cephalgia pasca trauma kapitis

31
BAB I PENDAHULUAN Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. 1 Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi antara lain migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala sekunder antara lain disebabkan oleh trauma kepala, gangguan pembuluh darah, gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat, infeksi, gangguan metabolik. Nyeri di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala sekunder. Nyeri jenis ini biasanya terkait kelainan tengkorak, leher, telinga, hidung, sinus. Kerusakan saraf kepala juga termasuk nyeri kepala sekunder. 1 Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih 1

Upload: deden-siswanto

Post on 01-Dec-2015

538 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

dfdvf

TRANSCRIPT

Page 1: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

BAB I

PENDAHULUAN

Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di

belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.1

Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu

nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi

antara lain migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala

lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala

sekunder antara lain disebabkan oleh trauma kepala, gangguan pembuluh darah,

gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat, infeksi, gangguan metabolik. Nyeri

di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala sekunder. Nyeri jenis ini

biasanya terkait kelainan tengkorak, leher, telinga, hidung, sinus. Kerusakan saraf

kepala juga termasuk nyeri kepala sekunder.1

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan

usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena

mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk

menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang

belum benar benar rujukan yang terlambat.2

Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung

pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau

kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma

langsung bila kepala langsung terluka.2

Trauma capitis adalah cedera pada kepala yang dapat melibatkan seluruh

struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling “ringan”,

tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri; baik

berupa luka yang tertutup, maupun trauma tembus.2

Sindrom sakit kepala pasca-trauma adalah gejala sisa yang sangat umum

berikut luka pada kepala atau leher, dan sering terjadi setelah kecelakaan

1

Page 2: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

mobil dan lalu lintas lainnya. Sakit kepala biasanya terbatas dan dapat hilang

dengan cepat, dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.3

Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan

teknologi dan pembangunan, frekuensinya cenderung makin meningkat. Cedera

kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma,

mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat

dalam suatu kecelakaan. Kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia

produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki

dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas dan

disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok usia anak-anak.3

2

Page 3: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Cephalgia

Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di

belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.1

B. Klasifikasi

Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu

nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi

antara lain migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala

lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala

sekunder antara lain disebabkan oleh trauma kepala, gangguan pembuluh darah,

gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat, infeksi, gangguan metabolik. Nyeri

di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala sekunder. Nyeri jenis ini

biasanya terkait kelainan tengkorak, leher, telinga, hidung, sinus. Kerusakan saraf

kepala juga termasuk nyeri kepala sekunder.1

Macam-macam sakit kepala :

a. Sakit kepala karena tegang (Tension Headache)

3

Page 4: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

Merupakan yang paling umum pada sakit kepala primer yakni sebanyak

90% dari orang dewasa telah memiliki atau akan memiliki ketegangan sakit

kepala. Ketegangan sakit kepala yang lebih umum di kalangan wanita daripada

pria. Pada sakit kepala jenis ini, pasien akan merasakan kepalanya seperti diikat

dengan kain yang sangat erat, ketegangan/sakit pada otot-otot pundak/bahu,

leher, kulit kepala dan rahang. Sakit kepala tegang sering dihubungkan dengan

stress, depresi, kecemasan, bekerja secara berlebihan, tidur yang kurang, telat

makan, peminum alkohol serta pengguna obat-obatan. Gejala sakit kepala bisa

timbul dengan dipicu oleh konsumsi coklat, keju dan penyedap masakan

(MSG). Orang yang terbiasa minum kopi akan mengalami sakit kepala bila

yang bersangkutan lupa untuk minum kopi. Penyebab lain dari sakit kepala tipe

ini adalah posisi kepala yang menetap pada jangka waktu yang lama seperti

saat duduk di depan komputer, mikroskop atau mesin ketik. Kesalahan dalam

posisi tidur, dan terlalu memaksakan diri untuk melakukan sesuatu. Sakit pada

awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang kemudian menjalar ke

kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke kepala bagian depan. Sakit

yang dirasakan pada kedua sisi kepala seperti kepala sedang diikat oleh kain

yang sangat ketat

b. Migrain

Merupakan salah satu sakit kepala dengan gejala yang cukup berat dan

berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala (beberapa kasus

bisa menyerang kedua sisi kepala), bersamaan dengan itu pasien juga akan

merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual.

Sebelum pasien merasakan sakit kepala migren, terlebih dahulu mereka akan

merasakan semacam aura (gejala peringatan akan timbulnya migren) seperti

kepala terasa berdenyut.

c. Sakit Kepala Cluster

Merupakan jenis langka pada sakit kepala primer, mempengaruhi 0,1%

dari populasi. Diperkirakan 85% dari penderita sakit kepala cluster adalah laki

– laki. Usia rata-rata penderita sakit kepala cluster adalah usia 28-30 tahun,

walaupun sakit kepala mungkin dimulai pada masa kanak-kanak. Sakit kepala

4

Page 5: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

ini terasa seperti ditusuk-tusuk, sangat menyakitkan dan sering kambuh

menurut periode tertentu.

d. Sakit kepala sinus.

Sakit dirasakan terutama di bagian depan kepala dan wajah sesuai dengan

lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala sinus disebabkan oleh karena

peradangan yang terjadi pada rongga sinus yang terletak pada dahi, hidung dan

sekitar mata. Sakit akan bertambah berat bila kepala ditundukkan ke depan dan

saat bangun tidur di pagi hari. Sakit kepala yang disebabkan oleh karena factor

fisik juga timbul saat kita menderita demam, flu, atau mengalami gejala

premenstrual syndrome. Pada orang yang berumur diatas 50 tahun yang

mengalami sakit kepala hebat untuk pertama kali, bisa jadi yang bersangkutan

menderita apa yang disebut dengan temporal arteritis. Selain sakit kepala,

penderita juga akan merasakan gangguan penglihatan, dan sakit saat

mengunyah. Terdapat resiko mengalami kebutaan bila gejala ini dibiarkan

maka dari itu perlu penanganan dokter dengan segera. Penyebab lain dari sakit

kepala yang relatif jarang adalah Anuresma otak yaitu suatu keadaan di mana

terjadi gangguan kekuatan pada dinding pembuluh darah otak sehingga

pembuluh darah tersbeut mudah pecah dan menimbulkan perdarahan pada otak,

Tumor Otak, Stroke atau TIA, dan Infeksi otak seperti meningitis atau

encephalitis. Sakit kepala sering tampak sederhana karena umumnya

merupakan gejala penyakit ringan. Sekitar 70 % sakit kepala memang

disebabkan oleh ketegangan otot. Meski begitu, sakit kepala tak bisa

disepelekan, apalagi kalau sampai mengganggu pekerjaan (Med Express,

2009).

A. Sefalgia karena tekanan intrakranium yang meningkat

Tekanan intrakranium yang meningkat dapat ditemukan pada ;

1. Tumor intrakranialis

2. Hematoma intrakranialis

3. Trauma Kapitis

Tumor, hematoma atau abses intrakranialis itu dapat menimbulkan traksi atau

dorongan pada selaput otak dan pembuluh-pembuluh darah di sekitarnya.

5

Page 6: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

Peranjakan (shift) pembuluh-pembuluh darah yang ditimbulkan oleh dorongan

atau traksi tersebut dapat menimbulkan rasa nyeri kepala. Suatu karsinoma

anaplastik dari nasofaring tidak menimbulkan tekanan intrakranialis yang

meningkat. Nyeri kepala pada penderita karsinoma anaplastik timbul karena

tertekannya cabang-cabang (I, II) dari N trigeminus atau karena terdorongnya

dura yang menutupi foramina di basis kranii.

B. Sefalgia karena kelainan vascular

1. Sefalgia pada “cerebro vascular disease” (CVD)

2. Sefalgia karena tekanan darah yang meningkat

3. Migren

4. “clutser headache

5. Nyeri kepala pada anemia berat

C. Sefalgia karena pengaruh emosi

1. “tension headache”

2. Depresi

C. Gambaran Klinik

Kriteria Diagnosis cephalgia kepala akut pasca trauma :

Klinis nyeri kepala, tidak khas 5

a. Terdapat trauma kepala, dimana nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah

trauma atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali.

b. Terdapat satu atau lebih keadaan ini dibawah ini

1, nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala

2. nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma kepala

Nyeri kepala kronik pasca trauma

a. Nyeri kepala tidak khas

b. Terdapat trauma kepala dimana nyeri kepala timbul dalam 7 hari

sesudah trauma atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali

6

Page 7: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

c. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala

Lab : darah rutin, kimia darah, LCS, ( atas indikasi ).

Foto tengkorak : neuro imaging CT-Scan atau MRI.

Gold standard ; kriteria diagnostic nyeri kepala kelompok study nyeri

kepala perdosis 2005 yang diadaptasi IHS ( International Headache

sociati)

Patologi anatomi : -

D. Definisi Trauma Kapitis

Cidera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi

otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisiil dalam substansi otak

tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Merupakan salah satu penyebab

kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar

karena kecelakaan lalulintas.6

Sindrom sakit kepala pasca-trauma adalah gejala sisa yang sangat umum

berikut luka pada kepala atau leher, dan sering terjadi setelah kecelakaan

mobil dan lalu lintas lainnya. Sakit kepala biasanya terbatas dan dapat hilang

dengan cepat, dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.6

E. Klasifikasi Trauma Kapitis 6

1. Simple Head Injury

Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

· Ada riwayat trauma kapitis

· Tidak pingsan

· Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat

simptomatik dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri

7

Page 8: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung

tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan

jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin

muntah dan tampak pucat.

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau

terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri

mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang

masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat

terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan

yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi

simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan

terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.

3. Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di

dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun

neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk

terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga

menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang

destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena

itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan

blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat

blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran

hilang selama blockade reversible berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”,

dan“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa

refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli

kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang

beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah

8

Page 9: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi

rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena

pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa

timbul.

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi

dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan

antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan

7-10 hari.

4. Laceratio Cerebri

Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan

robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan

subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat

dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.

Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan

oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur

depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh

deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

5. Fracture Basis Cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa

posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang

terkena.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

· Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

· Epistaksis

· Rhinorrhoe

9

Page 10: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

· Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

· Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.

Komplikasi :

· Gangguan pendengaran

· Parese N.VII perifer

· Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya

harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi.

Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:

· Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan

Commotio Cerebri

o Skor GCS 13-15

o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)

o Skor GCS 9-12

o Ada pingsan lebih dari 10 menit

10

Page 11: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

· Cedera Kepala Berat (CKB)

o Skor GCS <8

o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

F. Gambaran Klinis

Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti

berikut: 7

1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:

a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os

mastoid)

b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)

e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat

kemudian sembuh.

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargik.

3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;

11

Page 12: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di

otak menurun atau meningkat.

b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi

pernafasan).

d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau

posisi abnormal ekstrimitas

G. Epidemiologi

Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan

teknologi dan pembangunan, frekuensinya cenderung makin meningkat.

Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat

trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan

terlibat dalam suatu kecelakaan. Kasus cedera kepala terutama melibatkan

kelompok usia produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh

kaum laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah

kecelakaan lalu lintas dan disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok

usia anak-anak.4

Epidemiologi penyakit Trauma kapitis yaitu mempelajari frekuensi,

distribusi penyakit Trauma kapitis serta faktor-faktor (determinan) yang

mempengaruhinya. Dalam distribusi penyakit Trauma kapitis ada 3 variabel

yang dapat dilihat yaitu : variabel orang (person), variabel tempat (place), dan

variabel waktu (time).4

a. Menurut Orang (person)

Trauma kapitis hingga pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan

yang utama. Di Spanyol (1992), insiden Trauma kapitis 91 per 100.000

penduduk, dan cause specific death rate 19,7 per 100.000 penduduk. Taiwan

(1992), insiden Trauma kapitis 180 per 100.000 penduduk, dan cause specific

death rate 23 per 100.000 penduduk.

Menurut penelitian Junandar Siahaan (2002) di RS Santha Elisabeth Medan,

proporsi penderita Trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun

12

Page 13: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

(23,8%), dan proporsi jenis kelamin laki-laki (63,1%).

Menurut penelitian Wahyoepramono dan Yunus (2002) di RS Siloam

Gleneagle Lippo Karawaci, Trauma kapitis 89 kasus dengan proporsi Trauma

kapitis berat 41 kasus (46,1%) diantaranya memerlukan tindakan operasi

craniotomy dan 48 kasus (53,9%) proporsi Trauma kapitis ringan-sedang yang

tidak memerlukan tindakan operasi. Dari 41 kasus yang memerlukan tindakan

operasi craniotomy, diantaranya 13 kasus (31,71%) disebabkan kontusio

serebri, 11 kasus (26,83%) hematoma subdural, 9 kasus (21,95%) hematoma

intraserebral, dan 8 kasus (19,51%) hematoma epidural.

b. Menurut Tempat (place)

Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kematian

Trauma kapitis di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin

disebabkan oleh mobilisasi penduduk yang tinggi dan perkembangan di bidang

industri dan pertumbuhan kota disertai dengan adanya peningkatan yang sangat

tinggi di bidang transportasi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu

lintas. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan penyakit cedera intrakranial

tahun 2007 dengan CFR (4,37%) di seluruh RS Kota Medan dan berdasarkan

penelitian Siahaan (2000) di RS Santha Elisabeth Medan penderita Trauma

kapitis craniotomy dengan proporsi (2,7%).

c. Menurut Waktu (time)

Berdasarkan Data Depkes RI (2000-2007), bahwa proporsi kematian

karena trauma kapitis di Indonesia menunjukkan penurunan dan peningkatan

yaitu pada tahun (2000) dengan Proporsi Mortality Rasio (PMR) sebesar 2,3%,

tahun (2002) PMR sebesar 6,7%, tahun (2004) PMR sebesar 2,3% dan tahun

(2006-2007) PMR sebesar 4,3%.

Berdasarkan Data Kepolisian RI selama kurun waktu 2003-2005,

frekuensi

kasus kecelakaan meningkat dengan CFR dari (34,32%) menjadi (39,91%).

13

Page 14: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

Determinan Trauma kapitis

a. Faktor Agent (Penyebab)

Penyebab Trauma kapitis bersifat mekanis, yaitu berupa benturan,

pukulan, jatuh, peluru, tusukan, dan tenaga mesin.

b. Faktor Host (Pejamu)

1. Umur

Kelompok usia produktif secara sosio-ekonomi paling aktif dengan

mobilitas tinggi dibandingkan anak-anak dan orangtua, 60% penderita

hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada

umur kurang dari 2 tahun dan diatas 60 tahun, angka kematian meningkat

pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun yang beresiko pada orangtua

yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh

2. Jenis Kelamin

Menurut penelitian Dwikoryanto dan Paranrengi (2002) di RSUD

Dr.Soetomo, terdapat kecenderungan tingkat kematian pria lebih tinggi

daripada wanita. Menurut penelitian Yuda Turana (2001) di RSCM

diperoleh 263 penderita Trauma kapitis dengan pendarahan intrakranial,

terdapat sebesar 83% pada penderita laki-laki dan 17% pada penderita

wanita.

3. Faktor Lingkungan (Environment)

Keadaan lingkungan fisik seperti konstruksi jalan yang tidak layak

menyebabkan kurang/hilangnya kontrol pada beberapa kasus kecelakaan

lalu lintas. Jarak penglihatan dan tanda bahaya di persimpangan juga ikut

berperan selain arus lalu lintas dan cuaca.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:5

1. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka

pendek.

14

Page 15: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

2. EEG

Dapat digunakan untuk mencari lesi

3. Roentgen foto kepala

Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

4. MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala

Pemeriksaan ini untuk menemukan perdarahan subdural kronik yang

tidak tampak pada CT-Scan kepala

I. Tatalaksana Trauma Capitis

Adapun penatalaksaan pada trauma kapitis yaitu :5

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis

sesuai dengan berat ringannya trauma.

Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi

vasodilatasi.

Pemberian analgetika.

Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau

glukosa 40% atau gliserol 10%.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk

infeksi anaerob diberikan metronidazole

Atau penatalaksanaan berdasarkan dengan tingkat cedera kepala :

Cedera Kepala Ringan (CKR) :

· Perawatan selama 3-5 hari

· Mobilisasi bertahap

· Terapi simptomatik

· Observasi tanda vital

Cedera Kepala Sedang (CKS) :

· Perawatan selama 7-10 hari

15

Page 16: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

· Anti cerebral edema

· Anti perdarahan

· Simptomatik

· Neurotropik

· Operasi jika ada komplikasi

Cedera Kepala Berat (CKB :

· Seperti pada penatalaksaan cedera kepala sedang

· Antibiotik dosis tinggi

· Konsultasi bedah saraf

J. KOMPLIKASI

Jangka pendek :4

1. Hematom Epidural

o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater

o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya

o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri

kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa

jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti

nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan

darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu

menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini

adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.

o Akut (minimal 24 jam sampai dengan 3x24 jam)

o Interval lucid

o Peningkatan TIK

o Gejala lateralisasi → hemiparese

16

Page 17: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati

hematoma subkutan

o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil

melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-

tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon

meninggi dan refleks patologik positif.

o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks

o LCS : jernih

o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (trepanasi-

dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah.

2. Hematom subdural

o Letak : di bawah duramater

o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins

dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri

o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama

Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma

o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian

Ada bagian hiperdens yang berbentuk cresent.

Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan

parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar

sesuai lengkung tulang tengkorak)

Isodens → terlihat dari midline yang bergeser

o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam

otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan

subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.

3. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal,

terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma

17

Page 18: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja.

Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian,

perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan

kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai

dengan fungsi bagian otak yang terkena.

4. Oedema serebri

Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya,

mungkin hingga berjam-jam. Gejalanya berupa commotio cerebri, hanya

lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-

gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal,

hanya tekanannya dapat meninggi.

TIK meningkat

Cephalgia memberat

Kesadaran menurun

Jangka Panjang :

1. Gangguan neurologis

Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan

N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese.

2. Sindrom pasca trauma

Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, capek, konsentrasi berkurang, libido

menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah

lupa, gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan,

penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.

18

Page 19: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom sakit kepala pasca-trauma adalah gejala sisa yang sangat umum

berikut luka pada kepala atau leher, dan sering terjadi setelah kecelakaan

mobil dan lalu lintas lainnya. Sakit kepala biasanya terbatas dan dapat hilang

dengan cepat, dalam beberapa hari sampai beberapa minggu

Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di

belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.

Cidera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi

otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisiil dalam substansi otak

tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Merupakan salah satu penyebab

kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar

karena kecelakaan lalu lintas.Sindrom sakit kepala pasca-trauma adalah gejala

sisa yang sangat umum berikut luka pada kepala atau leher, dan sering

terjadi setelah kecelakaan mobil dan lalu lintas lainnya. Sakit kepala biasanya

terbatas dan dapat hilang dengan cepat, dalam beberapa hari sampai beberapa

minggu.

Dan penatalaksanaan pada cephalgia pasca trauma kapitis yakni pemberian

penatalaksaan pada trauma kapitisnya, cephalgia ini dikarenakan oleh trauma

yang didapat, dan mengakibatkan gangguan pada otak. Dan penatalaksaan pada

trauma kapitis adalah sebagai berikut:

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis

sesuai dengan berat ringannya trauma.

Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi

vasodilatasi.

Pemberian analgetika.

Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau

glukosa 40% atau gliserol 10%.

19

Page 20: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk

infeksi anaerob diberikan metronidazole

20

Page 21: Cephalgia Pasca Trauma Kapitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Didi Pramanto.2010. Case Cephalgia. Jakarta

2. Livingstone C. Neurology and Neurosurgery illustrated. Second edition.

1991

3. Dumas JP, Arsenault AB, Boudreau G, Magnoux E, Lepage Y,

Bellavance A, Loisel P. Physical impairments in cervicogenic

headache: traumatic vs. nontraumatic onset. Cephalalgia. 2001;21:884–

893. [PubMed]

4. Anonim. 2008. Post Traumatic Headache.

5. Prof. Dr. H. Jusuf Misbach, dkk. 2006. Buku Pedoman Standar Pelayanan

Medis dan Standar Prosedur Operasional Neurologi. Jakarta

6. Zuraida. 2012. Case Trauma Capitis.

21