case bu yun herman

Upload: rakun-rire

Post on 19-Jul-2015

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PRAKTEK KERJA PROFESI MAHASISWA APOTEKER UNIVERSITAS ANDALAS DI RSUD ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

CASE REPORT STUDY PENYAKIT DALAM

Oleh : Sri Agustina, S. Farm (1121015047) Sri Kumala Dewi, S. Farm (1121015048) Sylvia Rizky Prima, S. Farm (1121015050)

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012

I. 1.1 Definisi a. Ikterus (jaundice)

TINJAUAN PENYAKIT

Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L). Pada ikterus terjadi peningkatan kadar serum bilirubin (hiperbilirubinemia). Ikterus pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Pada proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Jaundice Obstruktif Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif. Patofisiologi jaundice obstruktif Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4) Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi

pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4) Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4) Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif. (4) Etiologi jaundice obstruktif Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (5) Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (5) Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.

b. Cholelithiasis Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Etiologi Kolelitiasis Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Faktor Risiko Kolelitiasis Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : 1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki) 2. Usia lebih dari 40 tahun . 3. Kegemukan (obesitas). 4. Faktor keturunan 5. Aktivitas fisik 6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) 7. Hiperlipidemia 8. Diet tinggi lemak dan rendah serat 9. Pengosongan lambung yang memanjang 10. Nutrisi intravena jangka lama

11. Dismotilitas kandung empedu 12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate) 13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu) 14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang Afrika)

Patofisiologi Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.

II.

TINJAUAN OBAT

1. Neurodex Komposisi: Vit B1 100 mg, Vit B6 200 mg, Vit B12 250 mcg Farmakokinetika : a. o Vitamin B1 (Tiamin) Fungsi: Di dalam tubuh dalam bentuk aktifnya yaitu tiamin firofosfat berperan

sebagai ko-enzim dari karboksilase (enzim esensial pada metabolisme karbohidrat), pembentukan energy, dan penting untuk beberapa fungsi system saraf. o Defisiensi vitamin B1 akan menimbulkan gejala-gejala klinis seperti, lesu, pusing,

kelelahan, insomnia, mudah marah, ketegangan, mudah lupa, lemah otot, lebih sensitive terhadap rasa nyeri, mati rasa atau rasa terbakar di kaki dan tangan, lebih sensitive terhadap suara, nafsu makan hilang atau berkurang, konstipasi, gangguan metabolism, jantung berdebar, susah bernafas. Defisiensi vitamin B1 ini dapat menimbulkan penyakit beri-beri, sensitivitas pada gigi dan gusi.Kemungkinan paling sering terjadi pada orang yang sering meminum alcohol, karena alcohol mempengaruhi penyerapan tiamin. o Dosis: Dosis yang dibutuhkan adalah 1 mg/hari. Kebutuhan meningkat seiring dengan

tingginya pasokan gula atau alcohol ke dalam tubuh. o Sumber: Sumber alami vitamin B1 dapat diperoleh dari biji gandum, sereal, kentang,

roti, kulit padi (dedak), ragi, daging babi, hati, unggas (ayam, itik, bebek), daging merah, sayuran hijau, kuning telur, ikan, tanaman polong-polongan seperti kacang polong, buah beri. o Dosis untuk pengobatan : 100 - 200 mg per hari, yang dibutuhkan bila terdapat Tanda-tanda keracunan: Apabila berelebihan (dosis tinggi 5000 10.000 mg) akan

masalah/gangguan pencernaan atau yang berkaitan dengan usus. o

muncul reaksi seperti anapilatik (suatu bentuk alergi yang parah dan bisa berujung pada kematian), pusing, sakit kepala, jantung berdebar, mudah marah, gatal-gatal, bintik-bintik merah dan bengkak, flushing (muka merah dan gatal-gatal), muntah.

2. Omeprazole Mekanisme aksi :

Omeprazol merupakan penghambat pompa proton yang selektif dan irreversible. Omeprazol menekan sekresi asam lambung dengan menghambat sistem enzim Hidrogen-Kalium ATPase pada permukaan sel parietal. Efek penghambatan ini terkait dengan dosis. Penghambat pompa proton dapat meningkatkan risiko infeksi gastrointestinal karena efek penekanan sekresi asam. Indikasi : Benign gastric, tukak duodenal, tukak akibat NSAID, erosi esofagitis, Zollinger-Ellison syndrome, Gastro-oesophageal Reflux Disease, dispepsia akibat asam, gastritis kronis. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap Omeprazol. Efek samping : Efek samping yang paling sering muncul yaitu sakit kepala, diare dan kemerahan pada kulit. Efek samping yang lain meliputi gatal, pusing, konstipasi, mual, muntah, kembung, nyeri pada perut / abdomen, mulut kering. Dosis : Dewasa (per oral) Tukak duodenal, 20 mg sekali sehari selama 4-8 minggu. Infeksi Helicobacter pylori : Dual therapy, 40 mg per hari dikombinasikan dengan Clarithromycin selama 14 hari, dilanjutkan dengan dosis 20 mg selama 14 hari. Triple therapy, 20 mg sehari 2 kali selama 10 hari, dikombinasikan dengan Clarithromycin 500 mg dan Amoxicillin 1000 mg, dilanjutkan dengan dosis 20 mg selama 18 hari. Hipersekresi : dosis awal, 60 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan sampai 120 mg 3 kali sehari. Pemberian dosis lebih dari 80 mg/ hari harus diberikan dalam dosis terbagi. Gastric ulcer : 40 mg per oral sekali sehari selama 4-8 minggu. Gastroesophageal reflux disease, 20 mg sekali sehari hingga 4 minggu. Stress ulcer, profilaksis, dosis awal 40 mg per oral atau nasogastric. Stress ulcer, penjagaan, 20-40 mg per oral atau nasogastric sekali sehari. Omeprazol merupakan obat yang tidak tahan asam lambung sehingga untuk menghindari terjadinya dekomposisi dibuat dalam bentuk granul salut enterik dengan pelepasan yang tertunda (delayed-release) dan suspensi oral yang mengandung sodium bikarbonat.

Bioavailabilitas : 30-40%. Distribusi : 95% terikat dengan protein plasma. Metabolisme : hepatik. Ekskresi : melalui feses (18-23%) dan ginjal (70-77%). Waktu paruh eliminasi pada dewasa 0,5-1 jam; penyakit hati kronis 3 jam; pasien geriatri 1 jam. Peringatan : Gunakan dengan hati-hati pada pasien hipokalemia dan gangguan hati.

Penggunaan Omeprazol jangka panjang dapat menyebabkan risiko atrofik gastritis. Informasi pasien : Kapsul ditelan utuh atau jika kesulitan menelan,keluarkan isi kapsul (granul/pelet jangan dikunyah/digerus)kemudian dispersikan/ campurkan dengan jus

buah(campuran ini jangan disimpan) dan segera minum dengan 1 gelas air dingin. Diminum segera sebelum makan, lebih baik di pagi hari.

Omeprazole harus diminum hingga habis meskipun pasien sudah merasa lebih baik kondisinya.

3. Vitamin K Komposisi : Menadione (tab: Na bisulfate, Inj : HCl) Indikasi : mencegah & mengobati perdarahan pada neonates, ekstraksi gigi, hipoprotrombinemia Dosis : Drag 1 drag 3x/hari. Inj 5-10 mg dosis tunggal IM.

4. Transamin Komposisi : Asam Traneksamat Indikasi : fibrinolisis lokal seperti epitaksis, prostatektomi, konisasi serviks; edema angioneurotik herediter. Perdarahan abnormal pasca op, perdarahan sesudah cabut gigi pada penderita hemophilia. Dosis :

Dewasa kap 1-2 kap 3-4 x/hr. tab 1 tab 3-4 x/hr. amp 250 mg 1-2 amp/hr IV atau 1-2 dosis terbagi IM atau 2-10 amp dengan infus drip. Amp 500 mg 2,5-5 ml IV/IM terbagi dalam 1-2 dosis. Selama atau pasca op : 5-25 ml dengan infuse bila perlu. PO : dapat diberikan dengan atau tanpa makanan P: insufisiensi ginjal, hematuria karena gangguan parenkim ginjal, hamil, laktasi. ES : gangguan GI, mual, pusing, muntah, anoreksia, eksantema & sakit kepala. Hipotensi pada pemeberian IV cepat. IO : jangan diberikan ke dalam darah transfuse atau injeksi yang mengandung penisilin.

5.

Lasix

Komposisi : Furosemid Indikasi : Penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung koroner dan penyakit hati, diberikan tunggal atau dalam kombinasi dengan antihipertensi pada penanganan hipertensi. Mekanisme Aksi : Inhibisi reansorpsi natrium dan klorida pada jerat Henle menaik dan tubulus ginjal distal, mempengaruhi sistem kotranspor ikatan klorida, selanjutnya meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan kalsium. Farmakologi : Furosemid adalah suatu diuretika yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi ion Na pada jerat Henle. Onset kerja : Diuresis oral : 30-60 menit, I.M : 30 menit, I.V :~ 5 menit. Durasi : oral 6-8 jam, i.v : 2 jam. Absorpsi oral : 60-67%. Ikatan protein : > 98%. Metabolisme : melalui hati. T eliminasi : 0.5 -1.1 jam, sakit ginjal parah : 9 jam. Ekskresi melalui urin : (oral : 50%, i.v : 80%) selama 24 jam; feses (sebagai obat yang tidak berubah) : klirens non ginjal diperpanjang pada pasien gangguan ginjal. Dosis : Bayi dan Anak : Oral : 1-2 mg/kg/dosis dengan peningkatan 1 mg/kg/dosis pada setiap tahap peningkatan, sampai tercapai respon yang memuaskan, dosis maksimum 6 mg/kg/dosis pada

rentang tidak lebih dari 6 jam. I.M, I.V : 1 mg/kg/dosis dengan peningkatan 1 mg/kg/dosis pada interval 6-12 jam sampai 6 mg/kg/dosis. Dewasa : Oral : Dosis awal 20-80 mg/dosis,dengan peningkatan 20-40 mg/dosis pada interval 6-8 jam; umumnya dosis pemeliharaan adalah dua kali sehari atau setiap hari; mungkin dititrasi lebih dari 600 mg/hari pada keadaan edermatous parah. Untuk hipertensi : 20-80 mg/hari dalam dua dosis terbagi. I.M.I.V : 20-40 mg/dosis, yang mungkin diulang 1-2 kali sesuai kebutuhan dan ditingkatkan 20 mg/dosis sampai tercapai efek yang diinginkan.Interval dosis yang umum : 6-12 jam ; untuk edema paru-paru akut, dosis yang umum digunakan adalah 40 mg, I.V selama 1-2 menit. Jika belum tercapai respon, dosis ditingkatkan sampai 80 mg. Infus I.V kontinyu : Dosis bolus i.v adalah 0,1mg/kg diikuti dengan infus i.v kontinyu 0,1 mg/kg/hari-dosis ditingkatkan setiap 2 jam sampai maksimum 0.4 mg/kg/jam jika output urin adalah 12 tahun 1 g tiap 12 jam. Infeksi berat 2 g. Untuk dosis yang lebih besar tiap 6-8 jam. GO non komplikata dosis tunggal 1 g (IM) dengan pelarut min 4 mL. Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap sefalosporin, penderita ginjal berat. Perhatian: Hipersensitif terhadap penicillin (senssivitas silang). Interaksi Obat: Kombinasi diuretic kuat dan aminoglikosida meningkatkan resiko nefrotoksisitas. Dengan probenesid meningkatkan dan memperpanjang kadar sefotaksim dalam darah. Farmakologi : Distribusinya luas pada jaringan tubuh dan cairan termasuk aqueoues humor, cairan asites dan cairan prostat, tulang, penetrasi CFS baik jika ada inflamasi meningitis,, menembus plasenta masuk ke dalam ASI, sebagian metabolismenya dihati dan menjadimetabolit aktif deasetilsefotaksim, ekskresi melalui urine sebagai zat aktif dan metabolit.

9.

Aminofusin

Komposisi : Kadar tinggi dari rantai cabang amino acids (isoleucine, leucine, valine) dan kadar rendah dari methionine, phenylalanine dan tryptophan. Dan asam amino lainnya, sorbitol, xylitol dan electrolytes. Indikasi : Nutrisi parenteral esensial untuk pasien dengan insufisiensi hati kronik yang berat. Dosis : 1000-1500 mL/hr dengan kecepatan infus 2 mL/kgBB/jam atau 40 tetes/mnt. Kontra Indikasi : Koma hepatik endogen, atrofi hepatik akut, hiperkalemia, syok, dekompensasi kordis, intoleransi fruktosa atau sorbitol, defisiensi fruktosa-1-6-difosfat, keracunan metanol, kelainan metabolisme asam amino.

10. Calsium gluconas Indikasi : Pencegahan dan terapi defisiensi Ca. Farmakologi : Kalsium sangat diperlukan untuk memelihara integritas fungsi dari saraf, otot, dan sistem skelet serta membran sel dan permeabilitas kapiler. Kation merupakan aktivator penting pada berbagai reaksi enzimatik dan kation diperlukan untuk sejumlah proses fisiologi termasuk transmisi dari impuls saraf; kontraksi jantung, otot polos dan lurik; fungsi ginjal, pernafasan; dan koagulasi darah. Kalsium juga memegang peranan dalam melepaskan dan menyimpan neurotransmiter dan hormon, pada uptake dan pengikatan asam amino, dan pada absorpsi vitamin B12 dan sekresi lambung. Mekanisme Kerja : Kalsium pada garam kalsium memoderasi kinerja saraf dan otot dan menormalkan fungsi jantung.

III.

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien Nama No. MR Jenis Kelamin Umur Agama Ruangan Alamat Pekerjaan : Herman : 30 53 01 : Laki-Laki : 38 Tahun : Islam : Interne Pria : Batu Sangkar : Tukang Ojek

3.2 Anamnesa Riwayat penyakit sekarang : Kedua mata pasien icteric, kedua kaki udem, BAB berwarna hitam, sejak 4 bulan yang lalu skleri icteric

Riwayat penyakit terdahulu: Pasien menderita penyakit yang sama (ikterus) sewaktu Sekolah Dasar.

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Diagnosa : Obs. Ikterus dan susp. Cholelithiasis + sups. Sirosis Hati

3.3 Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Parameter Alb ALP-R ALT AST Bili-D Bili-T TP C-Chol GluK Trigly UA Urea CREAT L Hasil (30/4/12) 2,5 550 145 210 22,90 28,72 6,2 Status L H H H H H L L H H L Hasil (24/4/12) 2,2 558 53 126 15,70 22,29 3,8 132 119 200 2,19 31,2 0,4 Satuan g/dL U/L U/L U/L mg/dL mg/dL g/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL Normal 3,8-5,4 53-128 0-41 0-37 0,2 1,23 6,4-8,3