tugas bst kds

54
BAB I PENDAHULUAN Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam adalah tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak. Walaupun telah dijelaskan oleh bangsa Yunani , baru pada abad ini kejang demam dibedakan dengan epilepsy . 1,2 Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi. 2 Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom. 1,2 Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (ekstrakranial : ekstra = di luar, kranium : rongga tengkorak. Ekstrakranial : di luar rongga tengkorak). 1 Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak 1

Upload: anya-aulia-fatihah

Post on 26-Sep-2015

248 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kds

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam adalah tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak. Walaupun telah dijelaskan oleh bangsa Yunani , baru pada abad ini kejang demam dibedakan dengan epilepsy. 1,2Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi.2 Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom.1,2Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (ekstrakranial : ekstra = di luar, kranium : rongga tengkorak. Ekstrakranial : di luar rongga tengkorak).1Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian.2Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki. Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga (orang tua atau saudara kandung) penderita kejang demam.

BAB IISTATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASI Nama : An.PUmur: 3 tahun, 6 bulan Jenis Kelamin: Perempuan Bangsa: IndonesiaAgama: Kristen Alamat: Perum Beliung IndahMRS tanggal: 8 Desember 2014

II. ANAMNESADiberikan oleh: Ibu pasien Tanggal: 9 Desember 2014A. Riwayat Penyakit Sekarang1. Keluhan utama MRS: Kejang 1 kali 2. Keluhan tambahan: Demam tinggi dan muntah 3. Riwayat Perjalanan Penyakit: Anak mengalami demam tinggi, demam dirasakan terus menerus dan tidak turun setelah diberi obat penurun panas. Menggigil disangkal, berkeringat disangkal, mimisan disangkal, gusi berdarah disangkal, bintik-bibtik merah tidak ada. Anak mengeluh sakit kepala. Anak mengalami muntah lebih dari tiga kali, muntah berisi air dan sisa makanan yang dimakan. Darah tidak ada. Anak memuntahkan apa yang dimakan. Anak mengalami kejang satu kali dengan jangka waktu 10 menit. Anak dibawa orang tua ke IGD RS Abd. Manaf. Setelah kejang anak terlihat lemas dan terjadi penurunan kesadaran.Diare tidak ada, batuk ada, pilek ada, buang air kecil biasa. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit1. Riwayat Kehamilan dan KelahiranMasa kehamilan: AtermPartus: Pervaginam Tempat: KlinikDitolong oleh: Bidan Tanggal: 27 Mei 2011BBL: 3300 gramPB: 47 centimeter2. Riwayat MakananASI: -Susu Botol/kaleng: + ( 0 - sekarang )Bubur Nasi: + ( mulai dari usia 8 bulan )Nasi TIM/lembek: + ( mulai dari usia 10 bulan )Nasi Biasa: + ( mulai dari usia 12 bulan )Daging, Ikan dan telur: + ( mulai dari usia 12 bulan )Tempe dan Tahu: + ( mulai dari usia 12 bulan )Sayur: + ( mulai dari usia 12 bulan )Buah: + ( mulai dari usia 12 bulan )Kesan : kualitas dan kuatitas gizi cukup3. Riwayat Imunisasi

11

BCG : + (usia 3 bulan )Polio : + (usia 0 bulan )DPT : + Campak : + Hepatitis : + (usia 0 bulan )Kesan: Imunisasi dasar lengkap 4. Riwayat Keluarga :Perkawinan: -Umur: -Pendidikan: Belum sekolahSaudara: -5. Riwayat Perkembangan FisikGigi Pertama: + ( usia 5 bulan ) Berbalik: + ( ibu lupa umurnya)Tengkurap: + (ibu lupa umurnya)Merangkak: + ( ibu lupa umurnya)Duduk: + ( umur 6 bulan)Berdiri: + (umur 6 bulan)Berjalan: + (umur 15 bulan)Berbicara: + (umur 9 bulan)Kesan: perkembangan sesuai6. Riwayat Perkembangan MentalIsap Jempol: -Ngompol: +Sering mimpi: +Aktifitas: Cukup AktifMembangkang: -Ketakutan: +7. Status gizi BB/U ( 13kg / 3 tahun ): gizi baik (-2 sd - +2 sd )TB/U (95 cm/ 3 tahun): tinggi (-2 sd - +2 sd)BB/TB(13 kg / 95 cm ): normal (-2 sd - +2 sd)8. Riwayat Penyakit yang pernah di deritaParotitis : -Muntah berak : +Pertusis : - Asma: -Difteri: -Cacingan: -Tetanus: -Patah tulang: -Campak: -Jantung: -Varicella: -Sendi bengkak: -Thypoid: -Kecelakaan: -Malaria: -Operasi: -DBD: -Keracunan: -Demam menahun: -Sakit kencing: -Radang paru: -Sakit ginjal: -TBC: -Kejang: - Perut Kembung: - Lumpuh: -Alergi: - Otitis Media: -Batuk/pilek: +

III. PEMERIKSAAN FISIKA. PEMERIKSAAN UMUM (9 Desember 2014 )Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisPosisi: berbaringBB: 13 kgPB: 95 cmGizi: baikEdema: -Sianosis: -Dyspnoe: -Ikterus: -Anemia: -

Suhu: 38,4 CRespirasi: 28 x/ menitTipe pernapasan: thorakoabdominalTurgor: baikTekanan darah: -

Nadi: 120x/iFrekuensi: 120x/ iEqualitas: sama

Regularitas: teraturPulsus defisit: -

Pulsus Alternan:-Pulsus paradox:-Pulsus tardus: -Pulsus celler: -Pulsus trigeminus : -Pulsus magnus: -Pulsus parvus: -Pulsus bigerminus: -

Kulit

Warna: sawo matangHipopigmentasi: -Hiperpigmentasi: -Ikterus: -Bersisik: -Makula : -Papula : -Vesikula : -Pustula : -Sikatriks : -Edema : - Eritema : -Haemangiom : -Ptechiae :-

B. PEMERIKSAAN KHUSUS (9 Desember 2014)KEPALABentuk: normocepaliRambut: lurusWarna: hitamLingkar kepala: 50 centimeterMudah Rontok: -Kehalusan: halusAlopesia: -Sutura: menetapFontanella mayor: -Fontanella minor: -Cracked pot sign: -Cranio tabes: -

MUKARoman muka: dbnBentuk muka: dbnSembab: -Simetris: +ALISKerapatan: dbnMudah rontok: -Alopesi: -

MATASorot mata: biasa: dbnHipertelorisme: -Sekret: -Epifora: -Pernanahan: -Endophthalmus: -Exophthalmus: -Nistagmus: -Starbismus: -KELOPAK MATACekung: -Edema: -Ptosis: - Lagoftalmus: -Kalazion: -Ektropion: -Enteropion: -Haemangioma: -Hordeolum: -

KONJUNGTIVAPelebaran Vena: -PerdarahanSubkonjungtiva: -Infeksi: -Bitot Spot: -Xerosis: -Ulkus: -Refleks: - SKLERAIkterus: - IRISBentuk: bulatWarna: hitam

PUPILBentuk: simetrisUkuran: cukupIsokor: +Refleks Cahaya Menurun: -Refleks cahaya tdk langsung: +/+Katarak : -

TELINGABentuk: simetrisKebersihan: cukupSekret: -Tophi: -Membran tympani : sulit dinilaiNyeri tekan mastoid: -Nyeri tarik Daun telinga : - HIDUNGBentuk: simetrisSaddle Nose: -Gangren: -Coryza: -Mukosa Edem: -Epistaksis: -Deviasi Septum : -

MULUTBIBIRBentuk: dbnWarna: dbnUkuran: dbnUlkus: -Cheitosis: -Sianosis: -Labioschiziz: -Bengkak: -Vesikel: -Oral trush: - Trismus: -Bercak koplik: -FARING-TONSILPalatoschizis: -Warna: dbnhiperemis: +GIGIEdema: -Kebersihan: cukupSelaput: -Karies: +Pembesaran tonsil: T3-T3Hutchinson: - Ukuran: dbnGusi: dbnSimetris: +

LIDAH Bentuk: dbn Gerakan: dbn Tremor: -Warna: normalMakroglosia: - Selaput: dbnAtrofi papil: -Hiperemis: -LEHER

INSPEKSIStruma: -Bendungan vena: -Pulsasi: -Limphadenopati: -Tortikolis: -Bullneck: -Parotitis: -PALPASIKaku kuduk: -Pergerakan: -Struma: -

THORAK DEPAN DAN PARUInspeksi Statis:

35

Bentuk : simetrisSimetris: (+)Vousure cardiac: (-)Clavikula: dbnSternum: dbnBendungan vena: dbnTumor: (-)Sela iga: (-)Inspeksi DinamisBentuk pernapasan: torakalabdominoRetraksi: (-)Palpasi

Nyeri tekan: (-)Fraktur iga: (-)Krepitasi: (-)

Perkusi

Bunyi ketuk: sonorNyeri ketuk: (-)Batas paru-hati: dbnPeranjakan : dbn

Auskultasi

Bunyi napas pokok: vesikuler Bunyi napas tambahan (-)

JantungInspeksiVousure cardiac: (-)Ictus cordis: tidak tampakPulsasi jantung: tidak tampakPalpasi

Ictus cordis: dbnThrill : (-)Defek pulmonum: (-)Aktivitas jantung ka: dbnAktivitas jantung ki: dbn

Perkusi

Batas kiri: dbnBatas kanan: dbnBatas atas: dbnBatas bawah: dbn

Auskultasi Bunyi jantung I: regularBunyi jantung II: regularBising jantung : (-)

THORAK BELAKANGInspeksi Statis

Bentuk : simetrisProc. Spinosus: dbnScapula: dbnSkoliosis: (-)Khiposis: (-)Lordosis: (-)Gibus : (-)

Palpasi: tidak dilakukanPerkusi : tidak dilakukanAuskultasi: tidak dilakukan

ABDOMENInspeksi

Bentuk: simetrisSpider nevi: (-)Bendungan vena: (-)Gambaran usus: (-)Gamb. peristaltik usus: (-)Turgor : baik

Palpasi

Nyeri tekan: (-)Nyeri lepas: (-)Defans muskular : (-)

Perkusi

Timpani: (+)Shifting dullness: (-)

Auskultasi

Bising usus: (+) NAscites: (-)

HEPAR

Pembesaran: (-)Nyeri tekan: (-)

LIEN

Pembesaran: (-)Nyeri tekan: (-)

GINJAL

Pembesaran: (-)Nyeri tekan: (-)

LIPAT PAHA DAN GENITAL

Kulit : dbnKel. Getah bening: dbnEdema: (-)Sikatrik: (-)Desensus testikulorum: dbnGenitalia: dbnAnus : dbn

EKSTREMITAS

Bentuk : simetrisDeformitas: (-)Edema: (-)Tropi: (-)Pergerakan: bebasTremor: (-)Chorea: (-)Lain-lain: (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGDarah Rutin (8 Desember 2014) WBC: 11,7 103/mm3(3,5-10,0 103/mm3) RBC: 4,26 106/mm3(3,80-5,80 106/mm3) HGB: 10,6 g/dl(11,0-16,5 g/dl) HCT: 33,6 %(35,0-50%) PLT : 276 103/mm3(150-390 103/mm3) PCT : 0.201%(0,100-0,500 %) MCV : 79 m3 (80-97 m3) MCH : 24,8 pg(26,5-33,5 pg) MCHC : 31,5 g/dl(31,5-35,0 g/dl) RDW : 15,2 %(10,0-15,0 %) MPV : 7,3 m3 (6,5-11,0 m3) PDW : 15,3%(10,0-18,0 %)Diff: % LYM : 52,0 %(17,0-48,0 %) % MON : 12,3 %(4,0-10,0 %) % GRA : 35,7 %(43,0-76,0 %) # LYM : 6,0 103/mm3 (1,2-3,2 103/mm3) # MON : 1,4 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3) # GRA : 4,3 103/mm3 (1,2-6,8 103/mm3)

V. PEMERIKSAAN ANJURAN Elektrolit

VI. DIAGNOSIS BANDING Kejang demam simpleks ec ISPA Gangguan elekrolit

VII. DIAGNOSIS KERJA Kejang demam simpleks ec ISPA

VIII. PENATALAKSANAANA. Suportif Bebaskan jalan nafas Berikan oksigen Tirah baringB. Medikamentosa IVFD Dex 5% NS 15 tts/i Inj. Ampicilin 2x 625 mg Diazepam rektal 10 mg Parasetamol syrup 3x150 mg

IX. PrognosisAd vitam: bonamAd fungsionam: dubia ad bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Kejang DemamKejang demam ialah bangkitan kejang yang disebabkan oleh demam diatas suhu rektal > 38oC tanpa disertai infeksi pada sistem saraf pusatatau gangguan keseimbangan elektrolit akut pada anak usia 1 bulan, tanpa ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.3

2. Etiologi Kejang DemamPenentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana selanjutnya, karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun etiologi kejang yang tersering pada anak adalah sebagai berikut:4 Kejang demam Infeksi: meningitis, ensefalitis Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan Trauma kepala Keracunan: alkohol, teofilin Penghentian obat anti epilepsi Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, Idiopatik

Sedangkan pada kejang demam etiologinya berasal dari semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih.5

3. Faktor Resiko Kejang DemamTerdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu: demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-eklamsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala).5a. Faktor DemamDemam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila atau di atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang tersering pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus merupakan penyebab terbanyak. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang. 5,6Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen.5 Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak. Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi sehingga menggangu fungsi normal pompa Na+. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga menurunkan nilai ambang kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan kejang. Demam juga dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. 5,6Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar 38,9C-39,9C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37C-38,9C sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam terjadi pada suhu tubuh di atas 40oC. 5,6

b. Faktor UsiaTahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu 5: 1. Neurulasi 2. Perkembangan prosensefali3. Proliferasi neuron 4. Migrasi neural 5. Organisasi6. Mielinisasi.

Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berlanjut sampai tahun-tahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila mengalami bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.5 Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. 5 Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. 5Anak pada masa developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila anak mengalami stimulasi berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan kejang. 5Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan kejadian paling sering pada anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.5

c. Riwayat keluargaBelum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan sekitar 60-80%. Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka anaknya beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka resikonya meningkat menjadi 59-64%. Sebaliknya apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%.5

d. Faktor Prenatal dan PerinatalUsia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya trauma persalinan. Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehingga berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan BBLR. Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai seperti demam.5

e. Faktor Paskanatal Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya kejang. Di negara-negara barat penyebab yang paling umum adalah virus Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus temporalis.5 Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian kejang demam pada anak sebesar 20,6%.

4. Patofisiologi Kejang DemamKejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak menimbulkan kejang.7Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan.3Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena boikimiawi, termasuk yang berikut: 7,8 Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. 7,8

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu : 3 Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia. Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat.3Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.3Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:3 Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/immatur. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak menimbulkan gejala sisa. Pada kejang yang lama biasanya akan diikuti dengan apnue, hipoksemia, asidosis laktat, hiperkamnea, hipoksia arterial, sehingga metabolisme otak meningkat.3

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam

5. Klasifikasi Kejang DemamSaat ini klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi berdasarkan kesepakatanUKK Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI, yang membagi kejang demam menjadi 2 yaitu Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) dan Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure).9

Kriteria kejang demam sederhana :9,10 Usia antara 6 bulan sampai 5 tahun Kejang berlangsung singkat umumnya serangan akan berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 15 menit. Bangkitan kejang tonik atau tonik- klonik tanpa gerakan fokal. Tidak ada gangguan metabolik berat Tidak ada diagnosis neurologis sebelum kejang demam terjadi Tidak berulang dalam waktu 24 jamKriteria kejang demam kompleks: 3,9 Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit. Kejang fokal atau partial satu sisi atau kejang umum didahului kejang partial. Kejang berulang dalam 24 jam

6. Manifestasi Klinik Kejang DemamTerjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak terkait dengan kenaikan suhu yangcepat dan biasanya terjadi jika suhu tubuh (rectal) mencapai 380C atau lebih.Manifestasi klinik yang sering dijumpai adalah: Didahului oleh kenaikan suhu yang cepat, biasanya terjadi bila suhu diatas390 C Kehilangan kesadaran Kejang menyeluruh Serangan berupa kejang klonik atau tonik- klonik bilateral Mata mendelik ke atas Anak dapat menahan napasnya tanpa sadar Dapat mengeluarkan suara seperti teriakan melengking atau menangis Mungkin mengompol Selanjutnya diikuti gerakan ritmis berulang seluruh tubuh yang involunteryang tidak dapat dihentikan Setelah kejang pasien mengalami periode mengantuk singkat Setelah beberapa detik atau menit anak akan bangun dan sadar kembalitanpa adanya defisit neurologis Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Tood) yangberlangsung beberapa jam atau beberapa hari

7. Diagnosis Kejang DemamDiagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah pada tabel 1: 4

Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.4Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab.4Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjangdisesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis.4

Hal hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu 11 : Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll) Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain 11: Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran Suhu tubuh: apakah terdapat demam Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Lasuque dan pemeriksaan nervus cranial Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB) membonjol, papil edema Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain sebagainya yang merupakan penyebab demam Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis11

Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan darah rutin hanya untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain yang menyebabkan kejang kecuali jika terdapat komplikasi atau penyakit lain yang mendasari seperti gangguan keseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksi saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan untuk mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk melihat ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium, fosfor, magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang tanpa demam juga kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan pada pasien kejang demam sederhana.3,11 Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG (elektroensefalogram). EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 hari setelah serangan kejang. Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai nilai prognostik dan kejadian kejang berulang dikemudian hari atau perkembangan ke arah epilepsi. Saat ini sudah tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang demam sederhana karena hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.1 Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkan pada bayi berumur 12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi berumur >18 tahun jika tidak disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke meningitis.1,2,6,9Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi kejang demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada kejang demam kompleks sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi ada tidaknya kerusakan di otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab kejang masih belum diketahui.3,5

8. Diagnosa BandingInfeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.5

9. Penatalaksanaan Kejang DemamPada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu 1:1. Pengobatan fase akut2. Mencari dan mengobati penyebab3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus dilakukan ialah membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi. 1Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan ketika anak demam (> 38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.2 Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara intravena dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan diazepam rektal dengan dosis 1,2: 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg 10 mg untuk berat badan anak > 10 kgBuccal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal 10 mg) dikatakan lebih efektif daripada diazepam per rektal pada anak.10

Tabel 3. Dosis obat anti konvulsi untuk kejang demam10

Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada bagan berikut ini 12:

Gambar 2. Tatalaksana kejang demam12

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena sering berulang dan menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara profilaksis yaitu proflaksis intermiten pada waktu demam dan profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari. 1Untuk profilaksis intermiten, antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke jaringan otak. Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam pada kenaikan suhu mencapai 38,5oC atau lebih yaitu dengan dosis 1: 5 mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kgDiazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.1 Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan pemberian fenobarbital 4-5mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam darah sebesar 16g/ml menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.Obat lain yang dapat digunakan yaitu asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang demam. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. 1Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut 1: Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara dan menetap Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

10. Komplikasi Kejang DemamKomplikasi jarang terjadi pada kejang demam sederhana, sedang kejang demam kompleks dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi, yaitu:131. Kerusakan sel otakPada kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan O2 dan energi untuk kebutuhan otot skelet yang akhirnya hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat oleh karena metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhutubuh meninggi disebabkan meningkatnya aktivitas dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian di atas adalah penyebab terjadinya kerusakan neuron otak. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.2.Epilepsi Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga sering terjadi serangan epilepsi spontan dikemudian hari.3.Penurunan IQGanguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejangdemam tidak berbeda bila dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejangdemam yang berlangsung lama dan sebelumnya telah terdapat gangguanperkembangan atau kelainan neurologis. Selain itu resiko retardasi mental padapasien dengan kejang demam yang berulang menjadi 5x lebih besar.4,9,11

4.KelumpuhanHemiperesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama(berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal. Mula mula kelumpuhan bersifat flasid tetapi setelah 2 minggu spastisitas.

11. Prognosis Kejang DemamRisiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang memang sebelumnya normal. 3Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang pertama < 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (