case sindroma nefrotik
DESCRIPTION
Sindroma Nefrotik AnakTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. L H
Umur : 3 tahun
Tanggal Lahir : 25 Oktober 2011
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. MR : 03481218
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Keranji, Bekasi Barat
Bangsal : Melati
Masuk RS : 14 Januari 2015
Keluar RS : 20 Januari 2015
IDENTITAS ORANG TUAAyah
Nama Lengkap : Tn. M
Usia : 27 tahun
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Keranji, Bekasi Barat
Penghasilan : < 1 juta/bulan
Ibu
Nama Lengkap : Ny. R
Usia : 24 tahun
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : -
Alamat : Keranji, Bekasi Barat
Hubungan dengan orang tua : Anak Kandung
II. ANAMNESIS
Diambil dari: Alloanamnesis kepada ibu pasien tanggal : 15 Januari 2015 jam : 08.00 WIB di
Bangsal Melati RSUD Bekasi
Keluhan utama: Bengkak di seluruh tubuh sejak 3 minggu sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dibawa kedua orangtuanya ke IGD RSUD Bekasi atas rujukan dari
Puskesmas, mengeluh bengkak di seluruh tubuh sejak 3 minggu yang lalu, bengkak muncul
perlahan diawali dari mata lalu meluas ke seluruh tubuh. Mata bengkak setiap pagi sejak 1
bulan yang lalu, kemudian disusul dengan seluruh wajah, perut dan kaki pasien. Ibu pasien
menyadari bangkak yang diderita pasien saat berkunjung ke posyandu berat badan anaknya
naik 1 kg dalam 2 minggu. Frekuensi kencing pasien makin jarang, dengan kencing yang
diakui ibu pasien seperti agak keruh, dan tidak seperti air cucian daging. Ibu pasien mengakui
anaknya tampak kesakitan saat berkemih. Pasien tidak mengeluh demam, sesak, ataupun
nyeri pada bagian manapun. Ibu pasien menyangkal adanya infeksi di bagian lain tubuhnya
sebelumnya. BAB pasien sedikit, nafsu makan normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami hal serupa. Tidak ada riwayat alergi
ataupun gejala infeksi sebelum menderita keluhan tersebut. Pasien tidak pernah di diagnosis
memiliki gangguan pada sistem kardiovaskular maupun hepatobilier.
Riwayat Alergi, Operasi dan Pengobatan
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, atau alergi makanan.
Riwayat kehamilan:
Kontrol rutin sebulan sekali di bidan dekat rumah. Riwayat ibu demam (-), hipertensi
(-), diabetes melitus (-), anemia (-).
2
Riwayat Kelahiran (Birth History):
Pasien lahir di bidan dengan persalinan normal. Berat badan lahir 3200 gram, ibu
pasien lupa panjang badan pasien ketika lahir. Ketika lahir langsung menangis, ibu mengaku
tidak ada kelainan saat setelah bersalin.
Riwayat Imunisasi:
Pasien mendapat imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal. Imunisasi dilakukan
di Puskesmas dekat rumah.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga (-), dalam keluarga tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit ginjal.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien adalah anak kandung kedua dari dua bersaudara Tn.M yang bekerja sebagai
buruh, dan Ny.Y yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Secara ekonomi, keluarga pasien
tergolong ekonomi bawah. Pasien merupakan peserta BPJS.
Riwayat Lingkungan:
Tinggal dirumah milik sendiri. Terdapat 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Ventilasi
baik, jendela cukup, cahaya matahari cukup masuk rumah, air minum dan air mandi berasal
dari air tanah. Rumah pasien terletak di rumah padat penduduk. Di sekitar perumahan sanitasi
kurang baik terdapat selokan yang jarang dibersihkan. Di rumah pasien tidak terdapat hewan
peliharaan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Alert
PAT:
A: Tonus (+) Consibility (+) Look (+) Speech (+) Interactiveness (+)
B: Nafas Spontan, NCH (-) Retraksi (+) Dyspneu (-)
3
C: Sianosis (-) CRT <2” Anemis (-), ikterik (-),
Heart Rate : 100 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu badan : 36,00C
Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg
Data Antropometri
Berat badan : 15 kg
Panjang badan : 93.5 cm
BB/U : 15/14 x 100% = 107% (gizi baik)
TB/U : 93,5/95 x 100% = 98,4% (gizi cukup)
BB/TB : 15/14 x 100% = 107% (gizi baik)
4
Pemeriksaan Khusus
Kepala
Rambut : Hitam
Muka : Tampak bengkak ringan.
Mata : Sklera ikterik -/-, Conjungtiva anemis (-/-). Edema periorbita (+)
Hidung : Deformitas (-), NCH (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen.
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, Kaku kuduk (-)
Thoraks
Paru-paru
5
Inspeksi : Bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)
Palpasi : Pergerakan simetris, vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+) normal, ronchi basah -/-, wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Pulsasi (-), iktus (-)
Palpasi : Iktus kordis teraba linea midclavicularis ICS 5 sinistra, thrill (-)
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : HR = 100 x/menit, irama regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Buncit
Palpasi : Tidak supel, Distensi abdomen (+), hepar dan lien sulit ditentukan
Perkusi : Redup, Shifting dullnes (+), Nyeri ketuk CVA (-)
Auskultasi : Bising usus sulit ditentukan
Genitalia : Nyeri tekan suprapubik (+), massa (-), edema skrotum (-), Corpus
penis edema (-)
Ekstremitas : Ke empat akral teraba dingin (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, ikterus (-)
Pitting oedema (+) pada ke empat ekstremitas
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab Urine Lengkap tanggal 14 Januari 2015
Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi
Warna Kuning Kuning Normal
Kejernihan Agak Keruh Jernih Abnormal
pH 7.0 5 ~ 8 Normal
Berat Jenis 1025 1005 ~ 1030 Normal
Albumin Positif 3 (+++) Negatif Meningkat
Glukosa Negatif Negatif Normal
Keton Negatif Negatif Normal
Urobilinogen 0-2 0,1-1 UE Normal
Bilirubin Negatif Negatif Normal
Darah Samar Positif 3 (+++) Negatif Abnormal
Leukosit.Esterase Positif 1 (+) Negatif Normal
Nitrit Positif Negatif Normal
MIKROSKOPIS
Eritrosit 20-40/LPB <2 Meningkat
Leukosit 5-10/ LPB <5 Meningkat
Silinder Negatif Negatif Normal
Epitel Gepeng (+) Gepeng + Normal
Kristal Triple phospate +1
Ca oxalate +1
Negatif Abnormal
Bakteri Positif 2 (++) Negatif Abnormal
Lain-lain Negatif Negatif Normal
9
Lab Darah Tanggal 15 Januari 2015
Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi
LED 85 mm 0-10 mm Meningkat
Leukosit 13.100 / L 5000-10000/L Meningkat
Basofil 0 <1% Normal
Eosinofil 3% 1-3% Normal
Batang 2% 2-6% Normal
Segmen 48% 52-70% Turun
Limfosit 42% 20-40% Meningkat
Monosit 5% 2-8% Normal
Eritrosit 4.57 4 ~ 5 Juta/uL Normal
HB 10.2 g/dL 11-14 g/dL Turun
HT 30.8% 40-45% Turun
Trombosit 519.000 / L 150.000-450.000/L Meningkat
MCV 67.3.5 75 ~ 87 fl Meningkat
MCH 22.3 24 ~ 30 pg Meningkat
MCHC 33.1 31 ~ 37 % Normal
IMUNOSEROLOGI SPESIFIK
ASTO Non Reaktif Non reaktif Normal
FUNGSI GINJAL
Ureum 8 mg/dL 20-40 mg/dL Turun
Kreatinin 0.25 mg/dL 0.5-1.5 mg/dL Turun
KIMIA KLINIK
Prot. Total 4.60 g/dL 6.6 ~ 8 g/dL Menurun
Albumin 1.37 g/dL 3.5-4.5 g/dL Menurun
Globulin 3.23 d/gL 1,5-3.0 g/dL Meningkat
Kolesterol 279 mg/dL <200 mg/dL Meningkat
GDS 82 mg/dL 60 ~ 100 mg/dL Meningkat
10
ELEKTROLIT
Natrium 141 mmol/L 135-145 mmol/L Normal
Kalium 3.7 mmol/L 3.4-5 mmol/L Normal
Klorida 100 mmol/L 94-111 mmol/L Normal
Laboraturium Kimia Klinik tanggal 17 Januari 2015
KIMIA KLINIK
Prot. Total 4.80 g/dL 6.6 ~ 8 g/dL Menurun
Albumin 1.70 g/dL 3.5-4.5 g/dL Menurun
Globulin 3.10 d/gL 1,5-3.0 g/dL Meningkat
V. RESUME
Pasien anak laki-laki, 3 tahun, BB: 15kg. keluhan bengkak pada seluruh tubuh sejak 3
minggu yang lalu, diawali dari bengkak di mata 1 bulan yang lalu kemudian menyusul ke
wajah, perut dan ekstremitas. Warna kencing agak keruh dan jumlah kencing lebih sedikit
daripada biasa. Pasien tampak kesakitan saat berkemih. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
oedema anasarca, abdomen tampak membuncit, distensi, pada pemeriksaan shifting dullnes
didapatkan positif, nyeri tekan suprapubik dan pitting oedem pada ke empat ekstremitas. Dari
pemeriksaan laboratorium kimia klinik didapatkan turunnya kadar albumin darah,
peningkatan kolestrol, penurunan protein total, dan peningkatan globulin. Pemeriksaan urin
lengkap didapatkan warna urin agak keruh, albumin (+) 3, darah samar (+) 3, lekosit esterase
(+), eritrosit dan leukosit meningkat, kristal (+) dan bakteri (+) 2. Pada pemeriksaan lab darah
didapatkan kadar LED meningkat dan leukositosis.
VI. DIAGNOSIS
Diagosis kerja :
- Sindroma Nefrotik
- Infeksi Saluran Kemih
Dasar :
Sindroma nefrotik :
11
- Edema Anasarca
- Proteinuria
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia
Infeksi Saluran Kemih :
- Dysuria, urin agak keruh, nyeri tekan suprapubik (+)
- LED meningkat
- Leukositosis
- Lab urin: ∙ Bakteri (++)
∙ Kristal
∙ Lekosit Esterase (+)
∙ Lekosit dan Eritrosit meningkat pada urin
VII. TERAPI
Medikamentosa
- Infus Dextrosa 5% 10tpm
- Amoxicilin 3x 200mg
- Dexamethasone 2 x 2,5 mg
- Lasix 2 x 10 mg
Non-Medikamentosa
- Bedrest
- Diit :
o Protein 1,5-2 gr/KgBB/hari
o Garam 1-2 gr/hari
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
12
IX. FOLLOW UP
15/1/2015 16/1/2015 17/1/2014
S Bengkak seluruh tubuh sejak 3 minggu, setiap pagi mata lebih bengkak, Nyeri berkemih (+), BAK lebih sedikit dari biasa, BAK keruh (+) BAK merah (-), infeksi sebelumnya (-), batuk pilek (-), sesak (-), demam (-).
Bengkak seluruh tubuh (+++)
Bengkak mata (++) berkurang
Nyeri berkemih (+)
BAK keruh, namun sudah lebih banyak
Bengkak seluruh tubuh (++)
Bengkak mata (+)
BAK masih keruh tapi sudah berkurang kekeruhannya, jumlah sudah mulai banyak
Nyeri berkemih berkurang
O TD : 120/80 mmHgN : 112x/mRR : 20 x/mS : 36,0 CLingkar perut: 54 cm
Edema periorbital (+)Edema Abdomen (+)Edema tungkai (+)Nyeri tekan suprapubik (+)
UMU: +100
TD : 110/70 mmHgN : 84x/mRR : 36 x/mS : 36,5 C Lingkar perut: 54 cm
Edema periorbital (+) berkurangEdema Wajah BerkurangEdema tungkai (+) berkurang
Nyeri tekan suprapubik (+)
UMU:-200
TD : 110/70 mmHgN : 84x/mRR : 32 x/mS : 37,1 C Lingkar perut: 54 cm
Edema periorbital (+) berkurangEdema Abdomen (+)Edema tungkai (+) berkurang
Nyeri tekan suprapubik (-)
UMU:-100
A SN + ISK SN + ISK SN + ISK
13
P Dextrosa 5% 10 tpmAmoxicillin 3x250mg Dexamethasone 3x2.5mgLasix 2x10 mg
Dextrosa 5% 10 tpmAmoxicillin 3x250mg Lasix 2x10 mgDexamethasone 2x2.5mgPrednison 2-2-1
Dextrosa 5% 10 tpmAmoxicillin 3x250mg Lasix 2x10 mg Prednison 2-2-1
19/2/2015 202/2015S Bengkak seluruh tubuh
(+)
Bengkak di kaki berkurang
Bengkak mata (-)
Nyeri berkemih berurang
BAK sudah mulai jernih
Bengkak (+) di perut berkurang
Bengkak kaki (-)
Bengkak mata (-)
Nyeri berkemih (-)
BAK sudah jernih
O TD : 110/70 mmHgN : 84x/mRR : 32 x/mS : 36,2CLingkar perut: 53,5cmEdema periorbital (-)Edema Abdomen ↓Edema tungkai (+)Nyeri tekan suprapubik (-)
UMU: -100
TD : 110/80 mmHgN : 84x/mRR : 32 x/mS : 36,0CLingkar perut: 53,5 cmEdema periorbital (-)Edema Abdomen ↓
Edema tungkai (-)Edema Abdomen ↓Edema tungkai (-)Nyeri tekan suprapubik (-)
UMU: -100A SN + ISK SN + ISKP Dextrosa 5% 10 tpm
Amoxicillin 3x250mg Lasix 2x10 mg Prednison 2-2-1
Dextrosa 5% 10 tpmAmoxicillin 3x250mg Lasix 2x10 mg
14
BAB II
ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat ditarik
diagnosis melalui perjalanan penyakit pasien yang akan dijelaskan dibawah ini :
Pasien sudah mengalami keluhan bengkak selama 4 minggu yang dimulai dari mata
kemudian disusul dengan bengkak di seluruh tubuh yang telah diketahui sejak 3
minggu SMRS. Pasien didiagnosis Sindroma nefrotik berdasarkan gejala yang ada
dan didukung oleh pemeriksaan lab baik darah maupun urin, beberapa hal yang
menunjang diagnosis sindroma nefrotik adalah dari anamnesis dan pemeriksaan tubuh
didapatkan adanya oedem anasarca dan dari laboraturium didapatkan adanya
hipoalbuminemia, proteinuria masif, dan hiperkolesterol; keempat elemen tersebut
terpenuhi untuk tegaknya diagnosis.
Dari pemeriksaan laboratorium dan klinis sudah dapat mengarah kepada penyakit
Sindroma Nefrotik. Namun ditemukan darah pada urin dan temuan tersebut dipastikan
dengan juga dengan pemeriksaan ASTO dimana didapatkan hasil negatif sehingga
dapat menyingkirkan kemungkinan GNAPS, karena sebagian kecil (36%) pasien SN
akan mengalami hematuria mikroskopik.
Pasien juga mengalami Infeksi Saluran Kemih yang ditegakkan atas dasar pada
alloanamnesis diketahui bahwa pasien tampak kesakitan saat kencing, pada
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan suprapubik dan dari pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan LED meningkat serta leukositosis. Pada pemeriksaan
laboraturium urin juga didapatkan adanya peningkatan lekosit dan eritrosit pada urin,
lekosit esterase (+) dan bakteri (++).
Dari data antropometri didapatkan BB/U pada gizi normal, TB/U pada gizi normal,
dan TB/BB pada gizi normal, meskipun kondisi oedema seperti ini tidak dapat
dijadikan tolak ukur sebagai status gizi, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa
bengkak yang dialami pasien tidak terlalu parah sehingga sampai mengganggu status
gizinya.
Saat perawatan pasien diberikan terapi Furosemid 2 x 10mg, untuk mengurangi
edema yang kemungkinan besar disebabkan oleh ekstravasasi cairan ke dalam
jaringan longgar tubuh, furosemid yang merupakan loop diuretik akan membantu
mengeluarkan cairan pada ruang intersisial dan mengeksresinya bersama urin
sehingga diperlukannya pemantauan urin.
16
Cairan intravena diberikan Dextrose 5%, dengan maksud restriksi cairan, dan tidak
menggunakan NaCl untuk mengurangi asupan Natrium dikarenakan pasien dalam
keadaan edema.
Antibiotik amoxicillin 3 x 250mg diberikan karena pasien juga mengalami Infeksi
saluran kemih karena SN memang rentan infeksi, terutama infeksi saluran pernafasan
dan peritonitis.
Terapi definitif dengan menggunakan kortikosteroid, terapi selama 4 minggu yang
kemudian dilakukan penurunan dosis pada 4 minggu berikutnya.
Saran pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk pasien ini adalah kultur urine dan tes
kepekaan antibiotik untuk mengetahui jenis bakteri serta antibiotik yang sensitif untuk
bakteri tersebut.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia yang disertai atau tidak disertai dengan edema, dan hiperkolestrolemia. (1,2)
Secara klinis SN terdiri dari:
Edema massif
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Hiperkolestrolemia atau normokolestrolemia
Klasifikasi
Umumnya sindrom nefrotik infantil diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria
seperti presentasi klinis, riwayat keluarga, hasil laboratorium, gambaran histologi, dan
molekular genetik. Sindrom nefrotik infantil ini dapat bersifat primer dan sekunder.
- Sindrom nefrotik infantil primer, terdiri dari:
Sindrom nefrotik idiopatik yang terdiri dari:
o Sindrom nefrotik kelainan minimal
o Glomerulosklerosis fokal segmental
o Glomerulonefritis membranosa
Sklerosis mesangial difus (SMD, diffuse mesangial sclerosis)
Sindrom nefrotik infantil yang berhubungan dengan sindrom malformasi:
o Sindrom Denys-Drash (SDD)
o Sindrom Galloway-Mowat
o Sindrom Lowe
- Sindrom nefrotik infantil sekunder atau didapat yang terjadi karena:
Infeksi : sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubella, malaria toksoplasmosis,
HIV.
Toksik : merkuri yang menyebabkan immune-complex-mediated
epimembranous nephritis
Lupus Eritematosus sistemik
Sindrom hemolitik uremik
18
Reaksi obat
Nefroblastoma atau tumor wilms.
Sindrom nefrotik secara gambaran histologik
International Collaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah
menyusun klasifikasi histopatologik Sindrom Nefrotik Idiopatik atau disebut juga SN
Primer sebagai berikut:
- Minimal Change= Sindrom nefrotik minimal (SNKM)
- Glomerulosklerosis fokal
- Glomerulonefritis proliferatif yang dapat bersifat
Difus eksudatif
Fokal
Pembentukan crescent (bulan sabit)
Mesangial
Membranoproliferatif
- Nefropati membranosa
- Glomerulonefritis kronik
Sindrom Nefrotik menurut terjadinya:
- Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia.
Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%),
plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai
pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu
lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
hipoproteinemia, proteinuria massif dan hiperkolesterolemia. Gejala klinik yang lain
berupa kelainan kongenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar,
telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal karena
infeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan
kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein
cairan amnion yang biasanya meninggi.
19
- Sindrom Nefrotik yang didapat : termasuk disini sindrom nefrotik primer yang
idiopatik dan sekunder.
Pada pembahasan selanjutnya, yang dimaksud dengan SN adalah Sindrom Nefrotik yang
idiopatik dengan kelainan histologik yang berupa SNKM. Terdapat beberapa teori yang
terjadi pada anak yaitu:
- Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibodi sehingga terjadi reaksi
antigen-antibodi larut dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan sistem
komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan
SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap dibawah epitel
capsula bowman yang secara imunofloresensi terlihat beberapa benjolan yang disebut
HUMPS sepanjang membran basalis glomerulus berbentuk granuler atau noduler.
Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan permeabilitas mbg
terganggu sehingga eritrosit, protein, dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat
dijumpai didalam urin.
- Perubahan elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga
menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan
terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik (sebagai sawar
glomerulus terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya fixed negatif ion yang terdapat
pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka
permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat
sehingga albumin dapat keluar bersama urin.
Patofisiologi
Gangguan fisiologis yang menyebabkan edema pada sindroma nefrotik pada awal
sebagian besar kasus adalah reaksi antigen-antibodi pada glomerulus, menyebabkan
peningkatan permeabilitas membran basalis glomerulus, proteinuria massif, dan
hipoalbuminemia. Pasien dengan sindroma nefrotik seringkali kehilangan protein
sebanyak 5-15 gram dalam 24 jam. Hipoalbuminemia, dengan penurunan tekanan
osmotik koloid membantu cairan transundat untuk keluar dari ruang vaskular ke ruang
interstisium. Mekanisme ini hampir secara langsung menyebabkan edema. Selain itu,
hipovolemia juga mengakibatkan penurunan laju filtrat glomerulus dan penurunan aliran
20
plasma ginjal, serta mengaktifkan mekanisme renin-angiostensin. Hipovolemia juga
mengaktifkan reseptor volume dalam atrium kiri. Akibatnya adalah peningkatan produksi
aldosteron dan hormone antidiuretik (ADH). Ginjal tersebut menahan garam dan air, yang
akan memperburuk edema. Dengan pengurangan rantai kejadian ini, dapat terjadi edema
masif (anasarca). Namun, jumlah protein yang hilang tersebut tidak berhubungan secara
tepat karena kecepatan sintesis protein untuk menggantikan protein yang hilang pada
setiap orang bervariasi. Pada Sindroma Nefrotik terjadi peningkatan kolesterol dan
trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia
merupakan akibat dari peningkatan produksi lipoprotein dalam hati yang timbul sebagai
kompensasi hilangnya protein dan lemak yang banyak dalam urin (lipiduria). Pada
hiperlipidemia, kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), dan trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL)
cenderung normal atau menurun. Hal ini disebabkan oleh peningkatan sintesis lipid di
hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,
kilomikron, dan intermediate density lipoprotein) dari darah. Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan
onkotik. (5.6)Lipiduria, lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sediaan urin.
Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membran basalis glomerolus
yang permeabel. (2,3,4)
Gejala Klinis
Penyakit ini dimulai pada tahun pertama kehidupan, tetapi biasanya terjadi antara usia 2
sampai 7 tahun, dengan rasio pria berbanding wanita 2:1. Onset sering ditandai dengan
infeksi saluran pernapasan atas yang terjadi secara tiba-tiba, dan adanya edema merupakan
gejala utama pada penyakit ini. Edema menjadi sangat jelas jika retensi cairan melebihi 3 –
5 % dari berat badan. Edema periorbital merupakan gejala inisial yang sering salah
didiagnosis sebagai alergi. Edema berpengaruh pada gravitasi, terlokalisasi pada
ekstremitas bawah saat posisi tegak, dan berada di bagian dorsal tubuh jika posisi
berbaring. Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting) umumnya ditemukan
disekitar mata (preorbital) dan berlanjut ke daerah abdomen genitalia kemudian
ekstremitas. Edema seluruh tubuh (anasarka) akan didapatkan asites serta efusi pleura
ataupun efusi pericardial. Terbentuknya asites yang cepat sering disertai dengan nyeri
abdominal dan malaise, yang berhubungan seiring terjadinya hipovolemia. Nyeri abdomen
21
biasanya terkait dengan komplikasi seperti peritonitis, thrombosis, atau yang lebih jarang
pankreatitis.
Pemeriksaan Penunjang
- Urin
Albumin:
Kualitatif: ++ sampai ++++
Kuantitatif: >50 mg/KgBB/hari (diperiksa memakai reagens ESBACH)
Sedimen: oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-
kadang dijumpai eritrosit, lekosit, toraks hilain dan toraks eritrosit. Hal tersebut
dikatakan sebagai proteinuria atau dapat juga disebut albuminuria. Albumin adalah
salah satu jenis protein. Ada dua sebab yang menimbulkan proteinuria, yaitu:
permeabilitas kapiler glomelurus yang meningkat akibat kelainan atau kerusakan mbg
dan reabsorpsi protein di tubulus berkurang. Oleh karena proteinuria parallel dengan
kerusakan mbg, maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk
menentukan derajat glomerulus. Jadi yang diukur adalah index selectivity of
proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur rasio antara clearance
IgG dan cleareance transferin.
- ISP = Clearance / cleareance transferrin
Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (poorly selective proteinuria) yang secara klinik
menunjukkan:
Kerusakan glomerulus berat
Tidak respons terhadap kortikosteroid.
- Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100ml)
Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100ml). hal ini disebut sebagai
hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/100 ml). Pada
SN kelainan ini dapat disebabkan oleh:
o Proteinuria
o Katabolisme protein yang berlebihan
o Nutritional deficiency
22
Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme
protein yang terjadi di tubuli ginjal. Peningkatan katabolisme ini
merupakan faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari
proteinuria (albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia
akibat edema mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada
gilirannya dapat me8nimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema
anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100ml, dan syok
hipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 garam/100ml.
Hiperkolestrolemia bila kadar kolestrol > 250mg/100ml. akhir-akhir ini
disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolestrol saja
yang meninggi dalam darah, konsituen lemak itu adalah:
o Kolestrol
o Low density lipoprotein (LDL)
o Very low density lipoprotein (VLDL)
o Trigliserida baru meningkat bila plasma albumin < 1 gram/100ml8
Diagnosis(4)
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
Penatalaksanaan
TATA LAKSANA UMUM
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum
pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan- pemeriksaan berikut:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
23
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch- Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH
selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau
syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan
kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
DIITETIK
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein
akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.(4)
DIURETIK
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic
seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian
diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih
dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. Bila
pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin
20-25% dengan dosis 1 g/kgbb se-lama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. (4)
24
PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon. (4)
TERAPI INISIAL
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari
atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi
remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4
minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu
kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara
alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai
resisten steroid(4)
Komplikasi (4)
1. Infeksi
2. Syok hipovolemik
3. Gagal ginjal
4. Trombosis
5. Tetani/kejang karena hipokalemia
6. Hipertensi
25
DAFTAR PUSTAKA
1. SA Prince, LM Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6.
Jakarta : EGC ; 2006.
2. Prodjosudjadi W. Sindroma Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006.
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Sindrom Nefrotik.
Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jakarta ; 2009.
4. Sindrom nefrotik pada anak. Available from:
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-SINDROM-
NEFROTIK-IDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf. Accessed from11 January 2015.
5. Sindrom nefrotik. Available from: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-
gdl-rachmiinsa-5118-2-bab2.pdf. Accessed from 10 January 2015.
Niaudet P,Boyer O. Idiopathic Nephrotic Syndrome In Children: Clinical
Aspects. Pediatric Nephrology. 6th Ed. USA:Springer;2009
26