case huadi
DESCRIPTION
CASETRANSCRIPT
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT BAYUKARTA
Nama Mahasiswa : Stanley Timotius
NIM : 11.2015.164
Dokter Pembimbing : dr. Christian Ronald Tanggo, SpU.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. MH Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat / tanggal lahir : Karawang, Suku bangsa : Sunda
Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SD
Alamat :
Waktu pasien masuk : Mei 2016 pkl. 09.00 WIB
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada Minggu, 03 April 2016, pukul
00.15 WIB di IGD RS Bayukarta.
Keluhan Utama:
Nyeri pada jari tengah tangan kanan dan nyeri pada jari kelingking kaki kanan.
Keluhan Tambahan:
o Bengkak dan gerak jari tengah tangan kanan tidak bebas karena sakit.
o Bengkak dan gerak jari kelingking kaki kanan tidak bebas karena sakit.
1
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RS Bayukarta diantar keluarga dengan keluhan nyeri pada
jari tengah tangan kanan dan nyeri pada jari kelingking kaki kanan. Keluhan
tersebut dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu-lintas ± 3 jam
SMRS, waktu kejadian pasien dalam keadaan sadar, setelah kejadian keluhan
pingsan (-), muntah (-). Pasien Pasien tidak mempunyai riwayat darah tinggi,
kencing manis dan alergi obat. Pasien belum belum pernah di rawat di RS
sebelumnya.
- Mechanisme of Injury
Seorang pria berusia 16 tahun masuk IGD RS Bayukarta, pasien merupakan
korban kecelakaan motor dengan motor, pasien sedang jalan pulang dan motor
yang dikendarainya ditabrak motor dari arah yang berlawanan pukul 22.00 WIB,
tanggal 03 April 2016, saat pasien baru pulang sehabis berkumpul dengan teman-
temannya . Waktu kejadian pasien terjatuh ke bagian kanan jalan dan
mengakibatkan tangan dan kaki kanan pasien terseret dan terbentur aspal. Pasien
tidak dalam pengaruh alkohol dan sedikit mengantuk. Pasien tidak memakai
jaket, sepatu dan helm. Pasien tidak pingsan dan dapat menjelaskan kronologis
kejadian dengan baik. Pasien kemudian di bantu warga dan segera menghubungi
keluarga pasien untuk membawa pasien ke rumah sakit terdekat . Setelah kejadian
pasien mengeluh jari tengah tangan kanan dan jari kelingking kaki kanan terasa
nyeri dan sulit digerakkan.
C. Primary Survey
Airway : Stridor (-), gurgling (-), snoring (-), darah/kotoran di
hidung dan mulut (-), fraktur cervical (-) CLEAR
Breathing : RR 25 x/menit, tidak ada bagian yang tertinggal, saturasi
97%, nafas tidak adekuat, sesak (-) CLEAR
Circulation : Nadi 140 x/menit, kuat angkat, TD 90/60 mmHg, pucat
(+), sianosis (-), akral dingin, CRT <2 detik NO CLEAR
Disability : GCS 9 (E3 V3 M3), delirium, ukuran pupil normal,
isokor, reflex cahaya (+), lateralisasi (-)
2
D. Secondary Survey
1.AMPLE
Allergy: tidak ada alergi makanan atau obat
Medications: tidak dalam pengobatan
Past medical history: riwayat trauma sebelumnya (-), hipertensi (-), diabetes
mellitus (-)
Last eaten meal: tidak ditanyakan
Event leading: kejadian berlaku di jalan raya
2. HEAD TO TOE
Kepala : normocephali. Vulnus Laceratum (+), perdarahan (+).
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor
Telinga : normotia, tidak ada sekret, membran timpani utuh, refleks
cahaya +/+
Hidung : normosepta, tidak ada deviasi, tidak ada sekret
Tenggorokan : T1-T1, faring tidak hiperemis
Gilut : baik
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar dan tidak teraba
benjolan
Thorax :
Paru-paru :
Inspeksi : tidak terlihat lesi kulit, simetris dalam keadaan statis
maupun dinamis, tidak ada retraksi sela iga
Palpasi : fremitus +/+, simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
retraksi sela iga
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara paru patologis
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga V linea midclavicula
kiri, kuat angkat, reguler
Perkusi : Batas atas Kiri kanan Redup
Auskultasi: BJ I-II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
3
Abdomen :
Inspeksi : abdomen datar, jejas (-), tidak ada pembuluh kolateral,
striae, caput medusa.
Auskultasi : bising usus + Normal
Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan
(-) , defans muskular (-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas superior: Lihat status lokalis
Ekstremitas Inferior : Lihat status lokalis
B. Status Lokalis
1) Regio manus dextra
Look : Tampak luka terbuka pada jari manis tangan kanan , oedem (+),
deformitas (+)
Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+)
Move :Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan, gangguan
persarafan tidak ada.
4
2) Regio pedis dextra
Look : Tampak luka terbuka pada jari kelingking kaki kanan , oedem (+),
deformitas (+), sianosis (+)
Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+)
Move :Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan, gangguan
persarafan tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun)
Riwayat asma dan alergi disangkal
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat trauma disangkal
Riwayat Keluarga
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
E. PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 110x/menit,regular
Suhu : 37,9oC
Pernapasan (Frekuensi) : 25x / menit
5
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
o Pemeriksaan saat di IGD, 3 April 2016
o Pemeriksaan Rontgen Thoraks
o Pemeriksaan Rontgen tangan kanan; tampak garis fraktur di phalanges
proksimal digiti III manus dextra
6
o Pemeriksaan Rontgen kaki kanan; tampak garis fraktur di phalanges
proksimal digiti V pedis dextra
G. DIAGNOSIS KLINIS
Fraktur Terbuka Digiti V Pedis Dextra dan fraktur tertutup Digiti III Manus
Dextra.
H. PENATALAKSANAAN
1. Rencana terapi
a) Tindakan resusitasi Airway, Breathing, Circulation
b) Terapi cairan IVFD RL RL 20 tpm
a) Bersihkan dan jahit luka
b) Injeksi ATS + skin test
c) Pencegahan infeksi Ceftriaxone 2x1g (IV)
d) Terapi simptomatik ketorolac 2x1@ (IV)
e) Konsul ke dokter spesialis ortophedi untuk penanganan
selanjutnya.
2. Rencana diagnostic
a) Informed Consent
b) Cek H2TL, GDS dan Fungsi ginjal
c) Rontgen thorax, pedis dan manus
d) Konsul Anastesi
e) Debridemant + ORIF K-wire, back slab
I. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
7
FOLLOW UP
Tanggal 3 April 2016
S Nyeri pada bagian luka di jari tengah tangan kanan dan jari kelingking kaki kanan, demam (-), keluhan lain (-)
O KU : TSS, Kes : Compos mentisVS : TD : 120/80 mmHg, N: 84x, RR: 20x, S; 36,5Mata : CA -/-, Si -/-Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/-Abdo: Supel, BU (+) Normal, NT (-)Ext : akral hangat, rembesan darah (+) di verban luka
A Fraktur terbuka digiti V pedis dextra dan fraktur terbuka digiti III manus dextraP Terapi : IVFD RL
Ceftriaxone 1gr/12 jam Ranitidin 1A/12jam Diagnostik : Cek H2TL, GDS, Fungsi Ginjal, Rontgen Thorax, Rontgen pedis dextra dan manus dextra
Tanggal 4 April 2016
S Nyeri berdenyut pada bagian luka di jari tengah tangan kanan dan jari kelingking kaki kanan, kaku (-), movement (+), demam (-), keluhan lain (-)
O KU : TSS, Kes : Compos mentisVS : TD : 120/80 mmHg, N:80x, RR: 20x, S: 36,7Mata : CA -/-, Si -/-Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/-Abdo: Supel, BU (+) Normal, NT (-)Ext : akral hangat, rembesan darah (+) di verban luka
A Fraktur terbuka digiti V pedis dextra dan fraktur terbuka digiti III manus dextraP Terapi : IVFD RL
Ceftriaxone 1gr/12 jam Ranitidin 1A/12jam Diagnostik : Cek H2TL, GDS, Fungsi Ginjal, Rontgen Thorax, Rontgen pedis dextra dan manus dextra Konsul anastesi Persiapan op
8
Tanggal 5 April 2016
S Nyeri pada bekas op, kaku (-), movement (+), demam (-), keluhan lain (-)O KU : TSS, Kes : Compos mentis
VS : TD : 110/70 mmHg, N:80x, RR: 21x, S: 36,3Mata : CA -/-, Si -/-Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/-Abdo: Supel, BU (+) Normal, NT (-)Ext : akral hangat, rembesan darah (+) di verban post op (+)
A Post op debridement and Wayering HP-1 ec Fraktur terbuka digiti V pedis dextra dan fraktur terbuka digiti III manus dextra
p Terapi : IVFD RL Ceftriaxone 1gr/12 jam Ranitidin 1A/12jam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fraktur
2.1.1 Definisi Fraktur
Fraktur adalah diskontinuitas atau terputusnya kesinambungan, sebagian
atau seluruh korteks dan struktur tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. Terjadinya fraktur dapat dikarenakan oleh trauma spontan maupun
adanya kelemahan dari tulang akibat gangguan metabolisme (osteoporosis), tumor
maupun infeksi. Fraktur tulang spontan yaitu terjadinya patah tulang akibat
adanya trauma yang adekuat. Sedangkan fraktur patologis terjadi jika tulang patah
didaerah yang lemah karena mengalami osteoporosis, tumor, baik itu jinak
maupun ganas atau karena infeksi akibat tatalaksana yang tidak adekuat.1
2.1.2 Etiologi
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi
terjadinya fraktur
Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,
arah dan kekuatan trauma.
9
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan, dan densitas tulang.
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur
transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai
dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti
dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas.
Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik
trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada
olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau
metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang.
Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada
penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur.
Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.
2.1.3 Proses terjadinya fraktur1,2,3
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya fraktur, harus diketahui lebih
dahulu keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang
patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan memuntir. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
tekanan memuntir dan kompresi.
Trauma dapat bersifat:
Trauma Langsung
Trauma langsung dapat menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Trauma Tidak Langsung
Trauma yang dihantarkan lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
2.1.4 Klasifikasi Fraktur2,3,4
10
1. Terbuka/ Tertutup
Salah satu klasifikasi fraktur berdasarkan adanya luka yang berhubungan
dengan daerah yang patah, yaitu :
Fraktur Tertutup
Apabila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
Fraktur Terbuka
Apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, baik fragmen tulang yang menonjol keluar (from within) ataupun
benda asing dari luar masuk ke dalam luka (from without) yang
memungkinkan masuk dan bertumbuhnya kuman pada luka.
Menurut Gustillo, fraktur terbuka dapat dibagi menjadi:
- Grade I : luka < 1cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda
luka remuk, fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan,
kontaminasi minimal
- Grade II : luka > 1cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap/ avulsi,
fraktur kominutif sedang, kontaminasi sedang
- Grade III : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot dan neurovaskuler. Dapat dibagi menjadi 2:
a. jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/ flap/ avulsi; atau fraktur segmental/ sangat
kominutif yang disebabkan trauma berenergi tinggi tanpa melihat
besarnya luka
b. kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
terkontaminasi masif
c. luka pada pembuluh darah arteri/ saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat jaringan lunak
2. Fraktur Komplit/ inkomplit
- Fraktur Komplit : apabila garis fraktur yang melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti yang
terlihat dalam foto
- Fraktur inkomplit : apabila garis fraktur tidak melalui seluruh
penampang tulang, seperti : hairline fraktur, greenstick fraktur, buckle
fraktur
3. Menurut garis frakturnya : transversal, oblik, spiral, kompresi, avulsi
11
4. Menurut Jumlah garis fraktur
- Fraktur kominutif : garis fraktur lebih dari satu dan saling berhubungan
- Fraktur segmental : garis fraktur lebih dari satu tetapi tidak saling
berhubungan
- Fraktur multipel : garis fraktur lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya
5. Bergeser/ tidak bergeser
- Fraktur undisplaced: garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser
- Fraktur displaced: terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
12
2. Berdasarkan bentuk patah tulang;
a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan
fragmen tulang biasanya tergeser.
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan
tulang lain.
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa
bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari
tempat yang patah.
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang
normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.
13
2.1. 5 Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan Utama biasanya berupa nyeri, deformitas, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-
obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta
penyakit lain.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal, dengan memperhatikan adanya:
- syok, anemi atau perdarahan
- kerusakan organ lain
- faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan Lokal, dengan Look (inspeksi), Feel (palpasi) dan Movement
(gerakan)
14
Look (inspeksi) : melihat adanya deformitas seperti angulasi, rotasi atau
pemendekan.
Feel (palpasi) : meraba, mencari daerah yang nyeri tekan, krepitasi,
melakukan pemeriksaan vaskuler distal trauma, mengukur tungkai
Movement (gerakan) : Mengukur Lingkup gerak sendi, kekuatan otot,
sensibilitas
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan
palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas
dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi
Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna
kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan
darah, cross-match, dan urinalisa.
2. Pemeriksaan Radiologis
Tujuan pemeriksaan radiologis :
o mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
o konfirmasi adanya fraktur
o melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen dan
pergerakannya.
o menentukan teknik pengobatan
o menentukan fraktur baru atau tidak
o menentukan fraktur intraartikuler atau ekstraartikuler
o menentukan keadaan patologis lain dari tulang
o melihat adanya benda asing
untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
I. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
II. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
15
III. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang
cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu
sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :
1. Alignman : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut
2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening)
3. Aposisi : hubungan ujung fragmen satu dengan lainnya
4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal
2.1. 6 Penatalaksanaan
Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :
1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction
3. Retention : Immobilisasi
4. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur
dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik
sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple
trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah
hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah
dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Tujuan Pengobatan fraktur :
1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
Terbuka : Indikasi :
1. Reposisi tertutup gagal
2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis
16
2. IMOBILISASI / FIKSASI
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF
- Gips ( plester cast)
- Traksi
Indikasi :
Pemendekan (shortening)
Fraktur unstabel : oblique, spiral
Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus
2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan
kulit akan lepas.
3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,
lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris)
Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah à beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) à droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi à tmpat masuknya pin
Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multiple
Internal / ORIF : K-wire, plating, screw, k-nail
17
3. UNION
4. REHABILITASI
2.1. 7 Penyembuhan Fraktur 5
Penyembuhan fraktur merupakan proses biologis yang sangat luar biasa. Tidak
seperti jaringan lainnya, fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian
tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur
merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada
fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila
lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Selain factor
biologis, faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi secara fisik fragmen
fraktur sangat penting dalam penyembuhan.5
Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal:
- Fase hematoma
Akibat robekan pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli-kanalikuli
system haversi sehingga terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan lunak, yang
menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi
fraktur segera setelah trauma.
- Fase proliferasi seluler subperiosteal dan andosteal
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Terbenntuk kalus eksterna yang belum mengandung tulang
sehingga secara radiology bersifat radiolusen
- Fase pembentukan kalus
Terbentuk woven bone atau kalus yang telah mengandung tulang. Fase ini
merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur
- Fase konsolidasi
Woven bone membentuk kalus primer
- Fase remodeling
Union telah lengkap dan terbentuk tulang kompak yang berisi system haversi dan terbentuk rongga sumsum.
18
Waktu penyembuhan fraktur, bervariasi secara individual, dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain:
1. Umur penderita
2. Lokasi dan konfigurasi fraktur
3. pergesaran awal fraktur
4. vaskularisasi antara kedua fragmen
5. reduksi serta imobilisasi
6. waktu imobilisasi
7. ruangan antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
8. adanya infeksi
9. cairan sinovia
10. gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Penilaian penyembuhan fraktur didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologis.
19
Penyembuhan yang abnormal dari fraktur dapat menyebabkan malunion,
delayed union ataupun non-union.
2.1. 8 Komplikasi Fraktur
Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat
berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas
gangren
2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca t
rauma, sedangkanapabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi lanjut.
Pada Tulang
- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan
degenerasi
Pada Jaringan lunak
- Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit
superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril
kering dan melakukan pemasangan elastik
20
- Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh
gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-
daerah yang menonjol
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot
tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek
melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran
otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau trombus
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah
mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat
menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut
terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena
yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian
distal lesi. Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra
kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga
terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini
disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips
yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi
edema dalam otot.
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan
dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti
dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan
disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P
yaitu Pain (nyeri), Parestesia,Pallor (pucat), Pulseness(denyut nadi
hilang) dan Paralisis
Pada saraf
21
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus.
b. Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion.Pada pemeriks
aan terlihat
deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
- Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur,
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi
Lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
- Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses
penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang
masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi
dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi
palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta
rongga sinovial yang berisi cairan, prosesunion tidak akan dicapai walaupun
dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang
luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang
tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi,
infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
- Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .
- Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non
union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami
22
osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan
atropi otot
- Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek
waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan
kekakuan sendi menetap.
KESIMPULAN
Fraktur adalah merupakan diskontinuitas atau terputusnya kesinambungan, sebagian atau seluruh korteks dan struktur tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa karena trauma. Fraktur terbagi menjadi dua yaitu fraktur tertutup dan terbuka. Penanganan fraktur dengan cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya komplikasi dan dapat mencegah penyembuhan yang tidak baik untuk oasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7.
Jakarta : Widya Medika. 2005
2. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.2009.
3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone. 2007
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2011.
5. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.
Jakarta : EGC.2007.
6. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 2011.
23