lapsus morbili + kds

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Campak, measles atau rubeola atau morbili adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak (famili paramyxoviridae anggota genus morbilivirus). Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodormal sampai lebih kurang 4 hari setelah muncul ruam. 1 Morbili atau campak umumnya menyerang anak, penyebaran infeksi terjadi dengan perantara droplet. Droplet ini disemprotkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Diantara orang-orang yang tidak diimunisasi, lebih dari 90% akan terjangkit penyakit ini. Orang yang terinfeksi sangat menular selama empat hari sebelum ruam muncul sampai empat hari setelah ruam muncul. Virus campak dapat tetap di udara (dan masih dapat menyebabkan penyakit) sampai dua jam setelah orang yang terinfeksi telah meninggalkan ruangan. 2 Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan. 3 1

Upload: marsela-vineta-halim

Post on 12-Dec-2015

65 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

lapsus morbili

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Morbili + KDS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campak, measles atau rubeola atau morbili adalah penyakit virus akut yang disebabkan

oleh virus campak (famili paramyxoviridae anggota genus morbilivirus). Penyakit ini sangat

infeksius, menular sejak awal masa prodormal sampai lebih kurang 4 hari setelah muncul

ruam.1 Morbili atau campak umumnya menyerang anak, penyebaran infeksi terjadi dengan

perantara droplet. Droplet ini disemprotkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin.

Diantara orang-orang yang tidak diimunisasi, lebih dari 90% akan terjangkit penyakit ini.

Orang yang terinfeksi sangat menular selama empat hari sebelum ruam muncul sampai empat

hari setelah ruam muncul. Virus campak dapat tetap di udara (dan masih dapat menyebabkan

penyakit) sampai dua jam setelah orang yang terinfeksi telah meninggalkan ruangan.2

Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu

(1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap

virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang

menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta

ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai

dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan.3

Morbili endemik pada sebagian besar dunia. Di dunia secara global 10% dari semua

penyebab kematian balita disebabkan oleh campak (kira-kira 800.000 kematian setiap tahun).

Di negara maju, angka kematian dari penyakit campak masih rendah yang diperkirakan 1 per

1000 kasus. Di negara berkembang meningkat menjadi 100 per 1.000 kematian, dan 300

kematian per 1.000 kasus pada pasien immunocompromised. Telah diketahui bahwa akhir-

akhir ini penyakit morbili merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara Indonesia,

yakni dengan dilaporkannya kejadian wabah penyakit morbili di beberapa daerah dengan

angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi. Di Indonesia menurut survei kesehatan

rumah tangga tahun 2001, campak menduduki urutan ke-5 dari 10 macam penyakit utama

pada bayi (0,7%) dan urutan ke-5 dari 10 macam penyakit utama pada anak-anak umur 1-4

tahun (0,77%). Umur terbanyak menderita campak adalah <12 bulan, diikuti kelompok umur

1-4 dan 5-14 tahun.2,4

1

Page 2: Lapsus Morbili + KDS

Siapapun yang telah memiliki campak diyakini kebal seumur hidup. Orang-orang yang

telah menerima dua dosis vaksin setelah umur satu tahun, mereka memiliki kemungkinan

98% menjadi kebal. Bayi menerima beberapa kekebalan dari ibu mereka. Sayangnya,

kekebalan ini tidak lengkap, dan bayi berada pada peningkatan risiko untuk infeksi sampai

mereka menerima vaksinasi pada 12 sampai 15 bulan. Beberapa kasus campak memiliki

komplikasi. Komplikasi ini dapat berupa diare, kejang, infeksi telinga, pneumonia, kebutaan,

radang otak akut (ensefalitis, sangat jarang), dan radang otak persisten (subakut sclerosing

panencephalitis, sangat jarang).2

Kejang demam merupakan kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi

khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua,

sehingga sebagai seorang dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat.

Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan

gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung lama dapat menimbulkan hipoksia pada

jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP) sehingga dapat menyebabkan adanya gejala sisa di

kemudian hari.5

Penanggulangan yang tepat dan cepat harus segera dilakukan sehingga prognosis

kejang demam baik dan tidak menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi

terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya

0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian kecil

berkembang menjadi epilepsi yaitu sebanyak 2-7%. 4% penderita kejang demam secara

bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.6

1.2 Tujuan

1. Tujuan umum: Mengetahui cara mendiagnosa dan penanganan kasus morbili pada anak

dengan kejang demam.

2. Tujuan khusus : Untuk menyelesaikan tugas laporan kasus dari kepaniteraan klinik di

SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Mohammad Saleh, Probolinggo.

2

Page 3: Lapsus Morbili + KDS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MORBILI

2.1.1 DEFINISI

Campak, measles atau rubeola atau morbili adalah penyakit virus akut yang disebabkan

oleh virus campak (famili paramyxoviridae anggota genus morbilivirus). Penyakit ini sangat

infeksius, menular sejak awal masa prodormal sampai lebih kurang 4 hari setelah muncul

ruam. Infeksi ini disebarkan lewat udara (airborne).1 Morbili atau campak umumnya

menyerang anak, penyebaran infeksi terjadi dengan perantara droplet. Droplet ini

disemprotkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Diantara orang-orang yang tidak

diimunisasi, lebih dari 90% akan terjangkit penyakit ini. Orang yang terinfeksi sangat

menular selama empat hari sebelum ruam muncul sampai empat hari setelah ruam muncul.

Virus campak dapat tetap di udara (dan masih dapat menyebabkan penyakit) sampai dua jam

setelah orang yang terinfeksi telah meninggalkan ruangan.2

Virus campak sangat menular. Campak menular melalui transmisi droplet dari hidung,

tenggorokan, dan mulut seseorang yang terinfeksi virus. Droplet ini disemprotkan ketika

orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Diantara orang-orang yang tidak diimunisasi, lebih

dari 90% akan terjangkit penyakit ini. Orang yang terinfeksi sangat menular selama empat

hari sebelum ruam muncul sampai empat hari setelah ruam muncul. Virus campak dapat tetap

di udara (dan masih dapat menyebabkan penyakit) sampai dua jam setelah orang yang

terinfeksi telah meninggalkan ruangan.2

Orang yang berisiko tinggi untuk terkena campak adalah:2

Anak-anak kurang dari 1 tahun (meskipun mereka memiliki kekebalan dari ibu mereka,

tidak 100% efektif)

Orang yang belum menerima seri vaksinasi yang tepat

Orang yang menerima immunoglobulin pada saat vaksinasi campak

Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban

dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus.

Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi di

negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan April.

Lain halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim

3

Page 4: Lapsus Morbili + KDS

panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau

vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.

2.1.2 KLASIFIKASI

Klasifikasi campak dibagi menjadi dua, yaitu:6

1. Campak atipikal

Campak atipikal terjadi pada orang yang menerima vaksin campak yang

dimatikan (CMV, hanya digunakan dari tahun 1963 sampai 1967) dan yang terkena

virus campak tipe wild. CMV peka terhadap virus campak tetapi tidak menawarkan

perlindungan. Penyakit ini ditandai dengan demam, efusi pleura, pneumonia, dan

pembengkakan pada ekstremitas. Ruam campak atipikal berbeda dengan campak.

Dalam hal ini mungkin didapatkan urtikaria (gatal-gatal) dan biasanya muncul pertama

kali pada pergelangan kaki dan pergelangan tangan. Hal ini direkomendasikan oleh

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) bahwa orang-orang yang mungkin

telah menerima CMV harus menerima vaksinasi ulang dengan vaksin campak hidup.

Virus dapat diisolasi dalam kultur jaringan di laboratorium. Darah (serologi) tes juga

tersedia.

2. Campak modifikasi

Campak modifikasi terlihat pada pasien yang tidak diimunisasi, menerima

immunoglobulin setelah terpapar dengan pasien campak. Hal ini juga terlihat sesekali

pada bayi muda yang memiliki kekebalan terbatas dari ibu mereka. Imunoglobulin

memperpanjang waktu dari paparan sampai timbulnya gejala (masa inkubasi). Ketika

gejalanya muncul akan jauh lebih ringan dari pada yang terlihat dengan campak normal

dan cenderung bertahan dalam waktu yang lebih singkat.

2.1.3 PATOFISIOLOGI

Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berbiak pada

epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar

limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem

retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Giant cells

dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru, juga

terdapat udema, bendungan, dan pendarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan

penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C : Coryza, cough

and conjungtivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek

4

Page 5: Lapsus Morbili + KDS

makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak

dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan(dalam kisaran

7sampai 18 hari).Virus berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik

ensefalitis. Setelah masa konvalesen pada panas turun, hipervaskularisasi mereda dan

menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi deskuamasi dan hiperpigmentasi.

Proses ini disebabkan awalnya terdapat pendarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.1,7

Masa inkubasi berkisar antara 7 sampai 21 hari dari paparan onset demam. Ruam biasanya

muncul sekitar 14 hari setelah paparan.6

2.1.4 GEJALA KLINIS

Gejala klinis pada penyakit campak/morbili adalah: 1,2

Panas meningkat dan mencapai puncak pada hari ke 4-5, pada saat ruam keluar.

Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat. Membaik

dengan cepat pada saat panas menurun.

Conjungtivitis ditandai dengan mata merah pada konjungtiva disertai dengan

keradangan dengan keluhan fotofobia.

Cough merupakan akibat keradangan pada epitel saluran nafas, mencapai puncak pada

saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu.

Stomatitis

Muncul Koplik’s spot pada sekitar 2 hari sebelum muncul ruam (hari ke 3-4) dan cepat

menghilang setelah beberapa jam atau hari. Koplik’s spot adalah sekumpulan noktah

putih pada daerah epitel bucal yang merah (a grain of salt in the sea of red/butiran kecil

pasir putih yang dikelilingi oleh cincin merah), yang merupakan tanda klinis yang

pathognomonik untuk campak.

Gambar 1: Koplik’s spot

5

Page 6: Lapsus Morbili + KDS

Sumber: http://www.atsu.edu/faculty/chamberlain/Rubeola.htm

Ruam makulopapuler (juga dikenal sebagai exanthema atau eksantema) semula

berwarna kemerahan. Ruam ini muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi,

serta belakang telinga, menyebar ke arah perifer sampai pada kaki. Ruam umumnya

saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjadi konfluent. Ruam ini

membedakan dengan rubella yang ruamnya discrete dan tidak mengalami desquamasi.

Awalnya, ruam pada campak akan berubah putih saat ditekan (pucat). Setelah tiga

sampai empat hari, ruam tidak lagi pucat. Seiring ruam memudar, sering akan menjadi

pengelupasan halus dari kulit (deskuamasi). Ruam memudar dalam urutan yang sama

yang muncul.

Gambar 2: Ruam campak

Sumber: http://www.medicinenet.com/measles_rubeola/article.htm

Gambar 3: Ruam Campak yang berkonfluent

Sumber: http://omg-solutions.com/measles/

6

Page 7: Lapsus Morbili + KDS

Gambar 4: Karakter Campak

Sumber: http://health.kompas.com

2.1.5 DIAGNOSIS

Anamnesis

Demam tinggi terus menerus 38,5oC atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan,

mata merah, silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5

demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula.

Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare

bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Perlu juga ditanyakan

adanya riwayat kontak dan riwayat imunisasi. 1,6

Pemeriksaan Fisik

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari 3 stadium: 1

Stadium prodormal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti batuk,

pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik

timbul enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak Koplik.

7

Page 8: Lapsus Morbili + KDS

Stadium erupsi, ditandai dengan timbul ruam makulopapular yang bertahan selama 5-6

hari. Timbul ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar

ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstremitas.

Stadium penyembuhan (konvalesen), setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang

sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang

menghilang setelah 1-2 minggu.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium1

Darah tepi: jumlah leukosit normal aau meningkat apabila ada komplikasi infeksi

bakteri

Pemeriksaan antibodi IgM anti campak

Pemeriksaan untuk komplikasi

Ensefalopati/ensefalitis: dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar

elektrolit darah dan analisis gas darah.

Enteritis: feses lengkap

Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.

2.1.6 DIAGNOSIS BANDING

Ruam kulit eksantema akut yang lain seperti: 1

Rubella

Rubella adalah nama ilmiah yang digunakan untuk campak Jerman atau campak

tiga hari, penyakit virus yang berbeda dengan campak yang disebabkan oleh virus

rubeola. Campak Jerman jarang berakibat fatal. Masa inkubasi 14-21 hari. Tanda yang

paling khas adalah adenopati retroaurikuler, servikal posterior, dan dibelakang

oksipital. Limfadenopati jelas pada sekitar 24 jam sebelum ruam muncul dan dapat

menetap selama 1 minggu atau lebih. Ruam pada campak umumnya saling rengkuh

sehingga pada muka dan dada menjadi konfluent. Ruam ini membedakan dengan

rubella yang ruamnya discrete dan tidak mengalami desquamasi. Ruam rubela

cenderung kurang mencolok dibandingkan ruam pada campak.3,15

Roseola infantum (eksantema subitum)

Roseola sering juga dikenal dengan Sixth Deases, Eksantema Subitum dan

Roseola Infantum. Merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus Herpes

tipe 6 dan 7. Virus ini disebarkan melalui percikan ludah penderita. Masa inkubasi

8

Page 9: Lapsus Morbili + KDS

sekitar 5-15 hari, biasanya penyakit ini berlangsung selama 1 minggu. Roseola

Infantum sering disebut sebagai penyakit ke-6 atau sixth disease. Sebabnya gejalanya

yang berupa bercak kemerahan pada kulit, mirip dengan lima jenis penyakit lainnya.

Urutan lima jenis penyakit yang memiliki gejala serupa itu adalah campak (penyakit ke

1), penyakit Dukes (penyakit ke 2), campak Jerman (penyakit ke 3), penyakit Scarlet

(penyakit ke 4) dan eritrema infeksiosum (penyakit ke 5). Dari kelima jenis penyakit

tersebut, Roseola Infantum kerap salah didiagnosa dan dianggap penyakit Campak

Jerman (Rubella). Roseola infantum dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola

tampak ketika demam menghilang. Ruam bisa muncul di seluruh tubuh, atau hanya

pada bagian tertentu seperti sekitar wajah, leher dan dada. Bila bercak tersebut ditekan,

akan terlihat bekas seperti halo (berbentuk bulat berwarna putih seperti awan). Ruam

ini tidak berubah menjadi bernanah atau timbul cairan, dan tidak gatal. Mata bayi

biasanya berair dan terlihat kemerahan, bibir pecah-pecah. Umumnya, bercak akan

berubah warna menjadi hitam kecokelatan, hilang dengan sendirinya dalam waktu 1-2

minggu.15

Gambar 7: Perbedaan Rubeola, Rubella dan Roseola Infantum

Sumber: http://www.medcomic.com/030913.html

9

Page 10: Lapsus Morbili + KDS

Infeksi mononukleosus

Mononukleosis Infeksiosa, umumnya dikenal sebagai kissing disease, adalah

suatu kondisi medis yang ditandai oleh malaise, demam, sakit tenggorokan dan

pembesaran kelenjar getah bening, terutama di daerah leher. Hal ini terutama

disebabkan oleh infeksi Epstein-Barr Virus dan kebanyakan menyerang remaja dan

dewasa muda. Gejala timbul kurang lebih 4 sampai 6 minggu setelah terpapar virus dan

biasanya dimulai dengan perasaan tidak enak badan dan letih, yang kemudian diikuti

oleh demam tinggi, sakit tenggorokan yang berat, pembengkakan kelenjar getah bening,

limpa dan tonsil.15

Scarlet fever

Penyakit yang disebabkan bakteri Streptococcus pyogenes ini, mempunyai gejala

mirip Strep throat (faringitis) yaitu sore throat (sakit tenggorokan), demam, lidah

merah stroberi dan ruam-ruam (rash) yang mulai timbul di dada, ketiak dan belakang

telinga. Penyakit yang dahulu kala cukup mematikan ini, kini sudah dapat diatasi

dengan pemberian antibiotika.

Dukes’ disease

Dukes’ diseasesebagai penyakit ruam pada anak-anak ditemukan pertama kali

oleh Clement Dukes. Istilah ini sekarang sudah jarang dipakai karena sudah ada istilah

medis yang lebih akurat yaitu Staphylococcal Scalded Skin Syndrome.

Erupsi obat

Erupsi alergi obat (allergic drug eruption) ialah reaksi alergi pada kulit atau

daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat.

2.1.7 KOMPLIKASI

Komplikasi umum meliputi diare (8%), infeksi telinga tengah (7% -9%), dan

pneumonia (1% -6%). Ensefalitis, yang dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen,

terjadi pada sekitar 1 per 1000-2000 kasus campak. Risiko komplikasi serius dan kematian

tertinggi untuk anak usia≤5tahun dan orang dewasa berusia≥20.tahun.3

Berikut komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit campak adalah:1

Campak menjadi berat pada pasien dengan kejang yang terus menerus

Diare dapat diikuti dehidrasi

Otitis media

Laringotrakeobronkitis (croup)

Laringitis, trakeitis dan bronkiktis lazim ada dan mungkin karena virus saja.15

10

Page 11: Lapsus Morbili + KDS

Bronkopneumonia

Bronkopneumonia karena invasi bakteri sekunder, terutama pneumokokus,

streptokokus, stafilokokus, dan Haemophilus influenzae. 15

Ensefalitis akut

Ensefalitis akut, meskipun jarang, sangat berbahaya dan menyebabkan kematian dalam

persentase yang signifikan. Ensefalitis akut umumnya dimulai enam hari setelah onset

ruam. Gejalanya bisa berupa demam, sakit kepala, muntah, leher kaku, mengantuk,

kejang, dan koma.

Reaktivasi tuberkulosis

Reaktivasi tuberkulosis karena eksaserbasi proses tuberkulosis yang ada sebelumnya.

Mungkin juga ada kehilangan hipersensitivitas sementara terhadap tuberkulin.15

Malnutrisi pasca serangan campak

Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), suatu proses degeneratif dari otakdan

sumsum tulang belakang(susunan sarafpusat) dengan gejala karakteristik terjadi

deteriorisasi tingkah laku dan intelektual, diikuti kejang. Hal inidiyakini

disebabkanolehinfeksi kronisdari sistemsaraf pusatdenganviruscampak. Salah satu

komplikasi campak onset lambat disebabkan oleh infeksi virus yang menetap, timbul

beberapa tahun setelah infeksi(rata-rata tujuh tahun, rentangsatu bulansampai 27 tahun).

Kematian

Kebanyakan kematian akibat campak disebabkan pneumonia pada anak-anak dan

ensefalitis pada orang dewasa. Orang-orang yang paling mungkin untuk terjadi

komplikasi (termasuk kematian) adalah mereka yang kekurangan gizi atau yang system

kekebalannya melemah (misalnya, orang dengan AIDS atau kondisi lain yang

melemahkan system kekebalan tubuh).

2.1.8 PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan antivirus tertentu untuk penyakit campak. Komplikasi berat dari

penyakit campak dapat dihindari dengan perawatan suportif yang menjamin gizi yang baik,

asupan cairan yang cukup dan pengobatan dehidrasi. WHO merekomendasikan solusi

rehidrasi oral menggantikan cairan dan elemen penting lainnya yang hilang melalui diare atau

muntah. Antibiotik harus diresepkan untuk mengobati mata dan infeksi telinga, dan

pneumonia.6

1. Tatalaksana medik

11

Page 12: Lapsus Morbili + KDS

a. Jika orang tidak diimunisasi terkena campak, mereka harus menerima vaksin

sesegera mungkin. Hal ini dapat mencegah penyakit jika diberikan dalam waktu

72 jam dari eksposur. Imunoglobulin mungkin memiliki beberapa keuntungan

jika diberikan dalam waktu enam hari setelah terpapar. CDC merekomendasikan

bahwa immunoglobulin dimanfaatkan untuk keluarga orang yang terinfeksi,

orang immunocompromised, dan wanita hamil.3

b. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari: 1,2,4

Pasien harus diisolasi untuk mencegah penyebaran penyakit.

Pemberian cukup cairan

Kalori dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan

komplikasi

Suplemen nutrisi

Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder

Anti konvulsi apabila terjadi kejang

Jika demam berikan paracetamol

Pemberian vitamin A: Perawatan ini akan mengembalikan kadar vitamin A

rendah selama campak yang terjadi bahkan pada anak-anak bergizi baik dan

dapat membantu mencegah kerusakan mata dan kebutaan. Suplemen

vitamin A telah terbukti mengurangi jumlah kematian akibat campak

sebesar 50%.

Perawatan mata: untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang

jernih, tidak diperlukan pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata

dengan kain katun yang telah direbus dalam air mendidih, atau lap bersih

yang direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata

kloramfenikol/tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7 hari. Jangan menggunakan

salep steroid.

Perawatan mulut: jaga kebersihan mulut, beri obat kumur antiseptik bila

pasien dapat berkumur. Jika ada luka di mulut, minta ibu untuk

membersihkan mulut anak dengan air bersih yang diberi sedikit garam,

minimal 4 kali sehari. Berikan gentian violet 0,25 % pada luka di mulut

setelah dibersihkan. Jika luka di mulut menyebabkan berkurangnya asupan

makanan, anak mungkin memerlukan makanan melalui NGT.

c. Indikasi rawat inap: hiperpireksia (suhu > 39 oC), dehidrasi, kejang, asupan oral

sulit, atau ada komplikasi. 1

12

Page 13: Lapsus Morbili + KDS

d. Campak tanpa komplikasi: 1,2

Hindari penularan

Tirah baring di tempat tidur

Berikan Vitamin A. Tanyakan apakah anak sudah mendapat vitamin A pada

bulan Agustus dan Februari. Jika belum, berikan 50.000 IU (jika umur anak

<6 bulan), 100.000 IU (6-11 bulan) atau 200.000 IU (12 bulan hingga 5

tahun).

Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan

disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan komplikasi

e. Campak dengan komplikasi1

Ensefalopati/ensefalitis (apabila kesadaran menurun dan kejang)

Antibiotik bila diperlukan, antivirus dan lainnya

Kortikosteroid, bila diperlukan

Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta

kloreksi terhadap gangguan elektrolit

Bronkopneumonia

Antibiotik

Oksigen nasal atau dengan masker

Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dan elektrolit

Enteritis: koreksi dehidrasi sesuai derajat

Pada kasus campak dengan komplikasi bronkopneumonia dan gizi kurang,

perlu dipantau terhadap infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan

uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.

Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk

2. Tatalaksana epidemiologik

Langkah preventif

a. Imunisasi campak

Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi nasional sejak tahun

1982, angka cakupan imunisasi menurun <80% dalam 3 tahun terakhir sehingga

masih dijumpai daerah kantong risiko tinggi transmisi virus campak. 1

Ada dua jenis vaksin yang dikembangkan pada campak. Yang pertama

dikembangkan dari virus yang telah dibunuh, dan yang kedua dikembangkan

dengan menggunakan virus campak hidup yang dilemahkan dan tidak bisa lagi

menyebabkan penyakit. Sayangnya, vaksin membunuh virus campak (CMV)

13

Page 14: Lapsus Morbili + KDS

tidak efektif dalam mencegah orang tertular penyakit ini, dan penggunaannya

dihentikan pada tahun 1967. Vaksin virus hidup telah dimodifikasi beberapa kali

untuk membuatnya lebih aman (lebih dilemahkan) dan sangat efektif dalam

mencegah penyakit. Vaksin yang digunakan saat ini adalah vaksin hidup yang

dilemahkan.3

Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit campak adalah dengan

menerima imunisasi campak. Biasanya diberikan sebagai suntikan yang

mengandung campak, gondok, dan vaksin rubella (MMRV). Hal ini sama efektif

dalam bentuk tunggal atau kombinasi. MMRV tidak dianjurkan bagi siapapun

yang berusia lebih dari 12 tahun. Rekomendasi saat ini adalah bahwa setiap orang

menerima dua dosis vaksin setelah usia 1 tahun. Jika vaksin diterima sebelum

usia 1 tahun, orang tersebut harus menerima dua dosis tambahan. 3,4

b. Strategi reduksi campak terdiri dari: 1

Pemberian vitamin A pada pasien campak

Imunisasi campak

PPI: diberikan pada umur 9 bulan

Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur

12-15 bulan

Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi Nasional

Catcth-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6,

disertai dengan keep up dan strengthening.

Surveilans

2.1.9 PROGNOSIS

Kebanyakan orang dengan campak akan sembuh sepenuhnya apabila dengan

pengobatan yang tepat. Sangat sedikit orang yang mengalami kematian karena campak.

Orang-orang yang memiliki komplikasi parah, prognosisnya biasanya buruk atau meninggal.

Hampir tidak ada orang yang telah divaksinasi meninggal akibat penyakit ini.2

2.2 KEJANG DEMAM

2.2.1 DEFINISI

14

Page 15: Lapsus Morbili + KDS

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Menurut consensus

statment on febrile seizures kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak

biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak

terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.1 Definisi kejang demam menurut

International League Against Epilepsy (ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan

yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa

riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut

lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.1

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Bila anak

berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului dengan

demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat atau epilepsi yang

kebetulan terjadi bersama demam. 1

Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, prenatal dan

perinatal. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,

pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu

yang paling tinggi, terkadang kejang terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi. Bila hal ini

terjadi maka anak tersebut memiliki resiko tinggi untuk berulangnya kejang.7

Kejang demam diturunkan secara autosomal dominan sederhana. Banyak pasien kejang

demam yang orangtua atau saudara kandunnya menderita penyakit yang sama. Faktor

prenatal dan perinatal dapat berperan dalam kejang demam. 7

2.2.2 KLASIFIKASI

Umumnya kejang demam ini dibagi menjadi dua golongan. Kriteria untuk

penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa

perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam,

usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya.8

Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam

pada anak menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang

demam kompleks (complex febrile seizure).

15

Page 16: Lapsus Morbili + KDS

a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) merupakan 80% di antara

seluruh kejang demam.

Kejang demam berlangsung singkat

Durasi kurang dari 15 menit

Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik

Umumnya akan berhenti sendiri

Tanpa gerakan fokal

Tidak berulang dalam 24 jam

Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika suhu

meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui

sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kenaikan suhu yang tiba-tiba

merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang (Hendarto, 2002).

Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat

tonik – klonik seperti kejang grand mal, kadang – kadang hanya kaku umum atau

mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan

masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu

yang mendadak.8

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure), 20% di antara seluruh

kejang demam.

Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial.

Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau

kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan anak tidak sadar. Kejang

lama terjadi pada 8% kejang demam (Pusponegoro, Widodo, Ismail, 2006).

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului

kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di

antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di

antara anak yang mengalami kejang demam.8

Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat dilihat pada

tabel berikut 8:

Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

16

Page 17: Lapsus Morbili + KDS

2.2.3 Faktor Risiko

Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat

kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, faktor prenatal (usia ibu saat hamil,

riwayat pre-eklampsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor

perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir), faktor

pasca natal (trauma kepala), jenis kelamin, dan kadar natrium rendah (Staff Pengajar IKA

FKUI, 2005). Setelah kejang demam pertama kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali

rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, resiko

rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,

temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga

epilepsi.9

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4

tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam

pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah

berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih

dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan secara

autosomal dominan sederhana9.

Faktor risiko berulangnya kejang demam:

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya

kejang demam adalah:9

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

- Usia kurang dari 12 bulan

- Temperatur yang rendah saat kejang

- Cepatnya kejang setelah demam

- Terdapat kelainan neurologis (meskipun minimal)

- Kejang awal yang unilateral

17

Page 18: Lapsus Morbili + KDS

- Kejang berhenti lebih dari 30 menit

- Kejang berulang karena penyakit yang sama.

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,

sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya

10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar adalah pada tahun

pertama9.

2.2.4 Etiologi

Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering disebabkan

infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia,

bronkhitis, tonsilitis, dan infeksi saluran kemih.10

Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan

lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat

kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil. Pada masa bayi lanjut

dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut. Penyebab yang lebih

jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, asfiksia,

perdarahan intrakranial spontan serta trauma postnatal7.

Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang

menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali muncul sebagai penyebab

penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah

masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi, dan

tumor otak.

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.

Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam.

Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi DTP (pertusis) dan morbili

(campak).9

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita

kejang demam, 66(±22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya (Baumann, 2002).

Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang

mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan

otitis media akut (lihat tabel).

Tabel 1. Penyebab demam pada 297 anak penderita kejang demam

Penyebab demam Jumlah penderita

18

Page 19: Lapsus Morbili + KDS

Tonsilitis dan/atau faringitis

Otitis media akut (radang liang telinga tengah)

Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi

Bronkitis (radang saiuran nafas)

Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas)

Morbili (campak)

Varisela (cacar air)

Dengue (demam berdarah)

Tidak diketahui

100

91

22

44

17

38

12

1

1

66

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai kejang demam daripada

infeksi lainnya. Sekitar 4,8%-45% penderita gastroenteritis oleh kuman Shigella mempunyai

risiko mengalami kejang demam yang lebih tinggi dibanding penderita gastroenteritis oleh

kuman penyebab lainnya.9

Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian kejang demam pada

Shigellosis dan Salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang

dihasilkan kuman bersangkutan.8

2.2.5 PATOFISIOLOGI

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang

berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa

fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya,

mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan

ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat

potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama

selama sel tidak mendapatkan rangsangan.

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu 7 :

- Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya

pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat

terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.

- Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.

- Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan

neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.

19

Page 20: Lapsus Morbili + KDS

Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan

kejang.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada

keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi

oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan

hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K

ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau

kepekaan sel saraf meningkat. 11

Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan

terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama,

sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan

sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan

hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan

metabolisme di otak. 11

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut 11:

- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum

matang/immatur.

- Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan

gangguan permiabilitas membran sel.

- Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2

yang akan merusak neuron.

- Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan

oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar

masuk sel.

20

Page 21: Lapsus Morbili + KDS

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kejang demam

2.2.6 Diagnosis

Langkah diagnostik untuk kejang demam adalah:8

Anamnesis

a. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah kejang,

durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2 serangan

kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.

b. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan,

menetap atau naik turun).

c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam

atau epilepsi).

d. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).

e. Riwayat trauma kepala.

f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.

g. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan lain-

lain).

h. Singkirkan penyebab kejang lainnya.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:

a. Tanda vital terutama suhu tubuh

b. Manifestasi kejang yang terjadi

c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan

d. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam

e. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

f. Tanda infeksi di luar SSP.

Pemeriksaan neurologis antara lain:

a. Tingkat kesadaran

b. Tanda rangsang meningeal

c. Tanda refleks patologis

Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk

tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.

Pemeriksaan Penunjang

21

Page 22: Lapsus Morbili + KDS

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang

demam, di antaranya 8:

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis,

biakan darah, urin atau feses.

b. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk

menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-

bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus

dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang

berumur kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian, cairan serebrospinal yang

abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:

- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk)

- Mengalami komplex partial seizure

- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam

sebelumnya)

- Kejang saat tiba di IGD

- Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1

jam setelah kejang demam adalah normal.

- Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda

peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf

pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya,

gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat

dianjurkan untuk dilakukan8.

Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan

dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.

2. Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.

3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi

lumbal.

Indikasi Pungsi Lumbal:

Jika ada kecurigaan klinis meningitis

22

Page 23: Lapsus Morbili + KDS

Kejang demam pertama

Pasien telah mendapat antibiotik

Adanya paresis atau paralisis

c. EEG dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang

demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti

ketidaknormalan otak. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada

kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis (American

Academy of Pediatrics, 1999). Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa

EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan

setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang

akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal

setalah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko

berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi 9.

EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah

belakang yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral.

Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari

kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan tiga sampai

tujuh hari setelah serangan kejang. Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan

untuk pasien kejang demam sederhana 9.

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada

pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan

EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.

Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang

demam fokal 9.

d. Pencitraan9

Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan

(CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,

tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :

Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)

Paresis nervus VI

Papil edema

23

Page 24: Lapsus Morbili + KDS

Riwayat atau tanda klinis trauma

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang

telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf

Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu setelah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang

demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak

didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.

Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula

tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau

radang otak (ensefalitis).9

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan

dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang

mempunyai nilai diagnostik, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan

kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari.

Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam

sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk

mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan

keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan  metabolisme akut, sehingga

pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan

untuk mencari penyebab timbulnya demam 9.

2.2.7 Diagnosis Banding

Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga

sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi

24

Page 25: Lapsus Morbili + KDS

oleh demam dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam tinggi dapat

mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis, sehingga menyerupai kejang demam.11

Diagnosis Banding Kejang Demam:

1. Kelainan Intrakranium

o Meningitis

o Encephalitis

o Abses otak

2. Gangguan metabolik

o Hipoglikemi

o Gangguan elektrolit

o Sinkop

3. Epilepsi Epilepsi Triggered by Fever (ETOF)

Oleh karena cukup banyaknya diagnosis banding, sangat sulit bagi kita untuk

menentukan penyakit atau kelainan yang menyebabkan terjadinya bangkitan kejang tersebut

.

Tabel 2. Diagnosis banding infeksi susunan saraf pusat.

Klinis/Lab Ensefalitis

Herpes

Simpleks

Meningitis

Bacterial/

Purulenta

Meningitis

Tuberkulosa

Meningitis

Virus

Kejang Demam

Awitan

Demam

Tipe kejang

Singkat/lama

Kesadaran

Pemulihan

kesadaran

Tanda

rangsang

meningeal

Tekanan

intrakranial

Akut

< 7 hari

Fokal/umum

Singkat

Sopor-koma

Lama

-

Sangat

meningkat

Akut

< 7 hari

Umum

Singkat

Apatis-somnolen

Cepat

++/-

Meningkat

Kronik

>7 hari

Umum

Singkat

Somnolen-sopor

Lama

++/-

Sangat

meningkat

Akut

< 7 hari

Umum

Lama>15

menit

Sadar-apatis

Cepat

+/-

Normal

Akut

< 7 hari

Umum/fokal

Somnolen

Cepat

-

Normal

25

Page 26: Lapsus Morbili + KDS

Pre-hospital Diazepam 5-10 mg/rektal

0-10 menit

Hospital AirwayBreathing

Circulation

Diazepam 0,25-0,5 mg/kg/iv

20-30 menitFenitoin 20 mg/kg/iv

Tanda vitalEKG

Elektrolit serum(Na, K, Ca, Mg, Cl)Analisis gas darah

Monitor10-20 menit

30-60 menitPhenobarbital 20 mg/kg/iv

Kejang (-)5-7 mg/kg

Kejang (-)4-5 mg/kg

Paresis

Pungsi

lumbal

Etiologi

Terapi

+++/-

Jernih

Normal/limfo

Virus HS

Antivirus

+/-

Keruh/opalesen

Segmenter/limf

Bakteri

Antibiotik

+++

Jernih/xanto

Limfo/segmen

M.Tuberculosis

Anti TBC

-

Jernih

Normal

Virus

Simtomatik

-

Jernih

Normal

Di luar SSP

Penyakit dasar

2.2.8 Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:

pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab dan pengobatan profilaksis terhadap

berulangnya kejang demam.11

1.Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan

untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar

oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,

pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres

air hangat dan pemberian antipiretik.11

Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan

adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat –

obatan antipiretik sangat diperlukan. Obat – obatan yang dapat digunakan sebagai

antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam atau ibuprofen

5 – 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam.1

Algoritma Penanganan Kejang Demam Akut dan Status Konvulsif

26

Page 27: Lapsus Morbili + KDS

Tatalaksana penghentian kejang akut dapat dilaksanakan sebagai berikut:7

1. Di Rumah (pre hospital):

Penanganan kejang di rumah dapat dilakukan oleh orangtua dengan

pemberian diazepam per rektal dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg atau secara

sederhana bila berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg, sedangkan

jika berat badan lebih dari 10 kg diberikan 10 mg. Pemberian di rumah

diberikan maksimum 2 kali dengan interval 5 menit. Bila kejang masih

berlangsung, bawa pasien ke klinik atau rumah sakit terdekat.

2. Di Rumah Sakit

Saat tiba di klinik atau rumah sakit, bila belum terpasang cairan intravena,

dapat diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali, sambil mencari akses

vena. Sebelum dipasang cairan intravena, sebaiknya dilakukan

pengambilan darah untuk pemeriksaan darah tepi, elektrolit, dan gula

darah sesuai indikasi.

Bila terpasang cairan intravena, berikan fenitoin i.v dengan dosis 20 mg/kg

dilarutkan dalam NaCl 0,9%, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan

pemberian 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, dapat diberikan

tambahan fenitoin i.v 10 mg/kg. Bila kejang teratasi, lanjutkan pemberian

fenitoin setelah 12 jam, kemudian dengan rumatan 5-7 mg/kg.

Bila kejang belum teratasi, berikan fenobarbital i.v dengan dosis

maksimum 15-20 mg/kg dengan kecepatan pemberian 100 mg/menit.

Awasi dan atasi kelainan metabolik yang ada. Bila kejang berhenti,

lanjutkan dengan pemberian fenobarbital i.v rumatan 4-5 mg/kg setelah 12

jam kemudian.

27

Page 28: Lapsus Morbili + KDS

3. Perawatan Intensif di Rumah Sakit

Bila kejang belum berhenti, dilakukan intubasi dan perawatan di ruang

intensif. Dapat diberikan salah satu dari obat berikut:

Midazolam 0,2 mg/kg diberikan bolus perlahan-lahan, diikuti infus

midazolam 0,01-0,02 mg/kg/menit selama 12-24 jam.

Propofol 1 mg/kg selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1-5

mg/kg/jam dan diturunkan setelah 12-24 jam.

Pentobarbital 5-15 mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-5

mg/kg/jam.

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan lumbal pungsi hanya pada kasus

yang dicurigai mengalami meningitis, atau bila kejang demam berlangsung lama.

Pada bayi kecil manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas, sehingga pungsi

lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada

pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan.7

3. Pengobatan Profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan

dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara

profilaksis, yaitu:

a. Profilaksis intermiten pada waktu demam untuk kejang demam sederhana

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada

pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.

Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak

mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam intermiten

memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan

diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat

badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari

10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5o C atau lebih. Diazepam dapat

pula diberikan oral dengan dosis 0,3 mg/kg BB/hari setiap 8 jam pada waktu

pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan

hipotonia.

28

Page 29: Lapsus Morbili + KDS

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu

efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam

sempat diberikan. Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi

gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat (Tumbelaka,

2005).

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan) untuk

kejang demam kompleks.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang

demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak, tapi tidak dapat

mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis setiap hari terus

menerus hanya diberikan jika kejang demam mempunyai ciri sebagai berikut:7

1. Kejang lama lebih dari 15 menit

2. Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang, seperti

hemiparesis, paresis Todd, serebal palsi, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

Antikonvulsan yang dapat diberikan antara lain fenobarbital 3-4

mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam

valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis.7

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan jika:7

1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

3. Kejang demam lebih dari 4 kali dalam 1 tahun.

Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah kejang

terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian obat ini efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.7

2.2.9 PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan

neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang memang sebelumnya normal. Penelitian

lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan

kelainan ini biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal

atau kejang umum. 8,11

29

Page 30: Lapsus Morbili + KDS

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya

kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang pertama < 12 bulan,

temperatur yang rendah saat kejang (<40°C) dan timbulnya kejang yang cepat setelah

demam. Bila semua faktor tersebut terpenuhi maka resiko berulangnya kejang demam 80 %

sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut resikonya 10-15%. Kemungkinan berulangnya

kejang paling besar pada tahun pertama.8,11

BAB III

LAPORAN KASUS

Status Pasien

Identitas

Nama : An. Z

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 4 Th

Agama : Islam

Suku Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl. Cokro no.52, Probolinggo

Nama Ayah : Tn. S. A

Nama Ibu : Ny. D. N

Tanggal Masuk : 28 November 2014

Tanggal Keluar : 30 November 2014

Anamnesis

Keluhan Utama:

Kejang

30

Page 31: Lapsus Morbili + KDS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Kejang sejak pukul 19.00 wib. Kejangnya 1 kali dengan durasi kurang lebih 5 menit. Saat

kejang tangan anak menekuk dan mata melotot ke atas serta gigi menggigit. Setelah kejang,

anak tidur.

Sebelumnya anak mengalami panas selama kurang lebih 2 hari. Panasnya naik turun disertai

timbul bintik bintik kemerahan pada seluruh badan. Pasien juga mengeluhkan batuk, pilek

dan nyeri telan sejak 2 hari yang lalu. Muntah sejak tadi pagi selama 3 kali.

Makan dan minum menurun, buang air besar normal, buang air kecilnya sering.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak pernah kejang sebelumnya, baru kali ini kejang.

Umur 1 tahun pernah sakit panas, tapi tidak sampai MRS, hanya dibawa ke puskesmas.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

Riwayat Sosial :

Tetangga disekitar rumah ada yang sakit seperti ini

Riwayat Alergi:

Tidak ada alergi obat dan makanan.

Riwayat Diet:

Dari lahir diberi ASI dan diteruskan susu formula.

Sebelum sakit anak suka makan, buah buahan, dan susu.

Riwayat Imunisasi:

Imunisasi lengkap

Riwayat Kehamilan Ibu:

Ibu hamil 9 bulan dan tidak ada masalah selama kehamilan

Riwayat Kelahiran:

31

Page 32: Lapsus Morbili + KDS

Lahir secara spontan pervaginam dan persalinan ditolong oleh bidan,anak lahir langsung

menangis, kulit kemerahan dengan berat badan lahir 3200 gram.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan:

Sebelum sakit berat badannya 14 kg. Saat di UGD ditimbang berat badannya turun menjadi

13 kg.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

Antropometri :

Berat Badan : 13 kg

Panjang Badan : 100 cm

Lingkar Kepala : 49,5 cm

Lingkar Lengan Atas : 15 cm

Berat Badan Ideal : 15,4 kg

Status Gizi : Gizi Kurang

No. Indeks BBI % Keterangan

1 NCHS 15,4 87,30 Mild Malnutrition

2 WELLCOME TRUST

2n+8

16 68,75 Gizi Kurang

3 Z score : -2SD = 80% (kurus)

Vital Sign :

Nadi : 100 x/menit

Pernapasan : 40 x/menit

Suhu : 39,2oC

Status Generalis:

1. Kepala

Bentuk dalam batas normal

2. Rambut

Hitam, tipis, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.

3. Mata

Palpebra : dalam batas normal

32

Page 33: Lapsus Morbili + KDS

Pupil : refleks cahaya +, bulat, isokor ( 3 mm / 3 mm),

Fotofobia : (+)

Konjungtiva: anemis (-/-)

Sklera : ikterus (-/-)

4. Hidung

Bentuk hidung normal, simetris, sekret (-), PCH(-)

5. Telinga

Bentuk telinga normal, discharge (-/-), serumen (-/-)

6. Mulut

Bibir kering dan pecah (+), bibir sianosis (-), moniliasis (-), mukosa mulut:

Bercak Koplik’s (-)

7. Tenggorokan

Hiperemis faring (+)

Oedem tonsil (+)

8. Leher

Simetris, Pembesaran kelenjar getah bening (-)

9. Thorax

Dinding Dada : Simetris (+), retraksi (-)

10. Jantung :

1. Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi ictus cordis

2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

3. Perkusi : Redup pada batas jantung

4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur(-)

11. Paru – paru

- Inspeksi : Dinding dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi (-)

- Palpasi : Fremitus raba simetris.

- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) , wheezing (- /- ), rhonki (-/-).

12. Abdomen

- Inspeksi : dalam batas normal

- Auskultasi : Bising usus ( + ) normal

- Perkusi : Timpani (+) pada empat kuadran abdomen, meteorismus(-)

- Palpasi : Supel, turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak teraba

33

Page 34: Lapsus Morbili + KDS

13. Alat kelamin

Laki laki, dalam batas normal

14. Kulit

Kulit terdapat ruam makulopapuler kemerahan di seluruh tubuh.

15. Ekstremitas

Superior Inferior

Akral hangat +/+ +/+

Edema -/- -/-

CRT <2’’ <2’’

16. Status Neurologis : kaku kuduk (-)

Gambar 15: Ruam makulopapuler

Assesment

Diagnosa :

Morbili + kejang demam sederhana

Diagnosa Banding:

Rubella + kejang demam sederhana

Roseola infantum (eksantema subitum) + kejang demam sederhana

Planning

Laboratorium :

GDA

DL

34

Page 35: Lapsus Morbili + KDS

Fungsi Hati

Elektrolit

Radiologi: Thorax AP

Terapi :

Inf. D5 1/4 NS 1150 cc/ 24 jam

Inf. Sanmol 3x100 mg

Inj. Ceftriaxone 2 x 350mg

Diazepam 3,9 mg IV pelan (bila kejang)

Ranitidine 2 x ½ amp IV

Lapifed exp. 3x cth ½

Inj. Vit. A 200.000 IU (1x) PO

Hasil Lab Tanggal 29 -11-201 4

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

GDA 98 <140mg/dl

     

Darah Lengkap    

Hemoglobin 11,6 12-16 g/dl

Leukosit 9300 4000-11.000/mm3

PCV (Hematokrit) 35 P: 35-47

Hitung Jenis

Eosinofil 2 0-8 %

Basofil 0 0-3%

Neutrofil 19 25-60 %

Limfosit 69 16-46 %

Monosit 10 4-11%

Trombosit 157.000 150.000-350.000/mm3

Eritrosit 4,7 4,1 – 5,1

Total Eosinofil 160 50 - 300

35

Page 36: Lapsus Morbili + KDS

S O A P

Tanggal 29 November 2013 30 November 2013

MRS hari ke 1 MRS hari ke 2

S - Panas naik turun

- Batuk pilek masih ada, tidak grok-

grok

- Sesak (-), kejang (-)

- Muntah (+) hanya 1x

- BAB normal, mencret (-)

- BAK normal

- Tidak mau makan, minum air putih

mau

- Sulit tidur, anak rewel

- Bibir pecah-pecah

- Bercak kemerahan seluruh tubuh

- Panas sudah turun

- Batuk pilek masih ada, tidak grok-

grok

- Sesak (-), kejang (-)

- Muntah (-)

- BAB normal, mencret (-)

- BAK normal

- Makan mulai mau tapi sedikit,

minum air putih mau

- Sulit tidur, anak rewel

- Bibir pecah-pecah

- Bercak kemerahan seluruh tubuh

O - KU: cukup

- Kesadaran : compos mentis

- BB: 13 kg

- Vital sign :

T : 37,6oC

Nadi : 105 x/menit

RR : 38 x/menit

- KU: cukup

- Kesadaran : compos mentis

- BB: 13 kg

- Vital sign :

T : 37,3oC

Nadi : 98 x/menit

RR : 36 x/menit

36

Page 37: Lapsus Morbili + KDS

- Kepala :

a/i/c/d : -/-/-/-

PCH (-), Faring hiperemi (+),

Fotofobia (+), Hiperemi konjungtiv (-),

Moniliasis (-), Bibir kering dan pecah

(+)

- Leher :Pembesaran KGB (-)

- Dada :

Simetris kanan kiri, Retraksi (-)

- Pulmo :

Suara nafas vesikuler, Wheezing -/-,

Rhonki -/-

- Cor :S1,S2 tunggal, Murmur (-)

- Abdomen :

Soefl, Nyeri tekan (-), Bising usus

normal, Turgor baik, Meteorismus (-),

Hepatosplenomegali (-)

- Genitalia : dbn

- Extremitas :

Akral hangat semua, Oedem

−¿−¿ /−¿

−¿ ¿¿¿¿, CRT <2 detik

- Kulit kering, ruam makulopapuler

kemerahan di seluruh tubuh.

- Status Neurologi :

Kaku Kuduk (-)

- Kepala :

a/i/c/d : -/-/-/-

PCH (-), Faring hiperemi (-), Fotofobia

(+), Hiperemi konjungtiva (-),

Moniliasis (-),Bibir kering dan pecah

(+)

- Leher :Pembesaran KGB (-)

- Dada :

Simetris kanan kiri, Retraksi (-)

- Pulmo :

Suara nafas vesikuler, Wheezing -/-,

Rhonki -/-

- Cor :S1,S2 tunggal, Murmur (-)

- Abdomen :

Soefl, Nyeri tekan (-), Bising usus

normal, Turgor baik, Meteorismus (-),

Hepatosplenomegali (-)

- Genitalia : dbn

- Extremitas :

Akral hangat semua, Oedem

−¿−¿ /−¿

−¿ ¿¿¿¿, CRT <2 detik

- Kulit kering, ruam makulopapuler

kemerahan di seluruh tubuh.

- Status Neurologi :

Kaku Kuduk (-)

A - Morbili

- Kejang demam sederhana

- Morbili

- Kejang demam sederhana

P - Inf. D5 1/4 NS 800 cc/ 24 jam

- Inf. Sanmol 3x100 mg

- Inj. Ceftriaxone 2 x 450mg

- Diazepam 2,7 mg IV pelan (bila

kejang)

- Inf. D5 1/4 NS 800 cc/ 24 jam

- Inf. Sanmol 3x100 mg

- Inj. Ceftriaxone 2 x 450mg

- Diazepam 2,7 mg IV pelan (bila

kejang)

37

Page 38: Lapsus Morbili + KDS

- Ranitidine 2 x ½ amp IV

- Lapifed exp. 3x cth ½

- Glycerin oles mulut 2x/hari

- Inj. Vit. A 200.000 IU (1x) PO

- Ranitidine 2 x ½ amp IV

- Lapifed exp. 3x cth ½

- Glycerin oles mulut 2x/hari

- Inj. Vit. A 200.000 IU (1x) PO

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien adalah anak laki laki umur 4 tahun datang ke UGD dengan keluhan kejang.

Kejang sejak pukul 19.00 wib. Kejangnya 1 kali dengan durasi kurang lebih 5 menit. Saat

kejang tangan anak menekuk dan mata melotot ke atas serta gigi menggigit. Setelah kejang,

anak menangis. Sebelumnya anak mengalami panas selama kurang lebih 2 hari. Panasnya

naik turun disertai timbul bintik bintik kemerahan pada seluruh badan. Pasien juga

mengeluhkan batuk, pilek dan nyeri telan sejak 2 hari yang lalu. Muntah sejak tadi pagi

selama 3 kali. Makan dan minum menurun, buang air besar normal, buang air kecilnya

sering. Riwayat penyakit dahulu tidak pernah kejang sebelumnya, baru kali ini kejang. Pada

saat umur 1 tahun pernah sakit panas, tapi tidak sampai MRS, hanya dibawa ke puskesmas

dan kemudian sembuh. Pada riwayat penyakit keluarga tidak ditemukan riwayat sakit kejang.

Namun pada riwayat social, didapatkan tetangga yang menderita sakit panas dan juga disertai

muncul bintik bintik kemerahan di seluruh badannya. Orang tua pasien mengatakan kalau

anaknya sering main ke rumah tetangganya itu. Pada riwayat alergi, tidak ditemukan adanya

38

Page 39: Lapsus Morbili + KDS

alergi obat maupun alergi makanan. Pada riwayat diet, sejak dari lahir diberi ASI dan

diteruskan susu formula yang kemudian dilanjutkan makan nasi tim. Saat sebelum sakit, anak

suka makan dan juga suka minum, namun setelah sakit nafsu makannya berkurang sehingga

tidak mau makan dan minum. Riwayat imunisasinya lengkap, riwayat kehamilan ibu, normal

ibu hamil 9 bulan dan tidak ada masalah selama kehamilan. Pada riwayat kelahiran, lahir

secara spontan pervaginam dan persalinan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung menangis,

kulit kemerahan dengan berat badan lahir 3200 gram. Pada riwayat pertumbuhan dan

perkembangan, sebelum sakit berat badannya 14 kg, tetapi saat ditimbang di UGD berat

badannya turun menjadi 13 kg.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien cukup, kesadaran compos

mentis, status gizi mild malnutrition, ukuran kepala normal, suhu: 39,2oc, nadi: 100x/menit,

pernafasan: 40x/menit. Pada pemeriksaan rambut didapatkan warna rambut hitam, tipis,

terdistribusi merata, tidak mudah dicabut. Pada pemeriksaan mata didapatkan palpebra dalam

batas normal, pupil bulat isokor, fotofobia (+), tidak hiperemi konjungtiva, tidak ada ikterus.

Pada pemeriksaan hidung didapatkan bentuk hidung normal, simetris, terdapat sekret kental

jernih, tidak ada pernafasan cuping hidung. Pada pemeriksaan telinga didapatkan bentuk

telinga normal, tidak ada discharge maupun serumen. Pada pemeriksaan mulut ditemukan

bibir kering dan pecah, tidak ada sianosis maupun moniliasis, tidak ditemukan bercak

koplik’s. Pada pemeriksaan tenggorokan didapatkan hiperemis faring. Pada pemeriksaan

leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thorax dada

simetris dan tidak ada retraksi. Pada pemeriksaan jantung didapatkan bunyi jantung I-II

reguler, tidak ada murmur. Pada pemeriksaan paru didapatkan suara vesikuler di kedua

lapang paru, tidak ada wheezing, tidak ada ronchi. Pada pemeriksaan abdomen,supel, bising

usus ( + ) normal, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik. Pada genitalia dalam batas

normal dan tidak ditemukan ruam popok. Pada ekstrimitas ditemukan akral hangat,tidak

didapatkan edema, CRT < 2 detik. Kulit kering, terdapat ruam makulopapuler kemerahan di

seluruh tubuh. Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium yang meliputi gula

darah acak, darah lengkap, fungsi hati, elektrolit.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah

dilakukan, maka diagnosis pasien ini adalah morbili dengan kejang demam sederhana. Anak

dinyatakan mengalami morbili karena demam naik turun disertai batuk, pilek, nyeri telan,

bibir pecah-pecah, mata silau bila kena cahaya (fotofobia) dan muntah. Pada hari ke 3

demam, timbul ruam kulit yang muncul dari wajah menjalar ke badan dan ekstremitas.

39

Page 40: Lapsus Morbili + KDS

Ruamnya berupa makulopapuler kemerahan yang khas. Saat pasien datang tidak ditemukan

koplik’s spot karena ruam sudah timbul akan tetapi gejala yang lain sangat mendukung

diagnosis morbili. Sedangkan diagnosis kejang demam sederhana ditegakkan karena pasien

mengalami kejang yang didahului oleh panas tinggi, serta kejangnya tidak berulang hanya 1

kali selama kurang dari 15 menit. Hal ini dapat diakibatkan karena sakit morbili

menyebabkan suhu tubuh menjadi tinggi, sehingga jika suhunya tidak segera diatasi dapat

menyebabkan kejang. Awalnya sebelum sakit berat badan pasien 14 kg, setelah sakit berat

badan pasien turun menjadi 13 kg, kemudian juga disertai muntah. Hal ini merupakan bukti

bahwa karena sakit yang diderita pasien ini menyebabkan dehidrasi.

Virus campak/morbili ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan

berbiak pada epitel nasofaring. Dalam anamnesa, orang tua pasien mengaku ada orang sekitar

yang sakit seperti ini, sehingga itu menjadi factor penguat untuk mendiagnosa. Kolonisasi

dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C : Coryza,

cough and conjungtivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Dalam kasus ini

didapatkan batuk, pilek akan tetapi tidak didapatkan konjungtivitis. Gejala panas, batuk, pilek

makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak

dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan(dalam kisaran

7sampai 18 hari). Pada morbili saat ruam timbul panas dan gejala lainnya meningkat dan

mencapai puncaknya akan tetapi dalam kasus ini orangtua pasien mengaku bahwa panas dan

batuknya tetap saat muncul ruam. Koplik’s spot tidak ditemukan karena saat pasien datang ke

rumah sakit ruamnya sudah muncul. Seharusnya Koplik’s spot muncul pada sekitar 2 hari

sebelum muncul ruam (hari ke 3-4) dan cepat menghilang setelah beberapa jam atau hari.

Pada kasus ini pasien diberikan terapi infus D5 1/2 NS 1150 cc/ 24 jam, inj. Sanmol

3x100 mg karena ada demam, injeksi diazem apabila kejang, dan Lapifed exp. 3x cth ½

karena ada batuk dan pilek, untuk stomatitisnya diberikan gliserin oles di bibir. Defisiensi

vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun, sehingga mudah terserang

infeksi. Defisiensi vitamin A pada anak-anak menyebabkan komplikasi pada campak yaitu

pembusukan kornea mata dan kebutaan. Oleh karena itu pada kasus ini pasien diberi terapi

vitamin A. Suplementasi vitamin A menurunkan morbiditas dan mortalitas campak akut pada

bayi dan anak di negara berkembang. Suplementasi vitamin A mengatur respon antibodi

terhadap campak dan meningkatkan total limfosit. Pada hari kedua, pasien menyatakan

pulang paksa dengan alasan anak tidak betah.

Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain

campak yang diisolasi. Pemberian imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan

40

Page 41: Lapsus Morbili + KDS

agen infeksi dan mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen

tersebut. Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa pernah

terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit yang paling berat

biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun.Pemberian imunisasi pada umur 8-9

bulan diprediksi dapat menimbulkan serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan

dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian. Dengan pemberian satu dosis vaksin

campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak

merupakan penyakit yang sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah

meskipun 85-90% anak sudah mempunyai imunitas. Hal ini menjelaskan mengapa pada

kasus ini walaupun pasien sudah diimunisasi masih saja terkena campak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmowandowo, W., danBasuki, P.S. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF

Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.

2. Hooker, E dan Bister, M. K. 2014. Measles (Rubeolla). Diunduh dari:

http://www.medicinenet.com/measles_rubeola/article.htm pada tanggal 5 Desember

2014.

3. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of

Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743

41

Page 42: Lapsus Morbili + KDS

4. Chatterjee, M. T. 2010. Measles mimicking HIV seroconversion syndrome: a case report.

Diunduh dari: http://www.jmedicalcasereports.com/content/4/1/41 pada tanggal 5

Desember 2014.

5. World Health Organization. 2014. Measles. Diunduh dari:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/ pada tanggal 7 Desember 2014.

6. Roespandi, H dan Nurhamzah, W. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

Jakarta: World Health Organization Indonesia.

7. Soetomenggolo, T.S., (1998), Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi, IDAI,

Jakarta.

8. Pusponegoro, H.D., Widodo, D.P., Ismael, S., (2006), Konsensus Penatalaksanaan

Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia,

Jakarta.

9. Wahab, A.S. 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta: EGC.

10. Wahab, A.S. 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2. Jakarta: EGC.

42