bab ii case cephalgia

41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Cephalgia II.1.1. Definisi Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang (Oleson & Bonica, 1990). II.1.2. Klasifikasi Berdasarkan banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan melibatkan sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache Disorders, 2nd edition” untuk nyeri kepala. Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi antara lain migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala sekunder antara lain disebabkan oleh trauma kepala, gangguan pembuluh darah, gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat, infeksi, gangguan metabolik. Nyeri di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala sekunder. Nyeri jenis ini biasanya terkait 2

Upload: george-tirta-dihatmo

Post on 31-Jul-2015

360 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Case Cephalgia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Cephalgia

II.1.1. Definisi

Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata

serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang (Oleson & Bonica, 1990).

II.1.2. Klasifikasi

Berdasarkan banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan melibatkan sekitar

100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society mengembangkan

klasifikasi ”International Classification of Headache Disorders, 2nd edition” untuk nyeri

kepala.

Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri

kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi antara lain migren,

nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala lain yang tidak berhubungan

dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala sekunder antara lain disebabkan oleh

trauma kepala, gangguan pembuluh darah, gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat,

infeksi, gangguan metabolik. Nyeri di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala

sekunder. Nyeri jenis ini biasanya terkait kelainan tengkorak, leher, telinga, hidung, sinus.

Kerusakan saraf kepala juga termasuk nyeri kepala sekunder.1

2

Page 2: BAB II Case Cephalgia

TABLE 1

Acute Secondary Headache Disorders

Headache associated with head trauma

Acute post-traumatic headache

Headache associated with vascular

disorders

Subarachnoid hemorrhage

Acute ischemic

cerebrovascular disorder

Unruptured vascular

malformation

Arteritis (e.g., temporal

arteritis)

Carotid or vertebral artery pain

Venous thrombosis

Arterial hypertension

Headache associated with nonvascular

intracranial disorder

Benign intracranial

hypertension (pseudotumor

cerebri)

Intracranial infection

Low cerebrospinal fluid

pressure (e.g., headache

subsequent to lumbar puncture)

Headache associated with substance use or

withdrawal

Acute use or exposure

Chronic use or exposure

Headache associated with noncephalic infection

Viral infection

Bacterial infection

Headache associated with metabolic disorder

Hypoxia

Hypercapnia

Mixed hypoxia and hypercapnia

Hypoglycemia

Dialysis

Other metabolic abnormality

Headache or facial pain associated with disorder

of cranium, neck, eyes, ears, nose, sinuses, teeth,

mouth, or other facial or cranial structures

Cranial neuralgias, nerve trunk pain, and

deafferentation pain

Adapted with permission from Classification and diagnostic criteria for headache disorders, cranial neuralgias and facial pain.

Headache Classification Committee of the International Headache Society. Cephalalgia 1988;8(suppl 7):1-96.

3

Page 3: BAB II Case Cephalgia

II.1.2.1. Migrain

Definisi

Istilah migren berasal dari kata Yunani yang berarti “sakit kepala sesisi”. Suatu

kondisi kronis yang dikarakterisik oleh sakit kepala episodik dengan intensitas sedang –

berat yang berakhir dalam waktu 4 – 72 jam (International Headache Society).

Migrain merupakan nyeri kepala primer yang paling sering ditemukan. Nyeri

kepala biasanya terasa berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan frekuensi, lama

serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan bertambah dengan aktivitas.4,5,6 Dapat

disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi

serangan sangat beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau

bulan.2

Epidemiologi

Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu

keluhan tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang dikenal sebagai migren. ± 30-40

% penduduk USA pernah mengalami nyeri kepala hebat pada masa hidupnya, dimana

nyeri tegang otot dan migraine menduduki peringkat nomor satu.2

Migrain lebih sering mengenai usia dewasa muda, dengan puncak prevalensi baik

pria maupun wanita adalah umur 25 – 55 th. 90% mengalami nyeri kepala sebelum usia 40

tahun. Di US, migrain terjadi pada 18% wanita, 6% pria, 4 % anak-anak. Faktor hormonal

mungkin berperan dalam menjelaskan mengapa wanita lebih banyak menderita migraine.

Anak laki-laki menderita migrain pada onset yang lebih awal dibandingkan anak

perempuan. Penderita migrain sebagian besar memiliki riwayat keluarga migrain, dan

sebagian besar juga sering mengalami sakit kepala tegang otot3

4

Page 4: BAB II Case Cephalgia

Klasifikasi

Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (IHS):

1. Migrain tanpa aura (common migraine)

- Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15

tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.

- Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:

Lokasi unilateral

Kualitas berdenyut

- Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.

- Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.

- Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:

Mual dan atau muntah

Fotofobia dan fonofobia

- Minimal terdapat satu dari berikut:

Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.

Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah

disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI

atau CT Scan kepala)

2. Migrain dengan aura (classic migraine)

- Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan

fase postdromal.

- Aura dengan minimal 2 serangan sebagai berikut:

5

Page 5: BAB II Case Cephalgia

Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis: vertigo,

tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield

kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan

kesadaran)

- Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau lebih gejala

Nyeri kepala

Sama dengan migrain tanpa aura

3. Migraine with prolonged aura

- Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60

menit dan kurang dari 7 hari.

4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)

- Memenuhi kriteria migrain dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura

sebagai berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual

pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral, paresis

bilateralda penurunan derajat kesadaran.

5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic

migraine)

- Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala

6. Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with

migraine

7. Benign paroxysmal vertigo of childhood

- Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul

secara sporadis dalam waktu singkat.

- Pemeriksaan neurologis normal.

6

Page 6: BAB II Case Cephalgia

- Pemeriksaan EEG normal

8. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)

- Telah memenuhi kriteria migraine dengan aura.

- Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya, akan

tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada

pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di daerah yang sesuai

- Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.

Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat

atau setelah serangan nyeri kepala.

Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migrain, di duga

sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan avikasi sistem

trigeminal-vaskular, sehingga migraine termasuk dalam nyeri kepala primer.

Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migraine yaitu:

1. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan

hormonal.

2. Stress dan kecemasan.

3. Terlambat makan

4. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.

5. Cahaya kilat atau berkelip.

6. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah

7. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia

8. Banyak tidur atau kurang tidur

7

Page 7: BAB II Case Cephalgia

9. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik

10. Faktor herediter

11. Faktor kepribadian

Gambaran klinik

Gambaran klinik penyakit ini dapat dibagi atas 4 fase :

Fase I : Prodromal

Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan

selama 24 jam sebelum terjadi serangan. Gejala berupa perubahan mood, perubahan

perasaan / sensasi (bau atau rasa), atau lelah dan ketegangan otot serta sulit/malas

berbicara.

Fase II : Aura

Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat

seperti melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan

hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating scotoma), dan

wajah yang pucat. Gejala ini terkait dengan terjadinya vasokonstriksi arteri intrakranial.1

Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan,

dysphasia. Fase ini berlangsung antara 5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine

tidak disertai aura.

Fase III : Headache

Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada salah

satu sisi kepala tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah, sensitif

8

Page 8: BAB II Case Cephalgia

terhadap cahaya (photofobia) atau suara (phonofobia). Gejala-gejala tersebut dianggap

sebagai manifestasi tahap vasodilatasi arteri ekstrakranial.1 Nyeri kepala sering memburuk

saat bergerak dan pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir

antara 4 – 72 jam.

Fase IV : Postdromal

Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada

fase ini pasien akan merasakan lelah, tidak konsentrasi, tidak bisa makan, nyeri pada

ototnya kadang kadang euphoria.

Table 1. Phases of the Migraine

Phase Time Course Symptoms

Prodrome Hours to days prior to

headache

Anxiety, irritability, euphoria, or

drowsiness

Sensitive to sound, light, or smell

Aura Precedes headache

Develops over 5-20

minutes

Can last up to 60 minutes

Visual aura most common

Zigzag lines and scintillating images

Paresthesias and visual field defects

Headache 4-72 hours

> 72 hours = status

migrainosus

Unilateral pain often in temple

Nausea, vomiting, sensitive to light, smell,

and

sound

Worsens with physical activity

9

Page 9: BAB II Case Cephalgia

Postdrome Follows severe attack Exhaustion and scalp tenderness

Phases of the Migraine

Migraine headaches more commonly occur in the early morning

hours of the day

10

Page 10: BAB II Case Cephalgia

Patofisiologi migren

Disfungsi autonomik pembuluh darah di kulit kepala mengakibatkan timbulnya

nyeri kepala yang dikenal sebagai migraine.

Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori

vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di

pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang.4

1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading

depression dari Leao)

Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya

aura pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia

menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam

rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah

gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan.

Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita

11

Page 11: BAB II Case Cephalgia

melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per

menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat.

Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.

Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen

(1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita

migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan

aliran darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan

yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan

bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat

dari depresi yang meluas.

Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren

klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase

vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang

berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen

perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di

otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.

2. Sistem trigemino-vaskular

Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung.

substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP).

Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP

menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh

serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan

rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.

Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma

meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan

pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin

bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala

dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine

12

Page 12: BAB II Case Cephalgia

(Periactin®) dan pizotifen (Sandomigran®, Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk

mencegah migren.

3. lnti-inti syaraf di batang otak

Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai

hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan

pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher

yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar

otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih

rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi

pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak,

misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.

Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan

faktor Intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik

emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu,

misalnya buah jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol,

sosis yang ada bahan pengawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu

panas, terik matahari, lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara

yang tak menyenangkan. Faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada

wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid.

Dikatakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya didapatkan pada 3

dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering

mempengaruhi serangan migren.

Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin

pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan

pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC

ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin

menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura7.

Pencetus (trigger) migren berasal dari:

13

Page 13: BAB II Case Cephalgia

1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress.

2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang

menyilaukan, suara bising, makanan.

3. Bau-bau yang tajam

4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan"

internal (perubahan hormonal).

5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator,

atau angiografi.

Prinsip penanganan

Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko,

terapi farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas

dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan),

walau pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi

abortif merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan

serangan nyeri dan disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi

preventif atau profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi

dan beratnya nyeri kepala.2,8

1. Mengurangi faktor risiko/pencetus

- Stres dan kecemasan

- Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.

- Hipoglikemia (terlambat makan)

- Kelelahan

- Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal. Kadar estrogen yang

berfluktuasi dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obat-obat

pengganti estrogen

14

Page 14: BAB II Case Cephalgia

- Diet. Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita

migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa

minuman beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju

(Colby, Roquefort, Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan,

Boursault, Romano), coklat, dan aspartame.

2. Terapi farmaka migrain

Terapi Abortif

Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia

yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia

spesifik yang hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat

dikatakan bahwa terapi memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada

migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai

berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih

bermanfaat.

Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat serangan

nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase

prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui

neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu

penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan

muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan

parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.

Analgesik nonspesifik

Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol),

aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian

analgesia opioid dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada

migrain antara lain adalah:

- Diklofenak.

- Ketorolak

15

Page 15: BAB II Case Cephalgia

- Ketoprofen.

- Indometasin.

- Ibuprofen.

- Naproksen.

- Golongan fenamat.

Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat.

Kombinasi antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan

kafein dikatakan dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing

obat yang lebih rendah diharapkan akan mengurangi efek samping obat.

Mekanisme kerja OAINS pada umumnya terutama menghambat enzim

siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat.2 Pasien diminta

meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat harus adekuat baik

secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba

OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari

pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat

diberikan asetaminofen atau ibuprofen.

Analgesik spesifik

Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,

dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif

reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di

samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, α1dan α 2-

nonadrenergik dan dopamin.2

Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang

sampai berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya

16

Page 16: BAB II Case Cephalgia

analgesia spesifik ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai

antimigren. Ergot lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya

lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah preparat ini di

Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya ada

sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat

apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.

Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan. Kombinasi

ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain

sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali,

penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati

pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping

yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal.

Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak

melebihi 10 mg/minggu.2

Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia

sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien

yang tidak memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa

kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24

jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit

jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol,

migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri

dada non kardial, disforia.

Terapi preventif

Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau

tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek

(subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor

pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia

sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena

faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain

menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan

17

Page 17: BAB II Case Cephalgia

tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai

tiga bulan.

Indikasi:

- Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan

- Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan

- Penyakit sangat mengganggu kualitas/gaya hidup penderita.

- Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap

terapi abortif.

- Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.

Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil),

antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol). Terapi

profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.

Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga

obat tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural

melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih

efektif daripada obat yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi,

verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi karena efek sampingnya paling

minimal dibandingkan yang lain.

Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis

obat yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama

minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat

selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun

berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan.

Nama obat Dosis Nama obat Dosis

Propranolol 40-240 mg/hari Valproat 500-1500 mg/ hari

Nadolol 20-160 mg/ hari Topiramat 50-200 mg/ hari

18

Page 18: BAB II Case Cephalgia

Metoprolol 50-100 mg/ hari Gabapentin 900-3600 mg/ hari

Timolol 20-60 mg/ hari Verapamil 80-640 mg/hari

Atenolol 50-100 mg/ hari Nimodipin 30-60 mg qid

Amitriptilin 10-200 mg/ hari Flunarizin 5-10 mg/hari

Fluoksetin 10-80 mg/ hari Nortriptilin 10-150 mg/ hari

Tabel 2. Terapi farmaka pencegahan migrain

Terapi nonfarmaka

Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi

nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan

diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien

(reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi

sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang

dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi

pencegahan yang murah.

Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi

nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi

biofeedback dengan memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau

pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara

bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi

alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain

menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.

II.1.2.2. Cluster Headache (Nyeri Kepala Kelompok)

Cluster headache merupakan salah satu nyeri kepala kronik yang sering

mengganggu kehidupan seseorang dan pasien terbangun karena nyeri kepala. Ini sering

menyebabkan perubahan emosional seseorang.

Epidemiologi

19

Page 19: BAB II Case Cephalgia

Nyeri kepala ini lebih jarang dibandingkan dengan migren dan sakit kepala tegang

otot. Frekuensi nyeri kepala cluster 0,5% dari populasi laki-laki dan 0,1% dari populasi

wanita. Nyeri kepala cluster lebih banyak ditemukan pada pria. Dapat terjadi pada segala

usia, namun paling sering terjadi pada usia akhir 20an. Prevalensi lebih tinggi pd pria dan

pada ras kulit hitam. Tidak ada riwayat keluarga

Gambaran klinis

Khas ditandai dengan nyeri yang sangat berat yang berlangsung 30-45 menit

berlokasi dibelakang atau disekitar salah satu mata dan dapat menyebar ke sekitar

temporal, rahang, hidung, dagu dan gigi. Nyeri sering disertai dengan lakrimasi pada sisi

yang sama dengan nyeri kepala, konjuntival injection, nasal kongesti dan hidung berair.

Ptosis, perubahan pupil, berkeringat yang unilateral atau bilateral dan fasial flushing.

Berbeda dengan migren disini tidak ditemukan adanya aura, tidak ada gejala gangguan

visual atau sensoris, mual muntah jarang. Tidak bersifat herediter. Pemicu utamanya

adalah alkohol dan merokok

Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali perhari 1 – 3 serangan perhari,

sering berakhir antara 3 – 16 minggu. Dengan interval antara 6 bulan dan 5 tahun.

Patofisiologi

Fokus patofisiologi sakit kepala kluster terletak di arteri karotis intrakavernosus

yang merangsang pleksus perikarotis. Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan

2 nervus trigeminus, ganglia servikalis superior/SCG (simpatetik) dan ganglia

sfenopalatinum/SPG (parasimpatetik). Diperkirakan focus iritatif di dan sekitarpleksus

membawa impuls-impuls ke batang otak dan mengakibatkan rasa nyeri di daerah 20

Page 20: BAB II Case Cephalgia

periorbital, retroorbital dan dahi. Hubungan polisinaptik dalam batang otak merangsang

neuron-neuron dalam kolumna intermediolateral sumsum tulang belakang (simpatetik) dan

nucleus salivatorius superior (parasimpatetik). Serat-serat preganglioner dari nucleus-

nukleus ini membawa impuls-impuls untuk merangsang SCG (simpatetik) dan

mengakibatkan sekresi keringat di dahi, serta rangsangan pada SPG (parasimpatetik) untuk

sekresi air mata (lakrimasi) dan air hidung (rinorrhea).

Penanganan

Sasaran terapi cluster headache adalah untuk menghilangkan nyeri (terapi abortif),

mencegah serangan (profilaksis). Strategi terapi : menggunakan obat NSAID,

vasokonstriktor cerebral. Obat-obat yang digunakan dalam terapi abortif:

Oksigen

Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain

Sumatriptan

Obat-obat yang digunakan untuk terapi profilaksis:

Verapamil

Litium

Ergotamin

Metisergid

Kortikosteroid

Topiramat

II.1.2.3. Tension-Type Headache

Definisi

21

Page 21: BAB II Case Cephalgia

Nyeri kepala tegang didefinisikan sebagai serangan nyeri kepala berulang yang

berlangsung dalam hitungan menit sampai hari, dengan sifat nyeri yang biasanya berupa

rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat, bilateral, tidak dipicu oleh aktifitas fisik

dan gejala penyerta nya tidak menonjol.

Tension-type headache disebut pula muscle contraction headache merupakan nyeri

tegang otot yang timbul karena kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk

(m.Splenius kapitis, m.Temporalis, m.Maseter, m.Sternokleidomastoideus, m.Trapezius,

m.Servikalis posterior, dan m.Levator skapule). Sakit kepala tipe ini banyak terdapat pada

wanita masa menopause dan premenstrual.

Epidemiologi

Sakit kepala tipe tegang merupakan sakit kepala yang paling umum terjadi,

prevalensinya sekitar 69% pd pria dan 88% wanita. 40% mempunyai riwayat keluarga

yang menderita nyeri kepala tipe tegang. Kira-kira 15% nya sudah mulai menderita

sebelum usia 10 tahun. Dapat dimulai pada segala usia, onset terutama pada usia remaja

dan dewasa muda. Umumnya sakit kepala berkurang dengan meningkatnya usia. 25%

pasien juga mengidap migrain

Klasifikasi

Tension type headache dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

1. Episodik : Dengan serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari dalam

1 tahun).

2. Kronik : Dengan serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan

(180 hari dalam 1 tahun).

Tension headache kronik dibagi 2 macam, yaitu:

a. Short-duration. Serangan terjadi kurang dari 4 jam.

b. Long-duration. Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.

22

Page 22: BAB II Case Cephalgia

Lokasi

Tension-type headache dapat terjadi secara:

a. Bilateral.

b. Predominasi oksipital-nukhal.

c. Temporal.

d. Frontal.

e. Kadang menyebar difus di puncak kepala.

Gambaran klinis

Nyeri kepala tipe tegang biasanya bilateral terasa nyeri tumpul yang menetap

dengan intensitas bervariasi sepanjang hari. Pasien sering mengambarkan kepalanya terasa

seperti tertekan, berat atau terikat disekeliling kepala. Sekitar 10% tension headache

disertai dengan migren sehingga memberikan gejala klinis yang kompleks.

Pada kasus yang sedang nyeri kepala timbul biasanya menyertai suatu keadaan

stress atau hal yang tidak menyenangkan. Pada keadaan yang kronik nyeri timbul mulai

pagi hari dan berlangsung sepanjang hari. Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan

kronik yang bermulai setelah umur 20 tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri

kepala bilateral terutama pada dahi, pelipis, belakang kepala atau leher, tanpa sensasi

denyutan dan tidak disertai rasa mual, muntah, fotofobia atau gangguan penglihatan dan

fonofobia. Nyeri biasa dideskripsikan seperti ada pita yang mengikat kepala dengan ketat.

Wanita lebih sering terkena dibanding pria. Bila berlangsung lama pada palpasi dapat

ditemukan daerah-daerah yang membenjol keras berbatas tegas dan nyeri tekan. Nyeri

dapat menjalar sampai bahu.

23

Page 23: BAB II Case Cephalgia

Pada yang episodik pasien jarang berobat ke dokter karena sebagian besar sembuh

dengan obat-obat analgetik bebas yang beredar dipasaran. Pada yang kronis biasanya

merupakan manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan dan

depresi. Oleh sebab itu, perlu dievaluasi adanya stres kehidupan, pekerjaan, kebiasaan,

sifat kepribadian tipe perfeksionis, kehidupan perkawinan, kehidupan sosial, seksual, dan

cara pasien mengatasinya.

Gejala lain yang dapat ditemukan seperti gangguan tidur (sering terbangun atau

bangun dini hari), nafas pendek, konstipasi, berat badan menurun, palpitasi dan gangguan

haid. Keluhan emosi antara lain perasaan bersalah, putus asa, tidak berharga, takut sakit

atau mati, dan sebagainya. Keluhan psikis yaitu konsentrasi buruk, minat menurun, ambisi

menurun atau hilang, daya ingat buruk dan mau bunuh diri.

Pasien sering menghubungkan nyeri kepalanya secara tidak proposional dengan

kejadian yang pernah dialaminya seperti kecelakaan, trauma, kematian orang yang dicintai

bekas suntikan, tindakan operasi, kehilangan pekerjaan, atau perceraian.

24

Page 24: BAB II Case Cephalgia

TABLE 12

Diagnostic Criteria for Tension-Type, Chronic Tension-Type, and Chronic Headache

Tension-type headache

At least 10 previous headache episodes fulfilling criteria B through D; number of

days with such headaches: less than 180 per year or 15 per month

Headaches lasting from 30 minutes to 7 days

At least two of the following pain characteristics:

1. Pressing or tightening (nonpulsating) quality

2. Mild to moderate intensity (nonprohibitive)

3. Bilateral location

4. No aggravation from walking stairs or similar routine activities

5. No nausea or vomiting

6. Photophobia and phonophobia absent, or only one is present

Chronic tension-type headache

Same as tension-type headache, except number of days with such headaches: at least 15

days per month, for at least six months

Chronic daily headache

Features of tension-type headache

Occurs at least 6 days per week

Adapted with permission from Classification and diagnostic criteria for headache

disorders, cranial neuralgias and facial pain. Headache Classification Committee of the

International Headache Society. Cephalalgia 1988;8(suppl 7):1-96, with information from

reference 12.

25

Page 25: BAB II Case Cephalgia

Patogenesis

Pada tension headache hanya sebagian saja yang terungkap. Nyeri kepala yang

timbul adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik

emosional atau kelelahan. Respon fisiologis yang terjadi meliputi refleks vasodilatasi

pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi menetap otot-otot skelet kulit kepala (scalp),

wajah, leher dan bahu secara terus menerus.

Faktor Pencetus

Yang merupakan faktor pencetus tension type headache adalah sebagai berikut: Stres

Kecemasan

Depresi

Konflik emosional

Kelelahan

Penanganan

Tindakan umum

a. Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter dan pasien merupakan

langkah pertama yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Penjelasan

dokter yang meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga

kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak atau

penyakit intrakranial lainnya.

b. Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus segera dilakukan. Sebagian pasien

menerima bahwa kepalanya berkaitan dengan penyakit depresinya dan bersedia ikut

program pengobatan sedangkan pasien lain berusaha menyangkalnya. Oleh sebab

itu, pengobatan harus di tujukan kepada penyakit yang mendasari dengan obat anti

cemas atau anti depresi serta modifikasi pola hidup yang salah, disamping

pengobatan nyeri kepalanya. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri

maka pasien harus dirujuk ke ahli jiwa.

26

Page 26: BAB II Case Cephalgia

Terapi farmakologik

a. Analgetikum, misalnya:

Asam asetilsalisilat 500mg tablet dengan dosis 1500mg/hari.

Metampiron 500mg tablet dengan dosis 1500mg/hari.

Glafenin 200mg tablet dengan dosis 600- 1200mg/hari.

Asam mefenamat 250-500mg tablet dengan dosis 750-1500mg/hari.

b. Penenang/ansiolitik, misalnya:

Klordiazepoksid 5mg tablet dengan dosis 15-30mg/hari.

Klobazam 10mg tablet dengan dosis 20- 30mg/hari.

Lorazepam 1-2mg tablet dengan dosis 3- 6mg/hari.

c. Antidepresan, misalnya:

Maprotiline 25/50/75mg tablet dengan dosis 25-75mg/hari.

Amineptine100mg tablet dengan dosis 200mg/hari.

d. Relaksasi, hipnosis, biofeedback, dan tehnik relaksasi lain dapat membantu

mengurangi berat-ringan dan frekuensi serangan.

e. Psikoterapi bermanfaat pada kasus dengan ansietas atau depresi yang berat.

f. Fisioterapi, terdiri dari diatermi, masase, kompres hangat, TENS (Transcutaneus

Electrical Nerve Stimulation).

g. Tindakan lain seperti injeksi trigger point dengan 0,25 – 0,50 ml lidokain 1%

dicampur deksametason/triamsolon dalam volume yang sama dapat membantu

mempercepat penyembuhan nyeri kepala tegang pada kasus-kasus tertentu.

27

Page 27: BAB II Case Cephalgia

II.1.3. Diagnosa Sakit Kepala

1. Anamnesa

a. Usia timbulnya, syndrome yang benign seperti migraine, tension-type

headache dan cluster headache biasanya mulai sebelum usia

pertengahan.aneurisma, tumor otak lebih banyak pada usia sekitar 35 tahun.

b. Lamanya & frekwensi nyeri kepala. Lamanya keluhan nyeri kepala pada

pasien dapat mengarahkan kepada kelainan neurologi yang progressive atau

suatu keganasan. Nyeri kepala hebat yang akut disertai dengan kehilangan

kesadaran atau tanda-tanda gangguan neurological fokal mengarah kepada

subaraknoid hemoragia atau meningitis. Nyeri kepala yang kronis misalnya

pada migraine atau tension type headache.

c. Sisi mana yang sakit. Tension type headache sering difuse dan bilateral.

Migraine dapat bilateral tapi lebih sering unilateral. Cluster headache selalu

unilateral

d. Kwalitas nyeri kepala. Kualitas nyeri kepal sangat subyektif tergantung pada

keadaan psikologi pasien.

e. Saat timbulnya nyeri kepala. Cluster headache sering nyeri timbul pada saat

pasien tidur sehingga sering membangunkan pasien. Tumor otak dalam

ventrikel juga dapat menyebabkan nyeri kepala pada saat tidur.

f. Fenomena lain yang menyertainya seperti photofobia,phonofobia, gangguan

penglihatan, dizziness, kelemahan otot, febris.

g. Hal hal lain yang memperburuk nyeri kepala misalnya batuk.

2. Pemeriksaan fisik.

a. Keadaan umum pasien & mentalnya.

28

Page 28: BAB II Case Cephalgia

b. Tanda tanda rangsangan meningeal

c. Adakah kelainan saraf cranial

d. Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dan koordinasinya

3. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium darah ,LED

b. Lumbal punksi

c. Elektroensefalografi

d. CT Scan kepala, MRI.

TABLE 3

Indications for Neuroimaging in Patients with Headache Symptoms

Focal neurologic finding on physical examination

Headache starting after exertion or Valsalva's maneuver

Acute onset of severe headache

Headache awakens patient at night

Change in well-established headache pattern

New-onset headache in patient >35 years of age

New-onset headache in patient who has HIV infection or previously diagnosed cancer

HIV = human immunodeficiency virus.

Information from references 14 and 15.

Kapan nyeri kepala perlu dirujuk :

29

Page 29: BAB II Case Cephalgia

1. Bila ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, iritasi meningeal, penyakit

sistemik lain yang menyertainya.

2. Bila telah minum obat dengan adekuat namun nyeri kepalanya tetap tidak ada

perubahan.

3. Nyeri kepala yang kronik pada pasien pasien dengan penyalah-gunaan obat,

gangguan psikologik,.

4. timbulnya nyeri kepala akibat komplikasi dari pemakaian obat-obatanseperti pada

penderita asma atau penyakit jantung.

5. Nyeri kepala timbul secara tiba-tiba, setelah suatu aktivitas latihan, batuk

6. Timbulnya nyeri kepala disertai dengan perubahan kesadaran, adanya gejala-gejala

neurologi fokal, febris.

30