cangkok hati di indonesia saat ini dan masa depan kongres bkgai medan 2011

13
CANGKOK HATI DI INDONESIA SAAT INI DAN MASA DEPAN I.Hartantyo Sub Bagian Gastrohepatologi FK UNDIP/RSUP Dr Kariadi Semarang PENDAHULUAN Cangkok hati merupakan salah satu kemajuan penting di bidang kedokteran. Definisi cangkok hati adalah tindakan pembedahan dengan mengangkat hati yang sakit dan diganti dengan hati yang sehat dari donor. Cangkok hati pertama pada manusia dilakukan pada tahun 1963, dengan donor kadaver oleh Thomas Starzl di Denver dan sejak tahun 1970 merupakan pilihan terapi untuk semua “end stage liver disease”. Meskipun rejeksi merupakan kendala utama, banyak resipien pada era cangkok pertama ini yang mampu bertahan lebih dari 20 tahun pasca cangkok hati. Cangkok hati dengan donor hidup pertama kali dilakukan pada tahun 1987, dan saat ini di beberapa negara dengan keterbatasan donor kadaver, cangkok hati dengan donor hidup merupakan satu-satunya pilihan untuk terapi end stage liver disease. 1,2,3,4 Cangkok hati pasien anak di Eropa pertama kali dilakukan di University Hospital of Louvain pada 17 Maret 1971 oleh J.B. Otte dan P.J Kesten. Sayangnya pasien meninggal 7 minggu setelah transplant. Setelah fase ini dengan penemuan imunosupresan baru, kemajuan inovatif di bidang teknis operasi cangkok, dan manajemen yang baik pre operatif dicapai kemajuan pesat di bidang cangkok hati pada anak dan menjadikan cangkok hati sebagai standar terapi pilihan untuk end stage liver disease pada berbagai penyakit hati anak. Saat ini one year survival rate untuk pasien pasca cangkok hati sekitar 90% dan 5-8 years survival rate sekitar 60-80%. 3,5 Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 1

Upload: rororukmi

Post on 27-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gastroenterohepatologi

TRANSCRIPT

Page 1: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

CANGKOK HATI DI INDONESIA SAAT INI DAN MASA DEPAN

I.Hartantyo

Sub Bagian Gastrohepatologi FK UNDIP/RSUP Dr Kariadi Semarang

PENDAHULUAN

Cangkok hati merupakan salah satu kemajuan penting di bidang kedokteran. Definisi cangkok

hati adalah tindakan pembedahan dengan mengangkat hati yang sakit dan diganti dengan hati

yang sehat dari donor. Cangkok hati pertama pada manusia dilakukan pada tahun 1963,

dengan donor kadaver oleh Thomas Starzl di Denver dan sejak tahun 1970 merupakan pilihan

terapi untuk semua “end stage liver disease”. Meskipun rejeksi merupakan kendala utama,

banyak resipien pada era cangkok pertama ini yang mampu bertahan lebih dari 20 tahun pasca

cangkok hati. Cangkok hati dengan donor hidup pertama kali dilakukan pada tahun 1987, dan

saat ini di beberapa negara dengan keterbatasan donor kadaver, cangkok hati dengan donor

hidup merupakan satu-satunya pilihan untuk terapi end stage liver disease.1,2,3,4

Cangkok hati pasien anak di Eropa pertama kali dilakukan di University Hospital of Louvain

pada 17 Maret 1971 oleh J.B. Otte dan P.J Kesten. Sayangnya pasien meninggal 7 minggu

setelah transplant. Setelah fase ini dengan penemuan imunosupresan baru, kemajuan inovatif

di bidang teknis operasi cangkok, dan manajemen yang baik pre operatif dicapai kemajuan

pesat di bidang cangkok hati pada anak dan menjadikan cangkok hati sebagai standar terapi

pilihan untuk end stage liver disease pada berbagai penyakit hati anak. Saat ini one year

survival rate untuk pasien pasca cangkok hati sekitar 90% dan 5-8 years survival rate sekitar

60-80%.3,5

INDIKASI CANGKOK HATI PADA ANAK

Beberapa penyakit yang berujung pada end stage liver disease merupakan indikasi untuk untuk

cangkok hati. Dari berbagai center di dunia didapatkan data bahwa biliary atresia menduduki

tempat teratas untuk indikasi cangkok hati diikuti dengan gagal hati akut dan penyakit hati

autoimun pada tempat berikutnya. 6,7 Berikut ini adalah penyakit pada anak yang dapat

dilakukan transplantasi hati :

1. Atresia biliaris

2. Penyakit hati kholestasis

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 1

Page 2: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

3. Penyakit- penyakit metabolik

4. Hepatitis aku t dan kronik

5. Tumor hati

6. Miscellaneous

KONTRAINDIKASI CANGKOK HATI

Kontraindikasi cangkok hati dibagi menjadi kontraindikasi absolut dan relatif. Dengan kemajuan

teknik operasi, persiapan pre transplant yang baik dan ditemukannya obat-obat baru, daftar

kontraindikasi cangkok hati semakin berkurang, diantaranya adalah:

Kontraindikasi absolut :

HIV positif (sampai sekarang masih menjadi perdebatan)

Sepsis sistemik yang berasal di luar hati

Penyakit di luar hati yang berat dan mengancam jiwa

Keganasan di luar hati

Kontraindikasi relatif :

Keterlibatan di luar hati yang berat (Contohnya fungsi neurologi yang jelek, yang tidak

meningkat setelah cangkok hati, fungsi paru yang tidak baik, dll.)

Risiko untuk berulangnya penyakit ( contohnya HBV, HCV, AIH)

Masalah-masalah etik dan psikososial

TEKNIK CANGKOK HATI

Masalah utama pada Cangkok Hati anak pada awal 1980an adalah ketidakcocokan ukuran liver

donor yang tersedia dengan resipien. Dengan kemajuan dalam reduces-size, split-liver, dan

living-related grafts ketersediaan donor untuk anak semakin meningkat dan menurunkan angka

kematian anak dalam daftar tunggu untuk transplant.

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 2

Page 3: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

Reduced-size liver transplantation (RSLT)

Organ donor yang tersedia biasanya memiliki ukuran yang lebih besar dibanding ukuran yang

dibutuhkan resipien hal ini menimbulkan kesulitan dalam teknik transplantasi hati, maka

dikembangkan teknik RSLT, dimana graft dipotong dalam beberapa segmen. Pada umumnya

segmen kiri lateral (segmen 2,3) dapat digunakan pada resipien sampai 8 kali lebih kecil dari

donor (sebagai contoh: 80 kg donor, 10 kg resipien). Lobus kiri graft (segmen 2,3,4) dapat

digunakan pada resipien sampai ukuran 4 kali lebih kecil dari donor. Setelah pemotongan liver

donor, dilakukan hepatektomi pada resipien sesuai dengan prosedur standard dan graft

ditempatkan pada posisi orthotopic.5,8 ,

Split liver grafts

Prinsip teknik ini adalah membagi liver dalam 2 bagian yang terpisah dan menggunakan

potongan tersebut untuk resipien yang berbeda. Pada awalnya penggunaan teknik ini

mengindikasikan peningkatan angka kematian sampai 20%, akan tetapi dengan pengalaman

terbaru mengindikasikan bahwa pendekatan dengan teknik ini menunjukkan keberhasilan yang

sama dengan reduced-size graft techniques as further refinements in techniques are made.5,8

Living-related-grafts

Pendekatan lain untuk meningkatkan ketersediaan organ donor dan mengurangi jumlah

penderita end stage liver disease yang meninggal dalam daftar tunggu cangkok, adalah

penggunaan living-related donor grafts dari donor dewasa untuk resipien anak. Teknik ini

dikembangkan oleh Raia dan kawan-kawan pada tahun 1988. Hasil permulaan untuk teknik ini

sangat memuaskan. Prevalensi komplikasi pada donor rendah dan survival rate resipien lebih

baik dibanding dengan graft kadaver pada 10 tahun terakhir. Keuntungan lain dari teknik ini

adalah waktu operasi dan donor dapat dipersiapkan lebih baik. 5,8

CANGKOK HATI DI SEMARANG

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 3

Page 4: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

Pemikiran cangkok hati di Semarang sudah dilontarkan oleh Prof. Dr. dr. Ag. Soemantri,

SpA(K), SSi pada tahun 1996. Tujuannya untuk menolong anak-anak yang menderita

gangguan hati yang memerlukan pengobatan dengan cangkok hati. Di Indonesia diperkirakan

200 anak pertahun yang memerlukan cangkok hati. Untuk menindaklanjuti ide tersebut, pada

tahun 1996 idikirim beberapa dokter ke National University Hospital (NUH) Singapura untuk

mengadakan penjajakan pelaksanaan cangkok hati di Semarang. Pada tahun 1997,

direncanakan mengundang tim NUH untuk datang ke Semarang, membicarakan kemungkinan

cangkok hati di Semarang, namun karena pada saat itu terjadi krisis moneter di Indonesia,

maka rencana tersebut tertunda. Hingga kemudian pada tahun 2005 Prof. Dr. dr. Ag.

Soemantri, SpA(K), SSi, kembali melontarkan gagasan tentang cangkok hati yang mendapat

sambutan positif dari berbagai disiplin ilmu terkait. Akhir Agustus 2005 dibentuk Tim Cangkok

Hati RS Dr. Kariadi / FK Undip Semarang, yang melibatkan multidisiplin keilmuan dengan

motivasi dan semangat yang tinggi untuk dapat melakukan operasi cangkok hati di Semarang.

Satu Oktober 2006, jam 8.15 WIB operasi cangkok hati pertama di Indonesia dimulai dengan

kerjasama antara Tim RSDK/FK Undip dan Tim NUH. Operasi berakhir pada jam 20.00 WIB.

Peranan kedua orang tua beserta keluarga sangat positif dan kooperatif baik dalam persiapan,

saat operasi dan pasca operasi, baik dari segi moril dan materiil. Pada tanggal 22 Nopember

2006, pasien dipulangkan dalam keadaan sehat dan sampai saat ini pasien masih diharuskan

kontrol untuk pemantauan tumbuh kembangnya.

MASALAH-MASALAH YANG BERKAIT DENGAN CANGKOK HATI DI INDONESIA

Resipien

Keterlambatan dalam penegakan diagnosis penderita-penderita kelainan hati kronis

mengakibatkan penderita datang dalam keadaan yang kurang baik. Demikian juga penanganan

yang kurang cepat mengakibatkan sebagian resipien kandidat cangkok hati meninggal dalam

daftar tunggu.

Donor

Donor merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan transplantasi, oleh karena itu

seleksi harus dilakukan dengan baik dan sangat hati-hati. Selain kesesuaian ukuran volumetrik

penyesuaian lain antara donor dan resipien adalah sistem ABO. Setelah tes sistem ABO

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 4

Page 5: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

dinyatakan kompatibel selanjutnya dilakukan serangkaian pemeriksaan pada donor yang tidak

hanya meliputi keadaan fisik tetapi juga emosi. Pada proses seleksi donor inilah sering dijumpai

kendala-kendala, baik kendala oleh karena keadaan fisik donor yang tidak memenuhi kriteria

maupun masalah-masalah emosi dan sosial. Kesulitan mendapatkan donor hidup yang sesuai

inilah yang sering menyebabkan penderita meninggal dalam daftar tunggu. Mengingat semakin

banyaknya penyakit-penyakit end stage liver disease pada anak yang membutuhkan cangkok

hati, mungkin perlu dipikirkan tentang penggunaan donor kadaver dalam program cangkok hati

di Indonesia, yang berarti perlu dipikirkan juga tentang regulasi penyediaan donor secara

nasional.

Biaya

Biaya merupakan kendala besar dalam pelaksanaan cangkok hati. Biaya yang besar untuk

pelaksanaan cangkok hati mengakibatkan pelaksanaan cangkok hati menjadi terbatas.

Sedangkan penderita end stage liver disease di Indonesia semakin tahun semakin bertambah

jumlahnya, Sehingga ke depannya diperlukan beberapa center untuk Cangkok hati, dengan

koordinasi dan kerjasama yang baik untuk tiap center.

Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang baik merupakan kunci keberhasilan cangkok hati. Untuk itu

diperlukan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan SDM yang terlibat dalam cangkok hati

baik pada pra, selama, maupun pasca cangkok. Peningkatan ketrampilan dan pengetahuan ini

dapat dilakukan dengan adanya transfer of knowledge tentang cangkok hati dari pakar-pakar

dunia kepada dokter-dokter di Indonesia. Dalam rangka mencapai hal ini maka kerjasama antar

center di Indonesia sangat diperlukan.

Peraturan Tentang Cangkok Hati di Indonesia

Transplantasi organ atau jaringan, baik yang berasal dari manusia maupun binatang, dapat

dilihat sebagai sebuah teknologi maju di bidang kedokteran yang sangat berpotensi menim-

bulkan benturan kepentingan. Bahkan penerapan teknologi ini telah membuka peluang

terjadinya jual beli organ manusia yang secara moral tercela seperti yang terjadi di Banglades,

India, Filipina dan sebagainya. Oleh sebab itulah maka transplantasi organ atau jaringan perlu

diatur dengan undang-undang.9

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 5

Page 6: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

Sejauh ini peraturan yang mengatur transplantasi organ atau jaringan sudah dituangkan di

dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu pada Pasal 33 dan Pasal 24. Peraturan

pelaksanaannya juga sudah ada, yaitu Peraturan Pemerintah No. 18 Th. 1981 tentang Bedah

Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Manusia,

meskipun belum memadai. Oleh sebab itu perlu dipikirkan untuk disempurnakan lagi.9

Izin Pendonoran

Transplantasi organ atau jaringan manusia memerlukan donor, baik dari orang yang masih

hidup ataupun yang sudah mati. Karena melibatkan hak orang lain maka sudah tentu diperlukan

izin (consent) dari yang bersangkutan agar dokter dapat mengambil organ atau jaringan untuk

dimanfaatkan bagi kepentingan orang lain yang memerlukannya (resipien). Izin tersebut harus

diberikan secara bebas tanpa unsur paksaan (force), tipu daya (fraud) atau menciptakan

ketakutan (fear) sesudah yang bersangkutan diberikan informasi secukupnya serta telah

memahami sepenuhnya. Izin seperti itu lebih dikenal dengan sebutan informed consent. 9

A. Donor Hidup

Pada transplantasi yang menggunakan organ atau jaringan dari donor hidup maka informed

consent tersebut harus diberikan di atas kertas bermeterai dengan disaksikan oleh dua orang

saksi (Pasal 13 PP. No. 18 Tahun 1981). Tidak disebut-sebut mengenai persyaratan spesifik

bagi orang yang boleh menjadi saksi. Namun kalau melihat undang-undang transplantasi yang

berlaku di Belgia maka persyaratan khusus tersebut ialah orang yang mengetahui benar umur

calon donor. Di samping itu, suami atau isteri dari calon donor yang sudah menikah harus ikut

memberikan izin. 9

Sebelum memberikan izin (menandatangani informed consent), calon donor hidup harus

diberitahu lebih dahulu mengenai sifat operasi, akibat serta risikonya. Dokter harus yakin benar

bahwa calon donor telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tadi. Oleh sebab itu

calon donor hidup haruslah orang yang sudah berhak melakukan perbuatan hukum, yaitu sudah

cukup umur dan sehat akalnya. Berdasarkan hukum perdata yang berlaku di sini, cukup umur

ialah apabila telah mencapal 21 tahun atau sudah pemah menikah. Dengan kata lain, orang

yang belum cukup umur dengan sendirinya tidak dapat memberikan izin (informed consent) dan

sekaligus tidak dapat menjadi donor hidup. 9

Mengenai organ yang dapat disumbangkan oleh donor hidup, tidak disebut-sebut di dalam

Peraturan pernerintah No.18 tahun 1981.

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 6

Page 7: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

Organ yang tidak mempunyai fungsi sebagai penyelamatan jiwa resipien tidak dibenarkan

diambil dari donor hidup, meskipun orang yang bersangkutan bersedia untuk itu. Kornea mata

misalnya, tidak boleh diperoleh dari donor hidup sebab kornea bukan merupakan organ penting

bagi penyelamatan jiwa. Di samping itu kornea tidak termasuk jaringan yang dapat pulih

kembali setelah diambil. 9

B. Donor Mati

Pada donor mati atau donor kadaver, kewenangan dokter melakukan pengambilan organ atau

jaringan dari tubuhnya untuk kepentingan transplantasi dapat diperoleh melalui 2 sistem, yaitu:

1. Sistem Persetujuan:

Sistem ini sering disebut "opting in system" atau "contracting in system", di mana dokter baru

boleh melakukan operasi pengambilan jika ada izin dari yang bersangkutan sewaktu masih

hidup. Biasanya izin tersebut ditulis di atas kartu yang selalu berada di kantongnya sehingga

dapat segera diketahui oleh orang yang menemukan kematiannya.

2. Sistem Tidak Berkeberatan:

Sistem ini sering disebut "opting out system" atau "contracting out system". Dengan sistem ini

dokter dapat mengambil organ atau jaringan dari tubuhnya kecuali apabila ada keberatan dari

yang bersangkutan sewaktu masih hidup.

Diagnosis Kematian

Pada transplantasi dengan donor mati, organ harus diambil pada saat donor sudah mati agar

tidak menimbulkan persoalan-persoalan etik dan hukum. Tetapi perlu dimengerti bahwa organ

yang diambil pada saat jantung sudah berhenti mempunyai kesempatan hidup lebih kecil pada

tubuh resipien dibanding dengan organ yang diambil pada saat jantung masih berdenyut. Oleh

sebab itu jantung donor mati perlu tetap dipertahankan berdenyut agar proses oksigenasi tetap

berlangsung (heart-beating donor). Dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran

maka hal seperti itu sekarang bukan lagi menjadi masalah. Namun akibatnya timbul masalah

baru yaitu penentuan kematian yang tidak lagi dapat digunakan kriteria diagnosis yang lazim

(permanent cessation of heart-beating and respiration). 9

Untuk mengatasi masalah tersebut maka pada tahun 1968 panitia Ad Hoc dari Havard Medical

School menyusun suatu kriteria diagnosis yang didasarkan atas konsep "brain death" Tahun

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 7

Page 8: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

1974 Havard Medical School merevisinya dan sejak itu tak kurang dari 30 kriteria diagnosis

disusun oleh para ahli untuk menentukan kematian donor, yang kesemuanya bertolak dari

konsep "brain death is death".9

Brain death itu sendiri sebenarnya merupakan proses bertingkat, sebagai akibat dari resistensi

yang berbeda-beda dari bagian-bagian otak terhadap kekurangan oksigen. Dari berbagai

bagian otak (cortex, thalamus, batang otak) maka batang otak (brain-stem) yang mengatur

fungsi vital terutama pernapasan merupakan bagian yang paling tahan terhadap kekurangan

oksigen. Oleh sebab itu konsep "brain death is death" pada dewasa ini mulai bergeser ke

konsep "brain stem death is death".9

Mengenai dokter yang boleh menentukan kematian donor di berbagai negara mempunyai

peraturan yang berbeda-beda, baik yang menyangkut jumlahnya maupun hubungannya dengan

tim yang menangani transplantasi. Indonesia mensyaratkan 2 orang dokter yang kesemuanya

tidak ada sangkut-pautnya dengan dokter yang melakukan transplantasi. 9

Demikian kompleksnya masalah-masalah hukum yang berkaitan dengan cangkok organ,

sehingga Undang-undang yang mengatur tentang cangkok organ memang sangat dibutuhkan.

CANGKOK HATI INDONESIA DI MASA DEPAN

Mengingat semakin banyaknya penderita end stage liver disease di Indonesia, cangkok hati

sebagai terapi pilihan semakin dibutuhkan. Oleh karena itu keberadaan center-center cangkok

hati menjadi suatu kebutuhan yang mendesak. Keberadaan center-center cangkok hati ini

tentunya harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, baik peralatan-

peralatan medis, laboratorium, obat-obatan, maupun sumber daya manusia. Untuk memenuhi

kebutuhan tersebut diperlukan upaya-upaya yang terus menerus dan dukungan dari pihak yang

berwenang. Satu hal lagi yang harus diingat adalah bahwa cangkok hati merupakan suatu

kegiatan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu sehingga pengorganisasian yang baik dari

kegiatan cangkok hati merupakan hal yang mutlak diperlukan. Ke depannya kerjasama yang

baik dari berbagai center cangkok hati di Indonesia sangat diperlukan agar kebutuhan

masyarakat akan pelayanan yang memadai untuk pasien-pasien dengan end stage liver

disease bisa terpenuhi dengan baik, selain untuk mengejar ketertinggalan kita di bidang

cangkok ha

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 8

Page 9: Cangkok Hati Di Indonesia Saat Ini Dan Masa Depan Kongres Bkgai Medan 2011

Daftar Pustaka

1. Abbasoglu O. Liver transplantation: yesterday, today and tomorrow. World Journal of

Gastroenterologi 2008; 14(20): 3117-3122

2. Bhatnagar V. Pediatric liver transplantation : The Indian Perspective. Indian J Pediatr

1996; 63 : 751-760

3. Sokal EM, Cleghorn G, Goulet O, Silveira TR, McDiarmid S, Whitington P. Liver and

intestinal transplantation in children. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2002; 35(2):159-172

4. Suwardi Y, Santosa B, Hartantyo I, Tamam M, Arkhaesi N, Kusumawati N, et all.

Transplantasi hati pada anak. In: Suwardi Y, Setiati TE, Hartantyo I, Supriatna M,

Soemantri Ag, editors. Selayang pandang cangkok hati pada anak. 1st ed. Pelita Insani;

2009

5. Hirlan, Suwardi Y, Hartantyo I, Selina H, Mardiana, Ria, et all. Seleksi donor pada

transplantasi hati. In: Suwardi Y, Setiati TE, Hartantyo I, Supriatna M, Soemantri Ag,

editors. Selayang pandang cangkok hati pada anak. 1st ed. Pelita Insani; 2009

6. Kelly D, Sibal A. Current status of liver transplantation. Indian Joumal of Pediatrics 2003;

70 (9):731-6

7. Sokal EM, Goldstein D, Ciocca M, Lewindon P, Ni YH, Silveira T, Sibal A, Dhawan A,

Mack C, Bucuvalas J. End-stage liver disease and liver transplant: current situation and

key Issues. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 2008; 47:239–46.

8. Rela M, Dhawan A. Liver transplantation in children. Indian Journal of Pediatric 2008; 69

(2):175-83

9. Dakhlan S. Hukum kesehatan rambu-rambu bagi dokter. 1st ed. Badan Penerbit UNDIP;

2007

Diajukan pada Kongres BKGAI, Medan 2011 Page 9