cephalgia
DESCRIPTION
jhfjhTRANSCRIPT
CEPHALGIA
Definisi
Sakit kepala yang secara medis dikenal sebagai cephalgia adalah suatu kondisi
terdapatnya rasa sakit di dalam kepala: kadang sakit di belakang leher atau punggung bagian
atas, disebut juga sebagai sakit kepala. Jenis penyakit ini termasuk dalam keluhan-keluhan
penyakit yang sering diutarakan. Sedangkan, menurut Arif Mansjoer (2000) nyeri kepala atau
cephalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak enak di kepala, setempat atau menyeluruh dan
dapat menjalar ke wajah, gigi, rahang bawah dan leher.
Patofisiologi
Menurut Arif Mansjoer (2000) pada nyeri kepala atau cephalgia struktur di wajah yang
peka terhadap rasa nyeri adalah kulit, fasia, otot-otot, arteri ekstra serebral dan intraserebral,
meningen, dasar fosa anterior, fosa posterior, tentorium serebri, sinus venosus, nervus V, VII,
IX, X, radiks posterior C2, C3, bola mata, rongga hidung, rongga sinus, dentin dan pulpa
gigi. Sedangkan otak tidak sensitif terhadap nyeri.
Pada struktur yang disebutkan sebelumnya terdapat ujung saraf nyeri yang mudah
dirangsang atau etiologinya oleh :
1. Traksi atau pergeseran sinus venosus dan cabang-cabang kortikal.
2. Traksi, dilatasi atau inflamasi pada arteri intrakranial dan ekstrakranial.
3. Traksi, pergeseran atau penyakit yang mengenai saraf kranial dan servikal.
4. Perubahan tekanan intrakranial.
5. Penyakit jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga dan leher.
Etiologi
Sakit kepala yang sering terjadi mungkin disebabkan karena konsumsi kafein, demikian
hasil sebuah penelitian dari Israel. Penelitian yang dimuat dalam jurnal Cephalgia tahun 2003
ini melibatkan 36 anak dan remaja berusia antara 6 dan 18 tahun yang sering mengeluhkan
sakit kepala. Dari ke-36 subyek penelitian, 33 di antaranya tidak lagi mengeluhkan sakit
kepala 24 minggu kemudian. 24 minggu adalah jangka waktu setelah mereka menghentikan
kebiasaan minum minuman kola. Kenapa kola dan bukan kopi dikarenakan tidak ada satupun
di antara peserta penelitian yang minum kopi, tapi mereka umumnya mengkonsumsi paling
sedikit 1,5 liter minuman kola per hari (atau rata-rata 11 liter per minggu) dan itu setara
dengan 34 gelas besar kopi seminggu (Info sehat.com, 2007).
Klasifikasi
Menurut Arif Mansjoer (2000) nyeri kepala atau cephalgia dapat primer atau sekunder:
1. Primer berupa migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tegang otot.
2. Sekunder berupa nyeri kepala pascatrauma, nyeri kepala organik sebagai bagian penyakit
lesi desak ruang (tumor otak, abses, hematoma subdural, dll), perdarahan subaraknoid,
neuralgia trigeminus/pascaherpetik, penyakit sistemik (anemia, polisitemia, hipertensi atau
hipotensi, dll), sesudah pungsi lumbal, infeksi untrakranial/sistemik, penyakit hidung dan
sinus paranasal, akibat bahan toksik dan penyakit mata.
Tabel 3.1. Jenis-jenis Nyeri Kepala
Nyeri
KepalaSifat Nyeri Lokasi
Lama
NyeriFrekuensi Gejala Ikutan
Migren
umum
Berdenyut Unilateral
atau
Bilateral
6-48 jam Sporadik
Beberapa kali
sebulan
Mual, muntah,
malaise, fotobia
Migren
klasik
Berdenyut Unilateral 3-12 jam Sporadik
Beberapa kali
sebulan
Prodroma visual,
mual, muntah,
malaise, fotobia
Klaster Menjemu-
kan, tajam
Unilateral,
orbita
15-20
menit
Serangan
berkelompok
dengan remisi
lama
Lakrimasi
ipsilateral, wajah
merah, hidung
tersumbat, horner
Tipe
tegang
Tumpul,
ditekan
Difus,
Bilateral
Terus
menerus
Konstan Depresi, ansietas
Neuralgia
trigeminus
Ditusuk-
tusuk
Dermatom
saraf V
Singkat,
15-60
detik
Beberapa kali
sehari
Zona pemicu nyeri
Atipikal Tumpul Unilateral
atau
Bilateral
Terus
menerus
Konstan Depresi, kadang-
kadang psikosis
Sinus Tumpul/
tajam
Di atas
sinus
Bervariasi Sporadik atau
konstan
Rinore
Lesi desak
ruang
bervariasi Unilateral
(awal),
Bilateral
(lanjut)
Bervariasi,
progresif
Bervariasi,
semakin sering
Papiledema, defisit
neurologik fokal,
gangguan mental
atau perilaku,
kejang, dll
Manifestasi Klinis
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) manifestasi klinis adanya nyeri kepala atau
cephalgia memerlukan anamnesis khusus yaitu:
1. Awitan dan lama serangan
2. Bentuk serangan; paroksismal periodik atau terus menerus
3. Lokalisasi nyeri
4. Sifat nyeri; berdenyut-denyut, rasa berat, menusuk-nusuk, dll
5. Prodromal
6. Gejala penyerta
7. Faktor presipitasi
8. Faktor yang mengurangi atau memberatkan nyeri kepala
9. Pola tidur
10. Faktor emosional/stres
11. Riwayat keluarga
12. Riwayat trauma kepala
13.Riwayat penyakit medik; peradangan selaput otak, hipertensi, demam tifoid, sinusitis,
glaukoma, dsb.
14. Riwayat operasi
15. Riwayat alergi
16. Pola haid bagi wanita
17. Riwayat pemakaian obat; analgetik, narkotik, penenang, vasodilator, dll
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang disarankan menurut Basuki Pramana (2007) adalah:
1. Foto Rontgen terhadap tengkorak
2. Pemeriksaan kadar Lemak darah ( kolesterol, Trigliuseride HDL dan LDL)
3. Kadar Hemoglobin darah ( Hb ) dll pemeriksaan
Lebih lanjut menurut Arif Mansjoer, dkk, (2000) pemeriksaan khusus pada cephalgia
meliputi palpasi pada tengkorak untuk mencari kelainan bentuk, nyeri tekan dan benjolan.
Palpasi pada otot untuk mengetahui tonusdan nyeri tekan daerah tengkuk. Perabaan arteri
temporalis superfisialis dan arteri karotis komunis. Pemeriksaan leher, mata, hidung,
tenggorok, telingan, mulut dan gigi geligi perlu dilakukan. Pemeriksaan neurologis lengkap,
ditekankan pada fungsi saraf otak termasuk funduskopi, fungsi motorik, sensorik serta
koordinasi.
Beberapa nyeri kepala menunjukkan tanda bahaya dan memerlukan evaluasi penunjang
adalah:
1. Nyeri kepala hebat pertama kali yang timbul mendadak
2. Nyeri kepala yang paling berat yang pernah dialami
3. Nyeri kepala yang berat progresif selama beberapa hari atau minggu
4. Nyeri kepala yang timbul bila latihan fisik, batuk, bersin, membungkuk atau nafsu seksual
meningkat
5. Nyeri kepala yang disertai penyakit umum atau demam, mualo, muntah atau kaku kuduk
6. Nyeri kepala yang disertai gejala neurologis seperti afasia, koordinasi buruk, kelemahan
fokal atau rasa baal, mengantuk, fungsi intelek menurun, perubahan kepribadian dan
penurunan visus.
Pemeriksaan penunjang tersebut anatara lain:
1. CT-Scan atau resonansi magnetik (MRI) otak hanya dilakukan pada nyeri kepala yang
menunjukkan kemungkinan penyakit intrakranial, seperti tumor, perdarahan subaraknoid,
AVM, dll.
2. Elektroensefalogram dilakukan bila ada riwayat kejang, kesadaran menurun, trauma kepala
atau presinkop.
3. Foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis dan foto servikal untuk menetukan
adanya spondiloartrosis dan fraktur servikal.
Penatalaksanaan
Secara Farmakologis
1. Penggunaan obat analgesik
Metode pengobatan yang paling umum kronis adalah penggunaan obat. Banyak orang
mencoba untuk mencari bantuan dari obat-obatan analgesik nyeri seperti aspirin,
asetaminofen, senyawa aspirin, ibuprofen, dan narkotika. Namun demikian ada beberapa
jenis obat seperti Ergotamin (Cafergot), triptans (Imitrex), dan prednisone (Deltasone) bila
digunakan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan sakit kepala. Obat
penghilang rasa sakit tersebut hanya membantu sementara, tetapi sakit kepala menjadi lebih
re-aktif dan tumbuh dalam intensitas bila digunakan terus-menerus (sakit kepala rebound). Ini
benar-benar dapat membuat tubuh kurang responsif terhadap pengobatan pencegahan. Oleh
karena itu, obat analgesik sering disarankan untuk sakit kepala yang tidak kronis di alami.
2. Profilaksis (pencegahan) obat
Obat-obatan yang umum yang paling sering digunakan untuk mengobati chepalgia
kronis disebut obat-obatan profilaksis, yang digunakan untuk mencegah sakit kepala. Obat-
obatan profilaksis direkomendasikan untuk pasien sakit kepala kronis karena percobaan
bervariasi membuktikan bahwa obat mengurangi frekuensi, keparahan, dan kecacatan yang
berhubungan dengan sakit kepala kronis. Mayoritas obat profilaksis bekerja dengan
menghambat atau meningkat neurotransmissions di otak, sering mencegah otak dari
menafsirkan sinyal rasa sakit.
Pencegahan obat-obatan termasuk gabapentin (gabapentin), Tizanidine (Zanaflex),
fluoxetine (Prozac), amitriptyline (Elavil), dan topiramate (Topamax). Dalam pengujian,
gabapentin ditemukan untuk mengurangi jumlah hari sakit kepala per bulan sebesar 9,1% .
Tizanidine ditemukan untuk mengurangi frekuensi sakit kepala rata-rata per minggu,
intensitas sakit kepala, dan durasi sakit kepala berarti. Melalui penelitian, Fluoxetine
menghasilkan peringkat suasana hati lebih baik dan “peningkatan yang signifikan dalam-
bebas hari sakit kepala.” Satu studi menemukan bahwa frekuensi sakit kepala selama jangka
waktu 28 hari menurunkan untuk pasien sakit kepala kronis pada penggunaan topiramate.
Obat lain untuk mencegah sakit kepala adalah toksin botulinum tipe A (BoNTA atau
BOTOX), yang diberikan melalui suntikan.
Secara Non farmakologis
1. Terapi Fisik
Dalam terapi fisik, pasien bekerja sama dengan ahli terapi untuk membantu
mengidentifikasi dan mengubah kebiasaan fisik atau kondisi yang mempengaruhi sakit kepala
kronis. Terapi fisik untuk sakit kepala harian kronis berfokus pada tubuh bagian atas,
termasuk punggung atas, leher, dan wajah. Therapist menilai dan meningkatkan tubuh postur
pasien, yang dapat memperburuk sakit kepala. Selama sesi latihan, terapis menggunakan
terapi manual, seperti pijat, peregangan, atau gerakan bersama untuk melepaskan ketegangan
otot. Metode lain untuk mengendurkan otot termasuk penggunaan rangsangan panas, kantong
es, dan “rangsangan listrik.” Terapis juga mengajarkan penderita sakit kepala kronis-latihan
di rumah untuk memperkuat dan peregangan otot-otot yang dapat memicu sakit kepala.
Dalam terapi fisik, pasien harus mengambil peran aktif untuk berlatih latihan dan melakukan
perubahan atau dia gaya hidupnya untuk itu menjadi perbaikan.
2. Akupunktur
Studi akupunktur di Jerman menemukan bahwa 52,6% pasien melaporkan penurunan
frekuensi sakit kepala.
3. Relaksasi
Relaksasi membantu untuk mengurangi ketegangan internal, yang memungkinkan
seseorang untuk mengendalikan sakit kepala yang dipicu oleh stres. Latihan relaksasi
mencakup 2 metode yaitu :
a. Metode Fisik
b. Relaksasi otot progresif dan teknik pernapasan dalam.
c. Metode Mental
d. Meditasi, relaksasi membantu tubuh untuk melepas lelah, mencegah pembentukan
sakit kepala.