campuran ddpp
DESCRIPTION
eweTRANSCRIPT
1.3 Tujuan PenulisanBerdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan makala ini adalah:
1. Menjelaskan pengertian penilaian.
2. Menjelaskan pengertian asesmen autentik dan maknanya.
3. Menjelaskan manfaat penilaian autentik.
4. Menjelaskan ciri-ciri autentik.
5. Menjelaskan asesmen autentik dan tuntutan kurikulum 2013
6. Menjelaskan asesmen autentik dan belajar autentik
7. Menejelaskan jenis-jenis penilaian autentik.
8. Menjelaskan pengembangan pnilaian pada penilaian autentik.
9. Menjelaskan penilaian autentik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian PenilaianIstilah penilaian sebagai terjemahan dari “Evaluation” jika dalam kepustakaan lain
digunakan istilah assesmen, appraisal, sebagai panduan akan digunakan sebuah definisi
Evaluasi sebagai berikut : yang berasall dari B. Bloom dalam bukunya :
“Handbook or Formative and Summative Evaluation of Student Learning”
“Evaluation, as we see it, is the systimatic collection of evidence to determine
whither infact certain changes are taking place in the learns as well as to
determine the a mount or degree of change in individual students”.
Dari definisi di atas yang perlu diperhatikan, bahwa dalam melakukan penilaian Anda
harus yakin bahwa pendidikan dapat membawa perubahan pada diri anak didik karena ada
dua hal yang harus dilakukan yaitu : mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian
dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi. Bukti-
bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif, membagi hasil pengukuran berbentuk
angka misalnya dari testing, pemberian tugas penampilan (performance), kertas kerja,
laporan tugas lapangan dan lain-lain.Bukti dapat pula bersifat kualitatif, tidak berbentuk
bilangan, melainkan hanya menunjukkan kualifikasi hasil belajar seperti baik sekali, sedang,
rajin, cermat dan lain-lain.
Bukti-bukti kuantitatif maupun kualitatif yang dikumpulkan, seharusnya memenuhi
persyaratan tertentu agar dijadikan dasar pengambilan keputusan adanya perubahan perilaku
dan derajat perubahannya secara adil dan objektif. Pengambilan keputusan selalu dipengaruhi
oleh Value Judgment, karena itu peran bukti-bukti penilaian tersebut tidak bisa diabaikan,
demi kepentingan semua
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka,
deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan.
2.2 Definsi Dan Makna Penilaian Autentik (Asesmen
Autentik)Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam kehidupan
akademik keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian autentik sering dipertukarkan. Akan
tetapi, frasa pengukuran atau pengujian autentik, tidak lazim digunakan.
Secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan
dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen autentik untuk
mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan
dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar
sekolah.
Salah satu implikasi dari diterapkannya standard kompetensi adalah proses penilaian yang
dilakukan oleh guru baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan
kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standard kompetensi guru harus:
Mengembangkan matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin
pengalaman belajar yang terarah.
Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang
menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.
Untuk mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen autentik,
berikut ini dikemukakan beberapa definisi. Dalam Jhon Mueller(2006) penilaian Autentik
merupakan suatu bentuk penilaian yang para siswanya diminta untuk menampilkan tugas.
Dalam American Librabry Association asesmen autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi
untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktifitas yang
relevan dalam pembelajaran. Dalam Newton Public School, asesmen autentik diartikan sebagai
penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta
didik. Wiggins mendefinisikan asesmen autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta
didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktifitas-aktifitas
pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisa oral
terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
Penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan
dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu
mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah
benar-benar dikuasai dan dicapai. Berikut adalah prinsip-prinsip umum penilaian otentik.
Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan
bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction)
Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia
sekolah (school work-kind of problems).
Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif,
afektif, dan sensori-motorik)
Pada pelaksanaan penilaian hendaknya tujuan penilaian diarahkan pada empat (4) hal
berikut.
Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan
rencana.
Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam
proses pembelajaran.
Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai.
2.3 Manfaat Penilaian Autentik1. Penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung
terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang dibelajarkan. Penilaian
yang hanya mengukur capaian pengetahuan yang telah dikuasai pembelajar hanya bersifat tidak
langsung. Tetapi, penilaian autentik menuntut pembelajar untuk berunjuk kerja dalam situasi
yang konkret dan sekaligus bermakna yang secara otomatis juga mencerminkan penguasaan dan
keterampilan keilmuannnya. Unjuk kerja tersebut bersifat langsung, langsung terkait dengan
konteks situasi dunia nyata dan tampilannya juga dapat diamati langsung. Hal itu lebih
mencerminkan tingkat capaian pada bidang yang dipelajari. Misalnya, dalam belajar berbicara
bahasa target, pembelajar tidak hanya berlatih mengucapkan lafal, memilih kata, dan menyusun
kalimat, melainkan juga mempratikkannya dalam situasi konkret dan dengan topic aktual-realistik
sehingga menjadi lebih bermakna.
2. Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil
belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang telah
dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat saja yang
kurang bermakna. Dengan penilaian autentik pembelajar diminta untuk mengkonstruksikan apa
yang telah diperoleh ketika mereka dihadapkan pada situasi konkret. Dengan cara ini pembelajar
akan menyeleksi dan menyusun jawaban berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan analisis
situasi yang dilakukan agar jawabannya relevan dan bermakna.
3. Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian
menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran tradisional, juga model penilaian
tradisional, antara kegiatan pengajaran dan penilaian merupakan sesuatu yang terpisah, atau
sengaja dipisahkan. Namun, tidak demikian halnya dengan model penilaian autentik. Ketiga hal
tersebut, yaitu aktivitas guru membelajarkan, siswa belajar, dan guru menilai capaian hasil belajar
pembelajar, merupakan satu rangkaian yang memang sengaja didesain demikian. Ketika guru
membelajarkan suatu topik dan pembelajar aktif mempelajari, penilaiannya bukan semata berupa
tagihan terhadap penguasaan topik itu, melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja
mempraktikkannya dalam sebuah situasi konkret yang sengaja diciptakan.
4. Penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk
kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini memungkinkan
pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya paling efektif. Hal itu
berbeda dengan penilaian tradisional, misalnya bentuk tes pilihan ganda, yang hanya memberi
satu cara untuk menjawab dan tidak menawarkan kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban
pembelajar dengan model ini memang seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi itu
menutup kreativitas pembelajar untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya. Padahal, unsur
kreativitas atau kemampuan berkreasi merupakan hal esensial yang harus diusahakan
ketercapaiannya dalam tujuan pembelajaran.
2.4 Ciri Penilaian Autentik Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu
Mencerminkan masalh dunia nyata bukan hanya dunia sekolah
Menggunakan berbagai cara dan criteria
Holistik (kompetensi utuh merefleksikan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
2.5 Asesmen Autentik Dan Tuntutan Kurikulum 2013Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini mampu
menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Asesmen autentik cenderung fokus pada
tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan
kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat
relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah
dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek.
Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer
untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari
mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
Asesmen autentik dapat juga
Asesmen autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunkan standar tes
berbasis norma, pilihan ganda, benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu
saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang lzim
digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru
sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam asesmen autentik,
seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas
belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.
Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri
dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta
mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru menerapkan
kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang
diperoleh dari luar sekolah.
Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa
belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu
merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang
kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan
harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Asesmen autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik,
karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang
subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan
pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar,
dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak
dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remidial harus dilakukan.
2.6 Asasmen Autentik Dan Belajar AutentikAsesmen Autentik menicayakan proses belajar yang Autentik pula. Menurut Ormiston
belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh peserta didik
dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau kehidupan pada umumnya. Asesmen semacam ini
cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi peserta didik, yang
memungkinkan mereka secara nyata menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang
dimilikinya. Contoh asesmen autentik antara lain keterampilan kerja, kemampuan
mengaplikasikan atau menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran,
portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan sesuatu.
Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston
belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam
kenyataannya di luar sekolah. Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama,
pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang
pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang
memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang
digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keteampilan, dan
pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-
cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang
berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di
mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam
melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan
pendekatan saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain
secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di
sini, guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu
apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab
untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong peserta didik mengkonstruksi,
mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi
informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru
autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian.
Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu seperti
disajikan berikut ini;
1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain pembelajaran.
2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan
mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai
bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan
pemahaman peserta didik.
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan menimba
pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur
prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain telah gagal
mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah gagal memperoleh
gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dikaitkan
dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.
Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum,
karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik. Ketika asesmen
tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan kompetensi
dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan
berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula
asesmen autentik memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang
dipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian, sudah
saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan memadukan potensi
peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.
Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan
akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data asesmen autentik
dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dari
asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik, misalnya,
mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya.
Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist)
untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari
empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak
mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik. Analisis holistik memberikan skor
keseluruhan kinerja peserta didik, seperti menilai kompetisi Olimpiade Sains Nasional.
2.7 Jenis-Jenis Asesmen AutentikDalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami secara
jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya
berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus
penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan
(3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa
jenis asesmen autentik disajikan berikut ini.
1. Penilaian Kinerja
Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam
proses dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para
peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk
menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini, guru dapat
memberikan umpan balik terhadap kinerja peserta didik baik dalam bentuk laporan naratif mauun
laporan kelas. Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja:
a) Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur tertentu
dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau tindakan.
b) Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru menulis
laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik selama melakukan
tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa baik peserta didik memenuhi
standar yang ditetapkan.
c) Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala numerik berikut
predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang sekali.
d) Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati peserta
didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan informasi
dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah berhasil atau belum. Cara seperti
tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup dianjurkan.
Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus.Pertama, langkah-langkah
kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu atau
beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang
dinilai.Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk
menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan dinilai,
khususnya indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan atau
keerampilan peserta didik yang akan diamati.
Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk
menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan berbahasa
peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara, misalnya, guru dapat mengobservasinya pada
konteks yang, seperti berpidato, berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh
keutuhan mengenai keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik
dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi perilaku, pertanyaan
langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri
merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri
berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam
mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi
kognitif, afektif dan psikomotor.
Penilaian ranah sikap. Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan perasaannya
terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai kecakapan atau
keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
Penilaian ranah pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu
berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif.Pertama,
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari kekuatan dan
kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik berperilaku
jujur. Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju secara personal.
2. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang
harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas
dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan demikian,
penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan
lain-lain.
Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh kesempatan
untuk mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Karena itu, pada setiap
penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang memerlukan perhatian khusus dari guru.
a) Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data, mengolah
dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
b) Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
c) Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh
peserta didik.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam
kaitan ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan
instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan. Penilaian proyek
dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat
dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian
produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil akhir secara
holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas kemampuan peserta didik
menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan
lain-lain), barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya logam.
Penilaian secara analitik merujuk pada semua kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan
produk tertentu. Penilaian secara holistik merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan
atas produk yang dihasilkan.
3. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan
kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat
dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan
refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode
tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang
dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus
penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada
satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga
oleh peserta didik sendiri.
Memalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar
peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi,
surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis,
dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan
sesuai dengan tuntutan pembelajaran.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.
a) Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
b) Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
c) Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru menyusun
portofolio pembelajaran.
d) Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai, disertai
catatan tanggal pengumpulannya.
e) Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
f) Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio yang
dihasilkan.
g) Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.
4. Penilaian Tertulis
Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang
lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap lazim
dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian. Memilih jawaban
dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak,
menjodohkan, dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi, jawaban
singkat atau pendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan
sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin
bersifat komprehentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya
sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang sama.
Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan malas
bekerja, rendahnya keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya alam. Masing-masing sisi
pandang ini akan melahirkan jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki kebenarann yang
sama, asalkan analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola
jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau jawaban terbatas (restricted-response).
Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi
kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih
tinggi atau kompleks.
2.8 Pengembangan Penilaian AutentektikSemua rangkaian dalam lingkup kegiatan belajar mengajar harus direncanakan
dengan baik agar dapat memberikan hasil dan dampak yang maksimal. Hal inilah antara lain
yang kemudian mendorong intensifnya penerapan teknologi pendidikan dalam dunia
pendidikan. Perencanaan yang baik juga harus diterapkan dalam kegiatan penilaian yang
menjadi bagian integral dari kegiatan pembelajaran. Mueller (2008) mengemukakan sejumlah
langkah yang perlu ditempuh dalam pengembangan penilaian otentik, yaitu yang
meliputi penentuan standar; penentuan tugas otentik; pembuatan kriteria; dan pembuatan
rubrik.
Penentuan Standar
Standar dimaksudkan sebagai sebuah pernyataan tentang apa yang harus diketahui atau
dapat dilakukan pembelajar. Di samping standar ada goal (tujuan umum) dan objektif (tujuan
khusus), dan standar berada di antara keduanya. Standar dapat diobservasi (observable) dan
diukur (measurable) ketercapaiannya.Istilah umum yang dipakai di dunia pendidikan di
Indonesia untuk standar adalah kompetensi sebagaimana terlihat pada KBK dan KTSP. Di
kurikulum tersebut dikenal adanya istilah standar kompetensi lulusan dan kompetensi dasar.
Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (PP No. 19 Tahun 2005: 2), sedang kompetensi dasar adalah
kompetensi atau standar minimal yang harus tercapai atau dikuasai oleh pembelajar.
Kompetensi, baik yang dirumuskan sebagai standar kompetensi maupun kompetensi
dasar, menjadi acuan dan tujuan yang ingin dicapai dalam keseluruhan proses pembelajaran.
Oleh karena itu, kompetensi apa yang akan dicapai itu haruslah yang pertama-tama
ditetapkan. Untuk kurikulum sekolah (KTSP), standar kompetensi dan kompetensi dasar,
yang dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebut Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), telah secara jelas ditunjuk. Standar Kompetensi Lulusan inilah
yang kemudian dijadikan pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan. Karena standar kompetensi dan kompetensi dasar lazimnya masih abstrak,
kompetensi dasar kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator yang lebih operasional
sehingga jelas kemampuan, keterampilan, atau kinerja apa yang menjadi sasaran pengukuran.
Standar Kompetensi Lulusan tentu saja harus mencerminkan harapan masyarakat tentang
apa yang mesti dicapai dan atau dikuasai oleh lulusan satuan pendidikan tertentu. Akibat
perkembangan ilmu dan teknologi di era informasi, dewasa ini perkembangan kehidupan
begitu cepat, perubahan demi perubahan begitu cepatnya, apa yang semula dianggap mapan
atau menzaman, dalam hitungan sedikit tahun atau bahkan bulan, telah menjadi ketinggalan
zaman. Dengan demikian, perubahan kini menjadi kata kunci untuk tetap bertahan. Maka,
keterbukaan terhadap perubahan juga suatu hal yang harus diterima dan disikapi dengan
benar. Konsekuensinya, salah satu kompetensi yang disiapkan untuk lulusan satuan
pendidikan juga harus menerima dan mengikuti arus perubahan itu, dan itu artinya rumusan
kompetensi harus realistik sesuai dengan tuntutan zaman.
Penentuan Tugas Otentik
Tugas otentik adalah tugas-tugas yang secara nyata dibebankan kepada pembelajar untuk
mengukur pencapaian kompetensi yang dibelajarkan, baik ketika kegiatan pembelajaran
masih berlangsung atau ketika sudah berakhir. Pengukuran hasil pencapaian kompetensi
pembelajar yang secara realistic dilakukan di kelas dapat bersifat model tradisional atau
otentik sekaligus tergantung kompetensi atau indicator yang akan diukur. Tugas otentik
(authentic task) sering disinonimkan dengan penilaian otentik (authentic assessment) walau
sebenarnya cakupan maknayang kedua lebih luas.Permasalahan yang segera muncul adalah
tugas-tugas apa atau model-model pengukuran apa yang dapat dikategorikan sebagai tugas
atau penilaian otentik.
Semua kegiatan pengukuran pendidikan harus mengacu pada standar (standar kompetensi,
kompetensi dasar) yang telah ditetapkan. Demikian pula halnya dengan pemberian tugas-
tugas otentik. Pemilihan tugas-tugas tersebut pertama-tama haruslah merujuk pada
kompetensi mana yang akan diukur pencapaiannya. Kedua, dan inilah yang khas penilaian
autentik, pemilihan tugastugas itu harus mencerminkan keadaan atau kebutuhan yang
sesungguhnya di dunia nyata. Jadi, dalam sebuah penilaian otentik mesti terkandung dua hal
sekaligus: sesuai dengan standar (kompetensi) dan relevan (bermakna) dengan kehidupan
nyata. Dua hal tersebut haruslah menjadi acuan kita ketika membuat tugas-tugas otentik
untuk mengukur pencapaian kompetensi pembelajaran kepada peserta didik.
Dengan demikian, apa yang ditugaskan oleh guru kepada pembelajar dan yang dilakukan
oleh pembelajar telah mencerminkan kompetensi yang memang dibutuhkan dalam kehidupan
nyata. Hal itu berarti ada keterkaitan antara dunia pendidikan di satu sisi dengan tuntutan
kebutuhan kehidupan di dunia nyata di sisi lain. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa,
bahasa target apa saja, pasti terdapat standar kompetensi lulusan yang berkaitan dengan
kemampuan menulis. Menulis dalam kaitan ini bukan sekedar menulis demi tulisan itu
sendiri, melainkan menulis untuk menghasilkan karya tulis yang memang dibutuhkan di
dunia nyata. Misalnya, menulis surat lamaran pekerjaan, surat penawaran produk, menulis
artikel untuk media masa, dan lain-lain. Untuk itu, pembuatan tugas-tugas otentik dalam
rangka penilaian otentik capaian hasil belajar peserta didik mesti terkait dengan kemampuan
menghasilkan karya tulis jenis-jenis tersebut.
Pembuatan Kriteria
Jika standar (kompetensi, kompetensi dasar) merupakan arah dan acuan kompetensi
pembelajaran yang dibelajarkan oleh pendidik dan sekaligus akan dicapai dalam oleh subjek
didik, proses pembelajaran haruslah secara sadar diarahkan ke capaian kompetensi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Demikian pula halnya dengan penilaian yang dimaksudkan untuk
mengukur kadar capaian kompetensi sebagai bukti hasil belajar. Untuk itu, diperlukan criteria
yang dapat menggambarkan capaian kompetensi yang dimaksud. Kriteria merupakan
pernyataan yang menggambarkan tingkat capaian dan bukti-bukti nyata capaian belajar
subjek belajar dengan kualitas tertentu yang diinginkan. Kriteria lazimnya juga telah
dirumuskan sebelum pelaksanaan pembelajaran. Dalam kurikulum berbasis kompetensi
kriteria lebih dikenal dengan sebutan indikator.
Dalam kegiatan pembelajaran, semua kompetensi yang dibelajarkan harus diukur kadar
capaiannya oleh pembelajar. Jika dalam lingkup penilaian otentik harus melibatkan dua
macam relevansi, yaitu sesuai dengan kompetensi dan bermakna dalam kehidupan nyata,
kriteria atau indikator penilaian yang dikembangkan harus juga mengandung kedua tuntutan
tersebut. Singkatnya, sebuah kriteria penilaian capaian hasil belajar harus cocok dengan
kompetensi yang dibelajarkan dan sekaligus bermakna atau relevan dengan kehidupan nyata.
Jumlah criteria yang dibuat bersifat relatif, tetapi sebaiknya dibatasi, dan yang pasti criteria
harus mengungkap capaian hal-hal yang esensial dalam sebuah standar (kompetensi) karena
hal itulah yang menjadi inti penguasaan terhadap kompetensi pembelajaran. Kita tidak
mungkin menagih semua tugas yang dibelajarkan dan sekaligus dipelajari subjek didik.
Selain itu, pembuatan kriteria harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang selama ini
dinyatakan baik, baik dalam arti efektif untuk keperluan penilaian hasil belajar. Ketentuan-
ketentuan itu antara lain (i) harus dirumuskansecara jelas; (ii) singkat padat; (iii) dapat
diukur, dan karenanya haruslah dipergunakan kata-kata kerja operasional; (iv) menunjuk
pada tingkah laku hasil belajar, apa yang mesti dilakukan dan bagaimana kualitas yang
dituntut; dan (v) sebaiknya ditulis dalam bahasa yang dipahami oleh subjek didik. Perumusan
kriteria yang jelas dan operasional akan mempermudah kita, para guru, untuk melakukan
kegiatan penilaian.
Pembuatan Rubrik
Penilaian otentik menggunakan pendekatan penilaian acuan criteria (criterion referenced
measures) untuk menentukan nilai capaian subjek didik. Dengan demikian, nilai seorang
pembelajar ditentukan seberapa tinggi kinerja ditampilkannya secara nyata yang
menunjukkan tingkat capaian kompetensi yang dibelajarkan. Untuk menentukan tinggi
rendahnya skor kinerja yang dimaksud, haruslah dipergunakan alat skala untuk memberikan
skorskor tiap kriteria yang telah ditentukan. Alat yang dimaksud disebut rubric (rubric).
Rubrik dapat dipahami sebagai sebuah skala penyekoran (scoring scale) yang dipergunakan
untuk menilai kinerja subjek didik untuk tiap criteria terhadap tugas-tugas tertentu (Mueller,
2008).
Dalam sebuah rubrik terdapat dua hal pokok yang harus dibuat, yaitu criteria dan tingkat
capaian kinerja (level of performance) tiap kriteria. Kriteria berisi hal-hal esensial standar
(kompetensi) yang ingin diukur tingkat capaian kinerjanya yang secara esensial dan konkret
mewakili standar yang diukur capaiannya. Dengan membatasi criteria pada hal-hal esensial,
dapat dihindari banyaknya kriteria yang dibuat yang menyebabkan penilaian menjadi kurang
praktis. Selain itu, kriteria haruslah dirumuskan atau dinyatakan (jadi: berupa pernyataan dan
bukan kalimat) singkat padat, komunikatif, dengan bahasa yang gramatikal, dan benarbenar
mencerminkan hal-hal esensial (dari standar/kompetensi) yang diukur. Dalam sebuah rubrik,
kriteria mungkin saja atau boleh juga dilabeli dengan kata-kata tertentu yang lebih
mencerminkan isi, misalnya dengan kata-kata: unsur yang dinilai.
Tingkat capaian kinerja, di pihak lain, umumnya ditunjukkan dalam angka-angka, dan
yang lazim adalah 1-4 atau 1-5, besar kecilnya angka sekaligus menunjukkan tinggi
rendahnya capaian. Tiap angka tersebut biasanya mempunyai deskripsi verbal yang diwakili,
misalnya skor 1: tidak ada kinerja, sedang skor 5: kinerja sangat meyakinkan dan bermakna.
Bunyi deskripsi verbal tersebut harus sesuai dengan kriteria yang akan diukur. Yang pasti
terdapat banyak variasi dalam pembuatan rubrik, juga untuk criteria dan angka tingkat
capaian kinerja. Penilaian tingkat capaian kinerja seorang pembelajar dilakukan dengan
menandai angka-angka yang sesuai. Rubrik lazimnya ditampilkan dalam tabel, kriteria
ditempatkan di sebelah dan tingkat capaian di sebelah kanan tiap kriteria yang diukur
capaiannya itu. Misalnya, untuk mengukur tampilan pidato seorang siswa, dibuatkan rubrik
sebagai berikut.
Kemampuan Berpidato
No Aspek yang di nilaiTingkat Capaian Kinerja
1 2 3 4 5
1. Ketepatan laval
2. Ketepatan diksi
3. Ketepatan struktur gramatikal
4. Sifat penuturan
5. Pemahaman dan kelancaran
6. Ketepatan gagasan
7. Keakuratan gagasan
8. Keluasan gagasan
9. Keterkaitan antar gagasan
10. Kebermaknaan penuturan
Contoh Penilaian Otentik: Portofolio
Salah satu penilaian otentik yang kini popular dipergunakan di dunia pendidikan di Indonesia
adalah portofolio (portfolio). Bahkan, tampaknya di Indonesia penilaian model portofolio
lebih dahulu dikenal para guru dari pada penilaian otentik bersamaan dengan pelaksanaan
KBK/ KTSP. Tampaknya, tidak terlalu salah jika dikatakan bahwa salah satu trade mark
penilaian era KBK/KTSP adalah dengan model portofolio. Kini, penilaian portofolio semakin
ramai dibicarakan dan diakrabi para guru dan dosen yang mengajukan sertifikasi
profesionalisme pendidik lewat pembuatan portofolio. Sebelumnya, portofolio sudah lebih
banyak dikenal di dunia usaha dan perkantoran.
Penggunaan portofolio sebagai salah model penilaian hasil belajar bahasa dan sastra juga
cocok karena dengan cara ini mahasiswa/siswa dipaksa atau terpaksa harus membuat karya
tulis. Penilaian model portofolio juga menjamin memberikan data otentik tentang capaian
kemampuan berbahasa. Penilaian portofolio merupakan salah bentuk penilaian berbasis kelas
yang merupakan penilaian yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Penilaian berbasis
kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta
didik yang dilakukan guru dengan menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan berkaitan
dengan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum (Supranata & Hatta,2004:5)
2.9 Hakikat Penilaian AutentikModel penilaian autentik (authentic assessment) dewasa ini banyak dibicarakan di
dunia pendidikan karena model ini direkomendasikan, atau bahkan harus ditekankan,
penggunaannya dalam kegiatan menilai hasil belajar pebelajar. Salah satu permasalahan yang
muncul adalah belum tentu semua guru/dosen memahami konsep dan pelaksanaan penilaian
autentik. Jika sebuah konsep belum terpahami, bagaimana mungkin kita mau
mempergunakannya untuk keperluan praktis pada kegiatan pembelajaran? Mungkin saja
orang menyangka atau mengatakan telah mempergunakan penilaian autentik untuk menilai
hasil belajar siswa, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan
demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara
objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja.
Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan
berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang teori Bloom
sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di
Indonesia sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assesmentadalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan
bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan
guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segara bisa
mengambil tindakan yang tepat. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di
sepanjang proses pembelajaran, asesmen tidak hanya dilakukan di akhir periode (semester)
pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti EBTA/Ebtanas/UAN),
tetapi juga dilakukan bersama dan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan
pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168)
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assesment) bukanlah untuk
mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan
pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan
ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran
(Nurhadi, 2004: 168).
Penilaian autentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan
demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara
objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan pada hasil akhir (produk).
Lagi pula sangat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan
berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang teori Bloom,
sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di
Indonesia sebelum ini, penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Cara penilaian juga bermacam-macam, dapat menggunakan model nontes dan tes
sekaligus, serta dapat dilakukan kapan saja bersamaan dengan kegiatan pembelajaran.
Namun, semuanya harus tetap terencana secara baik. Misalnya, dengan memberikan tes
(ulangan) harian, latihan-latihan di kelas, penugasan, wawancara, pengamatan, angket,
catatan lapangan/harian, atau portofolio. Penilaian yang dilakukan lewat berbagai cara atau
model, menyangkut berbagai ranah, serta meliputi proses dan produk inilah yang kemudian
disebut sebagai penilaian autentik. Autentik dapat berarti dan sekaligus menjamin
keobjektifan, sesuatu yang nyata, konkret, benar-benar hasil tampilan siswa, serta akurat dan
bermakna.
Penilaian autentik menekankan kemampuan pebelajar untuk mendemonstrasikan
pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Kegiatan penilaian tidak sekadar
menanyakan atau menyadap pengetahuan yang telah diketahui pembelajar, tetapi juga kinerja
secara nyata dari pengetahuan yang telah dikuasai. Sebagaimana dinyatakan Mueller (2008)
penilaian autentik merupakan a form of assessment in which students are asked to perform
real-world tasks that demonstrate meaningful application of essential knowledge and skills.
Jadi, penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pebelajar untuk
menunjukkan kinerja di dunia nyata. secara bermakna yang merupakan penerapan esensi
pengetahuan dan keterampilan. Menurut Stiggins (dalam Mueller, 2008), penilaian autentik
merupakan penilaian kinerja (perfomansi) yang meminta pebelajar untuk mendemonstrasikan
keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang
dikuasainya
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka,
deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan.
2. Makna Penilaian autentik dalam pelaksanaan penilaian hendaknya tujuan penilaian diarahkan
pada hal berikut.
Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan
rencana.
Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam
proses pembelajaran.
Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai.
3. Manfaat Penilain Autentik
Penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap
kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang dibelajarkan.
Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil belajarnya.
Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian
menjadi satu paket kegiatan yang terpadu.
Penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk
kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini memungkinkan
pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya paling efektif.
4. Ciri penilaian autentik
Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu
Mencerminkan masalh dunia nyata bukan hanya dunia sekolah
Menggunakan berbagai cara dan criteria
Holistik (kompetensi utuh merefleksikan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
5. Asesmen autentik dan tuntutan kurikulum 2013 yaitu asesmen autentik memiliki relevansi kuat
terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik,
baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.
Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan
peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik.
Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam
pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
6. Asesmen autentik dan belajar autentik yaitu Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta
mengumpulkan informasi dengan pendekatan saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala
dan hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan
dunia nyata yang luar sekolah. Di sini, guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa
yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu
yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong
peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan,
menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan
baru.
7. Jenis-jenis asesmen autentik
Penilaian Kinerja
Penilaian Proyek
Penilaian Portofolio
Penilaian Tertulis
8. Penentuan Penilaian autentik
Penentuan Standar
Penentuan Tugas Otentik
Pembuatan Kriteria
Pembuatan Rubrik
Contoh Penilaian Otentik: Portofolio
9. Hakikat penilaian autentik yaitu Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil
sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran
dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil
akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan
sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang
teori Bloom sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa
kurikulum di Indonesia sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
1. PENGERTIAN KTSP
2. HAKIKAT KTSP
3. MENGEMBANGKAN KTSP
4. CARA MENYUSUN KTSP
5. PEMBELAJARAN DEAN PENILAIAN BERBASIS KTSP
6. MUATAN LOKAL DAN PENGEMBANGAN DIRI
1. 1. PENGERTIAN KTSP
KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum yang
dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu
mengembangkannya. KTSP dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, social budaya masyarakat setempat, dan
karakteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar
kompetensi lulusan, dibawah supervise dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang
pendidikan di SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan
pemerintahan dibidang agama untuk MI,MTs, MA, dan MAK.
1. 2. HAKIKAT KTSP
1. A. Konsep Dasar KTSP
KTSP disusunn dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1) dan 2) sebagai berikut:
1. Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk
mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengna prinsip
diversivikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan KTSP:
KTSP dikembangkan sesuai dengna kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik
daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi dasar lulusan, dibawah supervisi dinas
pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab dibidang
pendidikan.
KTSP untu setiap program studi dipergurun tinggi diembangkan dan ditetapkan oleh
masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
1. B. TUJUAN KTSP
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan
satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam
pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum
melalui keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan
yang akan dicapai.
1. C. Landasan Pengembangan KTSP
KTSP dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas
PP Nomor 19 Tahun 2005 Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas No.22 Thaun 2006 tentang Standar Isi
Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Pjermendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23.
1. D. Karakteristik KTSP
1. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat
tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat.
1. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi
Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua
peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi
melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengenbangkan pogram-
program yng dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Masyarakat dan orang tua menjalin
kerjasama untuk membantu sekolah sebagai narasumber pada berbagai kegiatan sekolah untuk
meningtkatkan kualitas pembelajaran.
1. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional
Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulumu didukung oleh aadanya
kepemimpinan sekolah yang demokratis dan professional. Kepala sekolah dan guru-guru
sebagai tenaga pelaksana kurikulum merupakan orng-orang yang memiliki kemampuan dan
integritas professional. Kepala sekolah adalah menejer pendidikan professional yang direkrut
komite sekolah utuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.
1. Tim-Kerja yang kompak dan transparan
Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan pembelajarang didukung oleh kinerja
tim yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pembelajran. Dalam
dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerjasama secara
harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan sesuatu sekolah yang
dapa tdibanggakan pleh semua pihak. Mereka tidak saling menunjukan kuasa atau paling
berjasa, tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja
sekolah secara keseluruhan. Hal yang perlu diperhatikan:
1. Sistem informasi yang jelas dan transparan
2. Sistem penghargaan dan hukuman
E. Akankah KTSP mendongkrak Kualitas Pendidikan
Melalui KTSP , sekolah dan satuan pendidikan perlu dikembangkan menjadi lembaga yang
diberi kewenagan dan tanggung jawab secara luas untuk mandiri, maju, dan berkembang
berdasarkan strategi kebijakan menejemen pendidikan yang ditetapkan pemerintah. Persoalan
yang muncul adalah apakah kondisi aktualo satuan pendidikan dan sekolah-sekolah di Indonesia
beserta sumberdayanya sudah memiliki kesiapan untuk mengembangkan dan melaksanakan
KTSP yang akan mengubah pola dan seistem pengembangan kurikulum? Lantas, mampukah
KTSP mendongkrak kulaits pendidikan? Dan masih banyak persoalan lain yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan dan penerapan KTSP.
Sehubngan dengan itu, agar pengembangan dan penerapan KTSP mampu mendongkrak
kualitas pendidikan, perlu didukung oleh perubahan mendasar dalam kebijakan pengelolaan
sekolah yang menyangkut aspek-aspek berikut:
1. 1. Iklim pembelajaran yang kondusif
Pengembangan KTSP perlu didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif bagi tercapainya
suasana yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung
dengna tenang dan menyenangkan. Iklim yang demikian akan mendorong terwujudnya proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan bermakna; yang lebih menekankan pada belajar
mengetahui (learnign to know), belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri
(learning to be) dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to live together). Suasana
tersebut akan memupuk tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan dikalanagna
warga sekolah, bersifat adaktif dan proaktif serta memilikii jiwa kewirausahaan tinggi (ulet,
inovatif, dan berani mengambil resiko), tidak saja bagi peserta didik, tetapi juga guru dan
pimpinannya. Untuk kepentingan tersebut, sukses KTSP perlu didukung oleh ahli kurikulum,
dilengkapi oleh sarana dan prasarana pembelajaran, serta diperkaya oleh sumber-sumbel
belajar yang memadai.
1. 2. Otonomi sekolah dan satuan pendidikan
Dalam pengembangan kurikulum sentralisasi, sekolah dan satuan pendidikan sebagai pelaksana
kurikulum, hampir tidak pernah diberi kewenangnan untuk memnentukan kut\rikulum atau sistem
evaluasi pembelajaran sesuai dengna kondisi dan kebutuhan peserta didik secara aktual.
Sekolah hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum dari pusat, meskipun kadang-kadang
tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik.
Dalam KTSP, kebijakan pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta sistem evaluasinya
disentralisasikan disekolah dan satuan pendidikan, sehingga pengembangan kurikulum
diharapkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara lebih fleksibel.
Pemerintah pusat, dalam hal ini BSNP, Depdiknas dan Depag hanya menetapkan standar
nasional, yang mengembangkannya diserahkan kepada madrasah atau sekolah. Dengan
demikian desentralisasi kebijakan dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta
sistem evaluasinya merupakan prasyarat untuk mengimplementasikan KTSP.
1. 3. Kewajiban sekolah dan satuan pendidikan
KTSP yang menawarkan keleluasan dalam pengembangan kurikulum, memiliki potensi besar
dalam menciptakan kepala sekolah/ madrasah, guru dan pengelola satuan pendidikan secara
profesional. Oleh karena it, pelaksanaan KTSP perku disetai seperangkat kewajiban, serta
monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin
bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat. Dengan demikian sekolah dan
satuan pendidikan dituntut mampu mengembangkan kurikulum dan mengelola sumberdaya
secara transparan, demokratis dan bertanggungjawab baik terhadap masyarakat maupunn
pmerintah, dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan dan kualitas terhadap peserta
didik.
1. 4. Kepemimpinan Sekolah yang Demokratis dan Profesional
Pelaksanaan KTSP memerlukan sosok kepala sekolah/madrasah yang memiliki kemampuan
menejerial yang tinggi, serta demokratis dalam proses pengambilan keputusan-keputusan
mendasar. Pada mumnya, kepala sekolah di Indonesia belum dapat dikatakan sebagai
“maanajer profesional”, karena sistem pengangkatan selama ini tidak didasarkan pada
kemampuan atau pendidikan profesioanal, tetapi lebih pada pengalaman menjadi guru. Hal ini
disinyalir pula oleh laporan Bank Dunia (1999), bahwa salah satu penyebab semakin
menurunnya mutu pendidikan persekolahan di Indonesia adalah “kurang profesionalnya” para
kepala sekolah sebagai manajer pendidikan ditingkat lapangan. Dengan demikian, pelaksanaan
KTSP memerlukan perubahan sistem pengankatan kepala sekolah/madrasah dari pengangkatan
kiarena pengangkatan atau pengalaman kerja sebagai guru kepada pengangkatan berdasarkan
kemampuan dan keterampilan secara profesional.
Dalam KTSP, kepala sekolah dan guru merupakan “the key person” keberhasilan pelaksanaan
“pembelajaran”. Ia adlah orang yang diberi tanggung jawab untukmengembangkan dan
melaksanakan kurikulum untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas sesuai visi, misi dan
tujuan sekolah. Oleh karena itu, dalam implementasi KTSP, kepala sekolah dituntut untuk
memilikii visi dan wawasan yang luas tentang pembelajaran yang efektif serta kemempuan
profesional yang memadai dalam bidang perencanaan, kepemimpinan, manajerial dan supervisi
pendidikan. Ia juga harus memiliiki kemampuan untuk membangun kerjasama yang harmonis
dengan berbagai pihak yang terkait dengan kurikulum.
1. 5. Revitalisasi partisipasi masyarakat dan orang tua
Secara historis sekolah merupakan sistem pendidikan yang berkembang dari, oleh dan untuk
masyarakat, sehingga masyarakat memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap
eksistensinya. Namun dalam perkembangan berikutnya, terutama sekolah yang dikellola oleh
pemerintah (negeri) seolah-olah berada diluar masyarakat dan orang tua. Sehingga partisipasi
mereka menjadi pudar.
Dalam pengembangan KTSP, partisipasi aktif berbagai kelompok masyarakat dan pihak
orangtua dlam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program-
program sekolah/madrsah perlu dibangkitkan kembali. Wujud keterlibatan, bukan hanya dalam
bantuan finansial , tetapi lebih dari itu, dalam pemikiran-pemikiran untuk penignkatan kualitas
pembelajaran. Masyarakat dan orang tua harus disadarkan bahwa sekolah merupakan lembaga
pendidikan yang perlu didukung oleh semua pihak. Prestasi keberhasilan sekolah harus menjadi
kebanggaan masyarakat dan lingkungannya. Ini berarti, pelaksanaan KTSP memerlukan
kesadaran dan partisipasi aktif semua pihak yang terkait dengan pendidikan
disekolah.Masalahnya, siapa yang harus mengembangkan partisipasi orangtua dan
masyarakat? jawaban praktisnya adalah bahwa pihak sekolah dalam hali ini kepala sekolah,
guru dan tenaga kependidikan yang lain, harus menggunakan berbagai strategi dan daya untuk
mendorong masyarakat dan orang tua menjadi bagian integral dari sistem sekolah, beserta
seluruh kegiatannya.
1. 6. Menghidupkan serta meluruskan KKG dan MGMP
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGPG) atau Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS) dan
Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan organisasi guru, yang pada saat ini keberadannya pada
sebagian sekolah dan satuan pendidikan sudah mati suri. Dikatakan demikian, karena
kebanyakan organisaasi tersebut pada saat ini tidak memiliki dan tidak melakukan program kerja
sesuai dengan tujuan awalnya. Tujuan MGMP dan KKG terutama adakah untuk meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme guru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Namun
demikian dalam pelaksanaannya, kegiatan organisaasi tersebut banyak yang perlu diluruskan.
Misalnya organisasi tersebut hanya digunakan sebagai ajang arisan, bahkan tidak sedikit yang
menggunakan organisasi tersebut hanya untuk membicarakan jadwal less bagi peserta didik
menjelang ujian.
Oleh karena itu, dalam rangkan menignkatkan kualitas penidikan dinegeri ini dapat dilakukan
dengna menghidupkan dan meluruskan MGMP dan KKG. Bagi yang hampir mati suri karena
tidak ada kegiatan, perlu dihidupkan kembal, sementara bagi yang menghidupkan kegiatan
tetapi melenceng atau diluar rel perlu diluruskan dan diingatkan agar kembali kejalan yang lurus.
Yakni upaya meningkatkan kualitas pendidikan tanpa merugikan peserta didik atau kelompok
lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah guru pada sekolah-sekolah dewasa ini umumnya
sudah cukup memadai, tetapi suasana belajar belum cukup kondusif akibat metode mengajar
guru yang kurang bervariasi. Persoalan tersebut dapat diatsi melalui MGMP, trmasuk cara
mengembangkan KTSP dan komponen-komponen lainnya, serta mencari alternatif
pembelajaran yang tepat dan menemukan berbagai variasi metode, dan variasi media untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
1. 7. Kemandirian guru
Disamping mengikuti MGMP dan KKG untuk menemukan solusi terhadap berbagai masalah
dalam pembelajaran, dalam KTSP guru juga harus mampu bekerja mandiri untuk memperbaiki
diri dalam pembelajaran. Hal ini penting agar ia benar-benar menjadi guru yang mampu diggugu
dan ditiru. Sehingga tidak saja mampu emngembangkan KTSP tetapi juga melaksanakannya
dalam pembelajaran secara efektif dan meyenangkan.
F. Asumsi yang Mendasari KTSP
Seperti telah diuraikan pada bahasan diatas, bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan
oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi
pendidikan (guru, kepala sekolah, komite sekolah, dan dewan pendidikan) pada satuan
pendidikan, disekolah dan daerah masing-masing.
Mengingata bahwa penyusunan KTSP diserahkan kepada satuan pendidikan, sekolah dan
daerah masing-masing, diasumsikan bahwa guru kepala sekolah, komite sekolah, dan dewan
pendidikan akan sangant bersahabat dengan kurikulum tersebut. Diasumsikan demikian, karena
mereka terlibat secara langsung dalam proses penyusunannya, dan mereka (guru) yang akan
melaksanakannya dalam proses pembelajaran dikelas, sehingga memahami betul apa yang
harus dilakukan dalam pembelajaran sehubungan dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan yang dimiliki oleh setiap satuan pendidikan didaerah masing-masing. Mereka pula
yang akan melakukan penilaian terhadap hasil pembelajaran yang dilakukannya, sehingga
keberkasilan pembelajaran merupakan tanggungjawab guru secara profesional.
Keterlibatan guru, kepala sekolah, masyarakat yang tergabung dlaam komite sekolah dan dewan
pendidikan dalam pengambilan keputusan akan mengembangkan rasa kepemilikan yang lebih
tinggi terhadap kurikulum, sehingga mendorong mereka untuk mendayagunakan sumber daya
yang ada seefisien mungin untuk mencapai hasil yang optimal. Konsep ini didasarkan pda Self
Determination Theory yang menyatakan bahwa jika seseorang memiliki kekuasaan dalam
pengambilan suatu keputusan, maka akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk
melaksanakan keputusan tersebut.
MENGEMBANGKAN KTSP
BAGAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Konteks Pendidikan
Kebangkitan Islam, Clean and Good Governance, Otonomi Daerah, Millenium Gols 2015 (Globalisasi), Demokratisasi, Pembangunan Berkelanjutan, Perkembangan IPTEKS, serta Ekonomi Berbasis Spiritual, Moral, dan Intelektual.
1. Pengemba
ngan
Kurikulum
2. Pengemb
angan
Kurikulum
Tingkat
Nasionnal
Dalam
kaitannya
dengan KTSP,
pengembangan
kurikulum
tingkat nasional
dilakukan
dalam rangka
mengembangkan Standar Nasional Pendidikan, yang pada saat ini mencakup Standar
KURIKULUM NASIONAL
STANDAR KOMPETENSI
SKL SK-SMP SK-MP KD
STANDAR ISI
KERANGKA DASAR STRUKTUR KURIKULUM BEBAN BELAJAR KALENDER PENDIDIKAN
KURIKULUM AKTUAL PROSES PEMBELAJARAN
Kompetensi Nasional (SKL) dan Standar Isi (SI) untuk setiap satuan pendidikan pada masing-
masing jenjang dan jenis pendidikan, terutama pada jalur pendidikan sekolah.
1. Pengambangan KTSP
2. Menganalisis, dan mengambangkan standar kompetensi kelulusan (SKL), dan Standar Isi
(SI).
3. Merumuskan visi dan misi, serta merumuskan tujuan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan.
4. Berdasarkan SKL, standar isi, visi, dan misi, serta tujuan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan di atas selanjutnya dikembangkan bidang studi-bidang studi yang akan
diberikan untuk merealisasikan tujuan tersebut.
5. Mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga-tenaga kependidikan (guru dan non guru)
sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan, dengan berpedoman pada standar tenaga
kependidikan yang ditetapkan BSNP.
6. Mengidentifikasi fasilitas pembelajaran yang diperlukan untuk member kemudahan belajar,
sesui dengan standar sarana dan prasarana pendidikan yang ditetapkan BSNP.
1. Pengembangan silabus
2. Mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar serta tujuan setiap bidang
studi.
3. Mengembangkan kompetensi dasar dan materi standar yang diperlukan dalam
pembelajaran.
4. Mendeskripsikan kompetensi dasar serta mengelompokkannya sesuai dengan ruang
lingkup dan urutannya.
5. Mengembanngkan indicator untuk setiap kompetensi serta criteria pencapaiannya, dan
mengelompokkannya sesuai dengan ranah pengetahuan, pemahaman, kemampuan
(keterampilan), nilai, dan sikap.
6. Mengembangkan instrument penilaian yang sesuai dengan indicator pencapaian
kompetensi.
1. Pengembangan RPP
2. Kurikulum Aktual (Pelaksanaan Pembelajaran)
3. Prinsip Pengembangan KTSP
4. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
5. Beragam dan terpadu
6. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
7. Relevan dengan kebutuhan
8. Menyeluruh dan berkesinambungan
9. Belajar sepanjang hayat
10. Seimbang antara kepentingan global, nasional dan local
CARA MENYUSUN KTSP
KTSP harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi,dan cirri khas satuan
pendidikan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya penyusunan KTSP mencakup komponen
sebagai berikut : Pengembangan visi dan misi, Perumusan tujuan pendidikan satuan pendidikan,
Analisis konteks (untuk memotret kondisi, dan cirri khas satuan pendidikan), Pengembangan
struktur dan muatan KTSP, Pengembangan kalender pendidikan, Pengembangan silabus,
pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
1. Proses Menyusun KTSP
Proses penyusunan KTSP perlu diawali dengan melakukan analisis konteks terhadap hal-hal
sebagai berikut.
Analisis potensi, kekuatan, dan kelemahan yang ada di sekolah dan satuan pendidikan,
baik yang berkaitan dengan peserta didik, guru, kepala sekolah dan tenaga administrasi,
sarana prasarana, serta pembiayaan, dan program-program yang ada di sekolah.
Analisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar. Yang
bersumber dari komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi
dunia industri dan dunia kerja, serta sumber daya alam dan social budaya.
Mengidentifikasi standar isi dan standar kompetensi lulusan sebagai acuan dalam
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya ada tujuh langkah yang harus dilaksanakan dalam
proses penyusunan KTSP.
1. Menentukan focus atau kompetensi dasar,
2. Menentukan variable atau indicator,
3. Menentukan standar,
4. Membandingkan standar dan kompetensi,
5. Menentukan kesenjangan yang terjadi,
6. Merencanakan target untuk mencapai standar, dan
7. Merumuskan cara-cara dan program untuk mencapai target.
1. Mengembangkan Komponen KTSP
Dalam garus besarnya KTSP memiliki enam komponen penting sebagai berikut.
Visi dan misi
Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Menyusun kalender pendidikan
Struktur muatan KTSP
Silabus
RPP
1. Visi dan Misi Satuan Pendidikan
Dalam menetapkan visi dan misi satuan pendidikan, kepala sekolah harus terlebih dahulu
memahami visi itu sendiri. Oleh karena itu, tugas utama kepala sekolah adalah menyisihkan
waktunya agar dapat mengkomunikasikan visi tersebut ke seluruh jajaran dan tingkat
manajemen.
Dalam mengembangkan visinya, kepala sekolah harus mampu mendayagunakan kekuatan-
kekuatan yang relevan bagi kegiatan internal sekolah.
1. Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan
Dalam pengembangan KTSP, satuan pendidikan harus menyusun program peningkatan mutu
yang mencakup tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai, untuk program jangka pendek
maupun program jangka panjang (strategis).
Tujuan pendidikan satuan pendidikan merupakan acuan dalam mengembangkan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP).
1. Menyusun Kalender Pendidikan
Dalam rangka pengembangan KTSP setiap satuan pendidikan harus menyusun kalender
pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan
masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam
standar isi.
Dalam penyusunan kalender pendidikan, pengembang kurikulum harus mampu menghitung jam
belajar efektif untuk membentuk kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik.
Penyusunan kaender pendidikan selama satu tahun pelajaran mengacu pada efisiensi,
efektifitas, dan hak-hak peserta didik.
1. Struktur Muatan KTSP
Struktur KTSP ialah sebagai berikut :
1. Mata pelajaran
Mata pelajaran dan alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan bisa dilihat
dalam struktur kurikulum yang tercantum dalam standar isi.
1. Muatan local
Muatan local adalah kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang sesuai dengan
kondisi, karakteristik dan potensi daerah.
1. Kegiatan pengembangan diri
Kegiatan pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
1. Pengaturan beban belajar
Beban belajar dalam system paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan, SD, SMP, SMA
sederajat yang masih dalam tingkat kategori standar.
Beban belajar Sistem Kredit Semester (SKS) dapat juga digunakan oleh SD,SMP,SMA sederajat
yang berkatagori mandiri dan juga standar.
1. Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan mengacu kepada standar penilaian yang
dikembangkan oleh BNSP.
1. Pendidikan kecakapan hidup
Kurikulum untuk SD, SMP, dan SMA sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup,
yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan social, kecakapan akademik, dan kecakapan
vokasional.
1. Pendidikan berbasis keunggulan local dan global
Kurikulum untuk semua satuan tingkat pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis
keunggulan local dan global. Pendidikan ini merupakan bagian dari semua mata pelajaran yang
dapat diperoleh oleh peserta didik selama menempuh jenjang pendidikannya.
1. Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema
tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indicator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
1. RPP
RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk
mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan
dalam silabus.
1. Mekanisme Penyusunan KTSP
1. Pembentukan tim kerja
Tim pengembang KTSP terdiri dari guru, kepala sekolah, guru pembimbing, komite sekolah,
orang tua serta peserta didik.
1. Penyusunan draft
Setelah tim terbentuk, selanjutnya mengembangkan draft KTSP yang lengkap mulai dari
perumusan visi dan misi sampai dengan RPP.
1. Refisi dan finalisasi
Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah. Dan kegiatan ini
dapat berbentuk rapat kerja yang dilaksanakan sebelum tahun ajaran baru.
1. Pengesahan KTSP
Dokumen KTSP SD, SMP, SMA dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta diketahui oleh
komite sekolah dan dinas kabupaten atau kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
Dokumen KTSP MI, MTs, MA dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah serta diketahui oleh
komite madrasah dan oleh departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Dokumen KTSP SDLB, SMPLB, dan SMALB dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah serta
diketahui oleh komite sekolah dan dinas provinsi yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN BERBASIS KTSP
Pembelajaran dan penilaian adalah operasionalisasi konsep KTSP yang masih bersifat tertulis
menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajara.
Pembelajaran berbasis KTSP sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut:
1. Karakteristik KTSP
2. Strategi pembelajran
3. Karekteristik pengguna kurikulum
1. A. Pengembangan Program
Pengembangan KTSP meliputi pengembangan program tahunan, program semester, program
pokok bahasan, program mingguan dan harian, program pengayaan dan remedial, serta
program bimbingan dan konseling.
a) Program Tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang
dikembangkan oleh guru mata pelajran yang bersangkutan.
b) Program Semester
Program semester berisikan garis-gars besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan
dicapai dalam semester tersebut.
c) Program Mingguan dan Harian
Program ini merupakan penjabaran dari program semester dan program modul.
d) Program Pengayaan dan Remedial
Program ini merupakan pelegkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian.
1. B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pada umumnya pelaksanaan pembelajran berbasis KTSP meliputi tiga hal; pre tes,
pembentukan kompetensi, dan pos tes.
1. 1. Pre tes (tes awal)
Fungsi dilaksanakannya pre tes adalah;
Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar
Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik
Untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki peserta didik
Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai
1. 2. Pembentukan Kompetensi
Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan proses pembelajran, yakni
bagaimana kompetensi dibentuk ada peserta didik, dan bagaimana tujuan-tujuan belajar
direalisasikan.
1. 3. Post tes
Untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan pembelajaran maka diperlukan tes yang akan
mengukur ketercapaian kompetensi dalam pembelajran dan tes itulah yang dinamakan pos tes.
Pos tes memiliki banyak kegunaan diantaranya:
Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah
ditentukan
Utuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik
Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti program pengayaan dan remedial
Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan.
1. C. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan
dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, dan penilaian program.
1) Penilaian Kelas
Penialain kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan akhir. Ulangan
harian dilakukan minimal tiga kali dalam setiap semester. Ulangan umum dilaksanakan secara
bersamaan untuk kelas paralel, dan pada umumnya dilakukan ulangan umum bersama, baik
tingkay rayon, kecamatan, ataupun tingkat kabupaten. Ujian akhir dilakukan pada akhir program
pendidikan.
2) Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran.
3) Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi
Pada akhir semester dan tahun pelajran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan
gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan
waktu tertentu.
4) Penilaian Program
Penialain program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasioanal dan Dinas Pendidikan
secara kontinu dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian KTSP dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuiannya
dengan tuntutan pekembangan masyarakat, dan kemajuan zaman.