medula spinalis trauma

31
Pendahuluan Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian. 1 Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda. 2 Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian. 2 Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral dapat menimbulkan kelumpuhan upper motor neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Bila lesi bilateral atau transversal medula spinalis di bawah tingkat servical maka dapat muncul suatu paraplegi spastik, bila lesinya di tingkat servical maka akan muncul suatu tetraplegi spastik. 3 Paraplegi dan tetraplegi spastik dapat terjadi secara tiba- tiba atau akut yang disebabkan oleh dislokasi atau fraktur tulang belakang akibat trauma atau lesi vaskuler seperti: trombosis arteri spinalis, hematomielia, aneurisma aorta disektans. Yang berkembang agak lambat tetapi masih dapat digolongkan dalam subakut ialah akibat suatu proses imunologik seperti mielitis postvaksinalis atau mielitis postinfeksiosa dan miolopati nekrotikans. Sedang paraplegi dan tetraplegi spastik yang berkembang lebih lama atau kronis dapat disebabkan oleh spondilitis tuberkulasa, tumor spinal, dan abses epidural. 3 Paraplegia atau tetraplegi spastik pada anak-anak pada umumnya merupakan gejala cerebral palsyatau manifestasi penyakit herediter yang menyertai keterbelakangan mental. Paraplegia atau tetraplegi spastik yang berkembang secara sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang bertahun-tahun biasanya disebabkan

Upload: dedeh-koesmiyati

Post on 26-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

trauma medula spinalis cervicalis

TRANSCRIPT

Page 1: Medula Spinalis Trauma

PendahuluanTrauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.1

Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.2 Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka mortalitas  diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian.2

Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral dapat menimbulkan kelumpuhan upper motor neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Bila lesi bilateral atau transversal medula spinalis di bawah tingkat servical maka dapat muncul suatu paraplegi spastik, bila lesinya di tingkat servical maka akan muncul suatu  tetraplegi spastik.3

Paraplegi dan tetraplegi spastik dapat terjadi secara tiba-tiba atau akut yang disebabkan oleh dislokasi atau fraktur tulang belakang akibat trauma atau lesi vaskuler seperti: trombosis arteri spinalis, hematomielia, aneurisma aorta disektans. Yang berkembang agak lambat tetapi masih dapat digolongkan dalam subakut ialah akibat suatu proses imunologik seperti mielitis postvaksinalis atau mielitis postinfeksiosa dan miolopati nekrotikans. Sedang paraplegi dan tetraplegi spastik yang berkembang lebih lama atau kronis dapat disebabkan oleh spondilitis tuberkulasa, tumor spinal, dan abses epidural.3

Paraplegia atau tetraplegi spastik pada anak-anak pada umumnya merupakan gejala cerebral palsyatau manifestasi penyakit herediter yang menyertai keterbelakangan mental. Paraplegia atau tetraplegi spastik yang berkembang secara sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang bertahun-tahun biasanya disebabkan oleh amyotrophic lateral sclerosis (ALS), biasanya disertai defisit sensorik pada permukaan tubuh yang terletak dibawah lesi, bahkan sebagian besar dapat terjadi gangguan miksi dan defekasi.4

Lesi transversal yang  dapat juga merusak segenap lintasan asendens dan desendens lain dan juga motoneuron yang berada di dalam masing segmen. Kondisi ini berarti pada tingkat lesi kelumpuhan dapat bersifat lower motor neuron (LMN).  Begitu juga akibat terputusnya lintasan somatosensorik dan lintasan autonom neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah penderita tidak dapat merasakan perasaan apapun, terganggunya miksi dan defakasi, dan tidak memperlihatkan reaksi neurovegetatif. Di dalam praktek, lesi transversal yang merusak seluruh segmen medulla spinalis jarang dijumpai, kecuali jika faktor penyebabnya berupa trauma berat karena luka tembak peluru dan fraktur tulang belakang yang total.4

Anatomi Medula SpinalisPanjang normal medula spinalis orang dewasa adalah 42-45 cm, pada bagian superior dilanjutkan oleh batang otak, dan bagian inferior dilanjutkan oleh konus medularis. Selama perkembangannya, kanalis sentralis mengalami perluasan kearah lateral pada dua bagian yaitu pembesaran servical (intumensensia servikalis) dan pembesaran lumbal (intumensia lumbalis) yang masing-masing membentuk pleksus brakhialis dan pleksus lumbosakral.5

Medula spinalis dibagi menjadi kira-kira 8 segmen servikal, 12 segmen torakal, 5 segmen lumbal, 5 segmen sacral, dan beberapa segmen koksigeal yang kecil. Masing-masing segmen

Page 2: Medula Spinalis Trauma

bervariasi dalam panjangnya, namun di dalam sumsum tulang belakang sendiri tidak ditemukan adanya batas-batas yang tegas di antara segmen-segmen tersebut.5

Potongan melintang dari medulla spinalis tulang belakang memperlihatkan sulkus mediana dorsalais, kolumna dorsalais, kolumna lateralis, komissura putih ventralis, kolumna ventralis, fisura ventralis, fisura mediana ventralis, kolumna kelabu ventralis, komisura kelabu ventralis, kanalis sentralis, septum mediana dorsalis.5

Masing-masing segmen medula spinalis mempunyai 4 akar serabut saraf yang terletak di daerah ventral dan dorsal medulla spinalis, masing-masing akar dibentuk oleh 1-8 serabut saraf. Pada akar dorsalis didapatkan ganglion spinal yang berdekatan dengan akar ventralis, yaitu yang berisi badan-badan sel saraf. Akibat ada perbedaan dari kecepatan pertumbuhan antara sumsum tulang belakang dan tulang belakang, maka segmen tulang belakang mengalami pergeseran kearah atas dari vertebra yang bersesuaian, dengan ketidaksesuaian ini pada segmen paling bawah dibagian lumbosakral, akar-akar saraf berjalan turun ke bagian bawah sumsum tulang belakan untuk membentuk kauda equina.6

 Akar saraf spinalAkar ventral mempunyai akson neuron motorik alfa berdiameter besar keserabut otot lurik ekstrafusal, akson neuron motorik gama yang lebih kecil yang mempersarafi otot intrafusal dari gelendong otot (fusus neuromuskularis). Beberapa serabut otonom preganglion pada segmen torakal, lumbal atas, dan sakral tengah dan beberapa akson berdiameter kecil yang berasal dari sel-sel di dalam ganglion akar dorsalis akan menghantarkan informasi sensorik dari organ-organ visceral torakal dan abdomen.6

Akar dorsalis, masing-masing akar dorsalis kecuali C1 berisi serabut aferen dari sel-sel saraf dalam ganglionnya, akar dorsalis mengandung berbagai macam serabut mulai dari struktur kulit dan struktur bagian dalam. Serabut yang terbesar (Ia) berasal dari gelendong otot(fusus neuromuskulus) dan mengambil bagian dalam reflek-reflek medulla spinalis, serabut yang berukuran sedang (A-beta) menghantarkan impuls dari mekanoseptor di kulit dan sendi, serabut C, serabut yang tak bermielin, A-delta, serabut bermielin membawa informasi rangsang noksius misalnya nyeri dan suhu.6

Cabang-cabang saraf spinalCabang dorsalis utama: biasanya terdiri dari cabang medial yang mengurus sebagian besar sistem sensorik, cabang lateral lebih kearah motorik.6

Cabang ventral utama: biasanya lebih besar membentuk pleksus servikal, brachial dan lumbosakral. Dibagian torakal, cabang ini tetap terdiri dari bebrapa segmen yaitu sebagai saraf-saraf interkostal.6

Rami kominikantes: cabang ini bergabung dengan saraf spinal menuju ke trunkus simpatikus. Hanya saraf torakal dan bagian atas lumbal saja yang mengandung ramus komonikan alba, tetapi untuk ramus komonikan kelabu didapatkan pada semua saraf spinal.6

Jenis-jenis serabut sarafSerabut eferen somatik: serabut motorik ini mempersarafi otot-otot rangka dan berasal di dalam kolumna kelabu anterior dari medulla spinalis dan membentuk akar ventralis dari saraf spinal.7

Serabut saraf aferen somatic: serabut ini menghgantarkan informasi sensorik dari kulit, sendi, dan otot ke susunan saraf pusat. Serabut ini berasal dari sel-sel unipolar di dalam ganglion saraf spinal yang terletak pada jalan akar dorsalis. Cabang perifer dari sel-sel ganglionik ini didistribusikan ke struktur somatik, cabang sentral menghantar impuls sensorik melalui akar dorsalis ke kolumna kelabu dorsalis dan jaras asenden dari sumsum tulang belakang.7

Serabut eferen visceral :  Serasebut otonom ini adalah serabut motorik yang menuju ke visceral dan juga serabut simpatetik dari segmen torakal L1,L2 didistribusikan di seluruh tubuh ke visceral, kelenjar, dan otot polos. Serabut parasimpatik yang berada dalam ketiga saraf sakral bagian tengah menuju ke visseral panggul bagian bawah abdomen.7

Page 3: Medula Spinalis Trauma

Serabut aferen visceral: serabut ini menghantarkan informasi sensorik dari veseral. Badan selnya terdapat di dalam ganglion akar dorsalis. Hasil percobaan terbaru menunjukkan bahwa serabut aferen visceral ada yang memasuki medulla spinalis melalui akar ventralis.7

Zat kelabu (Gray matter)1. Kolumna:

Bagian ini mengandung kanalis sentralis, kolumna kelabu ventralis,kornu anterior, kolumna kelabu intermediolateral hanya ditemukan bagian lateral torakal lumbal atas, tidak pada sacral tengah, bagian ini mengandung sel-sel preganglion untuk susunan saraf otonom. Kolumna kelabu dorsalis, kornu posterior, fasikulus dorsolateral atau traktus lissauer adalah bagian dari jaras nyeri yang terletak di perifer medula spinalis.8

1. Lamina:Lamina I, lapisan marginal yang tipis mengandung banyak neuron yang memberikan reaksi terhadap rangsangan noksius.Lamina II, Dikenak dengan subtansia gelatinosa yang terdiri dari neuron-neuron kecil dan beberapa diantaranya memberikan reaksi terhadap rangsangan noksius.Lamina III-IV, secara bersama-sama sebagai nucleus proprius, masukan utamanya adalah dari serabut-serabut yang menghantarkan perasaan posisi.Lamina V, lapisan ini mengandung Sel-sel yang memberikan reaksi terhadap rangsangan noksius maupun aferen visceral.Lamina VI, lapisan terdalam dari kornu dorsalis yang mengandung neuro-neuron yang member reaksi terhadap sinyal mekanis dari sendi dan kulit.Lamina VII, Bagian ini besar dan mengandung sel-sel nucleus dorsalis (columna clark) disisi medial, dan juga bagian besar dari kolumna kelabu ventralis.Lamina VIII-IX, Lapisan ini mewakli kelompok neuron motorik dibagian medial dan lateral dari kolumnba kelabu ventralis. Kolumna ini memberikan  persarafan otot ekstensor dan fleksor.Lamina X, Lamina ini mewakili neuron-neuron kecil yang mengelilingi kanalis sentralis atau sisa-sisanya.8

Zat putih (White matter)1. Kolumna:

Kolumna dorsalis terletak diantara sulkus medianus posterior dan sulkus posteriolateral. Pada segmen servikal dan torakal atas, kolumna dorsalis terbagi menjadi bagian medial (fasikulus grasilis) dan bagian lateral (fasikulus kuneatus). Kolumna lateralis terletak di antara sulkus posteriolateral dan sulkus anteriolateralis. Kolumna ventralis terletak di antara sulkus anteriolateral dan fisura mediana anterior. 8

1. Traktus:Zat putih dalam medula spinalis terdiri dari serabut-serabut saraf yang bermielin dan yang tidak bermielin. Serabut bermelin berkonduksi lebih cepat (fasikuli). Sel glia kebanyakan oligodendrosit terletak diantara serabut-serabut tersebut. Berkas serabut dengan fungsi yang sama disebut traktus. Kolumna putih lateralis dan ventralis mengandung traktus yang batasnya tidak jelas dan mengalami tumpang tindih, traktus kolumna dorsalis dibatasi dengan jelas oleh septa glia. Serabut tanpa mielin yang berkonduksi lambat membentuk berkas-berkas kabur pada tepi zat putih. Fungsi dari serabut ini masih belum dapat dipahami sepenuhnya.8

Jaras dalam zat putih (white  matter)Sistem serabut desenden

1. Traktus kortikospinalis:Barawal dari kortek serebri turun melalui batang otak kemudian menyilang kesisi yang berlawanan dalam medulla spinalis turun ke kolumna putih lateral. Serabut-serabut ini semuanya berakhir diseluruh kolumna kelabu ventralis. Neuron motorik yang mempersarafi

Page 4: Medula Spinalis Trauma

otot-otot ekstremitas bagian distal mempunyai masukan monosinaps langsung dari traktus kortikospinal, neuron motorik yang lain dipersarafi oleh interneuron secara polisinaps.8

1. Traktus vestibulospinalis:Traktus  ini berasal dari nucleus vestibularis lateralis dalam batang otak dan berjalan kebawah tanpa menyilang garis tengah pada kolumna putih ventralis medula spinalis. Serabut-serabut ini dari traktus berproyeksi secara langsung ke neuron motorik otot ekstensor. Sistem ini mempermudah gerakan-gerakan cepat sebagai reaksi terhadap perubahan mendadak dalam posisi tubuh missalnya jatuh. Searabut-serabut ini juga mempengaruhi lepas muatan (discharge) dari neuron motorik gama.8

1. Traktus rubrospinalis:Searabut ini berasal dari nucleus ruber kontralateral dalam batang otak dan berjalan didalam kolumna putih lateralis. Traktus ini berproyeksi ke interneuron di dalam kolumna kelabu dan berperan sebagai fungsi motorik.8

1. Sistem retikulospinalis:Traktus ini muncul dari formasi retikuler batang otak dan turun ke dalam kolumna putih ventralis maupun lateralis. Serabut-serabut yang berakhir pada kolumna putih dorsalis sebagai modikfikasi trasmisi perasaan dari tubuh terutama rasa nyeri dan beberapa dari serabut ini merupakan serotonergik.8

1. Sistem otonom desenden:Muncul dari hipotalamus dan batang otak, proyeksi sisten serabut ini ke neuron simpatetik preganglion di bagian torakolumbal medula spinalis dan ke neuron parasimpatetik preganglion di segmen sakral.8

1. Traktus tektospinalis:Traktus ini muncul dari atap tektum dari otak tengah, kemudian berjalan di dalam kolumna putih ventralis kontralateral untuk berakhir pada interneuron kelabu ventralis. Traktus ini menyebabkan kepala berputar sebagai reaksi terhadap rangsangan penglihatan dan pendengaran yang mendadak.8

1. Fasikulus longitudinalis medialis:Traktus ini muncul dari nucleus vestibularis di dalam batang otak, beberapa dari serabutnya turun ke dalam segmen servikal untuk berakhir pada interneuron kelabu ventralis. Serabut ini mengkoordinasi gerakan kepala dan mata. Fasikulus longitunalis medialis dan traktus tektospinalis hanya ditemukan pada masing-masing sisi segmen servikal medula spinalis.8

 Sistem serabut desenden pada sumsum tulang belakang 8

Sistem Fungsi Asal Akhir

Lokasi dalam Sumsum Tulang

Belakang

Piramidal kortikospinal

Awal dari fungsi motorikModulasi dari fungsi sensorik

Korteks

Sel kornu anterior, interneuron

Kolumna lateralisKolumna ventralis

Vestibulospinal

Refleks postural

Nukleus vestibularis lateral

Neuron motorik kornu anterior (untuk

Kolumna ventralis

Page 5: Medula Spinalis Trauma

eksterior)

Rubrospinal Fungsi motorikNukleus ruber

Interneuron kornu anterior

Kolumna lateralis

Retikulospinal

Modulasi dari transmisi sensorik (khususnya nyeri)Refleks spinal (serabut)

Formasio retikular batang otak

Kornu posterior dan anterior

Traktus proprius

Otonom desenden

Modulasi dari fungsi otonom

Hipotalamus, nukleus batang otak

Neuron otonom pra-ganglion

Traktus proprius

TeksospinalRefleks putar kepala

Otak tengahInterneuron kornu anterior

Kolumna ventralis

Fasikulus longitudinalis medialis

Koordinasi dari gerak kepala dan mata

Nukleus vestibularis

Zat kelabu servikal

Traktus proprius

 Sistem serabut asenden

1. Traktus kolumna dorsalis8:Sistem lemnikus medialis: menghantarkan rasa raba halus, vibrasi, diskriminasi dua titik, dan proprioseptik (rasa posisi) dari kulit dan persendian. Traktus ini naik tanpa menyilang dalam kolumna putih dorsalis ke bagian bawah batang otak.Fasikulus grasilis: berjalan di samping septum posteromedia dan membawa masukan dari bagian bawah tubuh.Fasikulus kuneatus: terletak diantara fasikulus grasilis dan kolumna kelabu dorsalis dan membawa masukan dari bagian atas tubuh dengan serabut-serabut dari bagian segmen torakal lebih bawah yang lebih ke medial daripada serabut dari segmen servikal yang lebih tinggi. Dengan demikian satu kolumna dorsalis mengandung serabut-serabut dari seluruh segmen ipsilateral tubuh yang ditata secara teratur dari medial ke lateral, tatanan ini dinamakan tatanan somatotopik.

1. Traktus spinotalamikus8:Serabut berdiameter kecil yang menghantarkan rasa nyeri tajam (noksius), suhu dan raba dengan lokalisasi kasar.

1. Jaras spinoretikularis8:Berjalan di dalam bagian ventrolateral medula spinalis, muncul dari neuron-neuron medula spinalis dan berakhir pada formasio retikularis dari batang otak. Traktus ini mempunyai peranan penting dalam rasa nyeri, terutama nyeri kronik yang dalam.

1. Traktus spinoserebelaris8:Traktus spinoserebelaris dorsalis: merupakan serabut aferen dari otot dan kulit membawa informasi mengenai posisi sendi dan informasi sensorik lainnya.Traktus spinoserebelaris ventralis: Sistem ini terlibat dalam pengontrolan gerakan.

Page 6: Medula Spinalis Trauma

Sistem serabut asenden pada sumsum tulang belakang 8

Sistem Fungsi Asal Akhir

Lokasi dalam Sumsum Tulang

Belakang

Sistem kolumna dorsalis

Raba halus, propriosepsi, diskriminasi 2 titik

Kulit, sendi, tendo

Nukleus kolumna dorsalis, batang otak

Kolumna dorsalis

Traktus spinotalamikus

Nyeri tajam, suhu, raba kasar

Kulit

Komu dorsalis kemudian ke talamus kontralateral

Kolumna ventrolateraris

Traktus spinoserebelaris dorsalis

Mekanisme gerakan dan posisi

Tendo dalam, sendi

Paleokorteks sereblum

Kolumna lateraris

Traktus spinoserebelaris ventralis

Mekanisme gerakan dan posisi

Tendo dalam, sendi

Paleokorteks sereblum

Kolumna lateraris

Traktus spinoretikularis

Nyeri yang dalam dan kronik

Struktur somatik dalam

Formasio retikularis dari batang otak

Tersebar dalam traktus proprius

RefleksRefleks adalah mekanisme reaksi terhadap rangsangan di bawah sadar. Perilaku naluriah dari hewan yang lebih rendah dikuasai sebagian besar oleh refleks; pada manusia, perilaku lebih banyak merupakan suatu masalah dari persyaratan (conditioning) dan refleks bekerja sebagai mekanisme pertahanan dasar. Namun, refleks-refleks ini sangat penting artinya di dalam mendiagnosis dan melokalisasi lesi neurologi.3

Lengkung Refleks Sederhana:Melibatkan sejumlah struktur reseptor  yaitu: organ indera yang khusus, bagian akhir kulit, atau fusus neuromuskularis (gelendong neuromuskular), yang perangsangannya memprakarsai suatu impuls neuron aferen, yang mentransmisi impuls melalui suatu saraf perifer ke susunan saraf pusat, tempat dimana saraf bersinaps dengan suatu neuron interkalasi satu atau lebih neuron interkalasi(interneuron) menyampaikan impuls ke saraf eferen, neuron eferen berjalan keluar dalam saraf dan menyampaikan impuls ke suatu efektor dan efektor, yaitu otot (otot polos, lurik, atau otot jantung) atau kelenjar yang memberikan respon.  Bila terjadi interupsi dari lengkung refleks sederhana pada setiap tempat akan menyebabkan tidak adanya respons.3

Jenis-Jenis Refleks:Refleks-refleks yang penting bagi neurologi klinis dapat dibagi menjadi 4 kelompok: refleks superfisial (kulit dan selaput lendir), refleks tendo dalam (miotatik), refleks viseral (organik), dan refleks patologik (abnormal).3

Page 7: Medula Spinalis Trauma

Refleks dapat juga diklasifikasi menurut tingkat dari representasi sentralnya, yaitu sebagai refleks spinal, bulbar (refleks postural dan penegakan), otak tengah, atau serebelum.3

Lesi pada Medula SpinalisLesi medula spinalis dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung yang dapat  mengenai  jaras motorik  baik di tingkat neuron motorik atas, neuron motorik bawah dan jaringan otot atau ujung neuromuskuler, gangguan sensorik, gangguan otonom, biasanya akan memberikan suatu tanda klinis yang khas.1 Namun pada penulisan ini hanya dibahas khusus mengenai kelainan neuron motorik atas (UMN). Kerusakan pada kolumna putih lateralis medula spinalis dapat menimbulkan tanda-tanda lesi neuron motorik atas (UMN). Tanda ini meliputi paralisis atau paresis yang sifatnya spastik, kadang disertai oleh otot-otot yang atrofi, reflek tendon heperaktif, reflek superfisial berkurang atau menghilang, dan reflek patologik sebagai reaksi terhadap penarikan diri(withdrawal) terutama reflek plantar ekstensor (babinski) dapat ditemukan.1,6

Penegakan diagnosis pada lesi medula spinalis meliputi anamnesis riwayat  trauma, serta keluhan-keluhan yang dirasakan penderita, lamanya berlangsung keluhan tersebut, pola keluhan yang dirasakan apakah semakin sehari semakin berat. Kelainan berdasarkan gejala dan tanda klinis untuk kasus-kasus trauma medulla spinalis sering digunakan ASIA scale, berdasarkan tipe dan lokasi lesi atau trauma.1

Skala kerusakan berdasarkan American spinal injury association/International medical society of Paraplegia (IMSOP)1

 

Grade Tipe Gangguan medula spinalis ASIA/IMSOP

A KomplitTidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5

B InkomplitFungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai segmen sakral S4-S5

C InkomplitFungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama masih punya kekuatan < 3

D InkomplitFungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot motorik utama punya kekuatan > 3

E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal

Berdasarkan tipe dan lokasi trauma1 :i)               Complete spinal cord injury (Grade A)(a) Unilevel(b) Multilevelii)            Incomplete spinal cord irjury (Grade B, C, D)(a)     Cervico medullary syndrome(b)     Central cord syndrome(c)       Anterior cord syndrome(d)     Posterior cord syndrome(e)       Brown Sequard syndrome(f)         Gonus Medullary Syndromeiii)       Complete Cauda Equina Injury (Grade A)iv)        Incomplete Cauda Equina Injury (Grade B, C daa D)

Page 8: Medula Spinalis Trauma

 Jenis lesi medula spinalis2

1. Lesi sentral yang kecil, hampir selalu mengenai traktus spinotalamikus di kedua sisi pada daerah dekusasi.

2. Lesi sentral yang besar, dapat mengenai jaras nyeri dan bagian-bagian dari traktus yang berdekatan, zat kelabu yang berdekatan atau kedua-duanya.

3. Lesi perifer yang tidak beraturan, misalnya luka tusuk, kompresi dari medula spinalis,dapat mengenai jaras panjang dan jaras dari kolumna kelabu (gray mater), biasanya semua fungsi dibawah tingkat lesi menghilang.

4. Hemiseksi sempurna, menyebabkan sindroma Brown-Sequard.5. Tumor dari akar dorsalis misalya neurofibroma atau schanoma, dapat mengenai neuron

sensorik golongan pertama dari suatu segmen6. Tumor dari mening atau tulang dapat menekan medula spinalis, seningga dapat menyebabkan

gangguan fungsi serabut asenden dan desenden.Diagnosa banding dari disfungsi medula spinalis7:

Differential Diagnosisof Spinal Cord Dysfunction

123456789

Trauma or mechanicalContusionCompressionDisc herniationDegenerative disorders of verterbral bonesDisc embolusVascularAnterior spinal artery infarctSpinaldural AVM (arteriovenus malformation)Epidural hematomaNutritional deficiencyVitamin B12Vitamin EEpidural ebscessInfections myelitisViral, including HIVLyne diseaseTertiary syphilisTropical spastic paraparesisSchistosomiasisInflammatory myelitisMultiple sclerosisLupusPostinefectious myelitisNeoplasmsEpidural metastasisMeningomiaSchawannomaCarcinomatous meningitisAstrocytomaEpendymomaHemangioblastomaDegenarative / developmentalSpina bifidaChiari malformation

Page 9: Medula Spinalis Trauma

Syringomyelia

 Sindroma trauma spinal1

Sindroma Kauasa Utama Gejala & tanda klinis

Hemicord (Brown Sequad Syndrome)

Trauma tembus, Dekompresi ekstinsik

-Paresis UMN ipsilateral dibawah lesi dan LMN setinggi lesi.-Gangguan eksteroseptik (nyeri & suhu) kontra lateral.-Gangguan proprioseptik (raba & tekan) ipsilateral

Sindroma Spinalis Anterior

Cedera yang menyebabkan HNP pada T4-T6

-Paresis LMN seringgi lesi & UMN dibawah lesi.-Dapat disertai disosiasi sensibilitas.-Gangguan eksteroseptik.-proprioseptik normal.-Disfungsi spinkter

Sindroma spinalis sentral servikal

HematomieliaTrauma spinal (fleksi-ekstensi)

-Paresis lengan lebih berat dari tungkai.-Gangguan sensorik bervariasi(disestesia/hiperestesia).-Disosiasi sensibilitas.-Disfungsi miksi, defekasi & seksual.

Sindroma spinalis posterior

Trauma, Infark a,spinalis posterior

-Paresis ringan-Gangguan eksteroseptik(nyeri/parastesia)pada punggungLeher dan bokong-Gangguan proprioseptik bilateral

Sindroma konus medularis

Trauma lower sacral cord

-Gangguan motorik ringan, simetris,tidak ada atrofi-Gangguan sensorik saddle anestesi, muncul lebih awal, bilateral,disosiasi sensibilitas-Nyeri jarang relatif ringan,simetris, bilateral pd daerah perineum & paha-Refleks achilles (-)-Refleks patella (+)-Disfungsi sphincter terjadi lebih dini & berat-Refleks bulbocavernosus & anal (-)-Gangguan ereksi & ejakulasi.

Sindroma Cauda Equina

Cedera akar saraf lumbosakral

-Gangguan motorik sedang s/d berat,asimetris,atrofi(+)-Saddle

Page 10: Medula Spinalis Trauma

anestesi, asimetris, timbul lebih lambat, disosiasi sensibilitas (-)-Nyeri menonjol,hebat,lebih dini,radikuler, asimetris-Gangguan refleks bervariasiGangguan spinkter lebih lambat, jarang berat, refleks jarang terganggu, disfungsi seksual jarang.

 Tujuan pengobatan pada lesi medulla spinalis1:Menjaga sel yang masih hidup agar terhindar dari kerusakan lanjut.Eliminasi kenmakan akibat proses patogenesis sekunderMengganti sel saraf yang rusak.Menstimulasi perrumbuhan akson dan koneksitasnya.Memaksimalkan penyembuhan defisit neurologis.Stabilisasi vertebrataNeurorestorasi dan neurorehabilitasi untuk mengembalikan fungsi tubuh.Prognosis tergantung pada1 :Lokasi lesi (lesi servikal atas prognosis lebih buruk).Luas lesi (komplit / inkomplit).Tindakan dini (prehospital dan hospital).Trauma multipel.Faktor penyulit (komorbiditas).Nucleus and nerve roots for bladder, bowel and sexual function8:

PathwaysNuclei, For Motor

PathwaysNerve & Roots

Bledder Function1.Detrusor and urethral afferents.2.Somatic innervation of urethral spincter.3.Somatic innervation of pelvic floor muscles4.Parasympathetic innervation of detrusor5.Sympathetic(α and β) innervation of bledder neck, urethra, and bladder dome.Bowel function1.Rectal and pelvic floor afferents2.Somatic

                       _ 

Onuf’s nucleusAnterior horn

Sacral parasymphatetic nucleus

Intermediolateral cell column

-Onuf”s nucleusAnterior horn

Sacral parasymphatetic nucleus

Dorsal motor nucleus of vagus

-Sacral parasymphatetic nucleusIntermediolateral cell column 

S2,S3,S4 S3,S4 S2,S3,S4S2,S3,S4 T11, T12, L1  S2,S3,S4 S3,S4S2,S3,S4 S2,S3,S4  CN X  

Page 11: Medula Spinalis Trauma

innervation of external anal sphincter3.Somatic innervation of floor muscles.4.Parasympathetic innervation of internal anal sphincter, descending colon, rectum5.Parasymphatetic innervation of gut above the splenic flexure Sexual Function 1.Genital afferents2.Parasymphatetic innervation of bartholin’s glands.3.Sympathetic innervation of vaginal wall.4.Parasymphatetic erectile pathways5.Sympathetic erectile and ant-erectile pathways6.Sympathetic ejaculatory pathways7.Somatic motor  pathways for ejection of semen

Sacral parasymphatetic nucleusIntermediolateral cell column Intermediolateral cell column

Anterior horn and Onuf’s nucleus

 S2,S3,S4S2,S3,S4 T11,T12,L1S2,S3,S4 T11,T12,L1 T11,T12,L1S2,S3,S4

PenatalaksanaanManajemen  awal  di  IGD,  dimulai  dengan  penilaian terhadap airway, breathing, dan circulation.  Pada lesi servikal  bagian  atas, ventilasi spontan akan hilang, sehingga diperlukan intubasi. Atasi syok bila ada. Lakukan pemeriksaan yang teliti, terhadap cedera medulla spinalis. Bila dicurigai ada cedera servikal dilakukan imobilisasi.7 Imobilisasi dapat dilakukan dengan backboard, cervical ortosis, bantal pasir, dan tape on forehead. Ada 2 jenis collar neck, yaitu soft collars dan reinforced (Philadelphia type) collar. Soft collar minimal membatasi pergerakan leher. Biasanya hanya digunakan pada spinal yang stabil, seperti pada spasme otot servikal. Hard collar memiliki bentuk menyerupai soft collar, terbuat dari polietilen, untuk memberikan tambahan sokongan, Collar ini juga hanya membatasi pergerakan leher secara minimal. Philadelphia collar biasanya digunakan untuk fraktur servikal tanpa pergeseran atau dengan pergeseran yang minimal. Collar ini membatasi

Page 12: Medula Spinalis Trauma

gerakan leher lebih baik dibanding soft collar. Terutama membatasi pergerakan servikal bagian atas.9

Pemeriksaan radiologi diawali dengan foto polos servikal, kemudian dapat dilakukan CT Scan atau MRI. Di samping itu kemungkinan multi trauma harus dipikirkan. Bila diagnosa tegak, segera berikan terapi. Kemudian diputuskan apakah perlu dilakukan tindakan operatif. Bila tidak ada indikasi, dianjurkan perawatan pada neuro intensive care, karena dapat terjadi beraneka ragam komplikasi.2,9Pemberian steroid harus sesegera mungkin (NASCIS II). Bila cedera terjadi sebelum 8 jam, diberikan metil prednisolon dosis tinggi 30 mg/kgBB intravena perlahan selama 15 menit. Disusul 45 menit kemudian infus 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam setelah cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam.1,2,9 Trial klinik menunjukkan kemaknaan statistik terhadap perbaikan neurologis jangka panjang. Metilprednisolon bekerja menghambat peroksidase dan sekunder akan meningkatkan asam arakidonat. Untuk mengobati edema medulla spinalis dapt diberikan manitol 0,25-1,0 gr/kgBB.2,9

 RehabilitasiRehabilitasi cedera spinal merupakan suatu kegiatan rehabilitasi dari hanya berbaring di tempat tidur menuju kehidupan berkomunitas (rehabilitation from bedside to community). Rehabilitasi adalah suatu proses progresif, dinamis, dalam waktu yang terbatas bertujuan untuk meningkatkan kualitas individu yang mengalami gangguan secara optimal dalam bidang mental, fisik, kognitif, dan sosial.1

Rehabilitasi  untuk fraktur servikal memerlukan waktu yang lama, beberapa bulan sampai tahunan, tergantung kepada beratnya cedera. Terapi fisik dapat dilakukan seperti latihan untuk menguatkan kembali daerah leher dan memberikan tindakan pencegahan untuk melindungi cedera ulang. Selain itu dianjurkan untuk mengubah gaya hidup yang dapat menyebabkan fraktur servikal.9

Pada cedera medulla spinalis, rehabilitasi ditujukan untuk mengurangi spastisitas, kelemahan otot dan kegagalan koordinasi motorik. Terapi fisik dan strategi rehabilitasi yang lain juga penting untuk mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot dan untuk reorganisasi fungsi saraf. Penting juga memaksimalkan penggunaan serat saraf yang tidak rusak.9

  

DAFTAR PUSTAKA1. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSI. Jakarta. 

2006 : 19-222. Evans, Randolph. Neurology and Trauma. W.B. Saunders Company : Philadelphia. 1996 :

276-2773. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2003 : 35-364. Sidharta P. Tatalaksana Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Dian Rakyat. Jakarta. 005 :

115-1165. Felten D.L. Jozefowicz R.F. Netter’s Atlas of Human Neuroscience. MediMedia USA.Inc.

2003 : 138-149.6. Blumenfeld H. Neuroanatomy through Clinical Cases. Sanauer Assiciates,Inc. 2002 :23-367. Blumenfeld H. Neuroanatomy through Clinical Cases. Sanauer Assiciates,Inc. 2002 :  277-

283.8. deGroot J. Chusid JG. Corelative Neuroanatomy. EGC. Jakarta. 1997 : 30-42.9. Consortium Member Organizations and Steering Committee Representatives. Early Acute

Management in Adults with Spinal Cord Injury: A Clinical Practice Guideline for Health-Care Professionals. The Journal Of Spinal Cord Medicine. 2006. Vol. 31 Number 4 (403-479)

Page 13: Medula Spinalis Trauma

TRAUMA MEDULLA SPINALISTRAUMA MEDULLA SPINALIS

A.    Pengertian trauma Medula Spinalis

Trauma medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang

di akibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat dan

saraf parifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan atau

inkomplet.

Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti :

a.       Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan pada ekstermitas dan terjadi akibat

trauma pada segmen thorakal 1 (T1) keatas. Kerusakan pada level akan merusak sistim syaraf

otonom khsusnya syaraf simpatis misalnya adanya gangguan pernapasan.

b.      Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi modula karena kerusakan

diatas segmen serfikal 6 (C6).

c.       Inkomplit  Quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologi karena kerusakan dibawah

segmen serfikan 6 (C6).

d.      Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan yang terjadi pada serfikal pada

bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan pernapasan.

Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah, terjadi akibat kerusakan pada

segmen parakal 2 (T2) kebawah.

B.     Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis

Adapun etiologi dan factor resiko terjadinya trauma medulla spinalis adalah

a.       mengkonsumsi alkohol

b.      mengkonsumsi obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda motor.

Sedangkan cedara modulas spinalis dikelompokan akibat trauma dan non trauma

misalnya :

a.       kecelakaan lalu lintas

b.      terjatuh

c.       kegiatan olahraga

d.      luka tusuk atau tembak

Adapun non trauma sebagai berikut:

a.       spondilitis serfikal

b.      ruang miolopati

Page 14: Medula Spinalis Trauma

c.       myelitis

d.      osteoporosis

e.       tumor.

C.    Patofisiologi trauma Medula Spinalis

Columna vertebra berfungsi menyokong tulang belakang dan melindungi modula

spinalis serta syaraf-syarafnya. trauma medula spinalis akibat columna vertebra atau ligment.

Umumnya tempat cedara adalah pada segmen C1 -2, C4-6 dan T11 – L2. trauma modula

spinalis mengakibatkan perdarahan pada gray matter medulla, edema pada jam-jam pertama

pasca trauma.

Mekanisme utama terjadi cedera vertebra adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi

trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera karena hiperekstensi

paling umum terjadi pada area cerfical dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi

sampai deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan / tarikan yang berlebihan,

kopresi dan perubahan bentuk dan modula spinalis secara tiba-tiba. Trauma kopresi vertical

umumnya terjadi pada area thorak lumbal dari T12 – L2, terjadi akibat kekuatan gaya

sepanjang aksis tubuh dari atas sehingga mengakibatkan kompresi medula spinalis kerusakan

akar syaraf disertai serpihan vertebrata.

Kerusakan medula spinalis akibat kompersi tulang, herniasi disk, hematoma, edema,

regangan dari jaringan syaraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya perdarahan akibat

trauma dari gray sampai white matter menurunkan perfusi vaskuler dan menurunnya kadar

oksigen mengakibatkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut

mengabatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan

kembali normal kurang lebih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang terjadi adalah

meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30

menit setelah trauma, meningkatnya kosentrasi norepprinehine. Meningkatnya

norepprinehine disebabkan karena evek iskemia rupture vaskuler atau nekrosis jaringan

syaraf.

Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock). Jika

terjadi keruskan secara transfersal sehingga mengakibatkan pemotongan komplit rangsangan.

Pemotongan komplit rangsangan menimbulkan semua fungsi refloktorik pada semua sgemen

dibawah garis kerusakan akan hilang. Fase rejatan ini berlangsung beberapa minggu sampai

beberapa bulan (3-6 minggu).

D.    Klasifikasi trauma Medula Spinalis

Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :

Page 15: Medula Spinalis Trauma

1.      Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula spinalis hilang

sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna. Kerusakan pada komosio

medula spinalis dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark pada

sekitar pembuluh darah.

2.      Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat dari tekanan pada

edula spinalis.

3.      Kontusio adalah  kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament dengan

terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.

4.      Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan medula

spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya fungsi medula

spinalis umumnya bersifat permanen.

E.     Tanda dan Gejala trauma Medula Spinalis

Adapun tanda dan gejala adalah sebagai berikut :

1.      Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan

Tanda dan gejala trauma medula spinalis tergantung dari tingkat kerusakan dan lokasi

kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter, hilangnnya

sensasi nyeri, temperature, tekanan dan propriosepsi, hilangnya fungsi bowel dan bladder dan

hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.

2.      Perubahan reflex

Setelah trauma medula  spinalis terjadi edema medula spinalis, sehingga stimulus

reflex juga terganggu misalnya reflex pada bladder, aktivitas visceral, reflex ejakulasi.

3.      Spasme otot

Gangguan spasme otot terutama terjadi pada trauma komplit trans versal, di mana

pasien  terjadi ketidak mampuan melakukan pergerakan.

4.      Tanda dan gejala

Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid para lisis di bawah garis kerusakan,

hilangnya sensasi, hilangnya releks reflex spinal, hilangnya tonus vasomotor yang

mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan

dan inkontinensia urine dan retensi  fases.

5.      Autonomic dysreflesia

            Autonomic dysreflesia terjadi pada cedera  thorakal enam ke atas, di mana pasien

mengalami gangguan reflex autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksimal,

distensi bladder.

6.      Gangguan fungsi seksual

Page 16: Medula Spinalis Trauma

Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki adanya impotensi, menurunnya sensasi

dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.

F.     Komplikasi trauma Medula Spinalis

Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :

  Neurogenik shock

  Hipoksia

  Gangguan paru-paru

  Instabilitas spinal

  Orthostatic hypotensi

  Ileus paralitik

  Infeksi saluran kemih

  Kontraktur

  Dekubitus

  Inkontinensia bladder

  Konstipasi

G.    Test Diagnostik trauma Medula Spinalis

1.      Foto rongcen : adanya fraktur vertebrata.

2.      CT Scan : adanya edema medula spinalis

3.      MRI : kemungkinan adanya kompresi, edema medula spinalis.

4.      Serum kimia : adanya hiperglikemia atau hipoglikemia ketidak seimbangan elektrolit,

kemungkinan menurunnya Hb dan hemotoktrit.

5.      Urodinamik : proses pengosongan bladder.

H.    Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis

Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:

1.      Segera dilakukan imobilisasi.

2.      Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan collar

servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.

3.      Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian oksigen,

cairan intravena, pemasangan NGT.

4.      Terapi Pengobatan :

  Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.

  Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat autonomic

hiperrefleksia akut.

  Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas bladder.

  Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan tonus leher bradder.

Page 17: Medula Spinalis Trauma

  Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder dan uretra.

  Agen antiulcer seperti ranitidine

  Pelunak fases seperti docusate sodium.

5.      Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur dengan fragmen

yang menekan lengkung saraf.

6.      Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan mempersiapkan

pasien untuk hidup di masyarakat.

I.       Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

  Riwayat keperawatan : trauma; tumor, masalah medis yang lain (misalnya, kelainan paru,

kelainan koogulasi, ulkus );merokok dan penggunaan alcohol.

  Pemeriksaan fisik: fungsi motorik ( pergerakan, kekuatan, tonus): funngsi sensorik; reflex;

status pernapasan; gejala gejala spinal syok; tidakadanya keringat di batas luka; fungsi  bowel

dan bldder; gejala autonomic dysreflexia.

  Psikososial: usia, jenis kelamin,gaya hidup, pekerjaan, peran dan tanggung jawab, sistim

dukungan, strategi koping, reaksi emositerhadap ciddera.

  Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis: pengobatan, progonosis/

tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan, kemampuan belajar dan pengetahuan,

kemampuan membaca dan kesiapan beljar.

2.       Diagnosis keperawatan

1.    Tidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketiadak efektifan reflex batuk,

imobilisasi.

2.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan paralisis otot pernapasan.

3.    Menurunya cardia output berhubungan dengan hilangnya tonus vaso motor.

4.    Gannguan perfusi jaringan berhubungan dengan kompersi, kontusio dan edema.

5.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal, deficit neurologic

(qudrikplegia/ paraplegia).

6.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, deficit sensasi/ motorik,

gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.

7.    Gagnguan eliminasi urine berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol spinter untuk

berkemih.

8.    Gangguan eiminasi bowel berhubungan dengan menurunnya control   spinter bowel,

imobilisasi.

3.      Intervensi keperawatan.

Page 18: Medula Spinalis Trauma

1.        Tidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketiadak efektifan reflex batuk,

imobilisasi.  Intervensi:

a.    Kaji kemampuan batuk klien dan produksi secret.

b.    Pertahankan jalan napas (hindari  fleksi leher, bersikan secret)

c.    Monitor warna, jumlah dan konsistensi secret, lakukan kultur.

d.   Lakukan suction jika perlu.

e.    Auskultasi bunyi napas.

f.     Lakukan latihan napas.

g.    Berikan minum hangat jika ridak kontra indikasi.

h.    Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah.

i.      Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi.

  Rasional:

a.    Hilangnya  kemampuan motorik otot interkosta dan abdomen berpengaruh terhadap

kemampuan batuk.

b.    Menutup jalan napas.

c.    Hilangnya reflex batuk beresiko menimbulkan pneumonia.

d.   Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.

e.    Mendeteksi adanya secret dalam paru paru.

f.     Mengembangkan alveoli dan menurunkan produksi secret.

g.    Mengencerkan secret.

h.    Meningkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar oksigen dalam darah.

i.      Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi lebih dini.

2.        Pola napas tidak efektif berhubungan dengan paralisis otot pernapasan.  Intervensi:

a.    Auskultasi bunyi  napas setiap 2 jam.

b.    Suction jika perluc.    Berikan oksigen 100% selama 1 menit sebelum dan sesudah suction.d.   Pertahankan kepatenan jalan napas.

e.    Monitor ventilator jika pasien di pasang.

f.     Monitor dan analisa gas darah.

g.    Monitor tanda vital selama 2 jam

h.    Lakukan posisi semivouler, jika tidak ada kontra indikasi.

i.      Hindari obat obatan sedative jika memungkinkan.

  Rasional:

a.    Mengetahui adanya kelainan paru paru

b.    Membersihkan secret dan membuka jalan napas.

Page 19: Medula Spinalis Trauma

c.    Mencegah hipoksemia.

d.   Pemasangan intubasi atau trakeostomi jika memang di butuhkan.

e.    Mengukur tidal volume konsentrasi oksigen.

f.     Mengetahui keseimbangan gas darah dan memonitor adekuatnya ventilasi

g.    Mendeteksi perubahan tand vital lebih awal

h.    Memungkinkan pengembangan paru lebih optimal

i.      Menghindari efek depresi pernapasan.

3.        Menurunya cardia output berhubungan dengan hilangnya tonus vaso motor.

  Intervensi:

a.    Lakukan perubahan posis dengan pelan pelan

b.    Kaji funsi kardiavaskuler dan cegah spinal schok.

c.    Monitor secara berkala postural hipotensi, bradikardia, distrimia, menurunnya output urine,

monitor tekanan darah.

d.   Laksanakan program atropine misalnya atropine.

e.    Lakukan ROM setiap 2 jam.

  Rasional:

a.    Menurunnya postural hipotensi.

b.    Cedera ( T 6 ke atas) kemungkinan terjadi spinal shock dengan hilangnya reflex autonom

sehingga berpengaruh terhadap kerja jantung, temperature tubuh.

c.    Mengkaji kardia output.

d.   Untuk efek bradikardia

e.    Mencegah emboli vena dan mempertahankan gerak sendi.

4.        Gannguan perfusi jaringan berhubungan dengan kompersi, kontusio dan edema.

  Intervensi:

a.    Lakukan pengkajian neurologic setiap 4 jam

b.    Pertahankan traksi skeletal

c.    Jaga posisi tubuh dengan kepala dan tumbuh lurus, hindari maneuver.

d.   Berikan pengobatan sesuai program seperti steroid, vitamin k, antacid.

e.    Ukur intake dan output setiap jam, catat output urine kurang dari 30 ml/ jam.

  Rasional:

a.    Monitor perubahan status neurologi dan mendeteksi perkembangan trauma spinal

b.    Sebagai penyangga dan menjaga kerusakan spinal

c.    Mencegah tarauma medulla spinalis.

d.   Steroid dapat mengontrol edema, vitamin k dapat menghentikan pendarahan, antacid sebagai

anti ulcer.

Page 20: Medula Spinalis Trauma

e.    Monitor fungsi ginjal dan volume cairan.

5.        Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal, deficit neurologic

(qudrikplegia/ paraplegia).

  Intervensi:

a.    Kaji fungsi sensori dan motorik klien setiap 4 jam

b.    Ganti posis klien tiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan

pasien.

c.    Gunakan alat ortopedrik, colar, handspilts

d.   Lakukan ROM pasif setelah 48-72 jam setelah cedera 4-5 kali / hari

e.    Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien

f.     Konsultasikan kepada fisioterapi untuk latihan dan penggunaan  alat seperti spilints.

  Rasional:

a.    Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien dalam pergerakan.

b.    Mencegah terjadinya footdrop

c.    Mencegah kontraktur

d.   Meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.

e.    Menunjukakan adanya aktivitas yang berlebihan.

f.     Memberikan penangan yang sesuai.

6.        Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, deficit sensasi/ motorik,

gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.

  Intervensi:

a.    Kaji factor resiko terjadinya gangguan integritas kulit.

b.    Kaji keadaan kulit pasien setiap 8 jam

c.    Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)

d.   Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis.

e.    Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tidurpasien.

f.     Lakukan pemijatan lembut di atas daerah tulang yang menonjol swetiap 2 jam dengan

gerakan memutar.

g.    Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein.

h.    Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari.

 Rasional:

a.    Factor yang mempengaruhi  gangguan integrritas kulit adalah imobilisasi, hilangnya sensasi,

inkontinensia bladder/ bowel.

b.    Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.

c.    Mengurangi tahanan / tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitus.

Page 21: Medula Spinalis Trauma

d.   Daerah tekanan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi meningkatkan sirkulasi darah.

e.    Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan kulit.

f.     Meningkatkan sirkulasi darah.

g.    Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan

h.    Mempercepat proses penyembuhan.

7.        Gagnguan eliminasi urine berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol spinter untuk

berkemih.

  Intervensi:

a.         Kaji tanda infeksi saluran kemih.

b.         Kaji intake dan output cairan.

c.         Lanjutkan pemasangan kateter sesuai program.

d.        Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari.

e.         Cek bledder pasien setiap 2 jam.

f.          Lakukan pemerikasaan urinalisa, kultur dan sensibilitas.

g.         Monitor temperature tubuh setiap 8 jam.

  Rasional:

a.         Efek darib tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih.

b.         Mengetahui adekuatnya fungsi ginjal dan efektifnya bledder.

c.         Efek trauma medulla spinalis adanya gangguan reflex berkemih sehinggah perlu bantuan

dalam pengeluaran urine.

d.        Mencegah urine lebih pekat  yang berakibat timbulnya batu.

e.         Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrfleksia.

f.          Mengetahui adanya infeksi.

g.         Temperature yang meningkat inddikasi adanya infeksi.

8.        Gangguan eiminasi bowel berhubungan dengan menurunnya control   spinter bowel,

imobilisasi.  Intervensi:a.         Kaji pola eliminasi bowel.

b.         Berikan diet tinggi serat

c.         Berikan minum 1800-2000 ml/ hari jika tidak kontra indikasi

d.        Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen.

e.         Hindari pengguanaan laksativ oral

f.          Lakukan mobilisasi jika memungkinkan

g.         Berikan suppositeria sesuai program

h.         Evaluasi dan catat adanya perdarahan pada saat eliminasi.  Rasional:

Page 22: Medula Spinalis Trauma

a.         Menetukan adanya  perubahan eliminasi

b.         Serat meningkatkan konsistensi fases

c.         Mencegah konstipasi

d.        Bising usus menentukan pergerakan peristaltic.

e.         Kebiasaan menggunakan laksativ akan terjadi ketergantungan

f.          Meningkatkan pergerakan peristaltic

g.         Pelunak fases sehingga memudahkan eliminasi

h.         Kemungkinan perdarahanakibat iritasi penggunaansupositoria.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

trauma medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang

di akibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat dan

saraf parifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan atau

inkomplet.

Faktor resiko terjadinya trauma medula spinalis yaitu mengonsumsi alkohol dan obat

obatan saat mengendarai kendaraan sedangkan etiolaginya di sebabkan oleh trauma dan non

trauma. Mekanisme utama terjadi cedera vertebra adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi

trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi.

B.        Saran

Jadikanlah makalah ini sebagai media tulis yang dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan kita janganlah jadikan sebagai media tulis biasa yang tidak bermanfaat dan

penulis juga mengharapkan kritik dana saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan

tugas berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Tarwato, dkk. 2007. Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Sagung

Seto.

            Tambayong, J, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Widagdo, wahyu. 2008. Asuhan keperawatan   pada klien   dengan gangguan sistim persarafan ,

Jakarta: TIM 

About these ads

Page 23: Medula Spinalis Trauma