choirul djamhari (2004) - orientasi pengembangan agroindustri skala kecil dan menengah

12

Click here to load reader

Upload: edysutiarso

Post on 12-Aug-2015

105 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

Page 1: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

121

Skenario Pertumbuhan EkonomiMengawali kerja beratnya,

Pemerintah telah menetapkan sasaran-sasaran ekonomi yang diungkapkandalam indikator-indikator lajupertumbuhan berikut: Mendorong lajupertumbuhan ekonomi dari 4,5% padatahun 2003 menjadi 7,6% pada tahun2009, sehingga dalam lima tahunmendatang dapat mencapai rata-rata6,6% per tahun. Tingkat pertumbuhan ini,secara teoritik, diperlukan untukmenurunkan angka pengangguran dantingkat kemiskinan. Pengangguran akandikurangi dari 9,5% pada tahun 2003menjadi 6.7 % pada tahun 2009.Sedangkan tingkat kemiskinan ditekandari 16,6 % pada tahun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Sasaran lajupertumbuhan di atas hanya akan tercapaijika rasio investasi terhadap PDB dapatditingkatkan dari 20,5% pada tahun 2004menjadi 28.4% pada tahun 2009.

Lebih lanjut, secara konsensualdisebutkan bahwa sumber pertumbuhan

ORIENTASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SKALAKECIL DAN MENENGAH; RANGKUMAN PEMIKIRAN 2

Choirul Djamhari 1)

ekonomi umumnya mengandalkan padaaspek konsumsi, investasi dan ekspor3.Laju pertumbuhan ekonomi yang kitaalami selama tahun-tahun terkahir,trernyata lebih banyak didominasi olehpertumbuhan konsumsi yang sangatberfluktuasi. Sedangkan pertumbuhandengan meningkatkan investasimengalami hambatan karena ikliminvestasi yang belum membaik,sementara negara-negara tetanggaterutama di Asia Tenggara lebih menarikdan menjanjikan bagi investor.4 Keadaanini diperburuk oleh kondisi infrastrukturyang kurang memadai untuk menopangkebutuhan minimal pertumbuhan ekonomiyang kita butuhkan untuk menekantingkat pengangguran dan kemiskinan.

Secara sektoral, pemerintahberketetapan hati menempuhkebijaksanaan untuk mempercepatpemulihan pertumbuhan ekonomi. Yangterkait langsung dengan UMKM, dalamberbagai kesempatan5, telah dicanangkantiga butir kebijakan pokok di bidang

1 Asisten Deputi Tatalaksana Koperasi dan UKM2 Tulisan ini merupakan rangkuman pemikiran dari berbagai sumber. Muaranya adalah kehendak untuklebih mengintensifkan upaya untuk memberdayakan KUKM dalam bidang agroindustri berskala kecil.Ide ini merupakan salah satu trajectory dalam rangka mengorientasikan kegiatan usaha UKM di sentrasentra, yang sejak lama merupakan sasaran binaan Kantor Kementerian Koperasi dan UKM3 Lihat, misalnya Bjorn Hettne:” Teori Pembangunan dan Tiga Dunia” pada bab-bab tentang pertumbuhanekonomi negara berkembang.4 Liberalisasi luar biasa yang dilakukan oleh negara negara Asia untuk memikat investor digambarkan,misalnya, oleh R. Moss Kanter:” World Class; Trhriving Locally in the Glbal Economy” 1999.5 Misalnya, paparan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan pada seminar yang diselenggarakanoleh Bank Indonesia, Jakarta 23 Desember 2004 yang diuraikan berikut

Page 2: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

122

ekonomi. Pertama, adalah peningkatanlayanan jasa -keuangan khususnya untukpelaku UMKM, yang meliputi perbaikanlayanan jasa perbankan, pasar modal,multifinance, asuransi, dsb. Kebijakanpokok kedua adalah peningkataninfrastruktur layanan jasa-keuangan,berupa akses pasar, layanan penagihandan pembayaran, kemudahan investasidan menabung, serta dukungan umum ataspelaksanaan transaksi perdagangan.

Data tahun 2003 menunjukkan bahwaUMKM menyerap 99.45% tenaga kerja,tetapi hanya 58.3% dalam penciptaan nilaitambah. Akibatnya terdapat ketimpanganyang mencolok antara produktivitas pertenaga kerja antara UMKM dengan usahabesar yaitu 1:129. Jika seandainyaproduktivitas tenaga kerja dalam UMKMdapat menyamai 2% saja (dari 0.8%dewasa ini) dari produktivitas usaha besarmaka nilai PDB Indonesia akan meningkatlebih dari 50% dari PDB tahun 2003.(Bakri,2004). Peningkatan layanan jasa daninfrastruktur pendukungnya tidak akanberarti banyak tanpa upaya pembenahanmenyeluruh untuk meningkatkankemampuan entrepreneurship bagi pelakuUMKM. Maka, kebijakan pokok ketigaadalah meningkatkan kemampuan danpenguasaan aspek-aspek teknis danmanajemen usaha, pengembanganproduk dan penjualan, administrasikeuangan, dan kewirausahaan secaramenyeluruh.

Pengembangan AgroindustriPaparan skenario di atas tidak secara

spesifik menunjukkan pada segmenindustri apa prioritas pengembangan akandifokuskan. Pengembangan agroindustri

merupakan salah satu opsi yang perludipertimbangkan. Sebagai industriberbasis sumber daya, agroindustriberpotensi dapat meningkatkan cadangandevisa serta penyediaan lapangan kerja.Hal ini dinilai strategis mengingat Indone-sia merupakan satu dari sedikit negara didaerah tropis yang memiliki keragamanhayati (biodiversity) cukup besar. Untuksektor perkebunan saja tidak kurang dari145 komoditi yang tercatat sebagaikomoditi binaan, sementara yang memilikinilai ekonomis dapat diandalkan barusekitar 10% diantaranya kelapa sawit,karet, kopi, jambu mete (Saragih, 2002).

Selanjutnya, pengembangan agro-industri akan sangat strategis apabiladilakukan secara terpadu danberkelanjutan. Pengertian terpadu adalahketerkaitan usaha sektor hulu dan hilir(backward and forward linkages), sertapengintegrasian kedua sektor tersebutsecara sinergis dan produktif. Sedangkandengan konsepsi berkelanjutan, diartikansebagai pemanfaatan teknologi konservasisumberdaya dengan melibatkan kelompok/lembaga masyarakat, serta pemerintahpada semua aspek.

Dengan demikian diperlukan jaringankerja dan peran aktif semua pihak yangterkait. Keterpaduan dan berkelanjutaninilah yang menempatkan UKM yangtergabung dalam sentra sentra, menjadivariabel penting. Hal ini karenaagroindustri, yang memproduksi kebutu-han konsumsi masyarakat memiliki “mul-tiplier effects” tinggi karena keterlibatanberbagai komponen dalam masyarakat(Tambunan, 2003)

Dari sisi perkembangan usaha dankelembagaan, Departemen Perindustrian

Page 3: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

123

mendata 40 jenis komoditi dari air minum,ikan dalam kaleng, kecap, sampai denganmakanan ringan (snack food). Data yangdikumpulkan Depperindag (2003)menunjukkan bahwa perusahaan yangterlibat dalam agroindustri, jumlahnyameningkat dari waktu ke waktu. Padatahun 2000 tercatat 2.673 perusahaan,dan berkembang menjadi 2.924perusahaan pada tahun 2004.Meningkatnya jumlah perusahaanagroindustri ternyata berdampak terhadapmeningkatnya jumlah tenaga kerja. Totaltenaga kerja pada tahun 1999 adalah735.388 dan tumbuh menjadi 744.777pada tahun 2003. Jumlah tenaga kerja iniadalah karyawan yang terlibat langsungdalam perusahaan. Jumlahnya akan jauhlebih besar bila memperhitungkan tenagakerja yang tidak langsung terkait denganperusahaan agroindustri, misalnyapedagang pengecer, pemasok, dan tenagapermanen.

Sementara itu, perkembangankapasitas produksi menunjukkangambaran bahwa masih banyakkemampuan produk yang bisadioptimalkan. Data yang ada menunjukkanbahwa pada semua komoditi, totalkapasitas terpasang masih lebih besardibandingkan dengan produksi riil. Rata-rata utilitas pada tahun 2001 adalah56.25% dan menjadi 14.94% pada tahun2004. Dengan demikian terjadipeningkatan produksi, yang lebih banyakdapat memanfaatkan kapasitas terpasang.

Dalam kegiatan ekspor-impor,agroindustri juga menunjukkanperkembangan. Dengan menggunakanukuran berat/tonase, maka pada tahun2000 diekspor 5.442 metrikton, meningkat

menjadi 5.937 metrikton tahun 2003.Nilainya meningkat dari USD 2.743 jutapada tahun 2000 menjadi USD 3.769 jutapada tahun 2003. Sementara itu, dari sisiimpor, ternyata juga mengalami kenaikanyaitu dari 1.835 metrikton pada tahun 2000bernilai USD 696 juta menjadi 3.217metrikton senilai USD 1.217 juta padatahun 2003. Dari sisi investasi dalamagorindustri menunjukkan peningkatanwalaupun tidak signifikan, yaitu dari totalinvestasi sebesar Rp. 26.729 milyar padatahun 1999 menjadi Rp. 27.850 milyarpada tahun 2003. Data sebagaimanadilaporkan di atas secara umummenggambarkan tren peningkatan dalamberbagai aspek pengembanganagroindustri. Sudah barang tentu trenumum di atas kurang menampakkanaspek lain yang lebih rinci, misalnya;proporsi perkembangan komoditasstrategis, jenis dan sebaran komoditas dimasing-masing wilayah, dan produktivitasmasing-masing unit produksi.

Permasalahan yang DihadapiMasalah umum yang dihadapi dalam

pengembangan agroindustri adalahpotensi agroindustri yang sangat besarbelum sepenuhnya mampu diwujudkansecara berdaya-guna dan berhasil-guna.Hal ini disebabkan karena keterbatasansumberdaya permodalan, hambatanteknologi dan rendahnya efektivitaskelembagaan yang mampu melaksa-nakan fungsi-fungsi strategis di atas.Permasalahan tersebut muncul karenaadanya beberapa titik lemah dalamkebijakan dan implementasi programpengembangan agroindustri di Indonesia,terutama adalah sebagai berikut :

Page 4: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

124

A. Rendahnya Produktivitas danDaya SaingPada fase awal krisis multidimensi pada

tahun 1998, maka kegiatan agroindustri,tetap tegar menghadapi krisis. Akan tetapisituasi ini memunculkan masalah baruyaitu rendahnya produktivitas usaha dandisparitas pendapatan antar sektor,sehingga daya saing produk agroindustrikita khususnya di pasar internasionalmenurun.

Produktivitas sangat terkait denganaspek penerapan teknologi pengolahan,pengolahan hasil pertanian sebagian besarmasih menggunakan teknologi sertaperalatan pengolahan yang sampai saatini sederhana dan masih belum memadai.Pengetahuan dan kesadaran petanisebagai produsen dan juga sebagai salahsatu pelaku pasar masih kurang.Rendahnya penggunaan teknologi inidiakibatkan oleh tingkat kualitas sumberdaya manusia pelaku agroindustri masihrendah dan kurang tersedianya teknologidan peralatan pengolahan secara merata.Lemahnya pembinaan dan penerapanjaminan mutu mempunyai andil terhadaprendahnya mutu produk yang dihasilkanagroindustri. Rendahnya kesadaran akanproduk yang bermutu dan aman, sangatberpengaruh terhadap upaya-upayapeningkatan mutu hasil pertanian. Belummampunya produk-produk agroindustrikita merespon perubahan tuntutankonsumen yang cenderung menyukaiproduk dengan kualitas tinggi, kontinyuitaspasokan, ketepatan waktu penyampaian,serta harga yang kompetitif.

Teknologi pengolahan yang telah adaternyata tidak dimanfaatkan disebabkan

(a) tidak tersedianya alat mesin yangproduktif dan terjangkau, (b) kalaupuntersedia manajemen pengelolaannyamasih sangat lemah (c) alat mesin panendan pascapanen masih sangat mahal (d)adanya masalah sosiologis menyangkutpenggunaan teknologi dan tenaga kerjamanusia (Tambunan, 2003).

B. Keterbatasan kapasitas dankemampuan pelaku agroindustriuntuk menghimpun sumberdayadalam rangka meningkatkanposisi tawarnya.Sebagaimana telah dikemukakan

bahwa salah satu ciri agroindustri di Indo-nesia adalah sebagian besar beroperasidalam skala yang relatif kecil. Hal iniberarti bahwa agroindustri bersifatmenyebar, masif, dengan sumberdayayang tersebar dan terpisah-pisah.

Hal semacam ini menimbulkanmasalah tersendiri dalam organisasi dantatalaksana yang mampu mengorganisirsumberdaya sehingga terhimpun menjadikekuatan penyalur aspirasi yang dapatdisinergikan secara efektif.

Dewasa ini terdapat sekitar 34,42 jutaunit usaha yang terdiri dari 2.000 unitusaha besar (konglomerasi), 37.000 unitusaha menengah dan selebihnya adalahunit usaha kecil. Usaha kecil tersebut,sebagian besar bergerak di bidangpertanian yakni 21,2 juta unit usaha atau64% dari seluruh usaha kecil, bidangperdagangan 6,8 juta atau 17% dan bidangindustri manufaktur 2,5 juta unit usaha atau7,5% 6. Dari 33.381.000 unit usaha kecilhanya menguasai 33,9% PDB, sedangdari 2.000 usaha besar ternyata telah

6 Kementerian Koperasi dan UKM, 2002

Page 5: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

125

menguasai 61,1% PDB, dan sisanyasekitar 5% PDB dikuasai 37.000 unitusaha menengah.7 Angka-angka di atasmemperlihatkan adanya kesenjangandalam produktivitas dan efisiensi antaraindustri-industri skala kecil, dan menengahdi satu pihak dan industri-industri besardi lain pihak. Dari data agregat di atas,tampak hal yang ironis yaitu tidakterwakilinya aspirasi pelaku usahaagroindustri melalui institusi formal yangaspiratif. Walaupun jumlahnya besarnamun posisi tawarnya secara politik tidakmampu terhimpun untuk menjadi kekuatanaspirasi kepentingan secara efektif. Halini penting karena dalam wacanapengambilan keputusan politik padatingkat nasional, maka lobi-lobi politikdiperlukan terutama untuk mempengaruhiopini publik, menjadi kelompok penekandan sebagai institusi penyalur aspirasi darikonstituennya.

C. Lemahnya keterkaitan strukturalagroindustri, baik secara internal,maupun dalam hubungannyadengan sektor lain.Pengembangan agroindustri

semestinya menjadi pilihan yang strategisdalam menanggulangi permasalahanekonomi dan pemberdayaan ekonomimasyarakat. Hal ini disebabkan adanyakemampuan yang tinggi dari agroindustridalam hal perluasan kesempatan kerja,mengingat sifat industri pertanian yangpadat karya dan bersifat masal. Potensiyang besar dan tersebar tersebut belumdapat dirangkai menjadi suatu keterkaitan

yang integratif, baik antar wilayah, antarsektor, dan bahkan antara satu komoditasdengan komoditas lain.

Pembangunan pertanian masa laludinilai cenderung bias pada padi danberas. Sebagian besar upaya inovasi danpembangunan teknologi program pertanianmasa lalu difokuskan pada padi dan beras,sehingga inovasi dan pengembanganteknologi bagi pangan lainnya berjalansangat lamban bahkan tertinggal (Arifin,2004). Akibatnya ketika kebijakandiversifikasi konsumsi pangan digalakkanuntuk mengurangi ketergantungan padaberas, kemampuan untuk menyediakanproduk pangan non-beras Indonesia tidakmemadai sehingga kesempatan ini diisioleh aneka pangan impor (Saragih, 2000).

Lokasi usaha tani yang terpencar-pencar dengan luasan yang sempit sertajauh dari lokasi agroindustri yangmengolah, menyebabkan kurangterintegrasinya bahan baku denganindustri pengolah. Perusahaan agroindustripada umumnya tidak mempunyai lahanbudidaya sendiri, tetapi sangat tergantungkepada pasokan bahan baku dan petanisekitarnya. Keadaan ini mengandungkesulitan manajemen yang tinggi karenaberagamnya masing-masing usaha danlemahnya kemitraan akibat kurangnyapemahaman pihak petani dan pengusahaagroindustri dalam pengelolaan hasil yangbaik.

Penyebab belum adanya koordinasi,integrasi tersebut karena belum adanyakebijakan-kebijakan dan programagroindustri terpadu, yang mencakup

7 Untuk paparan lebih detil tentang hal ini lihat “Ekonomi Kerakyatan dalam KancahGlobalisasi”, Kementerian Koperasi dan UKM, 2003.

Page 6: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

126

beberapa bentuk kebijaksanaan; di tingkatperusahaan (firm level policy);kebijaksanaan tingkat sektoral untukmengembangkan seluruh kegiatan usahasejenis belum membuahkan hasil dankebijaksanaan di tingkat sistemagroindustri yang mengatur keterkaitanantara beberapa sektor, kebijaksanaanekonomi makro yang mengatur seluruhkegiatan perekonomian terhadapagroindustri.

D. Kebijaksanaan makro dan mikroekonomi yang kurang berpihakkepada agroindustriPengembangan agroindustri pada

berbagai skala kegiatan perlu didukungadanya kebijaksanaan makro dan mikroyang dapat menciptakan usaha yangkondusif, dan semakin memudahkanpelaku agroindustri dalam mengakses kesumberdaya produktif.

Selama ini pembangunan pertaniancenderung bias ke masyarakat perkotaan,menguntungkan penduduk kota, dan nilaitambahnya lebih banyak dinikmatipenduduk kota (Arifin, 2004). Perhatianpada kepentingan non-pertaniankhususnya sektor industri dan manufaktur(ketika pangan dan pertanian menjadi re-sidual) jauh lebih besar daripadapemenuhan kebutuhan pangan pendudukserta kesejahteraan petani. Akibatnya,potensi produksi agroindustri belumdikelola secara optimal, menyebabkanproduktivitas agroindustri kurangberkembang.

Saragih (2000) mencatat bahwa dimasa lalu, dengan orientasi padapeningkatan produksi (production-driven),maka yang menjadi motor penggerak

sektor pertanian adalah usahatani. Dengandemikian usahatani menentukanperkembangan agroindustri hilir dan hulu.Hal ini tidak menjadi masalah karenamemang sesuai dengan kondisi pasarpada masa itu. Di samping itu, karenatarget pembangunan sektor pertanianmasih diorientasikan untuk mencapaitingkat memaksimalkan produksi. Atribut-atribut produk yang terurai secara rinci danlengkap, belum menjadi tuntutankonsumen. Namun dewasa ini, lebih-lebihdengan disosialisasikannya undang-undang tentang perlindungan konsumen,orientasi sektor agroindustri telah berubahkepada orientasi pasar yang secaradinamik berusaha memenuhi preferensikonsumen, dan sekaligus berupaya kerasuntuk menjaga keamanan dan kepuasankonsumen.

Perubahan preferensi konsumen yangmakin menuntut atribut produk yang lebihrinci dan lengkap serta adanya preferensikonsumen akan produk olahan, makamotor penggerak sektor pertanianberubah, dari usahatani kepadaagroindustri. Keadaan ini mengharuskanadanya kebijaksanaan makro dan mikroyang berpihak kepada agroindustri.

Peluang Pengembangan AgroindustriKendatipun terdapat hal-hal yang

merupakan penghambat terhadappertumbuhan agroindustri, namun sektorini masih memiliki peluang untukberkembang secara meyakinkan,terutama bila dikelola secara arif danbijaksana. Peluang tersebut adalah :a. Jumlah penduduk Indonesia yang kini

berjumlah lebih dari 220 juta jiwamerupakan aset nasional dansekaligus berpotensi menjadi

Page 7: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

127

konsumen produk agroindustri.Namun bila potensi ini tidak dikeloladengan baik, maka justru akanmenjadi beban bagi kita semua.Tingkat pendapatan masyarakat yangsemakin meningkat merupakankekuatan yang secara efektif akanmeningkatkan permintaan produkpangan olahan

b. Berlangsungnya era perdanganganbebas berskala internasional, telahsemakin membuka kesempatanuntuk mengembangkan pemasaranproduk agroindustri.

c. Penyelenggaran otonomi daerahmemberikan harapan baru akanmunculnya prakarsa dan swakarsadaerah untuk menyelenggarakanpembangunan sesuai dengan pro-gram dan aspirasi wilayah yangspesifik dan berdaya saing.Peningkatan kinerja pemerintahdaerah, bila dibarengi denganstabilitas politik merupakan faktorpenting yang akan menarik minatpara investor untuk mengembangkanagroindustri.

d. Dari sisi suplai sumberdaya,agroindustri masih memiliki bahanbaku yang beragam, berlimpah dalamjumlah dan tersebar di seluruhpenjuru tanah air. Sementara itukapasitas produksi usahaagroindustri yang masih dapatditingkatkan;9 Modernisasi danteknologi pengolahan yang semakinbanyak diaplikasikan, merupakanjaminan akan meningkatnya kualitasdan kuantitas produksi agroindustri.

e. Dalam proses produksinya, bahanbaku agroindustri tidak bergantungpada komponen impor. Sementarapada sisi hilir, produk agroindustriumumnya berorientasi ekspor.

Dihadapkan pada peluang,

sebagaimana diuraikan di atas, sektoragroindustri memiliki potensi dan peluangdan cukup menjanjikan untukdikembangkan.

Kendala Pengembangan AgroindustriSebagai sektor yang mempunyai

kekuatan untuk menjadi penggerakekonomi nasional, agroindustri telahmemperlihatkan peran yang sangat besar.Namun demikian pengembanganagroindustri dalam rangka mendukungketahanan pangan juga menghadapisejumlah kendala, antara lain adalah:a. Belum terfokusnya arah dan orientasi

perkembangan agroindustri sehinggasulit untuk menetapkan skalaprioritasnya.

b. Belum efektifnya peran lembaga yangberperan dalam pengadaan stokproduk agroindustri melemahkansistem cadangan produk pertanianyang secara tradisional telahdikembangkan masyarakat selamaini.

c. Sentra-sentra produksi belum dapatdiandalkan untuk bekerja secaraefektif dan efisien sehingga mampumenyediakan bahan baku danmenghasilkan produk secaraberkesinambungan dalam jumlah dankualitas yang memadahi.

d. Penguasaan, pemilikan dan aksesterhadap sarana teknologi dan alat-alat pengolahan untuk meningkatkankualitas dan kuantitas barang masihkurang. Faktor inilah yangmenyebabkan mutu produk olahanbelum dapat memenuhi standarkualitas yang diharapkan lebih-lebihpenyesuaian dengan standarisasiproduk yang diperlukan untukmengisi pasar internasional.

e. Pemasaran dan distribusi belumberkembang terutama karena

Page 8: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

128

keterbatasan infrastruktur berupasarana transportasi, komunikasi daninformasi.

f. Sumberdaya manusia yang memilkiketrampilan, pengetahuan dan sikapyang profesional masih terbatas baikdalam jumlah, kualifikasi, maupunsebarannya.

g. Belum adanya kebijakan yangmengontrol dan mengendalikanekspor bahan mentah untukmelindungi dan merangsangberkembangnya agroindustri di dalamnegeri.

Dengan gambaran yang cukupkompleks tersebut di atas, maka konsepsipengembangan agroindustri, hendaknyadiorientasikan untuk mewujudkan kondisiagroindustri yang diharapkan dengankarakter sebagai berikut ;

(1) Meningkatnya Produktivitas danDaya Saing AgroindustriKetika Indonesia mengalami krisis

multidimensional, agroindustri mampumenunjukkan kemampuannya untukmenjadi katup pengaman untuk mencegahterjadinya keterpurukan ekonomi yanglebih parah. Hal ini terjadi karena sesuaidengan ciri-ciri agroindustri. Ciri-ciriagroindustri ini terkait erat dengankarakteristik komoditas pertanian, yaitu:(a) bersifat musiman, (b) mudah rusak, (c)memakan tempat, (d) amat beragam, (e)transmisi harga rendah, dan (f) strukturpasar monopsonis (Arifin, 2003).

Peningkatan produktivitas agroindustridiarahkan sehingga matarantai kegiatanagroindustri dalam negeri tidak lagimengandalkan produk atau bahan bakudiimpor. Kemandirian inilah yang perludiwujudkan, sehingga kegiatanagroindustri diarahkan untuk mendukungsubstitusi impor, sehingga nilai tambahyang diciptakan dapat dinikmati pelaku

agroindustri domestik, misalnya berupapenciptaan lapangan kerja baru.

Meningkatnya produktivitas dan dayasaing juga dapat dilihat dari sisitersedianya bahan baku. Aneka sumberdaya pertanian tersedia secara alami diseluruh pelosok tanah air. Sehinggapengembangan agroindustri tidak perlubergantung pada komponen impor.Sebaliknya, agroindustri umumnya diekspor, sehingga menambah devisa baginegara. Komoditas hasil usaha tani yangbelum diolah pun memiliki peluangmenghasilkan devisa. Tidak sedikit pulapermintaan impor berbagai komoditasagroindustri kita ke negara-negara yangtidak memiliki sumber daya alampendukung agroindustri.

Dihadapkan pada cepatnya perubahandan dinamika tuntutan masyarakat maka,meningkatnya daya saing agroindustrihendaknya diarahkan agar sektor inimuncul sebagai sektor andalan yangmampu memberi respons yang cepat danbesar terhadap dinamika pasar dan setiapkebijaksanaan pemerintah. Inilah hakekatdari peningkatan produktivitas dan dayasaing. Untuk maksud tersebutpeningkatan dan perbaikan teknologiproduksi, distribusi, dan pemasaransangat diperlukan, sebagai cara untukmenyesuaikan dengan tren perubahantersebut di atas.

(2) Menguatnya Kapasitas Dan Ke-mampuan Pelaku AgroindustriUntuk Menghimpun SumberdayaDalam Rangka MeningkatkanPosisi Tawar.Agroindustri memiliki dimensi

pemerataan karena melibatkan banyakpelaku pada berbagai strata sosial, mulaidari petani berskala usaha mikro hinggapengusaha agroindustri skala besar.

Page 9: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

129

Sektor ini melibatkan tenaga kerja cukupbanyak yang selama ini tidak memperolehkesempatan bekerja maupun berusaha disektor formal. Kesempatan bekerja danberusaha akan semakin besar dansemakin berkembang, seiring denganberkembangnya agroindustri.

Penguatan kapasitas dan kemampuanpelaku agroindustri sangat dimungkinkankarena agroindustri dapat diusahakanbahkan pada skala kecil relatif sehinggatidak memerlukan banyak modal investasi.Usaha agroindustri skala kecil dapatbergerak luwes menyesuaikan diri dalamsituasi yang cepat berubah karena tidakperlu terhambat oleh persoalan persoalanbirokrasi sebagaimana yang seringdikeluhkan oleh perusahaan besar; usahaagroindustri kecil memiliki tenagapenjualan dan wirausaha yang tertempasecara alami; dan perubahan selerakonsumen yang semakin bergeser dariproduk-produk tahan lama yang dihasilkansecara massal ke produk produk yanglebih bersifat customized, yang akan lebihtepat untuk ditangani oleh usaha kecil.

Para petani-nelayan merupakankelompok yang dominan dalammasyarakat agroindustri, yang umumnyadicirikan dengan kecilnya pemilikan ataupenguasaan faktor produksi terutamatanah dan modal. Tingkat kemampuan danprofesionalisme sumberdaya manusiayang umumnya masih rendah.Kekurangmampuan dalam memanfaatkandan memperluas peluang dan aksespasar, keterbatasan akses terhadapsumber-sumber permodalan, keterbatasandalam penguasaan teknologi, dankelemahan di bidang organisasi danmanajemen. Keterbatasan ini dapatmempengaruhi motivasi, perilaku dankesempatan pengembangan usahanya.Selain itu, vokalitas untukmemperjuangkan pendapat dan kebutuhan

dari kelompok ini biasanya relatif rendah.Agar kelompok ini dapat berkembangbersama-sama pelaku ekonomi lainnyamaka perlu adanya kebijaksanaan yangmemberikan kesempatan dan peluangyang lebih besar agar para petani-nelayan,termasuk para pengusaha kecil danmenengah dapat mengembangkanusahanya (Saragih, 2000). Upayanyaadalah menggabungkan sumberdayamereka yang kecil dan tersebar, untukdipadukan dan disatukan dalam wadahyang efektif, representatif dan memilikiposisi tawar tinggi.

Hanya dengan mensinergikan semuakompetensi itulah agroindustri kita akanmampu bersaing di pasar global. Dengandemikian, konsolidasi danpengorganisasian pelaku agroindustrimerupakan langkah efektif untukmeningkatkan posisi tawar. Suatukebijaksanaan (policy) lahir antara lainkarena desakan masyarakat kepadapolicy makers. Kebijakan akan berjalandengan baik bila didukung oleh pemerintahyang memahami tentang makna dantujuan kebijakan tersebut disertaikelompok pendukung kebijakan tersebutbaik kelompok formal, maupun non-formaldi masyarakat. Lemahnya perankelompok pendukung kebijakan ketahananpangan untuk mengingatkan ‘penguasa’menyebabkan kebijakan diresidualkanbahkan disimpangkan implementasinya.

(3) Menguatnya Keterkaitan StrukturalAgroindustri, Baik Secara Internal,Maupun Dalam HubungannyaDengan Sektor LainUpaya integral untuk memperkuat

kaitan struktural agroindustri (secara in-ternal maupun eksternal) merupakankeniscayaan. Sebab keberadaanagroindustri yang terpisah dengan industrihulu dan hilir tidak akan mampu menjadi

Page 10: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

130

penggerak ekonomi secara efektif. Sektorini hanya dapat menjadi kekuatan yangefektif apabila dikombinasi dengan sektorhulu dan hilir serta industri penunjang lainyang terkait misalnya, transportasi,industri, perdagangan, dan jasa.

Agroindustri merupakan rangkaiankegiatan agrobisnis berbasis pertanianyang saling berkaitan dalam suatu sistemproduksi, pengolahan, distribusi,pemasaran dan berbagai kegiatan ataujasa penunjangnya. Keterkaitan strukturalantar sub-sistem amat vital danmerupakan kunci sukses dalammembangun agroindustri yang tangguh.Kegiatan agroindustri dapat menghasilkanproduk pangan dan/atau produk non-pangan. Bahkan hampir semua jenispangan yang dipasarkan dan dikonsumsiberasal dari kegiatan produsenagroindustri di dalam negeri maupun di luarnegeri. Bagi Indonesia, sejauh pada aspekproduksi; tingkat kemandirian kita masihcukup tinggi karena sebagian besarproduk agroindustri yang dikonsumsipenduduk utamanya berasal dariagroindustri dalam negeri.

Diperlukan koordinasi kebijakandengan lembaga terkait, agar kapasitasdan sumberdaya yang terkait denganagroindustri dapat disinergikan secaraefektif. Koordinasi antar pelaku danpembina usaha akan melibatkan banyakDepartemen dan Lembaga pemerintahbaik di pusat maupun di daerah. Karenaitu, untuk keberhasilan pengembanganagroindustri diperlukan langkah yangmengkordinasikan dan mengintegrasikankebijakan dan program secara lintassektoral dan antar pusat-daerah secaraharmonis, baik secara internal maupundalam hubungannya dengan sektor lain.

(4) Kebijaksanaan Makro dan MikroEkonomi Yang MendukungAgroindustri merupakan sektor yang

esensial dan besar kontribusinya dalammewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi nasional,seperti pertumbuhan ekonomi (PDB),kesempatan kerja, peningkatan devisanegara, pembangunan ekonomi daerah,dan sebagainya. Agroindustri diharapkanmempunyai kemampuan untuk ikutmemacu pertumbuhan dan perkembanganekonomi nasional.

Untuk melanjutkan misi tersebut,agroindustri membutuhkan payungpelindung berupa kebijaksanaan makrodan mikro.

Kebijaksanaan ekonomi makro danmikro diharapkan agar dapat menciptakankesempatan dan kepastian usaha, melaluiperannya sebagai penyedia pangan,secara beragam dan bermutu, danpeningkatan nilai tambah yang, padagilirannya, dapat meningkatkanpendapatan atau daya beli penduduk.Upaya peningkatan nilai tambah melaluikegiatan agroindustri selain meningkatkanpendapatan juga dapat berperan pentingdalam penyediaan pangan bermutu danberagam yang tersedia sepanjang waktu.Dengan demikian, ketika terjadikelangkaan pangan pada saat produksirendah, maka pelaku agroindustri dapatberperan dalam menstabilkan harga.Seperti diketahui, agroindustri dapatberperan dalam peningkatan nilai tambahmelalui empat kategori agroindustri(Saefuddin, 1999) dari yang palingsederhana (pembersihan danpengelompokan hasil atau (grading);pemisahan (ginning) penyosohan,pemotongan dan pencampuran hingga ke

Page 11: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

131

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Mewa et al (2001):”Bagaimana Dampak Krisis Ekonomi Terhadap KetahananPangan Golongan Miskin ?”..Bulletin Agro Ekonomi I (2) 2001 : 7-12

Brundtland, G.H. (1999): Nutrition, Health and Human Right. SCN-News. July (18).Food and Agriculture Organization FAO (1997): Report of the World Summit. Rome.Hardinsyah dan Martianto, (2001): “Pembangunan Ketahanan Pangan yang Berbasis

Agribisnis dan Pemberdayaan Masyarakat”. Makalah pada Seminar NasionalKetahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001.

Hardinsyah, D. ET (1998): “Kajian Kelembagaan untuk Pemantauan Ketahanan Pangan.Kerjasama Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) IPB, UNICEFdan Biro Perencanaan Deptan. Bogor.

Hardinsyah, D. Martianto, et al (1999):”Membangun Ketahanan Pangan yang Tangguh”.Prosiding Seminar Pembanguan Gizi dan Pangan dari Perspektif KemandirianLokal. PERGIZI PANGAN Indonesia dan CRESCENT. Bogor.

Hardinsyah (2000): “Arah Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura MenujuKetahanan Pangan” dalam Pertanian dan Pangan. Rudi Wibowo (ed). SinarHarapan. Jakarta.

Maxwell, S. and T. Frenkenberger. 1997. Household Food Security: Concepts, Indi-cators, Measurements. UNICEF and IFAD. New York.

pengolahan (pemasakan, pengalengan,pengeringan, dsb) dan upaya merubahkandungan kimia (termasuk pengkayaankandungan gizi). Masing-masing jenis dantingkat kegiatan memiliki karakteristikkebijaksanaan pengembangan yangspesifik, dalam hal; tingkat kesulitan,modal kerja, tingkat resiko, teknologi yangdibutuhkan dan tingkat marjin yangdiperoleh.

Oleh karena itu diperlukankebijaksanaan makro maupun mikro yangmampu, di satu pihak memberi insentifkepada pelaku agroindustri agarmengembangkan keseluruhan jeniskegiatan di atas secara propor-sional. Di

pihak lain, pengaturan tersebut diperlukanagar terdapat peningkatan keahlian padasetiap jenis kegiatan agroindustri di atas.

PenutupDengan mengenali potensi,

kemampuan dan kapasitas agroindustrimaka perlu dirumuskan kebijaksanaanpengenbangannya dengan ciri :a. Memiliki keterkaitan ke hulu dan hilir ;b. Dapat dikembangkan dalam skala

kecil dan menengah, sehinggamemiliki multiplier effects yangtinggi ;

c. Mendukung upaya menjaga stabilitasketahanan pangan.

Page 12: Choirul Djamhari (2004) - Orientasi Pengembangan Agroindustri Skala Kecil Dan Menengah

Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004

132

Robinson, M. 1999. The Human Right to Food and Nutrition. SCN-News. July (18).Saefuddin, A.M. 1999. Dukungan Politik dan Kebijakan Ekonomi untuk Pembanguan

Pertanian. Makalah disampaikan pada Seminar RekonseptualisasiPembangunan Pertanian sebagai Basis Ekonomi Bangsa. Jakarta, 23 – 24Juli 1999.

Saragih, Bungaran (2000): Kebijakan pertanian untuk merealisasikan agribisnis sebagaipenggerak utama perekonomian negara. Paper pada Panel Diskusi JakartaAmerican Club. Jakarta, November 14, 2000. Centre policy for agro studies

Simatupang, P. 1999. Kebijaksanaan Produksi dan Penyediaan Pangan dalam Siregar,Masjidin et. al. (2001): Analisis Kebijaksanaan Perdagangan Komoditas Pangan.Bulletin Agro Ekonomi I (3) 2001 : 12-17Rangka Pemantapan Sistem KetahananPangan pada Masa Pemulihan Perekonomian Nasional. Bahan diskusi “RoundTable” Kebijakan Pangan dan Gizi di Masa Mendatang. Kantor Menpangandan Holtikultura, 23 Juni 1999, Jakarta.

Suryana, A. 2001. Critical Review on Food Security in Indonesia. Makalah padaSeminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001.