content eli
TRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan suatu perusahaan merupakan salah satu sumber
informasi yang berkaitan dengan kinerja perusahaan. Ketika seorang investor
akan melakukan investasi pada suatu perusahaan, ia perlu mengetahui kondisi
keuangan perusahaan tersebut terutama yang menyangkut tentang
kelangsungan hidup perusahaan. Informasi akuntansi merupakan kebutuhan
yang paling mendasar untuk pengambilan keputusan bagi investor di pasar
modal. Informasi akuntansi tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan yang
telah dibuat oleh pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Oleh
karena itu, ada kecenderungan pihak manajemen perusahaan untuk
memanipulasi kinerja laporan keuangan perusahaan dengan cara memperbaiki
laporan keuangan sedemikian rupa sehingga tampak lebih baik dari
semestinya dengan tujuan untuk mendapatkan penilaian yang positif atas
tanggung jawabnya sebagai pihak yang mengelola perusahaan. Untuk
memastikan kesesuaian antara laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen dengan standar akuntansi yang ada, maka laporan keuangan perlu
diaudit oleh pihak ketiga yang bebas tidak memihak atau independen.
Pihak yang bisa melakukan audit atas laporan keuangan tersebut
adalah auditor independen atau akuntan publik. Dalam hal ini, akuntan publik
berfungsi sebagai pihak ketiga yang menghubungkan pihak manajemen
perusahaan dengan pihak luar perusahaan dan berkepentingan untuk
memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan pihak
2
manajemen dapat dipercaya sebagai dasar dalam membuat keputusan. Tanpa
menggunakan jasa akuntan publik, manajemen perusahaan tidak akan dapat
meyakinkan pihak luar bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen
perusahaan berisi informasi yang dapat dipercaya. Di sisi lain, pemakai
laporan keuangan juga menaruh kepercayaan yang besar terhadap hasil
pekerjaan auditor yang berupa laporan audit.
Laporan auditor penting sekali dalam suatu audit karena laporan
tersebut dapat menginformasikan tentang apa yang dilakukan auditor dan
kesimpulan yang diperolehnya. Auditor mempunyai tanggung jawab untuk
menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama periode waktu
tertentu dan membuktikan kewajaran atas laporan keuangan yang disajikan
oleh klien. Auditor juga harus memiliki keberanian untuk mengungkapkan
permasalahan mengenai kelangsungan hidup perusahaan klien.
Seiring dengan perkembangan perekonomian dan bisnis menyebabkan
adanya persaingan antar Kantor Akuntan Publik yang ada. Kantor Akuntan
Publik (KAP) adalah lembaga yang memiliki izin dari Kementerian
Keuangan sebagai wadah bagi akuntan publik dalam menjalankan
pekerjaannya (Haryono Jusup, 2001: 19). Akuntan publik akan melaksanakan
audit menurut ketentuan yang ada pada standar auditing yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia atau IAI. Oleh karena itu, Kantor Akuntan Publik
yang ada tersebut harus dapat mempertahankan eksistensi atau kelangsungan
usahanya dengan tetap memegang teguh pada standar yang berlaku.
3
Kelangsungan usaha Kantor Akuntan Publik ditentukan oleh mutu jasa
yang diberikan oleh auditor yang dalam hal ini adalah laporan audit. Untuk
menghasilkan jasa audit yang berkualitas, auditor harus berpedoman pada
Standar Auditing dan Kode Etik Profesi. Menurut Munawir (1999: 30) :
Standar auditing digunakan sebagai ukuran mutu profesional (professional qualities) auditor independen dan pertimbangan (judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor, sedangkan bagi masyarakat umum Standar Auditing merupakan jaminan keyakinan akan kualitas audit yang dilakukan oleh auditor.
Dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan oleh akuntan publik, hasilnya
bukan hanya untuk kepentingan klien tapi juga untuk pihak ketiga yang
meliputi para investor, kreditor, lembaga keuangan, pemerintah, masyarakat
dan pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap laporan
keuangan klien yang telah diaudit oleh akuntan publik. Adanya harapan yang
besar baik dari manajemen maupun pemakai laporan keuangan yang
menuntut akuntan publik untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu audit
yang dilakukan.
Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan
jasa yang diberikan akuntan publik akhirnya mengharuskan akuntan publik
memperhatikan kualitas audit yang dilakukannya. Adapun pertanyaan dari
masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik
semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik
baik di luar negeri maupun di dalam negeri, misalnya terdapat kasus
keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh
akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam
4
(Christiawan: 2002). Dalam konteks skandal keuangan di atas, memunculkan
pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan
publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah
terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut.
Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik
rekayasa laporan keuangan, maka yang menjadi inti permasalahannya adalah
kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru
akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, maka inti
permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait dengan
konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan
independensi auditor saat ini dan apakah kompetensi dan independensi
auditor tersebut berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh
akuntan publik.
Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan
independensi (Christiawan: 2002). Sedangkan kualitas pemeriksaan
ditentukan oleh persepsi masyarakat atas independensi pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan. Kompetensi dan independensi merupakan bagian
dari standar auditing dan termasuk juga di dalam etika profesional.
Kompetensi berkaitan dengan kemampuan, keahlian dan pengalaman dari
auditor (Christiawan: 2002). Dalam melaksanakan audit, akuntan publik
harus bertindak sebagai seorang yang ahli dalam bidang akuntansi dan
auditing. Pencapaian keahlian sebagai auditor, seseorang harus telah
memperoleh pendidikan formal, pelatihan teknis yang kemudian diperluas
melalui pengalaman dalam praktik audit (Munawir, 1999: 32). Pengalaman
5
merupakan unsur profesi terpenting karena akan mempengaruhi kemampuan
auditor untuk mengetahui kekeliruan dan pelatihan yang dilakukan akan
meningkatkan keahlian dalam melakukan audit. Sedangkan independensi
adalah sikap auditor yang jujur, tidak memihak, dan tidak mudah dipengaruhi
(Christiawan: 2002). Menurut Munawir (1999: 35) independensi akuntan
publik menyangkut dua aspek yaitu independensi dalam fakta (independence
in fact) dan independensi dalam penampilan (independence in appearance).
Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor
berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan
kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Walaupun auditor dapat
mempertahankan independensinya, namun apabila pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan yakin bahwa auditor memihak
kepada auditee maka opini dari hasil audit yang telah dibuat auditor tidak
akan dapat dipercaya lagi. Mengingat kompleksitas pekerjaan audit menuntut
tanggung jawab yang besar, maka penting bagi auditor yang bekerja di suatu
Kantor Akuntan Publik untuk memiliki kompetensi dan independensi yang
tinggi.
Menurut Nugrahaningsih (2005) dalam Nizarul, dkk. (2007)
kompetensi dan independensi yang dimiliki auditor dalam penerapannya akan
terkait dengan etika. Seorang auditor berkewajiban untuk menjaga standar
perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung,
profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri. Kompetensi dan
independensi yang dimiliki oleh auditor inilah yang menjadi pertimbangan
6
bagi para pihak yang membutuhkan jasa audit untuk menggunakan jasa
mereka. Penting bagi pemakai laporan keuangan untuk memandang Kantor
Akuntan Publik sebagai pihak yang independen dan kompeten, karena akan
mempengaruhi berharga atau tidaknya jasa yang telah diberikan oleh Kantor
Akuntan Publik kepada pemakai. Jika pemakai merasa Kantor Akuntan
Publik memberikan jasa yang berguna dan berharga, maka nilai audit atau
kualitas audit juga meningkat. Para pembaca laporan audit yang merasa yakin
akan kompetensi dan independensinya, maka secara tidak langsung hal ini
akan membawa pengaruh terhadap eksistensi atau kelangsungan usaha Kantor
Akuntan Publik dimana auditor tersebut bertugas (Canyaning, 2003).
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Canyaning (2003). Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu
penelitian terdahulu menggunakan objek penelitian Kantor Akuntan Publik
(KAP) yang berada di Malang sedangkan dalam penelitian ini menggunakan
objek penelitian Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di Yogyakarta.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kompetensi dan Independensi
Auditor terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di
Yogyakarta”.
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Banyaknya skandal keuangan yang melibatkan profesi akuntan publik,
baik di luar negeri maupun di dalam negeri.
2. Sulitnya Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam mempertahankan eksistensi
atau kelangsungan usahanya dengan tetap memegang teguh pada standar
yang berlaku.
3. Kurangnya pengalaman auditor, terutama auditor yunior dalam mengaudit
laporan keuangan yang dapat mempengaruhi kualitas audit yang
dihasilkan.
4. Keterbatasan waktu auditor untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dan
pendidikan lanjutan yang berpengaruh pada tingkat kompetensi seorang
auditor.
5. Sulitnya auditor dalam mempertahankan independensi dalam sikap mental
setiap melaksanakan tugasnya.
6. Sulitnya mempertahankan objektifitas yang dapat mempengaruhi auditor
dalam mewujudkan independensinya.
7. Kelangsungan usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) dipengaruhi oleh
kompetensi dan independensi auditor yang bekerja di Kantor Akuntan
Publik (KAP) tersebut.
8
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup penelitian maka diperlukan
pembatasan masalah dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian yang terdapat
dalam latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, pembatasan
masalah dalam penelitian ini mencakup Kompetensi dan Independensi
Auditor yang mempengaruhi Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik
(KAP) di Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang ada, maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh antara Kompetensi Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta?
2. Apakah terdapat pengaruh antara Independensi Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta?
3. Apakah terdapat pengaruh antara Kompetensi dan Independensi Auditor
terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di
Yogyakarta?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh antara Kompetensi Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta.
9
2. Untuk mengetahui pengaruh antara Independensi Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara Kompetensi dan Independensi Auditor
terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di
Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoristis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam pengembangan ilmu akuntansi khususnya dalam
bidang audit.
b. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai tambahan referensi dalam penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kantor Akuntan Publik, hasil dari penelitian ini dapat digunakan
sebagai saran yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam praktik
Akuntan Publik.
b. Bagi penulis, dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana yang
bermanfaat dalam mengimplementasikan pengetahuan penulis tentang
auditing ke dalam kondisi yang nyata.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Auditing
a. Definisi Auditing
Akuntansi merupakan rangkaian proses pencatatan,
pengklasifikasikan, peringkasan dan penyajian atau pelaporan dan
penginterprestasian transaksi keuangan suatu perusahaan secara
sistematis. Dengan demikian akuntansi bukan merupakan suatu tujuan
bagi perusahaan, tetapi hanya sebagai informasi atau alat komunikasi,
yaitu alat komunikasi antara data keuangan dan hasil operasi
perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan akuntansi
mempunyai fungsi menghasilkan jasa berupa laporan keuangan.
Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh pihak manajemen
perusahaan memberikan informasi yang penting bagi berbagai pihak
seperti investor (shareholder), pemerintah, bank, dan lain-lain. Karena
dari laporan keuangan tersebut tidak hanya dapat dilihat kinerja suatu
perusahaan tetapi juga dapat untuk memprediksi prospek perusahaan.
Untuk menjamin para pemakai laporan keuangan, bahwa laporan
tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu
Standar Akuntansi Keuangan (SAK), maka diperlukan audit atas
laporan keuangan oleh pihak ketiga yang bebas tidak memihak
(independen) yaitu akuntan publik.
10
11
Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan, karena jika tidak
diaudit ada kecenderungan laporan keuangan tersebut mengandung
kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Dalam SPAP (SA Seksi 110. 01) disebutkan tujuan umum audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini
unqualified (wajar tanpa pengecualian) dari Kantor Akuntan Publik
(KAP) maka para pengguna laporan keuangan dapat yakin kalau
laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan
tersebut dapat dipercaya kewajarannya serta bebas dari salah saji
material dan disajikan sesuai dengan PABU.
Pengertian auditing menurut Alvin A. Arens dan James K.
Loebbecke (1995: 1) yaitu:
“Auditing adalah proses yang ditempuh oleh seseorang yang kompeten dan independen agar dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai informasi yang terukur dari suatu entitas (satuan) usaha untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dan informasi yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan”.
Menurut Haryono Jusup (2001: 11):
“Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
12
Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah
proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan
independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang
bertujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan tersebut. Dalam melaksanakan audit, akuntan publik menilai
apakah penyusunan laporan keuangan yang dilakukan manajemen
sudah sesuai dengan ketentuan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Sebagai hasil auditnya, akuntan publik memberikan pendapat akuntan
atas kewajaran laporan keuangan. Pendapat akuntan publik ini disajikan
dalam “Laporan Auditor Independen”.
Dalam melaksanakan audit, seorang auditor harus memper-
hatikan faktor-faktor berikut:
1) Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria
(standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi
informasi tersebut.
2) Penetapan entitas ekonomi dan periode waktu yang diaudit harus
jelas untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor.
3) Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup
untuk memenuhi tujuan audit.
4) Kemampuan auditor dalam memahami kriteria yang digunakan serta
sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan
untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
13
b. Tipe Audit
Audit pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: audit
laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.
1) Audit laporan keuangan
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor
eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan
pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
2) Audit kesesuaian
Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah pihak yang diperiksa
telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang ditetapkan oleh
pihak yang berwenang.
3) Audit operasional
Audit operasional merupakan pengkajian atas setiap bagian dari
prosedur dan metode yang diterapkan suatu organisasi dengan
tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas.
c. Tipe Auditor
Auditor dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: auditor
internal, auditor pemerintah, dan auditor independen atau akuntan
publik.
1) Auditor internal
Auditor internal adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan
dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan
14
tersebut dengan tujuan adalah untuk membantu manajemen dalam
melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.
2) Auditor pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit
atas keuangan negara pada instansi-instansi pemerintah. Auditing
ini dilaksanakan oleh BPK.
3) Auditor independen
Auditor independen adalah para praktisi individual atau anggota
kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional
kepada klien.
2. Profesi Akuntan Publik
Untuk menjalani profesi akuntan publik, seseorang harus memiliki
register akuntan yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan RI
sebagaimana diatur pada pasal 3 ayat 4 Undang-undang No. 34 tahun
1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan. Nomor Register Akuntan hanya
dapat diberikan oleh Departemen Keuangan RI kepada:
a. Lulusan Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Universitas Negeri yang telah mendapat persetujuan dari Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
b. Orang yang lulus mengikuti Ujian Negara Akuntansi (UNA) yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ujian ini diperuntukkan bagi lulusan dari jusuran Akuntansi pada Perguruan Tinggi Swasta (Fakultas Ekonomi dan STIE) dan lulusan Fakultas Ekonomi Negeri yang belum mendapat persetujuan Dirjen Pendidikan Tinggi untuk dibebaskan dari UNA (Abdul Halim, 2003: 13).
15
Untuk melaksanakan tugasnya, seorang akuntan publik bekerja pada
kantor akuntan publik. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah lembaga
yang memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan
Publik dalam menjalankan pekerjaannya.
Menurut pasal 6 SK. Menkeu No. 43/ 1997, izin untuk membuka
Kantor Akuntan Publik (KAP) akan diberikan apabila pemohon memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Berdomisili di wilayah Indonesia b. Memiliki Register Akuntan c. Menjadi anggota IAI d. Lulus ujian Sertifikasi Akuntan Publik yang diselenggarakan
oleh IAI. e. Memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun sebagai akuntan
dan berpengalaman audit umum sekurang-kurangnya 3.000 jam dengan reputasi baik.
f. Telah menduduki jabatan manajer atau ketua tim dalam audit umum sekurang-kurangnya 1 tahun.Wajib mempunyai KAP atau bekerja pada Koperasi Jasa Audit (Haryono Jusup, 2001: 21).
a. Jasa Yang Dihasilkan oleh Profesi Akuntan Publik
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai macam jasa bagi
masyarakat yang dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu jasa
assurance dan jasa non assurance.
1) Jasa Assurance
Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang
meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa
assurance ini lebih dikenal dengan jasa audit.
Salah satu tipe jasa assurance yang disediakan oleh profesi akuntan
publik adalah jasa atestasi. Atestasi atau (attestation) adalah suatu
16
pernyataan pendapat atau pertimbangan orang yang independen dan
kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam suatu hal
yang material, dengan kriteria yang ditetapkan. Jasa atestasi profesi
akuntan publik dapat dibagi lebih lanjut menjadi 4 jenis :
a) Audit
b) Pemeriksaan (examination)
c) Review
d) Prosedur yang disepakati (aggreed-upon procedures)
2) Jasa Non Assurance
Jasa non assurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik
yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan
negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Jenis jasa non
assurance yang dihasilkan olah akuntan publik adalah jasa
kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
b. Hirarki Kantor Akuntan Publik
Partner
Manajer
Akuntan Senior
Akuntan Yunior
Gambar 1. Hirarki Kantor Akuntan Publik
Sumber: Abdul Halim (2003: 17)
17
Hirarki staf organisasi KAP pada umumnya seperti yang digambarkan
di atas.
Partner, merupakan top legal client relationship, yang bertugas me-
review (menelaah) pekerjaan audit, menandatangani laporan audit,
menyetujui masalah fee dan penagihannya, dan penanggungjawab atas
segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit.
Manajer, merupakan staf yang banyak berhubungan dengan klien,
mengawasi langsung pelaksanaan tugas-tugas audit, me-review lebih
rinci terhadap pekerjaan audit, dan melakukan penagihan atas fee audit.
Akuntan senior, merupakan staf yang bertanggung jawab langsung
terhadap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan audit, dan me-review
pekerjaan para akuntan yunior di bawahnya.
Akuntan yunior, merupakan staf pelaksana langsung dan bertanggung
jawab atas pekerjaan lapangan.
c. Kualitas Audit
Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan
tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora
(2002) dalam Eunike (2007) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan
publik yaitu:
1) Tanggung jawab profesi Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2) Kepentingan publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
18
kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3) Integritas Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan intregitas setinggi mungkin.
4) Objektivitas Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5) Kompetensi dan kehati-hatian profesional. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional.
6) Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7) Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8) Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), dalam hal ini adalah standar auditing. Standar
auditing terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan SPAP (SA Seksi 150. 02):
1) Standar Umum a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang
memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
19
2) Standar Pekerjaan Lapangan a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c) Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3) Standar Pelaporan a) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan
keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor
d) Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Keterlibatan auditor yang independen akan memberikan manfaat-
manfaat antara lain, menambah kredibilitas laporan keuangan,
mengurangi kecurangan perusahaan, dan memberikan dasar yang lebih
dipercaya untuk pelaporan pajak dan laporan keuangan lain yang harus
diserahkan kepada pemerintah. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
menyatakan bahwa audit dikatakan berkualitas jika memenuhi standar
auditing dan standar pengendalian mutu. Kualitas pekerjaan auditor
berhubungan dengan kualifikasi keahlian, ketepatan waktu penyelesaian
pekerjaan, kecukupan bukti pemeriksaan, dan sikap independensinya
20
terhadap klien. Jika auditor dapat melaksanakan pekerjaannya secara
profesional maka laporan audit yang dihasilkan akan berkualitas.
Akuntan publik akhirnya memiliki posisi yang strategis baik
dimata manajemen maupun dimata pemakai laporan keuangan.
Manajemen atau klien akan puas jika audit yang dilakukan oleh akuntan
publik memiliki kualitas yang baik. Menurut Widagdo, dkk. (2002)
dalam Christiawan (2002) terdapat tujuh kualitas audit yang
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan klien, yaitu:
1) atribut pengalaman melakukan audit 2) atribut memahami industri klien 3) atribut responsif terhadap kebutuhan klien 4) atribut pemeriksaan sesuai dengan standar umum audit 5) atribut komitmen kuat terhadap kualitas audit 6) atribut keterlibatan pimpinan audit terhadap pemeriksaan 7) atribut melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat.
Oleh karena itu, maka diperlukan kebijakan dan praktik aktivitas
pengendalian mutu yang harus ada di KAP untuk menjamin
independensi dan kompetensi personel yang terlibat dalam penugasan
audit. Mutu audit ini mengarah pada mutu akuntan publik dan personel
yang melakukan audit atas laporan keuangan.
Sebagai upaya untuk menjaga mutu audit, organisasi profesi
mewajibkan setiap KAP untuk memiliki suatu sistem pengendalian
mutu dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap klien, masyarakat
umum dan pemerintah. Dalam SPAP (SPM Seksi 100. 03) dijelaskan
bahwa sistem pengendalian mutu KAP mencakup struktur organisasi,
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan KAP untuk memberikan
keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan profesional dengan
21
SPAP. Sistem pengendalian mutu harus komperhensif dan harus
dirancang selaras dengan struktur organisasi, kebijakan, dan sifat
praktik KAP. Kemudian untuk menjaga kredibilitas auditor, Ikatan
Akuntan Indonesia mengeluarkan Standar Profesional Akuntan Publik
dan Kode Etik Akuntan.
3. Kompetensi Auditor
Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan
kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang
dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Dalam Kamus Besar
Indonesia, kompetensi diartikan sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan (memutuskan sesuatu). Susanto (2000) dalam Nizarul, dkk.
(2007) menyatakan bahwa definisi tentang kompetensi yang sering dipakai
adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai
kinerja superior. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan
pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai
bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Lee dan Stone (1995)
dalam Eunike (2007) mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang
cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara
objektif. Sedangkan menurut Christiawan (2005) kompetensi berkaitan
dengan pendidikan dan pengalaman yang memadai dalam bidang
akuntansi dan pemeriksaan atau audit. Sementara itu, Abdul Halim (2003:
49) mengemukakan bahwa kompetensi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:
22
a. Pendidikan formal dalam bidang akuntansi di suatu perguruan tinggi termasuk ujian profesi auditor.
b. Pelatihan yang bersifat praktis dan pengalaman dalam bidang auditing.
c. Pendidikan profesional yang berkelanjutan selama menekuni karir auditor profesional.
a. Tingkat Pendidikan Auditor
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memilki keahlian
atau pengalaman yang tidak mereka punya. Dalam semua penugasan
dan dalam semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan
upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan
bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan
profesionalisme tinggi seperti disyaratkan pada Prinsip Etika.
Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang
terpisah:
1) Pencapaian Kompetensi Profesional Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
2) Pemeliharaan Kompetensi Profesional a) Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui
komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
b) Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
c) Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu
23
atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional. (http://www.iaiglobal.or.id/tentang_iai.php.htm)
b. Pelatihan dan Pengalaman Auditor
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi.
Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal
tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah
pengalaman. Menurut Tubbs (1992) dalam Mayangsari (2003) auditor
yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal: mendeteksi
kesalahan, memahami kesalahan secara akurat, dan mencari penyebab
kesalahan.
Kompetensi seorang auditor dapat diukur melalui banyaknya
ijazah atau sertifikat yang dimiliki serta banyaknya keikutsertaan yang
bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar. Semakin banyak
sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau
seminar diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap
dalam melaksanakan tugasnya. Pemeriksaan atau audit harus
dilaksanakan oleh seorang atau beberapa orang akuntan publik yang
memiliki keahlian dalam bidangnya dan telah menjalani latihan teknis
yang cukup. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan
formal, yang selanjutnya diperluas melalui pengalaman dalam praktik
audit. Selain itu, akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang
cukup. Pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis
maupun pendidikan umum SPAP (SA Seksi 210. 03). Seorang auditor
24
juga harus selalu mengikuti perkembangan yang terjadi dalam dunia
bisnis dan lingkungan profesinya. Dengan adanya pendidikan,
pelatihan, dan pengalaman, auditor mempunyai kemampuan untuk
menilai secara objektif dan dapat menggunakan pertimbangannya
tanpa memihak.
Seorang auditor harus cukup mampu untuk memahami kriteria-
kriteria yang digunakan dan kompeten untuk mengetahui dengan pasti
jenis dan jumlah fakta yang dibutuhkan, agar pada akhir pemeriksaan
dia dapat menarik kesimpulan yang tepat (Alvin A. Arens dan James
K. Loebbecke, 1995: 2). Menurut Libby (1995) dalam Ramaraya
(2005) berbagai penelitian auditing menunjukkan bahwa semakin
berpengalaman seorang auditor semakin mampu dia menghasilkan
kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin kompleks.
Dengan demikian maka kompleksitas tugas yang dihadapi oleh
seorang auditor akan menambah pengalaman serta pengetahuannya.
Pendapat ini didukung oleh Abdolmohammadi dan Wright (1987)
dalam Herliansyah (2006) yang menunjukkan bahwa auditor yang
tidak berpengalaman mempunyai tingkat kesalahan yang lebih
signifikan dibandingkan dengan auditor yang lebih berpengalaman.
Pemakai laporan keuangan auditan juga akan meragukan kewajaran
laporan keuangan yang diterimanya jika diketahui bahwa akuntan yang
melakukan audit ternyata tidak memiliki kompetensi dalam bidangnya.
Tidak adanya kompetensi akan menyebabkan laporan keuangan
25
auditan yang disajikan salah dan prosedur audit yang diterapkan
akuntan publik tidak mampu mendeteksi adanya salah saji material.
Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan
audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun
banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Penelitian yang
dilakukan oleh Libby and Frederick (1990) dalam Ida Suraida (2005)
menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin
dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan
temuan audit. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang
masuk akal atas kesalahan dalam laporan keuangan. Selain itu mereka
dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan tujuan audit dan
struktur dari sistem akuntansi yang mendasari.
Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan
pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan
mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Secara
umum ada lima jenis pengetahuan yang harus dimiliki auditor yaitu
pengetahuan umum, area fungsional, isu akuntansi, industri khusus,
dan pengetahuan bisnis umum serta penyelesaian masalah (Eunike:
2007).
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kompetensi merupakan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor
sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun
keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium dan lain-lain
seperti :
26
1) USAP (Ujian Sertifikat Akuntan Publik).
2) PPB (Pendidikan Profesi Berkelanjutan).
3) Pelatihan-pelatihan intern dan ekstern.
4) Keikutsertaan dalam seminar, simposium dan lain-lain.
Dengan dikuasainya kompetensi tersebut oleh seseorang, maka
yang bersangkutan akan mampu:
1) Mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan akuntansi.
2) Mengorganisasikan agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan.
3) Menentukan langkah apa yang harus dilakukan pada saat terjadi
sesuatu yang berbeda dengan rencana semula.
4) Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan
masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.
Menurut Herawaty (2008) gambaran seseorang yang profesional
dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu:
1) Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan.
2) Kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut.
3) Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.
4) Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama
27
profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut.
5) Hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
4. Independensi Auditor
Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Untuk
memenuhi pertanggungjawaban profesionalnya, akuntan publik harus
bersikap independen. Dalam SA Seksi 220. 02 independensi artinya tidak
mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri
auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang
objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan
menyatakan pendapatnya. Independensi menghindarkan diri dari hubungan
yang bisa merusak objektifitas seorang auditor dalam melakukan jasa
atestasi. Menurut Poerhadiyanto dan Sawarjuwono (2002) dalam
Christiawan (2002) seorang auditor tetap menjadi independen tanpa
membuat orang lain merasa direndahkan, dengan harapan bahwa konflik
tidak akan membesar.
Independensi merupakan sikap pikiran seseorang yang dicirikan
oleh pendekatan integritas dan objektivitas tugas profesionalnya. Menurut
Mulyadi (1998) integritas adalah prinsip moral yang tidak memihak dan
jujur. Seseorang yang berintegritas tinggi memandang fakta seperti apa
adanya. Sedangkan objektivitas berarti sikap tidak memihak dalam
mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi yang melekat
28
pada fakta yang dihadapinya. Begitu banyak pihak yang menggantungkan
kepercayaan para pemakai laporan keuangan terhadap kelayakan laporan
keuangan berdasarkan laporan auditor karena mereka ingin mendapatkan
suatu pandangan yang tidak memihak. Menurut Haryono Jusup (2001:
101) sikap mental independen auditor harus meliputi independen dalam
fakta (independence in fact) dan independen dalam penampilan
(independence in appearance). Independen dalam fakta adalah
kemampuan auditor untuk bersikap bebas, jujur, dan objektif dalam
melakukan penugasan audit. Independen dalam fakta ini merupakan
independen dalam diri auditor. Sedangkan independen dalam penampilan
adalah independen dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan yang diaudit yang mengetahui hubungan antara
auditor dengan kliennya. Independensi penampilan berhubungan dengan
persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik. Independensi
sikap mental sulit diketahui oleh masyarakat karena masyarakat lebih
cenderung menilai independensi penampilan akuntan publik daripada
independensi sikap mental. Sikap auditor yang independen akan sangat
mempengaruhi kepercayaan masyarakat umum dan hal ini sangat penting
bagi perkembangan profesi akuntan publik. Ada enam faktor yang
mempengaruhi independensi menurut persepsi akuntan pemeriksa dan
pihak-pihak yang menggunakan jasa-jasanya, yaitu:
a. Kepentingan keuangan dalam perusahaan klien dan hubungan bisnis dengan para kliennya.
b. Persaingan dalam menyediakan jasa audit diantara KAP. c. Jasa non audit yang diberikan oleh kantor akuntan.
29
d. Hubungan audit yang lama antara suatu kantor akuntan dengan klien tertentu.
e. Ukuran KAP. f. Besarnya “fee” audit. (Supriyono, 1988)
Lebih lanjut Munawir (1999: 35) menyatakan bahwa berdasarkan
ketentuan Bursa Efek, auditor akan dianggap tidak independen jika:
a. Kantor akuntan yang bersangkutan atau salah satu pegawainya menjadi pimpinan/ direktur perusahaan klien.
b. Kantor akuntan yang bersangkutan atau salah satu pegawainya melakukan pekerjaan akuntansi klien, termasuk pembuatan jurnal, pencatatan dalam buku besar, jurnal penutup dan penyusunan laporan keuangan.
c. Kantor akuntan dengan klien saling melakukan peminjaman pribadi (kepentingan keuangan) dalam jumlah materiil ditinjau dari jumlah kekayaan auditor yang bersangkutan.
Kemudian Canyaning (2003) melakukan penelitian untuk
mengukur independensi auditor dengan indikator sebagai berikut:
a. Pemberian jasa lain, selain jasa audit oleh KAP. b. Hubungan auditor dengan klien di luar hubungan audit. c. Besarnya fee audit. d. Waktu (lamanya) penugasan audit. e. Pemberian fasilitas dari klien.
Independensi merupakan salah satu karakter yang sangat penting
bagi profesi akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan (auditing)
terhadap kliennya. Akuntan publik harus memenuhi kewajiban
profesionalnya untuk bersikap independen meskipun hal ini berarti
bertentangan atau mengingkari kehendak kliennya dan berakibat akuntan
publik tersebut tidak digunakan lagi oleh kliennya. Masyarakat menilai
independensi akuntan publik biasanya tidak hanya secara individu tetapi
dari segi profesi akuntan publik secara keseluruhan. Kepercayaan
30
masyarakat akan menurun, jika terdapat bukti bahwa independensi sikap
auditor ternyata berkurang dalam menilai kewajaran laporan keuangan
yang disajikan manajemen. Kecurigaan tersebut dapat berakibat hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik khususnya dalam
pemberian jasa pemeriksaan akuntansi.
Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik akuntan
Indonesia agar anggota profesi menjaga dirinya dari kehilangan persepsi
independensi dari masyarakat. Sepanjang persepsi independensi ini
dimasukkan ke dalam aturan etika, maka hal ini akan mengikat auditor
untuk menurut pada ketentuan profesi. Independensi merupakan dasar bagi
akuntan publik untuk merumuskan dan menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diperiksa. Apabila akuntan publik tetap memelihara
independensi selama melaksanakan pemeriksaan, maka laporan keuangan
yang telah diperiksa tersebut bertambah kredibilitasnya dan dapat
diandalkan bagi pihak yang berkepentingan.
a. Jasa Non Audit
Kusharyanti (2002) dalam Eunike (2007) menjelaskan bahwa
jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi melainkan
juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan
perpajakan serta jasa akuntansi seperti jasa penyusunan laporan
keuangan. Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP
menjadikan independensi auditor terhadap kliennya dipertanyakan
yang nantinya akan mempengaruhi kualitas audit. Citron (2000) dalam
Aji (2008) melakukan penelitian mengenai perbedaan jasa yang
31
dilakukan oleh Akuntan Publik, yaitu jasa atestasi dan non atestasi,
yang diasumsikan menyebabkan bias kepentingan. Jasa Atestasi
mengarahkan akuntan publik untuk bersikap independen, tetapi di sisi
lain juga melakukan jasa non-atestasi konsultasi dan layanan yang
menyebabkan akuntan publik tidak dapat independen. Pemberian jasa
selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas
manajemen klien. Misalnya jika pada saat dilakukan pengujian laporan
keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang
diberikan auditor tersebut, kemudian auditor tidak mau reputasinya
buruk karena dianggap memberikan alternatif yang tidak baik bagi
kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas audit dari auditor
tersebut.
b. Lama Hubungan Dengan Klien
Knapp (1991) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa
lamanya hubungan antara auditee dan auditor dapat mengganggu
independensi serta keakuratan auditor untuk menjalankan tugas
pengauditan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa auditor yang
memiliki masa kerja lebih dari 20 tahun serta kurang dari 5 tahun tidak
dapat menemukan kesalahan pelaporan yang material. Kejujuran
dalam melaksanakan penugasan audit. auditor harus memperhatikan
kredibilitas dan etika profesi, namun disisi lain auditor juga harus
menghadapi tekanan dari klien dalam berbagai pengambilan
keputusan. Jika auditor tidak mampu menolak tekanan dari klien
seperti tekanan personal, emosional atau keuangan maka independensi
32
auditor telah berkurang dan dapat mempengaruhi kualitas audit. Salah
satu faktor lain yang mempengaruhi independensi tersebut adalah
jangka waktu dimana auditor memberikan jasa kepada klien.
Terkait dengan lama waktu masa kerja, Deis dan Giroux (1992)
dalam Eunike (2007) menemukan bahwa semakin lama audit tenure,
kualitas audit akan semakin menurun. Hubungan yang lama antara
auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor
puas pada apa yang telah dilakukan, melakukan prosedur audit yang
kurang tegas dan selalu tergantung pada pernyataan manajemen.
Namun hal tersebut bertentangan dengan penelitian Shockley (1980)
dalam Supriyono (1988: 6) yang menunjukkan bahwa lama hubungan
dengan klien tidak berpengaruh terhadap rusaknya independensi
auditor.
Adapun penjelasan perbedaan beberapa penelitian hasil
penelitian terdahulu dinyatakan sebagai berikut: “Penugasan audit
yang terlalu lama kemungkinan dapat mendorong akuntan publik
kehilangan independensinya karena akuntan publik tersebut merasa
puas, kurang inovasi, dan kurang ketat dalam melaksanakan prosedur
audit. Sebaliknya penugasan audit yang lama kemungkinan dapat pula
meningkatkan independensi karena akuntan publik sudah familiar,
pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan lebih tahan terhadap
tekanan klien (Supriyono, 1988: 6).
33
c. Tekanan dari Klien
Tekanan dari klien dapat timbul pada situasi konflik antara
auditor dengan klien. Situasi konflik terjadi ketika antara auditor
dengan manajemen atau klien tidak sependapat dengan beberapa aspek
hasil pelaksanaan pengujian laporan keuangan (atestasi). Dalam
menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan
dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin operasi
perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui
laba yang lebih tinggi dengan maksud untuk menciptakan
penghargaan. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen
perusahaan melakukan tekanan kepada auditor sehingga laporan
keuangan auditan yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan klien.
Posisi auditor juga sangat dilematis dimana mereka dituntut untuk
memenuhi keinginan klien namun di satu sisi tindakan auditor dapat
melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Tetapi jika
auditor tidak mengikuti klien maka klien dapat menghentikan
penugasan atau mengganti KAP auditornya. Selain itu, persaingan
antar KAP semakin besar yang membuat KAP semakin bertambah
banyak, sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak sebanding dengan
pertumbuhan KAP. Terlebih lagi banyak perusahaan yang melakukan
merjer atau akuisisi dan akibat krisis ekonomi di Indonesia banyak
perusahan yang mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, KAP akan
lebih sulit untuk mendapatkan klien baru sehingga KAP enggan
melepas klien yang sudah ada. Tekanan dari klien seperti tekanan
34
personal, emosional atau keuangan dapat mengakibatkan independensi
auditor berkurang dan dapat mempengaruhi kualitas audit. Dengan
menerima fee audit yang besar dan pemberian fasilitas dari klien,
auditor dapat mengalami tekanan dari klien. Tekanan dari klien
tersebut dapat berupa tekanan untuk memberikan pernyataan wajar
tanpa pengecualian pada laporan audit atas laporan keuangan yang
disajikan oleh pihak manajemen.
Deis dan Giroux (1992) dalam Nizarul, dkk. (2007)
mengatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan
auditor untuk melawan standar profesional dan dalam ukuran yang
besar, kondisi keuangan klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat
untuk menekan auditor dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal
ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan dengan tekanan
klien tersebut sehingga menyebabkan independensi mereka melemah.
Berdasarkan uraian di atas, maka auditor memiliki posisi yang
strategis baik dimata manajemen maupun dimata pemakai laporan
keuangan. Selain itu pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan
yang besar terhadap hasil pekerjaan auditor dalam mengaudit laporan
keuangan. Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor
dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada
kode etik, standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku di
Indonesia. Setiap auditor harus mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam menjalankan tugasnya dengan bertindak jujur dan tegas
35
sehingga dia dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau
permintaan pihak tertentu untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
B. Penelitian yang Relevan
1. Canyaning (2003)
Penelitian ini mengambil judul pengaruh kompetensi dan
independensi terhadap kelangsungan usaha Kantor Akuntan Publik (KAP)
di Malang. Dari penelitian tersebut dihasilkan bahwa secara umum KAP di
Malang cukup kompeten dan independensi KAP di Malang juga cukup
baik. Secara bersama-sama variabel kompetensi dan independensi
berpengaruh terhadap kelangsungan usaha KAP di Malang. Akan tetapi
secara parsial diantara variabel yang diteliti ternyata variabel kompetensi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelangsungan usaha. Hal ini
berarti bahwa kompetensi dijadikan pertimbangan klien dalam memakai
jasa suatu KAP. Sedangkan variabel independensi tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan dengan kelangsungan usaha. Dengan kata lain
dalam menggunakan jasa suatu KAP, klien tidak memperhatikan apakah
KAP tersebut independen ataupun tidak.
Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu
sama-sama menggunakan variabel kompetensi dan independensi auditor
sebagai variabel independen dan variabel kelangsungan usaha KAP sebagai
variabel dependen. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu terletak pada objek penelitian. Penelitian ini menggunakan objek
36
KAP yang ada di wilayah Yogyakarta sedangkan penelitian terdahulu
menggunakan obejek penelitian KAP yang ada di wilayah Malang.
2. Christiawan (2002)
Penelitian ini mengangkat masalah apakah kualitas auditor
dipengaruhi oleh independensi dan kompetensi. Dari penelitian ini
diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi kompetensi adalah kualitas
pendidikan formal akuntansi, kurikulum pendidikan akuntansi yang
berlaku, pengalaman dan pelatihan akuntan publik, sedangkan faktor yang
mempengaruhi independensi adalah adanya hubungan bisnis, keuangan dan
manajemen atau karyawan antara auditor dengan klien. Selain itu juga
dapat diketahui pula bahwa kompetensi dan independensi sangat
berpengaruh terhadap kualitas akuntan publik.
Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu
sama-sama menggunakan variabel kompetensi dan independensi auditor
sebagai variabel independen. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu yaitu terletak pada variabel dependen. Penelitian ini
menggunakan variabel Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
sedangkan penelitian terdahulu menggunakan variabel kualitas auditor.
3. M. Nizarul Alim, dkk (2007)
Penelitian ini mengambil judul pengaruh kompetensi dan independesi
terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi yang
berhasil membuktikan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit. Hal ini berarti bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor
memiliki kompetensi yang baik dimana kompetensi tersebut terdiri dari dua
37
dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Sementara itu, interaksi
kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit. Penelitian ini juga menemukan bukti empiris bahwa independensi
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Selanjutnya interaksi
independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit. Hal ini berarti kualitas audit didukung oleh sampai sejauh mana
auditor mampu bertahan dari tekanan klien disertai dengan perilaku etis
yang dimiliki. Dalam kerangka yang lebih luas dapat disimpulkan bahwa
independensi dan kompetensi akuntan publik sangat mempengaruhi tingkat
kepercayaan pemakai laporan keuangan auditan (masyarakat) terhadap jasa
yang dihasilkan oleh akuntan publik khususnya jasa audit atas laporan
keuangan.
Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu
sama-sama menggunakan variabel kompetensi dan independensi auditor
sebagai variabel independen. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu yaitu terletak pada variabel dependen. Penelitian ini
menggunakan variabel Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
sedangkan penelitian terdahulu menggunakan variabel kualitas audit
dengan etika auditor sebagai variabel moderasi sebagai variabel dependen.
C. Kerangka Berpikir
Laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan
merupakan informasi yang penting untuk proses pengambilan keputusan bagi
para pemakai laporan keuangan. Dari laporan keuangan tersebut dapat dilihat
38
kinerja suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi. Dalam penyajian
laporan keuangan, pihak manajemen ada kecenderungan untuk memanipulasi
laporan keuangan tersebut agar terlihat kinerja manajemen yang baik agar para
investor tertarik untuk menginvestasikan modalnya. Informasi dari laporan
keuangan tersebut akan bebas resiko dan lebih dipercaya oleh pihak luar jika
telah diaudit.
Pihak yang dapat mengaudit laporan keuangan ini adalah akuntan
publik atau auditor. Seorang auditor bertugas untuk membuktikan kewajaran
suatu laporan keuangan yang disajikan oleh klien. Untuk dapat memberikan
jasa audit atas laporan keuangan, akuntan publik harus bergabung dalam suatu
Kantor Akuntan Publik (KAP). Kinerja KAP yang berkualitas sangat
ditentukan oleh kinerja auditor secara ideal di dalam menjalankan profesinya.
Kepercayaan yang besar pemakai laporan keuangan auditan dan jasa yang
diberikan akuntan publik akhirnya mengharuskan akuntan publik
memperhatikan mutu auditnya. Mutu audit ini ditentukan oleh kompetensi dan
independensi auditor yang bekerja dalam KAP. Pertanyaan masyarakat
tentang mutu audit yang dilakukan akuntan publik bertambah besar setelah
terjadi banyak kasus yang melibatkan akuntan publik baik di dalam maupun di
luar negeri.
Kelangsungan hidup profesi akuntan publik sangat bergantung kepada
kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat akan menghargai kantor
akuntan yang menetapkan standar kualitas yang tinggi dalam memberikan
jasanya kepada masyarakat. Syarat utama bagi auditor yang bekerja di kantor
akuntan untuk berperilaku pada tingkat profesional yang tinggi. Kepercayaan
39
Gambar 2. Model Penelitian
masyarakat terhadap kualitas jasa profesional akan meningkat jika organisasi
profesi mampu mewujudkan profesionalisme yang tinggi. Bagi profesi
akuntan publik, penting untuk menyakinkan pemakai atas kualitas jasa audit
dan jasa atestasi lainnya. Penting sekali untuk para pemakai laporan keuangan
memandang kantor akuntan bertindak kompeten dan tidak menyimpang.
Apabila pemakai merasa bahwa kantor akuntan tidak memberi jasa yang
berharga (mengurangi risiko informasi), maka nilai audit kantor akuntan
tersebut serta laporan pembuktian lainnya berkurang, dan permintaan akan
pemeriksaan juga berkurang. Melalui indikator kualitas audit yang ada yaitu
kompetensi dan independensi diharapkan akan tercapai kualitas audit yang
tinggi agar kepercayaan dari masyarakat tidak akan hilang yang
mempengaruhi pada kelangsungan usaha KAP.
Untuk menjamin independensi dan kompetensi personel yang terlibat
dalam penugasan audit tersebut, maka kebijakan dan praktik aktivitas
pengendalian mutu merupakan kebijakan yang seharusnya ada di Kantor
Akuntan Publik.
D. Model Penelitian
Model penelitian ini bisa digambarkan sebagai berikut:
Kompetensi Auditor (X1)
Independensi Auditor (X2)
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP)
(Y)
40
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan ulasan diatas maka hipotesis yang diajukan yaitu:
H1 : Terdapat pengaruh antara Kompetensi Auditor terhadap Kelangsungan
Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta.
H2 : Terdapat pengaruh antara Independensi Auditor terhadap Kelangsungan
Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta.
H3 : Terdapat pengaruh antara Kompetensi dan Independensi Auditor
terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di
Yogyakarta.
41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Akuntan Publik yang ada di
Yogyakarta. Waktu penelitian yaitu bulan Mei sampai dengan Agustus 2009.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kausal komparatif yang merupakan
tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab akibat
antara dua variabel atau lebih (Arikunto, 2007: 250). Tujuan penelitian dalam
kasus ini berupa pengujian hipotesis dengan variabel independennya berupa
Kompetensi dan Independensi Auditor dan variabel dependennya
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta.
C. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (bahan penelitian)
(Arikunto, 2007: 84). Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang
bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta. Setelah dilakukan
observasi, diketahui jumlah auditor yang bekerja pada KAP Yogyakarta yang
terdaftar pada Direktori IAI sebanyak 88 orang.
41
42
Tabel 1. Daftar KAP di Yogyakarta
No. Nama KAP Jumlah auditor
1. KAP Drs. Abdul Muntalib 13 orang 2. KAP Doli, Bambang, Sudarmadji dan Dadang 10 orang 3. KAP Drs. Hadiono 4 orang 4. KAP Hadori 16 orang 5. KAP Drs. Henry Susanto 15 orang 6. KAP Inarejz Kemalawarta 5 orang 7. KAP Drs. Kumalahadi 10 orang 8. KAP Drs. Soeroso Donosapoetro, MM 10 orang 9. KAP Drs. Suhartati 5 orang
Total auditor 88 orang Sumber: Data yang diolah
D. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara
tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang
dianggap bisa mewakili populasi (Arikunto, 2007: 84). Sampel yang diambil
dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja dalam KAP. Sedang teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik simple
random sampling yang merupakan bentuk sampling random yang sifatnya
sederhana, tiap sampel yang berukuran sama memiliki probabilitas sama
untuk terpilih dari populasi (Iqbal Hasan, 2005: 87). Menurut Arikunto
(2007: 96) semua subjek yang termasuk dalam populasi mempunyai hak
untuk dijadikan anggota sampel.
Dari 9 KAP yang ada di wilayah Yogyakarta, ternyata tidak semua
menerima kuesioner dan sebagian hanya bersedia menerima 2-10 kuesioner
43
saja. Berikut adalah adalah tabel mengenai distribusi kuesioner pada sampel
dari tiap-tiap KAP yang bersedia dijadikan objek penelitian:
Tabel 2. Nama KAP dan Jumlah Sampel
No. Nama KAP Jumlah auditor
1. KAP Drs. Abdul Muntalib 10 orang 2. KAP Doli, Bambang, Sudarmadji dan Dadang 10 orang 3. KAP Drs. Hadiono 4 orang 4. KAP Hadori 10 orang 5. KAP Drs. Kumalahadi 5 orang 6. KAP Drs. Soeroso Donosapoetro, MM 2 orang 7. KAP Drs. Suhartati 2 orang
Total auditor 43 orang Sumber: Data yang diolah
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Penelitian
ini mempunyai dua variabel independen (bebas) dan satu variabel dependen
(terikat). Kompetensi Auditor sebagai variabel independen pertama (X1) dan
Independensi Auditor sebagai variabel independen kedua (X2), sedangkan
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta sebagai variabel
dependen (Y). Definisi operasional masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Variabel Independen
a. Kompetensi Auditor (X1)
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
dan pengalaman yang berhubungan dengan pekerjaan akuntan publik
sebagai auditor. Kompetensi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:
44
pendidikan formal dalam bidang akuntansi di suatu perguruan tinggi
termasuk ujian profesi auditor, pelatihan yang bersifat praktis dan
pengalaman dalam bidang auditing, serta pendidikan profesional yang
berkelanjutan selama menekuni karir auditor profesional.
b. Independensi Auditor (X2)
Independensi adalah seorang auditor tidak mudah dipengaruhi,
jujur, dan objektif dalam setiap melakukan audit. Sikap mental
independen auditor harus meliputi independen dalam fakta
(independence in fact) dan independen dalam penampilan
(independence in appearance). Independen dalam fakta adalah
kemampuan auditor untuk bersikap bebas, jujur, dan objektif dalam
melakukan penugasan audit. Independen dalam fakta ini merupakan
independen dalam diri auditor. Independen dalam penampilan adalah
independen dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan yang diaudit yang mengetahui hubungan antara auditor
dengan kliennya.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen penelitian ini adalah Kelangsungan Usaha
Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta. Kelangsungan Usaha KAP
adalah perihal berlangsungnya suatu kejadian usaha dalam suatu KAP.
Kelangsungan Usaha KAP ditentukan oleh kepuasan klien, mutu kualitas
audit yang diberikan KAP, dan profesionalisme auditor.
45
F. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yang berupa data
primer yang diperoleh dari objek penelitian. Menurut Indriantoro (1999: 146)
data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dalam
penelitian ini menggunakan objek yaitu KAP-KAP yang berada di
Yogyakarta. Penelitian ini mengambil lokasi pada Kantor Akuntan Publik
(KAP) di Yogyakarta. Dipilih Yogyakarta karena propinsi ini merupakan
propinsi nomor 4 (empat) setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah
yang mempunyai jumlah penduduk yang padat dan memiliki industri yang
cukup berkembang yang sangat membutuhkan jasa akuntan publik.
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan kuesioner.
Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang berisi kumpulan-
kumpulan dari pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada responden dan
cara menjawab juga dilakukan secara tertulis. Kuesioner diberikan kepada
responden untuk menilai Kompetensi dan Independensi Auditor. Kuesioner
tersebut disebar secara personal yang disampaikan langsung oleh peneliti.
G. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2007: 119) instrumen penelitian adalah suatu alat
yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner, yaitu kuesioner yang telah dilengkapi
46
dengan alternatif jawaban sehingga responden tinggal memilih salah satu
jawaban yang telah disediakan.
Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Identitas responden
Pada bagian ini berisi beberapa pertanyaan tentang data diri responden
yang meliputi: umur responden, jenjang pendidikan, lama pengalaman
kerja, jabatan, kursus atau pelatihan lain yang menunjang bidang keahlian.
2. Pernyataan mengenai Kompetensi dan Independensi Auditor serta
Kelangsungan Usaha KAP
Pada bagian ini berisi pernyataan-pernyataan mengenai Kompetensi dan
Independensi Auditor serta Kelangsungan Usaha KAP. Pernyataan-
pernyataan tersebut mengacu dari penelitian yang dilakukan oleh
Canyaning (2003). Jenis pernyataan adalah tertutup, dimana responden
tinggal memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang telah
tersedia. Adapun setiap jawaban dari pernyataan tersebut telah ditentukan
skornya.
Berikut penilaian atau skor alternatif dari setiap jenis pernyataan
yang digunakan dalam penelitian. Penilaian dalam kuesioner yang dibuat
menggunakan skala penelitian 1 sampai 4.
Tabel 3. Penilaian Skor Pernyataan Jenis Pernyataan Jenis Jawaban Skor
Positif SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak Setuju)
4
3
2
1
47
Tabel 3. (lanjutan) Penilaian Skor Pernyataan
Jenis Pernyataan Jenis Jawaban Skor
Negatif SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak Setuju)
1
2
3
4
Sumber: Data yang diolah
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Instrumen penelitiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Instrumen Penelitian
Variabel Sub Variabel Indikator No. Item Sumber
Kompetensi Tingkat
pendidikan
Tingkat pendidikan
formal
1, 2 Auditor
Pelatihan dan
pengalaman
Pelatihan dan
keahlian khusus
yang dimiliki
3, 4, 5 Auditor
Dilakukan review
dan monitoring
6, 7 Auditor
Pengalaman
personel
8, 9, 10 Auditor
Jumlah auditor
senior
11 Auditor
Pendidikan
profesional
yang
berkelanjutan
Mengikuti
pendidikan
profesional
berkelanjutan
12 Auditor
48
Tabel 4. (Lanjutan) Instrumen Penelitian
Variabel Sub variabel Indikator No. Item
Sumber
Independensi Independensi
dalam fakta
(in fact)
Kejujuran dalam
melaksanakan audit
13, 14,
15, 16
Auditor
Independensi
dalam
penampilan (in
appearance)
Pemberian jasa lain,
selain jasa audit
oleh KAP
17 Auditor
Hubungan auditor
dengan klien diluar
hubungan audit
18, 19 Auditor
Besarnya fee audit 20, 21 Auditor
Waktu (lamanya)
penugasan audit
22, 23 Auditor
Pemberian fasilitas
dari klien
24, 25,
26
Auditor
Kelangsungan
usaha KAP
Mutu jasa audit Kepuasan klien 27 Auditor
Kualitas audit 28, 29,
30, 31,
32
Auditor
Staf profesional 33 Auditor
Sumber: Canyaning (2003)
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Kualitas Data
Kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang valid adalah alat
49
ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan dapat
digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Suatu penelitian akan
menghasilkan kesimpulan yang bias jika datanya kurang reliabel dan
kurang valid. Untuk itu diperlukan uji kualitas data agar data yang akan
digunakan valid dan reliabel. Uji kualitas data dalam penelitian ini
dilakukan pada populasi dan di luar sampel yaitu pada responden yang
sedang melaksanakan magang di KAP-KAP yang ada di Yogyakarta. Ada
dua konsep untuk mengukur kualitas data, yaitu uji validitas dan uji
reliabilitas.
a. Uji validitas
Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang
bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2007:
167). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti
secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh
mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang
variabel yang dimaksud. Uji validitas dalam penelitian ini
menggunakan teknik korelasi product moment. Berdasarkan pengujian
validitas yang telah dilakukan menggunakan SPSS 16.0 dengan taraf
signifikansi 5%, antara lain:
50
Tabel 5. Hasil Uji Validitas
Variabel No. Butir
Koefisien Korelasi Butir
Total Keterangan
Kompetensi Auditor 1 0.514 Valid 2 0.498 Valid 3 0.429 Valid 4 0.235 Tidak valid 5 0.439 Valid 6 0.429 Valid 7 0.550 Valid 8 0.398 Valid 9 0.264 Tidak valid 10 0.475 Valid 11 0.412 Valid 12 0.456 Valid
Independensi Auditor 13 0.542 Valid 14 0.474 Valid 15 0.502 Valid 16 0.249 Tidak valid 17 0.398 Valid 18 0.383 Valid 19 0.475 Valid 20 0.133 Tidak valid 21 0.526 Valid 22 0.029 Tidak valid 23 0.461 Valid 24 0.176 Tidak valid 25 0.553 Valid 26 0.461 Valid
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
27 0.435 Valid 28 0.488 Valid 29 0.720 Valid 30 0.551 Valid 31 0.553 Valid 32 0.654 Valid 33 0.581 Valid
Sumber: Data yang diolah
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan instrumen
penelitian sebanyak 33 pertanyaan diperoleh 27 butir valid dan 6 butir
tidak valid yaitu nomor 4, 9, 16, 20, 22, dan 24 karena pernyataan
51
kuesioner tersebut memiliki koefisien korelasi butir total di bawah r
tabel (0,361).
b. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui adanya tingkat
keandalan alat ukur dalam penggunaannya atau dengan kata lain alat
ukur tersebut memiliki hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-
kali. Besarnya koefisien alpha yang diperoleh menunjukkan koefisien
reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan
koefisien Alpha Cronbach.
Menurut Suharsimi Arikunto (2007: 180) hasil perhitungan
menggunakan rumus di atas diinterpretasikan dengan tingkat keandalan
koefisien korelasi, sebagai berikut :
Antara 0,800 sampai 1,000 adalah sangat tinggi Antara 0,600 sampai 0,799 adalah tinggi Antara 0,400 sampai 0,599 adalah cukup Antara 0,200 sampai 0,399 adalah rendah Antara 0,000 sampai 0,199 adalah sangat rendah. Untuk selanjutnya dalam penghitungan reliabilitas data akan
digunakan alat bantu dengan program SPSS 16.0. Berikut ini adalah
tabel hasil uji reliabilitas.
Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Nilai
Cronbach’s Alpha
X1 X2 Y
0, 772 0, 771 0, 806
Interpretasi
keandalan Tinggi Tinggi Sangat tinggi
Sumber: Data yang diolah
52
2. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui
gambaran dari suatu fenomena yang ada. Analisis diskriptif kualitatif ini
digunakan untuk menjawab bagaimana Kompetensi KAP di Yogyakarta,
bagaimana Independensi KAP di Yogyakarta, dan bagaimana
Kelangsungan KAP di Yogyakarta. Analisis ini dilakukan dengan melihat
hasil persentase jawaban kuisioner yang diisi oleh auditor yang bekerja
pada KAP-KAP di Yogyakarta.
3. Uji Prasyarat Analisis
Sebelum melakukan pengujian regresi, terdapat beberapa asumsi
yang harus dipenuhi agar data yang akan dimasukkan dalam model regresi
telah memenuhi ketentuan dan syarat dalam regresi. Beberapa asumsi
tersebut adalah: a) Pengujian asumsi Normalitas, b) Pengujian asumsi
Linearitas, c) Pengujian asumsi Multikolineritas, dan d) Pengujian asumsi
Heteroskedastisitas. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program
SPSS 16.0.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
(Imam Ghozali 2009: 147). Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas data
tersebut dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu menggunakan Uji
Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S), grafik histogram dan kurva
53
penyebaran P-Plot. Untuk Uji K-S yakni jika nilai signifikasi lebih lebih
tinggi dibandingkan dengan taraf signifikansi 5% (0,05), maka
distribusi data dinyatakan normal, dan bila lebih rendah dinyatakan
tidak normal. Sedangkan melalui pola penyebaran P Plot dan grafik
histogram, yakni jika pola penyebaran memiliki garis normal maka
dapat dikatakan data berdistribusi normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat bersifat linear atau tidak. Pengujian
ini menggunakan uji lagrange multiplier. Kriteria yang digunakan yaitu
regresi dikatakan linear jika c2 hitung < c2 tabel dan regresi dikatakan
linear jika nilai signifikansi lebih besar dari alpha yang ditentukan yaitu
5% (0,05).
c. Uji Multikolineritas
Multikolineritas berarti antara variabel bebas yang satu dengan
variabel yang lain dalam model regresi saling berkorelasi linear
(Arikunto, 2007: 292). Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel bebas penelitian. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variabel bebas. Biasanya korelasinya mendekati
sempurna atau sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau bahkan
satu). Pengukuran Multikolineritas dalam suatu regresi dapat
menggunakan korelasi product moment. Jika angka tolerance dari
variabel bebas mempunyai nilai tolerance lebih dari 10 % dan nilai
54
Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 maka model regresi
tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas tersebut.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan
varian masing-masing variabel bebas X1 dan X2 terhadap variabel
terikat (Y). Pengujian homogenitas terhadap variabel penelitian
digunakan uji heterokedastisitas. Uji heteroskedastisitas menggunakan
metode grafik plot Regression Standarized Predicted Value dengan
Regression Stutentised Residual.
4. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi linear sederhana dan regresi linear berganda.
a. Regresi linear sederhana
Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun
kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen
(Sugiyono, 2003: 243). Alat analisis ini digunakan untuk menguji
hipotesis pertama dan kedua. Persamaan regresi sederhana adalah:
bXaY +=
Keterangan:
Y = subjek dalam variabel dependen
a = harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b = angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang
55
didasarkan pada variabel independen. Bila b ( + ) maka naik,
dan bila ( - ) maka terjadi penurunan.
X = subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu
(Sugiyono, 2003: 244).
Untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah ditetapkan
diterima atau ditolak, maka dilakukan pengujian penelitian secara
statistik. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan
uji statistik t.
Uji statistik t dimaksudkan untuk menguji diterima atau
ditolaknya suatu hipotesis. Hasil output regresi dengan SPSS akan
terlihat t hitung dan nilai signifikansinya. Terdapat dua cara untuk
melihat signifikansi t hitung yaitu jika nilai t-hitung > t-tabel maka
variabel X secara individual (parsial) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel Y dan jika nilai t-hitung < t-tabel maka
variabel X secara individual (parsial) tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel Y.
b. Regresi linear berganda
Digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis ini digunakan untuk
menjawab bagaimana pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor
terhadap Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta.
Model yang digunakan dalam analisis regresi linear berganda
adalah sebagai berikut:
2211 XbXbaY ++=
56
Keterangan:
Y = Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
X1 = Kompetensi Auditor
X2 = Independensi Auditor
a = harga Y jika X = 0 (konstanta)
b = angka arah/ koefisien regresi linear berganda (Sugiyono, 2003:
250).
Untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah ditetapkan diterima
atau ditolak, maka dilakukan pengujian penelitian secara statistik.
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan uji
statistik F.
Nilai F-hitung digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh
variabel X terhadap variabel Y secara bersama-sama. Jika nilai F-hitung
> F-tabel maka variabel X secara bersama-sama memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap variabel Y dan jika nilai F-hitung < F-tabel
maka variabel X secara bersama-sama memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel Y.
57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Sampel Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang ada di Yogyakarta. KAP yaitu lembaga yang
memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan Publik
dalam menjalankan pekerjaannya. Sedangkan Akuntan Publik atau Auditor
Independen adalah akuntan yang telah memperoleh ijin dari Menteri
Keuangan atau pejabat yang berwenang untuk memberikan jasanya. KAP
dapat berbentuk perseroan terbatas dan persekutan dimana beberapa akuntan
publik bergabung untuk menjalankan usahanya bersama-sama sebagai sekutu
atau rekan (partner). Selain itu KAP dapat juga berbentuk Koperasi Jasa
Audit (KJA) yang hanya memberikan jasanya pada koperasi saja.
KAP dalam pekerjaannya memberikan beberapa jasa yang disebut
dengan jasa audit. Penjelasan dari jasa-jasa tersebut yaitu:
1. Jasa Audit Laporan Keuangan
Dalam kapasitasnya sebagai auditor independen, kantor akuntan
publik melakukan audit umum atas laporan keuangan untuk memberikan
pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan.
2. Jasa Audit Khusus
Audit khusus dapat merupakan audit atas akun atau pos laporan
tertentu yang dilakukan dengan menggunakan prosedur yang disepakati
bersama, audit atas laporan keuangan yang disusun berdasarkan basis yang
komprehensif dan audit atas informasi keuangan untuk tujuan tertentu.
57
58
3. Jasa Atestasi
Jasa yang berkaitan dengan penerbitan laporan yang memuat suatu
kesimpulan tentang keadaan asersi (pernyataan) tertulis menjadi tanggung
jawab pihak lain, dilaksanakan mulai pemeriksaan, review dan prosedur
yang disepakati bersama.
4. Jasa Review Laporan Keuangan
Jasa yang memberikan keyakinan terbatas bahwa tidak terdapat
modifikasi material yang harus dilaksanakan agar laporan keuangan
tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atas basis
akuntansi komprehensif lainnya.
5. Jasa Kompilasi Laporan Keuangan
Jasa untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan catatan data
keuangan serta inforamsi lainnya yang diberikan manajemen suatu entitas
tertentu.
6. Jasa Konsultasi
Jasa ini meliputi berbagai bentuk dan bidang sesuai dengan
kompetensi akuntan publik. Misalnya jasa konsultasi umum kepada pihak
manajemen, perencanaan sistem dan implementasi sistem akuntansi,
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pelaksanaan seleksi dan
rekruitmen pegawai sampai memberikan jasa konsultasi lainnya.
7. Jasa Perpajakan
Jasa yang diberikan meliputi jasa konsultasi umum perpajakan,
perencanaan pajak, review jenis pajak, pengisian SPT dan penyelesaian
masalah perpajakan.
59
Penelitian ini dilakukan terhadap akuntan publik dengan sampel 42
(empat puluh dua) responden. Data diambil menggunakan instrumen berupa
angket yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya pada populasi di luar
sampel.
B. Deskripsi Responden
Deskripsi profil responden terdiri dari jabatan, pengalaman kerja dan
jenjang pendidikan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjelaskan latar
belakang responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini responden memiliki jabatan yang bervariasi di
antaranya adalah sebagai auditor senior sebanyak 14 responden atau (33,3%),
auditor yunior sebanyak 21 responden atau (50,0 %), staf auditor sebanyak 3
responden atau (7,2 %) dan jabatan lain sebanyak 4 responden atau (9,5 %).
Berikut tabel data responden berdasarkan jabatan:
Tabel 7. Data Responden Berdasarkan Jabatan
No. Jabatan Jumlah Persentase
1. Auditor senior 14 responden 33,3%
2. Auditor yunior 21 responden 50,0%
3. Staf auditor 3 responden 7,2%
4. Jabatan lain 4 responden 9,5%
Total 42 responden 100%
Sumber: Data yang diolah
60
Berdasar tabel di atas dapat digambarkan histogram sebagai berikut:
Gambar 3. Histogram Responden Berdasarkan Jabatan
Berdasarkan pengalaman kerja yaitu kurang dari 5 tahun sebanyak 23
responden atau (54,8 %), berpengalaman 5 sampai 10 tahun sebanyak 7
responden atau (16,7 %), berpengalaman lebih dari 10 tahun sebanyak 12
responden atau (28,5 %).
Berikut tabel data responden berdasarkan pengalaman kerja:
Tabel 8. Data Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
No. Pengalaman kerja Jumlah Persentase
1. < 5 tahun 23 responden 54,8%
2. 5 – 10 tahun 7 responden 16,7%
3. > 10 tahun 12 responden 28,5%
Total 42 responden 100%
Sumber: Data yang diolah
Responden Berdasarkan Jabatan
33%
50%
7% 10% auditor senior
auditor yunior
staf auditor
jabatan lain
61
Berdasar tabel di atas dapat digambarkan histogram sebagai berikut:
Gambar 4. Histogram Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
Berdasarkan jenjang pendidikan yakni D3 sebanyak 2 responden atau
(4,8 %), S1 sebanyak 40 responden atau (95,2 %), S2 sebanyak 0 responden
dan S3 sebanyak 0 responden.
Berikut tabel data responden berdasarkan jenjang pendidikan:
Tabel 9. Data Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
No. Jenjang Pendidikan Jumlah Persentase
1. D3 2 responden 4,8%
2. S1 40 responden 95,2%
3. S2 0 responden 0%
4. S3 0 responden 0%
Total 42 responden 100%
Sumber: Data yang diolah
Responden Berdasarkan Pengalaman
Kerja
54%
17%
29%< 5 tahun
5-10 tahun
> 10 tahun
62
Berdasar tabel di atas dapat digambarkan histogram sebagai berikut:
Gambar 5. Histogram Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Data penelitian ini dikumpulkan dengan menyebarkan 43 kuesioner
secara langsung kepada KAP yang berada di wilayah Yogyakarta. Data
kuesioner yang dapat digunakan sebanyak 42 kuesioner dari 43 kuesioner
yang disebarkan. Berikut tabel mengenai pengiriman dan pengembalian
kuesioner dalam penelitian ini.
Tabel 10. Tingkat Pengembalian Kuesioner Keterangan Jumlah Persentase
Total kuesioner yang dibagikan 43 100 %
Total kuesioner yang tidak kembali 1 2 %
Total kuesioner yang tidak lengkap 0 0 %
Total kuesioner yang dapat digunakan 42 98 %
Total kuesioner yang tidak dapat digunakan 0 0 %
Sumber: Data yang diolah
Responden Berdasarkan
Jenjang Pendidikan
95%
5% 0% 0% D3
S1
S2
S3
63
C. Deskripsi Variabel Penelitian
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat Kompetensi, Independensi
dan Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta, peneliti menggunakan analisis
deskriptif. Adapun hasil perhitungan dari analisis deskriptif untuk tiap
variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi Auditor
Dalam mengukur tingkat Kompentensi Auditor, maka dalam
penelitian ini menggunakan 3 dimensi yaitu tingkat pendidikan, pelatihan
dan pengalaman, dan pendidikan profesional yang berkelanjutan. Hasil
penelitian diperoleh dari angket dengan 10 butir pernyataan dan dengan
jumlah responden sebanyak 42. Berdasarkan data Kompetensi Auditor
yang diolah menggunakan program SPSS versi 16.0 maka diperoleh mean
33,3571, median 34,0000, standar deviasi 2,58345, variance 6,674, nilai
ninimum 28 dan nilai maximum 40.
Penentuan kecenderungan variabel setelah nilai minimum (Xmin) dan
nilai maksimum (Xmax) diketahui, maka selanjutnya mencari nilai rata-rata
ideal (Mi) dengan rumus:
M i = 2
1 (Xmax + Xmin)
diperoleh Mi = 34. Perhitungan selanjutnya yaitu mencari standar deviasi
ideal (SDi) dengan rumus:
SDi = 6
1 ( Xmax - Xmin)
64
diperoleh nilai SDi = 2. Adapun pengkategorian variabel adalah sebagai
berikut:
Rendah = X < (Mi – 1 SDi)
Sedang = X < (Mi – 1 SDi) sampai dengan (Mi + 1 SDi)
Tinggi = X > (Mi + 1 SDi)
Berdasarkan acuan di atas dapat dikategorikan dalam 3 kelas yaitu:
Rendah X < 32, Sedang apabila X < 32 sampai dengan 36, dan Tinggi
apabila X > 36 (perhitungan lebih lengkap dapat dilihat dalam Lampiran
5). Untuk lebih jelasnya mengenai pengkategorian ini, maka dapat dilihat
pada tabel distribusi kecenderungan sebagai berikut:
Tabel 11. Distribusi Kecenderungan Frekuensi Kompetensi Auditor No. Interval F Persen Kategori
1. 28-31 10 23,8 Rendah
2. 32-35 22 52,4 Sedang
3. 36-40 10 23,8 Tinggi
Total 42 100
Sumber: Data yang diolah
Berdasarkan distribusi kecenderungan frekuensi data Kompetensi
Auditor pada tabel 11, dapat digambarkan histogram sebagai berikut:
Gambar 6. Histogram Distribusi Kecenderungan Frekuensi
Kompetensi Auditor
0
10
20
30
40
50
Fre
kuen
si
28-31 32-35 36-40
Kelas Interval
Distribusi Kecenderungan Frekuensi Kompetensi Auditor
28-31
32-35
36-40
65
Tabel 11 tersebut menunjukkan bahwa frekuensi Kompetensi
Auditor pada kategori kurang sebanyak auditor (23,8 %), sedang (52,4 %),
dan kategori tinggi sebanyak (23,8 %). Berdasarkan tabel tersebut dapat
diketahui bahwa tingkat Kompetensi Auditor di Yogyakarta ditinjau dari
dimensi tingkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman, serta pendidikan
profesional yang berkelanjutan termasuk dalam kategori sedang.
2. Independensi Auditor
Untuk mengukur Independensi Auditor di Yogyakarta, dalam
penelitian ini digunakan 2 dimensi yaitu Independensi dalam fakta (in
fact) dan Independensi dalam penampilan (in appearance). Hasil
penelitian diperoleh dari angket dengan 10 butir pernyataan dan dengan
jumlah responden sebanyak 42. Berdasarkan data Independensi Auditor
yang diolah menggunakan program SPSS versi 16.0 maka diperoleh mean
34,2143, median 34,0000, standar deviasi 2,40463, variance 5,782, nilai
ninimum 30 dan nilai maximum 40.
Penentuan kecenderungan variabel setelah nilai minimum (Xmin) dan nilai
maksimum (Xmax) diketahui, maka selanjutnya mencari nilai rata-rata ideal
(M i) dengan rumus:
M i = 2
1 (Xmax + Xmin)
diperoleh Mi = 35. Perhitungan selanjutnya yaitu mencari standar deviasi
ideal (SDi) dengan rumus:
SDi = 6
1 ( Xmax - Xmin)
66
0
10
20
30
40
50
Fre
kuen
si
30-32 33-36 37-40
Kelas Interval
Distribusi Kecenderungan Frekuensi Independensi Auditor
30-32
33-36
37-40
diperoleh nilai SDi = 2. Adapun pengkategorian variabel adalah sebagai
berikut:
Rendah = X < (Mi – 1 SDi)
Sedang = X < (Mi – 1 SDi) sampai dengan (Mi + 1 SDi)
Tinggi = X > (Mi + 1 SDi)
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dikategorikan dalam 3
kelas yaitu: Rendah X < 33, Sedang apabila X < 33 sampai dengan 37, dan
Tinggi apabila X > 37 (perhitungan lebih lengkap dapat dilihat dalam
Lampiran 5). Untuk lebih jelasnya mengenai pengkategorian ini, maka
dapat dilihat pada tabel distribusi kecenderungan sebagai berikut:
Tabel 12. Distribusi Kecenderungan Frekuensi Independensi Auditor No. Interval F Persen Kategori
1. 30-32 13 31,0 Rendah
2. 33-36 22 52,4 Sedang
3. 37-40 7 16,6 Tinggi
Total 42 100
Sumber: Data yang diolah
Berdasarkan distribusi kecenderungan frekuensi data Independensi
Auditor pada tabel 12, dapat digambarkan histogram sebagai berikut:
Gambar 7. Histogram Distribusi Kecenderungan Frekuensi Independensi Auditor
67
Tabel 12 tersebut menunjukkan bahwa frekuensi Independensi
Auditor pada kategori kurang sebanyak auditor (31,0 %), sedang (52,4 %),
dan kategori tinggi sebanyak (16,6 %). Berdasarkan tabel tersebut dapat
diketahui bahwa tingkat Independensi Auditor di Yogyakarta ditinjau dari
dimensi Independensi dalam fakta (in fact) dan Independensi dalam
penampilan (in appearance) yang berkelanjutan termasuk dalam kategori
sedang.
3. Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
Untuk mengukur Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta dalam
penelitian ini menggunakan dimensi mutu jasa audit. Kelangsungan Usaha
KAP diungkap dengan 7 butir pernyataan dengan jumlah responden
sebanyak 42. Berdasarkan data Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
yang diolah menggunakan program SPSS versi 16.0 maka diperoleh mean
24,0000, median 24,0000, standar deviasi 2,17525, variance 4,732, nilai
ninimum 21 dan nilai maximum 28.
Penentuan kecenderungan variabel setelah nilai minimum (Xmin) dan
nilai maksimum (Xmax) diketahui, maka selanjutnya mencari nilai rata-rata
ideal (Mi) dengan rumus:
M i = 2
1 (Xmax + Xmin)
diperoleh Mi = 25. Perhitungan selanjutnya yaitu mencari standar deviasi
ideal (SDi) dengan rumus:
SDi = 6
1 ( Xmax - Xmin)
68
diperoleh nilai SDi = 2. Adapun pengkategorian variabel adalah sebagai
berikut:
Rendah = X< (Mi – 1 SDi)
Sedang = X < (Mi – 1 SDi) sampai dengan (Mi + 1 SDi)
Tinggi = X > (Mi + 1 SDi)
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dikategorikan dalam 3
kelas yaitu: Rendah X < 24, Sedang apabila X < 24 sampai dengan 27, dan
Tinggi apabila X > 27 (perhitungan lebih lengkap dapat dilihat dalam
Lampiran 5). Untuk lebih jelasnya mengenai pengkategorian ini, maka
dapat dilihat pada tabel distribusi kecenderungan sebagai berikut:
Tabel 13. Distribusi Kecenderungan Frekuensi Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
No. Interval F Persen Kategori
1. 21-23 18 42,9 Rendah
2. 24-26 17 40,5 Sedang
3. 27-28 7 16,6 Tinggi
Total 42 100
Sumber: Data Primer yang diolah
Berdasarkan distribusi kecenderungan frekuensi data
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta pada tabel 13, dapat
digambarkan histogram sebagai berikut:
69
Gambar 8. Histogram Distribusi Kecenderungan Frekuensi
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
Tabel 13 tersebut menunjukkan bahwa frekuensi Kelangsungan
Usaha KAP di Yogyakarta pada kategori kurang sebanyak auditor
(42,9%), sedang (40,5%), dan kategori tinggi sebanyak (16,6%).
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa tingkat Kelangsungan
Usaha KAP di Yogyakarta ditinjau dari dimensi mutu jasa audit termasuk
dalam kategori rendah.
D. Uji Prasyarat Analisis Data
Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi
berganda, terlebih dahulu diuji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji
multikolinearitas dan uji linearitas agar data yang akan dimasukkan dalam
model regresi telah memenuhi ketentuan dan syarat dalam regresi.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel dependen dan independen keduanya mempunyai
0
5
10
15
20
Fre
kuen
si
21-23 24-26 27-28
Kelas Interv al
Distribusi Kecenderungan Frekuensi Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
21-23
24-26
27-28
70
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini
menggunakan Uji Kolmologorov-Smirnov (Uji K-S) dengan hasil analisis
sebagaimana disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kompetensi Independensi
KelangsunganUsahaKAP
N 42 42 42
Normal Parametersa Mean 33.3571 34.2143 24.0000
Std. Deviation 2.58345 2.40463 2.17525
Most Extreme Differences Absolute .140 .146 .131
Positive .140 .146 .131
Negative -.122 -.104 -.084
Kolmogorov-Smirnov Z .906 .944 .846
Asymp. Sig. (2-tailed) .384 .335 .471
a. Test distribution is Normal.
Hasil uji normalitas pada Tabel 14 di atas didapatkan nilai
signifikansi dari Uji K-S masing-masing yaitu: Residual regresi X1
terhadap Y sebesar 0,384, residual regresi X2 terhadap Y sebesar 0,335,
dan residual regresi ganda X1 dan X2 terhadap Y sebesar 0,471. Angka
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan taraf signifikansi 5% (0,05). Hal
tersebut memberikan gambaran bahwa sebaran data telah memenuhi
asumsi normalitas. Untuk lebih memperjelas tentang sebaran data dalam
penelitian ini maka akan disajikan dalam grafik histogram dan grafik
normal P-plot. Dimana dasar pengambilan keputusan menurut Imam
Ghozali (2005: 149) yaitu:
a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola
71
distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/ atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Gambar 9. Histogram Hasil Pengujian Asumsi Normalitas
Gambar 10. Hasil Pengujian Asumsi Normalitas dengan P-Plot
Dengan melihat tampilan grafik histogram maupun grafik normal
P-Plot diatas dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola
72
distribusi yang mendekati normal. Sedangkan pada grafik normal P-Plot
terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta arah
penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Kedua grafik tersebut
menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi
normalitas.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat bersifat linear atau tidak. Pengujian ini
menggunakan uji lagrange multiplier. Kriteria yang digunakan yaitu
regresi dikatakan linear jika c2 hitung < c2 tabel dan regresi dikatakan
linear jika nilai signifikansi lebih besar dari alpha yang ditentukan yaitu
5% (0,05).
Tabel 15. Model Summary Regresi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .474a .225 .185 1.96394
a. Predictors: (Constant), Independensi, Kompetensi
Tabel 16. ANOVA Regresi
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 43.574 2 21.787 5.649 .007a
Residual 150.426 39 3.857
Total 194.000 41
a. Predictors: (Constant), Independensi, Kompetensi
b. Dependent Variable: KelangsunganUsahaKAP
73
Berdasarkan tampilan output menunjukkan R2 sebesar 0,225
dengan jumlah n 42, maka besarnya c2 hitung = 42 x 0,225 = 9,45. Nilai
ini dibandingkan dengan c2 tabel dengan df=38 dan tingkat signifikansi
0,05 didapat c2 tabel sebesar 53,384. Oleh karena nilai c2 hitung lebih kecil
dari c2 tabel, maka dapat disimpulkan bahwa kedua garis regresi berbentuk
linear.
3. Uji Multikolineritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas penelitian.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
bebas. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat tabel berikut:
Tabel 17. Hasil Uji Multikolineritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 6.344 5.275 1.203 .236
Kompetensi .255 .123 .302 2.073 .045 .935 1.069
Independensi .268 .132 .296 2.031 .049 .935 1.069
a. Dependent Variable:
KelangsunganUsahaKAP
Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat dilihat bahwa angka tolerance
dari variabel bebas kompetensi dan independensi mempunyai nilai
tolerance lebih dari 10 % (0,935/ 93,5%) dan nilai Variance Inflation
Factor (VIF) tidak lebih dari 10 (1,069). Dengan demikian dapat
74
disimpulkan dalam model regresi tidak terjadi multikolinearitas antar
variabel bebas tersebut.
4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dimaksudkan untuk mengetahui
kesamaan varian masing-masing variabel bebas X1 dan X2 terhadap
variabel terikat (Y). Pengujian homogenitas terhadap variabel penelitian
digunakan uji heterokedastisitas. Deteksi terhadap masalah
heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat grafik sebaran nilai residual.
Uji heteroskedastisitas menggunakan metode grafik plot Regression
Standarized Predicted Value dengan Regression Stutentised Residual.
Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 11 berikut ini:
Gambar 11. Grafik Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan grafik scatterplot di atas tampak bahwa sebaran data
tidak membentuk pola yang jelas, titik-titik data menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan model
75
regresi ini telah memenuhi asumsi heterokedastisitas, hal ini menunjukkan
bahwa variasi data homogen.
E. Hasil Pengujian Hipotesis
1. Uji Hipotesis Linear Sederhana
Uji regresi linear sederhana digunakan untuk menguji hipotesis
pertama yang dimaksud untuk menganalisis pengaruh antara variabel
dependen (Y) dengan satu variabel independen (X). Pengolahan data
menggunakan SPSS versi 16.0.
a. Terdapat pengaruh antara Kompetensi Auditor dengan Kelangsungan
Usaha KAP di Yogyakarta.
Berikut adalah tabel hasil pengujian data menggunakan linear
sederhana.
Tabel 18. Model Summary Regresi X1 terhadap Y
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .378a .143 .121 2.03924
a. Predictors: (Constant), Kompetensi b. Dependent Variable: KelangsunganUsahaKAP
Tabel 19. Koefisien Regresi X1 terhadap Y
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 13.395 4.124 3.248 .002
Kompetensi .318 .123 .378 2.579 .014
a. Dependent Variable: KelangsunganUsahaKAP
76
1) Persamaan Garis regresi
Dari tabel tersebut diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 13,395 + 0,318X1
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien X1
(Kompetensi Auditor) sebesar 0,318 yang berarti apabila nilai X1
(Kompetensi Auditor) meningkat 1 poin maka Y (Kelangsungan
Usaha KAP di Yogyakarta) akan naik sebesar 0,318 poin.
2) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menunjukkan tingkat ketepatan garis regresi.
Garis regresi digunakan untuk menjelaskan proporsi dari
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta (Y) yang diterangkan
oleh variabel independennya Kompetensi Auditor (X1). Koefisien
determinasi R2 yang diperoleh adalah 0,143 berarti bahwa 14,3 %
variasi atau naik turunnya nilai Kelangsungan Usaha KAP di
Yogyakarta dipengaruhi oleh variabel Kompetensi Auditor.
Sisanya sebesar 85,7 % (100-14,3) dipengaruhi oleh variabel-
variabel lain yang tidak dianalisis dalam uji hipotesis ini.
3) Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji Statistik t).
Dari Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu antara Kompetensi
Auditor terhadap Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta. Dari
hasil analisis data, didapatkan koefisien regresi sebesar 0,378, nilai
t hitung sebesar 2,579 dengan signifikansi sebesar 0,014 sehingga
hipotesis pertama diterima. Adapun signifikansinya kurang dari
77
taraf signifikansi 5 % (0,05) yang berarti hipotesis nol ditolak atau
nilai t hitung lebih tinggi dibandingkan dengan t tabel pada taraf
signifikansi 5% yaitu sebesar (2,019541).
b. Terdapat pengaruh antara Independensi Auditor dengan Kelangsungan
Usaha KAP di Yogyakarta.
Berikut adalah tabel hasil pengujian data menggunakan linear
sederhana:
Tabel 20. Model Summary Regresi X2 terhadap Y
Tabel 21. Koefisien Regresi X2 terhadap Y
1) Persamaan Garis regresi
Dari tabel tersebut diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 12,454 + 0,337X2
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .373a .139 .118 2.04331
a. Predictors: (Constant), X2
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 12.454 4.551 2.736 .009
X2 .337 .133 .373 2.543 .015
a. Dependent Variable: Y
78
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien X2
(Independensi Auditor) sebesar 0,337 yang berarti apabila nilai X2
(Independensi Auditor) meningkat 1 poin maka Y (Kelangsungan
Usaha KAP di Yogyakarta) akan naik sebesar 0,337 poin.
2) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menunjukkan tingkat ketepatan garis regresi.
Garis regresi digunakan untuk menjelaskan proporsi dari
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta (Y) yang diterangkan
oleh variabel independennya Independensi Auditor (X2). Koefisien
determinasi R2 yang diperoleh adalah 0,139 berarti bahwa 13,9 %
variasi atau naik turunnya nilai Kelangsungan Usaha KAP di
Yogyakarta dipengaruhi oleh variabel Independensi Auditor.
Sisanya sebesar 86,1 % (100-13,9) dipengaruhi oleh variabel-
variabel lain yang tidak dianalisis dalam uji hipotesis ini.
3) Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji Statistik t)
Dari Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu antara Independensi
Auditor terhadap Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta. Dari
hasil analisis data, didapatkan koefisien regresi sebesar 0,373, nilai
t hitung sebesar 2,543 dengan signifikansi sebesar 0,015 sehingga
hipotesis kedua diterima. Adapun signifikansinya kurang dari taraf
signifikansi 5% (0,05) yang berarti hipotesis nol ditolak atau nilai t
hitung lebih tinggi dibandingkan dengan t tabel pada taraf
signifikansi 5% yaitu sebesar (2,019541).
79
2. Uji Hipotesis Linear Berganda
Uji regresi linear berganda digunakan untuk menguji hipotesis ketiga yang
dimaksud untuk menganalisis pengaruh variabel independen (X1 dan X2)
secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Y). Pengolahan data
menggunakan SPSS versi 16.0.
Tabel 22. Model Summary Regresi X1, X2 terhadap Y
Tabel 23. Koefisien Regresi X1, X2 terhadap Y
a. Persamaan Garis regresi
Dari tabel tersebut diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 6,344 + 0,255X1 + 0,268X2
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa baik konstanta maupun
koefisien variabel-variabel independen memiliki nilai positif. Hal ini
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .474a .225 .185 1.96394
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 6.344 5.275 1.203 .000
X1 .255 .123 .302 2.073 .045
X2 .268 .132 .296 2.031 .049
a. Dependent Variable: Y
80
menandakan bahwa persamaan regresi berganda tersebut memiliki
hubungan yang searah, yang berarti Kelangsungan Usaha KAP di
Yogyakarta (Y) akan meningkat seiring dengan meningkatnya
Kompetensi (X1) dan Independensi Auditor (X2).
Nilai koefisien X1 sebesar 0,255 yang berarti apabila nilai X1
(Independensi Auditor) meningkat 1 poin maka Y (Kelangsungan
Usaha KAP di Yogyakarta) akan naik sebesar 0,225 poin dengan
asumsi X2 tetap. Koefisien X2 sebesar 0,268 yang berarti apabila nilai
Kompetensi Auditor (X2) meningkat 1 poin maka Kelangsungan Usaha
KAP di Yogyakarta (Y) akan meningkat sebesar 0,268 poin dengan
asumsi X1 tetap.
Konstanta sebesar 6,344 berarti bahwa KAP tetap dapat memiliki
kelangsungan usaha sebesar 6,344 meskipun variabel independennya
(bebas) nol.
b. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menunjukkan tingkat ketepatan garis regresi.
Garis regresi digunakan untuk menjelaskan proporsi dari
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta (Y) yang diterangkan oleh
variabel independennya kompetensi (X1) dan Independensi Auditor
(X2). Berdasarkan hasil analisis data didapat R2 sebesar 0,225. Nilai
tersebut berarti 22,5 % perubahan pada variabel Kelangsungan Usaha
KAP di Yogyakarta (Y) dapat diterangkan oleh variabel
independennya Kompetensi (X1) dan Independensi Auditor (X2),
81
sedangkan sisanya sebesar 77,5 % dijelaskan oleh variabel yang
lainyang tidak dianalisis dalam uji hipotesis ini.
c. Pengujian Koefisien Regresi Secara Bersama (Uji F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel
Kompetensi (X1) dan Independensi Auditor (X2) secara bersama-sama
(simultan) dapat berpengaruh terhadap Kelangsungan Usaha KAP di
Yogyakarta (Y). Berdasarkan hasil analisis data koefisien regresi (R)
sebesar 0,474. Uji signifikansi menggunakan uji F, kriteria yang
digunakan jika F hitung > F tabel maka hipotesis diterima dan
sebaliknya jika F hitung < F tabel maka hipotesis ditolak. Berdasarkan
hasil uji diperoleh nilai F hitung sebesar 5,649 jika dibandingkan
dengan nilai F tabel sebesar 3,238096 pada taraf signifikansi 5%, maka
nilai F hitung > F tabel sehingga hipotesis ketiga diterima. Selain itu
probabilitas sebesar 0,007 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Hal
ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Kompetensi
(X1) dan Independensi Auditor (X2) terhadap Kelangsungan Usaha
KAP di Yogyakarta (Y).
F. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara Kompetensi
(X1) dan Independensi Auditor (X2) terhadap Kelangsungan Usaha KAP di
Yogyakarta (Y). Berdasarkan hasil analisis, maka pembahasan tentang hasil
penelitian sebagai berikut.
82
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis pertama bahwa terdapat
pengaruh antara Kompetensi Auditor (X1) terhadap Kelangsungan Usaha
KAP di Yogyakarta (Y). Hal ini berarti Kelangsungan Usaha KAP di
Yogyakarta dapat dicapai jika auditor memiliki Kompetensi yang baik.
Hasil penelitian secara parsial untuk variabel Kompetensi Auditor (X1)
diproksikan melalui tingkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman, dan
pendidikan profesional yang berkelanjutan seorang auditor. Berdasarkan hasil
penelitian, variabel Kompetensi Auditor (X1) memiliki nilai koefisien
determinasi (R²) sebesar 14,3 % yang berarti bahwa variasi atau naik
turunnya nilai Kelangsungan Usaha KAP (Y) dipengaruhi oleh variabel
Kompetensi Auditor (X1) sebesar 14,3 % dan sisanya sebesar 85,7 %
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
antara Kompetensi Auditor (X1) dengan kelangsungan usaha Kantor Akuntan
Publik (KAP) di Yogyakarta (Y) yang ditunjukkan dengan signifikansi yang
di bawah 0,05 yaitu sebesar 0,014. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Canyaning (2003) yang didasarkan pada komponen tingkat
pendidikan yang memadai, sering dilakukan pelatihan-pelatihan, serta
seringnya auditor mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan, sehingga
dapat mengetahui setiap perubahan-perubahan dan perkembangan yang
terjadi dalam bidang akuntansi ataupun bidang-bidang yang lain. Auditor
sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa
meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan
dapat maksimal dalam praktiknya. Penerapan pengetahuan yang maksimal
83
tentunya akan sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang
dimiliki. Sesuai dengan standar umum bahwa auditor disyaratkan memiliki
pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang ditekuninya, serta
dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam
bidang industri yang digeluti kliennya (Alvin A. Arens dan James K.
Loebbecke, 1995: 21). Pengalaman juga akan memberikan dampak pada
setiap keputusan yang diambil dalam pelaksanaan audit sehingga diharapkan
setiap keputusan yang diambil adalah merupakan keputusan yang tepat. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama masa kerja yang dimiliki
auditor maka auditor akan semakin baik pula kualitas audit yang dihasilkan.
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kedua bahwa terdapat
pengaruh antara Independensi Auditor (X2) terhadap Kelangsungan Usaha
KAP di Yogyakarta (Y). Adapun untuk variabel Independensi Auditor (X2)
yang diproksikan dalam independensi dalam fakta (in fact) dan independensi
dalam penampilan (in appearance) dengan indikator berupa kejujuran dalam
melaksanakan audit, pemberian jasa lain selain jasa audit oleh KAP,
hubungan auditor dengan klien di luar hubungan audit, besarnya fee audit,
waktu (lamanya) penugasan audit, dan pemberian fasilitas dari klien
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kelangsungan Usaha KAP di
Yogyakarta (Y). Berdasarkan hasil penelitian, variabel Independensi Auditor
(X2) memiliki nilai koefisien determinasi parsial (R²) sebesar 0,139 yang
berarti bahwa 13,9 % variasi atau naik turunnya nilai Kelangsungan Usaha
KAP (Y) dipengaruhi oleh variabel Independensi Auditor (X2) dan sisanya
sebesar 86,1 % dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.
84
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
antara Independensi Auditor (X2) dengan Kelangsungan Usaha Kantor
Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta (Y) yang ditunjukkan dengan nilai
signifikansi di bawah 0,05 yaitu 0,015. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian Canyaning (2003) yang mengemukakan bahwa dalam
menggunakan jasa suatu KAP, klien tidak memperhatikan apakah KAP
tersebut independen ataupun tidak. Auditor harus memiliki kemampuan
dalam mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan
sikap independen. Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap independen
merupakan hal yang melekat pada diri auditor, sehingga independen seperti
telah menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki. Tidak mudah menjaga
tingkat independensi agar tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya.
Kerjasama dengan klien yang terlalu lama bisa menimbulkan kerawanan atas
independensi yang dimiliki auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang
disediakan klien selama penugasan audit untuk auditor. Bukan tidak mungkin
auditor menjadi ”mudah dikendalikan” oleh klien karena auditor berada
dalam posisi yang dilematis.
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis ketiga bahwa terdapat
pengaruh antara Kompetensi (X1) dan Independensi Auditor (X2) terhadap
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta (Y). Dari hasil analisis secara
simultan, menunjukkan bahwa Kompetensi dan Independensi Auditor
berpengaruh signifikan terhadap Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta
yang diproksikan pada mutu jasa audit. Dari hasil penelitian secara simultan
85
diketahui koefisien determinasi (R²) sebesar 22,5 % , yang berarti bahwa naik
turunnya nilai Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta (Y) dipengaruhi oleh
variabel Kompetensi (X1) dan Independensi Auditor (X2) sebesar 22,5 % dan
selebihnya 77,5 % ditentukan oleh faktor lain di luar penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
antara Kompetensi (X1) dan Independensi Auditor (X2) terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta (Y) yang
ditunjukkan dengan nilai signifikansi di bawah 0,05 yaitu untuk variabel
Kompetensi Auditor (X1) sebesar 0,045 dan untuk variabel Independensi
Auditor (X2) sebesar 0,049. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta akan meningkat seiring dengan
meningkatnya Kompetensi dan Independensi Auditor.
Hasil tersebut dapat dipahami bahwa untuk meningkatkan mutu jasa
audit, seorang auditor sangat bergantung pada tingkat kompetensinya. Jika
auditor memiliki kompetensi yang baik maka auditor akan dengan mudah
melakukan tugas-tugas auditnya dan sebaliknya jika rendah maka dalam
melaksanakan tugasnya, auditor akan mendapatkan kesulitan-kesulitan
sehingga kualitas audit yang dihasilkan akan rendah pula. Adapun tingkat
independensi merupakan faktor yang menentukan dari mutu jasa audit, hal ini
dapat dipahami karena jika auditor benar-benar independen maka akan tidak
terpengaruh oleh kliennya. Auditor akan dengan leluasa melakukan tugas-
tugas auditnya. Namun jika tidak memiliki independensi terutama jika
mendapat tekanan-tekanan dari pihak klien maka kualitas audit yang
dihasilkannya tidak akan maksimal. Kredibilitas auditor tentu sangat
86
tergantung dari kepercayaan masyarakat yang menggunakan jasa mereka.
Auditor yang dianggap telah melakukan kesalahan maka akan mengakibatkan
mereduksinya kepercayaan klien. Kepercayaan masyarakat akan Kompetensi
dan Independensi Auditor suatu KAP secara tidak langsung akan membawa
pengaruh terhadap eksistensi atau Kelangsungan Usaha KAP dimana auditor
tersebut bertugas.
87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kompetensi dan
Independensi Auditor terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik
(KAP) di Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara Kompetensi Auditor (X1)
dengan Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di
Yogyakarta (Y) yang ditunjukkan dengan nilai t hitung > t tabel untuk
taraf signifikansi 5% yaitu sebesar (2,579 > 2,019541). Dari hasil analisis
juga diperoleh koefisien regresi rx1y sebesar 0,378 dan koefisien
determinasi R2 sebesar 0,143 yang berarti bahwa variasi atau naik
turunnya nilai Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta (Y) dipengaruhi
oleh variabel Kompetensi Auditor (X1) sebesar 14,3 % dan sisanya sebesar
85,7 % dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara Independensi Auditor (X2)
dengan Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta
(Y) yang ditunjukkan dengan nilai t hitung > t tabel untuk taraf
signifikansi 5% yaitu sebesar (2,543 > 2,019541). Dari hasil analisis juga
diperoleh koefisien regresi rx1y sebesar 0,373 dan koefisien determinasi R2
sebesar 0,139 yang berarti bahwa 13,9 % variasi atau naik turunnya nilai
Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta (Y) dipengaruhi oleh variabel
87
88
Independensi Auditor (X2) dan sisanya sebesar 86,1 % dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara Kompetensi (X1) dan
Independensi Auditor (X2) terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan
Publik (KAP) di Yogyakarta (Y) yang ditunjukkan dengan nilai F hitung >
F tabel untuk taraf signifikansi 5% yaitu sebesar 5,649 (> 3,238096). Dari
hasil analisis juga diperoleh koefisien regresi rx1y sebesar 0,474 dan
koefisien determinasi R2 sebesar 0,225 yang berarti bahwa 22,5 % variasi
atau naik turunnya nilai Kelangsungan Usaha KAP di Yogyakarta (Y)
dapat ditentukan oleh faktor Kompetensi (X1) dan Independensi Auditor
(X2), sisanya sebesar 77,5 % ditentukan oleh variabel-variabel lain.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diajukan
saran, antara lain:
1. Untuk meningkatkan Kelangsungan Usaha serta mempertahankan KAP
dari persaingan, hendaknya KAP di Yogyakarta semakin meningkatkan
kompetensi auditornya, yaitu dengan lebih banyak mengadakan pelatihan-
pelatihan serta lebih sering atau bahkan selalu mengikuti pendidikan
profesional berkelanjutan.
2. Untuk para auditor diharapkan meningkatkan independensinya, karena
faktor independensi dapat mempengaruhi kualitas audit. Auditor yang
mendapat tugas dari kliennya diusahakan benar-benar independen, tidak
mendapat tekanan dari klien, tidak memiliki perasaan sungkan sehingga
89
dalam melaksanakan tugas auditnya benar-benar objektif dan dapat
menghasilkan audit yang berkualitas.
C. Keterbatasan
Setelah mengadakan penelitian, maka keterbatasan penelitian yang
dapat disampaikan adalah:
1. Penelitian ini terbatas pada objek penelitian profesi auditor yang bekerja
dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) di Yogyakarta, sehingga
dimungkinkan adanya perbedaan hasil, pembahasan ataupun kesimpulan
untuk objek penelitian yang berbeda.
2. Sedikitnya data yang diperoleh, karena alasan kesibukan dari responden.
3. Karena penelitian hanya menggunakan kuesioner dalam pengumpulan
data, maka memungkinkan data yang diperoleh bias, dibandingkan apabila
juga dilakukan observasi dan wawancara langsung.
4. Tidak adanya kontrol responden untuk mengetahui kebenaran hasil
penelitian, sehingga tidak diketahui apakah kuesioner benar-benar diisi
oleh pihak-pihak yang dimaksud ataukah tidak, dan tidak dapat diketahui
apakah maksud semua pertanyaan dalam kuesioner dipahami oleh
responden.
90
DAFTAR PUSTAKA
A. Alvin Arens & James K. Loebbecke (1995). Auditing (Suatu Pendekatan
Terpadu). Jakarta: Penerbit Erlangga. Abdul, Halim. (2003). Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Aji Dedi Mulawarman. (2008). Rekonstruksi Independensi Akuntan Publik.
(http://ajidedim.wordpress.com/2008/03/21/rekonstruksi-independensi-akuntan-publik-bagian-1/, diakses tanggal 22 Januari 2009).
Arikunto, Suharismi. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta. Christiawan, Yulius Jogi. (2002). Kompetensi dan Independensi Akuntan
Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Journal Directory: Kumpulan Jurnal Akuntansi dan Keuangan Unika Petra. Vol. 4 / No. 2.
(http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/, diakses tanggal 22 Januari 2009)
Canyaning, Anis. (2003). Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Malang. (http://www19.indowebster.com/7aJ2c9fe52e32a8346961746451b931a0,
diakses 5 Januari 2009). Christiawan, Yulius Jogi. (2005). Aktivitas Pengendalian Mutu Jasa Audit
Laporan Keuangan Historis (Studi Kasus Pada Beberapa Kantor Akuntan Publik Di Surabaya). Jurnal Akuntansi & Keuangan Unika Petra, Vol. 7, No. 1, Mei 2005: 61- 88. (http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/, diakses tanggal 22 Januari 2009).
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kamus Besar Indonesia, edisi ke 3.
Jakarta: Balai Pustaka. Eunike Christina Elfarini. (2007). Pengaruh Kompetensi dan Independensi
Auditor terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Skripsi Universitas Negeri Semarang. (http://digilib.unnes.ac.id/gsdlcollect/skripsi/indexassoc/HASH017df1097d28.dirdoc.pdf, diakses 3 April 2009)
Haryono Jusup, Al. (2001). Auditing (Pengauditan). Yogyakarta: Bagian
Penerbitan STIE YKPN.
91
91
Herawaty, Arleen dan Yulius Kurnia Susanto. (2008). Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. The 2nd National Conference UKWMS Surabaya, 6 September 2008.
Herliansyah, Yudhi dan Meifida Ilyas. (2006). Pengaruh Pengalaman Auditor
terhadap Penggunaan Bukti tidak Relevan dalam Auditor Judgment. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
http://www.iaiglobal.or.id/tentang_iai.php.htm), diakses tanggal 26 Februari 2009. Ida Suraida. (2005). Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko
Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik. Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 3, November 2005: 186 – 202. (http://resources.unpad.ac.id/unpad-content, diakses tanggal 13 April 2009).
Ikatan Akuntan Indonesia. (2001). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat. Imam Ghozali. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan penerbit Universitas Diponegoro. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Iqbal, M. Hasan. (2005). Pokok-pokok Materi Statistik 2. Jakarta: Bumi Aksara. Mayangsari, Sekar. (2003). Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, serta
Mekanisme Corporate Governance terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI Surabaya, Oktober.
Mayangsari, Sekar. (2003). Pengaruh Keahlian dan Independensi terhadap
Pendapat Audit: Sebuah Kuasieksperimen. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.6 No.1 (Januari).
Mulyadi dan Kanaka Puradiredja. (1998). Auditing Pendekatan Terpadu. Jakarta.
Salemba Empat. Munawir, H. S. (1999). Auditing Modern. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Nizarul, M. Alim dkk. (2007). Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap
Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X Makasar.
92
Ramaraya, Tri Koroy. (2005). Pengaruh Preferensi Klien dan Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2003). Statistika untuk Peneliitian. Bandung: Alfabeta. Supriyono. (1988). Pemeriksaan Akuntan (Auditing). Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.