case feto

36
I. REKAM MEDIS A. Anamnesis 1. Identifikasi Nama : Ny. S Med Rec/Reg : 932218 / RI 16001200 Umur : 39 tahun Suku Bangsa : Sumatera Agama : Islam Pendidikan : SLTA Pekerjaan : IRT Alamat : Jl. Siaran Lr. Perintis 3 RT 57 RW 14, Lebong Gajah, Sematang Borang, Palembang MRS : 14-01-2016 Pukul 01:51 WIB 2. Riwayat perkawinan Kawin 1 kali, lama 14 tahun 3. Riwayat Reproduksi Menarche 12 tahun, teratur, lama haid 5 hari, siklus haid teratur 28 hari, HPHT lupa 4. Riwayat kehamilan/melahirkan 1. 1991, , 2500 g, bidan, sehat

Upload: sarlitaindahpermatasari

Post on 13-Apr-2016

249 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PEB, hellp syndrome

TRANSCRIPT

Page 1: Case FETO

I. REKAM MEDIS

A. Anamnesis

1. Identifikasi

Nama : Ny. S

Med Rec/Reg : 932218 / RI 16001200

Umur : 39 tahun

Suku Bangsa : Sumatera

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Siaran Lr. Perintis 3 RT 57 RW 14, Lebong Gajah,

Sematang Borang, Palembang

MRS : 14-01-2016 Pukul 01:51 WIB

2. Riwayat perkawinan

Kawin 1 kali, lama 14 tahun

3. Riwayat Reproduksi

Menarche 12 tahun, teratur, lama haid 5 hari, siklus haid teratur 28 hari,

HPHT lupa

4. Riwayat kehamilan/melahirkan

1. 1991, ♀, 2500 g, bidan, sehat

2. 1995, ♂, 2500 g, dukun, sehat

3. 1997, ♀, 2700 g, bidan, sehat

4. 2000, ♀, 2700 g, bidan, sehat

5. 2004, ♀, 2400 g, dukun, sehat

6. 2006, ♂, 2600 g, bidan, sehat

Page 2: Case FETO

2

7. 2009, ♀, 2500 g, bidan, sehat

8. Hamil ini

5. Riwayat penyakit dahulu :

R/ darah tinggi ± 10 tahun, minum obat warung

6. Riwayat gizi / sosioekonomi :

Sedang / sedang

7. Anamnesis Khusus

Keluhan utama: hamil kurang bulan dengan darah tinggi

Riwayat perjalanan penyakit:

Os rujukan dari bidan dengan keluhan darah tinggi, nyeri ulu hati (-). R/

darah tinggi sebelum hamil (+) sejak hamil anak ke empat. R/ darah tinggi

hamil ini (+). R/ darah tinggi dalam keluarga (-), R/ nyeri kepala hebat (-),

R/ mual muntah (-), R/ pandangan mata kabur (-). Os mengaku hamil kurang

bulan dan gerakan janin masih dirasakan. R/ perut mules yang menjalar ke

pinggang makin lama makin sering dan kuat (-), R/ keluar darah lender (-),

R/ keluar air-air (-).

B. Pemeriksaan Fisik

1. Status Present

a. Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Berat badan : kg

Tinggi badan : cm

Tekanan darah : 220/100 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Page 3: Case FETO

3

Pernafasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,3°C

b. Keadaan khusus

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik

Leher : Tekanan vena jugularis (5-2) cmH2O,

Massa tidak ada

Toraks : Jantung: HR 84x/m, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru : Sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada,

wheezing tidak ada

Abdomen : Status Obstetri

Ekstremitas : Edema tidak ada, varises tidak ada, refleks

fisiologis +/+, refleks patologis -/-.

Indeks gestosis Edema 1

Proteinuria 1

TD sistol 3

TD diastol 3

Jumlah 8

2. Pemeriksaan obstetri

Pada pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit tanggal 14 Januari 2016

Pukul 01:51 WIB didapatkan :

- Pemeriksaan luar: tinggi fundus uteri ½ pusat – procesus xyphoideus (24

cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : 146 x/m, taksiran

berat badan janin 1705 g.

Page 4: Case FETO

4

- Pemeriksaan dalam :

o Inspekulo: portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (-), E/L/P

(-)

o VT: portio lunak, posterior, effecement 0 %, ø kuncup, kepala,

ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai

C. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (14-01-2016 pkl. 02:59 WIB)

Hb : 14,1 g/dL

RBC : 5.040.000/mm3

Ht : 41 %

Leukosit : 10.200/mm3

Trombosit : 168.000/mm3

DC : 0/2/68/27/3

USG Konfirmasi (PM) :

- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala

- Biometri janin :

o BPD : 7,37 cm

o HC : 27,22 cm

o AC : 24,58 cm

o FL : 5,51 cm

o Cereb : 3,53 cm

- Tampak AEDV

- Plascecnta corpus anterior

- Ketuban cukup

- BPP FT: 2 FM: 2 FB: 2 ICA: 2 NST: 2

Kesan: Hamil 29 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala + BPP 10

Page 5: Case FETO

5

D. Diagnosa kerja

G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeklampsia

pada hipertensi kronis janin tunggal hidup presentasi kepala

E. Prognosis

Ibu : dubia

Janin : dubia

F. Terapi

- Ekspektatif

- Stabilisasi 1 – 3 jam

- Observasi tanda vital ibu, tanda inpartu, DJJ

- Nifedipine 3 x 10 mg PO

- Kateter menetap catat I/O

- IVFD RL XX /m

- Cek laboratorium DR, CM, KD, UR

- Inj. MgSO4 sesuai protokol

- Konsul PDL dan Mata

- Evaluasi sesuai satgas gestosis

FOLLOW UP

TanggalJam

Pemeriksaan Terapi

14-01-1602:30 WIB

S : hamil kurang bulan dengan darah tinggiO : St. present : KU: sedang TD : mmHg RR: x/m Sens: CM N : x/m T : ºCSt. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : 146 x/m, TBJ 1705 g.

A : G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan

- Ekspektatif- Observasi tanda vital ibu, DJJ,

tanda inpartu- IVFD RL XX /m- Nifedipine 3 x 10 mg PO- Inj. MgSO4 sesuai protocol- Evaluasi sesuai satgas Gestosis- R/ USG konfirmasi

- Konsul Mata dan PDL

Page 6: Case FETO

6

superimposed preeclampsia on chronic hypertension + HELLP syndrome JTH presentasi kepala

Laboratorium (14-01-2016, 02:30)Hb: 14,1 WBC: 10.200 PLT: 168.000 SGOT: 659 SGPT: 229 LDH: 2150 Ur: 22 Cr: 0,66 As. Urat: 7,60

Urinalisa: Proteinuria (+++)Konsul MATAA/ saat ini tidak ditemukan tanda-tanda koroidiopati dan retinopati hipertensiP/ - Regulasi tekanan darah sesuai TS

- Konsul ulang jika terjadi penurunan visus mendadakKonsul PDLA/ saat ini cor kompensata dengan hipertensi urgensi Pulmo kompensataP/ Metildopa 3 x 500 mg Evaluasi ulang TDUSG Konfimasi (PM)

- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala- Biometri janin :

o BPD : 7,37 cmo HC : 27,22 cmo AC : 24,58 cmo FL : 5,51 cmo Cereb : 3,53 cm

- Tampak AEDV- Plascecnta corpus anterior- Ketuban cukup- BPP FT: 2 FM: 2 FB: 2 ICA: 2 NST: 2Kesan: Hamil 29 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala + BPP 10

14-01-16WIB

S : habis USG konfirmasiO : St. present : KU: sedang TD : 170/110 mmHg RR: 20 x/m Sens: CM N : 88 x/m T: 36,8 ºC

A : G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia pada hipertensi kronis + HELLP syndrome JTH presentasi kepala

USG: hamil 29 minggu JTH presentasi kepala + BPP 10

- Lapor DPJP (Dr. H. Azhari, SpOG(K))Saran: alih DPJP ke divisi Fetomaternal

14-01-1615.30 WIB

S : hamil kurang bulan dengan darah tinggiO : St. present : KU: sedang TD : 180/90 mmHg RR: 20 x/m Sens: CM N : 88 x/m T: 36,8 ºCSt. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : 146 x/m, TBJ 1705 g

A : G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia on chronic hypertension + HELLP syndrome JTH presentasi

- Ekspektatif- Observasi tanda vital ibu, DJJ,

tanda inpartu- IVFD RL XX /m- Nifedipine 3 x 10 mg PO- Evaluasi sesuai satgas Gestosis- Inj. Dexamethasone 2 x 10 mg IV- Cek darah ulang

Page 7: Case FETO

7

kepala14-01-16

20.00 WIBLapor Dr. Hj. Putri Mirani, SpOG (K)

Setuju untuk alih DPJP FetomaternalSaran:

- Lakukan pematangan paru 2 hari- Persiapan terminasi perabdominam semi elektif- Konsul NICU- Persiapan darah- Cek trombosit setiap hari

14-01-1621.45 WIB

S : hamil kurang bulan dengan darah tinggi disertai penurunan kesadaranO : St. present : KU: berat TD : 130/70 mmHg RR: 38 x/m Sens: somnolen N : 113 x/m T: afebrisSt. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : 78 x/m, TBJ 1705 g

A : G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia + HELLP syndrome + susp DIC JTH presentasi kepala + gawat janin

LaboratoriumHb: 13,9 WBC: 17.400 PLT : 61.000 PT: > 120,00 APTT > 180.00 Fibrinogen: 159.00 D-dimer: 0,38 SGOT: 1864 SGPT: 347 Bil.Total: 5,23 Bil. Direk: 2,29 Bil.Indirek:2,94 Ur: 51 Asam Urat: 9,30 Cr: 1,27

- Observasi tanda vital ibu, DJJ,- IVFD RL XX /m- O2 10 L/menit- Resusitasi intrauterine- Lateroposisi- Konsul PDL, ICU, Neurologi- Lapor Dr. Hj. Putri Mirani,

SpOG(K) via telpon tidak diangkat

- Lapor konsulen jaga onsite Dr. Hj. Hartati, SpOG(K)Saran: - stabilisasi pasien pindahkan ke ICU- Hubungi konsulen DPJP

14-01-1622.00 WIB

S : hamil kurang bulan dengan darah tinggi disertai penurunan kesadaran dan tidak bergerak lagiO : St. present KU: berat TD : 110/80 mmHg RR: 38 x/m Sens: somnolen N : 110 x/m St. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : (-), TBJ 1705 g

A : G3P1A1 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia + HELLP syndrome + susp DIC + AKI stage I JTM presentasi kepala

- Observasi tanda vital ibu, DJJ, tanda inpartu

- O2 10 L/m (NRM)- IVFD RL XX /m

14-01-1622.30 WIB

S : hamil kurang bulan dengan darah tinggi disertai penurunan kesadaran dan tidak bergerak lagiO : St. present KU: berat TD : 110/80 mmHg RR: 38 x/m Sens: somnolen N : 110 x/m St. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : (-), TBJ 1705 g

A : G3P1A1 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia + HELLP syndrome + susp DIC + AKI stage I JTM presentasi kepala

- Lapor Dr. Hj. Hartati, SpOG(K):Setuju terminasi perabdominam

Page 8: Case FETO

8

14-01-1623.30 WIB

Anestesi:A/ G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia pada hipertensi kronik + HELLP syndrome + susp. DIC + AKI + JTM preskep + penurunan kesadaranP/ - perawatan post op ke ICU + ventilator - atas bantuannya BTK

LAPORAN OPERASI00.30 WIB

- Operasi dimulaiPkl 00:35 WIB lahir neonatus mati laki-laki, BB 1700 g, PB: 49 cm, dengan livor mortisPkl 00:40 WIB plasenta lahir lengkap, BP 310 g, PTP 40 cm, Ø 16 x 17 cmPada eksplorasi didapatkan uterus flabby dilakukan pemberian drip oksitosin 40 IU dalam RL 500 cc, misoprostol 3 tablet per rektal dan injeksi oksitosin 10 IU intramural uterus masih dalam keadaan flabby konsul intraoperative dengan konsulen jaga onsite Dr. Hj. Hartati, SpOG(K) saran B lynch sutureDilakukan penjahitan B lynch, dievaluasi selama 10 menit uterus tetap flabby, konsul intraoperative kembali dengan konsulen jaga onsite Dr. Hj. Hartati, SpOG(K) saran histerektomi

15-01-1607:00 WIB

S/ kel: habis operasi melahirkanO/ St. PresentSens: DPO KU: sakit berat TD: 91/45 mmHg N: 87x/m RR: 16 x/m (terintubasi) T: afebris

A/ P8A0 post SSTP ai maternal distress + post histerektomi subtotal hari ke II + AKI riffle F + HELLP Syndrome

LaboratoriumHb: 9,7 WBC: 20.400 PLT: 70.000 PT: 21,1 INR: 1,81 APTT: 69,1 Fibrinogen: 259,0 D-Dimer: 10,82 Bil. Direk: 3,47 Bil. Indirek: 0,84 SGOT: 968 SGPT: 238 LDH: 5476 Ur: 68 As. Urat: 10,00 Cr: 2,29 Ca: 7,9 Mg: 7,51 Na: 138 K: 3,9 Cl: 108

P/- obs. TVI, perdarahan- IVFD RL gtt xx/m + 30 IU oksitosin s/d 24 jam post op- Inj. MgSO4 ∞ protocol- Kateter menetap, catat I/O- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g IV- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV- Inj. Dexamethasone 2 x 10 mg IV- Adrenalin continu- Dobutamin continu- Midazolam continu- Inj. Ca Glukonas 3 g IV- Inf. Albumin 25 %- Inj. Furosemid 60 mg IV

16-01-1611:00 WIB

S/ kel: habis operasi melahirkanO/ St. PresentSens: E1M1Vt KU: sakit berat TD: 95/49 mmHg N: 112 x/m RR: 32 x/m (terintubasi) T: afebris

A/ P8A0 post SSTP ai maternal distress + post histerektomi subtotal hari III + HELLP Syndrome + syok sepsis + AKI riffle F + DIC

LaboratoriumHb: 6,3 WBC: 30.700 PLT: 53.000 PT: 21,5 INR: 1,86 APTT: 87,4 Fibrinogen: 364,0 D-Dimer: 3,92 Alb: 2,0 LDH: 5041 Ur: 142 Cr: 4,36 Ca: 7,7 Mg: 6,81 Na: 136 K: 3,9 Cl: 110

HbsAg: non reaktif anti HCV: non reaktif Anti HIV: non-reaktifVDRL: negative TPHA: negatif

P/- obs. TVI, perdarahan- IVFD RL gtt xx/m - Kateter menetap, catat I/O- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g IV- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV- Inj. Dexamethasone 2 x 10 mg IV- Adrenalin continu- Dobutamin continu- Midazolam continu- Inj. Ca Glukonas 3 g IV- visite Dr. Wim T. Pangemanan:

Lapor bila konsul PDL selesai dijawabTransfusi PRC s/d Hb ≥ 8 g/dL

Konsul PDLA/ AKI stage III + syok sepsis + DIC + HELLP syndromeP/ Lapor Dr. Novadian, SpPD, KGHAdvis: hemodialisa T: 2 jam

Page 9: Case FETO

9

Qb: 180 -200 UF baal: 1 literHeparin minimal

Untuk syarat HD: HbsAG, Anti HCV, anti HIV, TDHA, VDRLHb > 7 g/dLTDS > 100

13.15 WIB AnestesiHasil laboratoriumHb: 6,3 Ht: 19 Leukosit: 30.700 PLT: 53.000 Ca: 7,9

P/ Rencana transfuse PRC 2 x 150 ccCa Glukonas 2 g (IV)

16:30 WIB Rencana pasien untuk dilakukan hemodialisa- Perisapan obat-obat resusitasi- Informed consent keluarga mengenai persetujuan HD

20:30 WIB Selesai dilakukan HD dengan ± 1000 cc, durante hemodialisa relatif tidak stabilTD: 98/45 mmHg HR: 99x/mSupport adrenalin 1 mcg/KgBB/menitVentilator: SIMV 20 RS 15 PEEP 9 FiO2: 100 % SpO2: 90%

Rencana:- Cek labor DR, KD, ARD

22:00 WIB TD: 70/50 mmHgHR: 50-70 x/m

03:00 WIB TD: 74/35 mmHgHR: 72 x/menit

04:15 WIB Irama EKG asistol, TD tidak teraba, nadi tidak teraba, nafas spontan (-), dilakukan resusitasi jantung paru, masuk obat-obatan adrenalin total 5 mg IVDilakukan RJP ± 30 menit, namun respon (-)

04:50 WIB Pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga dan petugas medis

II. PERMASALAHAN

A. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Preeklampsia Berat,

Sindroma HELLP dan Acute Kidney Injury?

B. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?

III. ANALISA KASUS

A. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Preeklampsia Berat,

Sindroma HELLP dan Acute Kidney Injury?

Page 10: Case FETO

10

Preeklampsia adalah suatu penyakit multiorgan dimana timbulnya

hipertensi disertai proteinuria dengan atau tanpa edema yang disebabkan

oleh kehamilan setelah minggu ke-20. Kriteria preeklampsia berat adalah

bila terdapat satu atau lebih gejala-gejala tekanan darah sistolik lebih dari

160 mmHg dan diastolik sama atau lebih dari 110 mmHg, proteinuria

lebih dari 2 g/24 jam atau secara kualitatif +2.1,2

Angka kematian dan kesakitan yang disebabkan oleh Preeklampsia sekitar

15%. Angka kejadian preeklampsia diperkirakan Sebanyak 3-7% dari

semua kehamilan. Banyak faktor yang dihubungkan dengan preeklampsia

antara lain riwayat keluarga dengan preeklampsia, nullipara, kehamilan

multi, interval antara kehamilan yang lama, obesitas, usia 40 tahun,

diabetes mellitus, adanya pre-existing disease antara lain hipertensi

kronik, gangguan ginjal, dan yang lainnya. Etiologi preeklampsia masih

belum jelas, tapi preeklampsia tampak sebagai puncak dari beberapa

faktor yang melibatkan faktor maternal, plasenta, dan fetal, diantaranya

adanya implantasi plasenta dengan invasi trofoblas yang tidak normal

arteri uterina; gangguan maladaptasi imunologis antara jaringan maternal,

paternal, dan fetal, maladaptasi maternal terhadap perubahan

kardiovaskuler atau inflamasi kehamilan normal; dan faktor genetik

termasuk pengaruh epigenetik.1,2

Preeklampsia dapat mempengaruhi multi organ termasuk kelainan saraf

pusat (seperti penglihatan mata kabur, gangguan status mental, sakit

kepala yang hebat, dan gangguan cerebrovaskular), gangguan fungsi hati

(peningkatan serum transaminase), edema paru, dan gangguan ginjal.

Manifestasi klinis preeklamsia lainnya adalah kejang grandmal yang lebih

dikenal dengan eklampsia.1,2

Page 11: Case FETO

11

Komplikasi lain preeklampsia terdiri dari HELLP Sindroma (20-

20%), edema paru (2%-5%), acute kidney injuri (AKI) sekitar 1%-5%, dan

solusio plasenta (1%-4%), meningkatkan risiko terjadinya penyakit

kardivaskular, pertumbuhan janin terhambat (10-25%). Kematian maternal

sekitar 24%, dimana kematian biasanya disebabkan oleh ruptur hepar,

DIC, gagal ginjal akut, edema paru, trombosis carotid, dan pecah

pembuluh darah serebrovaskuler. Kematian perinatal biasanya

dihubungkan dengan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat dan

solusio plasenta.1,2

Pada pasien ini terdapat komplikasi berupa Sindroma HELLP yang

merupakan komplikasi yang serius pada preeklampsia. Penyebab Sindroma

HELLP secara pasti belum diketahui, Sindroma menyebabkan terjadinya

kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet intravaskuler.

Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan

serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi

platelet, serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Pada Sindromaa HELLP

terjadi disfungsi endotel, dengan akibat terjadi peningkatan aktivasi

kaskade koagulasi. Diagnosis HELLP Sindroma berdasarkan kriteria

laboratorium yaitu : (a) mikroangiopati anemia hemolitik, peningkatan

serum bilirubin ≥1,2 mg/dL, kadar laktat dehidrogenase >600U/L; (b).

Peningkatan enzim transaminase hati >70U/L dan (c) jumlah trombosit <

100.000/mm3. 1,2,3

Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan

peningkatan kadar SGOT 659 U/L, SGPT 229 U/L, LDH 2150 U/L,

trombosit 168.000/mm3, dan asam urat 7,60 mg/dL. Komplikasi ini

merupakan keadaan yang mengancam jiwa sehingga keterlambatan

diagnosis dan terapi Sindromaa HELLP akan menyebabkan prognosis

menjadi makin buruk Sindromaa HELLP dapat meyebabkan komplikasi

Page 12: Case FETO

12

antara lain hematoma subkapsuler hepar, eklampsia, solusio plasenta, acute

kidney injury, edema paru, stroke, coagulopati, gagal nafas, dan sepsis.

Luaran maternal dengan HELLP Sindroma cukup baik, terkadang

perubahan normalisasi hingga 6 hari paska melahirkan. Namun perbaikan

dapat tertunda pada penyakit yang lebih berat termasuk jika disertai dengan

AKI. Diperkirakan 10-46% wanita mengalami AKI dan membutukan

dialisis akut dihubungkan dengan HELLP Sindroma. Identifikasi dini dari

penyakit ini dapat mengurangi angka kematian maternal dan perinatal, juga

mengurangi angka komplikasinya.3-6

Komplikasi lain yang dapat menyertai preeklampsia adalah acute kidney

injury (AKI). . Secara umum AKI didefinisikan sebagai suatu penurunan

yang cepat dan mendadak dari fungsi ginjal. Kidney Disease Improving

Global Outcomes (KDIGO) mendefinisikan AKI adanya peningkatan

kreatinin serum 0,3 mg/dL atau lebih dalam 48 jam atau peningkatan

kreatinin serum hingga 1,5 kali batas normal atau lebih dalam waktu 7 hari

terakhir atauU rine output kurang dari 0,5 mL/kg/jam selama 6 jam.7

AKI adalah Sindroma yang terdiri dari penurunan kemampuan filtrasi

ginjal (jam sampai hari), retensi produk buangan dari nitrogen, gangguan

elektrolit dan asam basa. Oliguri dapat terjadi sebagai manifestasi klinis.

AKI sering asimtomatik dan sering ditemukan dengan tanda peningkatan

konsentrasi ureum dan kreatinin. Kebanyakan AKI reversible karena

dapat kembali kefungsi normal setelah penyakit mendasar diterapi. AKI

yang berat memerlukan dialisis, mempunyai mortalitas tinggi melebihi

50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ.

Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka

mortalitas belum berkurang karena usia pasien dan pasien dengan penyakit

kronik lainnya.8

Page 13: Case FETO

13

Pada pasien ini sudah terlihat adanya akumulasi nitrogen sisa

metabolisme yang dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai ureum 51

mg/dl, nilai kreatinin 1,27 mg/dL.

Etiologi AKI dapat dibagi menjadi prarenal, renal dan post renal.7,9,10

1. Prarenal (55%)

AKI prerenal di sebabkan oleh perfusi glomerulus yang abnormal

sehingga menurunkan LFG. Etiologinya dapat disebabkan oleh

karena:

a. Hipovolemia; Kehilangan darah /plasma : perdarahan, luka

bakar. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal

(diuretik, penyakit ginjal lain), pernafasan, pembedahan.

Redistribusi dari intravaskuler ke ekstravaskuler

(hipoalbuminemia, Sindroma kompartemen ketiga,

pankreatitis, peritonitis, kerusakan otot yang luas, Sindroma

distres pernafasan), kekurangan asupan cairan.

b. Vasodilatasi sistemik seperti sepsis, sirosis hati,

anestesi/blokade ganglion, reaksi anafilaksis, vasodilatasi oleh

obat.

c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung seperti

renjatan kardiogenik, infark jantung, gagal jantung kongestif

(disfungsi miokard, katup jantung), tamponade jantung,

distrimia, emboli paru.

d. Kegagalan autoregulasi; Vasokontriksi praglomerulus oleh

karena sepsis, hiperkalsemia, Sindroma hepatorenal, obat-obat

seperti inflamasi non steroid (AINS), adrenalin, noradrenalin,

siklosporin, dan ampotesisin B. Vasodilatasi pascaglomerulus

Page 14: Case FETO

14

di sebabkan oleh obat-obat penghambat angiotensin-

converting enzyme (ACE), dan antagonis reseptor AT1

angiotensin.

2. Renal (40%)

Disebabkan langsung atau di eksaserbasi oleh berkurangnya

aliran darah ginjal ke seluruh bagian atau sebagian ginjal.

Penyebab kerusakan iskemik ini disebabkan keadaan prarenal

yang tidak teratasi. Penyebab lain adalah penyempitan atau

stenosis arteri renalis sehingga mengurangi aliran darah ke

seluruh ginjal. Penyakit lain yang lebih komplek seperti

eklampsia, rejeksi alograf, sepsis, Sindroma hepatorenal juga

merupakan penyakit iskemia ginjal.

3. Pascarenal (5%)

Keadaan pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan

urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat.

Obstruksi aliran ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi

glomerulus dan transfor tubulus sehingga dapat mengakibatkan

kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya

obstruksi. Begitu terjadi hambatan aliran urin, terjadi kenaikan

yang segera tekanan hidrolik tubulus proksimal, yang kemudian

di kompensasi dengan vasodilatasi arteriol eferen ginjal yang di

mediasi oleh produksi prostaglandin; prostaksiklin dan

prostaglandin E2.5,6

Pada tahun 2012 KDIGO mengeluarkan pedoman

praktek klinis acute kidney injury (AKI), merekomendasikan

Page 15: Case FETO

15

sistem staging derajat AKI yang menggantikan kriteria RIFLE

dan AKIN sebagai berikut:7,11

Tabel 1. Sistem derajat AKI menurut KDIGO.

Stage Kreatinin Urine output

1 1,5-1,9 kali batas normal atau meningkat ≥ 0,3 mg/dL

< 0,5 mL/kg/jam selama 6 jam

2 2-2,9 kali batas normal < 0,5 mL/kg/jam selama 12 jam

3 3 kali batas normal atau kreatinin serum meningkat ≥ 4 mg.dL atau inisiasi replacement terapi ginjal

< 0,3 mL/kg/jam selama 24 jam atau anuria selama ≥ 12 jam.

Dikutip dari: KDIGO.11

Pada pasien ini Selama perawatan didapatkan kadar ureum dan

kreatinin yang terus meningkat dan didiagnosis AKI stage III.

B. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?

Pasien masuk dengan keluhan hamil kurang bulan dengan darah tinggi.

Pada pemeriksaan status present didapatkan tekanan darah 220/100 mmHg

dengan indeks gestosis 8. Hasil konsul dengan penyakit dalam didapatkan

kesan: Hipertensi gestasional dengan cor dan pulmo fungsional

kompensata. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin didapati pasien

dengan parsial HELLP syndrome. Diagnosis pada saat pasien masuk

adalah G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed

preeklampsia, HELLP syndrome janin tunggal hidup presentasi kepala.

Page 16: Case FETO

16

Pada kasus ini ditatalaksana sesuai satgas gestosis dan dilakukan

manajemen ekspektatif. Hipertensi dalam kehamilan merupakan

sekelompok gejala yang dapat terjadi dalam kehamilan. Angka kejadian

hipertensi dalam kehamilan lebih kurang 10% dimana angka kematian

perinatal lebih kurang 50%, sedangkan kematian maternal lebih kurang

33,3%. Preeklampsia berat adalah suatu keadaan dimana timbulnya

hipertensi disertai proteinuria dengan atau tanpa edema yang disebabkan

oleh kehamilan setelah minggu ke-20. Kriteria preeklampsia berat adalah

bila terdapat satu atau lebih gejala-gejala tekanan darah sistolik lebih dari

160 mmHg dan diastolik sama atau lebih dari 110 mmHg, proteinuria lebih

dari 2 g/24 jam atau secara kualitatif +2, oliguria, gangguan visus,

gangguan serebral, nyeri epigastrium, edema paru, sianosis, PJT dan

adanya sindroma HELLP.5,12,13

Preeklampsia merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian ibu,

sekitar 15%. Sebanyak 5-10% ibu hamil mengalami preeklampsia.

Preeklampsia merupakan suatu penyakit multiorgan yang ditandai dengan

hipertensi, proteinuria yang timbul pada usia kehamilan diatas 20 minggu.

Etiologi preeklampsia masih belum jelas, tapi preeklampsia tampak sebagai

puncak dari beberapa faktor yang melibatkan faktor maternal, plasenta, dan

fetal, diantaranya adanya implantasi plasenta dengan invasi trofoblas yang

tidak normal arteri uterina; gangguan maladaptasi imunologis antara

jaringan maternal, paternal, dan fetal; maladaptasi maternal terhadap

perubahan kardiovaskuler atau inflamasi kehamilan normal; dan faktor

genetik termasuk pengaruh epigenetik.5,14,15,16

Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah :

1. Terminasi kehamilan dengan kemungkinan sedikit trauma pada ibu

maupun janin

2. Melahirkan bayi yang dapat bertahan hidup

Page 17: Case FETO

17

3. Memulihkan kesehatan ibu.

Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika

diketahui atau diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm,

kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin di dalam

uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian

neonatus. Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB),

penanganan terdiri dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif.

Wanita hamil dengan PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada

penundaan.15

Penanganan Aktif. Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan

dengan peningkatan mortalitas perinatal dan peningkatan morbiditas serta

mortalitas ibu. Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi

kehamilan setelah usia kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi

kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu untuk mencegah

progresifitas PEB.15

Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi

pada ibu maupun janin:

1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu:

a. kegagalan terapi medikamentosa:

setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi

kenaikan darah yang persisten

b. tanda dan gejala impending eklampsia

c. gangguan fungsi hepar

d. gangguan fungsi ginjal

e. dicurigai terjadi solusio plasenta

f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan

g. umur kehamilan ≥ 37 minggu

h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan

Page 18: Case FETO

18

USG timbulnya oligohidramnion merupakan indikasi

penatalaksanaan PEB aktif

2. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom

HELLP.

Penanganan ekspektatif. Terdapat kontroversi mengenai terminasi

kehamilan pada PEB yang belum cukup bulan. Beberapa ahli

berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm

mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia

kehamilan di atas 37 minggu. Adapun penatalaksanaan ekspektatif

bertujuan:

1. mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan

yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.

2. meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi

keselamatan ibu.

Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada

pasien PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu,

terminasi kehamilan lebih diutamakan untuk menghindari komplikasi

yang dapat mengancam nyawa ibu (misalnya perdarahan otak).

Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34

minggu, penanganan ekspektatif lebih disarankan.15,16

Berdasarkan literatur di atas maka penatalaksanaan pasien ini sudah

tepat. Karena pasien dari awal didiagnosis dengan kehamilan kurang

bulan dengan preeklampsia berat, parsial HELLP syndrome maka

setelah diberikan informed consent pasien ditatalaksana manajemen

ekspektatif, dengan pemberian anti kejang Inj. MgSO4 sesuai protocol,

Nifedipine 3 x 10 mg sebagai antihipertensi dan inj. Dexamethasone 2 x

10 mg untuk penatalaksanaan partial HELLP sindrome.

Page 19: Case FETO

19

Satgas Gestosis POGI dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi

Dalam Kehamilan di Indonesia menganjurkan cara pemberian dan dosis

magnesium sulfat sebagai berikut : 5,17

a. Preeklampsia berat

Dosis awal: 8 gram magnesium sulfat, (40% dalam 20 ml) intra

muskuler, dengan cara 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4

gram di bokong kanan (40% dalam 10 ml)

Dosis pemeliharaan : diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam

pemberian dosis awal, selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler

setiap 6 jam

b. Eklampsia

Dosis awal :4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml

intravena selam 4 menit, disusul 8 gram larutan 40% dalam larutan

10 ml diberikan pada bokong kiri dan bokong kanan masing-

masing 4 gram.

Dosis pemeliharaan : Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram

intramuskuler.

Dosis tambahan: bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO4 2

gram intravena 2 menit. Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit

setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya

diberikan sekali dalam 6 jam saja. Bila setelah diberikan dosis

tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5

mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan. Pemberian dilanjutkan

24 jam post partum.

Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek

tendon dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam

kadar 10 meq/liter. Oleh karena itu selama pengobatan magnesium

Page 20: Case FETO

20

sulfat harus dikontrol refleks patella. Refleks patella akan

menghilang bila kadar magnesium plasma 9-13 mg/dl, depresi

pernapasan terjadi pada kadar 14 mg/dl. Sebagai antodotum untuk

toksisitas magnesium adalah 1 g kalsium glukonas yang diberikan

secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor secara

ketat dan pemberian cairan secara intravena harus dibatasi untuk

mencegah terjadinya edema paru.5,14,17,20

Pada pasien ini setelah pemberian MgSO4 sesuai protokol

dan antihipertensi didapatkan keadaan umum dan tanda vital

pasien tidak mengalami perbaikan dimana tekanan darah masih

180/100 mmHg, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium SGOT

SGPT meningkat. Kriteria gagal terapi ekspektatif, dibagi menjadi:

a. Ibu ( maternal )

- Hipertensi berat yang tidak terkontrol ( TD sistolik ≥ 160

mmHg, TD diastolik ≥ 110 mmHg) setelah mendapatkan dosis

maksimum antihipertensi ( Labetalol i.v 220 mg, hidralazin

dan nifedipin oral)

- Eklampsia atau gejala serebral yang menetap

- Edema paru

- Solusio plasenta

- Trombositopenia (trombosit <100.000/mm3) atau

peningkatan enzim hati ( sindroma HELLP )

- Kreatinin serum ≥ 1,5 mg/dL atau oliguria (< 0,5

mL/kg/jam)

b. Janin ( fetal )

- IUGR berat (< presentil ke-5 usia kehamilan)

- Oligohidramnion persisten ( AFI < 5 pada minimal 2 kali

pemeriksaan dalam waktu > 24 jam )

Page 21: Case FETO

21

- Dopler arteri umbilikalis menunjukkan persistent reverse end-

diastolic flow

- Profil biofisik < 4 pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam

- Repetitive late deceleration atau severe variable deceleration atau

loss of variability

A. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?

Pada manajemen aktif pada preeklampsia berat, sedapat mungkin

persalinan diarahkan pervaginam.17,18

1. Indikasi Ibu

a. Kegagalan terapi medikamentosa : setelah 6 jam sejak dimulai

pengobatan medika mentosa terjadi kenaikan darah yang

persisten. Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medika

mentosa terjadi kenaikan tekanan darah yang persisten .

b. Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia

c. Gangguan fungsi hepar

d. Gangguan fungsi ginjal

e. Dicurigai terjadi solusio plasenta

f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan.

2. Janin

a.Umur kehamilan > 37 minggu

b. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

c. NST non reaktif dan profil biofisik abnormal

d. Timbulnya oligo hidramnion

3. Laboratorium

Trombositopenia progresif yang menjurus adanya HELLP

syndrome.5,14,15

Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam :

Page 22: Case FETO

22

1. Penderita belum inpartu

a. Dilakukan indikasi untuk persalinan pervaginam bila skor

bishop ≥ 8 bila perlu dilakukan pematangan servik dengan

misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II

dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap

gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar.

b. Indikasi pembedahan sesar:

1. tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

2. induksi persalinan gagal

3. terjadi maternal distress

4. terjadi fetal distress

5. bila umur kehamilan < 33 minggu

2. Bila penderita sudah inpartu:

a. perjalanan persalinan diikuti dengan grafik friedman, dengan

memperpendek kala II

b. pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan

fetal distress

c. primigravida direkomendasikan pembedahan sesar

d. anestesi : regional anestesi, epidural anestesi, tidak dianjurkan

anestesia umum.20,21,22,23

Pada pasien ini kemudian dilakukan terminasi secara

perabdominam, sesuai dengan indikasi maternal tidak didapatkan

perbaikan tekanan darah, peningkatan hasil laboratorium, dan

merupakan indikasi pembedahan seksio caesaria pada pasien ini. Lahir

neonatus mati laki-laki, BB 1700 g, PB 49 cm, dengan livor mortis.

Intraoperatif, didapatkan kejadian atonia uteri dengan faktor

predisposisi pada os menderita preeclampsia berat yang mendapatkan

MgSO4 dan Nifedipin, dimana terapi ini bersifat tokolitik. Kemudian

Page 23: Case FETO

23

dilakukan penanganan atonia uteri dengan massa uterus pemberian

drip oksiotisin 40 IU dalam RL 500 cc, misoprostol 600 mcg tablet per

rektal dan injeksi oksitosisn 10 IU intramural, namun didapatkan

kontraksi uterus masih lemah / flabby, evaluasi masih terjadi

perdarahan difus, konsul intraoperative dengan konsulen jaga onsite

Dr. Hj. Hartati, SpOG(K) disarankan untuk dilakukan B-Lynch Suture.

Kemudian diputuskan untuk dilakukan metode B-Lynch Suture.

Setelah dievaluasi selama 10 menit, kontraksi uterus tetap lemah,

konsul intraoperative kembali dengan konsulen jaga onsite disarakan

dilakukan histerektomi, dengan pertimbangan os grande multi gravida,

dan umur 39 tahun. Post operasi os dirawat secara intensif di ICU.

RUJUKAN

1. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL. Williams obstetrics. 24th ed. New York: McGraw-Hill; 2014.

2. Creasy RK, Resnik R, Lams JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene FM. Creasy & Resniks’s maternal-Fetal Medicine principles and practice. 7th ed. Philadelphia: Elsevier saunders; 2013.

3. Pangemanan TW. Komplikasi akut pada preeklampsia. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI; 2002.

4. Yu Jen k, Laszik GZ. Renal Effects of Preeclampsia. Available at www.intechophen.com5. Sharfuddin A, Molitoris B. Pathophysiology of ischemic acute kidney injury.Nephrology

2011;76. David P, , Melissa D, Timothy A. Pathophysiology of Acute Kidney Injury. Compr Physiol.

2012 April ; 2(2): 1303–13537. Kellum J, Lameire N. Diagnosis, evaluation, and management of acute kidney injury: a

KDIGO summary. Critical care 2012;17:2048. Roesli RMA. Diagnosis dan etiologi gangguan ginjal akut. Dalam Roesli RMA,

Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan pengelolaan gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin; 2008: 41-66.

9. Machado S, Figueiredo N, Borges A, São José P. Acute kidney injury in pregnancy: a clinical challenge. JNEPHROL 2012; 25(01): 19- 30

10. Goplani RK, Shah RP, Gera ND, Gumber M, Feroz A. Pregnancy-related acute renal failure : A single center experience. Indian journal nephrol 2008: 18.

11. International Society of Nephrology. Kidney international supplements from Kidney disease improving global outcomes. Boston, Vol. 2 (1); 2012: 1-138.

Page 24: Case FETO

24

12. American College of Obstetricians and Gynecologists. Vaginal birth after previous cesarean delivery. ACOG Practice Bulletin No.115. Obstetrics nd Gynecology. 2010,116(2):450-463.

13. Walker JJ. Decker GA. The etiology and patophysiology of hypertension in pregnancy. In Walker JJ. Gant N, eds. Hypertension in pregnancy. London: Chapman and Hall Medical, 1997:47-8.

14. Roberts JM, Funai EF. Pregnancy-related hypertension. In: Creasy RK, Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR, ed. Creasy & Resnik’s maternal-fetal medicine 6th ed. Philadelphia: Sauders Elsevier, 2009: 651-88.

15. Decherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufe N. Current diagnosis and treatment obstetrics and gynaecology. 10th ed: Lange Mc-Graw-Hill;2016:321-7.

16. Sibai BM. Hypertension. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson Jl, Landon MB, Galan ML, Jauniaux ER eds. Obstetrics: Normal and problem pregnancies. 6 th. Philadelphia; Elsevier Saunders.2012:779-815.

17. Angsar MD, Simanjuntak P, Handaya, Syahid S. Panduan pengolahan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Edisi pertama. Satgas Gestosis POGI, 1985:1-24

18. American college of obstetricians and gynecologists. Diagnosis and management of preeclampsia and eclampsia, ACOG practice bulletin. No. 33. 2002;33.

19. Goodman and Gilman’s. The pharmacological bases of therapeutics. 7 th edition. New York : Mac Millian Publishing Co. Inc, 1985: 874-6

20. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical pharmacology applied to obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1998; 105: 260-8

21. Reynolds C, Mabie WC, Sibai BM. Hypertensive states of pregnancy. In: De Cherney AH, Nathan L, editors. Current obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 9th ed. Los Angeles: Appleton & Lange; 2002. p. 1075-9.

22. Lain KY, Roberts JM. Management of preeclampsia. In: Ransom SB, Evans MI, Dombrowski MP, editors. Contemporary therapy in obstetrics and gynecology. Philadelphia: WB Saunders Company; 2002. p. 45-6.

23. Burrow GN, Ferris TF. Medical complications during pregnancy. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1982.