pemanfaatan selulosa bakteri -...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
i
PEMANFAATAN SELULOSA BAKTERI - POLIVINIL
ALKOHOL (PVA) HASIL IRADIASI (HIDROGEL) SEBAGAI
MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Oleh :
ELI FELASIH
106102003400
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
ii
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA PENDIDIKAN MANAPUN.
Jakarta, September 2010
Eli Felasih
106102003400
v
ABSTRAK
PEMANFAATAN SELULOSA BAKTERI POLIVINIL ALKOHOL (PVA) HASIL IRADIASI (HIDROGEL ) SEBAGAI MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH
Salah satu pemanfaatan air kelapa adalah untuk pembuatan nata de coco atau selulosa bakteri. Dengan modifikasi penambahan polivinil alkohol (PVA) akan diperoleh selulosa bakteri polivinil alkohol (PVA) yang dapat digunakan untuk keperluan medis khususnya dalam bidang kosmetik. Penelitian dilakukan dengan menggunakan vitamin C yang digunakan sebagai model. Hasil radiasi antara selulosa bakteri polivinil alkohol (PVA) menghasilkan hidrogel yang diperoleh dari proses pembentukan ikatan silang (crosslinking). Polivinil alkohol (PVA) yang berupa polimer hidrofilik yang banyak digunakan karena bersifat tidak toksik, kemampuan menyerap yang tinggi, dan tidak karsinogenik. Hasil uji dari ketebalan selulosa kering 0,028 mm, absorpsi 238,773 %, kekuatan tarik 1137 kg/cm2, elongasi 86,666 %, 89,655 % setelah diradiasi dengan berkas elektron sedangkan selulosa bakteri basah mempunyai ketebalan 0,090 mm. Laju pelepasan vitamin C ditentukan dengan alat uji difusi dalam medium aquabidest pH 7 pada suhu 37 0,5 0C, kecepatan 50 rpm selama 1 jam. Hasil uji difusi menunjukkan bahwa profil pelepasan matriks selulosa bakteri pva + vitamin C mengikuti kinetika orde nol dengan mekanisme difusi. Kata kunci : iradiasi, selulosa bakteri, gel fraksi, kekuatan tarik, elongasi, difusi
vi
ABSTRACT
UTILIZATION OF BACTERIAL CELLULOSE PVA AFTER IRRADIATION (HYDROGEL) AS A FACE MASK MATRIX
One of the utilization of coconut water is produce nata de coco or bacterial cellulose. Modification by addition of polyvinyl alcohol will collected cellulose bacteria - PVA which it can be used for medical purposes, especially in the cosmetics. Using the vitamin c as a model was choosen this research. The results collect form of a matrix obtained from the process of forming crosslinking (crosslinking) between bacterial cellulose and PVA in the form of hydrophilic polymer that is widely used because harmless, the high ability to absorb, and not carcinogenic. So it can be applied as a face mask matrix. Pva used with various concentration are 2%, 4%, and 6%. The test results characteristics of hydrogels include thickness of dry cellulose 0.028 mm, strengthent of PVA 6% about 238,773 %, strengthen is 1137 kg/cm2, elongation 86.666%, gel fraction after irradiated with electron beam is 89.655% while the wet bacterial cellulose has a thickness of 0.090 mm. Rate of vitamin c release is determined by test equipment aquabidest diffusion in the medium pH 7 at 37 0.5 0C, at 50 rpm for 1 hour. Diffusion test results showed that the release profile of bacterial cellulose matrix - PVA + vitamin C followed zero order kinetics with a diffusion mechanism rule. Keyword : irradiation, bacterial cellulose, fraction gel, strengthen, elongation, diffusion
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan nikmat, rahmat dan ridho-Nya sehingga penyusunan skripsi ini
dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Pemanfaatan Selulosa Bakteri
Polivinil alkohol (PVA) Hasil Iradiasi (Hidrogel) Sebagai Matriks Topeng
Masker Wajah ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
ucapan terima kasih dengan seikhlas hati dihanturkan kepada Bapak Dr.
Darmawan Darwis, M. Sc,. Apt., selaku Pembimbing BATAN dan Ibu Yuni
Anggraeni, S. Si, Apt., selaku pembimbing UIN Syarif Hidayatullah yang
telah meluangkan waktu, perhatian dan tenaganya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. M.K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Muhammad Yanis Musdja, M. Sc,. Apt, selaku Ketua
Program studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
dosen penguji I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan
dan bimbingannya selama menyusun skripsi ini.
3. Dosen-dosen Farmasi UIN dan Staff yang telah membimbing dan
memberikan ilmu pengetahuannya selama ini.
viii
4. Ibu Lely Hardaningsih, Ibu Ilin, Ibu Yessi, Ibu Ayu, Ibu Farah, Bapak
Erizal, Bapak Basril, Bapak Nikam, Bapak Mursalih dan seluruh staff
peneliti dan pegawai Laboratorium Sterilisasi Bidang Proses Industri
BATAN, Jakarta yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama
penelitian berlangsung.
5. Untuk kedua orang tua tercinta, ibunda Hj. Muhibah dan ayahanda H.
Puryanto, kakak, saudara saudara ku tersayang atas doa, cinta dan
kasih sayang, kesabaran, dan dukungan baik moril maupun materil.
Semoga Allah SWT selalu melindungi.
6. Teman-teman farmasi 2006 dan teman terdekat ku (pipit, acit, gita, alfi,
hana, icha, yunita, nindi, reni, eka w, syifa) atas dukungan selama
kuliah.
7. Teman-teman 11 pejuang (Irma, rico, landing, amal, Sheila, lisna,
yayah, tiwi, ardian, hilda).
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis sebagai manusia biasa menyadari dan merasa
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis pun terbuka
terhadap kritik dan saran yang sifatnya membangun. Meskipun demikian
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna untuk pihak-
pihak lain yang memerlukan.
Jakarta, September 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
COVER...........................................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN...........................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................iii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...........................................................iv
ABSTRAK.....................................................................................................v
ABSTRACT..................................................................................................vi
KATA PENGANTAR..................................................................................vii DAFTAR ISI.................................................................................................ix
DAFTAR TABEL........................................................................................xii DAFTAR GAMBAR..................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...........................................................................1 1.2 Perumusan Masalah.................................................................. 4 1.3 Hipotesis....................................................................................4 1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................5 1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa........................................................................................6 2.1.1 Deskripsi Kelapa.................................................................6 2.1.2 Penyebaran Kelapa............................................................. 7 2.1.3 Kandungan Nutrisi dan Manfaat Kelapa.............................8 2.2 Sukrosa....................................................................................12 2.3 Amonium Sulfat .....................................................................12 2.4 Selulosa Bakteri.............................................................. ........13 2.4.1 Struktur Selulosa Bakteri..................................................14 2.4.2 Aplikasi Selulosa Bakteri..................................................15 2.4.3 Sumber Selulosa................................................................20 2.4.4 Pelikel Selulosa Bakteri.....................................................21 2.4.5 Pembuatan Pelikel Selulosa...............................................22 2.5 Acetobacter Xylinum.............................................. ................24 2.5.1 Deskripsi A.Xylinum..........................................................24 2.5.2 Tingkat Bahaya A.Xylinum................................................25 2.5.3 Pertumbuhan Bakteri A.Xylinum............................. .........26 2.6 Hidrogel...................................................................................27 2.6.1 Sintesis Hidrogel...............................................................29 2.6.2 Sifat Fisika Kimia Hidrogel ...........................................32 2.7 Masker.....................................................................................35
x
2.7.1 Jenis-Jenis Masker.............................................................35 2.7.2 Mekanisme Kerja Masker..................................................36 2.8 Antioksidan........................................................................ .....37 2.9 Polivinil Alkohol.....................................................................38 3.0 Asam Askorbat........................................................................39 3.1 Radiasi.....................................................................................39 3.1.1 Sumber Radiasi..................................................................40 3.1.2 Dosis Radiasi................................................................. ...43 3.1.3 Efek Radiasi pada Polimer............................................... 44 3.1.4 Keunggulan menggunakan Mesin Berkas Elektron.. .......45 3.2 Radiofarmasi............................................................................46
B III KERANGKA KONSEP 3.1 Alur Penelitian..................................................................... ...51
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................52 4.2 Alat dan Bahan Penelitian.......................................................52 4.2.1 Alat Penelitian........................................................... ...... 52 4.2.2 Bahan Penelitian................................................................52 4.3 Prosedur Penelitian................................................................. 53 4.3.1 Pengumpulan Tanaman.............................................. .....53 4.3.2 Pembuatan Starter....................................................... ......53 4.3.3 Pengembangan Starter A.Xylinum.....................................53 4.3.4 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri.............................55 4.3.5 Pembuatan Larutan Polivinil alkohol.......................... .....60 4.3.6 Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa PVA.60 4.3.7 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri PVA.................61 4.3.8 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri PVA + Vit.C....61 4.3.9 Karakterisasi Membran Selulosa PVA Sebelum dan
Sesudah Radiasi.61 4.4 Analisa Data...67 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian........................................................................68 5.1.1 Pengumpulan.....................................................................68 5.1.2 Hasil Uji Tebal Membran Selulosa Basah dan Kering
Sebelum Radiasi ...............................................................68 5.1.3 Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa
Bakteri PVA.................. ................................................68 5.1.4 Hasil Uji Sifat Mekanik Membran Selulosa Bakteri PVA
Sebelum dan Sesudah Radiasi...........................................69 5.1.5 Hasil Uji Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri PVA
Sesudah Radiasi.................................................................72 5.1.6 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C..........................................................................73 5.1.7 Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C.............................73 5.1.8 Profil Difusi Vitamin C.....................................................74
xi
5.2 Pembahasan.............................................................................75 5.2.1 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri...................... ......75 5.2.2 Hasil Uji Ketebalan Membran Selulosa Bakteri............... 75 5.2.3 Hasil Uji Daya Absorpsi Membran Selulosa Bakteri
PVA...................................................................................78 5.2.4 Hasil Uji Kekuatan Tarik Hidrogel (Selulosa Bakteri
PVA Hasil Iradiasi)......................................................... .78 5.2.5 Hasil Uji Gel Fraksi (Selulosa Bakteri PVA Hasil
Iradiasi)............................................................................. 80 5.2.6 Uji Penetrasi Vitamin C (Selulosa Bakteri PVA 2 %, 4
%, 6 %)................................... ..........................................80 5.2.7 Data Hasil ANNOVA.................................................... ...82
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan............................................................................. 84 6.2 Saran........................................................................................85 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................86
LAMPIRAN.................................................................................................90
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Hasil Uji Tebal Membran Selulosa Basah dan Kering Sebelum
Radiasi...........................................................................................11 Tabel 2 Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa Bakteri
PVA ..............................................................................................19 Tabel 3 Hasil Uji Sifat Mekanik Membran Selulosa Bakteri PVA ........44 Tabel 4 Hasil Uji Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri PVA Sesudah
Radiasi...........................................................................................68 Tabel 5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C................69 Tabel 6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C.........................................70 Tabel 7 Profil Difusi Vitamin C.................................................................70
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Polivinil alkohol........................................................................7
Gambar 2 Air Kelapa...............................................................................12 Gambar 3 Biakan Acetobacter xylinum....................................................14 Gambar 4 Amonium.................................................................................15 Gambar 5 Nata de coco............................................................................17 Gambar 6 Asam Askorbat........................................................................25 Gambar 7 Alat Mikrometer......................................................................38
Gambar 8 Alat Pemotong Sampel............................................................39 Gambar 9 Alat Difusi...............................................................................43
Gambar 10 Alat Tensiometer.....................................................................45 Gambar 11 Stainles steel net......................................................................55
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Gambar Bahan, alat Penelitian, SEM Selulosa Bakteri....90 Lampiran 2 Hasil Tebal Membran Selulosa Bakteri ...............................93 Lampiran 3 Tabel Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa Bakteri dengan PVA 2 %, 4 %, 6 %......................95 Lampiran 4 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 2 % Tanpa
Radiasi....... ..95 Lampiran 5 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 4 % Tanpa
Radiasi................................................... ..95 Lampiran 6 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 6 % Tanpa
Radiasi..................................................................................95 Lampiran 7 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 2 %
Setelah Radiasi.....................................................................95 Lampiran 8 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 4 %
Setelah Radiasi.......... ..........................................................96 Lampiran 9 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 6 %
Setelah Radiasi................ ........96 Lampiran 10 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 2 %
Tanpa Radiasi.......................................................................96 Lampiran 11 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 4 %
Tanpa Radiasi.......................................................................96 Lampiran 12 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 6 %
Tanpa Radiasi.......................................................................97 Lampiran 13 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 2 %
Setelah Radiasi....................................................................97 Lampiran 14 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 4 %
Setelah Radiasi....................................................................97 Lampiran 15 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 6 %
Setelah Radiasi....................................................................97 Lampiran 16 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 2 % +
Vit.C Tanpa Radiasi.............................................................98 Lampiran 17 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 4 % +
Vit.C Tanpa Radiasi.............................................................98 Lampiran 18 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 6 % +
Vit.C Tanpa Radiasi.............................................................98 Lampiran 19 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 2 % +
Vit.C Setelah Radiasi............................................................98 Lampiran 20 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 4 % +
Vit.C Setelah Radiasi.......... .................................................99 Lampiran 21 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri PVA 6 % +
Vit.C Setelah Radiasi.............. .99 Lampiran 22 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 2 %
+ Vit.C Tanpa Radiasi..........................................................99
xv
Lampiran 23 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 4 % + Vit.C Tanpa Radiasi..........................................................99
Lampiran 24 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 6 % + Vit.C Tanpa Radiasi........................................................100
Lampiran 25 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 2 % + Vit.C Setelah Radiasi.....................................................100
Lampiran 26 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 4 % + Vit.C Setelah Radiasi.....................................................100
Lampiran 27 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri PVA 6 % + Vit.C Setelah Radiasi.....................................................100
Lampiran 28 Hasil Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri PVA 2 %, 4 %, 6 %................................................................................101
Lampiran 29 Hasil Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri PVA 2 %, 4 %, 6 % + Vit.C ..................................................................101
Lampiran 30 Penentuan Panjang Gelombang Vit.C................................102 Lampiran 31 Kurva Kalibrasi Vit.C........................................ ................104 Lampiran 32 Pelepasan Difusi Vit.C............................................. .........105 Lampiran 33 Hasil Statistik Elongasi PVA dan PVA +Vit C Sebelum dan
Sesudah Radiasi..106 Lampiran 34. Hasil Statistik Daya Tarik PVA dan PVA +Vit C Sebelum
dan Sesudah Radiasi...114 Lampiran 35. Hasil Statistik Uji Fraksi Gel..118
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Selulosa merupakan bahan/materi yang sangat berlimpah di bumi ini.
Diperkirakan 1 triliun ton selulosa telah diproduksi tiap tahunnya.
Selulosa yang dihasilkan digunakan untuk membuat perabot kayu, tekstil,
kertas, kapas serap/bahan penyerap pada popok ataupun pembalut wanita,
dan juga dalam berbagai bidang seperti pertambangan, kedokteran, obat-
obatan, kosmetik dan lain-lain (Soetrisno T, 1996). Sumber utama selulosa
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan terutama pada kayu dan kapas. Saat ini
selulosa dapat juga dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum
menggunakan media air kelapa sebagai sumber mikronutrien yang disebut
selulosa bakteri.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri golongan asam asetat yang
berbentuk batang pendek, bersifat non motil, obligat aerobik dan dengan
pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri ini akan membentuk
nata de coco (pelikel selulosa bakteri) jika ditumbuhkan dalam air kelapa
yang kaya akan sumber karbon dan nitrogen melalui proses yang
terkontrol. Bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraselular yang
dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa
(Siahaan,dkk, 2003).
Penggunaan selulosa sebagai bahan baku dalam berbagai bidang cukup
banyak dibutuhkan, sehingga selulosa bakteri dapat dimanfaatkan sebagai
2
alternatif bahan baku yang mudah diperoleh. Selulosa bakteri juga
mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi suatu
produk yang berkualitas serta dapat diaplikasikan secara luas, seperti
dalam industri pembuatan kertas, biomaterial, bahan penyerap (pembalut
dan popok), dan juga membran penyaring (Taufan,dkk, 1996).
Penggunaan selulosa bakteri juga dapat memberikan nilai tambah karena
memanfaatkan air kelapa yang selama ini menjadi limbah.
Air kelapa merupakan limbah yang biasanya berasal dari industri
pengolahan kelapa seperti industri kelapa kopra, pembuatan minyak
goreng, santan, ataupun kelapa yang dijual di pasar. Air kelapa yang
digunakan dalam pembuatan nata de coco harus berasal dari kelapa yang
masak optimal tidak terlalu tua atau terlalu muda (berumur 6 bulan). Air
kelapa mengandung beberapa vitamin seperti vitamin C 0,7 1,7 mg/100
mg dan vitamin B kompleks yang terdiri dari asam nikotinat 0,4 g/ml,
asam pantotenat 0,52 g/ml, biotin 0,02 g/ml, riboflavin 0,01 g/ml, asam
folat 0,03 g/ml, thiamin dan juga piridoksin, yang berperan sebagai
sumber mikronutrien yang mendukung proses fermentasi selain dari bahan
utama yaitu sukrosa sebagai sumber karbon dan ammonium sulfat sebagai
sumber nitrogen (Warisno, 2004).
Pemanfaatan selulosa sebagai bahan baku biomaterial haruslah bersifat
steril, salah satu cara sterilisasi paling praktis adalah dengan iradiasi EBM
(mesin berkas elektron). Akan tetapi iradiasi EBM (mesin berkas elektron)
dapat menyebabkan perubahan sifat mekanik dan kemampuan daya serap
selulosa bakteri yang diiradiasi pada dosis 25 kGy. Adapun keuntungan
3
dari iradiasi EBM (mesin berkas elektron) yaitu terjadinya crosslinking
(pembentukan ikatan silang) yang mengakibatkan suatu polimer
mempunyai sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah dan sifat
mekanik bertambah. Sedangkan kerugian dari iradiasi EBM (mesin berkas
elektron) yaitu terjadinya degradasi (pemutusan rantai polimer) yang
mengakibatkan suatu polimer mempunyai sifat viskositas berkurang, bobot
molekul berkurang, dan sifat mekanik berkurang. Dosis iradiasi untuk
sterilisasi biomaterial umumnya 25-50 kGy (Darmawan, 2008). Dalam
Farmakope Indonesia Edisi IV disebutkan bahwa dosis sterilisasi yang
digunakan untuk produk kesehatan adalah 25 kGy (Darmawan, 2002).
Selama bertahun-tahun pemilihan dosis 25 kGy ini sangatlah aman,
sederhana dan mudah. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada bahan-
bahan yang sebagian besar mengandung selulosa bila diiradiasi akan
terjadi reaksi degradasi atau perubahan ikatan silang. Reaksi degradasi dan
ikatan silang saling berkompetisi dan umumnya ikatan silang terjadi pada
dosis rendah yaitu 10-30 kGy, sedang degradasi terjadi pada dosis di atas
30 kGy (Erizal,dkk, 2008). Energi radiasi pengion dapat menginduksi
reaksi kimia pada bahan yang diiradiasi. Selain terjadi perubahan kimia
ternyata reaksi kimia dapat juga menimbulkan perubahan sifat fisika dan
biologi (Mirzan,dkk, 1993).
Sifat mekanik dan kemampuan daya serap merupakan sifat-sifat fisika
yang dimiliki selulosa. Pemanfaatan pada bidang kosmetik, khususnya
untuk matriks topeng wajah, sifat dan karakteristik selulosa bakteri masih
memiliki keterbatasan sehingga perlu dikombinasikan dengan material lain
4
seperti polivinil alkohol (PVA) yang mempunyai sifat fisik yang baik,
tidak toksik, dan mempunyai kemampuan menyerap air yang relatif tinggi.
Sifat fisik hidrogel yang terpenting adalah kemampuan hidrogel dalam
menyerap dan menyimpan air dalam jumlah besar.
Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya pemanfaatan selulosa
bakteri polivinil alkohol (pva) hasil iradiasi (hidrogel) sebagai matriks
topeng masker wajah yang menggunakan model asam askorbat (vitamin
C) sebagai antioksidan.
I.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana sifat dan karakteristik dari selulosa bakteri polivinil
alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) yang digunakan sebagai
matriks topeng masker wajah?
2. Berapakah konsentrasi polivinil alkohol (PVA) yang optimal untuk
memperbaiki karakteristik dan sifat mekanik selulosa bakteri
polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) sebagai matriks
topeng masker wajah?
3. Apakah selulosa bakteri polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi
(hidrogel) dapat digunakan sebagai matriks topeng masker wajah?
I.3 Hipotesis
Selulosa bakteri polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel)
dapat dibuat menjadi matriks topeng masker wajah yang mempunyai
karakteristik dan sifat mekanik yang baik.
5
I.4 Tujuan Penelitian
1. Menghasilkan selulosa bakteri polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi
(hidrogel) yang dapat digunakan sebagai matriks topeng masker wajah
dari bahan alam Indonesis yang mudah diperoleh.
2. Menentukan konsentrasi polivinil alkohol (PVA) yang memberikan
karakteristik dan sifat mekanik sebagai matriks topeng masker wajah.
I.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi
tentang pemanfaatan selulosa bakteri polivinil alkohol (PVA) hasil
iradiasi (hidrogel) sebagai matriks topeng masker wajah.
6
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa (Cocos nucifera) 2.1.1 Deskripsi Kelapa
Kelapa lahir dengan batang yang tidak bercabang, dengan lingkar
tumbuh tunggal. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 20 sampai 22 m pada
umur 40 tahun dan pada umur 80 tahun tinggi tanaman dapat mencapai 35-
40 m. Bunga dari kelapa merupakan polygamomonoecious, dimana bunga
diproduksi secara terus menerus dan bunga ini kemudian memproduksi
biji. Daunnya memiliki panjang 4 - 6 m, pada pohon yang tinggi bisa
menghasilkan 12 - 18 daun tiap tahunnya, sedangkan pada pohon yang
pendek bisa menghasilkan 20 - 22 daun (Chan, et al, 2006).
Buah dari kelapa berserabut, dimana bagian terluar hingga kedalam
berturut-turut adalah kulit terluar keras dan tipis disebut dengan eksokarp,
bagian tengah yang berserat disebut dengan mesokarp, bagian dalam yang
keras disebut endocarp, bagian dalam yang melekat dengan endocarp
disebut dengan testa dengan bagian dalam yang putih (daging) disebut
dengan endosperm ( Slusarska, et al, 2008). Dan rongga yang dipenuhi
dengan cairan (air) (Chan, et al, 2006).
Air kelapa yang berasal dari kelapa muda dapat diminum. Rasa air ini
manis dan jumlahnya tergantung ukuran kelapa, dimana rata-rata volume
air kelapa antara 300 - 1000 ml. daging buah kelapa yang masih muda
lebih lembut dibandingkan daging buah kelapa yang sudah tua. Kelapa
yang sudah matang kulit luarnya akan berubah menjadi warna coklat, dan
7
saat yang bersamaan endosperm menjadi tebal dan keras dan air kelapa
menjadi agak pahit.
(a) (b)
Gambar 1. Bagian buah kelapa Keterangan : (a) Bagian buah kelapa (b) Buah kelapa yang sudah matang
2.1.2 Penyebaran kelapa (Chan, et al, 2006)
Pada awalnya penyebaran kelapa diketahui merupakan tanaman asli di
daerah pantai asia tenggara (Malaysia, Indonesia dan Filipina) serta
Melanesia. Perkembangan saat ini ternyata kelapa banyak ditemukan di
daerah tropis dan daerah subtropics (23o lintang utara dan selatan daerah
ekuatorial). Manfaatnya yang banyak bagi perekonomian dan kehidupan
manusia, sekarang kelapa memiliki penyebaran yang cukup luas dengan
varietas yang berbeda-beda. Adapun beberapa daerah penyebarannya
adalah sebagai berikut :
- Asia tenggara : Burma, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand, Vietnam.
- Afrika : Kamerun, Ghana, Kenya, Nigeria, Tanzania.
- Amerika : Brazil, Ekuador, Jamaika, Mexico, Trinidad dan Tobago,
Venezuela.
Pohon kelapa tumbuh baik pada daerah berpasir dengan curah hujan
yang teratur dan sinar matahari yang cukup. Pertumbuhan optimum rata-
rata pada suhu 27oC. Pohon kelapa juga membutuhkan kelembapan yang
8
tinggi untuk pertumbuhan optimumnya yaitu 70% - 80% sehingga
tanaman ini jarang ditemukan pada daerah dengan kelembapan yang
rendah seperti daerah mediterania, meskipun memiliki temperatur yang
cukup tinggi (umumnya 24oC). Selain itu tanaman ini memiliki toleransi
terhadap salinitas yang tinggi.
Berikut adalah klasifikasi dari kelapa :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Subfamili : Arecoideae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera
2.1.3 Kandungan nutrisi dan manfaat kelapa
Kelapa memiliki nutrisi yang tinggi dan kaya akan serat, vitamin serta
mineral. Kelapa digolongkan sebagai makanan fungsional yang berperan
dalam kesehatan karena kandungan nutrisinya. Hampir semua bagian
kelapa dapat dimanfaatkan, dan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda
beda. Akar kelapa menginspirasi penemuan teknologi penyangga
bangunan. Batangnya, yang disebut glugu dipakai sebagai kayu dengan
mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan untuk rumah. Daunnya
dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa,
disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat
9
atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik. Cairan manis yang
keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legn (bhs. Jawa), dapat
diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak (Wahyudi,
2003).
Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Buah kelapa tua
terdiri dari empat komponen utama, yaitu: 35 persen sabut, 12 persen
tempurung, 28 persen daging buah, dan 25 persen air kelapa. Daging buah
tua merupakan bahan sumber minyak nabati (kandungan minyak 30
persen) (Astawan, 2009). Sabut, bagian mesokarp yang berupa serat-serat
kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman
tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok, yang
sebetulnya adalah bagian endokarp, dipakai sebagai bahan bakar,
pengganti gayung, wadah minuman. Daging buah muda berwarna putih
dan lunak serta biasa disajikan sebagai es kelapa muda atau es degan.
Cairan ini mengandung beraneka enzim dan memiliki khasiat penetral
racun dan efek penyegar/penenang. Daging buah tua kelapa berwarna
putih dan mengeras sarinya diperas dan cairannya dinamakan santan.
Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta menjadi
komoditi perdagangan bernilai, disebut kopra. Kopra adalah bahan baku
pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Cairan buah tua kelapa
biasanya tidak menjadi bahan minuman penyegar dan merupakan limbah
industri kopra. Namun demikian dapat dimanfaatkan lagi untuk dibuat
menjadi bahan semacam jelly yang disebut nata de coco dan merupakan
bahan campuran minuman penyegar (Wahyudi, 2003).
10
Kelapa selain bermanfaat sebagai kuliner dan berbagai kerajinan, juga
dapat dimanfaatkan dalam bidang pengobatan. Kelapa dalam pengobatan
tradisional telah digunakan untuk mengobati berbagai masalah kesehatan
seperti abses, asma, demam, flu, sakit pra menstruasi, konstipasi, luka
bakar malnutrisi dan sebagainya. Pada pengobatan modern kelapa juga
telah dimanfaatkan diantaranya:
- Memberikan sumber energi
- Membantu mengurangi osteoporosis
- Mengurangi inflamasi
- Membantu memberikan perlindungan penyakit periodontal dan
kebusukan gigi
- Membantu melindungi kulit dari kerutan wajah
- Diaplikasikan secara topical sebagai kimia barrier pada kulit untuk
mencegah infeksi
Salah satu bagian kelapa yaitu air kelapa diketahui memiliki manfaat
untuk pengobatan diare dan minuman penambah energi untuk orang yang
sakit dan orang tua. Selain itu dalam bidang biomaterial air kelapa
dimanfaatkan untuk menghasilkan selulosa bakteri (bacterial cellulose)
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum.
Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein, lemak, gula,
berbagai vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Kandungan gula
maksimal, yaitu 3 gram per 100 ml air kelapa, tercapai pada bulan keenam
umur buah, kemudian menurun dengan semakin tuanya kelapa. Jenis gula
yang terkandung adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Gula-gula
11
inilah yang menyebabkan air kelapa muda terasa lebih manis dibandingkan
air kelapa tua. Kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap,
sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi air kelapa antara
lain karbohidrat (sukrosa, glukosa, fruktosa dan sorbitol) mineral (K, Na,
Mg, P, Cl, Fe dan Cu), protein (asamasam amino essencial) dan vitamin
B dan C. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan
varietasnya. Berikut adalah komposisi gizi air kelapa (Wahyudi, 2003).
Tabel 1. Komposisi nutrisi air kelapa
Komposisi nutrisi air kelapa % Air 95.5
Nitrogen 0.05
Asam fosfat 0.56 Potasium 0.25 Kalsium oksida 0.69
Magnesium oksida 0.59
mg/100g
Besi 0.5 Total padatan 4.71
Gula pereduksi 0.80
Gula total 2.08
Abu 0.62 Sumber : Pandalai, K. M. (1958). Coconut water and its uses. Coconut Bull. 12, No. 5, 167-173.
Air kelapa dapat dimanfaatkan untuk pembuatan nata de coco atau
pelikel selulosa bakteri, yaitu jenis makanan berbentuk seperti gelatin yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Komposisi nata de coco
sebagian besar terdiri dari polisakarida, kemungkinan dekstrosa atau
selulosa, tetapi struktur sebenarnya belum diketahui (Wahyudi, 2003).
12
2.2 Sukrosa
Sukrosa atau sakarosa atau yang dikenal dengan sebutan gula pasir
dibuat dari gula tebu atau gula bit melalui proses penyulingan dan
kristalisasi. Sukrosa juga terdapat dalam buah, sayuran dan madu
(Almaitser, 2001). Struktur kimia dari sukrosa adalah
Gambar 2. Struktur sukrosa
Sukrosa memberikan rasa manis yang baik. Sukrosa merupakan kristal
yang tidak berwarna atau berwarna putih, berbentuk kotak-kotak, tidak
berbau, dan memiliki rasa yang manis.
Sukrosa pada pembuatan pelikel selulosa bakteri berfungsi sebagai
media yang membantu pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.
Penggunaan sukrosa yang berwarna agak gelap menyebabkan warna
kocoklatan yang tidak disukai pada pelikel selulosa yang dihasilkan
(Collado, 1986). Oleh karena itu, pada pembuatan pelikel selulosa bakteri
sebaiknya digunakan sukrosa berwarna putih.
2.3 Amonium Sulfat
Amonium sulfat merupakan senyawa kimia dengan rumus (NH4)2SO4
yang berbentuk kristal, berwarna putih, abu-abu, kebiru-biruan atau kuning
tetapi yang paling banyak berwarna putih seperti gula pasir. Senyawa ini
mengandung nitrogen sebanyak 20,4%-21%, bersifat higroskopis dan baru
13
akan menyerap air bila kelembaban nisbi 80% pada 300C (Hardjowigono,
1987).
Menurut Considine (1984) ammonium sulfat dapat dihasilkan melalui
dua proses reaksi kimia. Pertama adalah mencampur ammonia dengan
asam sulfat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 ammonia asam sulfat ammonium sulfat
Kedua adalah dengan mencampur ammonium karbonat dengan
gypsum (CaSO4) sehingga terjadi reaksi sebagai berikut :
(NH4)2CO3 + CaSO4 (NH4)2SO4 + CaCO3 ammonium karbonat kalsium sulfat ammonium sulfat kalsium karbonat
Ammonium sulfat merupakan sumber nitrogen bagi tanaman yang
paling banyak digunakan di Indonesia sebagai pupuk. Amonium sulfat
dapat pula digunakan sebagai sumber nitrogen untuk membantu
pertumbuhan Acetobacter xylinum pada proses pembuatan pelikel selulosa
bakteri (Steinkraus et al, 1983).
2.4 Selulosa Bakteri
Selulosa merupakan biopolimer terbesar, yang diketahui sebagai
komponen utama biomassa tanaman, dan juga diwakili oleh polimer
ektraseluler mikrobial. Selulosa bakteri termasuk produk spesifik dari
metabolisme primer yang sebagian besar sebagai lapisan pelindung
sedangkan selulosa tanaman sebagai pembentuk struktur tumbuhan.
Selulosa yang disintesis oleh bakteri termasuk dalam genus
Acetobacter, Rhizobium, Agrobacterium dan Sarcina. Bakteri yang paling
14
banyak menghasilkan selulosa adalah bakteri Gram negatif, bakteri asam
asetat dan Acetobacter xylinum. diantara berbagai jenis bakteri tersebut A.
xylinum adalah jenis bakteri yang paling banyak digunakan sebagai model
untuk studi megenai selulosa. Studi biasanya difokuskan pada mekanisme
sintesis biopolimer, strukturnya dan karakteristiknya.
Karakteristik penting dari selulosa bakteri adalah kemurniannya. Hal
ini yang membedakan dengan selulosa dari tumbuhan, dimana selulosa
tumbuhan mengandung hemiselulosa dan lignin yang sangat sulit untuk
dihilangkan. Karakteristik dari selulosa bakteri yang unik, banyak
diaplikasikan secara luas pada industri kertas, tekstil makanan dan sebagai
biomaterial untuk kosmetik dan alat kesehatan.
2.4.1 Struktur selulosa bakteri (Bielecki, et al, 2005)
Selulosa bakteri adalah polimer tidak bercabang, yang dihubungkan
dengan -1,4 glukosida. Penelitian selulosa bakteri menunjukkan bahwa
secara kimia identik dengan selulosa tanaman, tetapi secara struktur
makromolekular karakteristiknya berbeda dengan selulosa tanaman.
Gambar 3. Struktur kimia selulosa
Rangkaian struktur selulosa bakteri dimulai dengan terbentuknya
subfibril (berupa benang), dengan lebar sekitar 1,5 nm. Subfiril ini
kemudian terkristalisasi menjadi mikrofibril (Jonas, et al, 1998).
15
Membentuk suatu bundles dan akhirnya terbentuk seperti pita (ribbon).
Berikut adalah gambar struktur dari selulosa bakteri (Bielecki, et al, 2005).
(a) (b) Gambar 4. Perbedaan struktur antara selulosa bakteri dengan tumbuhan
Keterangan : (a). selulosa tumbuhan (b). selulosa bakteri
Selulosa bakteri juga berbeda dengan selulosa tumbuhan dari segi
index kristalinnya dan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa
baktei dapat mencapai 2000 dan 6000 dan dalam suatu kasus dapat
mencapai 16000 atau 20000, sedangkan selulosa tumbuhan memiliki rata-
rata derajat polimerisasi 13000 sampai 14000 (Bielecki, et al., 2005).
Beberapa kelebihan dari selulosa bakteri adalah memiliki struktur yang
teratur, tidak mengandung lignin dan hemiselulosa, memiliki serat yang
panjang (lebih kuat), dapat ditumbuhkan pada berbagai wadah. Sedangkan
beberapa kelemahan bakteri selulosa untuk pengembangan komersil
adalah, biaya cukup tinggi dibandingkan selulosa tumbuhan karena harga
yang mahal subtrat yang digunakan (gula), hasil akhir yang sedikit,
keterbatasan kapasitas untuk produksi dalam skala besar.
2.4.2 Aplikasi selulosa bakteri
Selulosa bakteri diketahui merupakan polisakarida yang aman
sehingga banyak digunakan dalam bebagai bidang. Aplikasi dari selulosa
bakteri karena karakteristiknya yang unik, seperti selulosa yang dihasilkan
16
murni, elastik, mampu mempertahankan air, dan memiliki kristalin index
yang tinggi. Berikut beberapa aplikasi dari selulosa bakteri adalah :
a. Aplikasi teknik
Dibandingkan dengan selulosa tanaman, selulosa bakteri memiliki
kekuatan tarik (Tensile strength) yang lebih tinggi, sehingga selulosa
bakteri merupakan komponen yang baik untuk kertas karena memiliki
karakteristik mekanik yang baik. Selulosa bakteri untuk diaplikasikan
sebagai kertas akan memberikan elastisitas, permeabel terhadap udara,
tahan terhadap air dan tekanan berat dan mampu mengikat air (Iguch,
2000).
Selulosa bakteri juga digunakan sebagai pelindung permukaan untuk
beberapa kertas. Coating terhadap kertas akan memberikan karakteristik
seperti permukaan yang mengkilap, cerah, halus, memiliki porositas, daya
penerimaan terhadap tinta dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Selain
itu penambahan selulosa bakteri pada kertas akan meningkatkan masa
simpan kertas.
Selulosa bakteri juga merupakan komponen yang berharga pada kertas,
karena meningkatkan ketahanan terhadap panas dan tidak mudah terbakar.
Penggunaan selulosa bakteri dapat mengurangi bahan tambahan pada
pembuatan kertas tanpa menimbulkan efek pada karakteristik kertas.
b. Aplikasi dalam bidang medik
Aplikasi seluosa bateri dalam bidang medik didasarkan atas keunikan
struktur dan karakteristik mekaniknya seperti mampu menahan air, dan
bersifat biokompatibel. Hasil studi pada tikus menunjukkan bahwa
17
selulosa bakteri terintegrasi dengan baik pada host-nya dan tidak
menimbulkan reaksi inflamasi sehingga potensial dikembangkan sebagai
scaffold (Suwannapinunt, 2007).
Selulosa bakteri mempunyai sifat-sifat seperti berpori, elastis, mudah
untuk disimpan, mampu mengabsorbsi, memiliki kelembapan dapat
diaplikasikan untuk pembalut luka. Dengan kelebihannya tersebut dapat
mempercepat proses penyembuhan luka dan melindungi luka dari infeksi
sekunder. Gambar berikut adalah aplikasi selulosa bakteri sebagai
pembalut luka.
Gambar 5. Pelikel bakteri sebagai pembalut luka
BioFill diperoleh dari produk selulosa mikroba yang telah digunakan
sebagai pengobatan beberapa luka bakar, grafting kulit, dan ulser kulit
kronik. Pengobatan dengan menggunakan BioFill menutupi rasa sakit,
dan mempunyai keuntungan adhesi yang baik, barrier yang efektif untuk
infeksi, penyembuhan cepat, retensi cairan yang baik (air dan elektrolit),
biaya murah, dan waktu penyembuhan pendek dibandingkan secara
normal. Produk lainnya yaitu Gengiflex, diaplikasikan untuk proses
penyembuhan dalam kasus periodontal.
Aplikasi lainnya dalam bidang medis adalah sebagai membran
tambahan untuk melindungi glukosa oksidase termobilisasi dalam
biosensor yang digunakan untuk uji kadar gula darah. Sifat selulosa
18
bakteri yang elastis, permeabel terhadap udara dan cairan, memiliki
kekuatan tarik yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk aplikasi tersebut
(Bielecki, 2005).
c. Aplikasi dalam bidang makanan
selulosa bakteri memiliki kemurnian secara kimia dan tidak
menimbulkan reaksi metabolit sehingga banyak diaplikasikan sebagai
stabilizer dalam makanan, emulsifier pada minuman dan sup, dan
modifikasi tekstur dan meningkatkan serat makanan. Aplikasi pertama kali
dalam bidang makanan adalah dihasilkannya nata de coco komersial.
Konsumsi nata diyakini dapat melindungi dari kanker usus, atherosklerosis
dan thrombosis pada jantung dan mencegah peningkatan glukosa pada
urin.
Salah satu produk makanan popular yang mengandung selulosa bakteri
adalah kombucha dari Cina. Makanan ini diperoleh dengan cara
menumbuhkan kapang dan bakteri asam asetat pada teh dan ekstrak gula.
Pelikel akan terbentuk pada permukaan dimana banyak mengandung
selulosa dan enzim yang baik untuk kesehatan. Aktivitas abiotiknya adalah
memperluas permukaan usus besar dan saluran pencernaan, selain itu
kombucha diyakini dapat melindungi terhadap kanker (Iguchi, 2000).
Aplikasi lainnya adalah untuk filtrasi pada pembuatan anggur dan bir.
Pada industri kue, selulosa bakteri dimanfaatkan untuk memperpanjang
umur simpan kue karena sifatnya yang tidak berbau, tidak berasa dan
banyak mengandung serat.
19
d. Aplikasi lainnya (Bielecki, 2005)
Besarnya luas permukaan, daya tahan yang tinggi dan memiliki daya
absorpsi yang tinggi dapat digunakan dalam modifikasi proses kimia
maupun fisika, seperti selulosa bakteri dapat dimanfaatkan imobilisasi
biokatalis. Gel selulosa yang mengandung sel hewan imobilisasi
digunakan untuk produksi interferon, interleukin dan antibodi monoklonal.
Selulosa bakteri juga dimanfaatkan sebagai absorpsi sel Gluconobacter
oxydans, Acetobacter methanolyticus, Saccharomyces cerevisiae.
Imobilisasi strain bakteri ini efektif untuk produksi glukonat, dihidroksi
aseton dan etanol. Selulosa bakteri murni dapat dimanfaatkan sebagai
bahan mentah sintesis selulosa asetat, nitroselulosa, CM-selulosa,
hidroksimetilselulosa, metilselulosa dan hidroksiselulosa. Tabel berikut
menunjukkan beberapa aplikasi selulosa bakteri pada beberapa bidang.
Tabel 2. Aplikasi selulosa bakteri pada berbagai bidang
Sektor Aplikasi Kosmetik Penstabil dan pengemulsi pada krim,
tonik dan pelembab kuku, sebagai bahan pengkilap dan sebagai bahan kuku buatan
Industri tekstil Bahan kulit buatan dan tekstil, Bahan pengabsorsi
Olahraga Untuk baju olahraga, tenda, dan perlengkapan kemah
Pertambangan danpengolahan limbah
Untuk pengambilan batu karang, Absorbsi senyawa toksik, Daur ulang mineral dan minyak
Pemurnian Untuk pemurnian air dan pemurnian udara kota
Broadcasting Produksi diafragma untuk mikrofon dan headphone
Kehutanan Multilapis untuk plywood Industri kertas Pembuatan kertas, dokumen menjadi
tahan lama, pembuatan popok dan serbet dari kertas
20
Industri mesin Untuk badan mobil, elemen pesawat, penutup retakan pada pelindung roket,
Laboratorium/penelitian Imobilisasi protein, kromatografi dan komponen media untuk kultur jaringan
Kesehatan Kulit buatan sementara untuk terapi luka bakar, dan penyakit periodontal
2.4.3 Sumber selulosa
1. Kayu
Kayu digunakan secara luas sebagai bahan selulosa. Komponen kimia
dari kayu berbeda antar spesies dan juga dengan bagian tanaman, tetapi
sebagian besar mengandung 40 - 50% selulosa, 20 - 30% lignin, dan 10 -
30% hemiselulosa dan polisakarida lainnya. Komponen lain juga
ditemukan dalam jumlah yang kecil, seperti resin, gums, protein, dan
mineral. Sebagai sumber serat selulosa, kayu merupakan bahan baku
utama untuk menghasilkan pulp di mana dapat diproses untuk pembuatan
kertas dan turunan selulosa seperti rayon, nitroselulosa, CMC, dan lainnya.
2. Serat bibit
Seluruh tanaman kapas juga terdiri dari bahan-bahan selulosa dan
dapat dimanfaatkan sebagai pulp. Serat kapuk juga merupakan bahan
selulosa yang mengandung 55 - 65% selulosa tetapi tidak digunakan
sebagai sumber selulosa untuk pulp. Bahan ini biasanya digunakan untuk
bahan pengisi.
3. Serat bast
Serat yang paling penting dalam kelompok ini meliputi serat rami dan
goni. Tanaman rami adalah sumber dari industri tekstil linen yang terdiri
dari 80 - 90% selulosa. Serat rami juga digunakan sebagai sumber pulp
kertas untuk memproduksi kertas rokok dan tujuan khusus lainnya.
21
Serat goni juga mengandung selulosa yang tinggi. Goni biasanya
digunakan untuk tali dan karung. Tanaman yang menghasilkan goni antara
lain dikenal dengan nama kenaf (Hibiscus cannabinus) dan roselle
(Hibiscus sabdariffa) . Kenaf dan roselle mengandung 70 - 90% selulosa
yang sesuai untuk memproduksi pulp dan kertas untuk kebutuhan khusus.
4. Serat daun
Ada banyak jumlah serat daun tetapi kegunaannya sangat terbatas.
Beberapa di antaranya digunakan untuk tali-temali, tekstil, dan kertas.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain rami abaca dan manila,
pisang, nanas, dan lainnya.
5. Selulosa non- tanaman
Selulosa juga ditemukan dalam mineral dari sumber tanaman, seperti
fossil kayu, dan beberapa tipe batu bara muda.
2.4.4 Pelikel selulosa bakteri
Studi pertama tentang formasi dari selulosa dalam bakteri dilaporkan
oleh Adrian Brown pada tahun 1886. Dalam eksperimen diketahui bahwa
Acetobacter xylinum adalah organisme yang bertanggung jawab untuk
membentuk lapisan selulosa.
Pelikel selulosa bakteri dibuat menggunakan Acetobacter xylinum dan
menghasilkan selulosa yang murni tanpa ada lignin. Acetobacter xylinum
mensintesis benang-benang ekstraselular hingga membentuk membran
selulosa hidrofilik yang dikenal sebagai pelikel. Pelikel selulosa bakteri
mempunyai kandungan air 90 - 95% dari bobot total. Pelikel selulosa
22
bakteri yang dibuat dengan kultur statik mengandung 1% selulosa dari
bobot kering (Brown, 1961).
Kekuatan mekanik yang baik dari pelikel selulosa bakteri dihasilkan
dari ikatan hidrogen intermolekular yang ekstensif. Hal ini diinvestigasi
pertama kali oleh Yamanaka (1989). Sumber karbon yang biasa digunakan
oleh Acetobacter xylinum untuk memproduksi pelikel selulosa bakteri
adalah dekstrosa, glukosa, sukrosa, fruktosa, gula invert (Embuscado,
1994).
Ide untuk memodifikasi selulosa sejak disintesis dideskripsikan oleh
Brown, Acetobacter xylinum tidak hanya menjadi faktor penting dalam
elusidasi sintesis selulosa tetapi juga dalam fermentasi asam cuka. Produk
pelikel selulosa bakteri secara lambat ditegaskan sebagai biopolimer
industri yang penting untuk berbagai aplikasi mulai dari makanan sampai
material bahan yang mempunyai kekuatan besar (Brown, 1961).
2.4.5 Pembuatan pelikel selulosa bakteri
Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi produksi pelikel
selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum yaitu komponen dari fermentasi
dan kondisi operasional. Komponen dari fermentasi meliputi strain atau
tipe organisme yang digunakan, komposisi media, sumber karbon, dan
sumber nitrogen. Kondisi operasional yang mempengaruhi antara lain pH,
oksigen, temperatur, konsentrasi relatif dari substrat dan tipe metode kultur
yang digunakan.
Menurut Departemen Riset dan Teknologi (2008), ada lima tahap
pembuatan pelikel selulosa bakteri yaitu : Pemeliharaan, biakan murni
23
Acetobacter xylinum meliputi (1) Proses penyimpanan sehingga dalam
jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan hidup) bakteri tetap
dapat dipertahankan;dan (2) Penyegaran kembali bakteri yang telah
disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan bakteri dapat
dipersiapkan sebagai inokulum fermentasi. Penyimpanan, A. xylinum
biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari media Hassid dan
Barker yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut : glukosa,
ekstrak khamir, K2HPO4, (NH4)2SO4, MGSO4, agar, dan air kelapa. Pada
agar miring dengan suhu penyimpanan 4 - 70C, bakteri ini disimpan
selama 3 - 4 minggu. Penyegaran, setiap 3 atau 4 minggu, biakan A.
xylinum harus dipindahkan kembali pada agar miring baru. Setelah 3 kali
penyegaran, kemurnian biakan harus diuji dengan melakukan isolasi
biakan pada agar cawan. Adanya koloni asing pada permukaan cawan
menunjukkan bahwa kontaminasi telah terjadi. Biakan pada agar miring
yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan dimurnikan kembali
sebelum disegarkan. Pembuatan Starter, Starter adalah populasi bakteri
dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media
fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi
segera terjadi. Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi
dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan tumbuh bakteri
membentuk lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut nata atau
pelikel. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga
ketebalannya dapat mencapai 1,5 cm. Di anjurkan volume starter tidak
kurang dari 5 % volume media yang akan difermentasi menjadi pelikel
24
selulosa. Fermentasi, fermentasi dilakukan pada media cair yang telah
diinokulasi dengan starter. Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob
(membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan
media. Fermentasi dilangsungkan sampai pelikel yang terbentuk cukup
tebal (1 - 1,5 cm).
2.5 Acetobacter xylinum (A. xylinum) 2.5.1 Deskripsi A. xylinum
A. xylinum adalah bakteri Gram negatif yang dapat memproduksi
selulosa dan asam asetat dengan bantuan udara selama pertumbuhannya
dan melepaskannya ke lingkungan. Selulosa yang dihasilkan dikenal
dengan selulosa bakteri. Selulosa yang dihasilkan murni dan dihasilkan
secara ekstraseluler yang akan membentuk kumpulan fibril dan kemudian
dibentuk menjadi satu kesatuan selulosa yang padat yang disebut dengan
pelikel atau yang lebih dikenal dengan nata (Suwannapinunt, 2007).
Sintesa polisakarida oleh bakteri sangat dipengaruhi oleh tersedianya
nutrisi dan ion-ion tertentu yang dapat mengkatalisasi aktivitas bakteri.
Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam subtrat dapat meningkatkan
jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion bivalen seperti
Mg2+ dan Ca2+ diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ektraselluler.
Aktivitas pembentukan pelikel (nata) hanya terjadi pada kisaran pH antara
3,5 - 7,5. Sedangkan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu
yang memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar
antara 28 - 320C (Multazam, 2009).
25
A. xylinum mempunyai aktivitas oksidasi lanjutan atau over oxidizer,
yaitu mampu mengoksidasi lebih lanjut asam asetat menjadi CO2 dan H2O.
Bakteri pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter mempunyai ciri-
ciri antara lain : Obligat aerobik, bersifat non motil dan tidak membentuk
spora, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat, termal death point
pada suhu 65 - 70 o C.
Berikut adalah klasifikasi dari Acetobacter xylinum :
Kingdom : Bakteria
Filum : Proteobakteria
Kelas : Alphaproteobakteria
Order : Rhodospirillales
Family : Acetobacteraceae
Genus : Acetobacter
Subspecies : xylinum
Gambar 6. Acetobacter xylinum
2.5.2 Tingkat bahaya A. xylinum
A. xylinum dilaporkan bukan merupakan bakteri patogen bagi manusia.
Suhu pertumbuhan optimumnya jauh dibawah suhu tubuh manusia dan pH
optimum pertumbuhannya jauh dibawah normal pH kulit manusia.
Sehingga tidak mungkin bakteri ini dapat ditemukan sebagai flora pada
manusia.
26
A.xylinum diketahui tidak dapat menghasilkan toksin dan infeksi yang
berbahaya bagi manusia maupun hewan. Bakteri ini tidak menghasilkan
enzim atau agen ekstraseluler lainnya yang bersifat virulen. Bakteri ini
memiliki plasmid yang berguna untuk menghasilkan enzim untuk produksi
asam asetat. Berdasarkan hal tersebut A. xylinum tidak menunjukkan
adanya faktor virulensi. Bakteri ini bukan bagian dari flora tubuh manusia
dan kulit manusia dan diduga tidak dapat bertahan dalam tubuh manusia
sehingga tidak dapat menginfeksi manusia.
2.5.3 Pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
Bakteri A. xylinum adalah bakteri gram negatif aerobik yang
mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai
pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Berikut
adalah fase pertumbuhan sel bakteri Acetobacter xylinum :
1. Fase Adaptasi
Apabila bakteri dipindahkan ke media baru maka bakteri tidak
langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini
terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum
mengalami pertumbuhan. Adapatasi dicapai pada 0 - 24 jam sejak
inokulasi.
2. Fase Pertumbuhan Awal
Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan
kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja.
3. Fase Pertumbuhan Eksponensial
27
Fase eksponensial dicapai antara 1 - 5 hari. Pada fase ini bakteri
mengeluarkan enzim ekstraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk
menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matriks nata).
4. Fase Pertumbuhan Lambat
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi bakteri telah
berkurang, terdapat metabolik yang bersifat racun yang menghambat
pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan
tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak
dibandingkan jumlah sel yang mati.
5. Fase Pertumbuhan Tetap
Pada fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang
tumbuh dan yang mati. Matriks nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.
6. Fase Menuju Kematian
Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi di dalam media sudah
hampir habis. Setelah nutisi habis, maka bakteri akan mengalami fase
kematian.
7. Fase Kematian Sel
Pada fase ini bakteri dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil
fase ini tidak baik untuk strain nata.
2.6 Hidrogel
Suatu polimer atau kopolimer ikatan silang (crosslinking) yang
memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah cairan (swelling)
sehingga mencapai kesetimbangan dikenal sebagai xerogel. Bilamana
28
digunakan air sebagai bahan swelling maka hasilnya disebut hidrogel
(Huglin, 1986).
Hidrogel adalah bahan polimer hidrofilik yang mempunyai
kemampuan untuk mengembang di air atau cairan biologi dan
menunjukkan fraksi air yang berarti pada strukturnya, tetapi matriks
tersebut tidak larut dalam air. Ketika mengembang di air, hidrogel tetap
mempertahankan bentuk asalnya. Sifat hidrofilik dari hidrogel ini
dipengaruhi oleh adanya gugus-gugus OH, -COOH, -CONH2, dan
SO3H. Sedang sifat ketidaklarutannya dalam air dan kemampuannya
mempertahankan bentuk dipengaruhi oleh struktur tiga dimensi dari
hidrogel. Kemampuan dari hidrogel untuk mengembang di air adalah
kesetimbangan antara kekuatan disperse pada rantai hidrat dengan
kekuatan kohesi yang tidak mencegah penetrasi air ke dalam hidrogel.
Selain itu, derajat dan sifat ikatan silang serta kekristalan dari polimer
turut menentukan sifat mengembang dari hidrogel (Kroschwitz, 1992).
Hidrogel pertama kali diperkenalkan sebagai biomaterial adalah
polihidroksi metakrilat (PHEMA) yang digunakan untuk lensa kontak.
Sejak itu pengembangan hidrogel yang digunakan sebagai biomaterial
semakin menarik perhatian para peneliti karena hidrogel mempunyai
biokompatibilitas yang baik bila kontak dengan darah, cairan tubuh, dan
jaringan hidup. Biokompatibilitas dari hidrogel ditunjukan dengan
kemampuannya menstimulasi jaringan, karena mempunyai sifat
permukaan khusus. Tegangan antar mukanya rendah dan permeabilitasnya
29
yang tinggi, lunak dan elastis menjadikan hidrogel suatu biomaterial yang
baik (Ramarajaj, 1994).
Hidrogel merupakan bahan yang dapat mengabsorbsi dan menahan air
dalam jumlah besar, tapi tidak larut dalam air. Umumnya hidrogel dibuat
dari polimer hidrofilik baik dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
polimer lainnya dengan teknik kimia atau radiasi sehingga membentuk
ikatan silang (crosslinking). Polimer yang digunakan dapat berupa polimer
sintetis seperti PVP (polivinil pirolidon) dan PVA (polivinil alkohol) atau
polimer alam.
Tujuan utama pengembangan hidrogel sebagai bahan biomaterial
adalah untuk perbaikan kesehatan manusia melalui penggunaan
biomaterial tersebut sebagai alat kedokteran (Darwis, 1995). Biomaterial
adalah material yang digunakan untuk menggantikan/memperbaiki
kerusakan jaringan atau sebagai interface dengan lingkungan fisiologis.
Biomaterial dapat berupa bahan alam seperti kolagen, serat protein (silk,
wool, dan rambut), polisakarida (starch, selulosa dan kitosan) atau bahan
sintetis seperti polimer, metal dan keramik (Rosiak, et al., dkk, 1999).
2.6.1 Sintesis hidrogel
Secara umum ada dua metode umum yang dapat digunakan untuk
membuat hidrogel yaitu teknik konvensional dan teknik radiasi. Pada
metode pertama, hidrogel dibuat melalui polimerisasi dan pembentukan
ikatan silang (crosslinking) monomer hidrofilik dengan bantuan agensia
pengikatan silang bi- atau multifungsi (bi-or multifunctional crosslinking
agent) atau melalui pembentukan ikatan silang polimer larut dalam air
30
menggunakan reaksi organik khusus yang melibatkan gugus fungsi
polimer tersebut.
Pada metode radiasi, hidrogel dapat dibuat melalui polimerisasi dan
pembentukan ikatan silang dari monomer atau polimer larut dalam air
dengan menggunakan sinar gamma atau elektron cepat. Dengan teknik ini
tidak diperlukan adanya inisiator kimia atau agensia pengikatan silang,
proses lebih mudah dan sekaligus dapat digunakan untuk mensterilkan
produk (Chapiro, et al, 1995). Pemakaian radiasi ionisasi untuk membuat
hidrogel didasarkan pada reaksi pembentukan ikatan silang. Dua jenis
radiasi ionisasi yang banyak digunakan untuk pembuatan hidrogel adalah
sinar gamma yang berasal dari sumber radioisotop cobalt-60 dan elektron
cepat yang dihasilkan oleh akselerator elektron. Dengan teknik radiasi ini,
hidrogel dapat dibuat dengan meradiasi monomer atau polimer baik dalam
bentuk larutan dalam air atau dalam bentuk padat. Namun demikian,
pembentukan ikatan silang memerlukan dosis yang lebih tinggi pada
iradiasi dalam bentuk padat.
Reaksi pembentukan ikatan silang polimer dalam larutan air akibat
iradiasi sinar gamma atau elektron cepat dapat terjadi melalui dua cara
yaitu efek langsung (direct effect) dan efek tidak langsung (indirect effect).
Efek langsung terjadi bila suatu polimer diradiasi dalam kondisi bulk
(padat). Jika suatu larutan polimer diradiasi maka akan terjadi efek
langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung terjadi akibat dari
interaksi antara molekul polimer dengan energi radiasi sehingga
menghasilkan radikal polimer. Efek tidak langsung terjadi melalui reaksi
31
antara molekul air dan radiasi gamma (radiolisis) menghasilkan spesies-
spesies seperti OH, H3O+ H, H2,H+, H2O2. Diantara spesies ini yang paling
realtif adalah radikal hidroksil (OH). Radikal selanjutnya akan bereaksi
dengan molekul polimer membentuk radikal polimer. Radikal polimer
yang terbentuk akan bereaksi satu dengan yang lainnya membentuk ikatan
silang (crosslinking) (Darmawan, 2000).
Secara garis besar, mekanisme terjadinya ikatan silang (crosslinking)
pada radiasi polimer dengan adanya air adalah sebagai berikut (Darmawan,
1999).
PH (polimer) PH*, PH+ + e- (exitaded dan ionitated
state)
Rekombinasi
PH+ + e- PH*
Penguraian (dekomposisi)
PH* Po + H
Radiolisis air
H2O H3O+ aq, OH0, e- aq, H, H2O2, H2
Pemisahan hidrogen
PH + OH0 P0 + H2O
Rekombinasi radikal polimer
P0 + P0 P P (crosslinking polimer)
Secara skematis mekanisme pembentukan ikatan silang suatu larutan
polimer
a. Ikatan silang langsung (direct crosslinking)
32
Pembentukan radikal polimer
P P (radikal polimer)
Rekombinasi polimer radikal
P + P P P (ikatan silang)
P adalah molekul polimer
b. Ikatan silang tidak langsung (indirect crosslinking)
Radiolisis air
H2O H+, OH, e- aq H3O+, H2O2
Abstraksi atom hidrogen
P + OH P + H2O
Rekombinasi radikal polimer
P + P P P (ikatan silang)
2.6.2 Sifat fisika kimia hidrogel
a. Daya serap air (water absorption)
Jika hidrogel kering mulai menyerap air, molekul air akan menghidrasi
gugus yang paling polar, gugus hidrofilik, gugus hidrofilik, gugus ionik
dan gugus yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Selanjutnya rantai
dalam hidrogel mulai mengembang, gugus hidrofilik mulai terkena
molekul air dan berinteraksi melalui interaksi hidrofilik membentuk sistem
dengan entropi yang relatif rendah melapisi gugus hidrofobik. Jika
interaksi antara air dan hidrogel lebih jenuh, jaringan hidrogel akan
menghambat air dan membentuk keadaan keseimbangan. Air ini disebut
air bebas (free water) yang mengisi pori-pori hidrogel. Proses
pengembangan hidrogel berlangsung kontinyu disebabkan oleh adanya
33
tekanan osmosis. Keadaan keseimbangan hidrogel disebut sebagai kondisi
swelling. Untuk menguji jumlah air yang terserap (daya serap air) pada
hidrogel dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Erizal, 1999):
Daya serap air = (Wa-Wb)/Wb x 100%
Keterangan :
Wa = bobot hidrogel setelah pengembangan
Wb = bobot awal hidrogel
b. Sifat biologis hidrogel
Hidrogel dapat dibedakan menjadi hidrogel alami dan hidrogel
sintetik. Hidrogel yang terbentuk secara alami umumnya berasal dari
proses biologis baik terjadi di dalam tanaman maupun hewan misalnya :
agar, gel lidah buaya, dextran, gelatin, dan alginat. Sedangkan hidrogel
sintetik terbentuk berdasarkan reaksi kimia atau fisika.
Ditinjau dari sifat biologisnya hidrogel yang diperoleh dari hasil
sintetik maupun yang diperoleh dari alam dapat bersifat biodegradable
(mudah terdegradasi), non-biodegradable (sukar terdegradasi) dan
bioerodible. Hidrogel biodegradable umumnya berasal dari senyawa-
senyawa alami, misalnya asam amino dan derivatnya yang mudah
terdegradasi oleh enzim. Sedangkan hidrogel non-biodegradable terbentuk
dari senyawa-senyawa sintetik (Erizal, 1999).
c. Sifat permukaan hidrogel
Berdasarkan sifat fisika-kimia hidrogel, permukaan hidrogel
mempunyai beberapa sifat yang khas untuk setiap jenis hidrogel. Pada
aplikasinya diperlukan suatu kondisi standar sifat permukaan hidrogel.
34
Sifat permukaan hidrogel dipengaruhi oleh sifat komponen utamanya yang
terdiri atas gugus hidrofilik dan hidrofobik.
Jika hidrofilisitas relatif dominan dalam hidrogel, maka hidrogel
dengan mudah dibasahi oleh air (sudut kontak=0), sukar dibasahi oleh
cairan non polar dan relatif sukar mengabsorpsi protein. Pada hidrogel
yang sifat permukaannya relatif hidrofob sukar dibasahi oleh air dan
mudah dibasahi oleh minyak. Sedangkan pada hidrogel yang terdiri dari
gugus hidrofilik dan hidrofobik yang terdistribusi secara heterogen, maka
permukaan hidrogel dapat dibasahi oleh air maupun minyak (Rosiak JM,
1995).
d. Fraksi gel
Fraksi gel merupakan sifat kimia yang terdapat pada hidrogel. Derajat
ikatan silang hidrogel dapat diketahui oleh adanya fraksi gel dalam
struktur hidrogel tersebut. Semakin besar fraksi gel berarti semakin banyak
ikatan silang yang terjadi antar rantai molekul polimer sehingga kekuatan
mekanik semakin besar. Fraksi gel ini juga secara tidak langsung
mencerminkan besar-kecilnya tingkat kerapatan ikatan silang yang terjadi
antar polimer. Fraksi gel dapat diukur dengan cara mengekstraksi hidrogel
menggunakan pelarut air pada suhu 90 - 1100C. Fraksi gel dapat dihitung
dengan persamaan berikut (Erizal, 1999) :
Fraksi gel (%) = (W1/W0) x 100%
Keterangan ;
W1 = bobot kering hidrogel setelah perendaman
W0 = bobot awal hidrogel sebelum perendaman
35
2.7 Masker (Dwikarya, M, 2002)
Masker adalah salah satu pembersih kulit wajah yang efektif. Selain itu
masker juga bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah,
merangsang kembali kegiatan sel-sel kulit dan mengangkat sel-sel tanduk
yang telah mati. Hal ini disebabkan karena pada saat pemakaian masker,
kulit muka tertutup secara sempurna oleh masker dan menyebabkan suhu
kulit meningkat sehingga peredaran darah menjadi lancar dan
penghantaran zat-zat gizi ke lapisan permukaan kulit dipercepat sehingga
kulit muka terlihat lebih segar. Adanya peningkatan suhu menyebabkan
fungsi kelenjar kulit meningkat sehingga kotoran dan sisa-sisa
metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit yang kemudian dapat diserap
oleh lapisan masker.
2.7.1 Jenis-jenis masker
1. Masker gel, membentuk lapisan kulit tipis saat mengering. Masker gel
sangat ideal untuk kulit wajah usia belasan tahun sampai dua puluh
tahun.
2. Masker peel off, langsung membentuk lapisan begitu terpasang di
seluruh wajah. Masker ini menambah kelembaban kulit untuk
sementara.
3. Masker lumpur, masker dari lumpur ini dapat digunakan untuk
membersihkan kulit wajah secara total, karena mengandung bahan
aktif yang menyerap kotoran.
36
4. Masker exfoliate, biasanya berbentuk scrub (mengangkat sel kulit
mati, gunanya mengembalikan vitalitas kulit yang pudar dan kusam.
5. Masker sulfur, masker yang berbahan dari belerang ini, ideal untuk
kulit yang banyak noda flek, dan berjerawat.
6. Masker hidrating, masker ini banyak mengandung air dan digunakan
untuk mengatasi kulit-kulit yang kering dan halus.
7. Masker topeng (facial mask), dimaksudkan untuk pengelupasan kulit,
melembabkan kulit kering, mengisi kulit kusam, menyerap minyak,
mengencangkan kulit, menyembuhkan jerawat bekas luka,
mencerahkan kulit wajah, menyegarkan.
2.7.2 Mekanisme kerja masker
Peredaran darah menjadi lebih lancar dan pengantaran zat-zat gizi ke
lapisan permukaan kulit di percepat, sehingga kulit muka terlihat lebih
segar. Karena terjadinya peningkatan suhu dan peredaran darah yang lebih
lancar, maka fungsi kelenjar kulit meningkat, kotoran dan sisa
metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit untuk kemudian diserap
oleh lapisan masker yang mengering dengan diangkatnya masker, zat-zat
tersebut turut terbuang dan kulit mengalami pembersihan secara sempurna.
Cairan yang berasal dari keringat dan sebagian cairan masker diserap oleh
lapisan tanduk, meskipun masker mengering, lapisan tanduk tetap kenyal,
bahkan sifat ini menjadi lebih baik setelah masker diangkat, terlihat
keriput kulit berkurang, sehingga kulit muka tidak saja halus tetapi juga
kencang. Setelah masker diangkat, bagian cairan yang telah diserap oleh
lapisan tanduk akan menguap akibatnya terjadi penurunan suhu kulit, yang
37
alami sehingga menyegarkan kulit. Jadi secara singkat dapat diambil
kesimpulan bahwa masker kecantikan pada kulit fungsinya ialah
menyehatkan, membersihkan, mengencangkan dan menyegarkan kulit.
2.8 Antioksidan
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal
bebas dengan melengkapi kekurangan elektrolit yang dimiliki radikal
bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan
radikal bebas yg dpt menimbulkan stres oksidatif.
Radikal bebas
Radikal bebas merupakan jenis oksigen yg memiliki tingkat reaktif yg
tinggi dan secara alami ada didalam tubuh sebagai hasil dari reaksi
biokimia tubuh. Radikal bebas juga terdapat di lingkungan sekitar kita yg
berasal dari polusi udara, asap tembakau, penguapan alkohol yg
berlebihan, bahan pengawet dan pupuk, sinar ultr violet, x-rays dan ozon.
Radikal bebas dapat merusak sel tubuh apabila tubuh kekurangan zat anti
oksidan atau saat tubuh kelebihan radikal bebas. Hal ini menyebabkan
berkembangnya sel kanker,penyakit hati, arthritis, katarak, dan penyakit
degeneratif lainnya, bahkan mempercepat proses penuaan. Radikal bebas
dapat merusak membran sel serta merusak dan merubah DNA. Merubah
zat kimia dlm tubuh dpt meningkatkan resiko terkena kanker serta
merusak dan menonaktifkan protein. Antioksidan : Vit A, Vit C, Vit E,
Karotenoid, Selenium
38
2.9 PVA (polivinil alkohol)
Gambar 7. Struktur Polivinil alkohol
PVA (polivinil alkohol) (DepKes RI, 1969, The United States
Pharmacopeia, 2007). Sinonim : Airvol, Alcotex, Celvol, Elvanol,
Gelvanol, Lemol, Mowiol, Polyviol, PVA, Vinyl alcohol, polimer. Nama
Kimia: Ethenol, homopolimer. Rumus Molekul : (C2H4O)n. Pemerian :
Serbuk putih. Kelarutan: Larut dalam air panas maupun air dingin,
kelarutannya dalam air meningkat dengan menurunnya bobot molekul,
sangat mudah larut dalam beberapa amina dan amida, praktis tidak larut
dalam senyawa alifatik, aromatic, dan hidrokarbon terklorinasi, ester,
keton, dan minyak. pH: 5,0 - 8,0 . Stabilitas : Polivinil alkohol didegradasi
lambat pada suhu 1100C dan didegradasi cepat pada 2000C, tahan terhadap
cahaya. Kegunaan : PVA dapat digunakan sebagai penyalut pada tablet,
surfaktan anionik, peningkat viskositas, dan lain-lain. Penerapannya dalam
bidang farmasi adalah untuk pemakaian topical, terkadang juga digunakan
dalam produk untuk mata karena fungsinya yang dapat meningkatkan
viskositas sehingga banyak dimanfaatkan dalam pembuatan lensa kontak.
PVA ditambahkan pada pembuatan gel yang cepat kering ketika dioleskan
pada kulit, selain itu PVA juga dapat digunakan dalam pembuatan tablet
lepas lambat, produk transdermal, dan kosmetik.
39
3.0 Asam Askorbat (vitamin C) (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995)
Gambar 8. Struktur Asam Askorbat (Vitamin C)
Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5%
C6H8O6 Rumus Molekul : C6H8O6. Nama Kimia : L-(+)-asam askorbat,
asam 1,3 keto-threo heksuronat lakton, 3-okso L-gulofuranolakton
(bentuk enol). Bobot Molekul : 176,13. Pemerian : Hablur/serbuk
putih/agak kuning, praktis tidak berbau, rasa asam tajam. Oleh pengaruh
cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap dalam keadaan kering stabil di
udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan : Mudah larut dalam air
(1:3 sampai 1:3,5), larut dalam methanol (1:10) dan dalam aceton, agak
sukar larut dalam etanol 95% P (1:25), propilenglikol (1:20), dalam
gliserol (1:100), praktis tidak larut dalam kloroform, eter, benzene, eter,
minyak, lemak, minyak tanah, pelarut lemak.
3.1 Radiasi
Teknologi radiasi (proses radiasi) merupakan bagian dari teknologi
nuklir yang berkembang cukup pesat. Beberapa proses radiasi telah
banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri bahkan produk-
produk hasil teknologi radiasi telah banyak dipasarkan. Iradiasi yang
banyak digunakan pada bidang industri adalah iradiasi ionisasi seperti
iradiasi sinar gamma dan berkas elektron. Radiasi ionisasi dapat
40
didefinisikan sebagai iradiasi yang mempunyai energi cukup tinggi (lebih
dari 50eV) yang dapat melepaskan elektron dari atom atau molekulnya
(ionisasi) dan merubahnya menjadi partikel-partikel yang bermuatan listrik
yang disebut ion. Reaksi selanjutnya dari ion dan elektron ini yang
menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang sangat reaktif yang pada
akhirnya menyebabkan reaksi kimia. Studi perubahan kimia yang terjadi
dalam suatu sistem akibat absorbsi radiasi ionisasi dikenal dengan kimia
radiasi.
Secara umum ada dua jenis radiasi ionisasi yang banyak digunakan
dalam industri (Darmawan, 2002) :
1). Radiasi elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik terdiri dari gelombang radio, gelombang
mikro, cahaya tampak, ultraviolet, sinar gamma, dan sinar X. Namun
hanya sinar X dan sinar gamma yang mempunyai panjang gelombang
rendah dan energi lebih besar dari 50eV yang mampu untuk mengionisasi
atom dan molekul.
2). Partikel berenergi tinggi
Partikel ini dihasilkan dari mesin seperti elektron dari akselerator
elektron dan H, He, Ar, dan positron dari akselerator ion beam. Namun
demikian, partikel ini dapat juga diperoleh dari radioisotop seperti beta
partikel dan alfa partikel.
3.1.1 Sumber iradiasi ionisasi
Iradiasi ionisasi dapat diperoleh melalui dua sumber yang berbeda
seperti radioisotop dan mesin. Radioisotop yang paling umum digunakan
41
secara komersil adalah Co-60 dan Cs-137. Kedua radioisotop ini
merupakan pengemisi gamma. Sumber radiasi ionisasi yang lain adalah
akselerator elektron dan mesin sinar-X dan akselerator partikel bermuatan
positif atau akselerator ion beam.
a. Radioisotop
Radioisotop yang dikenal juga dengan radioaktif isotop atau
radionuklida terjadi secara alami, namun dapat juga diproduksi secara
buatan dalam suatu reaktor nuklir. Radioisotop adalah suatu elemen tidak
stabil yang mempunyai kelebihan neutron atau proton dalam intinya dan
mengemisikan radiasi dapat berupa , , dan secara spontan akan
meluruh ke keadaan stabil. Di antara sumber iradiasi gamma, Co-60 paling
banyak digunakan dalam industri karena mempunyai energi radiasi yang
lebih tinggi (2,506 MeV) dibandingkan dengan Cs-137 (0,662 MeV).
b. Akselerator elektron
Elektron beam mempunyai daya tembus yang terbatas maka elektron
beam hanya dapat digunakan untuk produk-produk yang mempunyai
ketebalan tertentu (
42
Berdasarkan energi yang dihasilkan, akselerator elektron dapat dibagi
menjadi tiga bagian :
1). Elektron beam energi rendah (80-500 KeV)
2). Elektron beam energi sedang (500 KeV-5 MeV)
3). Elektron beam energi tinggi (5-10MeV)
Radiasi berkas elektron yang banyak digunakan untuk tujuan
sterilisasi adalah yang mempunyai energi 2 hingga 10 MeV (MBE energi
sedang hingga tinggi). Mesin berkas elektron (MBE) dengan energi 5
MeV mempunyai kemampuan penetrasi elektron sekitar 2 cm pada produk
dengan densitas 1 gr/cm3 pada satu sisi permukaan produk dan 4 cm pada
dua sisi permukaan produk. Sedangkan MBE dengan energi 10 MeV dapat
meradiasi produk dengan densitas 0,15 g/cm3 setebal 60 cm dengan teknik
radiasi dari dua sisi. MBE energi yang tinggi sehingga dapat mensterilkan
produk dalam kemasan akhir, fleksibilitas perlakuan produk dan kecepatan
dosis yang tinggi (Darmawan, 2006).
Menurut Supandi (2007), mesin berkas elektron pada umumnya terdiri
dari beberapa komponen utama, yaitu : pembangkit tegangan tinggi,
sumber elektron, pemfokus berkas elektron, pengarah berkas elektron,
tabung akselerator, sistem pemayaran, sistem vakum, dan sistem
pengendali.
43
Gambar 9. Skema mesin berkas elektron (EBM)
3.1.2 Dosis radiasi
Dosis Radiasi sangat menentukan efektivitas hasil yang diperoleh.
Dalam proses iradiasi dikenal dua macam dosis, yaitu dosis terpancar dan
dosis serap. Dosis terpancar adalah besarnya energi yang dipancarkan oleh
sumber radiasi selama proses berlangsung. Sedangkan dosis serap adalah
besarnya energi yang diserap oleh sample selama iradiasi. Biasanya jika
hanya disebutkan dosis (radiasi), maka yang dimaksud adalah dosis serap,
dengan satuan lamanya adalah rad, dan satuan standarnya adalah Gray
(Darmawan, 2002).
Rata-rata dosis yang diserap adalah dosis yang diserap per satuan
waktu, contohnya Gy/detik atau Kgy/jam. Satuan dan besaran dosis radiasi
dinyatakan melalui energi dan massa bahan, yaitu joule/kg bahan. Satuan
dosis menurut S.I dinamakan Gray dan disingkat Gy. Secara numerik 1 Gy
= 1 joule/kg bahan. Dulu satuan dosis radiasi menggunakan Rad
(Radiation Absorbed Dose).
1 Rad = 10-2 Gy
44
Tabel 3. Berdasarkan tingkat dosis radiasi, aplikasi teknik radiasi yaitu:
3.1.3 Efek radiasi pada polimer
Apabila suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer maka akan
terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer
tersebut. Secara garis besar reaksi yang terjadi dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu reaksi pembentukan ikatan silang (crosslinking) dan
reaksi pemutusan rantai polimer (degradasi) (Woods, et al, 1994).
Crosslinking suatu polimer terjadi melalui ikatan dua rantai polimer
yang berdekatan yang pada akhirnya membentuk suatu network tiga
dimensi. Crosslinking dapat mengakibatkan suatu polimer mempunyai
sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah, sifat mekanik
bertambah (Woods, et al, 1994).
Sebaliknya degradasi merupakan suatu reaksi pemutusan rantai
polimer sehingga menyebabkan berkurangnya berat molekul, viskositas,
dan menurunnya sifat mekanik.
No. Dosis rendah (0 - 1 kGy)
Dosis sedang (1 - 10 kGy)
Dosis tinggi
1 Mencegah pertunasan (0,05 - 0,15 kGy)
Menurunkan kandungan mikroba (pasteurisasi) (0,5 - 10 kGy)
Sterilisasi (10 - 50 kGy)
2 Menunda pematangan buah (0,1 - 1,15 kGy)
Membunuh bakteri patogen (3 - 10 kGy)
-
3 Membunuh serangga (0,2 - 1 kGy)
- -
4 Membunuh parasit daging (0,1 - 0,3 kGy)
- -
45
Beberapa polimer dalam larutan mengalami reaksi crosslinking dan
degradasi secara simultan jika diradiasi dengan sinar gamma atau elektron
beam. Jika ikatan silang yang terjadi lebih banyak dibandingkan dengan
pemutusan ikatan maka polimer disebut sebagai tipe crosslinking,
sebaliknya jika degradasi lebih banyak terjadi dibandingkan ikatan silang
maka polimer tersebut dikategorikan sebagai polimer bertipe degradasi
(Darmawan, 2002). Tergantung dari reaksi mana yang lebih dominan akan
menentukan sifat akhir dari polimer tersebut (Darmawan, 2002).
Reaksi ikatan silang
Gambar 10. Reaksi ikatan silang
3.1.4 Keunggulan menggunakan EBM (Woods, et al, 1994)
a. Dalam pelaksanaan iradiasi lebih cepat.
b. Pemilihan bahan pengemas menjadi lebih leluasa karena tidak harus
bahan yang tahan panas.
c. Iradiasi merupakan teknologi yang ramah lingkungan karena tidak ada
limbah proses yang dibuang ke lingkungan.
d. Teknik ini dapat dilakukan pada bahan/produk yang sudah dikemas
(kemasan akhir).
e. Iradiasi berkas elektron bukan merupakan radioisotop sehingga tidak
berbahaya.
46
f. Dapat digunakan untuk produk-produk yang tipis karena daya
tembusnya yang terbatas.
3.2 Radiofarmasi
Penggunaan radioaktif melalui aliran darah disebut radiofarmasi.
Dalam terapi ini, obat dimasukkan ke dalam sirkulasi darah. Obat itu
menggunakan molekul atom radioaktif. Atom yang membentuknya adalah
radioaktif. Radioaktif gamma dalam teknologi radiofarmasi adalah untuk
diagnosis. Ada dua sinar gamma yang digunakan untuk diagnosis. Yakni,
single photon emisien computerized tomography (emisi dari photon
tunggal yang dapat ditelusuri komputer). Yang terbaru disebut PET-
positron emission tomography (radioaktif yang memancarkan positron).
Teknologi ini digunakan agar sinar gamma yang masuk ke dalam aliran
darah bisa menembus sasaran. Setelah mencapai sasaran, dalam kurun
waktu tertentu bisa ditelusuri dengan kamera gama atau komputer.
Radiofarmasi adalah penggunaan senyawa radioaktif dalam
pengobatan penyakit. Salah satu aplikasi radiofarmasi adalah sebagai
ra