cedera medula spinalisip

19
CEDERA MEDULA SPINALIS Definisi Cedera medula spinalis didefinisikan sebagai cedera pada tulang belakang yang menyebabkan penekanan pada medula spinalis, sehingga menimbulkan myelopaty dan merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat untuk menguranggi kecacatan. 1 Patofisiologi Umumnya cedera pada medula spinalis berakibat pada kompresi atau angulasi hebat dari tulang vertebra. Pada keadaan yang jarang terjadi, timbulnya hipotensi yang berat mengacu pada keadaan infark dari medula spinalis atau gangguan axial dari elemen kolumna vertebral yang berakibat pada tertariknya pada medula spinalis. Kebanyakan cedera medula spinalis mangakibatkan subluksasi dengan atau tanpa rotasi dari korpus vertebra yang berdekatan yang menekan medula spinalis diantara tulang yang dislokasi. Pada keadaan yang jarang terjadi, kompresi axial dari tulang belakang akan menghancurkan atau mendesak korpus vertebra, baik tulang maupun fragmen diskus intervertebralis dapat keluar dari kanalis spinalis dan menekan medula spinalis atau arteri spinalis anterior. 2, 3

Upload: araaritonang

Post on 17-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cms

TRANSCRIPT

CEDERA MEDULA SPINALIS

CEDERA MEDULA SPINALIS

Definisi

Cedera medula spinalis didefinisikan sebagai cedera pada tulang belakang yang menyebabkan penekanan pada medula spinalis, sehingga menimbulkan myelopaty dan merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat untuk menguranggi kecacatan. 1 Patofisiologi

Umumnya cedera pada medula spinalis berakibat pada kompresi atau angulasi hebat dari tulang vertebra. Pada keadaan yang jarang terjadi, timbulnya hipotensi yang berat mengacu pada keadaan infark dari medula spinalis atau gangguan axial dari elemen kolumna vertebral yang berakibat pada tertariknya pada medula spinalis.

Kebanyakan cedera medula spinalis mangakibatkan subluksasi dengan atau tanpa rotasi dari korpus vertebra yang berdekatan yang menekan medula spinalis diantara tulang yang dislokasi. Pada keadaan yang jarang terjadi, kompresi axial dari tulang belakang akan menghancurkan atau mendesak korpus vertebra, baik tulang maupun fragmen diskus intervertebralis dapat keluar dari kanalis spinalis dan menekan medula spinalis atau arteri spinalis anterior. 2, 3Etiologi

1. Traumatik : - Kecelakaan kendaraan bermotor ( 36,8 %

- Jatuh ( 41,7 %

- Kecelakaan akibat olahraga ( 11,6 %

- Kejatuhan benda yang mengenai kepala

- Berkelahi ( 2,7 %

2. Non traumatik : - Degeneratif

- Infeksi atau lesi spinal onkogen 2Mekanisme Cedera

Kebanyakan cedera medula spinalis berakibat terjadinya fraktur, dislokasi, atau subluksasi dari tulang vertebra. Kecuali, pada luka tembak yang langsung merusak medula spinalis karena penetrasi langsung, dengan laserasi pada jaringan saraf, atau oleh karena cedera pada pembuluh darah.

A. Kecelakaan Kendaraan bermotor

Ketika kendaraan laju katakanlah 70 km/jam, segala sesuatu di dalam kendaraan itu, termasuk pengemudi juga memiliki kecepatan yang sama. Ketika tabrakan terjadi dengan kendaraan yang lain, terjadi pengurangan kecepatan tiba tiba menjadi 0 km/jam. Bila pengemudi menggunakan sabuk pengaman, tubuh pengemudi dapat menerima perubahan kecepatan yang tiba tiba ini, namun tidak demikian halnya dengan kepala.

Namun, walau kepala akan tetap terdorong ke depan, struktur vertebra akan melindunginya dari pemindahan yang lebih jauh. Hal ini kemudian menurunkan terjadinya gangguan yang lebih berat seperti tertariknya kembali kolumna vertebralis posterior, dan kerusakan diantara kompleks ligamen dan menutupi prosesus spinosus. Keadaan ini dikenal sebagai cedera hiperfleksi.

Pada saat yang bersamaan, terjadi juga kompresi yang berat sepanjang kolumna vertebralis anterior yang berpotensi terhadap terjadinya kerusakan korpus vertebra. Jika kepala tidak dapat berhenti, maka kepala pengemudi akan kembali ke tepi atas tempat duduk kemudian turun yang menyebabkan terganggunya dan kerusakan yang berat pada ligamentum longitudinal anterior dan kompresi posterior serta fraktur prosesus spinosus, disebut juga cedera hiperekstensi.

Cedera yang terjadi disini biasanya meliputi daerah bawah cervikal, antara C 5 C 7. Tenaga yang dihasilkan dari kecelakaan ini dapat juga menyebabkan kerusakan yang cukup berat pada vertebra C 1 dan C 2 yang berpengaruh pada medula spinalis, yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi pada orang tersebut. Pada keadaan ini, hal yang terburuk yang dapat terjadi adalah kematian.B. Jatuh

Jika seseorang jatuh dengan bertumpu pada kakinya, 2 kekuatan berjalan longitudinal sepanjang kolumna vertebralis, yang menyebabkan kompresi pada vertebra dan medula spinalis. Dikenal sebagai fraktur burst dan fragmen tulang dapat masuk ke dalam kanalis spinalis. Bisa juga terjadi fraktur pada ekstremitas bawah.

Jika seseorang jatuh dengan bertumpu pada bokongya, dapat terjadi cedera hiperfleksi pada area lumbal disertai fraktur kompresi. Bila terjatuh dari tangga, biasanya selalu dihubungkan dengan cedera hiperekstensi pada leher.C. Cedera akibat berolahraga

Disini terjadi mekanisme yang sama dengan di atas yaitu: kompresi, gangguan, hiperfleksi, hiperekstensi dan rotasi. 2, 3Klasifikasi

Cedera medula spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan (1) level, (2) beratnya defisit neurologis, (3) Spinal cord syndrome, dan (4) morfologi

A. Level

Level neurologis adalah segmen paling kaudal dari medula spinalis yang masih dapat ditemukan sensoris dan motoris yang normal di kedua sisi tubuh.

Cedera pada segmen servikal di atas T 1 medula spinalis menyebabkan kuadriplegia dan bila lesi di bawah level T 1 menghasilkan paraplegia. Level tulang vertebra yang mengalami cedera adalah dimana tulang tersebut mengalami kerusakan, menyebabkan kerusakan pada medula spinalis. Level kelainan neurologis dari cedera ini ditentukan hanya dengan pemeriksaan klinis.

B. Beratnya Defisit Neurologis

Cedera medula spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak komplit, paraplegia komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan paraplegia komplit. Setiap fungsi sensoris atau motoris di bawah level cedera merupakan cedera yang tidak komplit.

Termasuk dalam cedera tidak komplit adalah :

1. Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunter pada ekstremitas bawah

2. Sacral sparing, contoh : sensasi perianal, kontraksi sphincter ani volunter, atau fleksi jari kaki volunter.

Suatu cedera tidak diklasifikasikan sebagai tidak komplit hanya dengan dasar adanya preservasi refleks sacral saja, misalnya bulbocavernosus atau anal wink. Refleks tendo dalam juga mungkin dipreservasi pada cedera tidak komplit.

Untuk menentukan jenis cedera yang komplit, maka medula spinalis harus benar benar pulih dari keadaan syok spinal, dimana fungsi refleks telah kembali perlahan lahan. Hal ini terlihat dari adanya refleks bulbocavernosus (BCR). Jika refleks ini ada, maka syok spinal dikatakan sudah dapat diatasi.

Tabel 1. Klasifikasi neurologik pada cedera medula spinalis

Pemeriksaan

- BCR -

Sensasi -

- BCR +

Sensasi

- BCR +

Sensasi +

- BCR +

Sensasi + dan,

fleksi jari +

C. Spinal Cord Syndrome

Sindrom cedera medula spinalis inkomplit terdiri atas :

1. Sindrom medula spinalis anterior

Ditandai dengan adanya paraplegia dan kehilangan disosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu. Fungsi kolumna posterior (kesadaran posisi, vibrasi, tekanan dalam) masih dapat ditemukan. Kerusakannya terdapat pada traktus spinotalamikus dan traktus kortikospinal juga mengenai seluruh kolum dorsalis. Kadang berhubungan dengan terjadinya cedera pada arteri spinalis anterior. Sindrom ini mempunyai prognosis terburuk diantara cedera inkomplit

2. Sindrom medula spinalis posterior

Keadaan ini jarang terjadi, kemungkinan karena situasi ini hanya merupakan tambahan dari sindrom medula spinalis anterior. Pada sindrom ini semua fungsi perabaan, tekanan dalam, vibrasi dan proprioseptif serta kewaspadaan atau kinestetik hilang, sementara fungsi motorik dan sensasi nyeri dan suhu masih dapat dipertahankan.

3. Sindrom medula spinalis sentral

Yang khas adalah kehilangan tenaga pada ekstremitas atas lebih besar dibandingkan ekstremitas bawah, dengan tambahan adanya kehilangan sensasi yang dapat bervariasi. Dari anamnesis umumnya ditemukan riwayat terjatuh ke depan yang menyebabkan tumbukan pada wajah, dengan atau tanpa fraktur atau dislokasi tulang servikal. Penyembuhan biasanya mengikuti tanda yang khas, dengan penyembuhan pertama pada kekuatan ekstremitas bawah, kemudian fungsi kandung kencing, lalu ke arah proksimal yaitu ekstremitas atas dan berikutnya adalah tangan. Sindrom ini diduga terjadi akibat gangguan vaskuler pada daerah medula spinalis pada daerah distribusi arteri spinalis anterior.

4. Brown Sequard Sindrom

Timbul karena hemiseksi dari medula spinalis yang biasanya akibat luka penetrasi, contohnya luka tusuk atau luka tembak senapan dan sindrom ini jarang dijumpai. Tetapi, variasi dari gambaran klasik cukup sering ditemukan. Dalam bentuk yang asli sindrom ini terdiri dari kehilangan motoris ipsilateral (traktus kortikospinalis) dan kehilangan kesadaran posisi (kolumna posterior) yang berhubungan dengan kehilangan disosiasi sensori kontralateral dimulai dari satu atau dua level cedera (traktus spinotalamikus). Keadaan asimetrik ini berhubungan dengan tingkat dimana jalur asenden dan desenden bersilangan. Angka kesembuhan dari sindrom ini berkisar antara 75 90%, dimana pasien yang menderita hal ini dapat kembali berjalan independen setelah rehabilitasi.

5.Sindrom Konus Medularis

Biasanya terjadi pada posterior dari tubuh dari T 12 sampai L 1 bisa juga pada T 11 atau L 2. Terdapat gangguan dari kontrol terhadap usus dan kandung kemih. Gejala klinisnya adalah hilangnya sensasi perirektal dan lemahnya tonus otot rektal.

6. Cauda Equina Sindrom

Dapat timbul akibat dislokasi tulang dan ekstrusi diskus pada daerah lumbal atau sacral dengan kompresi akar saraf lumbosakral dibawah konus medularis. Biasanya ditemukan disfungsi usus dan kandung kemih begitu juga dengan kelemahan pada kaki. 1, 2, 3D. Morfologi

Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi, cedera medula spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau cedera penetrans. Setiap pembagian tadi diuraikan menjadi stabil dan tidak stabil. Oleh karena itu, semua penderita dengan bukti foto rontgen adanya cedera dan semua penderita dengan defisit neurologis harus dianggap mempunyai cedera tulang belakang yang tidak stabil.

Klasifikasi menurut Frankel (Frankel Grading)

Adalah metode yang sudah ditetapkan dalam menilai defisit fungsional setelah terjadi cedera medula spinalis yang inkomplit

Grade A : Komplit, tidak ada fungsi motorik maupun sensorik

Grade B : Sensorik masih berfungsi, sedangkan motorik tidak berfungsi

Grade C : Sensorik masih berfungsi, masih terdapat fungsi motorik namun tidak bekerja secara maksimal

Grade D : Sensorik masih berfungsi, kekuatan motorik ada dan berfungsi maksimal

Grade E : Fungsi sensorik maupun motorik normal

Namun pada tahun 1992, Frankel grading telah diganti menjadi suatu sistem klasifikasi oleh American Spinal Injury Association (ASIA) menjadi skala kerusakan, yang berdasarkan kategori :

A : Komplit : Tidak terdapat lagi fungsi motorik maupun sensorik pada

segmen sacral 4 5

B : Inkomplit : Sensorik masih ada, namun fungsi motorik tidak berfungsi dibawah level neurologik dan meluas sampai segmen sakral 4 5

C : Inkomplit : Fungsi motorik masih terpelihara dibawah level neurologik dan kekuatan yang masih dapat dimliki oleh otot di bawah level neurologik kebanyakan kurang dari 3

D : Inkomplit : Fungsi motorik masih terpelihara dibawah level neurologik dan kekuatan yang masih dapat dimiliki oleh otot di bawah level neurologik kebanyakan lebih besar atau sama dengan 3

E :Normal : Fungsi sensorik maupun motorik normal

Tabel 2. Derajat Kekuatan Otot

SkorHasil Pemeriksaan

0Kelumpuhan total

1Teraba atau terasa kontraksi

2Gerakan tanpa menahan gaya berat

3Gerakan melawan gaya berat

4Gerakan ke segala arah, tetapi kekuatan kurang

5Kekuatan normal

NTTidak dapat diperiksa

Gejala Klinis

Setiap pasien yang dicurigai menderita cedera medula spinalis harus diimobilisasikan dengan cervical collar yang keras dan backboard. Jika pasien sadar, anamnesa sebaiknya dilakukan secepat mungkin, meliputi informasi mengenai kejadian yang sebenarnya dan gejala neurologis apa sajakah yang dirasakan pasien. Keluhan seperti mati rasa dan kelemahan harus diperhatikan dengan hati hati.

Untuk memeriksa adanya kelemahan, pasien disuruh untuk menggerakkan tangan dan kakinya secara spontan dan melawan tahanan. Penilaian terhadap sensoris dari ekstremitas, leher, dan wajah juga sebaiknya harus dilakukan. Palpasi pada tulang belakang dengan meraba dengan tangan dibawah tubuh pasien dengan pergerakan tulang belakang yang minimal dapat menunjukkan terdapat atau tidaknya deformitas.

Refleks tendon yang dalam harus dievaluasi pada daerah lengan dan kaki, dimana hilangnya refleks pada tempat tersebut dapat membantu mengetahui dimana level cederanya. Hilangnya refleks kontraksi abdominal sampai stimulasi kulit dari abdomen bawah menunjukkan lokasi cedera diantara daerah T 9 T 11. Hilangnya refleks kremaster menunjukkan lokasi cedera pada daerah T 12 L 1. 2Evaluasi Radiologik

Foto lateral merupakan pemeriksaan rontgen yang paling informatif.

A. Vertebra Servikalis

Harus dilakukan pemeriksaan foto lateral vertebra servikal pada seluruh kasus yang dicurigai mengalami cedera servikal, setelah dilakukan identifikasi dan kontrol gangguan yang mengancan jiwa. Ada 7 hal yang sebaiknya diperhatikan , pertama dasar tengkorak dan seluruh ke 7 vertebra servikal dan T 1 harus tampak dalam rontgen. Kedua, gambaran soft tissue untuk membuktikan ada tidaknya swelling pada perbatasan anteroinferior C 3. Bila lebih dari 5 mm, hal ini dapat dijadikan bukti terjadinya cedera. Ketiga, evaluasi terhadap konfigurasi korpus vertebra servikal. Keempat, penilaian terhadap kesegarisan dari tulang belakang. Kelima, penilaian terhadap kesegarisan dan konfigurasi dari sendi faset pada setiap level. Keenam, memeriksa apakah terjadi fraktur pada prosesus spinosus atau pelebaran diantaranya. Terakhir, memeriksa artikulasi atlantoaksial untuk memeriksa integritas dan kesegarisannya.

B. Regio Torakolumbal

Area yang mesti diperhatikan adalah konfigurasi dari korpus, ekstensi atau garis fraktur pada pars interarticularis, lamina, dan prosesus spinosus serta sudut dari tulang belakang.

C. CT Scan dan MRI

CT Scan berguna untuk memperlihatkan detail tulang, juga merupakan pemeriksaan yang sangat baik untuk menentukan derajat kelainan kanalis spinalis. CT dengan intratekal metrizamide dapat menggambarkan outline dari medula spinalis dan mengetahui kompresi medula spinalis.

MRI memberikan gambaran yang baik tentang tulang belakang, diskus dan medula spinalis dan merupakan pilihan prosedur diagnostik pada pasien dengan cedera medula spinalis. 2Penatalaksanaan

Pre Rumah sakit

Pada fase pra RS biasanya dilakukan tindakan imobilisasi sebelum transfer penderita ke UGD. Setiap penderita akibat kecelakaan, khususnya bila tidak sadar semestinya dipikirkan menderita cedera medula spinalis. Setiap penderita yang dicurigai mengalami cedera tulang belakang harus diimobilisasi di bagian atas dan bawah bagian yang dicurigai menderita cedera, sampai fraktur dapat disingkirkan dengan pemeriksaan rontgen. Pada fase tujuan yang diharapkan adalah menjaga kelangsungan hidup. Penilaian terhadap airway, breathing dan sirkulasi merupakan pemeriksaan parameter yang penting.

Imobilisasi yang tepat dilakukan pada penderita dengan posisi netral, seperti berbaring terlentang tanpa rotasi atau membengkokan tulang belakang pada spine board. Bila terdapat defisit neurologis, perlu secepatnya melepas penderita dari spine board untuk mencegah terjadinya dekubitus. Stabilisasi dicapai dengan tehnik logroll, memakai long spine board, atau pengikat.

Pasien sebaiknya berada setidaknya 15 pada posisi Trendelenburg untuk meminimalkan terjadinya aspirasi dan syok yang mengancam jiwa. Pemasangan oksigen perlu dilakukan pada setiap pasien dengan cedera medula spinalis akut untuk mengoptimalkan kebutuhan oksigen arteri.

Hindarkan terjadinya fleksi leher dan juga hiperekstensi. Lakukan segera intubasi pada penderita cedera medula spinalis bila terdapat adanya bukti gangguan respirasi.

Manajemen di Rumah Sakit

Setibanya di Rumah Sakit sebaiknya fungsi airway dan pernapasan dinilai kembali, bila perlu juga dilakukan intubasi. Pada pasien dengan cedera medula spinalis yang tinggi sampai mid cervical, diperiksa juga adanya kerusakan pada fungsi diafragma karena phrenik motorneuron berlokasi pada segmen servikal ke 3 5 dari substansi abu abu medula spinalis. Fungsi otot-otot interkostal juga bisa menurun pada pasien cedera medula spinalis, sehingga oleh karena itu kapasitas vital harus dimonitoring. 2, 3, 4, 5REFERAT

CEDERA MEDULA SPINALISPembimbing :dr. AYUB L. PATTINAMA, SpSDisusun Oleh :

JUNIFER ARITONANG

(02- 034)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU NEUROLOGIPERIODE 09 JUNI- 12 JULI 2008FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIADaftar Pustaka1. Misbach, Jusuf, dkk. Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis &

Standar Prosedur Operasional NEUROLOGI Koreksi Tahun 1999

& 2005. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta:

2006 : 1542. Way WL, Doherty MG,eds. Current Surgical Diagnosis and Treatment 2003. Eleventh edition. McGraw-Hill, Inc, United States of America:2003;38:908 913

3. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. IKABI: 2005; 7: 238 253

4. Apple DF. Spinal Cord Injury Rehabilitation ; 31:1225 1246

5. Schwartz SI,eds. Principles of Surgery.Fifth edition. Mc Graw-Hill, Inc, United States of America:1989;42:1843-1845

6. [email protected]

7. www. Google.com

LEVEL DARI CEDERA MEDULA SPINALIS

Tidak dapat didiagnosa

Komplit

Inkomplit sensorik

Sensorik, inkomplit motorik