, keluar buih, mengompol (-), selama 30 menit, sempart berhenti sebentar kemudian kejang lagi. Diantara kedua kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien tidak sadar kurang lebih 30 menit dan saat sadar pasien bingung sebentar. Bicara pelo (-), wajah merot ke kanan (-), 1

Upload: dward67

Post on 04-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

blablabla

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh Laporan Preskas Senior

BAB ISTATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. T

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Kadipiro, Banjarsari, Jawa Tengah

No. RM : 01287275

Tanggal Masuk : 27 April 2015

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Kejang

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan kejang 2 jam sebelum masuk rumah sakit saat

pasien sedang tidur dengan posisi duduk tegap dan kaki menekuk kaku 2x,

mata melirik keatas, keluar buih, mengompol (-), selama 30 menit,

sempart berhenti sebentar kemudian kejang lagi. Diantara kedua kejang

pasien tidak sadar, setelah kejang pasien tidak sadar kurang lebih 30 menit

dan saat sadar pasien bingung sebentar. Bicara pelo (-), wajah merot ke

kanan (-), tersedak (-), demam (-), pusing berputar (-), nyeri kepala (-),

muntah (-), kejang (-), gangguan BAB dan BAK (-). Kelemahan anggota

gerak (-), gangguan perilaku (-), gangguan memori (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Limfoma maligna : dalam terapi

Riwayat operasi : Kel. Axilla 2 bulan yang

lalu

1

Page 2: Contoh Laporan Preskas Senior

Riwayat stroke : disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

Rwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat kejang : disangkal

Riwayat trauma sebelumnya : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat merokok : disangkal

6. Riwayat Gizi

Sebelum sakit, pasien makan tiga kali sehari, porsi sedang dengan

nasi dan lauk pauk seadanya.Pasien sering memakan makanan yang

bersantan dan digoreng.

7. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien dirumah tinggal bersama anaknya, pasien bekerja sebagai

buruh. Pasien dirawat di RSDM dengan biaya dari BPJS.

ANAMNESIS SISTEM

a. Sistem saraf pusat : nyeri kepala (-), kejang (-)

b. Sistem Indera

- Mata : berkunang- kunang (-),pandangan dobel (-),

penglihatan kabur (-), pandangan berputar (-)

2

Page 3: Contoh Laporan Preskas Senior

- Hidung : mimisan (-), pilek (-)

- Telinga : pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar

cairan (-), darah (-), nyeri (-)

c. Mulut : sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-),

gigi tanggal (-), gigi goyang (-), bicara pelo (-)

d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)

e. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi

(-) tidur mendengkur (-)

f. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-),

berdebar-debar (-)

g. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), susah

BAB (-), perut sebah (-), mbeseseg (-), kembung

(-), nafsu makan berkurang (-), ampek (-), tinja

lunak, warna kuning

h. Sistem muskuloskeletal : nyeri (-), nyeri sendi (-), kaku (-)

i. Sistem genitourinaria : mengompol (-), sulit mengontrol kencing (-)

j. Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),

kesemutan(-/-), bengkak (-), kelemahan (-/-),

sakit sendi (-), panas (-) berkeringat (-)

k. Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),

kesemutan (+/-), sakit sendi lutut kiri (-),

kelemahan (-/+)

l. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-),mengigau (-), emosi tidak

stabil (-)

m.Sistem Integumentum : kulit sawo matang, pucat (-), kering (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

VS : TD : 130/90 mmHg

Nadi : 99x/menit

RR : 18x/menit

3

Page 4: Contoh Laporan Preskas Senior

Suhu : 36,7º C

VAS : 2-3

Status Neurologis

a. Kesadaran : GCS E4V5M6

b. Fungsi luhur : sde

c. Fungsi vegetatif : dbn

d. Fungsi sensorik : dbn

e. Fungsi koordinasi : sde

f. Fungsi sensorik :

N N

N N

g. Fungsi otonom : dbn

h. Fungsi collumna vertebralis : dbn

i. Fungsi motorik dan reflek :

Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis5 5 N N +2/+2 +2/ +2 + +

5 5 N N +2/+2 +2/+2 - -

j. Nervus Cranialis

1. N. II, III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

2. N. III, IV, VI : pergerakan bola mata dbn

3. N.VII : dbn

4. N. XII : dbn

k. Meningeal Sign

- Kaku kuduk : (-)

- Tanda Brudzinski I : (-)

- Tanda Brudzinski II : (-)

- Tanda Brudzinski III : (-)

- Tanda Brudzinski IV : (-)

- Tanda Kernig : (-/-)

4

Page 5: Contoh Laporan Preskas Senior

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah 27 April 2015

Pemeriksaan 27/4/2015 Satuan Nilai normal

Hematologi Rutin

Hb 10.4 g/dl 13.5 – 17.5

Hct 32 33 – 45

AL 6.2 103/l 4.5 - 11.0

AT 268 103/l 150 - 450

AE 3.72 106/l 4.50 – 5.90Kimia Klinik

GDS 87 mg/dl 60-140

SGOT 31 u/l 0-35

SGPT 19 u/l 0-45

Kreatinin 0.8 mg/dl 0.9 -1.3

Ureum 30 mg/dl < 50Elektrolit

Na 138 mmol/L 136-145

K 3.1 mmol/L 3.7-5.4

Cl 106 mmol/L 98-106

2. EKG

Irama : Sinus Ritme

Rate : 81x/menit

Axis :Normoaxis

5

Page 6: Contoh Laporan Preskas Senior

3. Foto Thoraks PA

Foto Thoraks PA:

Cor : besar dan bentuk normal, tampak kalsifikasi aortic knob

Pulmo : tampak perselubungan dengan airbronchogram di paracardial

kanan

Sinus costophrenicus kanan kiri tajam

Hemidiaphragma kanan kiri normal

Trakhea di tengah

Sistema tulang baik

6

Page 7: Contoh Laporan Preskas Senior

Kesimpulan:

1. Perselubungan dengan airbronchogram di paracardial kanan DD :

Pneumonia

TB Paru

2. Aortosclerosis

4. MSCT Scan Kepala Tanpa Kontras

Pemeriksaan MSCT Scan Kepala irisan axial reformat sagital/coronal

tanpa kontras:

Tampak multiple tetntakel edem di lobus frontalis dan lobus parietalis

kanan kiri

Lesi tampak mendesak cornu anterior ventrikel lateralis kanan serta

menyebabkan deviasi midline ke kiri sejauh 0,97 cm

7

Page 8: Contoh Laporan Preskas Senior

Sistem ventrikel dan sistema diluar lesi normal

Pons, cerebellum dan cerebellopontin angle tak tampak kelainan

Orbita, masoid dan sinus paranasales kanan kiri tak tampak kelainan

Craniocerebral space tak tampak kelainan

Calvaria intak

Kesimpulan:

Multiple tentakel edema di lobus frontalis parietalis bilateral yang

mendesak cornu anterior ventrikel lateralis kanan serta menyebabkan

deviasi medline ke kiri sejauh 0,97 cm DD :

1.Infeksi

2. Metastasis

Saran : MRI kepala dengan kontras

E. RESUME

Pasien mengeluhkan kejang 2 jam sebelum masuk rumah sakit saat

pasien sedang tidur dengan posisi duduk tegap dan kaki menekuk kaku 2x,

mata melirik keatas, keluar buih, mengompol (-), selama 30 menit, sempart

berhenti sebentar kemudian kejang lagi. Diantara kedua kejang pasien tidak

sadar, setelah kejang pasien tidak sadar kurang lebih 30 menit dan saat sadar

pasien bingung sebentar. Bicara pelo (-), wajah merot ke kanan (-), tersedak

(-), demam (-), pusing berputar (-), nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-),

gangguan BAB dan BAK (-). Kelemahan anggota gerak (-), gangguan

perilaku (-), gangguan memori (-).

F. ASSESMENT

K: Status epileptikus

T: Cortex

E: Acute Symptomatic seizure e.c. dd tuberkuloma

8

Page 9: Contoh Laporan Preskas Senior

G. PENATALAKSANAAN

1. O2 3 liter/menit nasal canul

2. Infus Asering 0.9% 20 tpm

3. Injeksi Stesolid 10mg i.v. jika kejang

4. Injeksi fenitoin 100mg dlm 30 cc Nacl 0,9% /8jam

5. Asam folat 1x50 mg p.o.

6. Vitamin B1 2x100 mg p.o

H. PLANNING

1. Mondok bangsal

2. Plain head CT Scan

3. Ro Thorax

4. EKG

5. Lab Lengkap

6. Konul bedah onko dan Interna

7. EEG

I. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

J. Progress Report

Tanggal 28 – 4 – 2015

Subjektif Kejang

Objektif GCS E4V5M6Tensi : 110/70 mmHgNadi : 84 x/ menitRespirasi : 20x/menit, regulerSuhu : 36,8ºC (per axiller)Fungsi luhur: dbnMeningeal sign: -N. Cranialis:

9

Page 10: Contoh Laporan Preskas Senior

II, III pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnVII, XII dbn

Motorik:K 5 5 T N N

5 5 N N

RF +3 +3 RP + +

+3 +3 - -Hoffman Tromer

Sensorik : dbnOtonom : dbnKoordinasi : dbn

Assessment K : Rw status epileptikus

T : Cortex

E : Akut simtomatik seizure e.c susp. Tuberkuloma

Planning P. Tx :

O2 3 lpm k/p

Inf.sering 20 tpm

Inj. Phenitoin 100 mg/12 jam

Unj. Diazepam 10 mg IV bila kejang

Phenitoin 1 x 100 mg

Vit B6 2 x 1 tab

Asam folat 1 x 1 tab

KSR 2 x1 tab

P. Dx :

Tunggu hasil CT scan

Konsul EEG

Hari ini cek laboratorium lengkap

Konsul paru

Tanggal 29 – 4 – 2015

Subjektif Kejang (-)

10

Page 11: Contoh Laporan Preskas Senior

Objektif GCS E4V5M6Tensi : 110/70 mmHgNadi : 80 x/ menitRespirasi : 18x/menit, regulerSuhu : 36,7ºC (per axiller)Fungsi luhur: dbnMeningeal sign: -N. Cranialis:II, III pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnVII, XII dbn

Motorik:K 5 5 T N N

5 5 N N

RF +3 +3 RP + +

+3 +3 - -Hoffman Tromer

Sensorik : dbnOtonom : dbnKoordinasi : dbn

Assessment K : Rw status epileptikus

T : Cortex

E : Akut simtomatik seizure e.c susp. Tuberkuloma

Planning P. Tx :

O2 3 lpm k/p

Inf.sering 20 tpm

Inj. Phenitoin 100 mg/12 jam

Inj. Diazepam 10 mg IV bila kejang

Inj. Vit B12 500mcg/12 jam

Phenitoin 1 x 100 mg

Vit B6 2 x 1 tab

Asam folat 1 x 1 tab

KSR 2 x1 tab

11

Page 12: Contoh Laporan Preskas Senior

Allopurinol 0 – 0 – 1

P. Dx :

Tunggu jadwal EEG

Tunggu protokol MRI dengan kontras

Tanggal 30 – 4 - 2015

Subjektif Kejang

Objektif GCS E4V5M6Tensi : 120/80 mmHgNadi : 88 x/ menitRespirasi : 18 x/menit, regulerSuhu : 36,8ºC (per axiller)Fungsi luhur: dbnMeningeal sign: -N. Cranialis:II, III pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnVII, XII dbn

Motorik:K 5 5 T N N

5 5 N N

RF +3 +3 RP + +

+3 +3 - -Hoffman Tromer

Sensorik : dbnOtonom : dbnKoordinasi : dbn

Assessment K : Rw status epileptikus

T : Cortex

E : Akut simtomatik seizure e.c susp. Tuberkuloma

Planning P. Tx :

O2 3 lpm k/p

Inf.sering 20 tpm

Inj. Phenitoin 100 mg/12 jam

12

Page 13: Contoh Laporan Preskas Senior

Inj. Diazepam 10 mg IV bila kejang

Phenitoin 1 x 100 mg

Vit B6 2 x 1 tab

Asam folat 1 x 1 tab

KSR 2 x1 tab

Allopurinol 0 – 0- 1

P. Dx :

Tunggu jadwal EEG

Tunggu jadwal MRI brain dengan kontras

Konfirmasi paru apakah acc pindah Anggrek 1?

Tanggal 2 – 5 – 2015

Subjektif Kejang (-)

Objektif GCS E4V5M6Tensi : 110/70 mmHgNadi : 84 x/ menitRespirasi : 20x/menit, regulerSuhu : 36,8ºC (per axiller)Fungsi luhur: dbnMeningeal sign: -N. Cranialis:II, III pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnVII, XII dbn

Motorik:K 5 5 T N N

5 5 N N

RF +3 +3 RP + +

+3 +3 - -Hoffman Tromer

Sensorik : dbnOtonom : dbnKoordinasi : dbn

Assessment K : Rw status epileptikus

13

Page 14: Contoh Laporan Preskas Senior

T : Cortex

E : Akut simtomatik seizure e.c susp. Tuberkuloma

Planning P. Tx :

O2 3 lpm k/p

Inf.sering 20 tpm

Inj. Phenitoin 100 mg/12 jam

Inj. Diazepam 10 mg IV bila kejang

Phenitoin 1 x 100 mg

Vit B6 2 x 1 tab

Asam folat 1 x 1 tab

KSR 2 x1 tab

Allopurinol 0 – 0 – 1

P. Dx :

Tunggu jadwal EEG

Tunggu jadwal MRI brain dengan kontras

Tanggal 3 – 5 – 2015

Subjektif Kejang (-)

Objektif GCS E4V5M6Tensi : 110/70 mmHgNadi : 84 x/ menitRespirasi : 20x/menit, regulerSuhu : 36,8ºC (per axiller)Fungsi luhur: dbnMeningeal sign: -N. Cranialis:II, III pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnVII, XII dbn

Motorik:K 5 5 T N N

5 5 N N

RF +3 +3 RP + +

+3 +3 - -

14

Page 15: Contoh Laporan Preskas Senior

Hoffman Tromer

Sensorik : dbnOtonom : dbnKoordinasi : dbn

Assessment K : Rw status epileptikus

T : Cortex

E : Akut simtomatik seizure e.c susp. Tuberkuloma

Planning P. Tx :

O2 3 lpm k/p

Inf.sering 20 tpm

Inj. Phenitoin 100 mg/12 jam

Inj. Diazepam 10 mg IV bila kejang

Inj. Vit B12 500 mcg/12 jam

Phenitoin 1 x 100 mg

Vit B6 2 x 1 tab

Asam folat 1 x 1 tab

KSR 2 x1 tab

Allopurinol 0 – 0 – 1

P. Dx :

Tunggu jadwal EEG

MRI brain kontras 6 – 5 – 2015

Tanggal 4 – 5 – 2015

Subjektif Kejang (-)

Objektif GCS E4V5M6Tensi : 110/70 mmHgNadi : 84 x/ menitRespirasi : 20x/menit, regulerSuhu : 36,8ºC (per axiller)Fungsi luhur: dbnMeningeal sign: -N. Cranialis:II, III pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnVII, XII dbn

15

Page 16: Contoh Laporan Preskas Senior

Motorik:K 5 5 T N N

5 5 N N

RF +3 +3 RP + +

+3 +3 - -Hoffman Tromer

Sensorik : dbnOtonom : dbnKoordinasi : dbn

Assessment K : Rw status epileptikus

T : Cortex

E : Akut simtomatik seizure e.c susp. Tuberkuloma

Planning P. Tx :

O2 3 lpm k/p

Inf.sering 20 tpm

Inj. Phenitoin 100 mg/12 jam

Inj. Diazepam 10 mg IV bila kejang

Inj. Vit B 12 500 mcg/12 jam

Phenitoin 1 x 100 mg

Vit B6 2 x 1 tab

Asam folat 1 x 1 tab

KSR 2 x1 tab

Allopurinol 0 – 0 – 1

P. Dx :

Tunggu jadwal EEG

MRI brain kontras 6 – 5 – 2015

Tanggal 8 – 5 – 2015

Subjektif Kejang (-)

Objektif GCS E4V5M6

16

Page 17: Contoh Laporan Preskas Senior

Tensi : 110/70 mmHgNadi : 84 x/ menitRespirasi : 20x/menit, regulerSuhu : 36,8ºC (per axiller)Fungsi luhur: dbnMeningeal sign: -N. Cranialis:II, III pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnVII, XII dbn

Motorik:K 5 5 T N N

5 5 N N

RF +3 +3 RP + +

+3 +3 - -Hoffman Tromer

Sensorik : dbnOtonom : dbnKoordinasi : dbn

Assessment K : Rw status epileptikus

T : Cortex

E : Akut simtomatik seizure e.c susp. Tuberkuloma

Planning P. Tx :

O2 3 lpm k/p

Inf.sering 20 tpm

Inj. Phenitoin 100 mg/12 jam

Inj. Diazepam 10 mg IV bila kejang

Inj. Vit B12 500 mcg/12 jam

Phenitoin 1 x 100 mg

Vit B6 2 x 1 tab

Asam folat 1 x 1 tab

KSR 2 x1 tab

17

Page 18: Contoh Laporan Preskas Senior

Allopurinol 0 – 0 – 1

P. Dx :

Tunggu jadwal EEG

MRI brain dengan kontras 6 – 5 – 2015

Tanggal 6 – 5 – 2015

Subjektif Kejang (-)

Objektif GCS E4V5M6Tensi : 110/70 mmHgNadi : 84 x/ menitRespirasi : 20x/menit, regulerSuhu : 36,8ºC (per axiller)Fungsi luhur: dbnMeningeal sign: -N. Cranialis:II, III pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+III, IV, VI gerak bola mata kesan dbnVII, XII dbn

Motorik:K 5 5 T N N

5 5 N N

RF +3 +3 RP + +

+3 +3 - -Hoffman Tromer

Sensorik : dbnOtonom : dbnKoordinasi : dbn

Assessment K : Rw status epileptikus

T : Cortex

E : Akut simtomatik seizure e.c susp. Tuberkuloma

Planning P. Tx :

O2 3 lpm k/p

Inf.sering 20 tpm

18

Page 19: Contoh Laporan Preskas Senior

Inj. Phenitoin 100 mg/12 jam

Inj. Diazepam 10 mg IV bila kejang

Inj. Vit B12 500 mcg/12 jam

Phenitoin 1 x 100 mg

Vit B6 2 x 1 tab

Asam folat 1 x 1 tab

KSR 2 x1 tab

Allopurinol 0 – 0 – 1

P. Dx :

Hari ini MRI brain kontras

Tunggu hasil EEG

19

Page 20: Contoh Laporan Preskas Senior

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi

dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas

muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai

manifestasi klinik dan laboratorik.

B. ETIOLOGI

1. Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak

2. Factor herediter,ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang

disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis,

angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme,

hipoglikemia.

3. Factor genetic; pada kejang demem dan breath holding spells

4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum

5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia

6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan

7. selaputnya,toxoplasmosis

8. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural

9. Neoplasma otak dan selaputnya

10. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

11. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air

12. Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone,degenerasi

serebral,dan

13. lain-lain.

(Anonim, 2008)

20

Page 21: Contoh Laporan Preskas Senior

C. PATOFISIOLOGI

1. Patofisiologi Epilepsi Umum

Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara

lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,

onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan

pasien “bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik

kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa

hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,

hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian

menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara

thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras

thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan

aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada

korteks terjadi pada saat tidur non-REM.3 Patofisiologi epilepsi yang lain adalah

disebabkan adanya mutasi genetik. Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen

yang mengkode protein kanal ion (tabel 3). Contoh: Generalized epilepsy with

febrile seizure plus, benign familial neonatal convulsions.

Tabel 3. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsi4-6

Kanal Gen Sindroma

Voltage-gated

Kanal Natrium SCN1A, SCN1B, Generalized

epilepsies with

SCN2A, GABRG2 febrile seizures plus

Kanal Kalium KCNQ2, KCNQ3 Benign familial

neonatal

convulsions

Kanal Kalsium CACNA1A, CACNB4 Episodic ataxia tipe 2

21

Page 22: Contoh Laporan Preskas Senior

CACNA1H Childhood absence

epilepsy

Kanal Klorida CLCN2 Juvenile myoclonic

epilepsy

Juvenile absence

epilepsy

Epilepsy with grand mal

seizure on awakening

Ligand-gated

Reseptor asetilkolin CHRNB2, CHRNA4 Autosomal dominant

frontal lobe epilepsi

Reseptor GABA GABRA1, GABRD Juvenile myoclonic

epilepsy

Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion

natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga

terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron

(gambar 1A). Jika terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada

generalized epilepsy with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang

berlebihan sedangkan kalium refluks tetap seperti semula sehingga terjadi

depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi

hipereksitasi pada neuron (gambar1B). Hal yang sama terjadi pada benign familial

neonatal convulsion dimana terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks

kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi pada sel neuron (gambar

1C)

22

Page 23: Contoh Laporan Preskas Senior

Gambar 1. Mutasi kanal ion3

2. Patofisiologi Epilepsi Parsial

Patofisiologi epilepsi parsial yang dapat diterangkan secara jelas adalah

epilepsi lobus temporal yang disebabkan oleh sklerosis hipokampus. Pada

sklerosis hippokampus terjadi hilangnya neuron di hilus dentatus dan sel

piramidal hipokampus. Pada keadaan normal terjadi input eksitatori dari korteks

entorhinal ke hippokampus di sel granula dentatus dan input inhibitori dari

interneuron di lapisan molekular dalam (inner layer molecular) (gambar 2). Sel

granula dentatus relatif resisten terhadap aktivitas hipersinkroni, dan dapat

menginhibisi propagasi bangkitan yang berasal dari korteks entorhinal,

Gambar 2. Hippokampus3

Pada sklerosis hippocampus terjadi sprouting akson mossy-fiber balik ke

lapisan molekular dalam (karena sel pyramidalis berkurang). Mossy fibers yang

aberant ini menyebabkan sirkuit eksitatori yang rekuren dengan cara membentuk

sinaps pada dendrit sel granula dentatus sekelilingnya. Di samping itu interneuron

23

Page 24: Contoh Laporan Preskas Senior

eksitatori yang berada di gyrus dentatus berkurang (yang secara normal

mengaktivasi interneuron inhibitori), sehingga terjadi hipereksitabilitas (gambar

3).

Gambar 3. Sel granula dentatus3

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi neurogenesis postnatal di

hippocampus. Suatu bangkitan mencetuskan peningkatan aktivitas mitosis di

daerah proliferatif gyrus dentatus sehingga terjadi diferensiasi sel granula dentatus

baru dan pada akhirnya terjadi ketidakseimbangan eksitasi dan inhibisi. Teori

patofisiologi yang lain adalah terjadi perubahan komposisi dan ekspresi reseptor

GABAa. Pada keadaan normal, reseptor GABAa terdiri dari 5 subunit yang

berfungsi sebagai inhibitori dan menyebabkan hiperpolarisasi neuron dengan cara

mengalirkan ion klorida. Pada epilepsy lobus temporal, terjadi perubahan ekspresi

reseptor GABAa di sel granula dentatus berubah sehingga menyebabkan

sensitivitas terhadap ion Zinc meningkat dan akhirnya menghambat mekanisme

24

Page 25: Contoh Laporan Preskas Senior

inhibisi.3,4 Mekanisme epilepsi lain yang dapat diterangkan adalah terjadinya

epilepsi pada cedera otak. Jika terjadi suatu mekanisme cedera di otak maka akan

terjadi eksitotoksisitas glutamat dan menigkatkan aktivitas NMDA reseptor dan

terjadi influx ion calsium yang berlebihan dan berujung pada kematian sel. Pada

plastisitas maka influx ion calsium lebih sedikit dibandingkan pada sel yang mati

sehingga tidak terjadi kematian sel namun terjadi hipereksitabilitas neuron.

3. Patofisiologi Anatomi Seluler

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera

kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan

saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang

mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada

cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam

mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan

pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa

menimbulkan bangkitan listrik di otak. Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa

ditemukan kerusakan anatomi (focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa

mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik

dan retardasi mental.1 Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi

disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter

eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi

neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya

berperan pada reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik.6 Keterlibatan

reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebutsebut sebagai

patologi terjadinya kejang dan epilepsi.6-8 Secara farmakologik, inhibisi terhadap

NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi.7 Beberapa penelitian

neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas

bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor

nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium).

25

Page 26: Contoh Laporan Preskas Senior

Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya

dengan terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa 4.9 Berbicara

mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion

yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan

keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam

komunikasi sesame neuron.9 Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-

ion tersebut maka bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada

penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter

tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma

aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat

(eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan

dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang

bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.

(Fitri Octaviana, 2008)

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Epilepsi Umum

a. Major

Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan

sekunder Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-

tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama,

perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal

sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu

didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak focus epileptogen

pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu,

mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit

kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran

sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang

tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan

tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga

terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian

26

Page 27: Contoh Laporan Preskas Senior

disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan

membanting-banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 --

3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat,

midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang

berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai

koma. Kira-kira 4—5 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak

diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai

setahun sekali.

b. Minor :

Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum

yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul

pada anak sebelum pubertas (4 -- 5tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran

yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali

masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola

mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula.

Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit

mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak

akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : Timbul

pada usia 4 -- 5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan

hilang kesadaran hanya beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan satu

macam obat, Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan

frekuensi 3 per detik. Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter

misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan

terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan

kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik.

Bangkitan akinetik. Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena

menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau

mencari pegangan dan kemudian

dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan

akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut.

27

Page 28: Contoh Laporan Preskas Senior

Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau

sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-

laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan

kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma,

infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala

kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang

disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan

berkeringat. Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik.

Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai

dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot

yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah

dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche

2. Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi).

a. Bangkitan sensorik

Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak

fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus

terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu

bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu

anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron

sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.

b.Epilepsi lobus temporalis.

Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala

fokalitas yang khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena

fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi

kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra

tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat

psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi

psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-zimnya

berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang

28

Page 29: Contoh Laporan Preskas Senior

sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran

antara sadar dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi

yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik

sampai beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul :

Halusinasi dengan automatisme pengecap, halusinasi dengan automatisme

membaca, halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan

aneh.

(Anonim, 2008)

E. Klasifikasi Epilepsi

Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan

klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-

faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau

idiopatik), usia, dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan

klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan

elektroensefalogram.1

Klasifikasi internasional bangkitan epilepsi (1981)1

I . Bangkitan Parsial

Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

1. Dengan gejala motorik

2. Dengan gejala sensorik

3. Dengan gejala otonomik

4. Dengan gejala psikik

Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan

kesadaran

a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

b. Dengan automatisme

2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan

29

Page 30: Contoh Laporan Preskas Senior

a. Dengan gangguan kesadaran saja

b. Dengan automatisme

Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)

1. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum

2. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum

Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial

3. kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum

II. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)

A. Bangkitan lena

B. Bangkitan mioklonik

C. Bangkitan tonik

D. Bangkitan atonik

E. Bangkitan klonik

F. Bangkitan tonik-klonik

III. Bangkitan epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma

Localization-related (focal, partial) epilepsies

● Idiopatik

Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes

Childhood epilepsy with occipital paroxysm

● Symptomatic

Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi

yang diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan,

EEG interiktal dan iktal, gambaran neuroimejing

30

Page 31: Contoh Laporan Preskas Senior

Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal

dari lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus

tidak diketahui

Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik

Epilepsi Umum

► Idiopatik

Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions

Benign myoclonic epilepsy in infancy

Childhood absence epilepsy

Juvenile absence epilepsy

Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

Epilepsy with grand mal seizures upon awakening

Other generalized idiopathic epilepsies

► Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik

West’s syndrome (infantile spasms)

Lennox gastaut syndrome

Epilepsy with myoclonic astatic seizures

Epilepsy with myoclonic absences

► Simtomatik

Etiologi non spesifik

Early myoclonic encephalopathy

Specific disease states presenting with seizures

F. DIAGNOSIS AWAL

Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini

serangan kejang atau bukan , dalam hal ini memastikannya biasanya dengan

melakukan wawancara baik dengan pasien, orangtua atau orang yang

merawat. Beberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah untuk

menggambarkan kejadian sebelum , selama dan sesudah serangan kejang itu

berlangsung. Dengan mengetahui riwayat kejadian serangan kejang tersebut

biasanya dapat memberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat pada

31

Page 32: Contoh Laporan Preskas Senior

kebanyakan kasus, dokter tidak melihat sendiri serangan kejang yang dialami

pasien (Ahmed, Spencer 2004, Mardjono 2003).

Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut (Ahmed, Spencer

2004, Hadi 1993, Harsono 2001, Kustiowati dkk 2003).

1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini?

Usia serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang.

Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder

gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik dan malformasi

kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anak-

anak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang

biasanya ada kemungkinan mempunyai kelainan patologis di otak seperti

stroke atau tumor otak dsb.

2. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak

pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala

peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul

disebut dengan “aura” dimana suatu “aura” itu bila muncul sebelum

serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak. Sebagian “

aura” dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien

dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya “déjà vu” dan atau ada

sensasi yang tidak enak di lambung, gringgingen yang mungkin

merupakan epilepsi lobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara

mungkin dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada

serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan “aura” hal ini

disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika “aura”

dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari

sumber fokus yang patologis.

3. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan

dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien

tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan

dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang berlangsung. Apakah

ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada awal serangan

32

Page 33: Contoh Laporan Preskas Senior

kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh?

Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung?

Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah

ada gerakan “automatism” pada satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu

pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien

mengompol ? Serangan kejang yang berasal dari lobus frontalis mungkin

dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi kearah kontralateral lesi.

Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis sering tampak gerakan

mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang

dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang

berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin

kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat

dijumpai pada serangan kejang parsial kompleks.

4. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode

sesudah serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah “post

ictal period ” Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik

pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang menurun

terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan kejang

parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang

disebut “Todd’s Paralysis“ yang menggambarkan adanya fokus patologis

di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan

gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada “Absens“ khas tidak ada

gangguan disorientasi setelah serangan kejang.

5. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang

tonik klonik dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga

dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu,

sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya muncul pada waktu

malam hari.

6. Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh

karena kurang tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan

minum yang tidak teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat,

33

Page 34: Contoh Laporan Preskas Senior

stress emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu,

“drug abuse”, “ reading & eating epilepsy”. Dengan mengetahui faktor

pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat

membantu dalam mencegah serangan kejang.

7. Bagaimana frekwensi serangan kejang ? Informasi ini dapat membantu

untuk mengetahui bagaimana respon pengobatan bila sudah mendapat

obat obat anti kejang .

8. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan

ini mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat

obat anti kejang atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut

yang sedang digunakan spesifik bermanfaat ?

9. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan

menanyakan tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan

setiap jenis serangan kejang secara lengkap.

10.Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan

kejang? Pertanyaan ini penting mengingat pasien yang mengalami luka

ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali dengan “aura“ tetapi

tidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidak menimbulkan luka

ditubuh akibat serangan kejang atau mungkin ada “aura“ , sehingga

dalam hal ini informasi tersebut dapat dipersiapkan upaya upaya untuk

mengurangi bahaya terjadinya luka.

11.Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat? Dengan

mengetahui gambaran pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat

dapat mengidentifikasi derajat beratnya serangan kejang itu terjadi yang

mungkin disebabkan oleh karena kurangnya perawatan pasien,

ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat dan penyakit lain

yang menyertai.

Riwayat medik dahulu.

Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan

informasi yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang

34

Page 35: Contoh Laporan Preskas Senior

berkaitan dengan serangan kejang dan pengetahuan tentang lesi yang

mendasari dapat membantu untuk pengobatan selanjutnya (Ahmed, Spencer

2004).

1. Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun

proses persalinannya?

2. Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau “respiratory distress”?

3. Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?

4. Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah

serangan kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang

demam kompleks 13 %.

5. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,

ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang

disertai serangan kejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat

adanya cysticercosis.

6. Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala,

perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?

7. Apakah ada riwayat tumor otak?

8. Apakah ada riwayat stroke?

Riwayat sosial.

Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien

epilepsi dan ini penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan

sekaligus untuk bahan evaluasi (Ahmed, Spencer 2004).

1. Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi

mungkin dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut

dikelola dengan baik. Dan juga dapat membantu mengetahui tingkat

dukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimana potensi pendidikan

kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit yang dialaminya itu.

2. Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang

seragan kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan

produktif. Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh

35

Page 36: Contoh Laporan Preskas Senior

waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk

memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu

tantangan tersendiri. Pasien sebaiknya dianjurkan memilih bekerja

dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas yang tidak begitu berisiko,

tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi, mekanik dan

pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan yang

jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidak

membahayakan dirinya.

3. Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan

epilepsi yang serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan

kesadaran sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini

bisa membahayakan dirinya maupun masyarakat lainnya. Dibeberapa

negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien epilepsi yang

mengemudikan kendaraan bermotor.

4. Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien

merencanakan kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien epilepsi

wanita sebaiknya diberi penyuluhan terlebih dahulu tentang efek

teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian juga beberapa obat anti

epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga menggunakan kontrasepsi

oral seperti fenitoin, karbamasepin dan fenobarbital. Dan bagi pasien yang

sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat untuk

mengurangi risiko terjadinya “ neural tube defects“ pada bayinya.

5. Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko

terjadinya serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-

minuman alkohol. Selain berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi

dapat juga menimbulkan ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah

minum alkohol .

Riwayat keluarga.

Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan

apakah ada sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada

36

Page 37: Contoh Laporan Preskas Senior

kaitannya dengan faktor genetik dimana manifestasinya adalah serangan

kejang. Sebagai contoh “Juvenile myoclonic epilepsy (JME)“,“ familial

neonatal convulsion“,“ benign rolandic epilepsy“ dan sindrom serangan

kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus (Ahmed, Spencer

2004).

Riwayat allergi.

Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi,

perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek

reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam ”rash“ perlu dibedakan apakah ini

terbatas karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari

atau karena efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas? (Ahmed, Spencer

2004)

Riwayat pengobatan.

Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu

ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari

dan berapa lama sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak

efek sampingnya. (Ahmed, Spencer 2004)

Riwayat Pemeriksaan penunjang lain.

Perlu ditanyakan juga kemungkinan apa pasien sudah dilakukan

pemeriksaan penunjang seperti elektroensefalografi atau CT Scan kepala atau

MRI. (Ahmed, Spencer 2004)

G. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI.

Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan

kejang dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan.

Pada pasien yang berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah

leher untuk mendeteksi adanya penyakit vaskular. pemeriksaan

37

Page 38: Contoh Laporan Preskas Senior

kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali serangan kejang itu

muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip dengan serangan kejang

tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular.

Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus

seperti “ café au lait spots “ dan “ iris hamartoma” pada neurofibromatosis, “

Ash leaf spots” , “shahgreen patches” , “ subungual fibromas” , “ adenoma

sebaceum” pada tuberosclerosis, “ port - wine stain “ ( capilarry

hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat apakah ada

bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang

berlangsung atau apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh

akibat serangan kejang, kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat

terlihat oleh karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada “dupytrens

contractures” yang dapat terlihat oleh karena pemberian fenobarbital jangka

lama. (Ahmed, Spencer 2004, Harsono 2001, Oguni 2004).

Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, “gait“ , koordinasi,

saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya

defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan

pandang, papiledema mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau

lesi struktur di area otak yang terbatas. Adanya nystagmus , diplopia atau

ataksia mungkin oleh karena efek toksis dari obat anti epilepsi seperti

karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin terjadi pada waktu

serangan kejang terjadi.” Dysmorphism “ dan gangguan belajar mungkin ada

kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti demensia, mioklonus

yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan neurodegeneratif.

Unilateral automatism bisa menunjukkan adanya kelainan fokus di lobus

temporalis ipsilateral sedangkan adanya distonia bisa menggambarkan

kelainan fokus kontralateral dilobus temporalis.(Ahmed, Spencer 2004,

Harsono 2001, Oguni 2004, Sisodiya, Duncan 2000).

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM.

38

Page 39: Contoh Laporan Preskas Senior

Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik

ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan

serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, “ Blood Urea

Nitrogen” , kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan

petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga

sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya “ drug abuse” (Ahmed, Spencer

2004, Oguni 2004).

I. PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI.

Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah

pemeriksaan elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya

dilakukan perekaman pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu

tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah

pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi

dengan beberapa alasan sebagai berikut (Duncan, Kirkpatrick, Harsono 2001,

Oguni 2004)

1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi

pasien dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil

pemeriksaan EEG akan membantu dalam membuat diagnosis,

mebgklarifikasikan jenis serangan kejang yang benar dan mengenali

sindrom epilepsi.

2. Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola

epileptiform pada EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung

diagnosis epilepsi. Adanya gambaran EEG yang spesifik seperti “3-Hz

spike-wave complexes“ adalah karakteristik kearah sindrom epilepsi yang

spesifik.

3. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG dapat

menjelaskan manifestasi klinis daripada“aura“ maupun jenis serangan

kejang. Pada pasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini

selalu dilakukan dengan cermat.

39

Page 40: Contoh Laporan Preskas Senior

Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan

keterbatasan dalam menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu :

1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan

kemungkinan epilepsi didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang

epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan ulang maka persentasinya

meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi tetap

memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam hal ini hasil

wawancara dan pemeriksaan klinis adalah penting sekali.

2. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukkan

adanya epilepsi sebab hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil

orang-orang normal oleh karena itu hasil pemeriksaan EEG saja tidak

dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosis epilepsi.

3. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG

mungkin saja dapat berubah menjadi multifokus atau menyebar secara

difus pada pasien epilepsi anak.

4. Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan

epileptiform, bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran

epileptiform difus maupun yang fokus kadang-kadang dapat

membingungkan untuk menentukan klasisfikasi serangan kejang kedalam

serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.

J. PEMERIKSAAN VIDEO-EEG

Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan

diagnosis epilepsi atau serangan kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau

bila pada pemeriksaan rutin EEG hasilnya negatif tetapi serangan kejang

masih saja terjadi, atau juga perlu dikerjakan bila pasien epilepsi

dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanya pemeriksaan

video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena

epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-

menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat

40

Page 41: Contoh Laporan Preskas Senior

menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi (Kirpatrick, Sisodiya,

Duncan 2000, Stefan, 2003).

K. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya

kelainan struktural diotak (Harsono 2003, Oguni 2004)

Indikasi CT Scan kepala adalah: (Kustiowati dkk 2003)

- Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada

kelainan struktural di otak.

- Perubahan serangan kejang.

- Ada defisit neurologis fokal.

- Serangan kejang parsial.

- Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun.

- Untuk persiapan operasi epilepsi.

CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi

namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan

otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik

dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak,

sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa,

maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi

pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2

weighted“ dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan

irisan saggital (Duncan, Kirkpatrick, Kustiowati dkk 2003).

L. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI

Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan

pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya

memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian

41

Page 42: Contoh Laporan Preskas Senior

juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan

kejang yang bukan epilepsi (Oguni 2004, Sisodiya 2000).

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Z, Spencer S.S (2004) : An Approach to the Evaluation of a Patient for

Seizures and Epilepsy, Wisconsin Medical Journal, 103(1) : 49-55.

Anonymous (2003) : Diagnosis of Epilepsy, Epilepsia, 44 (Suppl.6) :23-24

Anonym. 2008. Epilepsi.

http://ilmukedokteran.net/pdf/Ilmu-Penyakit-Saraf/epilepsi.pdf.

Duncan R : Diagnosis of Epilepsy in Adults, available from

http://www.rcpe.ac.uk/publications/articles/epilepsy supplement/E

Duncan.pdf.

Fitri Octaviana. 2008. Epilepsi.

http://www.dexa-medica.com/images/publication_upload09010917063600

1231472906MEDICINUS_NOV_DES%2708.pdf . Departemen

Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS

Cipto Mangunkusumo. Jakarta.

Hadi S (1993) : Diagnosis dan Diagnosis Banding Epilepsi, Badan Penerbit

UNDIP Semarang : 55-63.

Harsono (2001) : Epilepsi, edisi 1, GajahMada University Press, Yogyakarta.

Kirkpatrick M : Diagnosis of Epilepsy in Children, available from

http://www.rcpe.ac.uk/publications/articles/epilepsy supplement/F

Kirkpatrick.pdf.

Kustiowati E, Hartono B, Bintoro A, Agoes A (editors) (2003) : Pedoman

Tatalaksana Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi Perdossi.

42

Page 43: Contoh Laporan Preskas Senior

Mardjono M (2003) : Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan

Penatalaksanaannya dalam Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi & Neurologi,

Agoes A (editor); 129-148.

Oguni H (2004) : Diagnosis and Treatment of Epilepsy, Epilepsia, 48

(Suppl.8):13-16

Sirven J.I, Ozuna J (2005) : Diagnosing epilepsy in older adults, Geriatricts,

60,10: 30-35.

Sisodiya S.M, Duncan J (2000) : Epilepsy : Epidemiology, Clinical Assessment,

Investigation and Natural History, Medicine International,00(4);36-41.

Stefan H (2003) : Differential Diagnosis of Epileptic Seizures and Non Epileptic

Attacks, Teaching Course : Epilepsy 7th Conggres of the European

Federation of Neurological Societies, Helsinki.

43