skenario 2 cindy

40
CINDY DWI PRIMASANTI 1102012046/A14 LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pendengaran LO 1.1 Makroskopik Telinga dibagi menjadi 3, yaitu : A. Telinga Luar Telinga luar terdiri atas auricular dan meatus acusticus externus. Auricula berfungsi mengumpulkan getaran udara. Terdiri atas lempeng tulang rawan elastic yang tipis ditutupi kulit. Auricula memilki otot intrinsik dan ektrinsik, yang disarafi n.facialis. Meatus acusticus externus adalah tabung berkelok yang terbenang antara auricular dan membrane tympani, berfungsi menghantar gelombang suara dari auricular ke membrane tympani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 2,5 cm. Daerah meatus yang paling sempit lebih kurang 5 mm dari membrane tympani dan bagian ini disebut isthmus. Gambar 1. Telinga luar Meatus dilapisi kulit dan sepertiga bagian luarnya memiliki rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen. Yang terakhir ini adalah modifikasi kelenjar keringat, yang mengahasilkan lilin coklat kekuning-kuningan. Rambut dan lilin ini merupakan sawar lengket yang mencegah masuknya benda-benda asing. B. Telinga Tengah (Cavum Tympani) Adalah ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi membrane mukosa. Didalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membrane tympani ke perilimf telinga dalam. Atas cavum tumpani dibentuk oleh lempeng lempeng tulang tipis, tegmen tympani yang merupakn bagian dari pars petropsa ossis temporalis. Memisahan cavum tympani dari meningens dan lobus temporalis. Gambar 2. Tulang telinga

Upload: cindy-dwi-primasanti

Post on 11-Feb-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

panca indra

TRANSCRIPT

cindy dwi primasanti1102012046/A14

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pendengaran

LO 1.1 Makroskopik

Telinga dibagi menjadi 3, yaitu :A. Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas auricular dan meatus acusticus externus. Auricula berfungsi mengumpulkan getaran udara. Terdiri atas lempeng tulang rawan elastic yang tipis ditutupi kulit. Auricula memilki otot intrinsik dan ektrinsik, yang disarafi n.facialis.

Meatus acusticus externus adalah tabung berkelok yang terbenang antara auricular dan membrane tympani, berfungsi menghantar gelombang suara dari auricular ke membrane tympani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 2,5 cm. Daerah meatus yang paling sempit lebih kurang 5 mm dari membrane tympani dan bagian ini disebut isthmus.

Gambar 1. Telinga luar

Meatus dilapisi kulit dan sepertiga bagian luarnya memiliki rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen. Yang terakhir ini adalah modifikasi kelenjar keringat, yang mengahasilkan lilin coklat kekuning-kuningan. Rambut dan lilin ini merupakan sawar lengket yang mencegah masuknya benda-benda asing.

B. Telinga Tengah (Cavum Tympani)Adalah ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi membrane mukosa.

Didalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membrane tympani ke perilimf telinga dalam. Atas cavum tumpani dibentuk oleh lempeng lempeng tulang tipis, tegmen tympani yang merupakn bagian dari pars petropsa ossis temporalis. Memisahan cavum tympani dari meningens dan lobus temporalis.

Gambar 2. Tulang telinga

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Dasar cavum tympani memisahkan cavum dari bulbus superior v.jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior memisahkan cavum dari a.carotis interna dan plexus sympathicus. Pada bagian atas terdapat dua saluran, menuju ke tuba auditiva dan saluran untuk m.tensor tympani. Bagian atas dinding posterior terdapat adtus ad antrum, dan dibawahnya terdapat pyramis, dan dipuncaknya keluar tendo m.stapedius.

Dinding lateral dibentuk oleh membran tympani. Membran tympani permukaannya konkaf ke lateral dan pada dasar sekungan terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang ditimbulkan oleh ujung manubrium mallei. Terdapat daerah segitiga kecil pada membrana tympani yaitu pars flacida dan bagian lainnya tegang disebut pars tensa. Membran tympani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersyarafi oleh n.auriculotemporalis dan cabang auricular n.X. Tuba Auditiva

Meluas dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga posteriornya adalah tulang, dan dua pertiga anteriornya tulang rawan. Berfungsi membuat seimbang tekanan udara dalam cavum tympani dengan nasopharynx.

C. Telinga Dalam (Labyrinthus) Labyrinthus osseus

* Vestibulum Merupakan bagian pusat, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semicircularis. Pada dinding lateral vestibulum didapatkan fenestra vestibule yang ditutupi oleh basis stapes dan lig.anularenya serta fenestra cochlea yang ditutupi oleh membran tympani secundaria. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus.

Gambar 3. Labirin Osseum

* Canalis semicircularis Dibagi menjadi 3 kanalis: Superior, posterior, dan leteralis. Tiap canalis melebar pada salah satu ujungnya yang disebut ampulla. Ketiganya bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipakai bersama oleh dua canalis. Didalam canalis terdapat ductus semicircularis.

Canalis semicircularis superior terletak vertical dan tegak lurus terhadap sumbu panjang os petrosus. Canalis posterior juga vertical, namun sejajar dengan sumbu panjang os petrosus. Canalis lateralis terletak horizontal, pada dinding medial aditus ada antrum.* Cochlea Bermuara pada bagian anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu tiang di pusat, yaitu modiolus, yang dikelilingi tabung tulang sebanyak dua setengah putaran. Setiap putaran berikutnya, memiliki radius yang makin kecil, sehingga bangunannya keseluruhannya berbentuk kerucut. Puncaknya menghadap ke anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial cavum tympani.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Labyrinthus membranaceus* Utriculus Adalah yang terbesar sari dua buah sakus yang ada. Mempunyai hubungan tidak langsung dengan sacculus dan duktus endoliymphatikus melalui duktus utrikulosakularis.* Sacculus Berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus. Ductus endolymphaticus setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis terus berlanjut dan berakhir dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus.

Utriculus dan sacculus terdapat reseptor sensoris khusus, yang peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain.

Gambar 4. Labirin membranasea

PerdarahanTelinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a.labirintin) yang bersal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a.basillaris. Setelah masuk meatus akustikus internus dibagi menjadi 3 :

1. a. vestibularis anterior memperdarahi : Makula utrikuli, macula sakuli, Krista ampularis, dan canalis semicircularis superior dan lateralis.

2. a. vestibulokoklearis memperdarahi : Makula sakuli, canalis semicircularis posterior, dan inferior dari utrikulus.

3. a. koklearis memperdarahi : modiolus (organ corti, skala vestibuli, dan skala tympani)Aliran vena pada telinga melalui 3 jalur :

1. Vena auditori interna2. Vena akuaduktus koklearis3. Vena akuaduktus vestibularis

PersarafanN. vestibularis mengembang membentuk ganglion vestibulare. Cabang-cabang saraf kemudian menembus ujung lateral meatus acusticus internus dan masuk ke dalam labyrinthus membranaceus, untuk memasok utriculus, sacculus, dan ampullae ductus semicircularis.N. cochlearis bercabang-cabang, masuk ke foramina pada basis modiolus. Ganglion sensoris saraf ini berbentuk ganglion spiral memanjang, terletak dalam canalis yang mengelilingi modiolus, pada basis lamina spiralis. Cabang-cabang perifer saraf ini berjalan dari ganglion ke organ corti.M. Tensor tympani depersarafi oleh n.trigeminus berfungsi secara reflex meredam getaran malleus lebih menegangkan membrana tympani.M. Stapedius dipersyarafi dari n.facialis, yang terletak di belakang pyramis. Fungsi adalah reflex meredam getaran stapes dengan menarik collumnya.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

LO 1.2 Mikroskopik

Telinga luar terdiri atas daun telinga (auricle/pinna), liang telinga luar (meatus accus-ticus externus) dan gendang telinga (membran timpani) Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter (sisa perkembangan), akan tetapi pada binatang yang lebih rendah yang mampu menggerakan daun telinganya, otot lurik ini lebih menonjol. Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang terbentang dari daun telinga melintasi tulang timpani hingga permukaan luar membran timpani. Bagian permukaannya mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh kulit yang mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat yang dikenal sebagai glandula seruminosa.. Sekret kelenjar sebacea bersama sekret kelenjar serumen merupakan komponen penyusun serumen.

Telinga Tengah Membran timfani terdiri dari bagian :

Pars flaccida (membran sharpnell) terdapat 2 lapis yaitu

Lapisan luar : lanjutan kulit liang telinga, epitel squamosa

Lapisan dalam: sel kubis bersilia

Pars tensa (lamina propia) terdapat 3 lapis :

Lapisan luar : lanjutan kulit liang telinga, epitel squamosa

Lapisan tengah : serat kolagen dan sedikit serat elastin

Lapisan dalam : sel kubus bersilia

Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofarings lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.Di bagian dalam rongga telinga tengah terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk

cindy dwi primasanti1102012046/A14

berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.

Telinga DalamLabirin bertulang atau labyrinthus osseus cochlearis berputar mengelilingi sumbu pusat tulang spongiosa disebut modiolus. Di dalam modiolus terdapat ganglion spirale, yang terdiri dari banyak aferen bipolar. Dendrit dari neuron bipolar ini menjulur dan menyarafi sel rambut yang terletak di aparatus pendengeran yaitu Organ Corti. Labirin bertulang telinga dalam dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis dan membran basilar. Kanal koklea dibagi menjadi skala timpani sebelah bawah dan skala vestibuli di atas. Skala timpani dan skala vestibuli berhubungan di apeks koklea melalui sebuah lubang kecil yaitu helicotrema. Membarana Reissner (vestibularis) memisahkan skala vestibuli dan skala media. Sel-sel sensorik untuk deteksi suara terletak di organ corti, yang terletak di atas membran basilar skala media. Membrana tectoria menutupi sel-sel di organum spirale.

ORGAN CORTI

Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat di organ Corti adalah 1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian basal yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher sempit dan agak melebar di bagian apeks.

2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana basilaris. Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang bagaian basal sel rambut luar yang mengandung serat-serat saraf aferen dan eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat dalam suatu ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan terowongan dalam.

4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs luar sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.

5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti

6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara sel falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah. Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.

Labyrinth Membranosa merupakan kantong-kantong dan saluran yang terdapat di dalam labyrinth osea, berisi cairan endolymph. Labyrinth membranosa terdiri dari labyrinth vestibularis dan labyrinth cochlearis. Labyrinth vestibularis terdiri dai dua kantong yaitu utriculus dan sacculus dan tiga buah ductus semicircularis. Pada dinding lateral utriculus terdpat penebalan horizontal berbentuk oval disebut macula utriculi. Pada dinding medial sacculus terdapat penebalan vertikal disebut macula sacculi. Ductus

semicircularis membranosa yang pangkalnya melebar disebut ampulla membranosa. Pada dasra masing-masing ampulla terdapat crista ampullaris berupa penebalan transversal.

Aparatus Vestibular :Terdiri dari utikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Organ-organ yang sensitif ini berespons terhadap percepatan linier atau angular atau gerkan

kepala. Input sensorik dari aparatus vestibular melalui jalur persarafan mengaktifkan otot-otot rangka tertentu untuk mengoreksi keseimbangan, dan mengembalikan tubuh ke posisi yang normal.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran

PendengaranProses pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.

Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun, perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap perubahan cairan yang lebih besar.

Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan, loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran , semakin

tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus per detik.

o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran, semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan dinyatan dalam desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar –ambang pendengaran-. Karena hubungan yang bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.

o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar.

Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi getaran cairan di telinga dalam.

Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap berkurangnya energi suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.

Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus (saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit,

cindy dwi primasanti1102012046/A14

mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke slauran telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secra parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.

Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu perambatan gelombang suara.

Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap partikel-partikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat menumpuk atau mencederai membrana timpani dan menggangu pendengaran.

Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.

Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga terpajan ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam gendang telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke faring. Tuba eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan gerakan menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan tekanan udara di dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan di kedua sisi membran setara.

Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu pesawat lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri karena tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah. Membuka tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi membrana timpani seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan gendang telinga kembali ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-kadang menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran suara melintasi telinga tengah.

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula.

Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan koklea.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan tulang-tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga dalam untuk melindungi perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan demekian, refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang berkepankangan, bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan.

Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang

tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam:

1. Perubahan posisi jendela bundar2. Defleksi membran basilaris. Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas,

kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes beregerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan tekanan.

Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil “jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar masuk bergantian.

Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbeanam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial.

Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.

Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Gambar 9. Transmisi gelombang suara

Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar, diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.

Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang menyempit dan kaku di ujung helikotremanya.

Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di titik-titik tertentu sepanjang membrana. Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di sepanjang membrana basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.

Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nadaNeuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari koklea

melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan pendangaran untuk kewaspadaan. Talamus menyortir dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal pendengaran dari kedua telinga dislaurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-sertanya bersilangan secara parsial di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran tidak mengganggu pendengaran di kedua telinga.

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendngarab yang akan mengamfikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Energi getar yang telah diampfikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perlimfa pada skala vestibuli brgerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi streosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan meenimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu lanjutkan ke ukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Keseimbangan

Gambar 10. Aparatus vestibularisApratus vestibularis mendeteksi posisi dan gerakan kepala,serta penting untuk keseimbangan

dan koordinasi gerakan kepala,mata, dan tubuh.Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga dalam memiliki komponen

khusus lain,yakni aparatus vestibularis, yang memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh. Paratus vestibularis terdiri dari dua struktur yang teretak dalam tulang temporalis di dekat koklea,yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit yang mencakup utrikulus dan sakulus.

Kanalis samisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional kepala. Tiap-tiap telinga memiliki tiga kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidang-bidang yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut di tiap kanalis terletak pada ampula dan terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa yang d sebut dengan kupula, yang menonjol dalam endolimfe di dalam ampula. Kupula akan bergoyang sesuai arah gerakan cairan.

Akselerasi atau deselarisasi selama rotasi kepala selama gerakan kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe. Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang dan sel rambut yang terbenam dalam kupula mengikuti gerakan kepala. Namun, caoran di dalam kanalis yang tidak melekat ke tengkorak, mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah gerakan rotasi tetapi tertinggal di belakang karena adanya inersia. Ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala. Gerakan ini mengakibatkan kupula condong ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala, membengkokkan rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Apabila gerakan kepala berlanjut dengan arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak mereka.

Sel-sel rambut dalam aparatus vestibularis akan membentuk sinaps zat perantara kimiawi dengan ujung-ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibularis yang lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan saraf auditorius dari koklea untuk membentuk saraf vestibulokoklearis. Depolarisasi sel-sel rambut meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di serat-serat aferen.

Organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan linear. Utrikulus dan sakulus adalah organ yang terletak di dalam

cindy dwi primasanti1102012046/A14

rongga tulang yang terletak di anatarakanalis semisirkularis dan koklea. Sel-sel rambut dalam organ ini juga tertanam dalam jaringan gelatinosa yang disebut dengan membarana otolit. Ketika seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut dalam utrikulus berorientasi secara vertikal dan disakulus berorientasi secara horizontal.

Tuli atau hilangnya pendengaran diklasifikasikan menjadi dua , yaitu :

Tuli hantaran atau konduktifTuli hantaran terjadi jika grlombang suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui telinga bagian luar dan bagian tengah untuk menggetarakan cairan bagian dalam. Kemungkinan penyebabnya adalah penyumbatan fisik saluran telinga oleh serumen, pecahnya gendang telinga, infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan, atau restriksi gerakan osikulus akibat perlekatan tulang antar stapes dan oval window.

Tuli sensorineural atau perseptifPada tuli sensorinueral gelombang suara di hantarkan ke tilnga bagian dalam, tetapi tidak diterjamahkan menjadi sinyal saraf yang dapat diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Defeknya dapat terletak di organ corti atau nervus auditorius atau di jalur auditorius ascendens atau korteks auditorius. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising.Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut.Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran.

Derajat ketulian ISO:0-25 dB : normal>25-40 dB : tuli ringan>40-55 dB : tuli sedang>55-70 dB : tuli sedang berat>70-90 dB : tuli berat>90 dB : tuli sangat berat

LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut

LO 3.1 Definisi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).

LO 3.2 Epidemiologi

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara diantara anak-anak Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut (OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak mengalami episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari umur 12 bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan OMA rekuren. Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anak- anak Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1% (Chole dan Nason, 2009). Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007). Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.

LO 3.3 Etiologi

1. Bakteri Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak.

2. Virus Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus.

Faktor Risiko 1. Intrinsic Predisposisi genetic Usia Bayi dan anak lebih mudah mengalami OM karena tuba eustachius pendek, lebar dan agak

horizontal. Jenis kelamin : laki-laki>perempuan Ras tertentu : kulit putih Amerika dan Kanada, suku Aborigin Australia lebih rentan daripada Afrika-

Amerika. Kelainan anatomi :

cindy dwi primasanti1102012046/A14

- Palatoskisis : insersio tensor veli palatine di palatum mole tidak ada sehingga sulit membuka tuba dengan adekuat saat proses mengunyah.

- Kelainan kraniofasial lain- Sindrom Down

Kelainan system imun :- Imaturitas imun- Alergi : alergi inhalasi berpengaruh besar, terutama pada anak (5-80% kasus)

a. Alergi → degranulasi sel mast → kenaikan permeabilitas vascular → aliran darah bertambah → produksi mucus meningkat → obstruksi nasal

b. Alergi meluas dari nasal anterior ke nasofaring → edema tuba, perbedaan tekanan, transudasi → obstruksi nasal

Immunokompromais : tumor ganas, AIDS, terapi imunosupresif, defisiensi immunoglobulin.

2. Ekstrinsik Kurang/tidak memperoleh ASI Riwayat ISPA → semakin sering infeksi berulang, semakin mudah terjadi OM Penyakit hidung dan/atau sinus Kunjungan rutin ke pusat layanan kesehatan → meningkatkan risiko pajanan pathogen. Pajanan asap rokok → mengganggu bersihan mukosilier → risiko infeksi naik

LO 3.4 Klasifikasi

Berdasarkan durasi waktu, proses pada otitis media dibedakan menjadi:

Akut : 0-3 minggu Subakut : 3-12 minggu Kronik : >12 minggu

LO 3.5 Patofisiologi

Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring

Otitis media rekurenOtitis

media rekuren

Otitis media

rekuren

Otitis media serosa kronik

Otitis media serosa

subakut

Otitis media serosa akut

Otitis media akut

Otitis media supuratif

kronik

Otitis media supuratif subakut

Otitis media akut

Otitis media nonsupuratifOtitis media supuratif

Otitis media

cindy dwi primasanti1102012046/A14

dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007). Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

cindy dwi primasanti1102012046/A14

LO 3.6 Manifestasi Klinis

membrane tymphani normal

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

3. Stadium Supurasi Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien

cindy dwi primasanti1102012046/A14

selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.

Membran Timpani Bulging dengan Pus PurulenStadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

4. Stadium Perforasi Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.

5. Stadium Resolusi Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium

cindy dwi primasanti1102012046/A14

supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang (Djaafar, 2007).

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C rektal (Titisari, 2005).

LO 3.7 Diagnosis

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut)2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah.

Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda berikut:a. Mengembangnya gendang telingab. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telingac. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telingad. Cairan yang keluar dari telinga

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut :

a. Kemerahan pada gendang telingab. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah serta rewel. Namun gejala-gejala ini tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas keadaan gendang telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan kuning dan suram serta adanya cairan berwarna kekuningan di liang telinga.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic (alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa.

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotic atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dipertimbangkan:- Darah perifer lengkap : leukositosis pada OM berat- Kultur darah : bacteremia pada saat demam tinggi- Kultur secret telinga : mengetahui bakteri etiologi- Pemeriksaan kadar immunoglobulin jika diperlukan

PEMERIKSAAN TELINGAAlat-alat :- Lampu kepala- Corong telinga- Otoskop- Pelilit kapas- Pengait serumen- Pinset telinga- Garputala

Cara umum Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit dari

kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane tympani. Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga, apakah terdapat tanda peradanagn atau sikatriks bekas operasi. Daun telinga ditarik ketas dan kebelkanag sehingga liang telinga menjadi lebih lurus dan akan

mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane tympani. Untuk lebih jelas pakailah otoskop. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga

kanan dan sebaliknya. Untuk stabil, jari kelingking diletakkan pada pipi pasien. Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka harus dikeluarkan.

Jenis-jenis Tes Pendengaran

1. Tes berbisikSyarat: - Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft board” / gorden)

serta ada ajarak sepanjang 6 meter-  Penderita (yang diperiksa) :

Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir. Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa. Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin).

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan- Pemeriksa

Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita, biasanya kata-

kata benda yang ada di sekeliling kita.Pemeriksaan :Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu jarak pendengaran

Hasil tes :Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif (jenis ketulian)

Pemeriksaan audiometri

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.Definisi Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.

KUANTITATIF KUALITATIFFUNGSI PENDENGARAN

SUARA BISIK

Normal 6 m TULI SENSORINEURALSukar mendengar huruf desis (frekuensi tinggi), seperti huruf s – sy – cTULI KONDUKTIFSukar mendengar huruf lunak (frekuensi rendah), seperti huruf m – n – w

Dalam batas normal 5 mTuli ringan 4 mTuli sedang 3 - 2 mTuli berat ≤ 1m

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :- Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan dalam Desibel

Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal>15-25 Kehilangan pendengaran kecil>25-40 Kehilangan pendengaran ringan>40-55 Kehilangan pendengaran sedang>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat>70-90 Kehilangan pendengaran berat>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

- Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur.

Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.

Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :

o Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).

o Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.

Kriteria orang tuli : o Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dBo Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dBo Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dBo Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.

Tujuan - Mediagnostik penyakit telinga- Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain

validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).

- Skrinig anak balita dan SD- Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

Tes Penala

Test Rinne

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :- Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum

mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya

- Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne : - Normal : tes rinne positif - Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)- Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :o Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala. o posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)o Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru

telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

Test Weber

Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi

cindy dwi primasanti1102012046/A14

lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi:- Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut

normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.- Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:o Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.o Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.o Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan.o Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah kanan.o Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

Test SwabachTujuannya untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa

(normal) dengan probandus.Dasar gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale

Cara kerjanya yaitu penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach DiagnosisPositif

Negatif

Positif

Tidak ada lateralisasi

Lateralisasi ke telinga yang sakit

Lateralisasi ke telinga yang sehat

Sama dengan pemeriksa

Memanjang

Memendek

Normal

Tuli konduktif

Tuli sensorineural

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif

LO 3.8 Diagnosis Banding

cindy dwi primasanti1102012046/A14

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

Table 2.2. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan Efusi

LO 3.9 Tatalaksana

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik. Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik. Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis. Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Menurut American Academy of Pediatrics (2004) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Menurut

American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniaeTerdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.

1. Miringotomi Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.

2. Timpanosintesis Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.

3. Adenoidektomi

Usia Diagnosis pasti (certain) Diagnosis meragukan (uncertain)

Kurang dari 6 bulan Antibiotik Antibiotik 6 bulan sampai 2 tahun Antibiotik Antibiotik jika gejala berat,

observasi jika gejala ringan 2 tahun ke atas Antibiotik jika gejala berat,

observasi jika gejala ringan Observasi

cindy dwi primasanti1102012046/A14

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

LO 3.10 Komplikasi

KomplikasiSebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal

sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut , paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

LO 3.11 Prognosis

Prognosis otitis media akut adalah dubiaat bonam, biasanya gejala membaikdalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3hari dengan pengobatan yang adekuat.

LO 3.12 Pencegahan dan Deteksi Dini serta Promosi Kesehatan

PencegahanTerdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-

anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain (Kerschner, 2007).

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Telinga dan Pendengaran sesuai Syariat Islam

Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'âla berfirman: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. al-Isra': 36). Betapa banyak manusia di zaman sekarang ini yang tidak mau menjaga pendengarannya, sehingga ia gunakan pendengaran tersebut kepada hal yang haram, seperti mendengarkan musik, nyanyian yang mengumbar dan membangkitkan syahwat. Dan betapa banyak diantara manusia yang tidak mau menjaga penglihatan-penglihatannya, sehingga ia gunakan kepada melihat yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'âla. Lidah wajib dijaga dengan berkata benar, kalau tidak hendaklah diam, karena salah satu sebab terbesar yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam api neraka adalah karena tidak mau memelihara lidah mereka. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang bisa menjaga yang terletak antara dua jenggot maka dia akan masuk syorga" (HR. al-Hakim yang dishahihkan oleh Imam adz-Dzahabi)

Jaga telinga atau indera pendengaran kita dari mendengar suara atau perkataan yang tidak berguna. Tutup telinga kita dari kabar-kabar burung, kalimat-kalimat ghibah, perkataan fitnah, atau musik dan lagu yang syairnya bisa membawa mudharat, serta menjauhkan hati dari mengingat Allah. Gunakan anugerah pendengaran kita untuk menyimak lantunan ayat suci Al Qur'an, mendengarkan taushiyah ulama faqih serta perkataan orang-orang shalih. Insya Allah, ilmu kita akan bertambah, amal shalih akan meningkat, dan Allah akan menghiasi jiwa kita dengan hikmah- diri kita dengan akhlaqul karimah.