case kds

33
CASE REPORT KEJANG DEMAM SEDERHANA Disusun oleh : Patrycia Anugerah 1061050046 Pembimbing : dr. Persadaan Bukit, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 2 MARET – 9 MEI 2015 1

Upload: cecoiyy

Post on 02-Oct-2015

227 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sukses

TRANSCRIPT

CASE REPORTKEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun oleh :

Patrycia Anugerah1061050046Pembimbing :

dr. Persadaan Bukit, Sp.AKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 2 MARET 9 MEI 2015FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Sajian Kasus

Kepada Yth.

Jumat, 27 Maret 2015

Pembimbing:Patrycia Anugerah

Dr. Persadaan Bukit, SpAIDENTITAS PASIEN

NamaUsiaJenis KelaminAlamatPendidikanPekerjaanSukuAgama

Pasien

An. MW2 tahunLKramat -Jawa Islam

Ibu pasienNy. S33 tahunPKramatD3Ibu rumah tangga

JawaIslam

Ayah pasienTn. F34Tahun LKramatD3WiraswastaJawa Islam

CASE REPORTKEJANG DEMAM SEDERHANAPendahuluan

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38(C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, misalnya infeksi traktus respiratorius bagian atas, otitis media akut, bronkhitis, dll. 1Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan 5 tahun1,2 Anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam. 25% dari penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (saudara kandung dan orang tua) yang pernah menderita kejang demam, dan risiko untuk menderita kejang demam lebih bayak pada kembar monozigot daripada kembar dizigot.1Anak yang pernah mengalami kejang tanpa didahului demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 4 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi, atau gangguan metabolik sistemik akut yang kebetulan terjadi bersama dengan demam.1Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin. Hal ini didukung karena tidak adanya kejadian kecacatan atau kematian sebagai komplikasi kejang demam yang dilaporkan.1

Laporan KasusIdentitas Pasien

Nama

: an. MW

Tanggal lahir : 1 Maret 2013

Umur

: 2 tahun

Jenis kelamin: Laki laki

Pendidikan : belum sekolah

Suku

: Jawa

Agama : Islam

Pasien bernama An. MW lahir di Jakarta, 1 Maret 2013, berjenis kelamin laki-laki berusia 2 tahun, beralamat di Jl. Kramat Sentiong Masjid E50 RT 04/06, Kramat. Pasien masuk ke Rumah Sakit C melalui UGD pada tanggal 19 Maret 2015.

Pasien datang ke UGD RS. C dengan keluhan kejang yang didahului oleh demam 30 menit SMRS. Kejang berlangsung 1 menit. Saat kejang badan pasien kaku dan kelojotan di seluruh tubuh dan matanya terbuka melihat ke atas. Setelah kejang pasien langsung menangis dan badan pasien sempat membiru. Kejang timbul 1x dan kejang ini merupakan kejang yang pertama kali dialami pasien. 2 hari SMRS, pasien mengalami demam dan batuk. Demam timbul mendadak dan terus menerus. Saat batuk, pasien sampai muntah 1x dan muntahan pasien berupa cairan warna kuning, sesak (-), pilek (-) Untuk mengurangi demam, ibu pasien sudah memberi pasien paracetamol sirup , demam turun namun kemudian pasien demam lagi. BAB warna kuning, mencret (-), tidak ada darah dan lendir. BAK pasien tidak ada keluhan.

Pasien lahir spontan, cukup bulan, dengan berat lahir 3100 gram dan panjang badan 48 cm, dengan pertolongan dokter, serta langsung menangis. Tidak didapatkan riwayat kuning maupun biru. Sampai saat ini, pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan usia pasien. Pasien mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif sejak lahir hingga berusia 12 bulan. Tumbuh kembang pasien sesuai dengan usia. Berat badan pasien 13 kg, tinggi badan pasien 90 cm, status gizi baik. Pasien dirawat di bangsal F. Saat pasien diperiksa di bangsal F didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, frekuensi nadi 110 x/menit regular da n isi cukup, suhu 38,50C (aksila), frekuesi pernafasan 31 x/menit adekuat. Pada pemeriksaan kepala lingkar kepala pasien 49 cm (normocephali). Berat badan pasien 13 kg, tinggi badan pasien 90 cm, status gizi baik. Pada pemeriksaan mata tidak ditemukan konjungtiva anemis, sklera ikterik, mata cekung. Pemeriksaan hidung didapatkan kedua cavum nasi lapang, mukosa tidak hiperemis, tidak ada sekret. Pada pemeriksaan telinga didapatkan liang telinga lapang. Kelenjar getah bening tidak teraba membesar. Saat dilakukan pemeriksaan toraks pada inspeksi diameter laterolateral > anteroposterior dan pergerakan dinding dada simetris; pada palpasi vokal fremitus simetris kanan dan kiri; pada perkusi sonor dikedua lapang paru; pada auskultasi bunyi nafas dasar bronkovesikuler, bunyi tambahan wheezing tidak ada, ronki tidak ada. Pemeriksaan jantung pada inspeksi tidak tampak iktus kordis, pada palpasi iktus kordis teraba di intercostal 5 midklavikula sinistra, batas jantung kiri didapatkan pada interkosta 5 garis midklavikula kiri, Batas jantung kanan interkostae 4 garis sternalis kiri, pada bunyi jantung didapat bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen pada inspeksi perut tampak datar, pada auskultasi bising usus (+) 4x/menit, pada palpasi supel, tidak ada tahanan, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran hepar maupun lien, dan tidak ditemukan ballotemen ginjal, pada perkusi terdengar timpani dan tidak ada nyeri ketok. Pada pemeriksaan rangsang meningeal, tidak ada kaku kuduk, brudzinski I dan II negatif kanan dan kiri, kernig negatif kanan dan kiri. Refleks fisiologis dalam batas normal, refleks patologis tidak ditemukan. Pemeriksaan ekstremitas akral hangat, capillary refill time < 2 detik, turgor kulit di abdomen baik, tidak ditemukan edema di kedua ekstremitas atas maupun bawah.

Hasil laboratorium darah perifer lengkap tanggal 19 Maret 2015, yaitu laju endap darah 32 mm/jam, Hb 13,1 g/dl, leukosit 13.800/uL, eritrosit 4,59 x 106/uL, Ht 32%, retikulosit 37 permil, trombosit 240.00 /uL, hitung jenis leukosit : basofil 1%, eosinofil 1%, neutrofil batang 6%, neutrofil segmen 75%, limfosit 27%, monosit 6%. MCV 82 fL, MCH 28,5 pg, MCHC 34,7 g/dL. Pada pemeriksaan elektrolit : natrium darah 132 mEq/L, kalium darah 3,2 mEq/L, kalsium 7,9 mg/dl.

Diagnosis kerja pasien adalah Kejang demam sederhana. Tatalaksana yang diberikan diet lunak, diberikan infus kaen 3B 16 tpm makro, diberikan medikamentosa, paracetamol 4x120mg PO, luminal 2x50mg PO

Saat perawatan hari pertama tanggal 19 Maret 2015, demam pasien sudah turun. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, nadi 110 x/menit, suhu 36,70C, frekuensi nafas 31 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung cavum nasi lapang, dan tidak terdapat secret, tonsil T1-T, faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan toraks dalam batas normal, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.

Diagnosis pasien adalah kejang demam sederhana. Terapi yang diberikan adalah diet biasa, RL 20 tpm makro, diberikan medikamentosa, paracetamol 4x120mg (PO) luminal 2x50mg (PO).

Perawatan hari kedua tanggal 20 maret 2015, pasien demam dan sempat menggigil, tidak kejang, sesak, batuk dan muntah 1x Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, nadi 140 x/menit, suhu 36,7 C, frekuensi nafas 45x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung cavum nasi lapang, tidak ada secret, faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan toraks ditemukan retraksi di regio epigastriu, wheezing pada kedua lapang paru, ronki pada lapang kanan paru, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.

Diagnosis pasien adalah kejang demam sederhana. Terapi yang diberikan adalah diet biasa, RL 20 tpm makro, diberikan medikamentosa paracetamol 4x120mg (PO) luminal 2x50mg (PO), Cefixime 2x500mg IV

Perawatan hari ketiga tanggal 21 maret 2015, pasien sesak sudah berkurang, batuk sudah berkurang. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, nadi 120 x/menit, suhu 36,20C, frekuensi nafas 28 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung cavum nasi lapang, tidak ada secret, faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan toraks ditemukan retraksi di regio epigastrium, wheezing pada kedua lapang paru, ronki pada lapang kanan paru, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.

Diagnosis pasien adalah kejang demam sederhana. Terapi yang diberikan adalah diet biasa, RL 20 tpm makro, O2 2lpm k/p diberikan medikamentosa paracetamol 4x120mg (PO) luminal 2x50mg (PO), cefotaxime inj 2x500mg (IV), pseudoefedrine 3x2,5cc (PO), dexamethasone 3x1 (PO) propiretik supp 120mg k/p, inhalasi 1x ventolin + pulmicort 0,25mg

Perawatan hari keempat tanggal 22 Maret 2015, pasien demam naik turun, sesak sudah berkurang, batuk sudah berkurang. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, nadi 110 x/menit, suhu 36,50 C, frekuensi nafas 28 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung cavum nasi lapang, tidak ada secret, faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan toraks ditemukan retraksi di regio epigastrium, wheezing pada kedua lapang paru, ronki pada lapang kanan paru, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.Diagnosis pasien adalah kejang demam sederhana, bronkopneumonia. Terapi yang diberikan adalah diet biasa, RL 16tpm makro, 02 2lpm k/p, diberikan medikamentosa paracetamol 4x120mg (PO) luminal 2x25mg (PO), cefotaxime inj 2x500mg (IV),tremenza 3x2,5cc (PO), dexamethasone 3x1mg (PO), propiretik supp 120mg k/p, inhalasi 1x ventolin + pulmicort 0,25mg. Pasien direncanakan untuk foto thorax AP.

Perawatan hari kelima tanggal 23 Maret 2015, pasien sudah tidak demam, sesak sudah berkurang, batuk sudah berkurang. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, nadi 128 x/menit, suhu 36 0 C, frekuensi nafas 24 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung cavum nasi lapang, tidak ada secret, faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan toraks ditemukan retraksi di regio epigastrium, wheezing pada kedua lapang paru, ronki pada lapang kanan paru sudah berkurang, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.

Diagnosis pasien adalah kejang demam sederhana, bronkopneumonia. Terapi yang diberikan adalah diet biasa, RL 16tpm makro, O2 2lpm k/p, diberikan medikamentosa paracetamol 4x120mg (PO) luminal 2x25mg (PO), cefotaxime inj 2x500mg (IV),tremenza 3x2,5cc (PO), ambroxol syr 3x2,5cc, dexamethasone 3x1mg (PO), propiretik supp 120mg k/p, inhalasi 1x ventolin + pulmicort 0,25mg. Hasil foto thorax pasien bronkopneumonia kanan.

Perawatan hari ke enam tanggal 24 Maret 2015, pasien sudah tidak demam, sesak sudah berkurang, batuk kadang-kadang. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, nadi 118 x/menit, suhu 36,5 0 C, frekuensi nafas 26 x/menit. Pada pemeriksaan mata tidak terdapat konjungtiva pucat maupun sclera ikterik. Pada pemeriksaan hidung cavum nasi lapang, tidak ada secret, faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan toraks ditemukan retraksi di regio epigastrium sudah berkurang, wheezing tidak ada, ronki pada lapang kanan paru sudah berkurang, pada pemeriksaan abdominal dalam batas normal, pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2 detik, dan tidak ada edema.

Diagnosis pasien adalah kejang demam sederhana, bronkopneumonia kanan. Terapi yang diberikan adalah diet biasa, inj. plug, O2 2lpm k/p, diberikan medikamentosa paracetamol 4x120mg (PO) k/p, luminal 2x25mg (PO), cefotaxime inj 2x500mg (IV),tremenza 3x2,5cc (PO), ambroxol syr 3x2,5cc, dexamethasone 3x1mg (PO), propiretik supp 120mg k/p, inhalasi 1x ventolin + pulmicort 0,25mg. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM

1.) DEFINISI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan 5 tahun2Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 32. EPIDEMIOLOGI

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,103. KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :

a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :

1.) Kejang lama > 15 menit

2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial

3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.34. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 55. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel. 5Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang5. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.6Metabolisme otak Glukosa

CO2 + H2O

SHAPE \* MERGEFORMAT

(Intra sel)

(ekstra sel)

- mudah dilalui oleh K+ dan Cl - - mudah dilalui oleh Na dan elektrolit

- sulit dilalui oleh Na+ dan elektrolit - sulit dilalui oleh K+ dan Cl -

SHAPE \* MERGEFORMAT

Terjadi perbedaan jenis dan konsentrasi

SHAPE \* MERGEFORMAT

(N) = keseimbangan Potensial membran Kenaikan suhu 1o C

SHAPE \* MERGEFORMAT

Kenaikan metabolisme basal 10 15 %

SHAPE \* MERGEFORMAT

Kebutuhan O2 meningkat 20 %

SHAPE \* MERGEFORMAT

Perubahan keseimbangan sel neuron

SHAPE \* MERGEFORMAT

Difusi Ion kalium dan natrium

SHAPE \* MERGEFORMAT

Muatan listrik terlepas dan meluas ke membran sel lainnyaKEJANG

6. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4

7. DIAGNOSISa. Anamnesis

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat. 2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.

3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.

b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.c. Pemeriksaan Penunjang1.) Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5

2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5

3.) Elektroensefalografi (EEG)Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.54.) Pencitraan

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.58. DIAGNOSIS BANDING

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 29. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5b. Pemberian obat pada saat demam

1. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.c. Pemberian Obat Rumat

1. Indikasi Pemberian obat Rumat

Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;

Kejang lama > 15 menit

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.

Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.5

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.510. EDUKASI PADA ORANG TUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembalid. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.3Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik.

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

b. Tetap bersama pasien selama kejang.

c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .311. VAKSINASISejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.512. PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5

KETERANGAN :

1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6

ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan pasien datang dengan kejang diawali dengan demam Kejang berlangsung 1 menit. Saat kejang badan pasien kaku dan kelojotan di seluruh tubuh. Setelah kejang, pasien langsung menangis menandakan bahwa kejang terjadi akibat proses ekstrakranial. Pada follow up hari kedua pasien merasa sesak yang diikuti oleh batuk dan demam.

Sedangkan pada pemeriksaan fisik yang didapatkan, pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis, suhu badan pasien juga meningkat / demam dan pada pemeriksaan neurologis diapatkan hasil pemeriksaan dalam batas normal. Pada pemeriksaan thorax terlihat adanya retraksi pada epigastrium dan didapatkan ronki pada lapang paru kanan dan wheezing di kedua lapang paru. Tidak ditemukan riwayat gangguan tumbuh kembang anak Keadaan-keadaan yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dapat disimpulkan pasien Kejang demam sederhana yang disertai bronkopneumonia

Gejala-gejala klinis demam kejang demam sederhana adalah:

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya berupa kejang tonik dan atau klonik, biasanya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal (bersifat umum/simetris/bilateral) atau berulang dalam waktu 24 jam. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu adalah normal dan tidak menunjukkan kelainan. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.Pada tanggal 19 Maret 2015 dilakukan pemeriksaaan darah perifer lengkap dengan hasil: laju endap darah 32 mm/jam, Hb 13,1 g/dl, leukosit 13.800/uL, eritrosit 4,59 x 106/uL, Ht 32%, retikulosit 37 permil, trombosit 240.00 /uL, hitung jenis leukosit : basofil 1%, eosinofil 1%, neutrofil batang 6%, neutrofil segmen 75%, limfosit 27%, monosit 6%. MCV 82 fL, MCH 28,5 pg, MCHC 34,7 g/dL. Menandakan adanya infeksi bakteri yang menjadi penyebab demam. Tanggal 22 maret 2015 dilakukan pemeriksaan foto thorax AP dengan hasil bronkopneumonia kanan.

Pada pasien ini diberikan luminal yang merupakan fenobarbital, dan merupakan obat pilihan apabila dengan diazepam rektal yang telah diberi orangtua pasien kejang telah berhenti. Kemudian pengobatan dilanjutkan dengan fenobarbital untuk rumatan. Secara medikamentosa, pasien telah diberi pengobatan sesuai dengan pedoman tatalaksana kejang demam., diberi antipiretik untuk mengatasi demam, dan diberi antibiotik cefotaxime karena ditemukan adanya tanda infeksi bakteri pada paru pasien yang ditemukan pada pemeriksaan fisik berupa ronki pada paru kanan dan ditunjang oleh pemeriksaan foto thorax AP yang didapatkan hasil bronkopneumonia kanan yang menjadi indikasi pemberian antibiotika.SIMPULANDiagnosa akhir pasien adalah kejang demam sederhana yang ditegakkan berdasarkan kriteria kejang berlangsung singkat, tidak lebih dari 15 menit, sifatnya tonik klonik, dan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal, atau berulang dalam waktu 24 jam dan lebih dari 4 kali dalam satu tahun disertai dengan bronkopneumonia kanan yang ditegakan berdasarkan gambaran klinis sesak, demam, batuk, ditemukan ronki pada paru kanan dan pada foto thorax AP dengan gambaran bronkopneumonia kananPengobatan yang diberikan menggunakan asam valproat dipilih menjadi obat pilihan karena efek sampingnya yang lebih rendah dibandingkan obat anti kejang golongan lainnya.

Edukasi cara penggunaan obat anti kejang melalui rektal juga merupakan tatalaksana yang sangat penting dalam mecegah komplikasi akibat kejang demam berulang, dan juga edukasi mengenai mitos mitos yang salah yang berdar di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer. A. Kejang Demam. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius FKUI. 2000.2. Schiller, JH, Shellhaas, R, Kejang (Serangan Paroksismal). Dalam Nelson Essential of Pediatrics 6th ed. Behrem RE, Kliegman RM .Edisi Bahasa Indonesia. IDAI alih bahasa Jakarta. Elsevier. 2006. H.936-433. Pusponegoro HD, Widodo DP Ismail S.. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta. Badan Penerbit IDAI.20124. Pusponegoro HD. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta. 20055. Staff Pengajar IKA FKUI. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta. 19856. Lumbantobing.S.M. Kejang Demam . FKUI. Jakarta. 2002

23