case 1 dbd
DESCRIPTION
DBDTRANSCRIPT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
Nama Mahasiswa : Nicholas Wijayanto Tanda Tangan
NIM : 11-2013-068
.......................
Dr. Pembimbing : dr. Benyamin Sp. PD
.......................
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat /tanggal lahir : Boyolali,19 April 1994 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Pendidikan : SMP
Alamat : Plumpang, Jakarta Utara
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 15 April 2015 Jam : 07.00
Keluhan utama : Demam sejak 3 hari SMRS
1
Riwayat Penyakit Sekarang :
3 hari SMRS pasien mengatakan bahwa ia tiba-tiba demam. Demam juga disertai dengan
sakit kepala dan mual. Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun. 2 hari SMRS, demam dan
mual masih dirasakan, dan pasien mengalami muntah 1 kali. Pasien lalu berobat ke klinik, dan
diberikan obat penurun panas serta antibiotic. Setelah mengkonsumsi obat, keluhan pasien
tidak dirasakan membaik. 1 hari SMRS, demam masih belum dirasakan berkurang dan pasien
masih merasakan mual dan sakit kepala, pasien juga mengalami muntah 1 kali. Pasien juga
mengatakan bahwa timbul bintik-bintik merah pada lengan dan perut. Akhirnya pasien datang
ke IGD RSUD Koja, dan dilakukan pemeriksaan darah. Hasil yang didapatkan adalah jumlah
trombosit sebesar 50.000/ul, dan pasien dirawat inap.
Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hemia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat
(-) Batuk Rejan (+) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes (DMT 2)
(+) Influenza (-) Sifilis (+) Alergi dingin
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (+) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu lain-lain : (-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (Tahun) Jenis
Kelamin
Keadaan
Kesehatan
Penyebab
Meninggal
Kakek Tidak diketahui L Meninggal Tidak diketahui
Nenek Tidak diketahui P Meninggal Tidak diketahui
Ayah 48 th L Sehat -
Ibu 44 th P Sehat -
2
Saudara 1 23 th L Sehat -
Saudara 2 2 th P Sehat -
Adakah Kerabat yang Menderita :
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - +
Asma - +
Tuberkulosis - +
Artritis - +
Rematisme - +
Hipertensi - +
Jantung - +
Ginjal - +
Lambung - +
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (+) Petechie
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (+) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Perdarahan konjunctiva
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan Pendengaran
(-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
3
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(-) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Perut Membesar
(+) Mual (-) Wasir
(+) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah Darah (-) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Nyeri Perut (-) Tinja Berwarna Ter
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol
Katamenia
4
(-) Leukore (-) Pendarahan
(-) lain – lain
Haid
(-) Haid terakhir (-) Jumlah dan lamanya (-) Menarche
(-) Teratur/tidak (-) Nyeri (-) Gejala Kilmakterium
(-) Gangguan haid (-) Pasca menopause
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan
(-) Amnesia (-) Pusing
(-) lain – lain (-) Gangguan bicara
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas (+) Ptekie
(-) Nyeri (-) Sianosis
Berat Badan :
Berat badan rata – rata (kg) : 45 kg
Berat tertinggi kapan (kg) : 52 kg
Berat badan sekarang : 52 kg
Tinggi badan : 157 cm
IMT : (52/1,572)=21,13 Normal
5
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) di rumah( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter ( ) Bidan (+) Dukun ( ) lain - lain
Riwayat Imunisasi
( ) Hepatitis (+) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio ( ) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3-4x/ hari
Jumlah / hari : Banyak
Variasi / hari : Nasi, sayur, ikan, tahu, tempe
Nafsu makan : Baik
Pendidikan
( ) SD (+) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan : Ada
Pekerjaan : Tidak ada
Keluarga : Tidak ada
Lain – lain : -
A. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan : 157 cm
Berat Badan : 52 kg
Kesadaran : Compos Mentis (GCS: 15)
6
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Suhu : 38 0C
Pernafasaan : 20 x/menit
Keadaan gizi : Cukup
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Habitus : Atletikus
Cara berjalan : Normal
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : Wajar
Alam Perasaan : Biasa
Proses Pikir : Wajar
Kulit
Warna : Sawo matang
Effloresensi : Tidak dilakukan
Jaringan Parut : Tidak ada
Pigmentasi : Normal
Pertumbuhan rambut : Distribusi merata
Lembab/Kering : Normal
Suhu Raba : Febris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran
Keringat : Umum (+)
Turgor : Baik
Ikterus : Tidak ada
Lapisan Lemak : Normal
Oedem : Tidak ada
Petekie : Ada
Lain-lain :
7
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak teraba membesar Leher : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar Ketiak : Tidak teraba membesar
Lipat paha : Tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Tenang
Simetri muka : Simetris
Rambut : Distribusi merata
Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi
Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Oedem (-)
Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (-), Perdarahan (-)
Visus : Normal
Sklera : Ikterik (-)
Gerakan Mata : Aktif
Lapangan penglihatan : Normal
Tekanan bola mata : Normal
Nistagmus : Tidak ada
Telinga
Tuli : Tidak tuli
Selaput pendengaran : Utuh, intak (+)
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
8
Mulut
Bibir : Lembab, tidak tampak pucat
Tonsil : T1 – T1 tenang
Langit-langit : Tidak ada kelainan
Bau pernapasan : Tidak ada
Gigi geligi : Utuh, caries dentis (-), gusi berdarah (-)
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : Kemerahan
Lidah : Tidak Kotor
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : Tidak teraba membesar
Deviasi trachea : Tidak ada
Dada
Bentuk : Simetris, sela iga tidak melebar maupun penyempit
Pernafasan : Torako-abdominal
Paru – Paru
Depan
Inspeksi
Kiri : bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Kanan : bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Palpasi :
Kanan: tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
9
Kiri : tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Perkusi :
Kanan: sonor di seluruh lapang paru
Kiri : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :
Kanan : SN vesikuler, wheezing (-), Rhonki (-),
Kiri : SN vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)
Belakang :
Inspeksi
Kiri : bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Kanan : bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Palpasi :
Kanan: tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Kiri : tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Perkusi :
Kanan: sonor di seluruh lapang paru
Kiri : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :
Kanan : SN vesikuler, wheezing (-), Rhonki (-),
Kiri : SN vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba di ICS V, di garis midkalvikula kiri
Perkusi :
Batas atas : ICS II linea sternalis kiri
10
Batas kiri : ICS IV linea axilaris anterior kiri
Batas kanan : ICS III linea parasternal kanan
Auskultasi : BJ I-II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : pulsasi teraba
Arteri Karotis : pulsasi teraba
Arteri Brakhialis : pulsasi teraba
Arteri Radialis : pulsasi teraba
Arteri Femoralis : pulsasi teraba
Arteri Poplitea : pulsasi teraba
Arteri Tibialis Posterior : pulsasi teraba
Arteri Dorsalis Pedis : pulsasi teraba
Perut
Inspeksi : Tidak membuncit, bekas operasi (-), penonjolan massa (-), dilatasi vena (-)
tampak ptekie pada dinding abdomen
Palpasi
Dinding perut : Supel, tidak ada distensi, nyeri tekan epigatrium (+)
Hati : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Limpa : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ginjal : Ballottement (-), nyeri ketok CVA (-)
Perkusi : Timpani pada abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Refleks dinding perut : Baik
Colok dubur : Tidak dilakukan (tidak ada indikasi)
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot : Tidak atrofi Tidak atrofi
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
11
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada Tidak ada
Petechie : Ada Ada
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot : Tidak atrofi Tidak atrofi
Tonus : Lemah Lemah
Massa : Tidak ada Tidak ada
Sendi : Normal Normal
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada Tidak ada
Petechie : Ada Ada
Refleks
12
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium tanggal 15/4/2015
Pemeriksaan Darah:
Hb : 16.1 g/dL
Leukosit : 5,69 cell/mm3
Ht : 45,8 %
Trombosit : 50.000 /µL
RINGKASAN
Wanita berusia 20 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 3 hari
SMRS. Selain demam, dirasakan juga nyeri kepala, mual dan muntah. Serta ditemukannya
bintik kemerahan pada lengan dan perut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
compos mentis, TD 120/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, suhu 380C, RR 20x/menit, ptekie pada
13
Kanan Kiri
Refleks Tendon Positif Positif
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks Patologis Negatif Negatif
lengan dan abdomen. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 16.1 g/dl,
Leukosit 5.69 cell/mm3, Ht 45.8%, Trombosit 50.000/ul.
MASALAH
1. Demam dengue
PENGKAJIAN MASALAH
1. Demam dengue
Demam dengue dipikirkan, dari hasil anamnesis, bahwa pasien merasakan demam yang
tiba-tiba tinggi sejak 3 hari SMRS, ada rasa nyeri kepala yang hebat. Dari hasil pemerik-
saan fisik juga didapatkan tanda perdarahan spontan yaitu, ptekie. Sedangkan dari hasil
laboratorium didapatkan trombositopenia serta leukositopenia. Belum dapat dipastikan ini
merupakan demam dengue ataupun demam berdarah dengue, karena tidak atau belum di-
dapatkan tanda-tanda kebocoran plasma dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Dipikirkan juga demam tifoid, dimana terjadi demam tinggi secara tiba-tiba dan rasa nyeri
kepala yang hebat. Pada demam tifoid juga bisa didapatkan leukositopenia pada
pemeriksaan laboratorium. Dalam hal ini harus dibedakan dari pola demam dari tifoid
yang biasanya tinggi pada malam hari dan rendah pada pagi hari. Pada demam tifoid juga
didapatkan keluhan pada pencernaan berupa diare maupun konstipasi.
Dipikirkan juga infeksi leptospirosis, dimana pada gejala klinisnya juga disertai dengan
demam tinggi yang bisa mencapai 40oC, disertai dengan nyeri pada otot dan kepala yang
hebat. Pada leptospirosis juga dapat disertai dengan perdarahan berupa epistaksis. Namun
perlu dibedakan, biasanya pada leptopspirosis akan didapati fase terjadinya ikterik.
Dipikirkan juga idiopatik trombositopenia purpura dimana terjadi penurunan kadar
tromobosit yang disertai perdarahan pada kulit berupa ptekie-ptekie. Pada hal ini harus
dicermati bahwa peningkatan demam pada ITP tidak tiba-tiba tinggi dan biasanya tidak
ada nyeri kepala yang hebat serta tidak ada keluhan-keluhan pencernaan. Pada riwayat
penyakit dahulu biasanya didapatkan riwayat infeksi 2-3 minggu sebelum onset tiba.
14
Rencana diagnostik:
Pemeriksaan H2TL setiap 24 jam
Pemeriksaan IgM dan IgG anti-dengue pada hari ke 6 penyakit
Pemeriksaan USG Abdomen pada hari ke 5 penyakit
Rencana pengobatan :
Medikamentosa:
IVFD RA : Gelafusal = 3 : 2 kolf (24 jam)
Paracetamol 3 x 500 mg IV Drip
Omeprazole 40 mg IV
Non medikamentosa:
Observasi TTV
Diet bebas
Rencana edukasi:
Menjelaskan penyakit yang diderita pasien membutuhkan pengawasan dan per-
awatan yang adekuat, sehingga butuh rawat inap sampai kondisi stabil
Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita mempunyai komplikasi seperti dengue
shock syndrome
KESIMPULAN
15
Wanita berusia 20 tahun ini mengalami demam dengue yang kemungkinan demam berdarah
dengue dan penyakit-penyakit lainnya masih belum dapat disingkirkan, dan dibutuhkan
pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan lainnya untuk dapat menegakkan diagnosisnya.
PROGNOSIS
1. Ad vitam : Ad bonam
2. Ad functionam : Ad bonam
3. Ad sanationam : Ad bonam
Catatan Perkembangan
Tanggal 16 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke-4 penyakit)
1. Masalah Demam dengue
S : Os masih demam, mual tapi tidak muntah. Tidak ada perdarahan spontan.
Nyeri kepala belum berkurang.
O : TD 120/70 mmHg, Nadi 89 x/menit, suhu 37.50C, RR 20x/menit
Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkai-
abdomen.
Hasil lab : Hb: 14.9 g/dl Leukosit: 7300 /ul
Ht 47.1 %, Trombosit: 45.000 /ul
A : Demam dengue masih belum dapat ditegakkan, karena DBD masih belum
dapat disingkirkan, melihat belum adanya tanda plasma leakage
P : Terapi dilanjutkan
16
Tanggal 17 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke-5 penyakit)
1. Masalah Demam dengue
S : Os mengatakan demam berkurang, masih ada sedikit mual, tidak muntah.
Tidak ada perdarahan spontan. Nyeri kepala sudah berkurang
O : TD 110/70 mmHg, Nadi 85 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit
Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkai-
abdomen. Shiffting dullness (-). Ronki -/-
Hasil lab : Hb: 14.3 g/dl Leukosit: 10.500 /ul
Ht: 40 %, Trombosit: 28.000 /ul
Hasil USG : Hepatomegali non-spesifik, GB wall thickening, ascites, efusi
pleura dekstra
A : Demam berdarah dengue dapat ditegakkan, melihat hemokonsentrasi
didapatkan, terjadi penurnan hematokrit 20% setelah terapi cairan yang
adekuat. Didapatkan juga plasma leakage dari hasil usg berupa ascites,
efusi pleura.
P : Terapi dilanjutkan
Tanggal 18 April 2015 pukul 17.00 (Hari ke-6 penyakit)
1. Masalah Demam berdarah dengue
S : Os mengatakan sudah tidak demam, sudah tidak mual. Tidak ada perdarahan
spontan. Nyeri kepala sudah menghilang
O : TD 110/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit
Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkai-
abdomen. Shiffting dullness (-). Ronki -/-
Hasil lab : Hb: 13.1 g/dl Leukosit: 10.200 /ul
Ht: 37 %, Trombosit: 54.000 /ul
Hasil IgM dan IgG anti-dengue (+)
A : Demam berdarah dengue derajat II menjadi diagnosis pasti, setelah hasil
pemeriksaan definitif didapatkan positif.
17
P : Rencana diagnostik
Pemeriksaan H2TL setiap 24 jam
Rencana terapi
Medika-mentosa
RA : Gelafusal = 2 : 1 (24 jam)
Non Medika-mentosa
Diet bebas
Mobilisasi cepat
Rencana edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit
yang dideritanya adalah DBD karena memenuhi kriteria-
kriteria penyakit DBD
Tanggal 19 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke 7 penyakit)
1. Masalah Demam berdarah dengue
S : Mobilisasi baik. Keluhan lain (-)
O : TD 120/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit
Hasil lab : Hb: 12.6 g/dl Leukosit: 9.500 /ul
Ht: 35.2 %, Trombosit: 128.000 /ul
A : Masalah demam berdarah dengue derajat II teratasi
P : Rencana memulangkan pasien
Rencana edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit
DBD sudah teratasi dan pasien sudah sembuh dan
diperkenankan rawat jalan
Menjelaskan bahwa DBD adalah penyakit yang dapat
dicegah dengan gerakan 3M Plus
18
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue
Pendahuluan
Sampai saat ini Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan masalah kesehatan yang
bersifat endemis dan timbul sepanjang tahun. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak na-
mun sering juga dialami oleh orang dewasa yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Di-
agnosis laboratoris DBD pada anak dan dewasa tidak dibeda-bedakan. Diagnosis itu memakai
kriteria umum yaitu isolasi virus dengan cara kultur, pemeriksaan serologis dengan mende-
teksi antibody anti-dengue, maupun pemeriksaan asam nukleat dari RNA virus dengue sekali-
gus mendeteksi jenis serotype virus dengue untuk keperluan epidemiologi.
Konsekuensinya diperlukan pemahaman prosedur pemeriksaan yang dilakukan secara
rutin maupun untuk penelitian, beserta interpretasi hasil uji laboratorisnya.
Infeksi virus dengue yang terjadi dan menyerang manusia menimbulkan gejala klinis yang
bervariasi dari yang ringan yaitu demam dengue, DBD (Demam Berdarah Dengue) serta yang
paling berat demam berdarah dengue dengan disertai syok (DSS) / Dengue Syok Sindrom. In-
19
siden demam berdarah meningkat pada musim hujan kemudian menurun pada akhir musim
hujan.
Timbulnya penyakit DBD ditandai adanya korelasi antara strain dan genetik tetapi
akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD di setiap daerah berbeda.2)Pemberantasan
DBD juga penyakit menular lain didasarkan pada pemutusan rantai penularan. Dalam hal ini
komponen penularan terdiri dari virus Aedes Aegipty dan manusia. Karena sampai saat ini
belum terdapat vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka pemberantasan ditujukan kepada
manusia dan terutama pada vektornya dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
DBD.
Penderita penyakit DBD bila tidak mendapat perawatan yang memadai dapat men-
galami perdarahan yang hebat, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu se-
mua kasus DBD sesuai kriteria WHO harus mendapat perawatan di tempat pelayanan kese-
hatan ataupun rumah sakit.1
Pembahasan
Definisi
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditandai dengan demam
mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis),
ruam (purpura), kadang-kadang disertai oleh mimisan, buang air besar berdarah, muntah
darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock).
Demam berdarah dengue ditandai oleh empat gejala klinis utama: demam tinggi,
fenomena hemoragik, sering disertai dengan hepatomegali dan pada kasus berat disertai tanda
– tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang diakibatkan oleh
kebocoran plasma yang disebut dengan sindrom syok dengue.1
Etiologi
Demam dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus Dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Viirus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai
20
genus Flavivirus, famili Flaviviride dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2,
Den-3, Den-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975
di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1,2
Cara penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynosiensis dan beberapa
spesies yang lain juga dapat menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat mengigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari(extrinsic incubation peroid) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan sebelumnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya(transovarian transmission), namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh
nyamuk, nyamuk itu akan dapat menularkan virus selama hidupnya(infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tubas 4-7 hari(intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila
nyamuk menggiit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.1
Epidemiologi
Istilah demam berdarah di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun
1953. Wabah serupa pertama kali terjadi pula di Bangkok pada tahun 1958 yang kemudian
berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara, diantaranya
Hanoi, Malaysia, Saigon dan Indonesia.
21
Di Indonesia demam berdarah dengue pertama kali dicurgai di Surabaya pada tahun
1968. Dimana kasus pertama yang ditemukan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969.
Kemudian demam berdarah dengue dilaporkan di Bandung dan di Yogyakarta pada tahun
1972. Epidemi pertama yang ditemukan di luar pulau Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di
Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Pada tahun 1974
epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Demam berdarah
dengue menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia pada tahun 1993. Bedasarkan jumlah kasus
demam berdarah dengue, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun
1968 angka kesakitan rata-rata demam berdarah dengue di Indonesia terus meningkat dari
0,05 hingga 8,14 pada tahun 1973 kemudian meningkat kembali menjadi 8,65 pada tahun
1983 dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk
dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang.
Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue yang dilaporkan berbagai negara
bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengua, prevalansi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis.
Tidak ditemukan perbedaan antara jenis kelamin namun angka kematian ditemukan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di
sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan 86-95% proporsi kasus terbanyak berasal
dari golongan anak berusia kurang dari 15 tahun. Namun pada wabah selanjutnya, jumlah
kasus golongan usia dewasa muda semakin meningkat.1,2
Patogenesis
Virus merupakan organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup. Maka demi ke-
langsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu, terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan penjamu.
Teori yang banyak dianut pada DBD adalah teori hipotesis infeksi sekunder (secondary
heterogenous infection theory) dan teori hipotesis immune enhancement. Kedua teori tersebut
secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia yang mengalami infeksi yang kedua
kalinya dengan serotype virus dengue yang heterolog punya resiko berat yang lebih besar un-
tuk menderita DBD berat. Antibody heterolog yang sudah ada sebelumnya akan mengenali
virus lain yang menginfeksi, membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks tersebut
berikatan dengan Fc reseptor membrane sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody
22
heterolog maka virus tidak dinetralisir oleh tubuh, maka bebas bereplikasi dalam sel
makrofag.
Teori lain yaitu Antibody Dependent Enhacement (ADE ) menyatakan bahwa suatu
proses akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam mononuclear sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut. Terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaan-
keadaan seperti hipovolemia, dan syok.
Berdasarkan teori secondary heterolog infection bahwa akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibody amnestik yang terjadi
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit yang menghasilkan
titer tinggi antibody Ig G anti dengue, terbentuk kompleks virus antigen-antibodi. Kompleks
tersebut mengaktifkan system komplemen, terutama C3 dan C5, selanjutnya akibat aktivasi
C3 dan C5 dilepaskan C3a dan C5a yang menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh
darah meningkat dan merembesnya plasma dari intravascular ke ekstravascular yang ditandai
dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium, dan terdapat cairan dalam rongga
serosa (efusi pleura dan ascites).1-3
Selain mengaktivasi system komplemen, kompleks virus-antigen-antibodi, juga men-
gakibatkan agregasi trombosit dan mengaktivasi system koagulasi melalui kerusakkan sel-en-
dotel pembuluh darah. Kedua factor tersebut menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat perlengketan kompleks antigen-antibodi pada membrane
trombosit sehingga dikeluarkan ADP ( adenosine diphosphate ) akibatnya trombosit melekat
satu sama lain.
Agregasi trombosit menyebabkan :
- Penghancuran oleh RES sehingga mengakibatkan trombositopenia
- Pengeluaran platelet factor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID) yang di-
tandai oleh peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi
penurunan factor pembekuan.
- Gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlahnya cukup namun tidak
berfungsi baik
- Aktivasi koagulasi menyebabkan diaktifkannya factor Hageman selanjutnya terjadi
aktivasi sistim kinin yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga mem-
percepat terjadinya syok.
23
Keempat hal inilah yang menyebabkan perdarahan massif pada DBD.1-3
Manifestasi klinik
Manifestasi kilnis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(DSS). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari yang diikuti fase kritis
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.1
Diagnosis
Infeksi virus dengue dapat asimptomatis atau dapat menimbulkan demam
undifferentiated, demam dengue atau demam berdarah dengue. Dengan rembesan plama yang
dapat menimbulkan syok (sindrom syok dengue).
a) Demam dengue (DD)
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot,
tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular
yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki,
telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Hasil pemeriksaan
darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Pada keadaan
wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam
dengue yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan demam berdarah
dengue. Pada penderita demam dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada
penderita demam berdarah dengue dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan
adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.1
b) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Perubahan patofisiologis utama yang menentukan keparahan penyakit pada demam
berdarah dengue dan yang membedakannya dengan demam dengue adalah rembesan
24
plasma seperti dimanifestasikan oleh peningkatan hematokrit (hematokonsentrasi, efusi
serosa atau hipoprotemia).
Bentuk klasik dari demam berdarah dengue ditandai dengan demam tinggi, mendadak,
terjadi antara 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit
kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun
jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di
epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam
terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede’s test) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas
pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekie ditemukan tersebar di daerah ekstremitas,
aksila dan wajah yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan
pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari teraba sampai 2-4 cm di
bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita
dengan syok.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan
suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam
berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Banyak pasien sembuh secara spontan, atau setelah periode singkat terapi cairan dan
elektrolit. Pada kasus yang lebih berat, bila kehilangan plasma sangat banyak, terjadi
syok dan dapat berkembang dengan cepat menjadi syok hebat dan kematian bila tidak
diatasi dengan tepat. Keparahan penyakit dapat diubah dengan mendiagnosis awal dan
mengganti kehilangan plasma. Trombositopenia dan hemokonsentrasi biasanya dapat
terdeteksi sebelum demam menghilang.
Hingga kini diagnosis demam berdarah dengue masih berdasarkan atas patokan yang
telah dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2
kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2
25
kriteria klinik (satu diantaranya ialah panas), dengan menggunakan kriteria WHO diatas
maka ketepatan diagnosis berkisar 70 – 90%. 1
Kriteria Klinik
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tournikuet positif dan salah
satu bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), he-
matemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (men-
jadi 20mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistol menurun sampai
80mmHg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
Kriteria Laboratorik
Pemeriksaan laboratotium didapatkan trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan
hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak 20%
atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen.
Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat
keparahan.
Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan muntah memar.
Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya
pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta
penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab
serta gelisah.
Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
26
Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) yaitu:
a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue without warn-
ing signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya:
1. Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.
2. Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji
torniket positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.
3. Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan,
terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargis, lemah, pembesaran hati
> 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat.
4. Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas)
b. Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma berat, yang
dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan. Per-
darahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat, hepar (AST atau
ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain). Untuk menge-
tahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet. 1
c) Sindrom syok dengue (SSD)
Kondisi pasien yang berkembang kearah syok tiba-tba menyimpang setelah demam se-
lama 2-7 hari. Penyimpanagan ini terjadi pada waktu segera setelah penurunan suhu antara
hari ketiga dan ketujuh sakit. Terjadi tanda khas dari kegagalan sirkulasi: kulit menjadi
dingin, bintul-bintul, dan kongesti; sinosis sirkumoral sering terjadi; nadi menjadi cepat.
Pasien pada awal dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat
memasuki tahap kritis dan syok. Nyeri abdominal akut adalah keluhan sering segera se-
belum syok. Sindrom syok dengue biasanya ditandai dengan nadi cepat, lemah dengan
penyempitan tekanan nadi (<20 mm Hg), tanpa meperhatikan tingkat tekanan, misal
100/90 mm Hg atau hipotensi dengan kulit dingin dan lembab dan gelisah. Pasien yag
syok dalam bahaya kematian bila pengobatan yang tepat tidak segera diberikan. Pasien da-
pat melewati tahap syok berat, dengan tekanan darah atau nadi menjadi tidak terbaca. Na-
mun, kebanyakan pasien tetap sadar hampir pada tahap terminal. Durasi syok adalah pen-
dek: secara khas pasien meninggal 12-24 jam, atau sembuh dengan cepat setelah terapi
27
pengantian volume yang tepat. Efusi pleural dan asites dapat terdeteksi melalui pemerik-
saan fisik atau radiografi. Syok yang tidak teratasi dapat menimbulkan perjalanan
penyakit terkomplikasi, dengan terjadinya asidosis metabolis, perdarahan hebat dari salu-
ran gastrointestinal dan organ lain, dan prognosisnya buruk. Pasien dengan hemoragi in-
trakranial dapat mengalami konvulsi dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan kadang, da-
pat terjadi dalam pengaruhnya dengan gangguan metabolis dan elektrolit atau perdarahan
intrakranial. Pemulihan pada pasien dengan sindrom syok dengue teratasi adalah singkat
dan tidak rumit. Bahkan pada kasus syok berat, jika tealah teratasi, pasien yang dapat
bertahan akan membaik dalam 2-3 hari, meskipun efusi pleural dan asites masih tampak.
Tanda prognosis yang baik adalah keluaran urine adekuat dan kembali mempunyai nafsu
makan. Temuan umum selama masa penyembuhan demam berdarah dengue adalah
bradikardia sinus atau aritmia dan karakteristik ruam petekial konfluen dengan area bulat
kecil bagian kulit normal. Ruam makulopapular atau tipe rubella kurang umum pada de-
mam berdarah dengue dibanding demam dengue dan mungkin terlihat baik pada awal atau
tahap lanjut penyakit. Perjalanan demam berdarah dengue kira-kira 7-10 hari.1-3
Pemeriksaan penunjang
Hematologi
1. Jumlah leukosit normal, tapi biasanya menurun dengan doominasi sel neutrofil.
Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama-sama
menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Eningkatan jumlah sel
limfosit atipikal di darah tepi dapat dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke
tujuh.
2. Jumlah trombosit, penurunan mennjadi < 100.000. pada umumnya trombositopenia
terjadi sebelum adanya peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun.
Jumlah trombosit <100.000 biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai
ketujuh. Pemeriksaan awal biasanya dilakukan saat pasien diduga menderita DBD.
3. Kadar hematokrit, peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi
selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala.
Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokosentrasi dengan peningkatan hematokrit sebesar 20% mencerminkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.
4. Pemeriksaan laboratorium lain:
28
Kadar albumin menurun sedikit
Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
Penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik
Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, penurunan kelompok vit K-
dependent
Serum komplemen menurun
Hipoproteinemia
Hiponatremia
SGOT dan SGPT meningkat
Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok
berkepanjangan
Radiologis
a. Roentgen thorax PA terdapat gambaran efusi pleura terutama pada hemitorak kanan
b. USG abdomen tampak ascites dan efusi pleura bagian kanan
Serologis
Dikenal 6 jenis serologi yang dapat menentukan adanya virus dengue, yaitu :
a. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test), paling sering dipakai dan merupakan gold
standard serologi untuk dengue. Uji Hi sensitive tapi tidak spesifik. Untuk diagno-
sis positif terdapat kenaikan titer 4x lipat dari titer serum akut (>1280). Baik pada
serum akut maupun konvalesen.
b. Ig M Elisa, kelebihan uji ini adalah hanya perlu satu serum akut saja. Spesifitas
sama uji HI, sensifitas sedikit dibawah uji HI.
c. Ig G Elisa, sedikit lebih spesifik disbanding Ig M Elisa.
d. Uji netralisasi paling spesifik dan sensitive untuk virus dengue.
e. Uji komplemen fiksasi.
f. PCR (polymerase chain reaction), sangat spesifik dan sensitive.4
Diagnosa banding
1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau
infeksi parasit seperti: demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
29
chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain
2. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya(DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam
mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai dengan
ruam makulopapular, injeksi konjuctiva dan ada nyeri sendi. Proporsi uji torniquet
positif, ptekie dan epiktasis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
3. Perdarahan seperti ptekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis sejak semula pasien nampak
sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel PMN. Pemeriksaan LED dapat
dipergunakan untuk membedakan infeksi virus dengan bakteri.
4. Idiopathic trombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai leukopenia, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak
ditemukan pergeseran ke kanan hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD, jumlah
trombosit lebih cepat kembali ke normal daripada ITP.
5. Perdarahan juga dapat terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfa dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik anak sangat anemik, demam timbul akibat infeksi sekunder.pada pemeriksaan
darah ditemukan pansitopenia. Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan
foto toraks dan kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD
ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan demam berdarah dengue bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Pasien demam dengue dapat berobat jalan sedangkan pasien demam berdarah
dengue dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan
30
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien demam berdarah
dengue dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang
memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat apabila terdapat tanda syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan
penyakit demam berdarah dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan
umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci
keberhasilan tatalaksana demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue terletak pada
ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan:
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian antipiretik
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen
Pada pasien demam dengue, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi
selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara demam dengue dan demam berdarah dengue pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada demam berdarah dengue terdapat tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada demam dengue tanpa disertai
gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat,
buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda
kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak
mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
Perbedaan patofisilogik utama antara demam dengue, demam berdarah dengue dan
sindrom syok dengue dengan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler
yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis demam
berdarah dengue atau sindrom syok dengue sangat khas yaitu demam tinggi mendadak,
31
diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana
demam berdarah dengue terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat
suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Prognosis demam berdarah dengue terletak pada pengenalan awal
terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase
kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai
<100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi
sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume
plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit <
50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.1-4
Fase Demam
Tatalaksana demam berdarah dengue fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana demam
dengue, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah
atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis Paracetamol menurut kelompok usia
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam
32
berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila
terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah
waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan
kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma
danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit
tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
Penggantian Volume
Dasar patogenesis demam berdarah dengue adalah perembesan plasma yang terjadi pada fase
penurunan suhu, maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati.
Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin
lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian
volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara
umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat
pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-
lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5
sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.1-4
33
Tabel 2. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5-8%)
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada
anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kebutuhan cairan rumatan
Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20) =1900
ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak
konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan
pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat diketahui
dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan danterus menerus
setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika
memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru
dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok
yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, ekanan
nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar
hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan
intravena.
Jenis cairan yang dapat digunakan bedasarkan rekomendasi WHO:
Kristaloid
- Larutan ringer laktat (RL)
- Larutan ringer asetat (RA)
- Larutan garam faal (normal saline/NaCl)
34
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
- Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faal (D5/1/2LGF)
(Catatan: untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran)
Koloid
- Dekstran 40
- Plasma
- Albumin 1-4
Algoritma Penatalaksaan
35
Gambar 1. Tatalaksana kasus tersangka demam berdarah dengue
Pada awal perjalanan penyakit demam berdarah dengue tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh
karena itu orang tua/anggota keluarga diharapkan untuk waspada jika meiihat tanda/ gejala
yang mungkin merupakan gejala awal penyakit demam berdarah dengue. Tanda/gejala awal
penyakit demam berdarah dengue ialah demam tinggi 2-7 hari mendadak tanpa sebab yang
jelas, terus menerus, badan terasa lemah/anak tampak lesu.
Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu:
36
1. Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan
dankaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun,
muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan dengan
bagan 3,4,5)
2. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji Rumple Leede/uji
bendung dan hitung trombosit;
- Bila uji tourniquet positif dan/ atau trombosit 100.000/pl, pasien di observasi (tata-
laksana kasus tersangka demam berdarah dengue)
- Bila uji tourniquet negatif dengan trombosit 100.000/pl atau normal , pasien boleh
pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien di-
anjurkan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dll serta diberikan
obat antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila selama di
rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi tanda klinis adakah tanda-
tanda syok yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, sakit perut, berak
hitam, kencing berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht, dantrombosit. Apabila terdapat
tanda syok atau terdapat peningkatan Hb/Ht danatau penurunan trombosit, segera
kembali ke rumah sakit.
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (demam berdarah
dengue derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (demam
berdarah dengue derajat II) dapat dikelola seperti tertera pada Gambar 1.
Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum sebanyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok
makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis, sirop,
jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (parasetamol) diberikan bila suhu > 38.5°C. Pada
anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus
NaCL 0,45% : dekstrosa 5% dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Disamping
itu perlu dilakukan pemeriksaaan Ht, Hb 6 jam dan trombosit setiap 2 jam.
Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium anak dapat
dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun, maka infus cairan
diganti dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan seperti pada Gambar 1.
37
Gambar 2. Tatalaksana kasus demam berdarah dengue derajat I dan derajat II
Pasien DBD apabila dijumpai demam tinggi mendadak terus menerus selama 7 hari tanpa
sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (tersering perdarahan kulit danmukosa
yaitu petekie atau mimisan) disertai penurunan jumlah trombosit 100.000/pl, dan
peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer
laktat/NaCI 0,9 % atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7 ml/kg BB/jam.
Monitor tanda vital dankadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-
24 jam, kemudian:
1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dankadar Ht cenderung turun minimal
dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.
38
Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi
3ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila keadaan kli -
nis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distres pernafasan),
frekuensi, nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, disertai
peningkatan Ht, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak
ada perbaikan tetesan dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Apabila terjadi distres per-
nafasan danHt naik maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam; tetapi apabila Ht tu-
run berarti terdapat perdarahan, berikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam. Bila
keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan sesuai poin pertama.
DSS
Sindrom syok dengue ialah demam berdarah dengue dengan gejala, gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90 dan
diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, tidak ada
produksi urin.
1. Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20m1/kgBB secepatnya
(diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/ menit. Untuk sindrom syok
dengue berat (demam berdarah dengue derajat IV, nadi tidak teraba dantensi tidak
terukur) diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB bersama koloid (lihat butir 2). Observasi
tensi dannadi tiap 15 menit hematokrit dantrombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan
gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan
15-20 ml/kg BB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40) se-
banyak 10-20 ml/kg BB, maksimal 30 ml/kg BB (koloid diberikan pada lajur infus yang
sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi tiap 15 menit, danperiksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elek-
trolit, dan gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan
nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 mm/kg BB/
jam. Volume 10 ml/kg BB /jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai kli-
nis stabil danhematokrit menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7
ml/kg/BB sampai keadaan klinis danhematokrit stabil kemudian secara bertahap
cairan diturunkan 5 ml dan seterusnya 3ml/kg BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan 39
tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi,
jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1 ml/kg BB/jam, BD urin < 1.020)
dan pemeriksaan hematokrit & trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi
masih > 40 vol % berikan darah dalam volume kecil 10ml/kgBB. Apabila tampak
perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid
10ml/kg BB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H20) pada syok berat
kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan
danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal ( 10
mmH20), maka diberikan dopamin.
40
Gambar 3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue
Kriteria memulangkan pasien adalah:
Tidak ada demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Tampak perbaikan klinis
Tiga hari setelah syok teratasi
Perbaikan nafsu makan
Peningkatan kadar trombosit (> 50.000/µL)
Hematokrit stabil
Tidak dijumpai tanda-tanda distres pernafasan (dapat disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
Komplikasi penyakit
Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada pasien demam berdarah dengue antara lain:7
1. Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi hiponatremia, hipokalsemia, dan
hipokalemia.
2. Overhidrasi
3. Ensefalopati atau ensefalitis
4. Hepatik ensefalopati
5. Gagal hepar
6. Gagal ginjal yang dapat disebabkan karena syok lama, hepatorenal sindrom dan
hemoglobinuria
7. Gangguan metabolisme seperti hipoglikemia
8. Infeksi penyerta antara lain
a. Infeksi gastrointestinal
b. Infeksi saluran napas misalnya pneumonia41
c. Infeksi saluran kemih
d. Infeksi kulit dan jaringan lunak
Pencegahan
1. Gerakan 3M
o menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali, dan
menaburkan bubuk abate kedalamnya
o menutup rapat tempat penampungan air
o mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan
2. Pemberantasan vector
o Penyemprotan / Fogging
o Menyingkirkan pakaian yang tergantung didalam rumah
o Abatisasi selektif
o Kerjabakti lingkungan dalam dan luar rumah
o Penyuluhan masyarakat
3. Pemakaian repellent, menyemprot anti serangga di dalam rumah
4. Lapor ke puskesmas setempat
Ada dua cara pemberantasan vector :
- Menggunakan insektisida
Yang biasa dipakai adalah Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
untuk membunuh jentik
- Tanpa insektisida
Contohnya adalah menguras bak mandi, menutup rapat tempat penampungan air dan
mambersihkan halaman rumah.5
42