case kdk cindy

Upload: betaadrener

Post on 07-Mar-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kejang demam

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38C) akibat suatu proses ekstra kranial. Dalam praktek sehari-hari orang tua sering cemas bila anaknya mengalami kejang, karena setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak. Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 1,21,6:1.1Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari.

Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa. Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.2Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.3 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun, di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti.4BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama

: An. ANUmur

: 18 bulanJenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Candi Rawulan B31, Bekasi TimurAgama

: Islam

Suku

: Sunda

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada hari Selasa, tanggal 5 Januari 2016 di bangsal Melati RSUD Bekasi.

A. Keluhan Utama :

Kejang sejak 1 jam SMRS.B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD RSUD Bekasi pada tanggal 4 Januari 2016, diantar oleh orang tuanya dengan keluhan kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang dialami sebanyak tiga kali, pada pukul 17.00 WIB, pukul 19.00 WIB, dan pukul 24.00 WIB. Tiap kejang berlangsung selama 5 menit. Kejang terjadi pada seluruh tubuh. Saat kejang, tangan kanan dan kiri pasien mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar seperti orang menggigil, seluruh tubuh kaku, mata mendelik ke atas. Setelah kejang pasien langsung menangis. Pasien sadar sebelum, saat dan sesudah kejang.

Ibu pasien mengatakan pasien mengalami diare sejak 1 hari SMRS. Buang air besar cair sebanyak 4x sehari, warna kehijauan, ada ampas, tanpa disertai lendir dan darah. Menurut ibu pasien, pasien mengalami diare dikarenakan pasien meminum susu kadaluarsa 2 hari SMRS. Batuk, pilek, mual dan muntah disangkal. Ibu pasien mengatakan nafsu makan pasien berkurang semenjak 6 bulan yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan sebelum kejang pasien mengalami demam sejak 1 hari SMRS. Demam muncul tiba-tiba dan dirasakan naik turun. Pasien diberi obat penurun panas, namun demam hanya turun sebentar kemudian naik lagi. Setelah itu pasien mengalami kejang selama 5 menit. Suhu pasien saat itu adalah 38,7C. Dua jam kemudian, pasien kembali kejang selama 5 menit. Setelah kejang, pasien kembali diberikan obat penurun panas. Lima jam kemudian, pasien kembali kejang selama 5 menit. Setelah sadar, pasien langsung dibawa oleh orang tuanya ke UGD RSUD Bekasi.C. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami kejang yang didahului demam pada saat pasien berusia 1 tahun. Pada waktu itu, pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali. Kejang terjadi pada seluruh tubuh. Saat kejang tangan kanan dan kiri pasien mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar seperti orang menggigil, seluruh tubuh kaku, mata mendelik ke atas. Setelah kejang pasien langsung menangis. Pasien sadar sebelum, saat dan sesudah kejang. Kejang pertama terjadi selama 15 menit, kejang kedua terjadi selama 5 menit. Kemudian pasien dibawa ke RS Adam Thalib dan dirawat di PICU selama 2 hari.

PenyakitUmurPenyakitUmurPenyakitUmur

Alergi-Difteria-Jantung-

Cacingan-Diare-Ginjal-

DBD-Kejang1 tahunDarah-

Thypoid-Gastritis-Radang paru-

Otitis-Varicela-Saat berusia

3 tahun.Tuberkulosis-

Parotis-Operasi-Morbili-

D. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat kejang dalam keluarga. Tidak ada penyakit tertentu yang diderita oleh anggota keluarga pasien.

E. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :KEHAMILANMorbiditas kehamilanTidak ditemukan kelainan

Perawatan antenatalMelakukanpemeriksaanke

bidan, rutin tiap1 bulan sekali

KELAHIRANTempat kelahiranRumah bersalin

Penolong persalinanBidan

Cara persalinanSpontan

Masa gestasi9 bulan 4 hari

Keadaan bayiLangsung menangis.Apgar score tidak diketahui. Tidak ada kelainan bawaan.

F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan gigi I : usia 9 bulan (normal 5-9 bulan)

Mengangkat kepala : usia 2 bulan (normal 2 bulan)

Tengkurap

: usia 9 bulan (normal 3-4 bulan)

Duduk

: usia 1 tahun (normal 6 bulan)

Berdiri dengan pegangan : usia 16 bulan (normal 9-12 bulan)Berjalan

: belum bisa berjalan sendiriBerlari & melompat : belum bisa berlari dan melompatKesan

:riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien terhambatBerat badan

: 8,3 kg

Panjang badan

: 72 cmG. Riwayat Makanan :

ASI/PASIBuah/biscuitBubur susuNasi tim

0-2+/----

2-4+/----

4-6+/----

6-8+/-++-

8-10+/-+++

10-12+/-+++

12-14+/-+++

14-18-/++++

Kesan: Pasien mendapatkan ASI sampai umur 14 bulan, pasien mulai mengkonsumsi susu formula sejak berumur 14 bulan dan berhenti minum ASI.Ibu pasien mengatakan pasien makan 3x sehari, dengan porsi 1 mangkok kecil tiap kali makan dengan nasi, sayur, ikan, tahu, tempe, ayam, hati dan kadang-kadang daging, tetapi tidak selalu habis.

H. Riwayat Imunisasi :

VaksinDasarUlangan

BCG1 bln

DPT2 bln4 bln6 bln

POLIOLahir2 bln4 bln6 bln

CAMPAK9 bln

HEPATITIS BLahir1 bln6 bln

Kesan: Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap.I. Riwayat Keluarga :

Ayah IbuPasienKakak Pasien

NamaTn. NNy. AAn. ANAn. A

Perkawinan ke11--

Umur30 tahun24 tahun18 bulan3 tahun

KeadaanKesehatanSehatSehatSakitSehat

Kesan: Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama seperti pasien. Ibu dan ayah pasien tidak menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis dan asma.

J. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Pasien tinggal di rumah milik sendiri. Keadaan kebersihan lingkungan, ventilasi, dan pencahayaan di dalam rumah cukup baik. Sumber air bersih berasal dari PAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada An. AN pada hari Selasa, tanggal 5 Januari 2016 di bangsal Melati RSUD Kota Bekasi.

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

:

Suhu

: 36,5 C Nadi

: 112 x/ menit

RR

: 24 x/ menit

TD

: 110/70 mmHg

Data Antropometri :

Berat badan : 8,3 kg

Panjang badan : 72 cm

LLA

: 13 cm (normal 14,5 cm) Lingkar kepala: 42 cm (normal 47 cm) Umur

: 18 bulan

Status gizi :

BB/TB

: - 2 < SD < -3 (gizi kurang)

Kepala

:

Bentuk : normocephali

Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Mulut

: dalam batas normal Leher

: KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar, kaku kuduk (-) Thorax

:

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi :

Pulmo : suara napas vesikuler +/+, ronki =/=, wheezing -/-

Cor : bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -

Abdomen

:

Inspeksi : perut datar, distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), turgor kulit baik

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Ekstremitas

: akral hangat +/+, edema -/-, CRT 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.6Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.13.) Elektroensefalografi (EEG)Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.6Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi.14.) Pencitraan

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.68. DIAGNOSIS BANDING

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.39. PENATALAKSANAANTujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:1 Mencegah kejang demam berulang Mencegah status epilepsi Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

a. Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.6Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.6b. Pemberian obat pada saat demam

1. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.3,4,62. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.c. Pemberian Obat Rumat

1. Indikasi Pemberian obat Rumat

Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;

Kejang lama > 15 menit

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.

Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.62. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.610. PENGOBATAN PROFILAKSIS TERHADAP KEJANG DEMAM BERULANG

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu profilaksis intermittent pada waktu demam, profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.1Profilaksis intermittent pada waktu demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38C). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang. Penelitian menunjukkan bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5C atau lebih. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotoni.1Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap Hari

Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:1 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan neurologis. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari.1Pemberian fenobarbital 4 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 3050 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.1Millichap merekomendasikan beberapa hal dalam upaya mencegah dan menghadapi kejang demam:1 Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai penanganan demam dan kejang. Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5 mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital. Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang. Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian sebaiknya dibatasi sampai 6 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar fenoborbital dalam darah dipantau tiap 6 minggu 3 bulan, juga dipantau keadaan tingkah laku dan psikologis anak.11. EDUKASI PADA ORANG TUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembalid. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.5,6Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik.

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

b. Tetap bersama pasien selama kejang.

c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.612. VAKSINASI

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.6 Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.613. PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.6BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

SHAPE \* MERGEFORMAT

KETERANGAN :

1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6DAFTAR PUSTAKA1. Melda Deliana. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. Sep 2002. 4(2);59-62.2. Arif Mansjoer dkk. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2000.3. Behrem RE, Kliegman RM. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia. 1992.4. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. 2006.5. Hardiono D. Pusponegoro, dkk. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta. 2005.6. Staf Pengajar IKA FKUI. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta. 1985.KEJANG

1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau

BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg

2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

KEJANG

Diazepam rektal

( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG

Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)

(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG

Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB

Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG

Transfer ke Ruang Rawat Intensif

29