sk 2 cindy emergency

23
CINDY DWI PRIMASANTI 1102012046/A1 LI . 1 Memahami dan Menjelaskan Cedera Cranial Cerebral LO 1.1 Definisi trauma kepala. Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland- Brown, Thomas, 2006). LO 1.2 Etiologi trauma kepala. Trauma kepala oleh karena kekerasan tumpul Trauma kepala oleh karena kekerasan tajam Trauma kepala akibat tembakan Trauma kepala oleh karena gerakan mendadak LO 1.3 Klasifikasi trauma kepala. Berdasarkan mekanisme terjadinya : a. Cedera kepala tumpul Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak di dalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak. b. Cedera tembus Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. Berdasarkan morfologi cedera kepala: a. Luka pada kepala: Laserasi kulit kepala Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak. Luka memar (kontusio) Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimanapembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Abrasi

Upload: cindy-dwi-primasanti

Post on 03-Feb-2016

241 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

yarsi

TRANSCRIPT

Page 1: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

LI . 1 Memahami dan Menjelaskan Cedera Cranial Cerebral

LO 1.1 Definisi trauma kepala.Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa

struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

LO 1.2 Etiologi trauma kepala. Trauma kepala oleh karena kekerasan tumpul Trauma kepala oleh karena kekerasan tajam Trauma kepala akibat tembakan Trauma kepala oleh karena gerakan mendadak

LO 1.3 Klasifikasi trauma kepala.Berdasarkan mekanisme terjadinya :a. Cedera kepala tumpul

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak di dalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.

b. Cedera tembusCedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.

Berdasarkan morfologi cedera kepala:a. Luka pada kepala:

Laserasi kulit kepalaDiantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

Luka memar (kontusio)Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimanapembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan.

Abrasi Luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.

Avulsi Apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas, tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan.

b. Fraktur tulang kepala Fraktur linier

Fraktur dengan bentuk garis tunggal. Fraktur linier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fraktur yang masuk ke dalam rongga intrakranial.

Fraktur diastasisJenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.

Fraktur kominutifJenis fraktur tulang kepala yang memiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.

Page 2: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Fraktur impresiFraktur ini terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala. Dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada durameter dan jaringan otak.

Fraktur basis craniiBerdasarkan tingkat keparahan :Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain Injury yaitu :

LO 1.4 Patofisiologi trauma kepala.Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan

otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio “countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup (Mardjono dan Sidharta, 2008). Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup) (Hickey, 2003 dalam Israr dkk,2009).

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel.

LO 1.5 Manifestasi trauma kepala.Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan:

Page 3: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. Mual atau dan muntah. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. Perubahan keperibadian diri. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat: Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau

meningkat. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal

ekstrimitas.

LO 1.6 Diagnosis trauma kepala.Pemeriksaan kesadaran

Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi:• GCS 13-15 : cedera kepala ringan• GCS 9-12 : cedera kepala sedang• GCS 3-8 : pasien koma dan cedera kepala berat.

a. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, tensi, nadi, pola dan frekuensi respirasi, pupil

(besar, bentuk dan reaksi cahaya), defisit fokal serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil pemeriksaan dicatat dan dilakukan pemantauan ketat pada hari-hari pertama. Bila terdapat perburukan salah satu komponen, penyebabnya dicari dan segera diatasi.b. Pemeriksaan Penunjang X-ray tengkorak

Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena CT scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada ( State of Colorado Department ofLabor and Employment, 2006).

CT-scanPemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi di batang otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur tersebut dengan tulang di sekitarnya.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan CT Scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik (Wilberger dkk., 1983 dalam Sastrodiningrat, 2007).

Page 4: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi Cedera Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala ringan sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih berat, pada pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan substantia alba. Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini dapat menolong menjelaskan berlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera kepala ringan ( Cecil dkk, 1998 dalam Sastrodiningrat, 2007 ).LO 1.7 Tatalaksana trauma kepala.

Terapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan untuk:1. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah kemungkinan terjadinya tekanan

tinggi intrakranial 2. Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik)3. Minimalisasi kerusakan sekunder4. Mengobati simptom akibat trauma otak5. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi (antikonvulsan dan

antibiotik)Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus:1. Cedera kranioserebral tertutup

• Fraktur impresi (depressed fracture)• Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume perdarahan lebih dari

30mL/44mL dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm serta ada perburukan kondisi pasien

• Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) dengan pendorongan garis tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/obliterasi sisterna basalis

• Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan neurologik atau herniasi

2. Pada cedera kranioserebral terbuka• Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multipel, durameter

yang robek disertai laserasi otak• Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari• Pneumoencephali• Corpus alienum• Luka tembak

Tatalaksana pasien dalam keadaan sadar (SKG=15) Simple Head Injury (SHI)

Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama sekali dan tidak ada defisit neurologik, dan tidakada muntah. Tindakan hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi.Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segeradibawa kembali ke rumah sakit.

Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami cedera kranioserebral ringan (CKR).

Tatalaksana pasien dengan penurunan kesadaran Cedera kepala ringan (SKG = 13-15)

Dilakukan pemeriksaan fi sik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di

Page 5: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan.

Cedera kepala sedang (SKG = 9-13)Urutan tindakan:a. Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi

(Circulation)b. Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai

fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan

c. Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnyad. CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakraniale. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainnya.

Cedera kepala berat (SKG 3-8)Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebralsedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU.

Tindakan di ruang unit gawat darurat :1. Resusitasi dengan tindakan A = Airway, B = Breathing dan C = Circulationa. Jalan napas (Airway)Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi.Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah,lendir atau gigi palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi muntahan.b. Pernapasan (Breathing)Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernapasan yang ditandai dengan pola pernapasan Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, atau infeksi.Tata laksana:

• Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten• Cari dan atasi faktor penyebab• Kalau perlu pakai ventilator

c. Sirkulasi (Circulation)Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan darah sistolik <90 mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja sudah dapat meningkatkan risiko kematian dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung/ pneumotoraks, atau syok septik. Tata laksananya dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan cairan isotonik NaCl 0,9%.

LO 1.8 Komplikasi trauma kepala.a. KejangKejang yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early seizure, dan yang terjadi setelahnya disebut late seizure. Early seizure terjadi pada kondisi risiko tinggi, yaitu ada fraktur impresi, hematoma intrakranial, kontusio di daerah korteks; diberi profilaksis fenitoin dengan dosis 3x100 mg/hari selama 7-10 hari.b. Infeksi

Page 6: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi infeksi, seperti pada fraktur tulang terbuka, luka luar, fraktur basis kranii. Pemberian profilaksis antibiotik ini masih kontroversial. Bila ada kecurigaan infeksi meningeal, diberikan antibiotik dengan dosis meningitis.c. GastrointestinalPada pasien cedera kranio-serebral terutama yang berat sering ditemukan gastritis erosi dan lesi gastroduodenal lain, 10-14% di antaranya akan berdarah. Kelainan tukak stres ini merupakan kelainan mukosa akut saluran cerna bagian atas karena berbagai kelainan patologik atau stresor yang dapat disebabkan oleh cedera kranioserebal. Umumnya tukak stres terjadi karena hiperasiditas. Keadaan ini dicegah dengan pemberian antasida 3x1 tablet peroral atau H2 receptor blockers (simetidin, ranitidin, atau famotidin) dengan dosis 3x1 ampul IV selama 5 hari.

LI . 2 Memahami dan Menjelaskan Macam Perdarahan Intracranial akibat Trauma dan Membuat Diagnosis Banding

1. SubduralDefinisiPerdarahan subdural ialah perdarahan yang terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan subdural dapat berasal dari:1.Ruptur vena jembatan ( "Bridging vein") yaitu vena yang berjalan dari ruangan subaraknoid atau

korteks serebri melintasi ruangan subdural dan bermuara di dalam sinus venosus dura mater.2. Robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau araknoid

Gambar CT SCAN Subdural hematom

Page 7: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Etiologi1. Trauma kepala.2. Malformasi arteriovenosa.

1. Diskrasia darah.2. Terapi antikoagulan

Klasifikasi1.Perdarahan akut Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma.Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening tomografinya, didapatkan lesi hiperdens. 2. Perdarahan sub akut Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens.Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin. 3. Perdarahan kronik Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati hati karena hematoma ini lama kelamaan bisamenjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma , pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens

PatofisiologiVena cortical menuju dura atau sinus dural pecah dan mengalami memar atau laserasi, adalah lokasi umum terjadinya perdarahan. Hal ini sangat berhubungan dengan comtusio serebral dan oedem otak. CT Scan menunjukkan effect massa dan pergeseran garis tengah dalam exsess dari ketebalan hematom yamg berhubungan dengan trauma otak.

Gejala klinisGejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penutunan kesadaran. Kebanyakan kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat deperti kasus cedera neuronal primer, kecuali bila ada effek massa atau lesi lainnya.Gejala yang timbul tidak khas dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti : sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya.kadang kala yang riwayat traumanya tidak jelas, sering diduga tumor otak.

Page 8: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

TerapiTindakan terapi pada kasus kasus ini adalah kraniotomi evakuasi hematom secepatnya dengan irigasi via burr-hole. Khusus pada penderita hematom subdural kronis usia tua dimana biasanya mempunyai kapsul hematom yang tebal dan jaringan otaknya sudah mengalami atrofi, biasanya lebih dianjurkan untuk melakukan operasi kraniotomi (diandingkan dengan burr-hole saja).

Komplikasi Dan OutcomeSubdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :1. Hemiparese/hemiplegia.2. Disfasia/afasia3. Epilepsi.

4. Hidrosepalus.5. Subdural empiema

Sedangaka outcome untuk subdural hematom adalah :1. Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar 75%-85%2. Pada sub dural hematom kronis :

- Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar 50%-80%.- Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar 20%-50%.

2. EpiduralDefinisiHematom epidural merupakan pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater ( dikenal dengan istilah hematom ekstradural ). Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens ( a. Meningea media ). Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 8% - 95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara). Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi.(1,3,5)

Gambar CT SCAN Epidural hematom

EtiologiKausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi : (5)

1. Trauma kepala2. Sobekan a/v meningea mediana3. Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum4. Ruptur v diplorica

Page 9: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95 % kasus, sedang sisanya ( 9 % ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara.(1,3)

Hematom jenis ini yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi, umumnya disebabkan oleh laserasi sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal atau tulang sfenoid.(1,3)

KlasifikasiBerdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi (1,3)1. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma2. Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam – 7 hari3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7

PatofisiologiHematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah meningeal tengah cedera ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal.

Gejala klinisGejala klinis hematom epidural terdiri dari tria gejala;1. Interval lusid (interval bebas)

Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera.Sakit kepala yang sangat sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan biasanya progresif bila terdapat interval lucid.Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal dari arteri.

2. HemiparesisGangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral peduncle pada permukaan tentorial.

3. Anisokor pupilYaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.

TerapiHematom epidural adalah tindakan pembedahan untuk evakuasi secepat mungkin, dekompresi jaringan otak di bawahnya dan mengatasi sumber perdarahan.Biasanya pasca operasi dipasang drainase selama 2 x 24 jam untuk menghindari terjadinya pengumpulan darah yamg baru.

Page 10: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

- Trepanasi –kraniotomi, evakuasi hematom- Kraniotomi-evakuasi hematom

Komplikasi Dan OutcomeHematom epidural dapat memberikan komplikasi :

1.Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun tampilan ntra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intrakranial

2.Kompresi batang otak – meninggal

Sedangkan outcome pada hematom epidural yaitu :1. Mortalitas 20% -30%2. Sembuh dengan defisit neurologik 5% - 10%3. Sembuh tanpa defisit neurologik4. Hidup dalam kondisi status vegetatif

3. IntracerebralINTRASEREBRAL HEMATOMDefinisiAdalah perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Hematom intraserbral pasca traumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darahintraparenkimal otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera.Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 mldalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial /bercak).

Gambar CT SCAN Intraserebral hematom

Page 11: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

EtiologiIntraserebral hematom dapat disebabkan oleh :1. Trauma kepala.2. Hipertensi.3. Malformasi arteriovenosa.4. Aneurisme5. Terapi antikoagulan6. Diskrasia darah

KlasifikasiKlasifikasi intraserebral hematom menurut letaknya ;1. Hematom supra tentoral.2. Hematom serbeller.3. Hematom pons-batang otak

PatofisiologiHematom intraserebral biasanta 80%-90% berlokasi di frontotemporal atau di daerah ganglia basalis, dan kerap disertai dengan lesi neuronal primer lainnya serta fraktur kalvaria.

Gejala klinis.Klinis penderita tidak begitu khas dan sering (30%-50%) tetap sadar, mirip dengan hematom ekstra aksial lainnya. Manifestasi klinis pada puncaknya tampak setelah 2-4 hari pasca cedera, namun dengan adanya scan computer tomografi otakdiagnosanya dapat ditegakkan lebih cepat.

Kriteria diagnosis hematom supra tentorial nyeri kepala mendadak penurunan tingkat kesadaran dalam waktu 24-48 jam. Tanda fokal yang mungkin terjadi ;

- Hemiparesis / hemiplegi.- Hemisensorik.- Hemi anopsia homonim- Parese nervus III.

Kriteria diagnosis hematom serebeller ; Nyeri kepala akut. Penurunan kesadaran. Ataksia Tanda tanda peninggian tekanan intrakranial.

Kriteria diagnosis hematom pons batang otak: Penurunan kesadaran koma. Tetraparesa Respirasi irreguler Pupil pint point Pireksia Gerakan mata diskonjugat.

Page 12: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

TerapiUntuk hemmoragi kecil treatmentnya adalah observatif dan supportif. Tekanan darah harus diawasi. Hipertensi dapat memacu timbulnya hemmoragi. Intra cerebral hematom yang luas dapat ditreatment dengan hiperventilasi, manitol dan steroid dengan monitorong tekanan intrakranial sebagai uasaha untuk menghindari pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk hematom masif yang luas dan pasien dengan kekacauan neurologis atau adanya elevasi tekanan intrakranial karena terapi medisKonservatif

Bila perdarahan lebih dari 30 cc supratentorial Bila perdarahan kurang dari 15 cc celebeller Bila perdarahan pons batang otak.

PembedahanKraniotomi

- Bila perdarahan supratentorial lebih dari 30 cc dengan effek massa- Bila perdarahan cerebeller lebih dari 15 cc dengan effek massa

Komplikasi Dan OutcomeIntraserebral hematom dapat memberikan komplikasi berupa;

1. Oedem serebri, pembengkakan otak2. Kompresi batang otak, meninggal

Sedangkan outcome intraserebral hematom dapat berupa :1. Mortalitas 20%-30%2. Sembuh tanpa defisit neurologis1. Sembuh denga defisit neurologis

LI . 3 Memahami dan Menjelaskan Fraktur Basis Cranii

Definisi fraktur basis cranii.Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung

pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita). Dalam beberapa studi telah terbukti fraktur basis cranii dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme termaksud ruda paksa akibat fraktur maksilofacial, ruda paksa dari arah lateral cranial dan dari arah kubah cranial, atau karena beban inersia oleh kepala.K lasifikasi fraktur basis cranii.

Fraktur TemporalDijumpai pada 75% dari semua fraktur basis cranii. Terdapat 3 suptipe dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian squamousa pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dan tegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior atau posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada fossa cranii media dekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells. Fraktur longitudinal merupakan yang paling umum dari tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal dimulai dari foramen magnum dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari kedua frakturlongitudinal dan transversal.

fraktur condylar occipital,

Page 13: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Adalah hasil dari trauma tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial, lateral bending, atau cedera rotational pada pada ligamentum Alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi dan mekanisme cedera. Klasifikasi alternative membagi fraktur ini menjadi displaced dan stable, yaitu, dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe I fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi dari kondilus oksipital. Ini merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang dihasilkan dari pukulan langsung meskipun fraktur basioccipital lebih luas, fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligament alar dan membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah cedera avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini berpotensi menjadi fraktur tidak stabil.

Fraktur clivusDigambarkan sebagai akibat ruda paksa energi tinggi dalam kecelakaan kendaraann bermotor. Longitudinal, transversal, dan tipe oblique telah dideskripsikan dalam literatur. Fraktur longitudinal memiliki prognosis terburuk, terutama bila melibatkan sistem vertebrobasilar. Defisit pada nervus cranial VI dan VII biasanya dijumpai pada fraktur tipe ini.

Jenis – jenis fraktur tulang tengkorak :Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvarium (atap tengkorak), disebut Fraktur Calvarium dan fraktur pada basis cranium (dasar tengkorak), disebut Fraktur Basis Cranium.

a. Fraktur Calvarium.Beberapa contoh fraktur calvarium

Fraktur LiniairBila fraktur merupakan sebuah garis (celah) saja. Fraktur liniair yang berbahaya ialah fraktur yang melintas os temporal; pada os temporal terdapat alur yang dilalui Arteri Meningia Media. Bila fraktur memutuskan Arteri Meningia Media maka akan terjadi perdarahan hebat yang akan terkumpul di ruang diantara dura mater dan tulang tengkorak , disebut perdarahan epidural.

Fraktur Berbentuk Bintang (Stellate Fracture)Bila fraktur berpusat pada satu tempat dan garis – garis frakturnya nya menyebar secara radial.

Fraktur ImpressiePada fraktur impressie ,fragment-fragment fraktur melekuk kedalam dan menekan jaringan otak. Fraktur bentuk ini dapat merobek dura mater dan jaringan otak di bawahnya dan dapat menimbulkan prolapsus cerebri (jaringan otak keluar dari robekan duramater dan celah fraktur) dan terjadi perdarahan.

b. Fraktur basis tengkorak Fraktur atap orbita

Fraktur akan merobek dura mater dan arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal (LCS) bersama darah keluar melalui celah fraktur masuk ke rongga orbita ; dari luar disekitar mata tampak kelopak mata berwarna kebiru biruan . Bila satu mata disebut Monocle Hematoma, bila dua mata disebut Brill Hematoma / Raccoon’s eyes

Fraktur melintas Lamina CribrosaFraktur akan menyebabkan rusaknya serabut serabut saraf penciuman ( Nervus Olfactorius) sehinggan dapat terjadi gangguan penciuman mulai berkurangnya penciuman (hyposmia) sampai hilangnya penciuman (anosmia). Fraktur juga merobek dura mater dan arachnoid sehingga LCS bercampur darah akan keluar dari rongga hidung (Rhinorrhoea)

Fraktur Fossa Media• Fraktur Os Petrossum

Page 14: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Puncak (Apex ) os petrosum sangat rapuh sehingga LCS dan darah masuk kedalam rongga telinga tengah dan memecahkan Membrana Tympani; dari telinga keluar LCS bercampur darah (Otorrhoea).

• Fraktur Sella TursicaDi atas sella tursica terdapat kelenjar Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars anterior dan pars posterior (Neuro Hypophyse). Pada fraktur sella tursica yg biasa terganggu adalah pars posterior sehingga terjadi gangguan sekresi ADH (Anti Diuretic Hormone) yang menyebabkan Diabetes Insipidus.

• Sinus Cavernosus Syndrome.Syndrome ini adalah akibat fraktur basis tengkorak di fossa media yang memecahkan Arteri Carotis Interna yang berada di dalam Sinus Cavernosus sehingga terjadi hubungan langsung arteri – vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari Arteri Carotis Interna dan Sinus Cavernsus –> Carotid – Cavernous Fistula).Mata tampak akan membengkak dan menonjol, terasa sakit , conjunctiva berwarna merah. Bila membran stetoskop diletakkan diatas kelopak mata atau pelipis akan terdengar suara seperti air mengalir melalui celah yang sempit yang disebut Bruit ( dibaca BRUI ).Gejala-gejala klinis sebagai akibat pecahnya A.Carotis Interna didalam Sinus Cavernosus , yang terdiri atas : mata yang bengkak menonjol , sakit dan conjunctiva yang terbendung (berwarna merah) serta terdengar bruit , disebut Sinus Cavernosus Syndrome,

Fraktur Fossa Posterior.• Fraktur melintas os petrosum

Garis fraktur biasanya melintas bagian posterior apex os petrossum sampai os mastoid, menyebabkan LCS bercampur darah keluar melalui celah fraktur dan berada diatas mastoid sehingga dari luar tampak warna kebiru biruan dibelakang telinga , disebut Battle’s Sign.

• Fraktur melintas Foramen Magnumdi Foramen Magnum terdapat Medula Oblongata, sehingga getaran fraktur akan merusak Medula Oblongata , menyebabkan kematian seketika.M anifestasi fraktur basis cranii.

Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan memar pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa anterior adalah dengan rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial.

Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang pendengaran dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung lebih dari 6-7 minggu.tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 3 minggu disebabkan karena hemotympanum dan edema mukosa di fossa tympany. Facial palsy, nystagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII.

Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin, sehingga menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen (permanent neural hearing loss).

Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius.Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan tipe III, berada dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang servikalis.Pasien ini juga memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia.

Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah keterlibatan nervus cranialis IX, X, dan XI akibat fraktur.Pasien tampak dengan kesulitan fungsi fonasi dan aspirasi dan paralysis ipsilateral dari pita suara, palatum mole (curtain sign), superior pharyngeal constrictor, sternocleidomastoid, dan trapezius.Collet-Sicard sindrom adalah fraktur condylar os oksipital dengan keterlibatan nervus cranial IX, X, XI, dan XII.D iagnosis fraktur basis cranii.

Page 15: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Pemeriksaan LanjutanStudi Imaging • Radiografi: Pada tahun 1987, foto x-ray tulang tengkorak merujukan pada kriteria panel

memutuskan bahwa skull film kurang optimal dalam menvisualisasikan fraktur basis cranii. Foto xray skull tidak bermanfaat bila tersedianya CT scan.

• CT scan: CT scan merupakan modalitas kriteria standar untuk membantu dalam diagnosis skull fraktur. Slice tipis bone window hingga ukuran 1-1,5 mm, dengan potongan sagital, bermanfaat dalam menilai skull fraktur. CT scan Helical sangat membantu dalam menvisualisasikan fraktur condylar occipital, biasanya 3-dimensi tidak diperlukan.

• MRI: MRI atau magnetic resonance angiography merupakan suatu nilai tambahan untuk kasus yang dicurigai mengalami cedera pada ligament dan vaskular. Cedera pada tulang jauh lebih baik divisualisasikan dengan menggunakan CT scan.

Pemeriksaan lainnyaPerdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya kebocoran CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu, maka akan menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo” atau “ring” sign. Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa dan dengan mengukur transferrin.Tatalaksana fraktur basis cranii.Terapi medis

Pasien dewasa dengan simple fraktur linear tanpa disertai kelainan struktural neurologis tidak memerlukan intervensi apapun bahkan pasien dapat dipulangkan untuk berobat jalan dan kembali jika muncul gejala. Sementara itu, pada bayi dengan simple fraktur linier harus dilakukan pengamatan secara terus menerus tanpa memandang status neurologis. Status neurologis pasien dengan fraktur basis cranii tipe linier biasanya ditatalaksana secara conservative, tanpa antibiotik. Fraktur os temporal juga dikelola secara konservatif, jika disertai rupture membran timpani biasanya akan sembuh sendiri.

Simple fraktur depress dengan tidak terdapat kerusakan struktural pada neurologis pada bayi ditatalaksana dengan penuh harapan. Menyembuhkan fraktur depress dengan baik membutuhkan waktu, tanpa dilakukan elevasi dari fraktur depress. Obat anti kejang dianjurkan jika kemungkinan terjadinya kejang lebih tinggi dari 20%. Open fraktur, jika terkontaminasi, mungkin memerlukan antibiotik disamping tetanus toksoid. Sulfisoxazole direkomendasikan pada kasus ini. Fraktur condylar tipe I dan II os occipital ditatalaksana secara konservatif dengan stabilisasi leher dengan menggunakan collar atau traksi halo.Terapi Bedah

Peran operasi terbatas dalam pengelolaan skull fraktur. Bayi dan anak-anak dengan open fraktur depress memerlukan intervensi bedah. Kebanyakan ahli bedah lebih suka untuk mengevaluasi fraktur depress jika segmen depress lebih dari 5 mm di bawah inner table dari adjacent bone. Indikasi untuk elevasi segera adalah fraktur yang terkontaminasi, dural tear dengan pneumocephalus, dan hematom yang mendasarinya.

Kadang kadang, craniectomy dekompressi dilakukan jika otak mengalami kerusaksan dan pembengkakan akibat edema. Dalam hal ini, cranioplasty dilakukan dikemudian hari. Indikasi lain untuk interaksi bedah dini adalah fraktur condylar os oksipital tipe unstable (tipe III) yang membutuhkan arthrodesis atlantoaxial. Hal ini dapat dicapai dengan fiksasi dalam-luar.

Menunda untuk dilakukan intervensi bedah diindikasikan pada keadaan kerusakan ossicular (tulang pendengaran) akibat fraktur basis cranii jenis longitudinal pada os temporal.Ossiculoplasty mungkin diperlukan jika kehilangan berlangsung selama lebih dari 3 bulan atau jikamembrane timpani tidak sembuh sendiri. Indikasi lain adalah terjadinya kebocoran CSF yang

Page 16: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

persisten setelah fraktur basis cranii. Hal ini memerlukan secara tepat lokasi kebocoran sebelum intervensi bedah dilakukan.Komplikasi fraktur basis cranii.Risiko infeksi tidak tinggi, bahkan tanpa antibiotik, terutama yang disertai dengan rhinorrhea. Facial palsy dan gangguan ossicular yang berhubungan dengan fraktur basis cranii dibahas di bagian klinis. Namun, terutama, facial palsy yang terjadi pada hari ke 2-3 pasca trauma adalah akibat sekunder untuk neurapraxia dari nervus cranialis VII dan responsif terhadap steroid, dengan prognosis yang baik. Onset facila palsy secara tiba tiba pada saat bersamaan terjadinya fraktur biasanya akibat skunder dari transeksi nervus, dengan prognosis buruk.

Nervus cranialis lain mungkin juga terlibat dalam fraktur basis cranii. Fraktur pada ujung pertosus os temporale mungkin melibatkan ganglion gasserian. Cedera nervus cranialis VI yang terisolasi bukanlah akibat langsung dari fraktur, tapi mungkin akibat skunder karena terjadinya ketegangan pada nervus.

Nervus kranialis (IX, X, XI,dan XII) dapat terlibat dalam fraktur condylar os oksipital, seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam Vernet dan sindrom Collet-Sicard (vide supra). Fraktur os sphenoidalis dapat mempengaruhi nervus cranialis III, IV,dan VI dan jugadapat mengganggu arteri karotis interna dan berpotensi menghasilkan pembentukan pseudoaneurysma dan fistula caroticocavernous (jika melibatkan struktur vena). cedera carotiddiduga terdapat pada kasus kasus dimana fraktur berjalan melalui kanal karotid, dalam hal ini, CT-angiografi dianjurkan.

LI . 4 Memahami dan Menjelaskan Trias / Respon Cushing (Hipertensi, Bradikardi, Bradipneau)

Trias cushing merupakan kumpulan gejala yang diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intrakranial. Hipertensi Bradikardi Depresi pernapasan

Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur. Setelah cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 sampai 48 jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan tekanan intrakranial sampai 33 mmHg mengurangi aliran darah otak secara bermakna.Iskemia yang timbul merangsang pusat motor, dan tekanan darah sistemik meningkat, Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lambat.Mekanisme kompensasi ini, dikenal sebagai refleks Cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak.Akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi Co2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikkan tekananan intrakranial.

Daftar Pustaka :

American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport. United States of America: Firs

Impression

Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of

Yogyakarta

Boies adam., 2002, Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6, Jakarta: EGC.

Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC

Ghazali Malueka, 2007, Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka Cendekia.

Page 17: sk 2 cindy emergency

cindy dwi primasanti1102012046/A1

Japardi iskandar, 2004, Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif. Sumatra Utara: USU Press

Sylvia A. Price. 1994.Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC.