case mijie & cek din finale

43
Kasus SCHIZOPHRENIA PARANOID Oleh: Resti Meifiana, S.ked (54061001013) R.A. Kusuma Andini, S.Ked (54061001078) Pembimbing: Dr. Laila Sylvia Sari, SpKJ DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA

Upload: nizar-dzulqarnain-rahmatullah

Post on 13-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

fk unib

TRANSCRIPT

Page 1: Case Mijie & Cek Din Finale

Kasus

SCHIZOPHRENIA PARANOID

Oleh:

Resti Meifiana, S.ked (54061001013)

R.A. Kusuma Andini, S.Ked (54061001078)

Pembimbing:

Dr. Laila Sylvia Sari, SpKJ

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

JAMBI

2010

Page 2: Case Mijie & Cek Din Finale

Halaman Pengesahan

Judul Kasus:

SCHIZOPHRENIA PARANOID

Disusun oleh:

Resti Meifiana, S.ked (54061001013)

R.A. Kusuma Andini, S.Ked (54061001078)

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik

Senior Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Rumah Sakit Dr.Muhammad Hoesin Palembang Periode 9 Mei 2011 – 7 Juni

2011

Jambi,25 Mei 2011

Pembimbing

Dr. Laila Sylvia Sari, SpKJ

Page 3: Case Mijie & Cek Din Finale

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu gangguan kejiwaan adalah hal yang sangat sering kita temukan

dalam kehidupan sehari-hari, sebutan “gila” pada diri seseorang sering kita dengar

tanpa kita ketahui definisinya secara jelas, hal ini dikarenakan sangat sulitnya

mendalami dan memahami isi pikiran seseorang dengan gangguan kejiwaan.

Salah satu gangguan kejiwaan yang sering kita temukan dalam kehidupan

sehari-hari adalah skizofrenia, berdasarkan penelitian beberapa ahli skizofrenia

ditemukan pada 0,2-2% dari populasi. Istilah Skizoprenia diciptakan oleh Bleuler

(psikiater dari Swiss) dari bahasa yunani yaitu, schizo = split / membelah, dan

phren = mind / pikiran berarti : terbelahnya/ terpisahnya/ terpisahnya antara

emosi, pikiran, dan intelektual. Penyebab dari gangguan kejiwaan ini belum

begitu jelas, gambaran yang beranekaragam pada pasien dengan gangguan ini juga

menyebabkab sulitnya mendiagnosis gangguan kejiwaan tersebut.

Keterampilan dokter umum dalam menegakkan diagnosis gangguan ini

menjadi hal yang sangat penting, karena seseorang dengan gangguan kejiwaan

secara fisik adalah manusia sehat yang terganggu pikrannya, oleh karena itu

semakin cepat diagnosis ditegakkan akan semakin baik pula penanganan penderita

tersebut.

Hal yang sangat diharapkan dalam penanganan skizofrenia adalah

perbaikan kualitas hidup penderita, sasaran terapinya bervariasi, berdasarkan fase

dan keparahan penyakit. Penatalaksanaan yang baik akan membawa kepada

sebuah prognosis yang baik pula, dengan demikian diharapkan perbaikan kualitas

hidup pasien dapat tercipta. Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk

mendapatkan hasil terapi yang optimal, hasil akhir yang ingin dicapai adalah

penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan

keluarga.

Page 4: Case Mijie & Cek Din Finale

BAB II

ISI

A. Definisi

Schizophrenia berasal dari dua kata, yaitu “schizo” yang artinya

retak atau pecah atau terbelah (split), dan “phrenia” yang artinya jiwa.

Dengan demikian seseorang yang menderita schizophrenia adalah

seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian

(Hawari, 2003). Dengan kata lain, schizophrenia adalah

terbelahnya/terpisahnya antara emosi dan pikiran/intelektual.

Schizophrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi

penyebab (banyak bekum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu

bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang

tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan

karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar

(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear

consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,

walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat prevalensi schizophrenia seumur hidup

dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen; konsisten

dengan rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area

(ECA) yang disponsori oleh National Institute of Mental Health (NIMH)

melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 persen. Kira-kira 0,025

sampai 0,05 persen populasi total diobati untuk schizophrenia dalam satu

tahun. Walaupun dua pertiga dari pasien yang diobati tersebut

membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari

semua pasien schizophrenia mendapatkan pengobatan, tidak tergantung

pada keparahan penyakit.

Page 5: Case Mijie & Cek Din Finale

Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan

lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian

diri, berikut adalah data-data tentang skizofrenia:

• Prevalensi skizoprenia di dunia sekitar 0,2 – 2 % populasi

• Angka kejadian pada wanita sama dengan pria, tetapi onset pada pria

umumnya lebih awal (♂: 15-24 th; ♀: 25-35 th)

• Prevalensinya 8 x lebih besar pada tingkat sosial ekonomi rendah.

• Orang yang dilahirkan pada musim dingin atau awal musim semi lebih

banyak daripada orang yang dilahirkan di akhir musim semi atau

musim panas.

• Daerah perkotaan lebih tinggi 2x daripada daerah pedesaan.

• 25% dari semua gangguan psikotik

• 50% dari semua penderita gangguan jiwa.

C. Etiologi

Para peneliti percaya bahwa sejumlah faktor biologis dan

lingkungan berperan dalam munculnya penyakit ini. Namun, para ilmuwan

belum mengetahui etiologi pasti penyakit ini. Karena variasi gejala,

banyak yang percaya bahwa skizofrenia merupakan sekelompok gangguan

(group disorders), tidak seperti penyakit kronis lainnya.

Meskipun asal skizofrenia belum diidentifikasi, para ilmuwan tahu

bahwa ada beberapa dasar keturunan atau kecenderungan genetik untuk

penyakit ini.

1. Model diatesis - stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat

faktor psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa

seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan

lebih mudah menjadi skizofrenia.

2. Faktor Biologi

Komplikasi kelahiran. Bayi laki laki yang mengalami komplikasi

saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal

akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

Page 6: Case Mijie & Cek Din Finale

Infeksi. Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat

infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan

skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus

pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang

menjadi skizofrenia.

Hipotesis Dopamin. Dopamin merupakan neurotransmiter pertama

yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat

antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor

dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem

dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan

pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia

disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.

Hipotesis Serotonin. Gaddum, wooley dan show tahun 1954

mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu

zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT.

Temyata zat ini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang

normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali

mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine

yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-

HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57

Struktur Otak. Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian

adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita

skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel

terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area

terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik.

Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit

perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa

prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada

trauma otak setelah lahir.

Page 7: Case Mijie & Cek Din Finale

3. Genetik

Risiko kejadian pada populasi umum berkisar 1%. Pada anak yang

kedua orang tuanya menderita skizofrenia, risiko terjadinya skizofrenia

mencapai 40%. Kembar monozigot lebih beresiko untuk mengalami

skizofrenia (40-50%) dibandingkan kembar dizigot (10%). Resiko

terjadinya skizofrenia juga meningkat pada anggota keluarga biologis

dari pasien skizofrenia, yaitu sebesar 10% pada anggota keluarga

tingkat pertama (Frankenburg, 2007).

Cameron (2004) menyebutkan bahwa pada penelitian lainnya

mengenai pola adopsi dalam hubungannya dengan faktor genetik,

diketahui bahwa pengasuhan bayi yang jauh dari orang tuanya yang

menderita skizofrenia dapat menahan peningkatan risiko bagi anak

tersebut untuk mengalami skizofrenia di kemudian hari.

4. Perinatal

Menurut Frankenburg (2007), banyak penelitian yang mengungkap

hubungan antara kehamilan dan komplikasi kelahiran dengan

skizofrenia. Resiko perinatal tersebut menunjukkan bahwa skizofrenia

merupakan suatu gangguan neurodevelopmental. Sebagai contoh, para

wanita hamil yang malnutrisi ataupun mengalami penyakit infeksi

virus memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan

bakat sikzofrenia yang kuat. Hal ini pernah terjadi pada banyak wanita

Belanda selama Perang Dunia II (akibat malnutrisi), wanita-wanita di

Jepang, Inggris, dan Skandinavia pada tahun 1957 yang wilayahnya

merupakan epidemi penyakit flu akibat infeksi virus influenza A2,

serta ibu-ibu hamil di California yang menderita flu pada trimester

pertama (1959-1966).

Selain kedua faktor tersebut, menurut Cameron (2004) kejadian

skizofrenia juga berhubungan dengan faktor abnormalitas otak, yaitu:

pembesaran ventrikel otak (berhubungan dengan dengan adanya gejala

negatif pada pasien skizofrenia) ataupun penyusutan ukuran otak

Page 8: Case Mijie & Cek Din Finale

(terutama pada lobus temporal-frontal, hippocampus, amygdala, dan

girus parahippocampal). Abnormalitas otak ini diketahui melalui

pemeriksaan neuroimaging otak pada pasien skizofrenia. Skizofrenia

juga dihubungkan dengan abnormalitas neurotransmiter, yaitu akibat

adanya aktivitas yang berlebihan (over activity) dari dopamin

mesolimbik di dalam otak.

Penyakit dan kondisi lain yang juga berhubungan dengan kejadian

skizofrenia, yaitu: penyakit metabolik (Wilson disease/degenerasi

hepatolenticular), penyakit endokrin (disfungsi tiroid, adrenal,

paratiroid), penyakit infeksi (influenza, Lyme disease, hepatitis C,

encephalitis, neurosyphilis), penyakit lain (multiple sclerosis,

Huntington disease, ataupun paraneoplastic neurologic syndromes),

obat-obatan yang berhubungan dengan perubahan status mental

(kortikosteroid, levodopa, beta blocker), serta defisiensi thiamine dan

vitamin B-12 (Frankenburg, 2007).

D. Faktor Resiko

Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya skizofrenia antara lain:

– Riwayat skizofrenia dalam keluarga

– Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,

penarikan diri, dan/ atau impulsivitas.

– Stress lingkungan

– Kelahiran musim dingin.

– Status sosial ekonomi yang rendah

– Masalah saat kehamilan dan proses kelahiran

– Bentuk tubuh astenik

– Penyalahgunaan obat-obatan.

– Usia ayah saat hamil di atas 60 tahun

Page 9: Case Mijie & Cek Din Finale

E. Patofisiologi

Beberapa teori mengatakan skizoprenia terjadi berkaitan erat

melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik pada sistem saraf pusat.

Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizoprenia :

• Pada pasien skizoprenia terjadi hipereaktivitas sistem dopaminergik

• Hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik berkaitan dengan

gejala positif

• Hipodopaminergia pada sistem mesocortis dan nigrostriatal

bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal

• Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2)

dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien

skizoprenia

• Peningkatan aktivitas serotonergik menurunkan aktivitas

dopaminergik pada sistem mesocortis bertanggung-jawab terhadap

gejala negatif

F. Penegakkan Diagnosis

Terdapat berbagai kriteria diagnostik untuk schizophrenia, yaitu:

1. Kriteria Kurt Schneider

2. Kriteria Gabriel Langfeldt

3. Indeks Schizophrenia New Heaven

4. Sistem Fleksibel

5. Kriteria Diagnostik Riset

6. Kriteria St.Louis

7. Kriteria Taylor dan Abrams

8. Present State Examination

9. Kriteria Tsuang dan Winokur

Page 10: Case Mijie & Cek Din Finale

Namun terdapat kriteria diagnostik resmi dari DSM-IV American

Psychiatric Association untuk schizophrenia, yaitu:

A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut,

masing-masing ditemukan untuk bagian waktu

yang bermakna selama periode 1 bulan (atau

kurang jika diobati dengan berhasil)

(1) waham

(2) halusinasi

(3) bicara terdisorganisasi

(4) perilaku terdisorganisasi atau

katatonik yang jelas

(5) gejala negative, yaitu pendataran

afektif, alogia, atau tidak ada kemauan

(avolition)

Catatan: hanya ada satu gejala kriteria A yang

diperlukan jika waham adalah kacau atau

halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus

mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau

dua atau lebih suara yang saling bercakap satu

sama lainnya.

B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian

waktu yang bermakna sejak onset gangguan,

satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan,

hubungan interpersonal, atau perawatan diri,

adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai

sebelum onset (jika onset pada masa anak-anak

atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat

pencapaian interpersonal, akademik, atau

pekerjaan yang diharapkan).

D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan

gangguan mood: gangguan skizoafektif dan

gangguan mood dengan cirri psikotik telah

disingkirkan karena: (1) tidak ada episode

depresif berat, manik, atau campuran yang

telah terjadi bersama-sama dengan gejala

fase aktif; atau (2) jika episode mood telah

terjadi selama gejala fase aktif, durasi

totalnya adalah relative singkat

dibandingkan durasi periode aktif dan

residual.

E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum:

gangguan tidak disebabkan oleh efek

fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,

obat yang disalahgunakan suatu medikasi)

atau suatu kondisi umum.

F. Hubungan dengan gangguan

perkembangan pervasiv: jika terdapat

riwayat adanya gangguan autistik atau

gangguan perkembangan pervasiv lainnya,

diagnosis schizophrenia dibuat hanya jika

waham atau halusinasi yang menonjol juga

ditemukan untuk sekurangnya satu bulan

(atau kurang jika diobati secara berhasil).

Klasifikasi perjalanan penyakit

longitudinal (dapat diterapkan hanya

setelah sekurangnya 1 tahun lewat sejak

onset awal gejala fase aktif):

Episodik dengan gejala residual

Page 11: Case Mijie & Cek Din Finale

C. Durasi: tanda gangguan terus menerus

menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6

bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan

gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil)

yang memenuhi kriteria A (yaitu,gejala fase

aktif) dan mungkin termasuk periode gejala

prodromal atau residual. Selama periode

prodromal atau residual, tanda gangguan

mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala

negative atau dua atau lebih gejala yang

dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang

diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh,

pengalaman persepsi yang tidak lazim).

interepisode

(episode didefinisikan oleh timbulnya

kembali gejala psikotik yang menonjol);

juga sebutkan jika: dengan gejala

negative yang menonjol

Episodik tanpa gejala residual

interepisodik:

Kontinu (gejala psikotik yang menonjol

ditemukan di seluruh periode observasi);

juga sebutkan jika: dengan gejala

negative yang menonjol

Episode tunggal dalam remisi parsial;

juga sebutkan jika: dengan gejala

negative yang menonjol

Episode tunggal dalam remisi penuh

Pola lain atau tidak ditentukan

Atau pedoman diagnostik dari PPDGJ-III mengenai schizophrenia,yaitu:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas (dua gejala

atau lebih bila gejala-gejala kurang jelas):

a. - thought echo = isi pikiran diri sendiri yang berulang/bergema

dalam kepala.

- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).

- thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain mengetahuinya.

b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan dari luar

- delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan dari luar

Page 12: Case Mijie & Cek Din Finale

- delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar

- delusional perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik.

c. Halusinasi auditorik:

- Suara halusinasi yang berkomentar terus-menerus terhadap

perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien, atau

- Suara halusinasi yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan mustahil, misalnya perihal keyakinan

agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas

manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas:

e. Halusinasi menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk

tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide yang

berlebihan (over-valued ideas) yang menetap (bila terjadi setiap

hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan).

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang

tidak relevan / neologisme

g. Perilaku katatonik, seperti gaduh gelisah (excitement), posturing,

atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

h. Gejala-gejala negative, seperti apatis, jarang bicara, dan respon

emosional yang menumpul, mengakibatkan penarikan diri dan

menurunnya kinerja sosial.

Adanya gejala tersebut di atas telah berlangsung selama satu bulan

atau lebih.

Page 13: Case Mijie & Cek Din Finale

G. Schizophrenia Paranoid

DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorders

ed.4) menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan

(preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang

sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe

terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik, schizophrenia tipe paranoid

ditandai terutama oleh adanya waham persekutorik (waham kejar) atau

waham kebesaran. Pasien schizophrenia paranoid biasanya berumur lebih

tua daripada pasien schizophrenia terdisorganisasi atau katatonik jika

mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat

sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial

yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego

pasien paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan

terdisorganisasi. Pasien schizophrenia paranoid menunjukkan regresi yang

lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan perilakunya

dibandingkan tipe lain pasien schizophrenia.

Pasien schizophrenia paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga,

berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau

agresif. Pasien schizophrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan

diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan

mereka tidak dipengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap

intak.

Kriteria diagnostik untuk schizophrenia tipe paranoid adalah:

A. Memenuhi kriteria umum diagnosis schizophrenia.

B. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi yang

menonjol.

a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa

(laughing);

Page 14: Case Mijie & Cek Din Finale

b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,

atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi

jarang menonjol;

c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan

dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

C. Tidak ada dari berikut ini yang menonjol: bicara terdisorganisasi,

perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak

sesuai.

G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding, diambil dari klasifikasi subtipe pada schizophrenia.

Subtipe skizofrenia Pembeda

F20.0 Skizofrenia Paranoid Delusi (waham) dan halusinasi dengan tema curiga,

diancam, atau waham kebesaran

F20.1 Skizofrenia

Hebefrenik

Pikiran, bicara, dan perilaku ‘tidak nyambung’, emosi

datar atau tidak tepat, sering cekikikan, senyum,

menyeringai

F20.2 Skizofrenia

Katatonik

Hampir tidak ada respon thd lingkungan, aspek motorik

dan verbal sangat terganggu

F20.3 Skizofrenia tak

terinci

Klien masuk criteria skizofren tapi tidak dapat masuk

kelompok paranoid, disorganized, ataupun katatonik

F20.4 Depresi pasca

skizofrenia

Gejala depresif menonjol paling sedikit 2 minggu, dan

telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir ini

F20.5 Skizofrenia residual Gejala negative skizofrenia yang menonjol dan

didahului oleh waham dan halusinasi yang semakin

berkurang.

F20.6 Skizofrenia Simpleks Gejala negative yang khas pada skizofrenia residual

tanpa didahului oleh halusinasi, waham atau gejala

psikosis lainnya

Page 15: Case Mijie & Cek Din Finale

H. Penatalaksanaan

Manajemen skizofrenia terdiri dari manajemen farmakologik dan

non-farmakologik, sasaran terapinya bervariasi, berdasarkan fase dan

keparahan penyakit

• Pada fase akut : mengurangi atau menghilangkan gejala

psikotik dan meningkatkan fungsi

• Pada fase stabilisasi: mengurangi risiko kekambuhan dan

meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam

masyarakat

1. Non-farmakologi

• Program rehabilitasi : living skills, social skills, basic

education, work program, supported housing

• Psikoterapi : terapi tambahan, terutama jika pasien sudah

berespon terhadap obat

• Family education

• Psikoterapi individual

• Terapi suportif

• Sosial skill training

• Terapi okupasi

• Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

• Psikoterapi kelompok

• Psikoterapi keluarga

• Manajemen kasus

• Assertive Community Treatment (ACT)

2. Farmakologi

a. Terapi fase akut skizofrenia :

• Tujuan terapi 7 hari pertama : mengurangi agitasi, hostility,

agresi, anxiety

Page 16: Case Mijie & Cek Din Finale

• Jika seorang pasien terkena serangan psikotik akut, lebih baik

diatasi dengan “meng-imobilisasi” pasien dulu dan

mengajaknya bicara, kemudian diberi benzodiazepine utk

penenang dan atau suatu obat antipsikotik

• Benzodiazepine (exp: lorazepam 2 mg i.m setiap 30 menit)

terbukti efektif mengurangi agitasi sehingga mengurangi

dosis antipsikotik yang dibutuhkan mengurangi efek

samping

• Jika dibutuhkan antipsikosis untuk agitasi yang berat obat

potensi tinggi bisa digunakan, seperti haloperidol 2-5 mg IM

b. Terapi stabilisasi :

• Terapi minggu ke 2-3 digunakan terapi stabilisasi yang

tujuannya untuk meningkatkan sosialisasi dan perbaikan

kebiasaan (self-care habits) dan perasaan

• Mungkin perlu waktu 6-8 minggu utk mendapat respon yang

diharapkan, pada pasien kronis mungkin butuh waktu 3-6

bulan

• Pengobatan : menggunakan antipsikotik atipikal, jika

menggunakan obat tipikal: dosis yang ekuivalen dengan

klorpromasin 300-1000 mg dapat digunakan

• Terapi tidak bisa menyembuhkan, hanya mengurangi gejala

c. Terapi pemeliharaan mencegah kekambuhan

Harus diberikan sedikitnya sampai setahun sejak sembuh dari

episode akut, bahkan untuk bisa lebih berhasil, perlu terapi

selama sedikitnya 5 tahun, lalu dosis pada diturunkan perlahan-

lahan

Terapi pemeliharaan dapat diberikan dalam dosis setengah dari

dosis akut

Bagi pasien yang kepatuhannya rendah, ada obat yang dibuat

dalam formulasi depot contoh : flufenazin dekanoat atau

haloperidol dekanoat, dapat diberikan setiap 2 -4 minggu sekali

Page 17: Case Mijie & Cek Din Finale

secara i.m. tetapi formulasi depot ini hanya diberikan jika

pasien telah memiliki dosis efektif p.o yang stabil

BAB III

LAPORAN KASUS

Page 18: Case Mijie & Cek Din Finale

I. IDENTIFIKASI PASIEN

1. Nama : Nn. S

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Tanggal Lahir/Umur : 22 tahun

4. Tempat Lahir : Kuala Tungkal

5. Status Perkawinan : Belum Menikah

6. Warga Negara : Indonesia

7. Agama : Islam

II. KETERANGAN DIRI ALLO / INFORMAN

Identitas alloanamnesis (pasien datang ke IRD RSJD Jambi dibawa oleh

keluarganya)

1. Nama : Yusriati

2. Umur : 49 tahun

3. Alamat : Jalan Kempang RT 06 Kelurahan Tungkal

Harapan

4. Pekerjaan : PNS

5. Pendidikan : DIII

6. Hubungan dengan pasien : Sepupu penderita

III. ANAMNESIS

Page 19: Case Mijie & Cek Din Finale

Autoanamnesis

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini dibawa oleh keluarganya

2. SU : Mengamuk

3. KU: Sakit Kepala

4. RPP :

± 6 bulan yang lalu, os tidak bekerja lagi karena habis masa

kontraknya, jika masih ingin tetap bekerja di perusahan tersebut os

mendapat kedudukan yang tidak sesuai dengan taraf pendidikannya

(lebih rendah). Sejak saat itu os merasa sedih, kecewa dan mulai sering

menyendiri, Kemudian os melamar di perusahaan lain tetapi belum

dipanggil-panggil. Os juga mengalami putus cinta karena pacarnya

selingkuh dengan perempuan lain.

Sejak saat itu os sering marah-marah, mengoceh tidak jelas,

os sering tertawa sendiri, dan sering menyendiri. Gangguan makan dan

gangguan tidur tidak ada. Os curiga terhadap teman-teman kerjanya,

lingkungan , orang-orang terdekatnya yang dia curigai berselingkuh.

Os juga curiga banyak orang yang tidak menyukai dirinya dan tuanya

tidak mendukung os untuk melanjutkan kuliah. Os mengatakan bahwa

ia mendengar suara-suara laki- laki dan perempuan yang menyuruhnya

memukul pacar dan selingkuhannya. Os juga mengaku sering melihat

tuyul-tuyul.

± 2 hari SMRS, os mengamuk tanpa sebab yang jelas. Os

dibawa ke RSJD Jambi MRS

5. Riwayat Penyakit Dahulu :

Page 20: Case Mijie & Cek Din Finale

1) Pasien belum pernah berobat dengan keluhan yang sama sebelumnya.

2) Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala.

6. Riwayat Keluarga :

Os

Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

a) Kepribadian

Bapak dijelaskan oleh pasien : Biasa

Ibu dijelaskan oleh pasien : Tidak Suka

b) Urutan bersaudara : Os anak tunggal.

c) Gambarkan kepribadian masing-masing saudara os dan hubungan os

terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa

dengan yang ditanyakan pada gambaran kepribadian pada orang tua :

Tidak Ada

d) Orang lain yang tinggal di rumah os dengan gambaran kepribadiannya

dan bagaimana os dengan mereka : Tidak Ada

e) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit

fisik (yang ada kaitannya dengan jiwa) pada anggota keluarga os:

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

f) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami os:

Rumah orang tua : keadaan nyaman

Page 21: Case Mijie & Cek Din Finale

7. Gambaran seluruh faktor-faktor mental yang bersangkut paut dengan

perkembangan kejiawaan os selama masa sebelum sakit (premorbid) yang

meliputi :

a. Riwayat selama dalam kandungan dan dilahirkan

Keadaan ibu selama hamil (sebutkanpenyakit-penyakit fisik dan atau

kondisi mental yang sedang diderita ibu) : Tidak ada

Keadaan saat dilahirkan : lahir spontan ditolong bidan

b. Riwayat saat bayi dan kanak-kanak: Penurut, berteman dengan

seumurannya

c. Gejala-gejala sehubungan dengan masalah perilaku yang dijumpai pada

masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari, mengompol, BAB di

tempat tidur, night terror, temper tantrum, gagap, tic, masturbasi, dan

lain-lain: Tidak ada kelainan

d. Toilet Training : Belum bisa dinilai

e. Kesehatan fisik masa kanak-kanak : demam tinggi disertai mengigau,

kejang-kejang, demam berlangsung lama, trauma kapitis disertai hilang

kesadaran, dan lain-lain : Tidak ada

f. Kepribadian serta temperamen seaktu anak-anak : Tidak ada kelainan

g. Masa Sekolah

Page 22: Case Mijie & Cek Din Finale

Perihal SD SMP SMA

Prestasi Sedang Sedang Sedang

Aktivitas Sekolah Sedang Sedang Sedang

Sikap terhadap

teman

Baik Baik Baik

Sikap terhadap

guru

Baik Baik Baik

h. Masa Remaja : baik, periang, mudah bergaul, mempunyai banyak

teman, suka semaunya sendiri.

i. Riwayat Pekerjaan: Os pernah bekerja sebagai karyawan di perusahaan

minyak

Keadaan ekonomi : Cukup

j. Riwayat Perkawinan

Belum menikah.

k. Situasi sosial saat ini

Tempat tinggal : rumah orang tua, tinggal bersama orang tuanya.

l. Perihal anak-anak os meliputi : Belum memiliki anak

m. Kepribadian sebelumnya : periang, mudah bergaul, mempunyai

banyak teman.

8. Stressor psikososial : Pasien mempunyai masalah dengan

pekerjaannya dan pacarnya

Page 23: Case Mijie & Cek Din Finale

9. Riwayat penyakit fisik yang pernah diderita os yang mungkin ada

kaitannya dengan gangguan kejiwaan (setelah melewati masa kanak-

kanak) : kelumpuhan (-), trauma kapitis disertai pnurunan kesadran (-),

sakit kepala yang hebat (-), kejang-kejang (-), diabetes mellitus (-), tumor

(-), dan lain-lain.

10. Pernah suicide : Tidak pernah

11. Riwayat berhubungan dengan plosi/penegak hukum : Tidak pernah

12. Riwayat penggunaan alkohol/obat bius/zat adiktif lainnya : Tidak

pernah

IV. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK KHUSUS

1. Gambaran Umum

a) Penampilan

Sikap tubuh : normal

Cara berpakaian : rapi

Kesehatan Fisik : sakit sedang

b) Tingkah laku dan aktivitas psikomotor

Cara Berjalan : Biasa

c) Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif

Page 24: Case Mijie & Cek Din Finale

2. Pembicaraan

Arus Pembicaraan : Baik

Produktivitas : Baik

Pembendaharaan Bahasa : Baik

3. Afek, Mood, dan Emosi lainnya

Afek : Sesuai

Mood : Eutimik

Hidup Emosi : Stabil, terkendali

4. Pikiran

Gangguan pikiran umum : Psikosis

Gangguan pikiran spesifk : Tidak Ada

Gangguan isi pikiran : Waham Kejar (+)

5. Persepsi

Halusinasi : Auditorik (+), Visual (+)

Ilusi : (-)

Deporsinalisasi : (-)

Derealisasi : (-)

Page 25: Case Mijie & Cek Din Finale

6. Sensorium

a) Alertness : Compos Mentis Terganggu

b) Orientasi (waktu, tempat, orang) : Baik

c) Konsentrasi dan Kalkulasi : Baik

d) Memori jarak jauh, belum lama, baru saja.dan segera : Tidak ada

e) Pengetahuan Umum : Cukup

f) Pikiran Abstrak : Baik

7. Insight : Terganggu

8. Judgement

Judgement personal : Tidak terganggu

Judgement sosial : Tidak terganggu

9. Kemampuan mengendalikan rangsang dari dalam diri sendiri :

Terganggu

V. PEMERIKSAAN INTERNAL

1) Sensorium : Compos Mentis Terganggu

2) Suhu : 36,8oC

3) Berat Badan : 53 kg

Page 26: Case Mijie & Cek Din Finale

4) Nadi : 80x/menit

5) Pernafasan : 22 x/menit

6) Tinggi Badan : 155 cm

7) Tekanan Darah : 110/70 mmHg

8) Turgor : baik

9) Status Gizi : cukup

VI. PEMERIKSAAN NEUROLOGIK

1) Urat Syaraf Kepala (Panca Indera) : Tidak ada kelainan

2) Gejala Rangsang Meningeal : Tidak ada kelainan

3) Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial : Tidak ada kelainan

4) Mata :

Gerakan : baik, kelumpuhan tidak ada, nistagmus tidak ada

Persepsi Mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal

Pupil

Bentuk : bulat, central, isokor, Ø 3mm

Reaksi cahaya : +/+

Reaksi konvergensi : +/+

Refleks Kornea : +/+

Pemeriksaan Oftalmoskopi : tidak dilakukan

Page 27: Case Mijie & Cek Din Finale

5) Motorik : Tidak ada kelainan

6) Sensibilitas : Tidak ada kelainan

7) Susunan Saraf Vegetatif : Tidak ada kelainan

8) Fungsi Luhur : Tidak ada kelainan

9) Kelainan khusus : Tidak ada

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK KHUSUS

LAINNYA

Tidak dilakukan

VIII. PEMERIKSAAN OLEH PSIKOLOG/PETUGAS SOSIAL DAN LAIN-

LAIN

Tidak Ada

IX. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

AKSIS I : F.20.0 Skizofrenia Paranoid

AKSIS II : F.60.0 Gangguan kepribadian paranoid

AKSIS III : Penyakit sistem pernapasan (asma)

AKSIS IV : Masalah psikososial (PHK dan masalah percintaan)

AKSIS V : GAF Scale 60-71

X. PROGNOSIS

Page 28: Case Mijie & Cek Din Finale

Dubia at Malam

XI. DIAGNOSIS BANDING

Skizofrenia Hebefrenik

XII. TERAPI

1. Medikamentosa

2. Inj. Lodomer + Dipenhidramin 1 ampul

3. Risperidone 2x1

4. CPZ 1x1

2. Psikoterapi

Ventil : Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan keluhan

isi hatinya sehingga pasien merasa lega

Konseling : Memberi penjelasan kepada pasien atas apa yang dia alami

selama ini dan memberi pengertian akan penyakitnya

3. Sosioterapi

Memberi penjelasan ke keluarga dan orang-orang disekitarnya mengenai

keadaan pasien sehingga bias menciptakan lingkungan yang membantu

pemulihan pasien.

BAB IV

Page 29: Case Mijie & Cek Din Finale

ANALISA KASUS

Seorang wanita bernama Nn. S berusia 21 tahun dibawa ke RSJ jambi

karena mengamuk. Sejak 6 bulan yang lalu os sering marah-marah, mengoceh

tidak jelas, os sering tertawa sendiri, dan sering menyendiri. Keluhan ini muncul

sejak os di PHK dari pekerjaannya. Gangguan makan dan gangguan tidur tidak

ada. Os curiga terhadap teman-teman kerjanya, lingkungan, orang-orang

terdekatnya yang dia curigai berselingkuh. Os mengatakan bahwa ia banyak

mendengar suara-suara baik laki- laki maupun perempuan yang berisi,

menyuruhnya memukul pacar dan selingkuhannya. Os juga mengaku sering

melihat tuyul-tuyul. ± 2 hari SMRS, os mengamuk tanpa sebab yang jelas, os lalu

dibawa ke RSJD Jambi MRS

Dari anamesis di dapatkan sebab utama Os di bawa ke RJSD Jambi adalah

karena os mengamuk. Dari auto anamnesis os mengaku mengalami sakit kepala,

os juga mendengar suara bisikan laki-laki dan perempuan yang mempengaruhi os

untuk melakukan sesuatu. Os juga mengaku memiliki kecurigaan terhadap

pacarnya tanpa bukti yang jelas. Hal ini merupakan bentuk dari waham curiga.

Dari obeservasi, os kontak terhadap pemeriksa, kooperatif, tapi sesekali tampak

keengganan os untuk bercerita dan os kerap menghindari beberapa pertanyaan, hal

ini menunjukan kepribadian os yang khas mengarah ke paranoid dimana os

cenderung disosial tapi masih mau kontak dengan pihak lain walau tampak

sungkan, sedangkan pada dari alloanamnesis juga didapatkan bahwa os sering

senyum-senyum dan tertawa sendiri, os juga sering menyendiri di kamar.

Atas dasar gejala diatas, maka berdasarkan PPDGJ-III. terdapat adanya

gejala delusi, halusinasi auditorik, halusinasi visual dan waham lainnya yang

berlangsung selama satu bulan atau lebih seperti yang telah dijelaskan di atas,

maka dapat ditegakkan diagnosis Skizofrenia Paranoid.

Page 30: Case Mijie & Cek Din Finale

DAFTAR PUSTAKA

1. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview, in:

Kaplan and Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed,

Philadelphia: lippincott Williams and wilkins :2000: 1096-1109.

2. Maslim R, skizofrenla, gangguan skizotipal dan gangguan waham, dalam

PPDGJ III, Jakarta, 1998 :46-57.

3. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed

7, vol 1, 1997 : 685-729.

4. Kendler KS, Schizophrenia : Genetics, in : Kaplan and Sadock

Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Lippincott

Williams and wilkins, 2000: 1147-1169.