referat cephalgia

42
CEPHALGIA (NYERI KEPALA) 1.1 Pendahuluan Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan ekstrakranial.Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior.Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus. 1.2 Fisiologi Sakit Kepala Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut. Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri.Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik. 1

Upload: pipit-nurul-fitrah

Post on 28-Nov-2015

130 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

referat cefalgia

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Cephalgia

CEPHALGIA (NYERI KEPALA)

1.1 Pendahuluan

Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial

dan ekstrakranial.Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal, duramater

bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior.Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan

otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal,

telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri

adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.

1.2 Fisiologi Sakit Kepala

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada

jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan

bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus

nyeri.Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot

merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke

jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan

langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.

Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan

jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan

yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti

infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh

akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.

Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin,

serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.Dua zat lainnya yang

diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan

sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang

1

Page 2: Referat Cephalgia

nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai

penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion

kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas

nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih

permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan

iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.

Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri

banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti

periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium.Kebanyakan jaringan internal

lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada

organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan

dirasakan sebagai slow – chronic- aching type pain.

Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain.Fast pain, nyeri akut,

merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini

disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf

perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6 – 30 m/s.

Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan

neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya

memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds.

Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1

detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik,

kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini

ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan

mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.

Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat

dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain pathway.

Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay

2

Page 3: Referat Cephalgia

neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktusyang selanjutnya

akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan

paleospinotalamikus untuk slow pain.

Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang

mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I

(lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus

spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui

kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari

batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks

ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi

taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan

memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.

Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan

sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini ,

saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya

digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan

melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V

lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp

pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak

pada jaras anterolateral.

Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan

hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus.

Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu : (1) nukleus retikularis dari

medulla, pons, dan mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon, (3) regio abu – abu dari

peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak

nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan

sinyal ke arah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area

tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.

3

Page 4: Referat Cephalgia

2 Sakit Kepala

2.1 Definisi dan Etiologi Sakit Kepala

Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang

berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and neurosurgery

illustrated Kenneth).

Nyeri diartikan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang melibatkan emosi dengan atau

tanpa kerusakan jaringan(Sembulingam, 2006). Menurut Oxford Concise Medical Dictionary,

nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan yang bervariasi dari nyeri yang ringan hingga ke nyeri

yang berat. Nyeri ini adalah respons terhadap impuls dari nervus perifer dari jaringan yang rusak

atau berpotensi rusak(Burton, 2007). Otak sendiri adalah tidak sensitif terhadap nyeri dan bisa

dipotong atau dibakar tanpa apa-apapun dirasakan(Matthews, 1975).

Sensasi nyeri dapat dijelaskan dengan banyak cara. Antaranya nyeri yang tajam, pricking, dull-

ache, shooting, cutting dan stabbing. Nyeri dapat dibagi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronik.

Nyeri akut adalah nyeri jangka pendek dengan penyebab yang mudah diidentifikasi. Biasanya

nyeri ini terlokalisasi di area yang kecil sebelum menyebar ke area sekitarnya.

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi –

geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan

subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala

dapat disebabkan oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.).

2.2 Faktor resiko dan Epidemiologi Sakit Kepala

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis

kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.

Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta

orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 %

dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi

belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.

4

Page 5: Referat Cephalgia

Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada

wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS jugamengemukakan cluster

headaache 80 – 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur

15 tahun.

2.3 Klasifikasi Sakit Kepala

Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala sekunder,

dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi

menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal /

autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit

kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan

vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial,

sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat

gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,

telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat

kelainan psikiatri (lihat tabel 3 dan 4).

Menurut awitan

Nyeri kepala mendadak akut Nyeri kepala bertahap/kronis

1. Infeksi intrakranial

2. Infeksi sitemik

3. Hipertensi berat

4. Pendarahan otak

5. Keracunan

6. Oftalmopegi

7. Neurosis

8. Trauma kapitis

9. Glaukoma

10. Hidrosefalus obstruktif

1. Hipertensi

2. Tumor otak

3. Penyakit mata

4. Uremi

5. Anemi

6. Keganasan

7. Trauma kapitis

8. Penyakit kronis lainnya

9. Migren umum

10. Neurosis

5

Page 6: Referat Cephalgia

11. Cluster Hedache

12. Migran klasik

11. Hidrosefalus onstruktif

Nyeri kepala mendadak

Demam a. Meningitis

b. Otitis media

c. Demam tifoid

d. Malaria

e. Influenza

f. Dan infeksi lain

Trauma a. Kontusio/komonsio

b. Hematoma intrakranial

c. Hematoma subkutan

d. Nyeri pasca trauma

e. Fraktur tengkorak

Sangat gelisah bingung a. Eanselopati hipertensi

b. Pendarahan otak

c. Keracunanan

Mual/muntah a. Hipertensi berat

b. Keracunan

c. Pendarahan otak

d. Tukak kambuh

Pengelihatan kabur a. Hipertensi berat

b. Gaukoma

c. Keracunanan

Pengelihatan doeble a. Oftalmopegi idiopatik

b. Tumor otak

c. Hidrosefalus obstruktif

Gangguan keseimbangan a. Keracunan

6

Page 7: Referat Cephalgia

b. Gangguan telinga tengah

c. Pasca trauma capitis

d. Neurosis

Kaku kuduk a. Pendarhan subaraknoid

b. Pasca trauma leher/kepala

c. Neurosis

d. Hipertensi berat

2.4 Patofisiologi Sakit Kepala

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala

adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah;

intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan leher

( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis

atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis),

defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

2.5 Terapi Sakit Kepala

Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat

berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat

diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5 mg.

Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat

timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya.

Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal

(ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 – 3 kali sehari selama

beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari)

atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 – 4 minggu.

7

Page 8: Referat Cephalgia

Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah

timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi

penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek teraupetik

untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata – mata penyekat beta saja.

Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic

Sympathomimetic Activity).

Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot.Untuk varian

Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin.Tension type headache dapat diterapi

dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan

timbulnya serangan.

Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi

sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan

dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap

hari.Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium channel blokers,

dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA.

2.6 Pencegahan Sakit Kepala

Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur pola tidur

yang sam setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress,

menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.

2.7 Prognosis dan Indikasi Rujuk Sakit Kepala

Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi

merujuk adalahsebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba – tiba dan timbul kekakuan di leher, (2)

sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah terkena trauma

mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, (5) sakit

kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit

kepala yang rekuren pada anak.

8

Page 9: Referat Cephalgia

3 Tension Type Headache (TTH)

3 .1 Definisi Tension Type Headache (TTH)

Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot

kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid,

M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

3 . 2Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,

bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang

berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin,

serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

3 . 3Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)

TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi

63 % danTension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih

banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56 %.Biasanya

mengenai umur 20 – 40 tahun.

3 . 4Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)

Klasifikasi TTH adalahTension Type Headache episodik dan dan Tension Type

Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai

15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30

menit – 7 hari.Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15

hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.

3 . 5Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil

penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai

berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer

dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem

saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang

9

Page 10: Referat Cephalgia

involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus

trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus

trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif

pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan

meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter

pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal,

talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif.

Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan

ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending paininhibit activity, (5)

kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info

pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan

monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar

serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta

endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter, (7) faktor

psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH sehingga

melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri

supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH

dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric

Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori

yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan

pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu

keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang

selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi

otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis

sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu

aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P).

Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3

tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted.Alarm reaction dimana

stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen

10

Page 11: Referat Cephalgia

lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan

asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya

akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal

dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga

simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan berasal dari

protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan

menyebabkan disfungsi saraf.

3 . 6 Diagnosa Tension Type Headache (TTH)

Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya dua dari

berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan – sedang, (3) lokasi

bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah

satu dari fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti ditekan atau

diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan

belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas,

gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta

temporomandibular.

3 . 7 Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)

Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa

neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan

darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

3 . 8 Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)

Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans,

sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren

komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan

intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

11

Page 12: Referat Cephalgia

3 . 9 Terapi Tension Type Headache (TTH)

Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH.Pasien harus dibimbing untuk

mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/ atau latihan

biofeedback.Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles

relaxants.Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang.

Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat

ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah

efektifitas pengobatan.Daftar analgesia yang biasa digunakan lihat pada tabel 5.

3 . 10 Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)

TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak

membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan

masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis.Nyeri

kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia.TTh biasanya mudah diobati

sendiri.Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien

dapat disembuhkan.

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh

penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

3 . 11 Pencegahan Tension Type Headache (TTH)

Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur,

istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan biofeedback. Jika

penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy.Selain

itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi

makanan yang sehat.

4 Migren

4.1 Definisi Migren

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan

serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,

12

Page 13: Referat Cephalgia

intensitas nyerinya sedang samapai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual

muntah, fotofobia dan fonofobia.

4.2 Etiologi dan Faktor Resiko Migren

Etiologi migren adalah sebagai berikut : (1) perubahan hormon (65,1%), penurunan

konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, (2) makanan (26,9%),

vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti

pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG), (3) stress (79,7%), (4)

rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat

baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, (5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang

berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola tidur, (6) perubahan lingkungan (53,2%), (7)

alkohol (37,8%), (7) merokok (35,7%).Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren

dalam keluarga, wanita, dan usia muda.

4.3 Epidemiologi Migren

Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 % diantaranya

adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10 – 40

tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migren tanpa aura lebih sering

diabndingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.

4.4 Klasifikasi Migren

Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren

kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel

yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, paling

tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan

lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai

60 menit. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan

terkena pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat

berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala

kronik dengan nyeri setiap hari.

13

Page 14: Referat Cephalgia

4.5 Patofisiologi Migren

Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular, adanya

gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi

hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal

berlanjuta dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai. Teori cortical spread depression, dimana

pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu

berlaku short-lasting wavedepolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan

pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang.

Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika

melewati korteks serebri.

Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan

produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga

melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast

meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan

inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan

mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site

second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri (lihat gambar 4).

Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus

sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus

dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan

serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah

di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika

aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka

akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan

menyebabkan nyeri kepala pada migren.

4.6 Diagnosa Migren

Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda khas

migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus terdapat

14

Page 15: Referat Cephalgia

paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan satu atau lebih aura

reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak,

(2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak

bertahan lebih dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak

mencapai 60 menit

Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat

paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut : (a)

berlangsung 4 – 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi

berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah,

fotofobia dan fonofobia.

4.7 Pemeriksaan Penunjang Migren

Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan

( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

4.8 Diferensial diagnosa Migren

Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri,

glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis

nodosa, dan cluster headache.

4.9 Terapi Migren

Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan fisiologis,

mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media humoral ( misalnya

serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki

aliran darah otak.

Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan

sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secara oral atau sublingual

dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul.Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu.

Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4

semprotan).Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid,

15

Page 16: Referat Cephalgia

hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil.Pada wanita hamil, haid atau sedang

menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik

gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat – obat lain.

Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan

propranolol.Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan menghindari aktor

penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan

hipnotis.

4.10 Komplikasi Migren

Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh

penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

4.11 Pencegahan Migren

Pencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup, mengatasi

hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari, mengurangi

makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan menghindari stress.

5 Sakit Kepala Cluster

5.1 Definisi

Nyeri kepala yang hebat, nyeri selalu unilateral di orbita, supraorbita, temporal atau

kombinasi, berlangsung 15 – 180 menit dan terjadi dengan frekwensi dari sekali tiap

dua hari sampai 8 kali sehari.

5.2 Epidemiologi

• Kurang sering terjadi dibandingkan migrain dan sakit kepala tegangOtot

• Prevalensi lebih tinggi pd pria dan pada ras kulit hitam

• Tidak ada riwayat keluarga

• Dapat terjadi pd segala usia, paling sering terjadi pada usia akhir20an

• Pengobatan mungkin akan mengubah dari sakit kepala kronis keepisodik, tetapi tidak

bisa menyembuhkan

16

Page 17: Referat Cephalgia

5.3 Patofisiologi

Focus patofisiologi di arteri karotis intrakavernosus yang merangsang pleksus perikarotis. Pleksus ini mendapat

rangsangan dari cabang 1 dan 2 nervus trigeminus, ganglia servikalis superior/SCG (simpatetik) dan ganglia

sfenopalatinum/SPG (parasimpatetik).Diperkirakan focus iritatif di dan sekitar pleksus membawa impuls-impuls

ke batang otak dan mengakibatkan rasa nyeri di daerah periorbital, retroorbital dan dahi.

Hubungan polisinaptik dalam batang otak merangsang neuron-neuron dalam kolumna intermediolateral sumsum

tulang belakang (simpatetik) dan nucleus salivatorius superior (parasimpatetik).Serat-serat preganglioner dari

nucleus-nukleus ini membawa impuls-impuls untuk merangsang SCG (simpatetik) dan mengakibatkan sekresi

keringat di dahi, serta rangsangan pada SPG (parasimpatetik) untuk sekresi air mata (lakrimasi) dan air hidung

(rinorrhea).

5.4 Manifestasi Klinis

Wajah kemerahansecara unilateral (sebelah sisi),keluar air mata, hidung berair, tidak ada gejala

mual atausensitivitas terhadap cahaya,suara, dll. spt terjadi padamigrain, tidak bersifat herediter

pemicu utamanya adalahal kohol dan merokok. Khas ditandai dengan nyeri yang sangat berat yang

berlangsung 15 - 180 menit . Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali perhari 1 - 3 serangan perhari, sering

berakhir antara 3 - 16 minggu.Dengan interval antara 6 bulan dan 5 tahun.

17

Page 18: Referat Cephalgia

6. VERTIGO

6.1 Definisi

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang sering

digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa

pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan

nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan

nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.

Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar - merujuk pada sensasi

berputar sehingga meng- ganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh

gangguan pada sistim keseimbangan.

6.2 Patofisiologi

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh yang mengakibatkan

ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan

saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) : Teori ini berdasarkan asumsi bahwa

rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga

fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik : Menurut teori ini terjadi ketidak cocokan masukan sensorik yang

berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan

proprioseptik, atau ketidak- seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan

kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga

timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit

berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari

sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan

gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch : Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik;

menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu;

18

Page 19: Referat Cephalgia

sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola

gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan

yang baru tersebut dilakukan berulang- ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga

berangsur- angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik : Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai

usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu

dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3).

5. Teori neurohumoral : Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan

terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter

tertentu dalam mempengaruhi saraf otonom yang menimbulkan gejala otonom.

6. Teori sinaps merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau peranan

neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi,

daya ingat dan belajar. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi

CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan

mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi

berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan

gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo

akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan

hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

6.3 Diagnosis

Anamnesis :

1. Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling,

rasa naik perahu dan sebagainya.

2. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi

kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.

19

Page 20: Referat Cephalgia

3. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal,

kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu

yang karakteristik

4. Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi

alat vestibuler atau n. vestibularis.

5. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-

lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi,

penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga

kemungkinan trauma akustik.

Pemeriksaan fisik :

Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau

neurologik - vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan

keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.

Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat

kelainan sentral - yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat - korteks serebri,

serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus

dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo

tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi,

hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.

Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak

lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi

simtomatik yang sesuai.

Pemeriksaan Fisik Umum

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam

posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer

juga perlu diperiksa.

20

Page 21: Referat Cephalgia

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:

1. Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata

terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan

bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau

suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan

bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita

tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata

terbuka mau pun pada mata tertutup.

b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari

kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan

pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger.

Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat

lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan

menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan

21

Page 22: Referat Cephalgia

badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun

dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

uji Barany

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat

lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini

dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan

terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke

belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan

dengan arah berbentuk bintang.

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis

1. Fungsi Vestibuler

a. Uji Dix Hallpike pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral

atau perifer. Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan

cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya

22

Page 23: Referat Cephalgia

dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan

nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik,

hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang

beberapa kali (fatigue).

Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila

diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

b. Tes Kalori

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam

posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC)

masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung

lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau

ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang

air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas

ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.

Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional

preponderance menunjukkan lesi sentral.

c. Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata

2. Fungsi Pendengaran

a. Tes garpu tala

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne,

Weber dan Schwabach.

23

Page 24: Referat Cephalgia

Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach

memendek.

b. Audiometri

Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy

Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus,

okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik

(kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan

cara berjalan).

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.

2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).

3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory

Evoked Pontential (BAEP). pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat

dianalisis secara kuantitatif

4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).

6.4 Terapi

Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk

memperbaiki ketidak seimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya

digunakan obat yang bersifat antikolinergik.

24

Page 25: Referat Cephalgia

Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung; lalu tutup kedua mata dan

berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak

kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30

detik, kemudian duduk tegak kembali.

25

Page 26: Referat Cephalgia

Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak

timbul vertigo lagi. Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa

gerakan mata melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama

makin cepat; kemudian diikuti dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata

tertutup, yang makin lama makin cepat.

Terapi kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin) ditemukan. Beberapa penyebab vertigo

yang sering ditemukan antara lain:

Benign paroxysmal positional vertigo : Dianggap merupakan penyebab tersering vertigo;

umumnya hilang sendiri (self limiting) dalam 4 sampai 6 minggu. Saat ini dikaitkan dengan

kondisi otoconia (butir kalsium di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil. Terapi fisik

dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih efektif daripada medikamentosa.

Penyakit Meniere

Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga

dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pen- dengaran. Belum

ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 %

akan remisi spontan.

Dapat dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam; kadang-

kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pe- motongan

n.vestibularis. Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan labirintektomi atau

merusak saraf dengan instilasi aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan

antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan

garam. Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala. Simtomatik dapat

diberi obat supresan vestibluer.

Neuritis vestibularis

Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus; jika disertai

gangguan pendengaran disebut labirintitis. Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Di

26

Page 27: Referat Cephalgia

awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti

emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.

Vertigo akibat obat

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya

pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid,

derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina.. Streptomisin lebih bersifat

vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih

bersifat ototoksik.

Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam

nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan

terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat

pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat

menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.

27

Page 28: Referat Cephalgia

DAFTAR PUSTAKA

McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk.Nervous System disorders.Current Medical

Diagnosis and Treatment 2009. San Fransisko : McGraw-Hill Companies.2009.

Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner.Cerebrum.A Textbook of Neuroanatomy. United

Kingdom: Blackwell.2006.69-70.

Price, Sylvia dan Lorraine M.Wilson.Nyeri. Huriawati,dkk.Patofisiologi edisi 6.Jakarta :

EGC.2003.

Reksodiputro, A.Hariyanto,dkk. Migren dan Sakit Kepala. Aru W.sudoyo, Bambang Setyohadi,

dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.934-936.

Reskin, Neil H. Headache. Harrison, T.R, dkk. Harrison’s Internal Medicine. United states of

Amerika :McGraw-Hill Companies.2005. 85- 93.

Sherwood, laura.Susunan Saraf Pusat.Beatricia I.Santoso.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.

Jakarta : EGC.2001;115-119.

Simon, Roger P, David A.Greenberg, dan Michael J.Aminoff.Headaches and facial

pain.Clinical Neurology. United states of Amerika : Lange.2009.69-93.

28