case dermatitis kontak alergi

Upload: heni-ayu-purnama

Post on 07-Jul-2018

427 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    1/19

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Dermatitis kontak merupakan istilah umum pada reaksi inflamasi akut atau

    kronis dari suatu zat yang bersentuhan dengan kulit. Ada dua jenis dermatitis

    kontak. Pertama, dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia,

    dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh antigen (alergen) dimana

    memunculkan reaksi hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated atau tipe lambat).Karena DKI bersifat toksik, maka reaksi inflamasi hanya terbatas pada daerah

     paparan, batasnya tegas dan tidak pernah menyebar. Sedangkan DKA adalah

    reaksi imun yang cenderung melibatkan kulit disekitarnya (spreading

     phenomenon) dan bahkan dapat menyebar di luar area yang terkena. Pada DKA

    dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh.1 

    Dalam praktek klinis, kedua respon ini (antara iritan dan alergi) mungkin

    sulit untuk dibedakan. Banyak bahan kimia dapat bertindak baik sebagai iritan

    maupun alergen. DKA adalah salah satu masalah dermatologi yang cukup sering.

    Perlu dicatat bahwa 80% dari dermatitis kontak akibat kerja (Occupational

    Contact Dermatitis) adalah iritan dan 20% alergi. Namun, data terakhir dari

    Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa persentase dermatitis kontak

    akibat kerja karena alergi mungkin jauh lebih tinggi, berkisar antara 50 dan 60

     persen, sehingga meningkatkan dampak ekonomi dari kerja DKA.2,3 

    Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai bagaimana cara

    menegakkan diagnosis dermatitis kontak alergi. Dengan demikian diharapkan

    dapat menjadi sumber informasi mengenai dermatitis kontak alergi dan dijadikan

     bahan pembelajaran selanjutnya.

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    2/19

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Dermatitis adalah peradangan kulit sebagai respon terhadap pengaruh

    faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

    efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan

    gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya

     beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.4 

    Dermatitis terbagi menjadi dermatitis kontak, dermatitis atopi, dermatitis

    numularis, dermatitis statis, dan liken simpleks kronis (neurodermatitis

    sirkumskripta). Dermatitis kontak terbagi lagi menjadi dermatitis kontak iritan dan

    dermatitis kontak alergi.4 

    Pada tinjauan ini, akan dibahas mengenai dermatitis kontak alergi,

    dermatitis kontak iritan, dan dermatitis atopi. Karena pada praktik klinik, ketiga

     penyakit ini terkadang sulit dibedakan.

    2.1 Dermatitis Kontak Alergi

    Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

    atau reaksi imunologi tipe IV, dimediasi terutama oleh limfosit yang sebelumnya

    tersensitisasi, yang menyebabkan peradangan dan edema pada kulit.1,5 

    Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan-bahan kimia yang

    termasuk nikel, karet, latex, pengawet, pewarna, kosmetik, parfum, dan lain-lain.6 

    Penyakit ini lebih sering timbul pada onset usia yang lebih muda 18 sampai 25

    tahun dan pada orang tua diatas 70 tahun.3 Selain faktor usia, pekerjaan juga

    memainkan peranan penting dalam terjadinya dermatitis kontak alergi. Ada

     banyak pekerjaan yang berhubungan dengan DKA dan hal itu berkaitan dengan

    alergen yang sering terpapar pada pekerjaan tertentu. Ada pekerja industri tekstil,

    dokter gigi, pekerja konstruksi, elektronik dan industri lukisan, rambut, industri

    sektor makanan dan logam, dan industri produk pembersih.2,7,8,9,10

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    3/19

    3

    Setelah kulit terpapar pertama kali oleh alergen dan telah terjadi proses

    sensitisasi, bila terpapar alergen yang sama dikemudian hari, maka akan terjadi

     proses elisitasi yang umumnya berlangsung 24-48 jam. Disini akan mulai terlihat

     perubahan kulit akibat reaksi imunologi berupa gatal, eritem, kemudian timbul

     papul, vesikel, erosi, dan krustosa. Apabila proses berlangsung kronik, maka akan

    timbul plak dan terjadi likenifikasi.1 

    Letak lesi biasanya di tangan, lengan, wajah, telinga, badan, paha dan

    tugkai bawah. Letak lesi bergantung pada pajanan alergen, tapi terkadang lesi

    dapat timbul pada tempat yang tidak terpajan alergen.4 

    Gambaran histologi pada DKA mengungkapkan bahwa dermis diinfiltrasi

    oleh sel inflamasi mononuklear, terutama pada pembuluh darah dan kelenjar

    keringat. Epidermisnya hiperplastik dengan invasi sel mononuklear. Sering

    vesikel intraepidermal terbentuk, yang bisa bergabung menjadi lepuh yang besar.

    Vesikula dipenuhi dengan granulosit yang mengandung serosa dan sel

    mononuklear. Dalam sensitivitas kontak Jones-Mote, selain akumulasi fagosit

    mononuklear dan limfosit, basofil ditemukan. Ini merupakan perbedaan penting

    dari reaksi hipersensitivitas tipe TH1, di mana basofil benar-benar tidak ada.11

    Diagnosis DKA didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

     pemeriksaan penunjang lainnya. Riwayat awal pasien terkena penyakit ini yang

     pada akhirnya akan dievaluasi sebagai DKA merupakan standar anamnesa

    dermatologi. Pada anamnesa penting menanyakan lokasi awal lesi serta

     pengobatan yang telah dilakukan. Riwayat penyakit kulit, atopi, dan kesehatan

    umum juga ditanyakan guna menyingkirkan kemungkinan dermatitis atopi dan

     penyakit lainnya. Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis alergen yang

    menyebabkan. Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen tetapi

     penyebaran dermatitis juga mungkin terjadi. Dalam anamnesis pasien,

     pertimbangkan pekerjaan, dan kemungkinan paparan terhadap alergen saat

     bepergian, perawatan kulit, kosmetik, dan obat topikal maupun sistemik.2,5 

    Pemeriksaan fisik mulai dari keadaan umum hingga lesi yang terjadi pada DKA.

    Gambaran klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi.

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    4/19

    4

    Pemeriksaan penunjang yang menjadi standar baku dermatitis kontak ialah uji

    tempel ( Patch Test ).

    Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah

    upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan

    menekan kelainan kulit yang timbul. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka

     pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang

    ditandai dengan eritema, edema, bula, vesikel, seta eksudatif (madidans),

    misalnya prednison 30mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah

     beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.

    Untuk dermatitis kontak alergi yang ringan, atau dermatitis akut yang telah

    mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik, cukup diberikan

    kortikosteroid topikal.4

    Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan

    kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila

     bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopic, dermatitis

    numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin

    dihindari.4 

    2.2 Dermatitis Kontak Iritan

    Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non

    imunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor

    eksogen.4 Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun

     biologik). Faktor endogen juga berpengaruh pada penyakit ini, misalnya

     perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan

     permeabilitas.4

    Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

    golongan umur, ras, dan jenis kelamin.4 Bahan iritan yang sering menyebabkan

    DKI adalah pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.4 

    Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan

    iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan

    dengan dermatitis kontak iritan, yaitu 

    hilangnya substansi daya ikat air dan lemak

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    5/19

    5

     permukaan, jejas pada membran sel, denaturasi keratin epidermis, dan efek

    sitotoksik langsung.1,4 Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan

    kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. 1 

    Dermatitis Kontak Iritan Akut biasanya akibat kecelakaan, contohnya luka bakar

    oleh bahan kimia. Kulit akan terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang

    terlihat berupa eritema, edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan

    kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.1 Pada dermatitis kontak iritan

    akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-24 jam atau lebih setelah

     pajanan.4  Gambaran klinisnya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut.

    Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif) disebabkan oleh iritan lemah

    (seperti air, sabun, sampo, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang,

     biasanya lebih sering terkena pada tangan.4  Kelainan kulit baru muncul setelah

     beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Gejala berupa kulit kering, eritema,

    skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkeratosis dan dapat terbentuk fisura

     jika kontak terus berlangsung.4 

    Gambaran histopatologi dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada

    dermatitis kontak iritan akut, dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel

    mononuklear di dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis disertai spongiosis

    dan edema intrasel, dan akhirnya lesi jadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat,

    kerusakan epidermis ini dapat menimbulkan bula supepidermal.

    Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat

    dan pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah diketahui

    karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat

     penyebab terjadinya, DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis

    yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA, selain anamnesis, juga

     perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI

    antara lain uji tempel ( Patch Test ).4 Patch test merupakan pemeriksaan gold

    standard dan digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak

    dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA.1,4 Patch test dilepas setelah

    48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut,

    dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    6/19

    6

    didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif), maka dapat didiagnosis sebagai

    DKI.1,4 

    Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah

    menyingkirkan pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun

    kimiawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi

    komplikasi, maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa

     pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit

    yang kering. Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan

    kortikosteroid topical, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis

     bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung

    yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, untuk

    mencegah kontak dengan bahan tersebut.4 

    2.3. Dermatitis Atopik

    Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,

    disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,

    sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE serum dan riwayat atopi pada

    keluarga atau penderita.4 

    DA cenderung diturunkan. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih

    dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan

    meningkat menjadi 79% jika kedua orang tua menderita atopi. 4 

    Berbagai faktor berpengaruh terhadap patogenesis DA, misalnya faktor

    genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan imunologik. Namun konsep

    dasar patogenesis DA adalah mekanisme imunologik, dibuktikan oleh

     peningkatan kadar IgE dan eosinofil. Terdapat 4 kelas gen yang mempengaruhi

     penyakit atopi: 4 

    - Kelas I : gen predisposisi untuk atopi dan respon umum IgE.

    - Kelas II : gen yang berpengaruh pada respon IgE spesifik.

    - Kelas III : gen yang mempengaruhi mekanisme non-inflamasi

    - Kelas IV : gen yang mempengaruhi inflamasi yang tidak diperantarai

    IgE.

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    7/19

    7

    Kulit umumnya kering, pucat, kadar lipid epidermis berkurang, dan

    kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Gejala utama

    DA adalah pruritus (gatal) yang hilang timbul, umumnya lebih hebat malam hari,

    akibatnya penderita akan menggaruk. Hal ini dapat menimbulkan kelainan kulit

     berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. 4 

    DA dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu DA infantil (usia 2 bulan sampai 2

    tahun), DA anak (usia 2 sampai 10 tahun), dan DA pada remaja dan dewasa. Pada

    fase bayi lesi terutama pada wajah, sehingga dikenal sebagai eksim

    susu. Umumnya, lesi DA infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta, dan

    dapat mengalami infeksi. Pada tipe anak, terutama pada daerah lipatan kulit,

    khususnya lipat siku dan lutut. Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih

     banyak papul, sedikit likenifikasi, dan skuama. DA berat yang lebih dari 50%

     permukaan tubuh dapat menghambat pertumbuhan. Sedangkan pada tipe dewasa

    lebih sering dijumpai pada tangan, kelopak mata dan areola mamma, berupa papul

    eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada DA remaja

    lokalisasi lesi di lipat siku, lutut, dan samping leher, dahi, dan disekitar mata. Pada

    DA dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik. 4 

    Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan adanya

    riwayat atopik. Terdapat beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis DA,

    misalnya kriteria Hanifin dan Rajka, kriteria Williams, kriteria UK Working Party,

    SCORAD (the scoring of atopic dermatitis) dan EASI (the eczema area and

     severity index). Selama 2 dekade terakhir ini, berbagai upaya dilakukan untuk

    membuat standar evaluasi DA. Idealnya, kriteria ini harus efisien, sederhana,

    komprehensif, konsisten, dan fleksibel. Selain itu juga dapat menilai efektivitas

    terapi yang diberikan. Tetapi, kriteria yang sering digunakan karena relatif praktis

    ialah kriteria Hanifin dan Rajka. Pada kriteria ini, diagnosis DA ditegakkan bila

    setidaknya dijumpai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor sebagai berikut:  4

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    8/19

    8

    Kriteria

    Mayor

    1. Pruritus Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi

    dan anak

    2. Dermatitis di fleksura pada dewasa

    3. Dermatitis kronis atau residif

    4. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

    Kritera Minor 1. 

    Xerosis

    2.  Infeksi kulit (S.aureus dan virus herpes simpleks)

    3. 

    Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki

    4.  Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris

    5.  Pitiriasis alba Dermatitis di papila mamme

    6.  White dermographism dan delayed blanch

    response

    7.  Keilitis Lipatan infra orbital Dennie-Morgan

    8.  Konjungtivitis berulang

    9.  Keratokonus Katarak subkapsular anterior

    10. Orbita menjadi gelap

    11. 

    Muka pucat atau eritem

    12. Gatal bila berkeringat

    13. Intolerens terhadap wol atau pelarut lemak

    14. Aksentuasi perifolikular

    15. Hipersensitif terhadap makanan

    16. Perjalan penyakit dipengaruhi oleh faktor

    lingkungan dan atau emosi

    17. 

    Tes kulit alergi tipe dadakan positif

    18. Kadar IgE di dalam serum meningkat

    19. Awitan pada usia dini Hetok sign

    Terapi berupa hidrasi kulit untuk mengatasi kulit kering dan fungsi sawar

    yang berkurang, yang dapat berakibat mempermudah masuknya mikroorganisme

     patogen, bahan iritan, dan alergen. Kortikosteroid topikal paling sering digunakan

    sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Dapat digunakan juga immunomodulator topikal,

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    9/19

    9

     juga preparat ter sebagai anti-pruritus dan anti-inflamasi pada kulit. Antihistamin

    topikal tidak dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada

    kulit. 4 

    Pada bayi digunakan kortikosteroid topikal potensi rendah, misalnya

    hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa biasa dipakai kortikosteroid

    topikal potensi sedang, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka, daerah

    genitalia dan intertriginosa digunakan steroid potensi rendah. Antihistamin (AH)

    yang bekerja secara sistemik digunakan untuk mengurangi rasa gatal, terutama

    malam hari, yang mengganggu tidur, sehingga digunakan AH berefek sedatif,

    misalnya hidroksisin atau difenhidramin. 4 

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    10/19

    10

    BAB III

    LAPORAN KASUS

    3.1. Identitas Pasien

     Nama : Ny. I

    Jenis kelamin : Perempuan

    Umur : 45 tahun

    Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga

    Status Pernikahan : Sudah MenikahAgama : Islam

    Bangsa/ Suku Bangsa : Palembang

    Alamat : Tanjung Raja, Ogan Ilir

    Tanggal kunjungan / jam : 21 Mei 2015/ 12.00 WIB

    3.2. Anamnesis

    Diperoleh secara autoanamnesa di poliklinik IKKK RSUD Palembang

    BARI pada tanggal 21 Mei 2015, pukul 12.30 WIB.

    3.2.1 Keluhan utama :

    Timbul bintil-binti berair dan kulit mengelupas di kedua kaki sejak

    ±10 hari yang lalu

    3.2.2 Keluhan tambahan :

    Gatal

    3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit :

    Kurang lebih 10 hari yang lalu pasien mengatakan timbul bintil

    kecil yang gatal sebesar jarum pentul, awalnya hanya ada 1 bintil kecil

    dipangkal ibu jari kaki kanan. Pasien menggaruknya karena terasa gatal

    sekali. Pasien tidak ingat apa yang bisa membuat keluhan yang ia rasakan

    sekarang. Namun pasien mengatakan bahwa dia adalah pembantu rumah

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    11/19

    11

    tangga. Setiap mencuci baju maupun piring, pasien menggunakan sandal

     jepit. Pada saat itu, pasien tidak mengobati penyakitnya.

    Tujuh hari yang lalu, pasien mengaku bintil tersebut jumlahnya

     bertambah dan menyebar sampai ke sela-sela jari kaki dan mengenai kaki

    kirinya. Karena tidak terlalu mengganggu pekerjaan, pasien tidak mengobati

     penyakitnya, hingga bintil tersebut menjadi berair dan semakin gatal. Pasien

    sering menggaruknya hingga kulitnya lecet serta mengelupas.

    Tiga hari yang lalu, bintil-bintil tersebut tidak kunjung sembuh

    dan lecet pada kakinya meluas akibat sering digaruk. Pada saat itu,

    keponakaan pasien memberinya krim betamethasone dan obat tablet, namun

     penyakitnya tidak juga membaik, malah kelihatan kakinya semakin

     bengkak. Karena gejala dan penyakitnya tidak sembuh, kemudian pasien

    datang ke RSUD Palembang BARI.

    3.2.4 Riwayat penyakit dahulu

    Pasien mengatakan pernah menderita penyakit yang sama sekitar 6

     bulan yang lalu dan lesinya berada di tempat yang sama yaitu kaki. Pada saat

    itu pasien berobat dan rajin kontrol sampai penyakitnya sembuh. Pasien

    mengaku tidak ada alergi obat, namun pasien sering gatal-gatal kalau makan

    mie instan dan telur.

    3.2.5 Riwayat penyakit dalam keluarga

    Riwayat atopi dalam keluarga disangkal.

    3.2.6  Riwayat Sosial Ekonomi

    Penderita bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dirumah

    keponakannya dan tinggal disana. Untuk kesan ekonomi menengah

    kebawah.

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    12/19

    12

    3.3. Pemeriksaan Fisik

    A. Status Generalis

    Keadaan Umum : Baik  

    Kesadaran : Kompos mentis 

    Tanda vital : TD 110/80 mmHg, frekuensi pernapasan 18x/menit, 

    frekuensi nadi 70x/menit

    Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik. 

    Hidung : Tidak ada kelainan

    Telinga : Normotia

    Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar dan tidak nyeri.  

    Ekstremitas Superior : Tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun

    deformitas

    Ekstremitas Inferior : Tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun

    deformitas

    B. Status Dermatologikus

    Regio Pedis Dextra et Sinistra

    Tampak plak hiperpigmentasi dengan ukuran 6 - 8 cm x 4 - 6 cm x 0,1

    cm. Tampak papul multipel dengan ukuran 0,2 - 0,3 cm tersebar diskret.

    Terdapat vesikel multipel dengan ukuran 0,2  –   0,4 cm tersebar diskret.

    Tampak bula soliter dengan ukuran 0,7 cm. Pada lesi bagian tengah

    tampak erosi dan krusta.

    Papul

    Plak

    Erosi

    Vesikel

    Krusta

    Bula

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    13/19

    13

    3.4. Pemeriksaan Penunjang

    Uji Tempel ( Patch Test )

    3.5. Diagnosis Banding

    1. Dermatitis Kontak Alergi

    2. Dermatitis Kontak Iritan

    3. 

    Dermatitis Atopi

    3.6. Resume

    Pasien wanita, 45 tahun, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin

    RSUD Palembang BARI dengan keluhan utama yaitu timbul bintil-bintil

     berair yang gatal dan kulit mengelupas pada kedua kakinya sejak ± 10 hari

    yang lalu. Awalnya hanya ada 1 bintil kecil dipangkal ibu jari kaki kanan.

    Pasien menggaruknya karena terasa gatal sekali. Pasien tidak ingat apa yang

     bisa membuat keluhan yang ia rasakan sekarang. Namun pasien mengatakan

     bahwa dia adalah pembantu rumah tangga. Setiap mencuci baju maupun

     piring, pasien menggunakan sandal jepit. Pada saat itu, pasien tidak

    mengobati penyakitnya.

    Tujuh hari yang lalu, pasien mengaku bintil tersebut jumlahnya

     bertambah dan menyebar sampai ke sela-sela jari kaki dan mengenai kaki

    kirinya. Karena tidak terlalu mengganggu pekerjaan, pasien tidak mengobati

     penyakitnya, hingga bintil tersebut menjadi berair dan semakin gatal. Pasien

    sering menggaruknya hingga kulitnya lecet serta mengelupas.

    Tiga hari yang lalu, bintil-bintil tersebut tidak kunjung sembuh

    dan lecet pada kakinya meluas akibat sering digaruk. Pada saat itu,

    keponakaan pasien memberinya krim betamethasone dan obat tablet, namun

     penyakitnya tidak juga membaik, malah kelihatan kakinya semakin

     bengkak. Karena gejala dan penyakitnya tidak sembuh, kemudian pasien

    datang ke RSUD Palembang BARI.

    Pasien mengatakan pernah menderita penyakit yang sama sekitar 6

     bulan yang lalu dan lesinya berada di tempat yang sama yaitu kaki. Pasien

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    14/19

    14

    mengaku tidak ada alergi obat, namun pasien sering gatal-gatal kalau makan

    mie instan dan telur.

    3.7. Diagnosis Kerja

    Dermatitis Kontak Alergi

    3.8. Penatalaksanaan

    Umum

    - Menghindari agen penyebab alergi. Pada kasus ini yang dicurigai adalah

    sandal jepit berbahan karet.

    - Mengurangi menggaruk daerah gatal tersebut karena akan menimbulkan

     perlukaan.

    Khusus

    -  Kortikosteroid sistemik bermanfaat untuk mengatasi peradangan.

    Prednisone 30 mg/hari. Diminum 3 x 10 mg. Selama 1-2 minggu.- Kompres terbuka dengan NaCl bertujuan agar lesi yang basah cepat

    kering. Basahi kassa sebanyak 3 lembar, peras, kemudian letakkan kassa

    tersebut ke lesi yang basah sebanyak 3 kali sehari setiap 5-10 menit

    selama 3 jam. Jangan sampai lesi menjadi maserasi. Dipakai hingga lesi

    tampak kering.

    Kortikosteroid topikal : Gunakan kortikosteroid golongan V

     betamethasone 0,1 %. Dioles tipis 3 kali sehari tidak boleh lebih dari 4-6

    minggu untuk menghindari gejala takifilaksis.

    3.9. Prognosis

    Prognosis pada kasus ini adalah baik karena bahan iritan berupa sandal

     jepit berbahan karet yang diduga memicu alergi dapat dihindari. Selain itu dari

    anamnesis pasien tidak memiliki riwayat atopi ataupun riwayat keluarga dengan

    atopi.

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    15/19

    15

    BAB IV

    ANALISA KASUS

    Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

    atau reaksi imunologi tipe IV, dimediasi terutama oleh limfosit yang sebelumnya

    tersensitisasi, yang menyebabkan peradangan dan edema pada kulit.4, 5 Penyebab

    dermatitis kontak alergi adalah bahan-bahan kimia yang termasuk nikel, karet,

    latex, pengawet, pewarna, kosmetik, parfum, dan lain-lain.10 Setelah kulit terpapar

     pertama kali oleh alergen dan telah terjadi proses sensitisasi, bila terpapar alergenyang sama dikemudian hari, maka akan terjadi proses elisitasi yang umumnya

     berlangsung 24-48 jam. Disini akan mulai terlihat perubahan kulit akibat reaksi

    imunologi berupa gatal, eritem, kemudian timbul papul, vesikel, erosi, dan

    krustosa. Apabila proses berlangsung kronik, maka akan timbul plak dan terjadi

    likenifikasi.

    Kurang lebih 10 hari yang lalu pasien mengatakan pada kaki kanannya

    timbul bintil kecil yang gatal sebesar jarum pentul, awalnya hanya ada 1 bintil

    kecil dipangkal ibu jari kaki kanan. Pasien menggaruknya karena terasa gatal

    sekali. Pasien tidak ingat apa yang bisa membuat keluhan yang ia rasakan

    sekarang. Namun pasien mengatakan bahwa dia adalah pembantu rumah tangga.

    Setiap mencuci baju maupun piring, pasien menggunakan sandal jepit. Pada saat

    itu, pasien tidak mengobati penyakitnya.

    Tujuh hari yang lalu, pasien mengaku bintil tersebut jumlahnya bertambah

    dan menyebar sampai ke sela-sela jari kaki dan mengenai kaki kirinya. Karena

    tidak terlalu mengganggu pekerjaan, pasien tidak mengobati penyakitnya, hingga

     bintil tersebut menjadi berair dan semakin gatal. Pasien sering menggaruknya

    hingga kulitnya lecet serta mengelupas.

    Tiga hari yang lalu, bintil-bintil tersebut tidak kunjung sembuh dan lecet

     pada kakinya meluas akibat sering digaruk. Pada saat itu, keponakaan pasien

    memberinya krim betamethasone dan obat tablet, namun penyakitnya tidak juga

    membaik, malah kelihatan kakinya semakin bengkak. Karena gejala dan

     penyakitnya tidak sembuh, kemudian pasien datang ke RSUD Palembang BARI.

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    16/19

    16

    Efloresensinya pada regio pedis dextra et sinistra tampak plak

    hiperpigmentasi dengan ukuran 6-8 cm x 4-6 cm x 0,2 cm. Tampak papulo-

    vesikel multipel dengan ukuran 0,2-0,5 cm yang berkelompok dan tersebar

    konfluens. Bagian tengahnya terdapat erosi dan krusta.

    Diagnosis dermatitis kontak alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

     pemeriksaan fisik yang tepat. Dari anamnesis, gejala yang dirasakan pasien,

    riwayat pekerjaan, serta riwayat penyakit dahulu, mengarah pada dermatitis

    kontak alergi. Tidak adanya riwayat atopi pada pasien maupun keluarga dapat

    menyingkirkan diagnosis dermatitis atopi. Hasil pemeriksaan fisik, lesi yang

    tampak pada pasien sesuai dengan teori lesi pada dermatitis kontak alergi. Dimana

    awal lesi yang timbul adalah papul, sedangkan pada dermatitis kontak iritan lesi

    awal yang sering timbul adalah vesikel. Selain itu dermatitis kontak iritan

     berlangsung akut dan pasien biasanya langsung menyadari bahan iritan apa yang

     baru saja kontak dengan pasien. Jika dermatitis kontak iritan kronik, bisa juga

     berlangsung setelah beberapa hari, namun lesi biasanya kering dan akan tampak

    fisura.

     Namun untuk lebih memperjelas dan membantu diagnosis, dapat kita

    lakukan uji tempel ( Patch Test) yang merupakan gold standar pada dermatitis

    kontak. Uji tempel bisa kita lakukan pada pasien yang sudah stabil, karena jika

    dilakukan uji ketika lesi masih aktif, akan memperparah penyakitnya.  Patch test  

    digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan

    digunakan untuk mendiagnosis DKA.  Patch test  dilepas setelah 48 jam, hasilnya

    dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali

    dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam

    kulit yang membaik (negatif), maka dapat didiagnosis sebagai DKI. Pada kasus ini

    uji tempel ( Patch Test ) tidak dilakukan.

    Penatalaksanaan pada kasus ini terbagi menjadi penatalaksanaan umum

    dan khusus. Penatalaksanaan umum bertujuan untuk menghindari eksaserbasi,

    dengan cara menghindari agen penyebab alergi. Pada kasus ini yang dicurigai

    adalah sandal jepit berbahan karet. Mengurangi menggaruk daerah gatal tersebut

    karena akan menimbulkan perlukaan. Penatalaksaan khusus bertujuan untuk

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    17/19

    17

    mengurangi proses inflamasi, rasa gatal dan mengeringkan lesi dengan cara

    kompres terbuka, pemberian kortikosteroid sistemik dan topikal, serta pemberian

    antihistamin. Kortikosteroid sistemik bermanfaat untuk mengatasi peradangan.

    Prednisone 30 mg/hari. Diminum 3 x 10 mg. Selama 1-2 minggu. Kompres

    terbuka dengan NaCl bertujuan agar lesi yang basah cepat kering. Basahi kassa

    sebanyak 3 lembar, peras, kemudian letakkan kassa tersebut ke lesi yang basah

    sebanyak 3 kali setiap 5-10 menit selama 3 jam. Jangan sampai lesi menjadi

    maserasi. Dipakai hingga lesi tampak kering. Kortikosteroid topikal digunakan

    ketika lesi sudah tampak mengering, gunakan kortikosteroid golongan V

     betamethasone valerate 0,1%. Dioles tipis 3 kali sehari tidak boleh lebih dari 4-6

    minggu untuk menghindari gejala takifilaksis.

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    18/19

    18

    BAB V

    KESIMPULAN

    Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

    atau reaksi imunologi tipe IV, dimediasi terutama oleh limfosit yang sebelumnya

    tersensitisasi, yang menyebabkan peradangan dan edema pada kulit.

    Perubahan kulit akibat reaksi imunologi berupa gatal, eritem, kemudian

    timbul papul, vesikel, erosi, dan krustosa. Apabila proses berlangsung kronik,

    maka akan timbul plak dan terjadi likenifikasi.

    Letak lesi biasanya di tangan, lengan, wajah, telinga, badan, paha dan

    tugkai bawah. Letak lesi bergantung pada pajanan alergen, tapi terkadang lesi

    dapat timbul pada tempat yang tidak terpajan alergen. 

    Dermatitis kontak alergi dapat didiagnosis banding dengan dermatitis

    kontak alergi dan dermatitis atopi. Terapi yang dapat diberikan pada pasien seperti

    ini adalah preventif dan kuratif. Preventif berupa edukasi untuk menghindari

    kontak ulang pada bahan alergen. Kuratif berupa pengobatan sistemik dan lokal

    dengan tujuan mengatasi proses inflamasi dan menyembuhkan lesi.

  • 8/19/2019 Case Dermatitis Kontak Alergi

    19/19

    19

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical 

    Dermatology. 6th ed. New York: The McGraw-Hill Companies.

    2. Marks JG, Elsner P, Deleo VA. Contact & Occupational Dermatology. 3rd 

    ed.USA: Mosby Inc; 2002. h. 3-33.

    3. Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ,

    Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI (eds). Fitzpatrick’s Dermatology

    in General Medicine. 6th ed. New York: The McGraw-Hill; 2003.h. 1164-1179.

    4. Djuanda, Adi. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi Ketiga. Jakarta :

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    5. Holgate S, Church MK, Lichtenstein LM. Allergy. 3rd ed. Philadelphia: Mosby

    Elsevier; 2006.h.118-127.

    6. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of the Skin Clinical

    Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h.91-112.

    7. Hamman CP, Rodgers PA, Sullivan K. Allergic Contact Dermatitis in Dental

    Professionals: Effective Diagnosis and Treatment. J Am Dent Assoc. 2003;

    134:185-194.

    8. Maiphetlho L. Allergies in the Workplace: Contact Dermatitis in the Textile

    Industry. Current Allergy and Clinical Immunology. 2007; 20: 28-35.

    9. Chang T, Lee LJ, Wang J, Shie R, Chan C. Occupational Risk Assessment on

    Allergic Contact Dermatitis in a Resin Model Making Process. J Occup

    Health.2004; 46: 148-152.

    10.Sanja, Maaike J, Maarten M. Individual Susceptibility to Occupational Contact

    Dermatitis. Industrial Health. 2009; 47: 469-478.

    11. Scheman AJ. Contact Dermatitis. In: Grammer LC, Greenberger PA (eds).

    Patterson’s Allergic Disease. 6th  ed. Philadelphia: Lippincott Williams &

    Wilkins; 2002. h. 387-401.