case feto
DESCRIPTION
PEB, hellp syndromeTRANSCRIPT
I. REKAM MEDIS
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama : Ny. S
Med Rec/Reg : 932218 / RI 16001200
Umur : 39 tahun
Suku Bangsa : Sumatera
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Siaran Lr. Perintis 3 RT 57 RW 14, Lebong Gajah,
Sematang Borang, Palembang
MRS : 14-01-2016 Pukul 01:51 WIB
2. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, lama 14 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menarche 12 tahun, teratur, lama haid 5 hari, siklus haid teratur 28 hari,
HPHT lupa
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
1. 1991, ♀, 2500 g, bidan, sehat
2. 1995, ♂, 2500 g, dukun, sehat
3. 1997, ♀, 2700 g, bidan, sehat
4. 2000, ♀, 2700 g, bidan, sehat
5. 2004, ♀, 2400 g, dukun, sehat
6. 2006, ♂, 2600 g, bidan, sehat
2
7. 2009, ♀, 2500 g, bidan, sehat
8. Hamil ini
5. Riwayat penyakit dahulu :
R/ darah tinggi ± 10 tahun, minum obat warung
6. Riwayat gizi / sosioekonomi :
Sedang / sedang
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama: hamil kurang bulan dengan darah tinggi
Riwayat perjalanan penyakit:
Os rujukan dari bidan dengan keluhan darah tinggi, nyeri ulu hati (-). R/
darah tinggi sebelum hamil (+) sejak hamil anak ke empat. R/ darah tinggi
hamil ini (+). R/ darah tinggi dalam keluarga (-), R/ nyeri kepala hebat (-),
R/ mual muntah (-), R/ pandangan mata kabur (-). Os mengaku hamil kurang
bulan dan gerakan janin masih dirasakan. R/ perut mules yang menjalar ke
pinggang makin lama makin sering dan kuat (-), R/ keluar darah lender (-),
R/ keluar air-air (-).
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Berat badan : kg
Tinggi badan : cm
Tekanan darah : 220/100 mmHg
Nadi : 90 x/menit
3
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,3°C
b. Keadaan khusus
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik
Leher : Tekanan vena jugularis (5-2) cmH2O,
Massa tidak ada
Toraks : Jantung: HR 84x/m, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada,
wheezing tidak ada
Abdomen : Status Obstetri
Ekstremitas : Edema tidak ada, varises tidak ada, refleks
fisiologis +/+, refleks patologis -/-.
Indeks gestosis Edema 1
Proteinuria 1
TD sistol 3
TD diastol 3
Jumlah 8
2. Pemeriksaan obstetri
Pada pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit tanggal 14 Januari 2016
Pukul 01:51 WIB didapatkan :
- Pemeriksaan luar: tinggi fundus uteri ½ pusat – procesus xyphoideus (24
cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : 146 x/m, taksiran
berat badan janin 1705 g.
4
- Pemeriksaan dalam :
o Inspekulo: portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (-), E/L/P
(-)
o VT: portio lunak, posterior, effecement 0 %, ø kuncup, kepala,
ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (14-01-2016 pkl. 02:59 WIB)
Hb : 14,1 g/dL
RBC : 5.040.000/mm3
Ht : 41 %
Leukosit : 10.200/mm3
Trombosit : 168.000/mm3
DC : 0/2/68/27/3
USG Konfirmasi (PM) :
- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
- Biometri janin :
o BPD : 7,37 cm
o HC : 27,22 cm
o AC : 24,58 cm
o FL : 5,51 cm
o Cereb : 3,53 cm
- Tampak AEDV
- Plascecnta corpus anterior
- Ketuban cukup
- BPP FT: 2 FM: 2 FB: 2 ICA: 2 NST: 2
Kesan: Hamil 29 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala + BPP 10
5
D. Diagnosa kerja
G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeklampsia
pada hipertensi kronis janin tunggal hidup presentasi kepala
E. Prognosis
Ibu : dubia
Janin : dubia
F. Terapi
- Ekspektatif
- Stabilisasi 1 – 3 jam
- Observasi tanda vital ibu, tanda inpartu, DJJ
- Nifedipine 3 x 10 mg PO
- Kateter menetap catat I/O
- IVFD RL XX /m
- Cek laboratorium DR, CM, KD, UR
- Inj. MgSO4 sesuai protokol
- Konsul PDL dan Mata
- Evaluasi sesuai satgas gestosis
FOLLOW UP
TanggalJam
Pemeriksaan Terapi
14-01-1602:30 WIB
S : hamil kurang bulan dengan darah tinggiO : St. present : KU: sedang TD : mmHg RR: x/m Sens: CM N : x/m T : ºCSt. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : 146 x/m, TBJ 1705 g.
A : G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan
- Ekspektatif- Observasi tanda vital ibu, DJJ,
tanda inpartu- IVFD RL XX /m- Nifedipine 3 x 10 mg PO- Inj. MgSO4 sesuai protocol- Evaluasi sesuai satgas Gestosis- R/ USG konfirmasi
- Konsul Mata dan PDL
6
superimposed preeclampsia on chronic hypertension + HELLP syndrome JTH presentasi kepala
Laboratorium (14-01-2016, 02:30)Hb: 14,1 WBC: 10.200 PLT: 168.000 SGOT: 659 SGPT: 229 LDH: 2150 Ur: 22 Cr: 0,66 As. Urat: 7,60
Urinalisa: Proteinuria (+++)Konsul MATAA/ saat ini tidak ditemukan tanda-tanda koroidiopati dan retinopati hipertensiP/ - Regulasi tekanan darah sesuai TS
- Konsul ulang jika terjadi penurunan visus mendadakKonsul PDLA/ saat ini cor kompensata dengan hipertensi urgensi Pulmo kompensataP/ Metildopa 3 x 500 mg Evaluasi ulang TDUSG Konfimasi (PM)
- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala- Biometri janin :
o BPD : 7,37 cmo HC : 27,22 cmo AC : 24,58 cmo FL : 5,51 cmo Cereb : 3,53 cm
- Tampak AEDV- Plascecnta corpus anterior- Ketuban cukup- BPP FT: 2 FM: 2 FB: 2 ICA: 2 NST: 2Kesan: Hamil 29 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala + BPP 10
14-01-16WIB
S : habis USG konfirmasiO : St. present : KU: sedang TD : 170/110 mmHg RR: 20 x/m Sens: CM N : 88 x/m T: 36,8 ºC
A : G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia pada hipertensi kronis + HELLP syndrome JTH presentasi kepala
USG: hamil 29 minggu JTH presentasi kepala + BPP 10
- Lapor DPJP (Dr. H. Azhari, SpOG(K))Saran: alih DPJP ke divisi Fetomaternal
14-01-1615.30 WIB
S : hamil kurang bulan dengan darah tinggiO : St. present : KU: sedang TD : 180/90 mmHg RR: 20 x/m Sens: CM N : 88 x/m T: 36,8 ºCSt. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : 146 x/m, TBJ 1705 g
A : G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia on chronic hypertension + HELLP syndrome JTH presentasi
- Ekspektatif- Observasi tanda vital ibu, DJJ,
tanda inpartu- IVFD RL XX /m- Nifedipine 3 x 10 mg PO- Evaluasi sesuai satgas Gestosis- Inj. Dexamethasone 2 x 10 mg IV- Cek darah ulang
7
kepala14-01-16
20.00 WIBLapor Dr. Hj. Putri Mirani, SpOG (K)
Setuju untuk alih DPJP FetomaternalSaran:
- Lakukan pematangan paru 2 hari- Persiapan terminasi perabdominam semi elektif- Konsul NICU- Persiapan darah- Cek trombosit setiap hari
14-01-1621.45 WIB
S : hamil kurang bulan dengan darah tinggi disertai penurunan kesadaranO : St. present : KU: berat TD : 130/70 mmHg RR: 38 x/m Sens: somnolen N : 113 x/m T: afebrisSt. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : 78 x/m, TBJ 1705 g
A : G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia + HELLP syndrome + susp DIC JTH presentasi kepala + gawat janin
LaboratoriumHb: 13,9 WBC: 17.400 PLT : 61.000 PT: > 120,00 APTT > 180.00 Fibrinogen: 159.00 D-dimer: 0,38 SGOT: 1864 SGPT: 347 Bil.Total: 5,23 Bil. Direk: 2,29 Bil.Indirek:2,94 Ur: 51 Asam Urat: 9,30 Cr: 1,27
- Observasi tanda vital ibu, DJJ,- IVFD RL XX /m- O2 10 L/menit- Resusitasi intrauterine- Lateroposisi- Konsul PDL, ICU, Neurologi- Lapor Dr. Hj. Putri Mirani,
SpOG(K) via telpon tidak diangkat
- Lapor konsulen jaga onsite Dr. Hj. Hartati, SpOG(K)Saran: - stabilisasi pasien pindahkan ke ICU- Hubungi konsulen DPJP
14-01-1622.00 WIB
S : hamil kurang bulan dengan darah tinggi disertai penurunan kesadaran dan tidak bergerak lagiO : St. present KU: berat TD : 110/80 mmHg RR: 38 x/m Sens: somnolen N : 110 x/m St. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : (-), TBJ 1705 g
A : G3P1A1 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia + HELLP syndrome + susp DIC + AKI stage I JTM presentasi kepala
- Observasi tanda vital ibu, DJJ, tanda inpartu
- O2 10 L/m (NRM)- IVFD RL XX /m
14-01-1622.30 WIB
S : hamil kurang bulan dengan darah tinggi disertai penurunan kesadaran dan tidak bergerak lagiO : St. present KU: berat TD : 110/80 mmHg RR: 38 x/m Sens: somnolen N : 110 x/m St. Obstetri : PL : FUT ½ pusat – procesus xyphoideus (24 cm), memanjang, puka, kepala, U floating, his (-), DJJ : (-), TBJ 1705 g
A : G3P1A1 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia + HELLP syndrome + susp DIC + AKI stage I JTM presentasi kepala
- Lapor Dr. Hj. Hartati, SpOG(K):Setuju terminasi perabdominam
8
14-01-1623.30 WIB
Anestesi:A/ G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed preeclampsia pada hipertensi kronik + HELLP syndrome + susp. DIC + AKI + JTM preskep + penurunan kesadaranP/ - perawatan post op ke ICU + ventilator - atas bantuannya BTK
LAPORAN OPERASI00.30 WIB
- Operasi dimulaiPkl 00:35 WIB lahir neonatus mati laki-laki, BB 1700 g, PB: 49 cm, dengan livor mortisPkl 00:40 WIB plasenta lahir lengkap, BP 310 g, PTP 40 cm, Ø 16 x 17 cmPada eksplorasi didapatkan uterus flabby dilakukan pemberian drip oksitosin 40 IU dalam RL 500 cc, misoprostol 3 tablet per rektal dan injeksi oksitosin 10 IU intramural uterus masih dalam keadaan flabby konsul intraoperative dengan konsulen jaga onsite Dr. Hj. Hartati, SpOG(K) saran B lynch sutureDilakukan penjahitan B lynch, dievaluasi selama 10 menit uterus tetap flabby, konsul intraoperative kembali dengan konsulen jaga onsite Dr. Hj. Hartati, SpOG(K) saran histerektomi
15-01-1607:00 WIB
S/ kel: habis operasi melahirkanO/ St. PresentSens: DPO KU: sakit berat TD: 91/45 mmHg N: 87x/m RR: 16 x/m (terintubasi) T: afebris
A/ P8A0 post SSTP ai maternal distress + post histerektomi subtotal hari ke II + AKI riffle F + HELLP Syndrome
LaboratoriumHb: 9,7 WBC: 20.400 PLT: 70.000 PT: 21,1 INR: 1,81 APTT: 69,1 Fibrinogen: 259,0 D-Dimer: 10,82 Bil. Direk: 3,47 Bil. Indirek: 0,84 SGOT: 968 SGPT: 238 LDH: 5476 Ur: 68 As. Urat: 10,00 Cr: 2,29 Ca: 7,9 Mg: 7,51 Na: 138 K: 3,9 Cl: 108
P/- obs. TVI, perdarahan- IVFD RL gtt xx/m + 30 IU oksitosin s/d 24 jam post op- Inj. MgSO4 ∞ protocol- Kateter menetap, catat I/O- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g IV- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV- Inj. Dexamethasone 2 x 10 mg IV- Adrenalin continu- Dobutamin continu- Midazolam continu- Inj. Ca Glukonas 3 g IV- Inf. Albumin 25 %- Inj. Furosemid 60 mg IV
16-01-1611:00 WIB
S/ kel: habis operasi melahirkanO/ St. PresentSens: E1M1Vt KU: sakit berat TD: 95/49 mmHg N: 112 x/m RR: 32 x/m (terintubasi) T: afebris
A/ P8A0 post SSTP ai maternal distress + post histerektomi subtotal hari III + HELLP Syndrome + syok sepsis + AKI riffle F + DIC
LaboratoriumHb: 6,3 WBC: 30.700 PLT: 53.000 PT: 21,5 INR: 1,86 APTT: 87,4 Fibrinogen: 364,0 D-Dimer: 3,92 Alb: 2,0 LDH: 5041 Ur: 142 Cr: 4,36 Ca: 7,7 Mg: 6,81 Na: 136 K: 3,9 Cl: 110
HbsAg: non reaktif anti HCV: non reaktif Anti HIV: non-reaktifVDRL: negative TPHA: negatif
P/- obs. TVI, perdarahan- IVFD RL gtt xx/m - Kateter menetap, catat I/O- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g IV- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV- Inj. Dexamethasone 2 x 10 mg IV- Adrenalin continu- Dobutamin continu- Midazolam continu- Inj. Ca Glukonas 3 g IV- visite Dr. Wim T. Pangemanan:
Lapor bila konsul PDL selesai dijawabTransfusi PRC s/d Hb ≥ 8 g/dL
Konsul PDLA/ AKI stage III + syok sepsis + DIC + HELLP syndromeP/ Lapor Dr. Novadian, SpPD, KGHAdvis: hemodialisa T: 2 jam
9
Qb: 180 -200 UF baal: 1 literHeparin minimal
Untuk syarat HD: HbsAG, Anti HCV, anti HIV, TDHA, VDRLHb > 7 g/dLTDS > 100
13.15 WIB AnestesiHasil laboratoriumHb: 6,3 Ht: 19 Leukosit: 30.700 PLT: 53.000 Ca: 7,9
P/ Rencana transfuse PRC 2 x 150 ccCa Glukonas 2 g (IV)
16:30 WIB Rencana pasien untuk dilakukan hemodialisa- Perisapan obat-obat resusitasi- Informed consent keluarga mengenai persetujuan HD
20:30 WIB Selesai dilakukan HD dengan ± 1000 cc, durante hemodialisa relatif tidak stabilTD: 98/45 mmHg HR: 99x/mSupport adrenalin 1 mcg/KgBB/menitVentilator: SIMV 20 RS 15 PEEP 9 FiO2: 100 % SpO2: 90%
Rencana:- Cek labor DR, KD, ARD
22:00 WIB TD: 70/50 mmHgHR: 50-70 x/m
03:00 WIB TD: 74/35 mmHgHR: 72 x/menit
04:15 WIB Irama EKG asistol, TD tidak teraba, nadi tidak teraba, nafas spontan (-), dilakukan resusitasi jantung paru, masuk obat-obatan adrenalin total 5 mg IVDilakukan RJP ± 30 menit, namun respon (-)
04:50 WIB Pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga dan petugas medis
II. PERMASALAHAN
A. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Preeklampsia Berat,
Sindroma HELLP dan Acute Kidney Injury?
B. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
III. ANALISA KASUS
A. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Preeklampsia Berat,
Sindroma HELLP dan Acute Kidney Injury?
10
Preeklampsia adalah suatu penyakit multiorgan dimana timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dengan atau tanpa edema yang disebabkan
oleh kehamilan setelah minggu ke-20. Kriteria preeklampsia berat adalah
bila terdapat satu atau lebih gejala-gejala tekanan darah sistolik lebih dari
160 mmHg dan diastolik sama atau lebih dari 110 mmHg, proteinuria
lebih dari 2 g/24 jam atau secara kualitatif +2.1,2
Angka kematian dan kesakitan yang disebabkan oleh Preeklampsia sekitar
15%. Angka kejadian preeklampsia diperkirakan Sebanyak 3-7% dari
semua kehamilan. Banyak faktor yang dihubungkan dengan preeklampsia
antara lain riwayat keluarga dengan preeklampsia, nullipara, kehamilan
multi, interval antara kehamilan yang lama, obesitas, usia 40 tahun,
diabetes mellitus, adanya pre-existing disease antara lain hipertensi
kronik, gangguan ginjal, dan yang lainnya. Etiologi preeklampsia masih
belum jelas, tapi preeklampsia tampak sebagai puncak dari beberapa
faktor yang melibatkan faktor maternal, plasenta, dan fetal, diantaranya
adanya implantasi plasenta dengan invasi trofoblas yang tidak normal
arteri uterina; gangguan maladaptasi imunologis antara jaringan maternal,
paternal, dan fetal, maladaptasi maternal terhadap perubahan
kardiovaskuler atau inflamasi kehamilan normal; dan faktor genetik
termasuk pengaruh epigenetik.1,2
Preeklampsia dapat mempengaruhi multi organ termasuk kelainan saraf
pusat (seperti penglihatan mata kabur, gangguan status mental, sakit
kepala yang hebat, dan gangguan cerebrovaskular), gangguan fungsi hati
(peningkatan serum transaminase), edema paru, dan gangguan ginjal.
Manifestasi klinis preeklamsia lainnya adalah kejang grandmal yang lebih
dikenal dengan eklampsia.1,2
11
Komplikasi lain preeklampsia terdiri dari HELLP Sindroma (20-
20%), edema paru (2%-5%), acute kidney injuri (AKI) sekitar 1%-5%, dan
solusio plasenta (1%-4%), meningkatkan risiko terjadinya penyakit
kardivaskular, pertumbuhan janin terhambat (10-25%). Kematian maternal
sekitar 24%, dimana kematian biasanya disebabkan oleh ruptur hepar,
DIC, gagal ginjal akut, edema paru, trombosis carotid, dan pecah
pembuluh darah serebrovaskuler. Kematian perinatal biasanya
dihubungkan dengan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat dan
solusio plasenta.1,2
Pada pasien ini terdapat komplikasi berupa Sindroma HELLP yang
merupakan komplikasi yang serius pada preeklampsia. Penyebab Sindroma
HELLP secara pasti belum diketahui, Sindroma menyebabkan terjadinya
kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet intravaskuler.
Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan
serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi
platelet, serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Pada Sindromaa HELLP
terjadi disfungsi endotel, dengan akibat terjadi peningkatan aktivasi
kaskade koagulasi. Diagnosis HELLP Sindroma berdasarkan kriteria
laboratorium yaitu : (a) mikroangiopati anemia hemolitik, peningkatan
serum bilirubin ≥1,2 mg/dL, kadar laktat dehidrogenase >600U/L; (b).
Peningkatan enzim transaminase hati >70U/L dan (c) jumlah trombosit <
100.000/mm3. 1,2,3
Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan
peningkatan kadar SGOT 659 U/L, SGPT 229 U/L, LDH 2150 U/L,
trombosit 168.000/mm3, dan asam urat 7,60 mg/dL. Komplikasi ini
merupakan keadaan yang mengancam jiwa sehingga keterlambatan
diagnosis dan terapi Sindromaa HELLP akan menyebabkan prognosis
menjadi makin buruk Sindromaa HELLP dapat meyebabkan komplikasi
12
antara lain hematoma subkapsuler hepar, eklampsia, solusio plasenta, acute
kidney injury, edema paru, stroke, coagulopati, gagal nafas, dan sepsis.
Luaran maternal dengan HELLP Sindroma cukup baik, terkadang
perubahan normalisasi hingga 6 hari paska melahirkan. Namun perbaikan
dapat tertunda pada penyakit yang lebih berat termasuk jika disertai dengan
AKI. Diperkirakan 10-46% wanita mengalami AKI dan membutukan
dialisis akut dihubungkan dengan HELLP Sindroma. Identifikasi dini dari
penyakit ini dapat mengurangi angka kematian maternal dan perinatal, juga
mengurangi angka komplikasinya.3-6
Komplikasi lain yang dapat menyertai preeklampsia adalah acute kidney
injury (AKI). . Secara umum AKI didefinisikan sebagai suatu penurunan
yang cepat dan mendadak dari fungsi ginjal. Kidney Disease Improving
Global Outcomes (KDIGO) mendefinisikan AKI adanya peningkatan
kreatinin serum 0,3 mg/dL atau lebih dalam 48 jam atau peningkatan
kreatinin serum hingga 1,5 kali batas normal atau lebih dalam waktu 7 hari
terakhir atauU rine output kurang dari 0,5 mL/kg/jam selama 6 jam.7
AKI adalah Sindroma yang terdiri dari penurunan kemampuan filtrasi
ginjal (jam sampai hari), retensi produk buangan dari nitrogen, gangguan
elektrolit dan asam basa. Oliguri dapat terjadi sebagai manifestasi klinis.
AKI sering asimtomatik dan sering ditemukan dengan tanda peningkatan
konsentrasi ureum dan kreatinin. Kebanyakan AKI reversible karena
dapat kembali kefungsi normal setelah penyakit mendasar diterapi. AKI
yang berat memerlukan dialisis, mempunyai mortalitas tinggi melebihi
50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ.
Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka
mortalitas belum berkurang karena usia pasien dan pasien dengan penyakit
kronik lainnya.8
13
Pada pasien ini sudah terlihat adanya akumulasi nitrogen sisa
metabolisme yang dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai ureum 51
mg/dl, nilai kreatinin 1,27 mg/dL.
Etiologi AKI dapat dibagi menjadi prarenal, renal dan post renal.7,9,10
1. Prarenal (55%)
AKI prerenal di sebabkan oleh perfusi glomerulus yang abnormal
sehingga menurunkan LFG. Etiologinya dapat disebabkan oleh
karena:
a. Hipovolemia; Kehilangan darah /plasma : perdarahan, luka
bakar. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal
(diuretik, penyakit ginjal lain), pernafasan, pembedahan.
Redistribusi dari intravaskuler ke ekstravaskuler
(hipoalbuminemia, Sindroma kompartemen ketiga,
pankreatitis, peritonitis, kerusakan otot yang luas, Sindroma
distres pernafasan), kekurangan asupan cairan.
b. Vasodilatasi sistemik seperti sepsis, sirosis hati,
anestesi/blokade ganglion, reaksi anafilaksis, vasodilatasi oleh
obat.
c. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung seperti
renjatan kardiogenik, infark jantung, gagal jantung kongestif
(disfungsi miokard, katup jantung), tamponade jantung,
distrimia, emboli paru.
d. Kegagalan autoregulasi; Vasokontriksi praglomerulus oleh
karena sepsis, hiperkalsemia, Sindroma hepatorenal, obat-obat
seperti inflamasi non steroid (AINS), adrenalin, noradrenalin,
siklosporin, dan ampotesisin B. Vasodilatasi pascaglomerulus
14
di sebabkan oleh obat-obat penghambat angiotensin-
converting enzyme (ACE), dan antagonis reseptor AT1
angiotensin.
2. Renal (40%)
Disebabkan langsung atau di eksaserbasi oleh berkurangnya
aliran darah ginjal ke seluruh bagian atau sebagian ginjal.
Penyebab kerusakan iskemik ini disebabkan keadaan prarenal
yang tidak teratasi. Penyebab lain adalah penyempitan atau
stenosis arteri renalis sehingga mengurangi aliran darah ke
seluruh ginjal. Penyakit lain yang lebih komplek seperti
eklampsia, rejeksi alograf, sepsis, Sindroma hepatorenal juga
merupakan penyakit iskemia ginjal.
3. Pascarenal (5%)
Keadaan pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan
urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat.
Obstruksi aliran ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi
glomerulus dan transfor tubulus sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya
obstruksi. Begitu terjadi hambatan aliran urin, terjadi kenaikan
yang segera tekanan hidrolik tubulus proksimal, yang kemudian
di kompensasi dengan vasodilatasi arteriol eferen ginjal yang di
mediasi oleh produksi prostaglandin; prostaksiklin dan
prostaglandin E2.5,6
Pada tahun 2012 KDIGO mengeluarkan pedoman
praktek klinis acute kidney injury (AKI), merekomendasikan
15
sistem staging derajat AKI yang menggantikan kriteria RIFLE
dan AKIN sebagai berikut:7,11
Tabel 1. Sistem derajat AKI menurut KDIGO.
Stage Kreatinin Urine output
1 1,5-1,9 kali batas normal atau meningkat ≥ 0,3 mg/dL
< 0,5 mL/kg/jam selama 6 jam
2 2-2,9 kali batas normal < 0,5 mL/kg/jam selama 12 jam
3 3 kali batas normal atau kreatinin serum meningkat ≥ 4 mg.dL atau inisiasi replacement terapi ginjal
< 0,3 mL/kg/jam selama 24 jam atau anuria selama ≥ 12 jam.
Dikutip dari: KDIGO.11
Pada pasien ini Selama perawatan didapatkan kadar ureum dan
kreatinin yang terus meningkat dan didiagnosis AKI stage III.
B. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?
Pasien masuk dengan keluhan hamil kurang bulan dengan darah tinggi.
Pada pemeriksaan status present didapatkan tekanan darah 220/100 mmHg
dengan indeks gestosis 8. Hasil konsul dengan penyakit dalam didapatkan
kesan: Hipertensi gestasional dengan cor dan pulmo fungsional
kompensata. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin didapati pasien
dengan parsial HELLP syndrome. Diagnosis pada saat pasien masuk
adalah G8P7A0 hamil 29 minggu belum inpartu dengan superimposed
preeklampsia, HELLP syndrome janin tunggal hidup presentasi kepala.
16
Pada kasus ini ditatalaksana sesuai satgas gestosis dan dilakukan
manajemen ekspektatif. Hipertensi dalam kehamilan merupakan
sekelompok gejala yang dapat terjadi dalam kehamilan. Angka kejadian
hipertensi dalam kehamilan lebih kurang 10% dimana angka kematian
perinatal lebih kurang 50%, sedangkan kematian maternal lebih kurang
33,3%. Preeklampsia berat adalah suatu keadaan dimana timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dengan atau tanpa edema yang disebabkan
oleh kehamilan setelah minggu ke-20. Kriteria preeklampsia berat adalah
bila terdapat satu atau lebih gejala-gejala tekanan darah sistolik lebih dari
160 mmHg dan diastolik sama atau lebih dari 110 mmHg, proteinuria lebih
dari 2 g/24 jam atau secara kualitatif +2, oliguria, gangguan visus,
gangguan serebral, nyeri epigastrium, edema paru, sianosis, PJT dan
adanya sindroma HELLP.5,12,13
Preeklampsia merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian ibu,
sekitar 15%. Sebanyak 5-10% ibu hamil mengalami preeklampsia.
Preeklampsia merupakan suatu penyakit multiorgan yang ditandai dengan
hipertensi, proteinuria yang timbul pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Etiologi preeklampsia masih belum jelas, tapi preeklampsia tampak sebagai
puncak dari beberapa faktor yang melibatkan faktor maternal, plasenta, dan
fetal, diantaranya adanya implantasi plasenta dengan invasi trofoblas yang
tidak normal arteri uterina; gangguan maladaptasi imunologis antara
jaringan maternal, paternal, dan fetal; maladaptasi maternal terhadap
perubahan kardiovaskuler atau inflamasi kehamilan normal; dan faktor
genetik termasuk pengaruh epigenetik.5,14,15,16
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah :
1. Terminasi kehamilan dengan kemungkinan sedikit trauma pada ibu
maupun janin
2. Melahirkan bayi yang dapat bertahan hidup
17
3. Memulihkan kesehatan ibu.
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika
diketahui atau diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm,
kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin di dalam
uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian
neonatus. Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB),
penanganan terdiri dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif.
Wanita hamil dengan PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada
penundaan.15
Penanganan Aktif. Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan
dengan peningkatan mortalitas perinatal dan peningkatan morbiditas serta
mortalitas ibu. Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi
kehamilan setelah usia kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi
kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu untuk mencegah
progresifitas PEB.15
Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi
pada ibu maupun janin:
1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu:
a. kegagalan terapi medikamentosa:
setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi
kenaikan darah yang persisten
b. tanda dan gejala impending eklampsia
c. gangguan fungsi hepar
d. gangguan fungsi ginjal
e. dicurigai terjadi solusio plasenta
f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan
g. umur kehamilan ≥ 37 minggu
h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan
18
USG timbulnya oligohidramnion merupakan indikasi
penatalaksanaan PEB aktif
2. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom
HELLP.
Penanganan ekspektatif. Terdapat kontroversi mengenai terminasi
kehamilan pada PEB yang belum cukup bulan. Beberapa ahli
berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm
mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia
kehamilan di atas 37 minggu. Adapun penatalaksanaan ekspektatif
bertujuan:
1. mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan
yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.
2. meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu.
Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada
pasien PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu,
terminasi kehamilan lebih diutamakan untuk menghindari komplikasi
yang dapat mengancam nyawa ibu (misalnya perdarahan otak).
Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34
minggu, penanganan ekspektatif lebih disarankan.15,16
Berdasarkan literatur di atas maka penatalaksanaan pasien ini sudah
tepat. Karena pasien dari awal didiagnosis dengan kehamilan kurang
bulan dengan preeklampsia berat, parsial HELLP syndrome maka
setelah diberikan informed consent pasien ditatalaksana manajemen
ekspektatif, dengan pemberian anti kejang Inj. MgSO4 sesuai protocol,
Nifedipine 3 x 10 mg sebagai antihipertensi dan inj. Dexamethasone 2 x
10 mg untuk penatalaksanaan partial HELLP sindrome.
19
Satgas Gestosis POGI dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi
Dalam Kehamilan di Indonesia menganjurkan cara pemberian dan dosis
magnesium sulfat sebagai berikut : 5,17
a. Preeklampsia berat
Dosis awal: 8 gram magnesium sulfat, (40% dalam 20 ml) intra
muskuler, dengan cara 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4
gram di bokong kanan (40% dalam 10 ml)
Dosis pemeliharaan : diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam
pemberian dosis awal, selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler
setiap 6 jam
b. Eklampsia
Dosis awal :4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml
intravena selam 4 menit, disusul 8 gram larutan 40% dalam larutan
10 ml diberikan pada bokong kiri dan bokong kanan masing-
masing 4 gram.
Dosis pemeliharaan : Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram
intramuskuler.
Dosis tambahan: bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO4 2
gram intravena 2 menit. Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit
setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya
diberikan sekali dalam 6 jam saja. Bila setelah diberikan dosis
tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5
mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan. Pemberian dilanjutkan
24 jam post partum.
Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek
tendon dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam
kadar 10 meq/liter. Oleh karena itu selama pengobatan magnesium
20
sulfat harus dikontrol refleks patella. Refleks patella akan
menghilang bila kadar magnesium plasma 9-13 mg/dl, depresi
pernapasan terjadi pada kadar 14 mg/dl. Sebagai antodotum untuk
toksisitas magnesium adalah 1 g kalsium glukonas yang diberikan
secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor secara
ketat dan pemberian cairan secara intravena harus dibatasi untuk
mencegah terjadinya edema paru.5,14,17,20
Pada pasien ini setelah pemberian MgSO4 sesuai protokol
dan antihipertensi didapatkan keadaan umum dan tanda vital
pasien tidak mengalami perbaikan dimana tekanan darah masih
180/100 mmHg, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium SGOT
SGPT meningkat. Kriteria gagal terapi ekspektatif, dibagi menjadi:
a. Ibu ( maternal )
- Hipertensi berat yang tidak terkontrol ( TD sistolik ≥ 160
mmHg, TD diastolik ≥ 110 mmHg) setelah mendapatkan dosis
maksimum antihipertensi ( Labetalol i.v 220 mg, hidralazin
dan nifedipin oral)
- Eklampsia atau gejala serebral yang menetap
- Edema paru
- Solusio plasenta
- Trombositopenia (trombosit <100.000/mm3) atau
peningkatan enzim hati ( sindroma HELLP )
- Kreatinin serum ≥ 1,5 mg/dL atau oliguria (< 0,5
mL/kg/jam)
b. Janin ( fetal )
- IUGR berat (< presentil ke-5 usia kehamilan)
- Oligohidramnion persisten ( AFI < 5 pada minimal 2 kali
pemeriksaan dalam waktu > 24 jam )
21
- Dopler arteri umbilikalis menunjukkan persistent reverse end-
diastolic flow
- Profil biofisik < 4 pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam
- Repetitive late deceleration atau severe variable deceleration atau
loss of variability
A. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
Pada manajemen aktif pada preeklampsia berat, sedapat mungkin
persalinan diarahkan pervaginam.17,18
1. Indikasi Ibu
a. Kegagalan terapi medikamentosa : setelah 6 jam sejak dimulai
pengobatan medika mentosa terjadi kenaikan darah yang
persisten. Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medika
mentosa terjadi kenaikan tekanan darah yang persisten .
b. Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia
c. Gangguan fungsi hepar
d. Gangguan fungsi ginjal
e. Dicurigai terjadi solusio plasenta
f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan.
2. Janin
a.Umur kehamilan > 37 minggu
b. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
c. NST non reaktif dan profil biofisik abnormal
d. Timbulnya oligo hidramnion
3. Laboratorium
Trombositopenia progresif yang menjurus adanya HELLP
syndrome.5,14,15
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam :
22
1. Penderita belum inpartu
a. Dilakukan indikasi untuk persalinan pervaginam bila skor
bishop ≥ 8 bila perlu dilakukan pematangan servik dengan
misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II
dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap
gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar.
b. Indikasi pembedahan sesar:
1. tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
2. induksi persalinan gagal
3. terjadi maternal distress
4. terjadi fetal distress
5. bila umur kehamilan < 33 minggu
2. Bila penderita sudah inpartu:
a. perjalanan persalinan diikuti dengan grafik friedman, dengan
memperpendek kala II
b. pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan
fetal distress
c. primigravida direkomendasikan pembedahan sesar
d. anestesi : regional anestesi, epidural anestesi, tidak dianjurkan
anestesia umum.20,21,22,23
Pada pasien ini kemudian dilakukan terminasi secara
perabdominam, sesuai dengan indikasi maternal tidak didapatkan
perbaikan tekanan darah, peningkatan hasil laboratorium, dan
merupakan indikasi pembedahan seksio caesaria pada pasien ini. Lahir
neonatus mati laki-laki, BB 1700 g, PB 49 cm, dengan livor mortis.
Intraoperatif, didapatkan kejadian atonia uteri dengan faktor
predisposisi pada os menderita preeclampsia berat yang mendapatkan
MgSO4 dan Nifedipin, dimana terapi ini bersifat tokolitik. Kemudian
23
dilakukan penanganan atonia uteri dengan massa uterus pemberian
drip oksiotisin 40 IU dalam RL 500 cc, misoprostol 600 mcg tablet per
rektal dan injeksi oksitosisn 10 IU intramural, namun didapatkan
kontraksi uterus masih lemah / flabby, evaluasi masih terjadi
perdarahan difus, konsul intraoperative dengan konsulen jaga onsite
Dr. Hj. Hartati, SpOG(K) disarankan untuk dilakukan B-Lynch Suture.
Kemudian diputuskan untuk dilakukan metode B-Lynch Suture.
Setelah dievaluasi selama 10 menit, kontraksi uterus tetap lemah,
konsul intraoperative kembali dengan konsulen jaga onsite disarakan
dilakukan histerektomi, dengan pertimbangan os grande multi gravida,
dan umur 39 tahun. Post operasi os dirawat secara intensif di ICU.
RUJUKAN
1. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL. Williams obstetrics. 24th ed. New York: McGraw-Hill; 2014.
2. Creasy RK, Resnik R, Lams JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene FM. Creasy & Resniks’s maternal-Fetal Medicine principles and practice. 7th ed. Philadelphia: Elsevier saunders; 2013.
3. Pangemanan TW. Komplikasi akut pada preeklampsia. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI; 2002.
4. Yu Jen k, Laszik GZ. Renal Effects of Preeclampsia. Available at www.intechophen.com5. Sharfuddin A, Molitoris B. Pathophysiology of ischemic acute kidney injury.Nephrology
2011;76. David P, , Melissa D, Timothy A. Pathophysiology of Acute Kidney Injury. Compr Physiol.
2012 April ; 2(2): 1303–13537. Kellum J, Lameire N. Diagnosis, evaluation, and management of acute kidney injury: a
KDIGO summary. Critical care 2012;17:2048. Roesli RMA. Diagnosis dan etiologi gangguan ginjal akut. Dalam Roesli RMA,
Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan pengelolaan gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin; 2008: 41-66.
9. Machado S, Figueiredo N, Borges A, São José P. Acute kidney injury in pregnancy: a clinical challenge. JNEPHROL 2012; 25(01): 19- 30
10. Goplani RK, Shah RP, Gera ND, Gumber M, Feroz A. Pregnancy-related acute renal failure : A single center experience. Indian journal nephrol 2008: 18.
11. International Society of Nephrology. Kidney international supplements from Kidney disease improving global outcomes. Boston, Vol. 2 (1); 2012: 1-138.
24
12. American College of Obstetricians and Gynecologists. Vaginal birth after previous cesarean delivery. ACOG Practice Bulletin No.115. Obstetrics nd Gynecology. 2010,116(2):450-463.
13. Walker JJ. Decker GA. The etiology and patophysiology of hypertension in pregnancy. In Walker JJ. Gant N, eds. Hypertension in pregnancy. London: Chapman and Hall Medical, 1997:47-8.
14. Roberts JM, Funai EF. Pregnancy-related hypertension. In: Creasy RK, Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR, ed. Creasy & Resnik’s maternal-fetal medicine 6th ed. Philadelphia: Sauders Elsevier, 2009: 651-88.
15. Decherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufe N. Current diagnosis and treatment obstetrics and gynaecology. 10th ed: Lange Mc-Graw-Hill;2016:321-7.
16. Sibai BM. Hypertension. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson Jl, Landon MB, Galan ML, Jauniaux ER eds. Obstetrics: Normal and problem pregnancies. 6 th. Philadelphia; Elsevier Saunders.2012:779-815.
17. Angsar MD, Simanjuntak P, Handaya, Syahid S. Panduan pengolahan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Edisi pertama. Satgas Gestosis POGI, 1985:1-24
18. American college of obstetricians and gynecologists. Diagnosis and management of preeclampsia and eclampsia, ACOG practice bulletin. No. 33. 2002;33.
19. Goodman and Gilman’s. The pharmacological bases of therapeutics. 7 th edition. New York : Mac Millian Publishing Co. Inc, 1985: 874-6
20. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical pharmacology applied to obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1998; 105: 260-8
21. Reynolds C, Mabie WC, Sibai BM. Hypertensive states of pregnancy. In: De Cherney AH, Nathan L, editors. Current obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 9th ed. Los Angeles: Appleton & Lange; 2002. p. 1075-9.
22. Lain KY, Roberts JM. Management of preeclampsia. In: Ransom SB, Evans MI, Dombrowski MP, editors. Contemporary therapy in obstetrics and gynecology. Philadelphia: WB Saunders Company; 2002. p. 45-6.
23. Burrow GN, Ferris TF. Medical complications during pregnancy. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1982.