case syaraf

53
CASE HIV+TOKSOPLASMOSIS Ker Pembimbing: dr.Ruth Mariva, SpS oleh: Anastasia 11 2012 018 FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: chacha-tasya

Post on 17-Feb-2015

23 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Syaraf

CASE

HIV+TOKSOPLASMOSIS

Ker

Pembimbing:

dr.Ruth Mariva, SpS

oleh:

Anastasia 11 2012 018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT IMMANUEL WAY HALIM BANDAR LAMPUNG

PERIODE

Page 2: Case Syaraf

BAB I

PENDAHULUAN

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentifikasi pada tahun

1981 setelah muncul kasus-kasus pneumonia Pneumocystis carinii dan sarcoma Kaposi pada

laki-laki muda homoseks di berbagai wilayah Amerika Serikat. Sebelumnya kasus tersebut

sangat jarang terjadi, apabila terjadi biasanya disertai penurunan kekebalan imunitas tubuh. Pada

tahun 1983 Luc Montagnier mengidentifikasi virus penyebab AIDS, yang telah diisolasi dari

pasien dengan limfadenopati dan pada waktu itu diberi nama LAV ( Lymphadenopathy virus ).

Sedangkan Robet Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang saat itu

dinamakan HTLV-III. (Djoerban Z dkk, 2006)

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak

Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang terbebas dari HIV

(Djoerban Z dkk, 2006).

Menurut UNAIDS di tahun 2009 jumlah odha mencapai 33,3 juta, dengan kasus baru

sebanyak 2,6 juta,dan per hari lebih dari 7000 orang telah terinfeksi HIV, 97 % dari Negara

berpenghasilan rendah dan menengah. Penderitanya sebagian besar adalah wanita sekitar 51 %,

usia produktif 41% ( 15-24 th) dan anak-anak ( WHO, 2010). HIV dan AIDS menyebabkan

krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis

ekonomi, pendidikan , dan juga krisis kemanusiaan. (Djoerban Z dkk, 2006).

Di Indonesia sendiri, jumlah odha terus meningkat. Data terakhir pada tahun 2008

menunjukkan bahwa jumlah odha di Indonesia telah mencapai 22.664 orang. (Depkes RI, 2008).

Menurut UNAIDS, Indonesia merupakan Negara dengan pertunbuhan epidemic tercepat di Asia.

Pada tahun 2007 menempati urutan ke-99 di dunia, namun karena pemahaman dari gejala

penyakit dan stigmata social masyarakat, hanya 5-10 % yang terdiagnosa dan dilakukan

pengobatan.(UNAIDS, 2010)

Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV/AIDS diprioritaskan pada upaya

pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus AIDS yang memerlukan

terapi ARV, maka strstegi penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan dengan memadukan upaya

pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Dalam memberikan

kontribusi 3 by 5 initiative global yang direncanakan oleh WHO di UNAIDS, Indonesis secara 2

Page 3: Case Syaraf

nasional telah memulai terapi antiretroviral (ART) pada tahun 2004. Hal ini dapat menurunkan

risiko infeksi oportunistik (IO) yang apabila berat dapat menimbulkan kematian pada odha. Pada

akhirnya, diharapkan kualitas hidup odha akan meningkat. . (Djauzi S dkk, 2002).

Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada pasien terinfeksi HIV dengan CD4 T-sel

yang <100/μL. Ensefalitis toksoplasma pada pasien AIDS di Amerika Serikat hampir selalu

disebabkan oleh reaktivasi dari infeksi kronis. Dengan demikian, angka kejadian penyakit ini

berkorelasi langsung dengan prevalensi anti Toxoplasma gondii  antibodi. Antara 10% dan 40%

dari pasien terinfeksi HIV di Amerika Serikat memiliki antibodi terhadap Toxoplasma gondii.

Studi awal menunjukkan bahwa 24-47% dari pasien AIDS dengan Toxoplasma gondii -

seropositif akhirnya dikembangkan ensefalitis toksoplasma. Risiko toksoplasmosis menurun

setelah pengenalan profilaksis primer terhadap Toxoplasma gondii . Insiden di Amerika Serikat

ensefalitis toksoplasma di antara pasien yang didiagnosis dengan AIDS menurun dari 2.1/100

orang-tahun pada tahun 1992 untuk 0.7/100 orang-tahun pada tahun 1997.

3

Page 4: Case Syaraf

BAB II

2.1 DEFINISI

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang

diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh Human

Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir

dari infeksi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006).

Toxoplasma gondii adalah protozoa obligat intraseluler yang menyebar di seluruh

dunia. Pengembangan diperantarai sel kekebalan setelah infeksi akut Toxoplasma gondii. Fase

kronis atau laten infeksi berikutnya ditandai dengan masih adanya organisme pada jaringan dari

individu yang terinfeksi (terutama otak , otot rangka, dan jantung). Memang, Toxoplasma gondii

merupakan salah satu penyebab paling umum infeksi kronis dengan organisme intraseluler pada

manusia. Seorang individu yang terinfeksi kronis yang terganggu imunitasnya diperantarai sel

yang berisiko me-reaktivasi infeksi. Toksoplasmosis memanifestasikan terutama sebagai

ensefalitis toksoplasma.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih dari 25 juta

jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun 2009, jumlah odha diperkirakan

mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian besar penderitanya adalah usia produktif , 15,9 juta

penderita adalah perempuan dan 2,5 juta adalah anak-anak. Dengan jumlah kasus baru HIV

sebanyak 2.6 juta jiwa. Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi

pada anak-anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang meninggal karena AIDS.

(WHO,2010 )

Peningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan. Pada tahun 1990,

jumlah odha baru berkisar pada angka delapan juta sedangkan saat ini, jumlahnya sudah

mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini, 67% diantaranya disumbangkan oleh

odha di kawasan sub Sahara, Afrika. (WHO, 2010)

Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih jarang ditemukan di Indonesia.

Sebagian ODHA pada periode itu berasal dari kalangan homoseksual. Kemudian jumlah kasus

baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat

4

Page 5: Case Syaraf

peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik.

(Djoerban Z dkk, 2006)

Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia.

Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi

(dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika suntik (penasun), wanita penjaja seks

(WPS), dan waria. Di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur

telah tergolong sebagai daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of

epidemic). Sedang tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas (generalized epidemic).

( Mustikawati DE dkk, 2009)

Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan kasus baru AIDS

yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana terjadi kenaikan tiga kali lipat

dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15 tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia.

Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada

tahun 1999 terdapat 352 kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka 16.110

kasus. (Mustikawati DE dkk, 2009 ).

Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada Desember 2008, sekitar

74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan, dilaporkan

48% pada heteroseksual; 42,3% pada pengguna narkotika suntik; 3,8% pada homoseksual dan

2,2% pada transmisi perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari dominasi kelompok

homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah kasus pada kelompok penasun

hingga akhir tahun 2008 mencapai 1.255 orang. Kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada

kelompok usia 20–29 tahun (50,82%), disusul kelompok usia 30–39 tahun. (Depkes RI, 2008)

Dari 33 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat pertama jumlah kumulatif

kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 2.888 kasus, disusul DKI Jakarta dengan

2.781 kasus, kemudian diikuti oleh Jawa Timur, Papua, dan Bali dengan masing-masing jumlah

kasus secara berurutan sebesar 2.591 kasus, 2.382 kasus, dan 1.177 kasus AIDS. (Depkes

RI,2008)

Rate kumulatif nasional kasus AIDS per 100.000 penduduk hingga akhir Desember 2008

adalah sebesar 7,12 per 100.000 penduduk (dengan jumlah penduduk Indonesia 227.132.350

jiwa berdasarkan data BPS tahun 2005). Proporsi kasus yang dilaporkan meninggal sebesar

20,89%. Lima infeksi oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC sebanyak 8.986 kasus,

5

Page 6: Case Syaraf

diare kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus, dermatitis generalisata 1.146

kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus. (Depkes RI,2008).

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT: IMMANUEL WAY HALIM BANDAR LAMPUNG

Nama : Anastasia

NIM : 11 2012 018

Dokter pembimbing : dr. Ruth Mariva, SpS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T

Umur : 56 thn 2 bl 24 hr

Jenis kelamin : Laki-Laki

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : -

Pekerjaan : -

Alamat : Perum Kota Karang Permai Lk 1 Kota Karang Teluk Betung

Dikirim oleh : Keluarga

No CM : 10 80 05

Dirawat di ruang : Kelas II (RID-2-106-02)

Tanggal masuk : 28 Februari 2013

PASIEN DATANG KE RS:

Sendiri/bisa jalan/tidak bisa jalan/dengan alat bantu

6

Page 7: Case Syaraf

Dibawa oleh keluarga :ya/tidak

Dibawa oleh orang lain :ya/tidak

II. SUBJEKTIF

Anamnesis, Alloanamnesis (tanggal: 04 Maret 2012, pukul: 08.30)

1. Keluhan utama :

Demam

2. Riwayat penyakit sekarang

Sejak 1 minggu SMRS, Os mengeluh adanya demam. Demam tetap tinggi sepanjang

siang dan malam hari. Demam tidak disertai keringat di malam hari. Os mengaku badan terasa

seperti pegal-pegal dan sangat lemas ketika demam tetapi os mengaku tidak merasa menggigil

ketika demam. Os tidak pernah minum obat-obatan untuk menurunkan panas. Istri os mengaku

bahwa ia tidak pernah mengukur suhu tubuh os ketika demam. Os mengaku adanya rasa pusing

yang berputar sejak os demam. Os mengaku kepala terasa sangat berat terutama di kepala bagian

belakang. Pusing berputar dirasakan semakin bertambah ketika os sedang duduk. Os menyangkal

adanya pandangan mata double atau seperti tabir ketika pusing berlangsung. Os menyangkal

adanya rasa kesemutan di bibir, kaki dan tangan ketika pusing. Os mengaku kedua kaki terasa

sangat lemas bila hendak digerakan. Os tidak bisa jalan ke kamar mandi sehingga harus dipapah.

Os mengaku adanya mual yang disertai dengan muntah. Muntah sekitar 1-2x/sehari. Muntah

berisi air dan makanan. Os mengaku adanya penurunan nafsu makan semenjak demam. BAK

kurang lebih 1-2x/hari, urin berwarna kuning pekat. BAB 1x/hari, tinja padat, os tidak

mengetahui apa warna tinja.

3. Riwayat penyakit keluarga

Hipertensi: (-) DM: (-)

Asma: (-) TB: (-)

4. Riwayat penyakit dahulu

Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.

Hipertensi: (-) DM: (-)

Asma: (-) Dispepsia: (+)

7

Page 8: Case Syaraf

5. Riwayat Sosial, Ekonomi,

Pribadi

Sosial : kurang

Ekonomi : cukup

Pribadi : kurang

kooperatif dan gelisah

III. OBJEKTIF

1. Status Presens

a. Kesadaran :

E4M6V4

(Somnolen)

b. TD :

130/80mmHg

c. Nadi :

80x/menit

d. Pernafasan : 20

x/menit

e. Suhu :

38,90C

f. Kepala : normocephali

g. Leher : pembesaran KGB dan thyroid (-)

h. Paru : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

i. Jantung : BJ I&II reguler, murmur (-), gallop (-)

j. Perut : supel, nyeri tekan (-), BU (+)

k. Ekstremitas : akral hangat, edema − −

− −

l. Alat kelamin: tidak dilakukan

2. Status psikikus

a. Cara berpikir : kurang baik

8

Page 9: Case Syaraf

b. Perasaan hati : kurang baik

c. Tingkah laku : kurang baik

d. Ingatan : baik

e. Kecerdasan : rata-rata

3. Status neurologikus

a. Kepala

i. Bentuk : normocephali

ii. Nyeri tekan : tidak dilakukan

iii. Simetris : simetris

iv. Pulsasi : tidak dilakukan

b. Leher

i. Sikap : simetris

ii. Pergerakan : tidak dapat dinilai

iii. Kaku kuduk : tidak ada

c. Nervus cranialis

i. N. I kanan kiri

Subjektif normosmia normosmia

Dengan bahan tidak dilakukan tidak dilakukan

ii. N. II kanan kiri

Tajam penglihatan tidak dilakukan tidak dilakukan

Lapangan penglihatan sesuai dengan pemeriksa sesuai dengan pemeriksa

Melihat warna sesuai dengan pemeriksa

Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan

iii. N. III kanan kiri

Pergerakan bulbus normal normal

Strabismus tidak ada tidak ada

Nistagmus tidak ada tidak ada

Exophtalmus tidak ada tidak ada

9

Page 10: Case Syaraf

Pupil Besar 3 mm 3 mm

Bentuk bulat bulat

Refleks terhadap sinar (+) (+)

Refleks konversi (+) (+)

Refleks konsensuil (+) (+)

Melihat kembar tidak ada tidak ada

iv. N.IV kanan kiri

Pergerakan mata normal normal

(ke bawah-keluar)

Sikap bulbus normal normal

Melihat kembar tidak ada tidak ada

v. N.V kanan kiri

Membuka mulut simetris

Mengunyah tidak dilakukan tidak dilakukan

Mengigit tidak dilakukan tidak dilakukan

Refleks kornea tidak dilakukan tidak dilakukan

Sensibilitas baik baik

vi. N.VI kanan kiri

Pergerakan mata ke lateral normal normal

Sikap bulbus normal normal

Melihat kembar tidak ada tidak ada

vii. N.VII kanan kiri

Mengerutkan dahi simetris

Menutup mata simetris

Memperlihatkan gigi tidak dilakukan (os tidak kooperatif)

Bersiul tidak dilakukan

Perasaan lidah 2/3 anterior tidak dilakukan

viii. N.VIII kanan kiri

Detik arloji tidak dilakukan tidak dilakukan

Suara berisik dapat mendengar dapat mendengar

Weber tidak dilakukan tidak dilakukan

Rinne tidak dilakukan tidak dilakukan

10

Page 11: Case Syaraf

ix. N.IX kanan kiri

Perasaan lidah 1/3 posterior tidak dilakukan

Sensibilitas tidak dilakukan

Pharynx simetris

x. N.X kanan kiri

Arcus pharynx simetris

Bicara lancar

Menelan tidak ada disfagia

Nadi normal

xi. N.XI kanan kiri

Mengangkat bahu tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Memalingkan kepala dapat melakukan dapat melakukan

xii. N.XII kanan kiri

Pergerakan lidah simetris

Tremor lidah tidak ada

Artikulasi tidak ada disartia

d. Badan dan anggota gerak

1. Badan

a. Motorik

i. Respirasi : simetris, statis dan dinamis

ii. Duduk : tidak dapat dilakukan

iii. Bentuk columna verterbralis : tidak dapat dinilai

iv. Pergerakan columna vertebralis : tidak dapat dinilai

b. Sensibilitas

Taktil : baik

Nyeri : tidak ada

Thermi : tidak dilakukan

Diskriminasi : baik

Lokalisasi : baik

c. Refleks

11

Page 12: Case Syaraf

Refleks kulit dinding perut : tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas

a. Motorik kanan kiri

Pergerakan bebas bebas

Kekuatan 5,5,5,5 5,5,5,5

Tonus normotonus normotonus

Atrofi tidak ada tidak ada

b. Sensibilitas kanan kiri

Taktil baik baik

Nyeri tidak ada tidak ada

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi tidak dilakukan tidak dilakukan

Lokalisasi baik baik

c. Refleks kanan kiri

Biceps (++) (++)

Triceps (++) (++)

Radius (++) (++)

Ulna (++) (++)

Tromner-hoffman (-) (-)

3. Anggota gerak bawah

a. Motorik kanan kiri

Pergerakan terbatas terbatas

Kekuatan 3,3,3,3 3,3,3,3

Tonus normotonus normotonus

Atrofi tidak ada tidak ada

b. Sensibilitas kanan kiri

Taktil baik baik

Nyeri tidak ada tidak ada

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

12

Page 13: Case Syaraf

Diskriminasi baik baik

Lokalisasi baik baik

c. Refleks kanan kiri

Patella (+) (+)

Achilles (+) (+)

Babinski (+) (+)

Chaddock (-) (-)

Rossolimo (-) (-)

Mendel-Bechterev (-) (-)

Schaefer (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Tes Lasegue <700 <700

Tes Kernig <1350 <1350

e. Koordinasi, gait, dan keseimbangan

Cara berjalan : tidak dilakukan

Tes Romberg : tidak dilakukan

Disdiadokokinesia : tidak dilakukan

Ataksia : tidak ada

Rebound phenomenon: tidak ada

Dismetria : tidak ada

f. Gerakan-gerakan abnormal

Tremor : (-)

Miokloni : (-)

Khorea : (-)

g. Alat vegetatif

Miksi : baik

Defekasi : baik

h. Pemeriksaan tambahan

13

Page 14: Case Syaraf

Tes Nafziger : tidak dilakukan

Tes Valsava : tidak dilakukan

Tes Patrick : tidak dilakukan

Tes Kontra Patrick : tidak dilakukan

IV. RINGKASAN

Subjektif :

Laki-laki 56 tahun, 1 minggu SMRS, adanya demam. Demam tetap tinggi sepanjang

siang dan malam hari. Demam tidak disertai keringat di malam hari. Badan terasa seperti pegal-

pegal dan sangat lemas ketika demam, tidak merasa menggigil ketika demam. Tidak pernah

minum obat-obatan untuk menurunkan panas. Tidak pernah mengukur suhu tubuh ketika

demam. Adanya rasa pusing yang berputar sejak os demam. Os mengaku kepala terasa sangat

berat terutama di kepala bagian belakang. Pusing berputar dirasakan semakin bertambah ketika

os sedang duduk. Os menyangkal adanya pandangan mata double atau seperti tabir ketika pusing

berlangsung. Os menyangkal adanya rasa kesemutan di bibir dan kaki ketika pusing. Os

mengaku kedua kaki terasa sangat lemas bila hendak digerakan. Os mengaku adanya mual yang

disertai dengan muntah. Muntah sekitar 1-2x/sehari. Muntah berisi air dan makanan. Os

mengaku adanya penurunan nafsu makan semenjak demam. BAK kurang lebih 1-2x/hari, urin

berwarna kuning pekat. BAB 1x/hari, tinja padat.

Objektif :

Status presens

a. Kesadaran : E4M6V4

b. TD : 130/80mmHg

c. Nadi : 80x/menit

d. Pernafasan : 20 x/menit

e. Suhu : 38,90C

f. Kepala : normocephali

g. Leher : pembesaran KGB dan thyroid (-)

h. Paru : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

i. Jantung : BJ I&II reguler, murmur (-), gallop (-)

14

Page 15: Case Syaraf

j. Perut : supel,

nyeri tekan (-), BU

(+)

k. Ekstremitas : akral

hangat, edema − −

− −

l. Alat kelamin: tidak dilakukan

Status neurologis

Nervus cranialis : dalam batas normal

Sensibilitas badan

Taktil : dalam batas normal

Nyeri : (-/-)

Extremitas inferior : Kedua extremitas inferior pergerakannya sedikit terbatas,

kekuatan motorik sedikit menurun, hipestesia, nyeri (-), refleks fisiologi normal, refleks Babinski

(+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT SCAN TANPA KONTRAS

Tanggal : 01 Maret 2013

Dilakukan CT scan kepala potongan axial dengan ketebalan 5 & 10 mm. Scanning tanpa kontras

Sulci dan gyri corticalis tampak normal

Sistema ventrikel lateralis, III dan IV tampak normal

Tampak bayangan hypodens samar di cortical temporal dan subcortical parietal dextra

Tidak tampak klasifikasi patologis

Kesan : CT Scan tanpa kontras saat ini menunjukan gambaran oedema cerebro dextra, e.c massa

15

Page 16: Case Syaraf

Pemeriksaan X-foto Thorax (28 Februari 2013)

Cor : CTR <50%, bentuk dan letak dalam batas normal

Pulmo : Tak tampak kesuraman pad paru

Corakan bronkovaskulat normal

Diafragma dan sinus kanan & kiri normal

Kesan :

Cor : Tak membesar

Pulmo : Tak tampak kelainan

16

Page 17: Case Syaraf

Pemeriksaan Laboratorium (28 Februari 2013, 17:12)

Darah Rutin

Hemoglobin : 11,2 g/dL

Leukosit : 7800

Segment : 75

Limfosit : 13

Monosit : 12

MCV : 91 mikro m3

MCH : 31 pg

MCHC : 34 g/dL

MPV : 9

Hematokrit : 32 %

Trombosit : 330 ribu

Eritrosit : 3,56 juta

RDW : 14,6%

PDW : 11,3fL

MPV : 9,5 mikro m3

Gambaran Eritrosit : Normal

Gambaran Trombosit : Cukup

17

Page 18: Case Syaraf

KIMIA

Gula Darah Sewaktu : 123 mg/dL

Sodium/Na : 129 mEq/L

Potasium/K : 3,46 mEq/L

SGOT : 43 U/I

SGPT : 46 U/I

Urea : 33 mg/dL

BUN : 15 mg/dL

Creatinin : 0,5 mg/dL

IMMUNOSEROLOGI

Anti HIV-Rapid : POSITIF

Pemeriksaan Laboratorium ( 04 Maret 2013, 18:00)

Darah Rutin

Hemoglobin : 10 g/dL

Leukosit : 3390/Ul

Segment : 53

Limfosit : 22

Monosit : 18

MCV : 89,3 mikro m3

MCH : 31,5 pg

MCHC : 35,3 g/dL

MPV : 8,9

Hematokrit : 28,3 %

Trombosit : 271 ribu

Eritrosit : 3,17 juta

Gambaran Eritrosit : Normal

Gambaran Trombosit : Cukup

Sodium/Na : 125 mEq/L

Potasium/K : 3,09 mEq/L

Urea : 17,8 mg/dL

BUN : 8,32 mg/dL

Creatinin : 0,41 mg/dL

18

Page 19: Case Syaraf

IMMUNOSEROLOGI

CD4 : 18

Pemeriksaan Laboratorium (05 Maret 2013)

TORCH

Anti Toxoplasma IgG : POSITIF (KONS : 1,696)

Anti Toxoplasma IgM : NEGATIF

V. DIAGNOSIS

Diagnosis klinik : HIV + Toksoplasmosis

Diferential diagnosis : -

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. CT Scan Kepala dengan kontras

VI. RENCANA AWAL

1. Nonmedikamentosa :

i. Opname

ii. Diet lunak

iii. Cek lab CBC, Urine Lengkap, GDS, SGOT, SGPT

2. Medikamentosa :

i. Pasang infus Ringer Laktat 500 cc/8 jam

ii. Betaserc 2x20 mg

iii. Bartelium 5 mg/hr

iv. Cedantron 3x1/2 selama mual muntah

v. Pranza inj

vi. Inpepsa 3x10cc

vii. Kandistatin 3x 1 cc

viii. Brocud 1 gr/12 jam

ix. Coditam 3x1

19

Page 20: Case Syaraf

x. Merislon 3x1

xi. Glindamisin 3x300

xii. Bactrim 2x1 tab

xiii. Solac 3x15 cc

xiv. KSR 2x600

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam : Dubia ad malam

Ad Fungsionam : Dubia ad malam

Ad Sanasionam : Dubia ad malam

FOLLOW UP

01 Maret 2013

S: sakit kepala berputar saat duduk, pasien tidak kooperatif (mutism)

O:

TTV : TD:120/60mmHg RR: 20x/menit

N: 80x/menit S: 37,40C

GCS : E4M6V4

Keasadaran : CM

Mata : CA-/-, SI-/-, RC+/+, RCT+/+, pupil isokor ϕ3/3mm20

Page 21: Case Syaraf

Cor : BJ I&II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen : supel, BU (+)

Ekstremitas : akral hangat, edema _ _

_ _

A:

P:

CT Scan kepala

Coditam 3x1

Merislon 3x1

02 Maret 2013

S: badan terasa lemas, kepala masih terasa pusing berputar

O:

TTV : TD:110/70mmHg RR: 20x/menit

N: 80x/menit S: 360C

GCS : E4M6V4

Keasadaran : CM

A:

P: Teruskan terapi, CT Scan dengan kontras, test CD 4

03 Maret 2013

S: Pasien tidak kooperatif, lambat mengerti dan sukar menjawab

O:

TTV : TD:110/70mmHg RR: 20x/menit

N: 80x/menit S: 36,30C

GCS : E4M6V4

Keasadaran : CM

A:

P: Terapi lanjutkan

21

Page 22: Case Syaraf

04 Maret 2013

S: badan terasa semakin lemas, os mengaku adanya pusing, pusing berputar dan berat di kepala

belakang, os tidak kooperatif. Os tampak gelisah

O:

TTV : TD: 110/80mmHg RR: 18x/menit

N: 80x/menit S: 36,40C

GCS : E4M6V4

Kesadaran : CM

05 Maret 2013

S: OS mengaku badan terasa lemas, sakit kepala berputar masih belum berkurang

TTV : TD:120/60mmHg RR: 20x/menit

N: 80x/menit S: 37,40C

GCS : E4M6V4

Lab :

CD 4 : 18

Anti Toxoplasma IgG : POSITIF

06 Maret 2013

S : os mengaku badan terasa lemas, pusing sudah berkurang

O :

TD: 120/80 mmHg

N: 79 x/menit

T : 36,8

GCS : E4M6V4

P : saran untuk berobat jalan

22

Page 23: Case Syaraf

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA berbentuk sferis yang termasuk

retrovirus dari famili Lentivirus. (Gambar 1). Strukturnya tersusun atas beberapa lapisan dimana

lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp41.

Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan T-helper

lymphosit dan monosit atau makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17.

23

Page 24: Case Syaraf

Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim

transkriptase reverse (reverse transcriptase enzyme). ( Merati TP dkk,2006)

Gambar 1: struktur virus HIV-1

Sumber : Fauci AS at al, 2005

Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV global terutama

disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas penyebarannya. Tipe yang

terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang berhubungan erat

dengan Afrika Barat. (Merati TP dkk,2006)

3.2 MODE PENULARAN

Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi melalui mukosa genital

(hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah melalui jarum suntik yang

terkontaminasi atau melalui komponen darah yang terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu

ke janin. CDC pernah melaporkan adanya penularan HIV pada petugas kesehatan.

Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh .

Risiko tinggi Risiko masih sulit ditentukan

Risiko rendah selama tidak terkontaminasi darah

Darah, serumSemenSputumSekresi vagina

Cairan amnionCairan serebrospinalCairan pleuraCairan peritonealCairan perikardialCairan synovial

Mukosa seriksMuntahFesesSalivaKeringatAir mataUrin

Sumber : Djauzi S, 200224

Page 25: Case Syaraf

Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun percikan cairan darah sangat

rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat tusukan jarum atau luka karena

benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar 0,3% sedangkan risiko penularan akibat terpercik

cairan tubuh yang tercemar HIV pada mukosa sebesar 0,09%. (Djauzi S dkk, 2002)

3.3PATOGENESIS

Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV karena virus

mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi

mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga bila terjadi kehilangan

fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang progresif. (Djoerban Z dkk,

2006)

Namun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vitro dan

invivo adalah megakariosit, epidermal langerhans, peripheral dendritik, folikular dendritik,

mukosa rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks, mikrogilia, astrosit, sel trofoblast, limfosit

CD8, sel retina dan epitel ginjal. (Merati TP dkk, 2006)

Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama HIV dengan

bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui kompleks molekul adhesi

pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai dendritic-cell specific

intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin (DC-SIGN). Akhir-akhir ini diketahui

bahwa selain molekul CD4 dan ko-reseptor kemokin, terdapat integrin 47 sebagai reseptor

penting lainnya untuk HIV. Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV akan berikatan

dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan dengan mediasi antigen gp41

virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4, sampul HIV akan terbuka dan

RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan bantuan enzim transkriptase reversi.

Selanjutnya salinan DNA ini akan berintegrasi dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim

integrase. DNA virus yang terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi,

provirus ini akan melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polimerasi sel host menjadi

mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur sampai

terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus. Genomik RNA dan protein

virus ini akan membentuk partikel virus yang nantinya akan menempel pada bagian luar sel.

Melalui proses budding pada permukaan membran sel, virion akan dikeluarkan dari sel inang

25

Page 26: Case Syaraf

dalam keadaan matang. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di

peredaran darah tepi. (Djoerban Z dkk, 2006)

Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.

Gambar 2 : Visualisasi siklus HIV

Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat defisiensi imun,

akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio CD4-CD8 dan

hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus HIV dibentuk terhada berbagai

antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di

26

Page 27: Case Syaraf

sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali

sejak 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela.

Antigen gp120 dan bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk

antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut tidak dapat

mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek. Sedangkan respon imun

selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T sitolitik yang sebagian besar adalah sel T

CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan

terus laju replikasi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)

Perjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan kerusakan progresif

populasi sel T CD4. Hal ini meyebabkan terjadinya deplesi sel T CD4. Selain itu, terjadi juga

disregulasi repsons imun sel T CD4 dan proliferasi CD4 jarang terlihat pada pasien HIV yang

tidak mendapat pengobatan antiretrovirus. (Djoerban Z dkk, 2006)

2.6 PERJALANAN PENYAKIT

Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali

seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Sebagian berkembang masuk

tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun,

dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan

kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang

kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. (Djoerban Z dkk,

2006)

Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan menunjukkan gejala

infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan berlangsung selama 2-6 minggu.

Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam,

diare, atau batuk dan gejala-gejala ini akan membaik dengan atau tanpa pengobatan. (Djoerban Z

dkk, 2006)

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala) yang berlangsung

selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat,

dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula perjalanannya lambat (non-progessor). Sejalan dengan

memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi

oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah

bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan lain-lainnya.

27

Page 28: Case Syaraf

Tabel 2. Gejala klinis infeksi primer HIV

Kelompok Gejala Kekerapan (%)

Umum Demam 90Nyeri otot 54

Nyeri sendi -

Rasa lemah -

Mukokutan Ruam kulit 70Ulkus di mulut 12

Limfadenopati

74

Neurologi Nyeri kepala 32Nyeri belakang mata -

Fotofobia -

Depresi -

Meningitis 12

Saluran cerna Anoreksia -Nausea -

Diare 32

Jamur di mulut 12

Sumber : (Djauzi S, 2002)

Tanpa pengobatan ARV, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan

memburuk bertahap meski selama beberapa tahun tidak bergejala. Pada akhirnya, odha akan

menunjukkan gejala klinik yang makin berat. Hal ini berarti telah masuk ke tahap AIDS.

Terjadinya gejala-gejala AIDS biasanya didahului oleh akselerasi penurunan jumlah limfosit

CD4. Perubahan ini diikuti oleh gejala klinis menghilangnya gejala limfadenopati generalisata

yang disebabkan hilangnya kemampuan respon imun seluler untuk melawan turnover HIV dalam

kelenjar limfe Karena manifestasi awal kerusakan dari system imun tubuh adalah kerusakan

mikroarsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV meluas ke jaringan limfoid, yang

dapat diketahui dari pemeriksaan hibridasi insitu. Sebagian replikasi HIV terjadi di kelenjar

getah bening, bukan di peredaran darah tepi. (Djoerban Z dkk, 2006)

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan

gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang

cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan

replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa

mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 10 miliar sel setiap hari. (Djoerban

Z dkk, 2006)28

Page 29: Case Syaraf

Pejalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari 80% pengguna

narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung juga adalah penyakit yang

dijumpai pada ODHA pengguna narkotika dan biasanya tidak ditemukan pada ODHA yang

tertular dengan cara lain. Lamanya pengguna jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi

pneumonia dan tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunkan narkotika suntikan, makin

mudah ia terkena pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan menimbulkan

efek yang buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah

dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga dapat

menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan penyakitnya biasanya

lebih progresif. (Djoerban Z dkk, 2006)

Secara ringkas, perjalanan alamiah penyakit HIV/AIDS dikaitkan dengan hubungan

antara jumlah RNA virus dalam plasma dan jumlah limfosit CD4+ ditampilkan dalam gambar 3.

Gambaran perjalanan alamiah infeksi HIV. Dalam periode infeksi primer, HIV menyebar

luas di dalam tubuh; menyebabkan deplesi sel T CD4 yang terlihat pada pemeriksaan darah tepi.

Reaksi imun terjadi sebagai respon terhadap HIV, ditandai dengan penurunan viremia.

Gambar 3: perjalanan alamiah infeksi HIV

sumber : http://www.aegis.org/factshts/NIAID/1995 Selanjutnya terjadi periode laten dan penurunan jumlah sel T CD4 terus terjadi hingga mencapai

di bawah batas kritis yang akan memungkinkan terjadinya infeksi oportunistik.

29

Page 30: Case Syaraf

2.7 DIAGNOSIS

2.7.1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV , pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada setiap odha saat kunjungan pertama kali ke

sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar

mengenai pemeriksaan fisik dan laboratorium, memastikan pasien memahami tentang infeksi

HIV, dan untuk menentukan tata laksana selanjutnya.

Dari Anamnesis, perlu digali factor resiko HIV AIDS, Berikut ini mencantumkan, daftar tilik

riwayat penyakit pasien dengan tersangaka ODHA (table 3 dan table 4).

Tabel 3. Faktor risiko infeksi HIV

- Penjaja seks laki-laki atau perempuan

- Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)

- Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan transgender (waria)

- Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial

- Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)

- Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah

- Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.

Sumber : Depkes RI 2007

Table 4: Daftar tilik riwayat pasien

30

Page 31: Case Syaraf

Sumber :Depkes RI 2007

2.7.2 Pemeriksaan fisik

Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV dapat dilihat pada

tabel 6

31

Page 32: Case Syaraf

Tabel 6 : Daftar tilik pemeriksaan fisik

Sumber :Depkes RI 2007

Gambaran klinis yang terjadi. umumnya akibat adanya infeksi oportunistik atau kanker yang

terkait dengan AIDS seperti sarkoma Kaposi, limfoma malignum dan karsinoma serviks invasif.

Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV dapat dilihat pada

tabel 6. Di RS Dr. Cipto Mangkusumo (RSCM) Jakarta, gejala klinis yang sering ditemukan

32

Page 33: Case Syaraf

pada odha umumnya berupa demam lama, batuk, adanya penurunan berat badan, sariawan, dan

diare, seperti pada tabel 5 .

Tabel 5. Gejala AIDS di RS. Dr. Cipto MangunkusumoGejala Frekuensi

Demam lama 100 %

Batuk 90,3 %

Penurunan berat badan 80,7 %

Sariawan dan nyeri menelan 78,8 %

Diare 69,2 %

Sesak napas 40,4 %

Pembesaran kelenjar getah bening

28,8 %

Penurunan kesadaran 17,3 %

Gangguan penglihatan 15,3 %

Neuropati 3,8 %

Ensefalopati 4,5 %

Sumber : Yunihastuti E dkk, 2005

2.7.3 Pemeriksaan penunjang

Untuk memastikan diagnosis terinfeksi HIV, dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yang

tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan antibodi terhadap HIV,

deteksi virus atau komponen virus HIV (umumnya DNA atau RNA virus) di dalam tubuh yakni

melalui pemeriksaan PCR untuk menentukan viral load, dan tes hitung jumlah limfosit

Sedangkan untuk kepentingan surveilans, diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat infeksi

oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 (Tabel 7) . ( Depkes RI, 2007)

Tabel 7. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada odha

Tes antibodi terhadap HIV (AI);Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);HIV RNA plasma (viral load) (AI);Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, anti-Toxoplasma gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada perempuan (AIII);Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi kombinasi terapi (AIII);

Sumber : Yayasan Spiritia 2006.

33

Page 34: Case Syaraf

Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan biasanya dilakukan jika

ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks yang tidak aman atau penggunaan narkotika

suntikan). Tes HIV juga dapat ditawarkan pada mereka dengan infeksi menular seksual, hamil,

mengalami tuberkulosis aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV. Hasil

pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling pasca tes juga diperlukan.

Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan dengan memenuhi 3C yakni confidential (rahasia),

disertai dengan counselling (konseling), dan hanya dilakukan dengan informed consent.

(Djoerban Z dkk,2006)

Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang memiliki sensitivitas

tinggi (> 99%). Jika pemeriksaan penyaring ini menyatakan hasil yang reaktif, maka

pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi

oleh HIV. Uji konfirmasi yang sering dilakukan saat ini adalah dengan teknik Western Blot

(WB). Hasil tes positif palsu dapat disebabkan adanya otoantibodi, penerima vaksin HIV, dan

kesalahan teknik pemeriksaan. Hasil tes positif pada bayi yang lahir dari ibu HIV positif belum

tentu berarti tertular mengingat adanya IgG terhadap HIV yang berasal dari darah ibu. IgG ini

dapat bertahan selama 18 bulan sehingga pada kondisi ini, tes perlu diulang pada usia anak > 18

bulan. (Djoerban Z dkk,2006)

Hasil tes dinyatakan positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah dengan tes

konfirmasi dengan WB positif. Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pemeriksaan

WB masih relatif mahal sehingga tidak mungkin dilakukan secara rutin. WHO menganjurkan

strategi pemeriksaan dengan kombinasi dari pemeriksaan penyaring yang tidak melibatkan

pemeriksaan WB sebagai konfirmasi. Di Indonesia, kombinasi yang digunakan adalah tiga kali

positif pemeriksaan penyaring dengan menggunakan strategi 3. Bila hasil tes tidak sama missal

hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan yang ketiga non-reaktif atau apabila hasil tes

pertama reaktif, kedua dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut sebagai indeterminate

dengan catatan orang tersebut memiliki riwayat pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. Bila

orang tersebut tanpa riwayat pajanan atau tidak memiliki risiko tertular, maka hasil pemeriksaan

dilaporkan sebagai non-reaktif. (Djoerban Z dkk,2006).

Table 8 : Alogaritma pemeriksaan HIV

34

Page 35: Case Syaraf

Sumber : Depkes,2007

2.7.4 Penilaian Klinis

Penilaian klinis yang perlu dilakukan setelah diagnosis HIV ditegakkan meliputi penentuan

stadium klinis infeksi HIV, mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan HIV di masa

lalu, mengidentifikasi penyakit yang terkait dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan,

mengidentifikasi kebutuhan terapi ARV dan infeksi oportunistik, serta mengidentifikasi

pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat mempengaruhi pemilihan terapi. (Djauzi S

dkk,2002)

2.7.5 Stadium Klinis

WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I (asimtomatik),

stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan stadium IV (sakit berat atau AIDS), lihat

table 9. Bersama dengan hasil pemeriksaan jumlah sel T CD4, stadium klinis ini dapat dijadikan

sebagai panduan untuk memulai terapi profilaksis infeksi oportunistik dan memulai atau

mengubah terapi ARV.

AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.

35

Page 36: Case Syaraf

Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Jika diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akan berakibat fatal.

Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang – ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan oleh peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.

Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :a.       Infeksi Akut : CD4 : 750 – 1000

Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anereksia, malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala syaraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif), gangguan gas trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.

b.      Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/mlSetelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar lomfe menyeluruh, disebut limfa denopatio (LEP), meskipun ini bukanlah hal yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh bagi hidup penderita. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat 500/ml.

c.        Infeksi Kronis SimtomatikFase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas pemderita.

36

Page 37: Case Syaraf

1)      Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 – 500Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut AIDS-Related (ARC).

2)      Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan kekebalannya.

Sindrom klinis stadium simptomatik yang utama:

• Limfadenopati Generalisata yang menetap• Gejala konstutional: Demam yang menetap > 1 bulan, penurunan BB involunter > 10%

dari nilai basal, dan diare >1 bulan tanpa penyebab jelas.• Kelainan neurologis: Ensefalopati HIV, limfoma SSP primer, meningitis aseptik,

mielopati, neuropati perifer, miopati.• Penyakit infeksiosa sekunder: pneumonia, Candida albicans, M. Tuberculosis,

Cryptococcus neoformans, Toxxoplasma gondii, Virus Herpes simpleks• Neoplasma Sekunder: Sarkoma Kaposi (kulit dan viseral), neoplasma limfoid• Kelainan lain: Sindrom spesifik organ sebagai manifestasi prmer penderita TB atau

komplikasi

Untuk memastikan apakah seseorang kemasukan virus HIV, ia harus memeriksakan darahnya dengan tes khusus dan berkonsultasi dengan dokter. Jika dia positif mengidap AIDS, maka akan timbul gejala-gejala yang disebut degnan ARC (AIDS Relative Complex) Adapun gejala-gejala yang biasa nampak pada penderita AIDS adalah:

a.      Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.

1.       Gejala Mayor  Penurunan berat badan lebih dari 10%Diare kronik lebih dari satu bulanDemam lebih dari satu bulan

2.      Gejala MinorBatuk lebih dari satu bulanDermatitis preuritik umumHerpes zoster recurrens

37

Page 38: Case Syaraf

Kandidias orofaring Limfadenopati generalisataHerpes simplek diseminata yang kronik progresif

b.      Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab – sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.

1.      Gejala Mayor  Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal  Diare kronik lebih dari 1bulan  Demam lebih dari1bulan

2.      Gejala minor  Limfadenopati generalisata  Kandidiasis oro-faring  Infeksi umum yang berulang  Batuk parsisten  Dermatitis

2.7.6 Penilaian Imunologi

Tes hitung jumlah sel T CD4 merupakan cara yang terpercaya dalam menilai status imunitas

odha dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan dalam memberikan pengobatan ARV.

Tes CD4 ini juga digunakan sebagai pemantau respon terapi ARV. Namun yang penting diingat

bahwa meski tes CD4 dianjurkan, bilamana tidak tersedia, hal ini tidak boleh menjadi

penghalang atau menunda pemberian terapi ARV. CD4 juga digunakan sebagai pemantau respon

terapi ARV. Pemeriksaan jumlah limfosit total (Total Lymphocyte Count – TLC) dapat

digunakan sebagai indikator fungsi imunitas jika tes CD4 tidak tersedia namun TLC tidak

dianjurkan untuk menilai respon terapi ARV atau sebagai dasar menentukan kegagalan terapi

ARV. (Depkes RI, 2007)

Tabel 9. Stadium klinis HIV

Stadium 1 AsimptomatikTidak ada penurunan berat badanTidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten

Stadium 2 Sakit ringan

38

Page 39: Case Syaraf

Penurunan BB 5-10%ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitisHerpes zoster dalam 5 tahun terakhirLuka di sekitar bibir (keilitis angularis)Ulkus mulut berulangRuam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)Dermatitis seboroikInfeksi jamur kuku

Stadium 3 Sakit sedangPenurunan berat badan > 10%Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulanKandidosis oral atau vaginalOral hairy leukoplakiaTB Paru dalam 1 tahun terakhirInfeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)TB limfadenopatiGingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akutAnemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis (<50.000/ml)

Stadium 4 Sakit berat (AIDS)Sindroma wasting HIVPneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulangHerpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.Kandidosis esophagealTB Extraparu*Sarkoma kaposiRetinitis CMV*Abses otak Toksoplasmosis*Encefalopati HIVMeningitis Kriptokokus*Infeksi mikobakteria non-TB meluas

Sumber : Depkes RI, 2007

39