jurnal syaraf

Upload: aanyogi

Post on 30-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Deep-vein thrombosis (DVT) dan Pulmonary embolism (PE) adalah komplikasi stroke iskemik yang sering terjadi dan bersifat mengancam jiwa. Kami mengevaluasi tingkat kejadian dari gejala DVT/PE pada pasien stroke iskemik, pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan yang sebelumnya diberikan thromboprophylsxis.

TRANSCRIPT

Tingkat kejadian Deep-vein trombosis dan pulmonary embolism selama perawatan berkelanjutan pada pasien dengan stroke iskemik akut di Amerika SerikatAlpesh N Amin, Jay Lin, Stephen Thompson and Daniel Wiederkehr.BMC Neurology 2013, 13:17.Abstrak Latar belakang: Deep-vein thrombosis (DVT) dan Pulmonary embolism (PE) adalah komplikasi stroke iskemik yang sering terjadi dan bersifat mengancam jiwa. Kami mengevaluasi tingkat kejadian dari gejala DVT/PE pada pasien stroke iskemik, pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan yang sebelumnya diberikan thromboprophylsxis.

Metode : Analisis database retrospektif AS, data yang diambil dari Perspektif Premier i3-Pharm Informatika database untuk pasien berusia 18 tahun yang dirawat di rumah sakit dengan stroke iskemik dari Januari 2005 sampai November 2007, dan pasien yang direncanakan rencana terapi 6 bulan setelah pasien dipulangkan. Pasien yang dipulangkan ke fasilitas perawatan akut atau dengan atrial fibrilasi tidak diikutsertakan. Profilaksis dievaluasi selama indeks rawat inap dan 14 hari setelah pasien pulang. Tingkat DVT / PE dihitung selama rawat inap dan sampai 30 hari setelah pasien pulang.

Hasil : Total 1524 pasien diikutsertakan; 46.1% mendapatkan terapi farmakologis dan/atau prophylaxis mekanis di rumah sakit (berurut-urut 28,3%, 114%.12,3% mendapatkan unfractionated heparin, enoxaparin dan profilaksis mekanis). 6,4% pasien mendapatkan profilaksis untuk rawat jalan; warafarin adalah yang paling banyak diberikan (diresepkan) yaitu 5,9% pasien. Total rata-rata standar deviasi lama rawatan adalah 3.0 2.5 hari. Rata-rata durasi pemberian profilaksis untuk semua pasien adalah 0.9 1.5 hari selama rawatan dan 1.7 6.9 hari selama rawat jalan. Gejala DVT/PE dijumpai pada 25 pasien secara keseluruhan (1.64%), dengan 0.98% pada pasien rawat inap dan 0.66% pada pasien rawat jalan.

Kesimpulan : sekitar 1% pasien dengan stroke iskemik akut mengalami gejala DVT/PE. Walaupun 46% pasien mendapat profilaksis di rumahsakit, hanya 6% pasien yang mendapatkan profilaksis untuk rawat jalan. Hal ini menunjukkan pentingnya memberikan (meresepkan) tromoprofilaksis selama perawatan berkelanjutan pasien dengan stroke iskemik akut.

Kata kunci : stroke iskemik akut, perawatan berkelanjutan, Deep-vein trombosis, Pulmonary Embolism, tromboprofilaksis.

PendahuluanDeep-vein trombosis (DVT) dan emboli paru (PE) adalah komplikasi yang sering terjadi pada stroke iskemik akut (1,2). Ada banyak variasi insiden dalam beberapa studi yang berbeda, munculnya DVT dan PE pada pasien stroke iskemik akut tanpa tromboprofilaksis berkisar antara 1,0% sampai 5,2% dan 0% sampai 5,6% (3). PE adalah penyebab kematian yang serius pada pasien pasca stroke; penelitian terbaru mengindikasikan bahwa seperempat kematian pada pasien yang tidak diberikan profilaksis disebabkan oleh PE. (4,5). Pada penelitian yang lebih besar oleh Heuschmann et al, 13.440 pasien dengan stroke iskemik, 0,4% pasien berkembang menjadi PE dan hampir sebagian (46,8%) dari pasien itu meninggal dunia di rumah sakit. (6).Profilaksis dengan Low-molecular-weight heparin (LMWHs) dan unfractionated heparin (UFH) mengurangi resiko DVT pada pasien post stroke iskemik akut (AIS) (7-11). Guideline dari American Collage of Chest Physician (ACCP) merekomendasikan pada pasien dengan AIS dengan mobilitas yang terbatas diberikan LMWHs atau UFH (grade 1A) sebagai pencegahan DVT/PE (12). Walaupun tidak ada indikasi LMWHs untuk profilaksis DVT pada pasien Stroke iskemik, pasien-pasien ini sering dikatergorikan kedalam grup pasien dengan mortalitas yang rendah (berkurang). Bagaimanapun, dalam praktik sehari-hari, banyak pasien beresiko dengan stroke iskemik tidak diberikan profilaksis (13-17). Pada Post-Stroke Rehabilitation Outcomes Project (PSROP), sekitar sepertiga dari 1161 pasien yang beresiko dengan stroke iskemik tidak diberikan antikoagulan (16). Walaupun ada pasien yang mendapatkan profilaksis, sering sekali profilaksis yang diberikan tidak tepat baik itu jenis, dosis atau durasi pemberian. (13-15), dan ini dapat menurunkan efektifitasnya untuk mencegah DVT/PE. Penelitian ENDORSE (Epidemiologic International Day for the Evaluation of Patients at Risk for Venous Tromboembolism in the Acute Hospital Care Setting) meneliti 2423 pasien dengan stroke iskemik. Hanya 47,1% pasien dengan resiko mendapat thromboprfilaksis dan hanya 37,1% dari pasien yang mendapatkan profilaksis sesuai rekomendari ACCP (13).Pasien dengan penyakit serebrovaskular dirawat dirumah sakit sekitar 5,2 hari (18); untuk itu diperlukan profilaksis untuk pasien rawat jalan agar mendapatkan regimen yang efektif selama 8-16 hari sesuai dengan studi klinis. (7-11,19). Untuk memahami peresepan pasien terbaru, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap pemberian tromboprofilaksis pada pasien dengan AIS, baik itu pasien rawat inap atau pasien rawat jalan karena saat ini data untuk seluruh dunia masih sangat terbatas. Perlu juga untuk menilai tingkat kejadian DVT/PE pada pasien rawat inap dan rawat jalan untuk menentukan keadaan klinis sekarang yang berkaitan dengan DVT/PE. Analisis ini secara objektif bertujuan untuk mengevaluasi tingkat gejala DVT/PE pada pasien yang dirawat berkelanjutan (rawat inap dan rawat jalan) dengan AIS di Amerika Serikat.

MetodeObseravasional, analisis data secara retrospektif dilakukan di National Managed care data. Dengan demikian, penilitan ini tidak diatur oleh Institutional Review Board. Data diambil dari Perspektif Premier i3-Pharm Informatica database. Pasien dimasukkan dalam analisis jika pasien memenuhi kriteria sebagai berikut: dirawat inap antara Januari 2005 dan November 2007, umur 18 tahun saat rawat inap, dan selama 6 bulan direncanakan untuk dilakukan perawatan. Pasien juga harus dirawat dan didiagnosa stroke iskemik seperti yang diidentifikasi oleh International Classification of Disease, Ninth Revision, Clinical Modification (ICD-9-CM) kode pencarian (430.x, 431.x, 433.x1, 434.x1, 435.x, 436, dan 362,3). Pasien tidak diikutsertakan jika mereka memiliki lama tinggal di rumah sakit 0 hari atau> 30 hari, data jenis kelamin dan usia tidak lengkap, serta didiagnosa dengan atrial fibrilasi. Pasien juga dikecualikan jika mereka dipulangkan atau ditransfer ke fasilitas perawatan akut.

Profilaksis rawat inap, mekanik dan / atau farmakologi, diambil melalui kode biaya selama perawatan di rumah sakit. Profilaksis untuk pasien rawat jalan dinilai sebagai resep selama 14-hari sebelum Indeks masuk dan 14-hari setelah debit indeks. Profilaksis Rawat Jalan boleh dinilai mulai dari 14-hari sebelum masuk rumah sakit untuk mencerminkan bahwa beberapa pasien mungkin memiliki menerima resep antikoagulan mereka sebelum rawat inap. Rawat inap dan rawat jalan profilaksis farmakologis diidentifikasi melalui muatan Kode atau klaim farmasi untuk UFH, LMWH (enoxaparin, dalteparin, dan tinzaparin), fondaparinux, dan warfarin. Agen farmakologis dianggap profilaksis jika mereka digunakan pada dosis profilaksis dan digunakan sebelum munculnya tromboemboli vena (VTE). Profilaksis mekanik diidentifikasi melalui kode untuk graduated compression stocking (GCS) dan Kode biaya menunjukkan penggunaan pneumatik intermiten perangkat kompresi dan / atau venous foot pump. Kombinasi penggunaan profilaksis juga dianalisis, dan didefinisikan sebagai penggunaan lebih dari satu produk / jenis profilaksis seluruh durasi rawat inap atau rawat jalan. Ada atau tidak adanya profilaksis dan jenis yang digunakan dihitung secara deskriptif. Mean s.d. panjang rawat inap, dan lamanya rawat inap dan profilaksis rawat jalan juga dihitung; durasi profilaksis dimasukkan sebagai 0 untuk pasien yang tidak mendapatkan profilaksis.

Pasien diikuti selama 30-hari setelah pulang dalam analisis gejala DVT / PE, dan disensor administratif pada tanggal 2007 atau rencana disenrollment, mana yang terjadi terlebih dahulu. Gejala DVT / Kejadian PE didefinisikan sebagai diagnosis pertama sesuai dengan Kode ICD-9-CM dan dikategorikan sebagai peristiwa indeks (Diagnosis primer atau sekunder selama indeks masuk), Peristiwa pendaftaran kembali (diagnosis primer atau sekunder selama masuk rumah sakit setelah indeks rawat inap), atau peristiwa rawat jalan (diagnosis dalam pengaturan rawat jalan disertai dengan pengobatan dengan antikoagulan dalam 14 hari diagnosis).

Hasil Sebanyak 1.524 pasien dilibatkan dalam analisis (Gambar 1), dengan rata-rata s.d. usia 62,2 12,2 tahun (Tabel 1). Sebagian besar pasien adalah kulit putih (72,1%) dan dari selatan Amerika Serikat (52,6%). Mayoritas pasien yang secara komersial diasuransikan (91,1%) dan dirawat di rumah sakit perkotaan (92,7%), tanpa status mengajar (65,0%). Kurang dari setengah dari pasien (46,1%) menerima bentuk apapun tromboprofilaksis selama rawat inap. Yang paling sering diresepkan farmakologis profilaksis agen yang UFH (28,3%) dan enoxaparin (11,4%) (Tabel 2). LMWH lain dan fondaparinux yang diresepkan sangat jarang. Satu dari sepuluh pasien menerima profilaksis kombinasi, dan mekanik profilaksis diterima oleh sekitar seperdelapan dari semua pasien. Profilaksis Rawat Jalan farmakologis diterima 6,4% dari pasien dalam periode 14 hari pasca keluarnya. Yang paling sering diresepkan pasca keluarnya profilaksis agen adalah warfarin (5,9%) (Tabel 2). Enoxaparin adalah satunya agen farmakologis lain yang ditentukan dalam pasien rawat jalan (1,8%), paling sering dalam kombinasi dengan warfarin (1,3%). Mean s.d. panjang indeks rawat inap di antara semua pasien AIS adalah 3,0 2,5 hari (Tabel 3). Mean total durasi profilaksis antara semua pasien dengan AIS adalah 2,6 7,1 hari, dengan rata-rata 0,9 1,5 hari di pengaturan rawat inap dan 1,7 6,9 hari di rawat jalan. Mean s.d. total durasi antara pasien yang menerima di rumah sakit profilaksis adalah 3,1 6,5 hari, dengan durasi rata-rata rawat inap dan rawat jalan profilaksis 1,9 1,6 hari dan 1,3 5,9 hari, berurutan (Tabel 3). Kebanyakan pasien yang menerima profilaksis (77,0%) mulai profilaksis rawat inap awal pada pertama hari rawat inap, dengan 16,1% dari pasien yang mulai profilaksis pada hari kedua rawat inap. Secara keseluruhan, 54,1% dari pasien yang hanya menerima profilaksis pada hari masuk rumah sakit, 18,3% dari pasien menerima profilaksis sampai dengan hari kedua rawat inap. DVT / PE terjadi pada 25 (1,64%) stroke iskemik pasien dalam penelitian ini (Gambar 2), yang termasuk 5 PE dan 20 DVT. Dari jumlah tersebut, 18 kejadian terjadi di pasien yang telah menerima profilaksis VTE dan 7 kejadian pada pasien yang tidak menerima profilaksis VTE pada indeks. DVT / PE selama indeks rawat inap terjadi pada 15 pasien (0,98% dari total populasi, 60% dari total kejadian). Sepuluh pasien menunjukkan gejala DVT / PE disaat rawat jalan (0,66%; 40% dari total kejadian). Secara keseluruhan, 5 pasien (0,33%) yang diterima kembali untuk DVT / PE dan 5 pasien (0,33%) dirawat karena DVT / PE dalam 30-hari periode setelah dipulangkan.

DiskusiPada kenyataannya saat ini, total 25 dari 1524 pasien stroke iskemik berkembang menjadi DVT simptomatik / PE. Tingkat PE sebesar 0,33% konsisten dengan PE tingkat 0,4% yang diperoleh dalam German Stroke Registers Study oleh Heuschmann et al. [6]. Dalam penelitian kami, 15 pasien rawat inap berkembang menjadi DVT / PE, mennjukkan risiko DVT / PE terjadi di rumah sakit. Selain itu, 10 pasien yang diterima kembali untuk DVT / PE. menunjukkan bahwa risiko terjadinya DVT / PE tetap ada pasca keluar dari rumah sakit. Risiko PE diperkirakan bertahan sampai 4 minggu setelah stroke, dalam pasien yang meninggal di minggu kedua sampai keempat setelah stroke, PE adalah penyebab dominan kematian, setelah diverifikasi dengan otopsi [20].

Dalam penelitian ini, kurang dari setengah dari pasien stroke iskemik menerima segala bentuk profilaksis di rumah sakit dan 6% menerima profilaksis farmakologi pasca keluar dari rumah sakit. Temuan ini konsisten dengan beberapa penelitian lain menunjukkan praktek resep suboptimal di pasien dengan stroke iskemik di rumah sakit [13-17]. Penelitian ini tidak menyelidiki kelayakan profilaksis yang diberikan tetapi, mengingat hasil lainnya studi pada pasien medis, ada kemungkinan bahwa profilaksis yang diberikan tidak sesuai dengan pedoman saat ini pada beberapa pasien. Beberapa penelitian telah menyelidiki resep profilaksis rawat jalan pada pasien dengan stroke iskemik. penelitian ini dikaji resep antikoagulan yang diberikan, tapi ini mungkin termasuk pasien yang menerima antikoagulan untuk alasan lain selain pencegahan VTE karena rawat inap terakhir untuk stroke, seperti untuk pencegahan sekunder non-AF kardioembolik stroke atau diseksi, atau untuk mencegah terjadinya fibrilasi atrium setelah Indeks rawat inap (pasien dengan diagnosis atrial fibrilasi pada saat rawat inap indeks yang dikecualikan).

Dalam penelitian ini, profilaksis rawat inap dengan UFH diterima oleh sekitar 30% dari iskemik pasien stroke, dengan satu dari sepuluh pasien yang menerima LMWH dan satu dari delapan menerima profilaksis mekanik. Pedoman ACCP merekomendasikan profilaksis farmakologi dengan LMWH atau UFH (Kelas 1A) untuk pasien dengan mengurangi mobilitas setelah stroke iskemik [12]. Profilaksis mekanis dengan kompresi pneumatik intermiten atau GCS hanya direkomendasikan untuk pasien dengan kontraindikasi untuk profilaksis farmakologi (1B Kelas). Thighlength GCS gagal menunjukkan penurunan yang signifikan dalam terjadinya gejala atau asimtomatik proksimal DVT dibandingkan dengan menghindari GCS setelah stroke akut Clots in Legs Or sTockings after stroke (CLOTS) Percobaan 1 (10,0% vs 10,5%, masing-masing; P = 0,88) [21]. Namun, paha-panjang GCS dikaitkan dengan lebih sedikit DVT (6,3%) setelah stroke akut dibandingkan dengan GCS di bawah lutut (8,8%, P = 0,008), seperti yang diamati dalam Gumpalan Percobaan 2 [22]. Dalam PREVAIL (PREvention of Venous Tromboembolism After Acute Ischemic Stroke with LMWH andUFH) studi 1762 pasien dengan AIS dan terbatas mobilitas, risiko DVT / PE adalah 10% berikut 10 hari (kisaran 6 sampai 14 hari) profilaksis dengan LMWH enoxaparin, dan 18% dengan UFH (risiko relatif 0,57; 95% interval kepercayaan 0,44-0,76, P = 0,0001) [19]. Itu terjadinya komplikasi perdarahan adalah serupa antara kelompok (baik 8%, P = 0.83). Komposit gejala intrakranial dan ekstrakranial utama perdarahan adalah 1% dalam setiap kelompok (P = 0,23), tapi ada sedikit, secara klinis signifikan, kelebihan ekstrakranial utama perdarahan dengan enoxaparin dibandingkan UFH (1% vs 0%; P = 0,015). Dalam penelitian ini, setengah dari pasien yang menerima profilaksis hanya menerima profilaksis selama 1 hari-pertama hari rawat inap. Bagi pasien yang menerima profilaksis, rata-rata s.d. profilaksis durasi adalah 1,9 1,6 hari dalam pengaturan rawat inap dan 1,3 5,9 hari dalam pengaturan rawat jalan (Total 3,1 6,5 hari). Beberapa penelitian telah menunjukkan penurunan risiko VTE dengan perpanjangan durasi profilaksis [3,19,23,24]. Dalam studi PREVAIL, Durasi profilaksis 10,5 3,2 hari adalah efektif dalam mengurangi DVT / PE [19]. Meskipun saat ini ada pedoman mengenai durasi profilaksis paling tepat pada pasien stroke, masih ada kebutuhan penggunaan berkelanjutan profilaksis tidak hanya pada saat dirawat di rumah sakit, tetapi juga setelah dipulangkan. Inisiatif nasional termasuk mengukur kinerja[25] dan disinsentif keuangan [26] telah dikembangkan di AS untuk meningkatkan penggunaan profilaksis di rumah sakit sesuai dengan pedoman berbasis bukti, dan untuk mengurangi beban klinis dan ekonomi VTE. Individu rumah sakit juga dapat meningkatkan perawatan stroke iskemik pasien dengan berpartisipasi dalam inisiatif kualitas seperti program " Get With The Guidelines-Stroke", [27] atau dengan pelaksana Standardlized stroke orders' [26]. Standar perintah stroke yang melibatkan intervensi multifaset berbasis di sekitar order debit cetakan untuk stroke pasien [28]. Setelah pelaksanaan perintah stroke enam rumah sakit, profilaksis DVT yang optimal dalam waktu 48 jam secara signifikan meningkat dari 87% pada tahun 1-96% tahun 2 (P = 0,001) [28]. Registry juga telah digunakan sebagai alat untuk menentukan kekurangan dan meningkatkan kualitas pelayanan. Sebuah sukarela registri AIS berbasis web dan 50 rumah sakit data yang dilaporkan pada pasien yang didiagnosis dengan stroke iskemik atau transient ischemic attack [29]. Tingkat optimal profilaksis DVT dalam waktu 48 jam antara pasien dengan iskemik stroke ditemukan meningkat dari 76,4% pada tahun 1 94,7% tahun 4 (P = 0,01). Meskipun Premier Perspektif i3-Pharma Informatika database terkait memberikan informasi sesungguhnya pada sekitar 275 000 pasien yang unik di seluruh AS, ada beberapa keterbatasan penggunaan ini database untuk penelitian ini. Database mungkin tidak mewakili populasi stroke iskemik AS sebagai Seluruh berkaitan dengan usia pasien dan panjang rawat inap. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan kecenderungan untuk menurun usia rata-rata stroke seperti yang ditunjukkan dari 71,2 13,5 tahun menjadi 70,9 tahun 1993-1994 14,5 tahun pada tahun 1999, dan menjadi 68,4 15,4 pada tahun 2005 [30]. Namun demikian, rata-rata usia populasi kami pasien dengan rawat inap untuk stroke relatif rendah (62,2 12,2 tahun), yang bisa baik meremehkan risiko stroke dan menyiratkan bahwa pasien yang dilibatkan dalam analisis kami mengalami stroke kurang parah. Selain itu, rata-rata lama menginap penduduk kami (3,0 2,5 hari) lebih pendek dari yang dilaporkan sebelumnya (5.2 hari). Ini dapat menunjukkan bahwa pasien memiliki mobilitas pulih dengan cepat setelah stroke mereka, dan karena itu tidak akan memenuhi syarat untuk thromboprophylaxis. Namun, karena sifat ini analisis database, tingkat mobilitasnya di pasien tidak dapat dievaluasi (baik secara langsung atau tidak langsung sebagai fungsi dari panjang tinggal di rumah sakit).

Batas ini penilaian DVT / PE risiko yang sebenarnya pada pasien individu, dan tidak memungkinkan penilaian tentang kesesuaian profilaksis (mengingat bahwa pedoman ACCP hanya menganjurkan tromboprofilaksis untuk stroke pasien dengan mobilitas terbatas). Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah bahwa profilaksis farmakologis saja sudah dinilai dalam pengaturan rawat jalan.. Selain itu, tingkat pendaftaran kembali untuk DVT / PE bisa dianggap remeh jika pasien yang diterima kembali ke rumah sakit yang tidak termasuk dalam database.

kesimpulanUntuk menyimpulkan, studi ini dunia nyata menyoroti klinis beban DVT dan PE pada pasien dengan stroke iskemik baik di rumah sakit dan pasca-discharge. DVT profilaksis digunakan di 46% dari pasien di rumah sakit tetapi hanya 6% dari pasien rawat jalan. Penelitian kami adalah konsisten dengan berpotensi tidak memadai frekuensi dan durasi pasca stroke 'dunia nyata' tromboprofilaksis.