case rempong

33
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS Nama Pasien : Tn. S Umur : 60 Tahun Berat/ tinggi badan : 55 kg/ cm Pekerjaan : Petani Agama : Islam Alamat : Mrajan Ngrayun Suku : Jawa No. RM : 31xxxxx Tanggal Masuk RS: 19 Oktober 2014 Tanggal Operasi : 20 Oktober 2014 Bangsal : Flamboyan Dokter yang merawat : dr.Bambang, Sp. B Dokter Anestesi : dr. Suko Basuki, Sp.An Diagnosis Pre Operatif : Ileus obstruksi letak rendah Macam Operasi : Laparotomy Macam Anestesi : General Anestesi II. KEADAAN UMUM Kesadaran : Compos Mentis, tampak kesakitan Tekanan Darah : 140/90mmHg Nadi : 76x/ menit 1

Upload: eka-priatna

Post on 16-Dec-2015

226 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

BAB ISTATUS PASIEN

I. IDENTITAS Nama Pasien: Tn. SUmur: 60 TahunBerat/ tinggi badan: 55 kg/ cmPekerjaan: PetaniAgama: IslamAlamat: Mrajan NgrayunSuku: Jawa No. RM: 31xxxxxTanggal Masuk RS: 19 Oktober 2014Tanggal Operasi: 20 Oktober 2014Bangsal: FlamboyanDokter yang merawat: dr.Bambang, Sp. BDokter Anestesi: dr. Suko Basuki, Sp.AnDiagnosis Pre Operatif: Ileus obstruksi letak rendahMacam Operasi: LaparotomyMacam Anestesi: General Anestesi

II. KEADAAN UMUMKesadaran : Compos Mentis, tampak kesakitanTekanan Darah: 140/90mmHgNadi: 76x/ menitSuhu: 36,20 CRespirasi: 24x/ menit

I. ANAMNESIS Keluhan UtamaPerut kembungRiwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan mengeluhkan perut kembung dan tidak bisa kentut selama 6 hari SMRS. Pasien mengatakan masih bisa BAB sedikit. 3 hari SMRS pasien muntah-muntah, perut terasa kencang, dada sesak. 1 hari SMRS pasien dibawa ke mantri dan diberi obat tetapi tidak ada pebaikan.Riwayat Penyakit DahuluRiwayat operasi disangkalRiwayat mondok di rumah sakit disangkalRiwayat batuk lama disangkalRiwayat asma atau sesak nafas disangkalRiwayat alergi obat disangkalRiwayat hipertensi disangkalRiwayat Diabetes Mellitus disangkalPasien tidak sedang dalam pengobatan suatu penyakit tertentu dan tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun.Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat anggota keluarga yang menderita keluhan serupa disangkalRiwayat penyakit diabetes melitus atau kencing manis disangkal Riwayat penyakit hipertensi atau darah tinggi disangkalAnamnesis Sistem Sistem Cerebrospinal: Demam (-), Nyeri kepala (-) Sistem Cardiovascular: Nyeri dada (-), berdebar-debar (-) Sistem Respiratorius: Sesak (+), batuk (-) Sistem Gastrointestinal: Mual (+), muntah (+) Sistem Urogenital: BAK lancar Sistem Integumentum: Akral hangat (+), sianotik (-) Sistem Muskoloskeletal: Nyeri tulang (-), gangguan gerak (-)Kebiasaan/Lingkungan :Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.

II. PEMERIKSAAN FISIKKepala Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)Hidung: Bentuk normal, sekret (-)Telinga: Pendengaran normal, sekret (-/-)Mulut: Bibir kering (-), pucat (-), pecah-pecah (-).Leher: Deformitas (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)Thorak: Inspeksi: dinding dada simetris (+), sikatrik (-)Palpasi: fremitus normal kanan kiri, krepitasi (-)Auskutasi: SDV +/+, ronki -/-, suara jantung 1 dan 2 normal. Perkusi : sonorAbdomen: Inspeksi: distensi (+), Darm contour (-), Darm steifung (-) Auskultasi: peristaltik (+), metalic sound (+) Palpasi : Nyeri tekan (+) Perkusi: Hipertimpani

Ekstremitas: Dalam batas normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUMTanggal : 19 Oktober 2014ParameterHasilRange

WBC12,84.0-10.0

LymphyO,80.8-4.0

Mid#2,00.1-1.5

Gran#10,02.0-7.0

Lymph%5,920.0-40.0

Mid%15,73.0-15.0

Gran%78,450.0-70.0

HGB10,611.0-16.0

RBC4,263.50-5.50

HCT30,737.0-54.0

MCH24,927.0-34.0

MCV72,080-100

MCHC34,632.0-36.0

RDW-CV16,211.0-16.0

RDW-SD45,135.0-56.0

PLT278100-300

MPV7,76.5-12.0

PDW15,69.0-17.0

PCT2,140.108-0.282

Glukosa132 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsive jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.e) SevofluranMerupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi di samping halotan. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebbakan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat sama seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Belum ada laporan yang membahayakan terhadap tubuh manusia.

2. ANESTESI INTRAVENAKeuntungan anestesi intravena lebih dapat diterima pasien, kurang perasaan klaustrofobik (perasaan akan-akan wajah ditutupi topeng), tahap tidak sadar yang lebih cepat dan lebih menyenangkan bagi ahli anestesi. Oleh karena itu, agen intravena dapat digunakan sendiri untuk menimbulkan anestesi.Di antara kekurangannya, paling menonjol induksi yang cepat (kadang-kadang sangat cepat) dan depresi cerebrum yang jelas, seperti terlihat pada gangguan pernapasan yang mengharuskan digunakannya ventilasi dan ketidak-stabilan hemodinamik. Agen induksi intravena biasanya digunakan bersama dengan anestesi inhalasi lain untuk mendapatkan analgesia yang memadai dan dengan relaksan otot untuk mendapatkan operasi yang optimum.Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau tambahan pada anelgesia regional dan sedasi pada beberapa tindakan medik atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol. Anestesi intravena ideal membutuhkan kriteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu larut dalam air dan tidak iritasi terhadap jaringan, mula kerja cepat, lama kerja pendek, cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskuler, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ, tanpa efek samping (mual muntah), menghasilkan pemulihan yang cepat. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.A. Induksi AtracuriumAtracurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Pelumpuh otot non depolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja. Mula kerja dan lamanya tergantung pada dosis yang diberikan. Pada dosis untuk intubasi endotrakea, mula kerjanya 2-3 menit setelah suntikan tunggal intravena, sedangkan lama kerjanya berkisar 15-35 menit.Atracurium mengalami metabolism didalam darah atau plasma melalui reaksi kimia yang unik yang disebut dengan reksi Hoffman yang tidak tergantung pada fungsi hati atau ginjal, sehingga penggunaannya pada penyakit ginjal atau hati tidak memerlukan perhatian khusus. Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang, sehingga masa kerjanya singkat. Tidak mempengaruhi fungsi kardiovaskular, sehingga merupakan pilihan pada pasien yang menderita kelainan fungsi kardiovaskular.Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan sesudah masa kerjanya berakhir, atau apabila diperlukan dapat diberikan obat antikholinesterase.Dosis dan cara pemberiannya:1. Untuk intubasi endotrakea, dosisnya 0,5 0,6 mg/kgBB, diberikan secara intravena.2. Untuk relaksasi otot pada saat pembedahan, dosisnya 0,5 0,6 mg/kgBB,diberikan secara intravena.3. Pada keadaan tertentu, dapat diberikan secara infus tetes kontinyu. Ketamin 100 mgKetamine adalah suatu rapid acting non balbiturat general anaesthetic termasuk golongan phenyl cyclohexylamine.Terhadap susunan saraf pusatMempunyai efek analgesia sangat kuat, akan tetapi efek hipnotiknya kurang dan disertai dengan efek disosiasi, artinya pasien mengalami perubahan persepsi terhadap rangsang dan lingkungannya. Pada dosis lebih besar, efek hipnotiknya lebih sempurna.Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perunbahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan menguyah, menelan, tremor, dan kejang. Apabila diberikan secara intramuscular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.Terhadap mata menimbulkan lakrimasi, nistagmus, dan kelopak mata terbuka secara spontan. Terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada fleksus koroidalis.Terhadap system kardiovaskularKetamin adalah obat anesthesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung.Peningkatan tekanan darah disebabkan oleh karena efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.Terhadap system respirasiPada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap system respirasi. Bisa menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma.Terhadap metabolismeKetamin merangsang sekresi hormone-hormon katabolic seperti katekolamin, kortisol, glucagon, tiroksin dan lain-lainnya, sehingga laju katabolisme tubuh meningkat.Dosis dan cara pemberian1. Untuk induksiDiberikan intravena dalam bentuk larutan 1% dengan dosis lazim 1-2/kgBB pelan-pelan. 2. Untuk pemeliharaanDiberikan intravena intermitten atau tetes kontinyu. Pemberian secara intermitten diulang setipa 10-15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai. Kontra indikasi: Tekanan inta cranial meningkat, misalnya pada tumor kepala, trauma kepala dan operasi intracranial. Tekanan intra ocular meningkat seperti pada glaucoma. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat-obat simpatomimetik.

B. Maintanancea. N2O (Nitrous Oksida)Kemasan dan sifat fisikN2O diperoleh dengan memanaskan amonium nitrat sampai 250C (NH4 NO32H2O + N2O). N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Absorpsi, distribusi dan eliminasiBerdasarkan saturasinya di dalam darah, absorpsi N2O dalam darah bertahap; Pada 5 menit pertama absorpsinya mencapai saturasi 100% dicapai stelah 5 jam. Pada tingkat saturasi 100% tidak ada lagi absorpsi dari alveoli dan dalam darah. Pada keadaan ini konsentrasi N2O dalam darah sebanyak 47 ml N2O dalam 100 ml darah.Di dalam darah, N2O tidak terikat dengan hemoglobin tetapilarut dalam plasma dengan kelarutan 15 kali lebih besar dari kelarutan oksigen. N2O mampu berdifusi ke dalam semua rongga-rongga dalam tubuh, sehingga bisa menimbulkan hipoksia-difusi apabila diberikan tanpa kombinasi dengan oksigen, oleh karena itu setiap mempergunakan N2O harus selalu dikombinasikan dengan oksigen.Terhadap sistem saraf pusatBerkhasiat analgesia dan tidak mempunyai efek hipnotik. Khasiat analgesianya relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Efeknya terhadap tekanan intracranial sangat kecil bila dibandingkan dengan obat anesthesia yang lain. Terhadap susunan saraf otonom, N2O merangsang reseptor alfa saraf simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.Terhadap sistem organ yang lainPada pemakaian yang lazim dalam praktek anesthesia, N2O tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap sistem kardiovaskular, hanya sedikit menimbulkan dilatasi pada jantung. Terhadap system respirasi, ginjal, system reproduksi, endokrin dan metabolism serta system otot rangka tidak mengalami perubahan, tonus otot tetap tidak berubah sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot.Efek Samping N2O akan meningkatkan efek depresi nafas dari obat tiopenton terutama setelah diberikan premedikasi narkotik. Kehilangan pendengaran pasca anesthesia, hal ini disebabkan oleh karena adanya perbedaan solubilitas antara N2O dan N2 sehingga terjadi perubahan tekanan pada rongga telinga kanan. Pemanjangan proses pemulihan anastesia akibat difusinya ke tubuh seperti misalnya pneumothoraks. Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum tulang sehingga bisa menyebabkan anemia aplastik. Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada umur embrio 8 hari 6 minggu, yang dianggap periode kritis. Hipoksia difusi pasca anesthesia.Hal ini terjadi sebagai akibat dari sifat difusinya yang luas sehingga proses evaluasinya terlambat. Oleh karena itu pada akhir anesthesia, oksigenasi harus diperhatikan.Penggunaan KlinikDalam praktik anastesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesi umum yang selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan antara N2O dan O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjungan oksigen lebih banyak) atau 50 : 50 (untuk pasien yang beresiko tinggi). Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20%:80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%.

Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi reflex baroreseptor. Halotan analgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga kombinasi dengan N2O ideal sepanjang tidak ada indikasi kontra (Latief, 2002).D. Intubasi EndotrachealTujuan dilakukan tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal:a. Mempermudah pemberian anestesia. b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan.c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.f. Mengatasi obstruksi laring akut.g. Obat.

BAB IIIPEMBAHASAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya. Pada case report ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi laparotomy pada penderita laki-laki, usia 60 tahun, status fisik ASA 3, dengan diagnos ileus obstruksi yang dilakukan teknik anestesi umum dengan ET no.7.Pada pasien ini penatalaksanaan preoperatifnya adalah pre op visite yang bertujuan untuk mengetahui kondisi umum pasien serta komplikasi yang mungkin terjadi bila ada penyakit penyulit. Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan generalisnya dalam batas normal, tidak ada penyakit sistemik dan terdapat kelainan hasil laboraturium dimana terjadi peningkatan jumlah leukosit. Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.Setelah selesai operasi, pasien dipindahkan ke Recovery Room. Pasien diberikan Ceftriaxon 2x1 gr, ketorolac 2x30mg, metronidazole 3x500mg, ranitidine 2x1. Pasien diberikan O2 3liter/menit untuk membantu perfusi jaringan, sedangkan pemberian. Pada tanggal 22 Oktober 2014 pasien ditransfusi PRC 2 kolf. Pemberian harus pula diimbangi dengan dengan pengeluaran cairan yang mencukupi, jadi harus dipastikan fungsi miksi pada pasien normal. Volume urin normal adalah 0,5-1 cc/kgBB/jam, maka pada pasien ini pengeluaran urin kurang lebih adalah 1,13 cc/kgBB/jam. Observasi ini dilakukan sampai kondisi pasien stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Brown E.N, Lydic R, Schiff ND., 2010. General Anesthesia, Sleep, and Coma. The New England Journal of Medicine. Gunawan, S. G. 2007., Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI. Jakarta. Hal 786-787.Latief SA, Surjadi K, Dachlan MR., 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 1. FKUI. Jakarta. Hal 124-127.White Paul F,PhD,MD FANZCA., 2004. Anesthesia For Ambulatory Surgery. Journal Of Ambulation research. 27 (Suppl.1) S43-57Wirjoatmojo K. 2000. Anestesiologi Dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depatemen Pendidikan Nasional.

22