buletin terobosan edisi interaktif sumpah pemuda
DESCRIPTION
Terobosan adalah media independent yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.TRANSCRIPT
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi
mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa
menghilangkan makna dan tujuan.
TëROBOSAN
AD
VER
SITI
NG
Sekapur Sirih, Keabadian Menulis, Halaman 2
Sikap, Musik Sebagai Alat Pemersatu, Halaman 3
Laporan Utama, PPMI Memperingati Sumpah Pemuda. Halaman 4-5
Seputar Kita, KNRP Menggelar Konser Amal Untuk Rakyat Palestina, Halaman 5.
Kometar Peristiwa, Semrawutnya Lalu Lintas Acara Masisir, Halaman 6
Strategi, Jong Java dan Jong Islamieten Bond Tentang Nasionalisme Kebangsaan, Halaman 7
Sketsa, Sumpah Pemuda, Halaman 8
Sastra, Satu Sama, Halaman 9
Opini, Tetaplah Menjadi Aisyah dan Kartini, Halaman 10
Kolom, Pemuda Utopia, Halaman 11
Edisi Interaktif Sumpah Pemuda 30 Oktober 2012
Selamat Membaca!
Santai dan penting dibaca
Tajam tanpa melukai
Kritis tanpa menelanjangi
Peringatan Hari Sumpah
Pemuda Demi menumbuhkan rasa nasionalisme, PPMI menggelar
rangkaian acara peringatan hari sumpah pemuda. Simak Laporan Utama hal 4-5
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
Sekapur Sirih
Keabadian Menulis
Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pimpinan Redaksi: Tsabit Qodami., Fahmi Hasan Nugroho. Dewan Redaksi: Kadarisman, Abdul Majid, Ahmad Farros El-Halimy, Muslihun
Maksum, Habib Rahman Haqiqi, Ulfiya Nur Faiqoh. Reportase: M. Zainuddin, Fitroh Riyadi, Dirga Zabrian, Ainun Mardiah, Erika Nada-rul Khoir. Editor: Zulfahani Hasyim, Ahmad Maimun. Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228 E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan Iklan dan Layanan Pelanggan silakan menghubungi nomor telpon : 0109427876 (Tsabit) atau 01122217176 (Fahmi)
Ayo menulis!!! Dengan menulis, suaramu
tidak akan hilang dihembus oleh angin
zaman. Tulis saja! Biarpun sekarang tidak
dibaca, tapi kelak tulisanmu akan dibaca dan
ditelaah orang-orang sesudahmu.
Memang ada beberapa faktor yang mem-
pengaruhi dunia tulis saat ini. Sehingga masih
belum ada karya tulis yang bisa menggempar-
kan dunia. Dahulu, kita punya orang-orang
hebat dengan karyanya yang mampu diterima
dunia luar. Sebut saja, Pramoedya Ananta
Toer dengan “Tetralogi Buru”-nya dan Tan
Malaka dengan “Madilog” (Materialisme,
Dialektika dan Logika), dan masih banyak
lagi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
adalah perbedaan zaman.
Seperti membaca ibarat menghirup nafas,
maka menulis adalah menghembuskannya.
Menulis selalu berkaitan dengan membaca,
begitu pula sebaliknya. Semakin banyak
membaca, semakin banyak pula ide-ide yang
ingin diungkapkan selain hanya sekedar ber-
bicara. Memang, lidah bisa saja lebih tajam
dari pedang. Tapi ketika menulis, itu semua
akan lebih berbahaya ketimbang pedang atau
lidah itu sendiri. Karena dengan menulis, ide-
idemu akan abadi.
Lalu apa yang membuat minat baca manu-
sia zaman sekarang menjadi berkurang. Dari
200-an juta lebih penduduk Indonesia, kita
bisa melihat. Mungkin hanya segelintir orang
yang mempunyai perpustakaan pribadi di
rumahnya. Itu sudah menunjukkan betapa
sedikit minat baca kita. Memang di zaman
modern ini segala hal terasa gampang, se-
hingga orang merasa cukup tanpa harus
membaca. Bisa kita lihat, bagaimana anak-
anak sekarang lebih suka main video
game daripada baca komik, novel, atau-
pun cerita silat. Memang harus diakui,
bahwa anak sekarang dengan anak dulu
memang beda. Sekarang zaman visual,
dimana anak sudah merasa terhibur
hanya dengan bermain video game atau-
pun nonton film. Kita tidak perlu mem-
baca sejarah lagi, dan kita juga tidak perlu
membaca novel lagi karena sudah banyak
yang difilmkan. Memang itu juga tidak
salah, tapi semua itu tidak akan bisa men-
galahkan kedalaman dari membaca buku
itu sendiri.
Ada apa dengan dunia tulis-menulis
kita, hingga sampai saat ini saya masih
belum mengetahui karya anak bangsa
yang benar-benar hebat, hingga membuat
dunia luar pun harus angkat topi. Padahal
kalau kita berpikir lebih dalam, kita benar
-benar dimudahkan dengan kecanggihan
teknologi. Bayangkan seperti penulis
ataupun sastrawan zaman dulu seperti
Pramoedya Ananta Toer, dulu belajar
sendiri, dia buat kliping agar bisa meng-
gambarkan secara detail pohon-pohon
dan suasana kota di Indonesia pada awal
abad 19an. Dari situ kita bisa memba-
yangkan bagaimana kegigihan dan kete-
kunan beliau.
Dan zaman sekarang, semua serba
mudah dan serba cepat. Jika ingin meng-
gambarkan suasana kota eropa ataupun
timur tengah, kita tidak perlu harus pergi
jauh-jauh kesana, atau pergi modar-
mandir dari toko buku satu ke yang lain-
nya. Hanya untuk mencari buku ataupun
Koran yang menjelaskan masalah itu. Kita
hanya butuh “klik” (Google) maka apa
yang akan kita cari akan keluar, dan kita
bisa menghemat waktu lebih banyak.
Bayangkan hanya tinggal ‘’klik’’.
Dunia ini memang tidak ada yang
sempurna, adapun kelebihan seberapa
cepat dan mudah kita mengakses data,
juga ada kekurangan. Yaitu, semakin
malas menghapal. Toh, kita hanya men-
cari setelah menemukan kita hanya ting-
gal menyimpan saja, adapun menghapal
tergantung dari pribadi masing-masing.
Tapi dari situ kita bisa mencari data se-
banyak-banyaknya dan memperkuat
analisa atau imajinasi kita, sehingga data
-data itu saling terhubung dan menghasil-
kan suatu karya tulis.
Buat kawan-kawan Masisir, mari kita
bangkitkan lagi dunia tulis-menulis. Se-
lagi kita disini, banyak sekali media yang
membantu anda untuk meningkatkan
kemampuan menulis anda.
Selamat belajar!!![ë]
02
Keluarga Besar
TëROBOSAN
Megucapkan:
Selamat Hari Raya
Iedul Adha 1433 H
Kulla `Am Antum bi
Khayr
Forum Senat Mahasiswa
FORSEMA
Megucapkan:
Selamat Hari Raya
Iedul Adha 1433 H
Taqabbalallahu Minna
wa Minkum
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
Musik Sebagai Alat Persatuan
S i k a p
Ketika bahasa, kesadaran tanah air,
nasionalisme dan ideologi tidak lagi bisa
menjadi pemersatu umat, musik bisa men-
jadi alternatif untuk alat persatuan umat.
Bahkan, universalitas musik mampu un-
tuk menembus batas teritorial negara,
suku, ras hingga agama sekalipun, sebuah
batasan yang tidak bisa ditembus oleh
ideologi manapun maka dari itu ruh plu-
ralisme bisa lebih terasa dalam musik.
Nasyid bukan hanya terdengar di negara
Melayu, ia pun terdengar dengungnya di
Eropa. Dangdut pun bukan hanya dinik-
mati di Indonesia, ia pun bisa sukses mer-
ambah negeri Paman Sam.
Musik bukan hanya menjadi alat pe-
mersatu umat, namun musik pun bisa
menjadi sarana untuk menyebarkan
ideologi tertentu. Sebagaimana Rhoma
Irama, si Raja Dangdut yang mahir menye-
lipkan pesan-pesan moral dan esensi kea-
gamaan dalam lagu-lagu yang ia ciptakan.
Atau Maher Zain yang mencoba universal-
kan dakwah esensi Islam dalam berbagai
lagunya. Maka, terlepas dari perdebatan
halal atau haramnya musik, musik
tetaplah memiliki sifat universal yang
tidak terkalahkan.
Namun sangat disayangkan, univer-
salitas musik saat ini mulai dikoyak
sedemikian rupa oleh beberapa oknum
yang sebagian dari mereka justru
mengaku dirinya termasuk kaum intelek-
tual. Sebagian kelompok telah mengiden-
tikkan beberapa jenis musik dengan
ideologi kelompok tertentu. Selera ber-
musik saat ini tidak lagi diatur oleh jiwa
seni dan rasa keindahan, namun telah
diatur oleh ideologi dan keyakinan kelom-
pok.
Mari kita berbicara tentang nasyid dan
dangdut. Memang diakui bahwa unsur
moral dan keislaman dalam dangdut mulai
pudar ketika memasuki abad ke 21. Saat
popularitas Rhoma Irama mulai terganti-
kan oleh Inul Daratista, dan musik dang-
dut tergerus oleh hegemoni pop, mulai
sejak itu dangdut semakin identik dengan
goyang pinggul, koplo, dan wanita seksi
berpakaian minim. Lain halnya dengan
nasyid yang sejak awal hingga sekarang
tidak pernah lepas dari unsur Islami. Na-
mun pada dasarnya, baik dangdut mau-
pun nasyid memiliki sifat universal yang
sama. Keduanya memegang peran penting
dalam penyebaran dakwah Islam di Indo-
nesia kisaran tahun tujuh puluh hingga
saat ini, berjalan bersama pop, rock, hi-
phop, rap, yang juga disisipi dengan ajaran
-ajaran keislaman.
Kita arahkan pandangan kita ke dalam
ruang lingkup kehidupan Masisir dan
melihat apa yang terjadi saat ini. Diakui
atau tidak, dalam tubuh Masisir terdapat
dua kelompok besar yang saling mempen-
garuhi satu sama lain, dengan pemisah
yang abstrak antara dua kelompok besar
itu, Bainahumâ barzakh lâ yabghiân. Tidak
ada kabar yang pasti antara keduanya
selain bisikan cerita dari mulut ke mulut.
Satu kelompok terkesan menjadikan
kelompoknya ekslusif dan sulit disentuh,
sedangkan kelompok lain selalu menaruh
curiga tanpa pernah ada percakapan dua
arah yang seimbang antara keduanya.
Dan telah menjadi rahasia umum
bahwa kedua kelompok ini saling ber-
lomba untuk menyebarkan pengaruhnya
di atas yang lain. Meski banyak usaha un-
tuk menutup-nutupi, perbedaan ini tetap
ada dan semakin mencuat setiap kali ada
pemilihan Presiden PPMI yang biasanya
terdiri dari dua kandidat dari kelompok
yang berbeda.
Perbedaan itu bukan hanya dalam
masalah ideologi atau politik, bahkan te-
lah merambah ke ranah musik. Satu jenis
musik telah diidentikkan dengan satu
kelompok, dan satu komunitas lain secara
naluri telah sepakat untuk tidak menden-
garkan jenis musik tertentu. Maka, saat ini
jarang kita saksikan ada penampilan
dangdut bersama nasyid dalam satu pang-
gung. Bukan karena selera penonton atau-
pun keinginan panitia penyelenggara,
namun justru karena ideologi dan ke-
sepakatan kelompok tertentu untuk
memilih satu dari yang lainnya.
Sewajarnya, peminat rock tidak harus
memperolok peminat pop Melayu atau
pop Korea. Begitupun peminat dangdut
tidak sewajarnya memperolok peminat
nasyid. Sikap seperti ini yang justru men-
jadikan barzakh yang seharusnya dihi-
langkan malah semakin jelas dan
memisahkan kedua belah pihak.
Kita sering menyalahkan PPMI yang
tidak mampu mempersatukan Masisir
secara utuh, kita pun sering membanding-
bandingkan kinerja PPMI satu periode
dengan periode lainnya yang kebetulan
dipimpin oleh perwakilan kelompok yang
berbeda. Namun kita tidak pernah menya-
lahkan diri sendiri ketika kita tidak ingin
disatukan oleh PPMI, dan kita pun tidak
pernah berusaha untuk bersikap objektif
ketika membandingkan antara satu pe-
riode PPMI dan lainnya. Maka dari mana
persatuan harus dimulai? Dari PPMI kah
atau diri sendiri kah?
Mari kita renungkan sejenak dua bait
syair dari ketiga lagu dari berbagai aliran
musik yang berbeda ini:
Janganlah saling menghina
Satu suku bangsa dengan lainnya
Karena kita satu bangsa
Dan satu bahasa Indonesia
Bhinneka Tunggal Ika
Lambang negara kita Indonesia
Walaupun bermacam-macam aliran
Tetapi satu tujuan
(135 juta jiwa – Rhoma Irama)
Wahai ummat Islam bersatulah
Rapatkan barisan jalin ukhuwah
Luruskan niat satukan tekad
Kita sambut kemenangan
Dengan bekal iman maju ke hadapan
Al-Qur’an dan Sunnah jadi panduan
Sucikan diri ikhlaskan diri
Menggapai ridho Ilahi
(Senandung Persatuan – Izzatul
Islam)
Bhinneka Tunggal Ika, satu dalam rasa,
dan keadilan itu belum tentu sama rata!
Warna yang melebur, tenang di dalam
kontras
Jiwa kita kokoh, seperti batu keras
Aku dan Kau, yang terangkum dalam
waktu,
Tapi tunggu dulu, kau tau arti satu??
Come on put your fist up… Unity!
Semua bergerak… Unity!
We gotta take the power back… Unity!
Semua teriak… UNITY…!!
(Unity—Bondan Prakoso and Fade
2 Black) [ë]
03
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
PPMI Memperingati Sumpah Pemuda
Laporan Utama
04
Zaman semakin berubah, dan gaya
hidup manusia pun berubah. Jika pada era
tahun 80-90 kita pernah mendengar ba-
hasa gaul-nya Debby Sahertian seperti
eke, akika, begindang, separatus, cucok,
cacamarica, dan sebagainya, saat ini ba-
hasa Indonesia dengan gaya baru muncul,
seperti cius, miapah, cemungudh, dan
maacih. Seolah lupa atau tidak tahu
bahwa puluhan tahun lalu para pemuda
Indonesia telah sepakat untuk meninggal-
kan bahasa daerahnya masing-masing dan
sepakat untuk menjadikan Bahasa Indo-
nesia sebagai bahasa persatuan. Ya, Ba-
hasa Indonesia, salah satu poin dalam
sumpah pemuda 28 Oktober 1928.
Untuk memperingati hari Sumpah
Pemuda itu, tahun ini PPMI menggelar
serangkaian kegiatan yang dilaksanakan
selama kurang lebih dua minggu. Rang-
kaian kegiatan dalam peringatan Sumpah
Pemuda kali ini terdiri dari tiga macam
kegiatan: perlombaan olah raga antar
pelajar Asia dalam Asean Games, dialog
umum tentang kepemudaan, dan pentas
seni dan budaya Indonesia.
Kegiatan pertama adalah perlombaan
olah raga antar pelajar Asia yang diadakan
pada hari Kamis (18/10) kemarin. “Asean
Games kita mengadakan kerjasama den-
gan beberapa negara Asean seperti Malay-
sia, Filipina, Thailand, dan Afghanistan.
Kegiatan itu berlangsung selama satu hari,
tanggal 18 kemarin. Ada futsal, voli dan
pertandingan persahabatan basket antara
Indonesia dan Filipina. Cuma untuk final
voli kita adakan besoknya, tanggal 21.”
Ujar Fadhillah Kartolo, ketua panitia rang-
kaian kegiatan Peringatan Sumpah Pe-
muda ketika diwawancarai oleh
TëROBOSAN.
Rangkaian kegiatan kedua adalah dia-
log umum, al-Nadwah Al-`Ammah yang
dilaksanakan di Aula Madinatul Bu`uts al-
Islamiyah, pada senin (22/10). Dialog
umum ini diisi oleh tiga orang pembicara
dari berbagai negara, Dr. Ibrahim dari
Burkina Faso, Dr. Syarofuddin dari Nige-
ria, dan Dr. Zawawi Abdul Wahid dari
Indonesia. Acara yang bertemakan Daur al
-Syabâb fî Binâ Jîl al-Mutamayyiz li al-
Wathan ini dihadiri oleh beberapa ketua
persatuan pelajar dari berbagai negara
dan sekitar lima puluh orang mahasiswa
dari negara asing.
Dalam acara ini, Dr. Zawawi, yang
baru saja
menyelesai-
kan studi
doktoral di
Universitas
Al-Azhar ini
menjelaskan
t e n t a n g
peran para
p e m u d a
dalam per-
satuan dan
perjuangan
k e m e r -
dekaan In-
donesia. Ia
menjelaskan
bahwa Sum-
pah Pemuda berhasil menjadi batu lonca-
tan dalam kesadaran nasionalisme ke-
bangsaan tanpa melihat suku, ras, hingga
agama. Ia lalu membahas tentang peran
penting keluarga sebagai faktor pertama
dalam proses pendidikan dan juga metode
al-Azhar dalam mendidik pemuda agar
menjadi generasi istimewa yang mampu
untuk berjuang demi nusa dan bangsa.
Untuk acara puncak, panitia telah me-
mersiapkan acara pentas seni dan budaya
Indonesia, yang bertajuk Indonesian Cul-
ture Parade. Bertempat di Auditorium
American Future, selasa (30/10). Jamil
Abdul Latif, Presiden Persatuan Pelajar
dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) menje-
laskan bahwa rangkaian kegiatan Sumpah
Pemuda kali ini tidak hanya diadakan
dalam ruang lingkup internal Masisir,
namun lebih ditekankan pada hubungan
dengan persatuan pelajar dari berbagai
negara, hal ini ditandai dengan dua dari
tiga jenis kegiatan melibatkan persatuan
pelajar dari negara-negara lain. Jamil
meneruskan “Acara Asean Games kemarin
kita bekerjasama dengan PMRAM, Thai-
land, Filipina. Terus untuk acara dialog
umum di Buuts kita bekerjasama dengan
Parlemen Mahasiswa Asing yang berada
di Buuts. Dan untuk acara grand closing
nanti, para perwakilan dari berbagai ne-
gara kita undang, dan acaranya pun akan
menggunakan bahasa Inggris atau Arab
agar mereka juga tahu. Paling ada Bahasa
Indonesia, tapi tetap ada penerjemahnya
nanti.” Ujarnya.
“Pada acara pentas seni nantinya akan
diperkenalkan berbagai macam budaya
Indonesia yang sebagian suka diklaim
oleh negara lain. Biar orang tahu, ini loh
batik punya Indonesia, ini loh angklung
budaya Indonesia.” Ujar Jamil melanjut-
kan.
Dana yang digunakan untuk serang-
kaian acara ini menurut Fadillah, ketua
panitia telah mencapai angka lebih dari
7.000 Pound, dan jumlah ini diperkirakan
akan terus bertambah hingga acara pun-
cak nanti. Pihaknya juga menyebutkan
bahwa sumber dana untuk acara ini selu-
ruhnya berasal dari PPMI, dan sampai
berita ini diangkat, proposal yang diaju-
kan oleh panitia ke pihak KBRI belum juga
cair.
Fadhillah menambahkan, harapan dari
diadakannya rangkaian acara ini di anta-
ranya adalah agar para pelajar dari negara
lain bisa melihat budaya Indonesia, mem-
pererat hubungan kekeluargaan antara
beberapa organisasi persatuan pelajar
luar negeri di Mesir, dan agar meningkat-
kan kesadaran nasionalisme di kalangan
Masisir khususnya.
PENA Mesir
Acara peringatan Sumpah Pemuda ini
merupakan acara yang kedua kalinya
dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Sebelumnya, pada tahun lalu pernah
diadakan rangkaian acara serupa oleh
komunitas yang menamakan dirinya
PENA, Pemuda Nasionalis Indonesia, yang
saat itu Jamil Abdul Latif menjadi salah
satu penggeraknya bersama dengan Nu-
hdi Febriansyah, M. Thabrani Basya, Uun
Nashikhun, dan beberapa orang lainnya.
Pada saat itu, PENA Mesir menggalang
Do
c. T
ëR
OB
OS
AN
Presiden PPMI memberikan kenang-kenangan kepada salah seorang pembicara
dalam acara dialog umum kepemudaan, Dr. Ibrahim dari Burkina Faso.
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
Seputar Kita
05
kerjasama setidaknya dengan 32 or-
ganisasi yang ada di kalangan Masisir,
kerjasama yang dijalin antar organisasi itu
berbentuk partisipasi, dukungan dan juga
publikasi. Rangkaian kegiatan peringatan
hari Sumpah Pemuda saat itu menurutnya
lebih tertuju kepada lingkungan internal
Masisir, maka dari itu pihaknya beserta
para panitia saat ini menjadikan rang-
kaian acara Sumpah Pemuda tidak hanya
untuk internal Masisir secara khusus, na-
mun untuk negara lain pada umumnya.
Ditanya mengenai keadaan PENA dan
perannya saat ini, Jamil menjelaskan
bahwa PENA yang terbentuk saat itu lebih
dekat disebut sebagai event organizer atau
penyelenggara acara ketimbang
sebagai organisasi atau komuni-
tas independent. Ia pun menam-
bahkan bahwa penamaan PENA
Mesir sendiri pun masih debat-
able saat itu, apakah kelak akan
menjadi sebuah organisasi
resmi seperti beberapa LSM lain
di Masisir yang terdaftar di
MPA, atau menjadi komunitas
independent seperti Rumah Bu-
daya Akar. Namun pihaknya kembali me-
negaskan bahwa PENA Mesir saat itu lebih
dekat jika disebut sebagai event organizer,
yaitu para panitia penyelenggara yang
menamakan dirinya PENA Mesir.
Akhirnya ada dua hal yang menjadi
harapan Jamil dari diadakannya rangkaian
acara Sumpah Pemuda ini. Agar menum-
buhkan jiwa nasionalisme di kalangan
Masisir sebagai pemuda, dan agar para
mahasiswa mampu untuk kolaborasikan
sikap moderat dari al-Azhar dengan se-
mangat kepemudaan, menjadi mahasiswa
Azhar yang moderat, semangat dan
mampu berbuat untuk nusa dan bangsa.
[ë] Fahmi.
Senin petang (22/10) lalu, Komisi
Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP)
menggelar acara konser amal di Aula An-
dalus, Al-Azhar Conference Centre. Acara
yang bertajuk Mahrajan al-Anasyid al-
Islamiyah li Da`m Sya`b Filisthin ini
menampilkan grup Da`I Nada dari maha-
siswa Indonesia, grup Ikram Mesir dari
mahasiswa Malaysia dan Izzatul Islam
(Izis), grup nasyid dari Indonesia yang
didirikan di UI Depok pada bulan Desem-
ber 1994. Acara ini dihadiri oleh lebih dari
seribu orang hadirin ditambah dengan
utusan dari KBRI, PPMI, Wihdah, PMRAM,
para undangan yang berasal dari berbagai
negara.
Acara ini terselenggara atas kerjasama
antara KNRP dan Rafi`I Group sebagai
even organizer bersama LSM Sinai,
Syathibi Center, Wihdah, PPMI dan Ikram
Mesir dari Malaysia. Dan seperti yang
diberitakan di website resmi Sinai Mesir,
acara ini diliput oleh tiga stasiun TV yang
berasal dari tiga negara yang berbeda:
Misr25 dari Mesir, Al-Aqsa TV dari Pales-
tina dan Aqsa dari Malaysia.
Terhitung sejak satu minggu sebelum
acara, telah dibentuk sebuah tim yang
terdiri dari mahasiswa Indonesia dan Ma-
laysia untuk menggalang dana dari para
pelajar dan masyarakat kedua negara
yang berada di berbagai daerah di Mesir.
Putra Erianton selaku ketua panitia men-
yebutkan bahwa jumlah keseluruhan dana
sumbangan yang terkumpul dari acara
tersebut adalah sebesar 27.360,75 USD.
Dana yang terkumpul itu saat ini telah
dibawa oleh rombongan tim KNRP ber-
sama grup Izzatul Islam ke Palestina pada
hari Rabu (24/10) untuk dihibahkan
kepada rakyat Palestina dalam bentuk
hewan kurban untuk Idul Adha dan kebu-
tuhan pokok lain.
Sebelumnya juga diberitakan bahwa
KNRP telah menampung bantuan dari
rakyat Indonesia berupa 200 ekor
kambing dan uang tunai sebesar Rp. 1
milyar, yang berhasil dikumpulkan dalam
program Qurban for Palesine, program
unggulan KNRP yang telah berjalan
kurang lebih sejak dua bulan silam,
seperti yang diberitakan oleh dak-
watuna.com.
Dalam acara malam itu juga dilelang
sebuah poster WPAP Pop Art Syaikh
Ahmad Yassin, salah seorang pendiri
Hamas yang terbunuh pada tahun 2004.
Lelang poster itu dimenangkan oleh salah
seorang mahasiswa yang berasal dari Ma-
laysia dengan harga 3.000 USD. Dan
seperti dilansir oleh pkspiyungan.org,
poster itu kelak akan dipasang di rumah
Syaikh Ahmad Yasin di Gaza.
Lebih lanjut Erianton mengatakan
“Semoga dengan adanya acara ini, men-
jadikan umat muslim di Indonesia, Malay-
sia dan negara-negara lain, khususnya
para wafidin di negeri ini menjadi se-
makin cinta terhadap saudara kita di Pal-
estina. Dan juga untuk menambah kecin-
taan kita kepada Al-Aqsa, karena al-Aqsa
bukan hanya milik rakyat Palestina atau-
pun bangsa Arab, namun Al-Aqsa adalah
milik kita semua”. [ë]
KNRP Gelar Konser Amal Untuk Rakyat Palestina
Do
c. T
ëR
OB
OS
AN
Dalam perjalanan menuju Indonesian
Culture Parade, To dan Ing terlibat per-
cakapan...
To : Ing! Sekarang kan lagi rame-
ramenya semangat sumpah
pemuda…
Ing : Ciyus..?? Teyus..??
To : Masa lu ngga inget, tiga butir
sumpah pemuda?
Ing : Amaca..?? Aquh inget ko qaqaa..
To : Asem! Coba sebutin..!!
Ing : Kami putra dan putri Indonesia
mengaku bertumpah darah yang
satu, Tanah Indonesia
To : Terus..
Ing : Kami putra dan putri Indonesia
mengaku berbangsa yang satu,
Bangsa Indonesia
To : Yang terakhir…!!
Ing : Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan,
Bahasa Alay Indonesia..
To : Sialan lu…![ë]
TO ING Të Bë ëS
Do
c. F
aceb
oo
k.c
om
/iv
c.m
asi
sir
Tim bola voli Indonesia dalam Asean Games
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
Komentar Peristiwa
06
PPMI adalah organisasi induk yang
membawahi organisasi yang berada di Ma-
sisir. Sebagai organisasi induk, PPMI mem-
punyai tanggung jawab untuk mengatur
roda lalu lintas organisasi di bawahnya.
Beberapa hari yang lalu tepatnya 22 Okto-
ber, setidaknya ada 5 agenda yang diada-
kan dalam satu hari tersebut. PPMI sendiri
mempunyai dua agenda besar yaitu dialog
umum (Nadwah `Ammah) tentang pemuda
dan kebangsaan di Madinatul Bu’uts dan
Konser Amal Untuk Rakyat Palestina. Se-
mentara tiga agenda lain adalah ORKABA
IKPM, Bedah Tesis Dr. Zawawi Abdul Wa-
hid, MA. dan Pesta Rakyat HUT Gamajatim
Ke-14. Hal ini tentu menggambarkan be-
tapa berjubelnya agenda yang ada di Ma-
sisir. Menariknya, dua dari lima agenda di
atas diisi oleh seorang pemateri yang sama,
yaitu Dr. Zawawi Abdul Wahid, MA. Bagai-
mana kisah sebenarnya? Silahkan simak
ulasan berikut ini.
Minggu malam yang lalu (21/10)
TëROBOSAN menyambangi sekretariat
KSW di kawasan Hay-9. Tampak suasana
tengah ramai, terlihat beberapa orang se-
dang berkumpul di kursi balai dekat pintu
masuk. Mereka adalah panitia acara bedah
tesis karya Dr. Zawawi Abdul Wahid, MA.
Kami dapati panitia dari KSW, Senat
Syariah Islamiyah dan almamater Al-
Hikmah sedang membincangkan sesuatu.
Kami pun memutuskan untuk mendekati
forum, ternyata ada yang tengah mereka
risaukan. Ketika itu saudara M. Yusuf Nur
Hasan, Ketua KSW kedapatan sedang me-
nelpon seseorang. Setelah kami bertanya
mengenai hal apa yang tengah dibincang-
kan mereka menerangkan perihal acara
yang diadakan mereka terancam molor
lantaran pihak Dr. Zawawi juga diminta
mengisi acara Nadwah ‘Ammah yang diada-
kan PPMI di Asrama Madinatul Bu’uts.
Karena hari sudah malam, TëROBOSAN
pamit.
Esoknya, salah satu kru TëROBOSAN
kembali menuju sekretariat KSW untuk
mengikuti jalannya acara bedah tesis karya
Dr. Zawawi. Waktu itu jarum jam menun-
jukkan pukul 15.45 CLT, panitia sedang
sibuk menyiapkan acara di sekretariat
KSW. Tapi kekalutan panitia mulai tercium
ketika Dr. Zazawi tak kunjung
datang sementara peserta acara
sudah berbondong-bondong
memenuhi aula Griya Jawa Ten-
gah. Ditambah lagi ketika Prof.
DR. Sangidu, M.Hum. hadir di
sekretariat satu jam kemudian.
Terlihat beberapa kali pihak
panitia gabungan yang berasal
dari organisasi Senat Syariah
Islamiyah, KSW, PCINU Mesir
dan Forum Al-Hikmah berkali-
kali menghubungi Dr. Zawawi
lewat telepon seluler.
Ketika kami mewawancarai ketua pani-
tia, Shun Fan Ulum Fiy mengatakan: “Tadi
malam telpon Mas Jamil. Katanya iya, dia
siap untuk memberikan sambutan dalam
acara”. Dia menambahkan bahwa se-
benarnya kita sudah mengkonfirmasi acara
bedah tesis seminggu sebelumnya. Namun
mendekati hari pelaksanaan, panitia di-
kagetkan dengan selebaran pamflet acara
dialog umum yang diadakan oleh PPMI di
Madinatul Bu`uts dengan nama pemateri
yang sama. Salah seorang dari pihak panitia
mengaku baru mengetahui adanya acara
dialog umum itu dua hari sebelumnya, atau
tanggal 20 Oktober kemarin. Dia menam-
bahkan, sebenarnya Dr. Zawawi enggan
mengisi acara dialog umum di Madinatul
Bu’uts karena mepetnya persiapan dan
padatnya kegiatan beliau. Namun setelah
dibujuk akhirnya beliau bersedia menjadi
pembicara dalam acara ini, yang meru-
pakan salah satu rangkaian kegiatan perin-
gatan hari Sumpah Pemuda.
Malam sebelum acara, pihak panita
bedah tesis mendapat kepastian kedatan-
gan Dr. Zawawi dari pihak PPMI, namun
pada akhirnya mereka harus menggerutu
karena keterlambatan yang diakibatkan
arus macet di kawasan Hay-7 sampai Suq
Sayyarat, bahkan acara terpaksa molor
sampai dua jam dari yang diagendakan
karena hal tersebut. Panitia bedah tesis
terlihat kecewa karena Presiden PPMI yang
malamnya mengaku siap memberikan sam-
butan tetapi tidak kunjung muncul dalam
acara tersebut, dikarenakan ia juga diminta
untuk memberikan sambutan sebagai Pre-
siden PPMI dalam acara Konser Amal untuk
Rakyat Palestina yang diadakan di aula
Andalus, ACC.
Sementara ketika kami menanyakan hal
ini kepada Presiden PPMI, Jamil Abdul Latif,
ia mengatakan bahwa pihak PPMI se-
benarnya sudah lebih dahulu menentukan
jadwal acara dialog umum itu, meski se-
benarnya pemateri yang dijadwalkam bu-
kanlah Dr. Zawawi. Namun karena be-
berapa nama yang diminta menjadi pengisi
acara tidak menyanggupi, maka akhirnya
pihak PPMI merajuk Dr. Zawawi. Perihal
ini, pihak PPMI mengaku salah dan
meminta maaf. “Saya akui salah dan kurang
koordinasi. Tapi karena pembicara lainnya
juga dari doktor, maka kita sebagai penye-
lenggara acara ingin menghadirkan per-
wakilan yang juga doktor”, ujarnya. Ke-
mudian Presiden juga menyatakan permin-
taan maafnya kepada pihak panitia bedah
tesis ketika kami wawancarai.
Ketika ditanya mengenai banyaknya
acara pada hari tersebut, Presiden PPMI
mengatakan bahwa sebenarnya tumpang
tindihnya acara memang kasus lama. Na-
mun pihak PPMI berusaha untuk men-
dudukkan masalah semacam ini. Seperti
yang mereka agendakan bulan November
mendatang yaitu acara Coffee Break. Di
forum tersebut dia menginginkan hubun-
gan semua organiasi untuk lebih terkoordi-
nasi. Selanjutnya terkait masalah dukungan
PPMI dalam acara-acara Masisir, dia ber-
harap agar mendapat konfirmasi dari pihak
panitia supaya tidak terjadi kesalahpaha-
man dengan organisasi di bawah naungan
PPMI. Semoga berjubelnya lalu lintas
kegiatan Masisir bisa didudukkan bersama!
[ë] Tsabit.
Semrawutnya Lalu Lintas Acara Masisir
Do
c. T
ëR
OB
OS
AN
Dialog Umum tentang Kepemudaan di Madinatul Bu`uts, Senin
(22/10)
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
S t r a t e g i
07
Jong Java dan Jong Islamieten Bond tentang Nasionalisme Kebangsaan Oleh: Fahmi Hasan Nugroho*
Jika pada akhir tahun 2008 lalu Perdana
Menteri Malaysia, Najib Razak meluncurkan
program 1Malaysia, program persatuan
bangsa Malaysia tanpa melihat suku, etnis
ataupun ras, Indonesia justru telah men-
jalankannya 80 tahun lebih awal, Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928. Inti dari kedua
program itu sama, yaitu menumbuhkan
kesadaran nasionalisme kebangsaan.
Berbicara tentang sumpah pemuda
tidak akan terlepas dari dua organisasi
besar pemuda: Jong Java atau Tri Koro
Darmo, dan Jong Islamieten Bond. Tulisan
singkat ini akan mencoba memaparkan dua
organisasi itu dan perannya dalam Kongres
Pemuda II yang kemudian melahirkan tiga
poin sumpah pemuda.
Jong Java adalah organisasi pemuda di
bawah naungan Budi Utomo, organisasi
yang sering disebut sebagai pelopor ke-
bangkitan nasional Indonesia, hingga hari
jadinya 20 Mei diperingati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional. Namun Ahmad Man-
sur Suryanegara dalam Api Sejarah (2010)
berkata lain, ia menjelaskan bahwa Budi
Utomo dalam berbagai macam kongresnya
justru menolak istilah nasionalisme dan
persatuan Indonesia, organisasi ini hanya
memperjuangkan etnis Jawa, dengan Jawa
sebagai bahasanya dan kebatinan sebagai
agama Jawa. Hal itu terlihat karena Budi
Utomo sendiri merupakan sebuah perkum-
pulan ekslusif yang para anggotanya
berasal dari kaum bangsawan Jawa. Lebih
lanjut dikatakan bahwa Budi Utomo yang
berasal dari para bangsawan dan priayi
justru menjadi tangan kanan pelaksana
Indirect Rule System dari pemerintah kolo-
nial Kerajaan Protestan Belanda, dan tidak
sejalan dengan rakyat yang menginginkan
kemerdekaan.
Buah jatuh tak akan jauh dari pohon-
nya. Jong Java sebagai anak organisasi Budi
Utomo juga menolak cita-cita persatuan
Indonesia, bahkan mereka juga menentang
ajaran Islam yang telah menjadi agama
mayoritas masyarakat saat itu. Dalam
tubuh Jong Java tidak diperkenankan
adanya diskusi-diskusi yang membahas
tentang keislaman, namun sebaliknya
diperbolehkan berbagai macam diskusi
yang membahas tentang teosofi dan ajaran
kejawen. Jong Java pun tidak memperk-
enankan para anggotanya untuk berkecim-
pung dalam kancah perpolitikan nasional.
Mansur (2010) lebih lanjut menuliskan:
“Walaupun Boedi Oetomo sudah berusia
sembilan tahun (1908-1917), tetap tidak
berpihak kepada ajaran Islam sebagai
agama yang dianut oleh mayoritas rakyat
saat itu. Lalu bagaimana gerakan Tri Koro
Dharmo-Jong Java sebagai onderbouw dari
Boedi Oetomo? Tentu orientasinya sejalan
dengan induknya, Boedi Oetomo, yakni me-
nentang Islam.”
Sikap Jong Java yang ekslusif dan me-
nentang cita-cita persatuan Indonesia seba-
gaimana induknya, menyebabkan Syam-
surijal yang saat itu menjabat sebagai ketua
Jong Java keluar dari keanggotaan Jong Java.
Ia kemudian membentuk organisasi Jong
Islamieten Bond (JIB) pada 1 Januari 1925
atas nasehat dari Agus Salim. Sikap or-
ganisasi JIB lebih terbuka ketimbang Jong
Java, hal itu terlihat dari keanggotaannya
yang tidak terbatas pada pemuda bangsa-
wan Jawa.
JIB, sebagaimana organisasi Syarikat
Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul ulama
yang telah berdiri saat itu memiliki cita-cita
yang sama, sebagaimana telah dirumuskan
dalam kongres Syarikat Islam 1916 yaitu
kemerdekaan Indonesia dan pemerintahan
sendiri, Self Government. Tidak seperti Jong
Java dan Budi Utomo yang sejak awal ber-
diri (1908) sampai pembubarannya (1930)
masih tetap memperjuangkan Jawanisme
atau Jawa Raya dan menolak cita-cita per-
satuan Indonesia. Menjadikan bahasa Jawa
sebagai bahasa organisasi, melestarikan
budaya Jawa dan mempertahankan kejawen
sebagai agama.
Jong Islamieten Bond dalam kongresnya
yang ketiga, Jogjakarta 23-27 Desember
1927, membicarakan masalah Islam dan
kebangsaan juga nasionalisme dalam pan-
dangan Islam yaitu mencintai tanah air,
bangsa dan agama. Organisasi ini kelak
berperan banyak dalam penyelenggaraan
Kongres Pemuda II bersama Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Indo-
nesia, dan beberapa organisasi pemuda
lainnya.
Tujuh bulan sebelum Kongres Pemuda
II, Budi Utomo mengadakan kongres di
Surakarta pada 6-9 April 1928, yang
menolak pelaksanaan cita-cita persatuan
Indonesia sebagai reaksi atas berbagai kon-
gres yang diadakan oleh JIB tentang Islam
dan persatuan Indonesia. Maka untuk me-
nentang kongres Budi Utomo April 1928
itu, PPPI segera menyelenggarakan Kongres
Pemuda II, 27-28 Oktober 1928 di Kramat
Raya 106 Jakarta. Bisa disimpulkan bahwa
Kongres Pemuda II merupakan reaksi atas
kongres yang diselenggarakan oleh Budi
Utomo yang menentang nasionalisme. Bisa
terlihat dari isi kongres yang salah satunya
melahirkan tiga butir Sumpah Pemuda yang
ketiganya terkait dengan nasionalisme ke-
bangsaan.
Dalam 45 Tahun Sumpah Pemuda yang
diterbitkan oleh Yayasan Gedung Berse-
jarah Jakarta, disebutkan bahwa Kongres
Pemuda II ini dihadiri oleh sekitar 750
orang dari berbagai organisasi pemuda dari
seluruh wilayah di Indonesia. Kongres ini
pun tidak hanya dihadiri oleh pemuda, na-
mun juga dihadiri perwakilan dari partai
politik seperti Sartono SH dari Partai Na-
sional Indonesia (PNI) cabang Jakarta dan
S.M. Kartosuwiryo dari Pengurus Besar
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Kon-
gres inilah yang kelak melahirkan tiga butir
sumpah pemuda.
Kongres ini pun tidak luput dari penga-
wasan Pemerintah Kolonial Belanda,
mereka mengirim pasukan polisi yang
bersenjata untuk mengawasi jalannya kon-
gres. Telah disebutkan bahwa Budi Utomo
yang beranggotakan para bangsawan Jawa
lebih berpihak pada Belanda dan menjadi
tangan kanan Belanda dalam pelaksanaan
indirect rule system, maka dalam kongres ini
pun Jong Java mengutus perwakilan R.M.
Mas Said yang merupakan Mantri Polisi
Pemerintah Kolonial Belanda. Kehadiran
mantri polisi dalam kongres ini menjadikan
Jong Java tidak dapat berpihak kepada per-
juangan pemuda pelajar yang
menginginkan persatuan dan kemerdekaan
Indonesia. Kondisi seperti ini berdampak
pada pelaksanaan kongres, salah satunya
adalah ketika menanyikan lagu Indonesia
Raya, polisi Wage Rudolf Supratman tidak
diperkenankan untuk melantunkan
syairnya, ia hanya diperkenankan untuk
melantunkan nadanya saja dengan meng-
gunakan biola.
Peran organisasi pemuda Jong Islami-
eten Bond (JIB) sangat besar dalam kebang-
kitan nasionalisme kebangsaan dan per-
juangan kemerdekaan Indonesia, namun
deislamisasi sejarah Indonesia menyebab-
kan nama dan peran organisasi itu lenyap
dari ingatan sebagaimana Syarikat Islam
(1906).
*Penulis adalah Kru TëROBOSAN
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
S k e t s a
08
Selama ratusan tahun, Kerajaan Protes-
tan Belanda menjajah bangsa Indonesia.
Memeras hasil kekayaan alam dan sumber
daya manusia dengan semena-mena untuk
dinikmati olehnya sendiri serta dibawa pu-
lang ke Belanda, sedangkan bangsa Indone-
sia sebagai pribumi tidak bisa menikmatinya
dengan leluasa. Layaknya orang yang tera-
niaya, rakyat Indonesia tentunya berusaha
melawan kejahatan itu dengan sekuat
tenaga. Namun perlawanan itu sia-sia karena
kurangnya kekuatan. Kalaupun berhasil, itu
tidak sepenuhnya mengusir penjajah dari
Indonesia karena perlawanan tersebut ti-
daklah menyeluruh. Hanya sebatas perla-
wanan mandiri dari satu komunitas di per-
kampungan, misalnya. Sehingga Belanda
yang masih hidup dan berhasil lolos dapat
berpindah dari satu markas ke markas yang
lain yang tersebar di berbagai wilayah di
Indonesia.
Sebagai bentuk reaksi para pemuda In-
donesia terhadap pemerintah kolonial dan
atas kepedulian mereka kepada nasib rakyat
Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, didiri-
kanlah organisasi pemuda yang dinamakan
Budi Utomo. Organisasi pemuda yang menu-
rut penulis adalah organisasi penggalang
kekuatan para pemuda skala nasional den-
gan strategi halus mengelabuhi Belanda
dengan kegiatan sosial, kebudayaan, pereko-
nomian rakyat dan yang lebih penting adalah
kegiatan kependidikan. Hari itu diperingati
sebagai hari kebangkitan nasional. Karena
pada saat itu adalah awal kebangkitan
rakyat Indonesia dari keterpurukan, bersatu
untuk sama-sama memiliki orientasi mer-
deka dari penjajahan dan melawan kolonial-
isme baik dengan otot (kekuatan fisik) mau-
pun dengan otak (strategi) yang diprakarsai
oleh Dr. Sutomo. Ini merupakan titik awal
yang terang bagi bangsa Indonesia untuk
meraih kemerdekaan.
Selanjutnya pada tahun 1926 diselengga-
rakan Kongres Pemuda I dengan hasilnya
adalah bersatunya para pemuda dari segala
daerah, meski belum terlalu berhasil karena
para pemuda masih menonjolkan rasa ke-
daerahannya. Kemudian diselenggarakan
Kongres Pemuda II pada tanggal 27 dan 28
Oktober 1928 yang menghasilkan Trilogi
Sumpah Pemuda yang dikonsep oleh Mu-
hammad Yamin dan dibacakan oleh
Sugondo. Sumpah Pemuda merupakan kon-
sepsi awal NKRI. Pada saat itu, disepakati
sebuah nama bangsa, yaitu bangsa Indone-
sia, ditetapkannya Indonesia Raya sebagai
lagu kebangsaan, serta bahasa Indonesia
sebagai bahasa pemersatu antardaerah.
Sumpah Pemuda adalah langkah lanjutan
dari Kebangkitan Nasional. Kesatuan para
pemuda dan kematangan konsep membuat
bangsa Indonesia semakin optimis akan
tercapainya kemerdekaan Indonesia. Hingga
pada 17 Agustus 1945 tercapailah cita-cita
agung tersebut.
Kami Putra dan Putri Indonesia,
Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu,
Tanah Air Indonesia
Tumpah darah dalam Kamus Besar Ba-
hasa Indonesia memiliki arti tempat kelahi-
ran. Begitu pula dengan tanah air memiliki
arti negeri tempat kelahiran. Para pemuda
yang lahir di daerah masing-masing, men-
yatukan nama tempat kelahiran mereka,
yaitu Indonesia. Kalimat sumpah pertama
pada Sumpah Pemuda ini mampu menyatu-
kan semangat nasionalisme para pemuda.
Karena tanah kelahiran adalah tempat yang
dimuliakan dan yang wajib dibela dan diper-
tahankan apalagi jika ada yang mengusiknya.
Kami Putra dan Putri Indonesia,
Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa
Indonesia
Setelah sumpah pertama yang berisi
komitmen kesamaan sejarah, maka kalimat
sumpah yang kedua ini merupakan tingka-
tan kedua setelah terbangunnya fondasi
kebersatuan semangat juang yang ada dalam
hati masing-masing pemuda. Para pemuda
dan pemudi bersumpah untuk membangun
dan bernaung pada bangsa yang satu, yaitu
bangsa Indonesia. Mereka membangun
bangsa, mempersatukan kakek buyut
mereka dalam satu keturunan, mengumpul-
kan berbagai adat istiadat masing-masing
lalu menyerahkannya pada satu ke-
pemilikan, yaitu Indonesia, berusaha men-
yatukan bahasa, menyatukan sejarah dan
membentuk pemerintahan yang menjadi
cikal bakal pemerintahan Republik Indone-
sia setelah merdeka.
Kami Putra dan Putri Indonesia,
Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa
Indonesia
Persatuan dan kesatuan para pemuda
sudah terbangun dengan kokoh melalui dua
kalimat sumpah yang telah disebutkan. Na-
mun, persatuan dan kesatuan yang sudah
terbangun belumlah sempurna jika belum
ada satu media bahasa yang mempersatu-
kan. Mengingat bangsa Indonesia yang maje-
muk terdiri dari suku-suku dan daerah-
daerah yang memiliki bahasa yang berbeda-
beda. Kesatuan bahasa itu sangat diperlukan
sebagai alat komunikasi dan interaksi dalam
satu komunitas. Sementara para pemuda
dari segala penjuru tanah air telah bersatu
padu membangun komunitas baru, yaitu
Indonesia. Oleh karena itu, para pemuda dan
pemudi Indonesia bersepakat dan bersum-
pah untuk menjunjung bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan.
Dengan sumpah pemuda, para pemuda
dan pemudi Indonesia dulu bersatu padu
mempelopori klimaks perjuangan bangsa
Indonesia hingga tercapailah cita-cita kemer-
dekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh
Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Sete-
lah kemerdekaan, tugas keberlangsungan
pengejawantahan kalimat-kalimat sumpah
pemuda otomatis diambil alih oleh generasi
pemuda selanjutnya. Dan dalam per-
jalanannya tentu mengalami berbagai
macam romantika. Hingga saat ini, penge-
jawantahan atau realisasi dari sumpah pe-
muda semakin sulit dirasakan. Nilai-nilai
sumpah pemuda semakin lama semakin
memudar. Tawuran di mana-mana, primor-
dialisme kian suburnya, sistem pemerin-
tahan yang kacau tidak tertata, serta gen-
erasi muda masa kini yang gemar mencam-
puradukkan bahasa Indonesia dengan ba-
hasa asing dan bahasa-bahasa alay yang
merajalela, adalah beberapa contoh memu-
darnya nilai-nilai sumpah pemuda.
Tugas pemuda zaman sekarang lebih
berat. Karena mengisi kemerdekaan, mem-
pertahankan dan melestarikan konsep serta
nilai-nilai yang telah diperjuangkan dan
dirumuskan oleh para pendahulu lebih berat
ketimbang menyusun strategi dan memper-
juangkan kemerdekaan. Kalau tidak bisa
bertahan, bisa jadi akan dijajah lagi. Namun
dijajah secara konsep, nilai, bahasa, ide dan
pemikiran. Akan tetapi jika bisa bertahan,
para pemuda bersatu padu menghayati dan
mengejawantahkan hakikat sumpah pemuda
serta berani melawan, maka wujud ideal
Indonesia yang diharapan oleh para pahla-
wan bukanlah sebatas angan.
*Penulis adalah Ketua Senat Ushuluddin
Periode 2012-2013, Keluarga TëROBOSAN.
Sumpah Pemuda
Oleh: Moh. Hadi bakri Raharjo*
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
S a s t r a
09
Satu Sama Oleh: Ainun Mardiyah*
Pandanganku masih kelam melekat.
Namun selangkah demi selangkah, samar-
samar suara itu datang menghampiri. Se-
makin dekat dan semakin jelas. Pendenga-
ran kupertajam, hingga kupastikan bahwa
suara itu memanggil namaku. Lirih.
“Nu...rul, Nurul...”
Tidak ada yang pantas untuk kucurigai
melainkan seberkas cahaya putih yang
makin besar dan terang. Horizontal me-
manjang, dan semakin lebar. Suara itu terus
kudengar. Kali ini sudah jelas. Dan sepe-
nuhnya aku sadar. Seseorang memban-
gunkanku dari alam bawah sadar.
“Iya, iya, hmm...” gumamku. Dengan
nada malas. Selimut ku sibakkan. Dan ma-
taku akhirnya penasaran dengan siapa yang
tega membagunkan di tengah lelapnya
tidurku. Tak berselang lama,
“Aagrh!!” Spontan aku berteriak ken-
cang. Tiada peduli siapa yang akan ter-
ganggu dengan lengkingan teriakku. Diikuti
sebuah bantal melayang di udara. Tepat
mengenai wajah mengerikan, berkostum
putih dengan ujung kepala, tangan dan kaki
terikat. Pocong!
Seketika terdengar bahak membahana.
Apartemenku berubah layaknya gedung
tertutup dengan gema yang terus meman-
tul. Tawa tak tertahankan. “Ahahaha!”
bahkan si pocong itu turut memegang
perutnya tak kuasa menahan tawa.
Klap!
Lampu kamar menyala. Barulah kulihat
dalam pupil mata yang mengecil, sosok
manusia-manusia usil yang begitu menye-
balkan. siapa lagi kalau bukan para pen-
ghuni apartemen tempat tinggalku. Seorang
dari delapan orang itu mendekat, “Maalisy,
Nurul. Kita hanya ingin bikin surprise buat
kamu.” Ucapnya dari dekat. Mulutku yang
masih manyun perlahan mulai tersenyum.
Maklum saja, mulai tengah malam ini,
umurku melewati angka dua puluh satu.
“Happy Birthday, Nurul” ucap salah
seorang lagi seraya mendekat.
Prok!!
Senyumku bercampur dengan desah
napas penuh kekesalan. Dan perlahan ku-
rasakan benda berbau amis itu meluncur
mulus dari atas ubun-ubun menuju pipiku.
Bercampur dengan kulitnya yang keras dan
kasar. Sepertinya satu telur saja tidak cu-
kup. Entah lah, sepertinya setiap penghuni
rumah sudah berhasil memecahkan telur di
sekujur tubuhku.
“Kyaaa!!”
***
Sore itu. Selepas merayakan ulang ta-
hun di sebuah warung makan Indonesia di
kawasan Hay Asyir, Nasr City. Bersama
beberapa kawan karibku. Kami menunggu
bus yang bisa membawa kami ke kawasan
Hay Tamin.
Beberapa bus melintas. Sesekali mini-
bus tiga perempat lewat, juga bus merah
yang lebih besar sekedar berjalan dengan
elegannya. Di depan kami, mereka
mengepulkan asap hitam pekat yang segera
kami tangkis dengan telapak tangan sebe-
lum polusi itu benar-benar menusuk pen-
ciuman dan membuat kami terbatuk-batuk.
Detik demi detik berlalu. Pusaran waktu
terus berputar dan takdir belum mengi-
jinkan kami bertemu dengan satu bus pun.
Suara adzan bergema di langit Cairo.
Matahari tenggelam di balik gedung-gedung
yang bertebaran dan timbul tenggelam di
ujung barat cakrawala. Maghrib.
Seorang kawan mengusulkan untuk
sholat di sebuah masjid yang tak jauh dari
tempat kami menunggu bus. Seraya me-
megangi perutnya yang sedikit lebih buncit
daripada sebelum kami memasuki warung
makan tadi. Aku menahan senyum, tidak
jauh berbeda dengan kondisiku. Ho!
Memasuki mushola sayyidat, lalu tun-
taskan tiga rokaat. Tentu dengan rukuk dan
sujud yang lebih tumakninah dari sholat-
sholat biasanya. Bukan kenapa. Lambung
siapa yang sanggup menahan goyangan
perut saat muatannya sungguh overload?
Selesai sholat, aku mundur merapat,
hingga punggungku terasa lebih nyaman
saat ia mencium diding bisu. Dan sedikit
demi sedikit perut ini serasa tersayat. Per-
lahan demi perlahan. Lalu berhenti, aku
menarik napas lega. Barangkali tadi terlalu
banyak makan sambal di warung makan.
Seorang wanita Mesir paruh baya,
menghampiriku yang memisah diri dari
kawan-kawan. Dari balik kerudung be-
sarnya tangannya menyembul dengan se-
bungkus isy berisi sayuran dan jubnah. Ia
membaginya dua dan memberiku separuh.
“La, syukron ya Mama,” tolakku halus,
beberapa kali. Namun seperti kebanyakan
watak orang Mesir, ia terus memaksa.
“Kamu harus hargai pemberian saya.”
Itu kalimat yang terus diulangnya, hingga
mau tak mau aku terima. Bukan karena apa,
tapi lidahku tak mau diajak kompromi oleh
makanan ini. Juga satu hal, lambungku su-
dah full.
Aku dan kawan-kawan keluar masjid.
Tak lupa ku ucapkan salam perpisahan
dengan ibu paruh baya itu. Isy yang diber-
inya ku masukkan dalam kantong plastik
yang ujungnya tergenggam dengan jema-
riku.
Kembali, kami menunggu bus di sebuah
Mahattah. Mataku tertuju pada isy dalam
plastik itu. Tanpa pikir panjang, tak sampai
sedetik ia sudah bertemu dengan sampah-
sampah dalam sebuah box besar yang tak
sanggup menampung batas maksimal.
Rasa itu kembali menyayat. Ugh! Lagi-
lagi.
Seorang kawan menyadari, “Nurul, sakit
perut ya?” tanyanya khawatir. Aku nyengir
seraya menekan perut dalam-dalam. Masih
dapat ku lihat isy itu menangis di antara
kawanan sampah busuk. Memang, belum
saatnya ia berada di sana.
Nyeri itu semakin menjadi. Perih. Dan
masih sempat ku lihat, seekor kucing
meloncat gesit ke atas tumpukan sampah.
Mengendus isy yang tadi ku buang. Lidah-
nya menjulur beberapa kali merasakan
permukaan isy yang kasar. Melewati batas
keseimbangan, isy itu akhirnya terjatuh ke
aspal. Jubnah dan sayuran berceceran, kini
berlumur debu dan polusi jalanan kota.
Kucing itu meloncat ke bawah, kembali
mengendus dan menjilat. Sebelum akhirnya
ia berlari dari pukulan ringan sebuah tong-
kat. Seorang kakek renta, dengan jalabiah
abu-abu kusut dan berdebu. Berjalan se-
penggal demi sepenggal, lalu menunduk
dengan lemah dan pelan.
Lambungku semakin nyeri. Namun
terasa lebih saat kakek itu memungut isy
dan mengumpulkan isinya yang tercecer
dengan jemari kasarnya. Sorot wajahnya
tak berubah, menyiratkan pilu dan hidup di
bawah bayangan kemiskinan, kelaparan.
Raut wajahku yang berubah, skleraku su-
dah basah.
“Nurul, ini bus kita...” seorang kawan
menarik lenganku.
Episode kakek renta itu semakin men-
jauh. Tergantikan oleh bayangan berapa
butir telur yang dini hari tadi terbuang un-
tuk sebuah kegembiraan. Juga berapa Jun-
aih yang berakhir pada lambung yang ter-
sayat oleh penuhnya.
Semua sama. Sama-sama sakit. Satu
sakit menahan lapar. Dan yang lain sakit
menahan kenyang. Mengapa tidak, untuk
sama-sama berbagi?
*Penulis adalah Kru TëROBOSAN.
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
Tetaplah Menjadi Aisyah dan Kartini!
Oleh: Nurlaily Farades*
O p i n i
10
Berjuang merupakan kata yang selalu
ada pada setiap otak manusia, tak terkec-
uali wanita. Wanita merupakan mujahidah
terhebat yang diciptakan Allah, di mana
mereka tak hanya memperjuangkan hak
diri sendiri, tapi juga hak suami dan anak-
anaknya dalam seluruh aspek. Wanita
adalah sumber inspirasi suaminya dan
merupakan guru bagi anak-anaknya, pan-
taslah jika Allah meletakkan surga di
bawah telapak kaki seorang wanita. Namun
sayang, pada masanya (pra Islam) wanita
hanya dijadikan budak yang tak berharga.
Hak-hak mereka diabaikan, bahkan ke-
beradaan mereka pun dianggap aib dan
harus dimusnahkan.
Islam datang menyirami kehidupan
yang gersang, dan mengubahnya menjadi
taman yang indah. Sejak saat itulah kupu-
kupu tak lagi takut melebarkan sayapnya,
menunjukkan kehindahan sayap yang
mereka miliki. Siti Aisyah adalah salah satu
kupu-kupu yang bersayap indah itu. Siti
Aisyah menghiasi sayapnya dengan iman,
ilmu, dan keberanian. Sehingga Allah
memilihnya menjadi pendamping Rasulul-
lah SAW di usianya yang belia. Selain men-
dampingi Rasulullah, Siti Aisyah juga men-
dalami berbagai disiplin ilmu. Gelar Umm
al-Mu’minin pun tersemat ketika usianya
masih muda.
Ketika berbicara masalah usia, maka
usia muda adalah masa kegemilangan bagi
manusia, di mana banyak hal yang dengan
mudah dapat diterima dan dikritisi. Pada
masa itu segala organ tubuh masih ber-
fungsi dengan baik. Jika diibaratkan den-
gan kopi, maka usia muda merupakan kopi
panas yang masih tercium aroma
wanginya. Seperti yang kita ketahui ber-
sama bahwa kopi panas itu menggoda dan
lebih nikmat untuk diminum ketimbang
kopi yang telah dingin.
Begitulah masa muda. Soekarno pun
berkata bahwa beliau hanya membutuhkan
sepuluh orang pemuda untuk menggon-
cang dunia. Dan tidak hanya pria yang da-
pat menggoncangkan dunia, wanita pun
tidak kalah. Raden Ajeng Kartini buktinya.
Kartini telah berusaha mengubah dunia di
usianya yang muda. Ia mengubah dunia
dengan membebaskan kaum hawa di
zaman kolonial melalui tulisan-tulisannya.
Laiknya Siti Aisyah, masa kecil dan masa
muda Kartini dihabiskan dengan membaca,
memperdalam pengetahuan dan berjuang
untuk kemaslahatan bangsa.
Kita bisa bilang bahwa para pemuda
dan pemudi sekarang sudah tidak lagi men-
jadi generasi yang dapat menggoncangkan
dunia seperti yang Soekarno inginkan.
Mereka lebih terlihat sebagai sekelompok
manusia yang terlena dengan perkemban-
gan zaman dan tidak memanfaatkannya
untuk pengembangan dirinya. Para penja-
jah telah sukses mendoktrin ajaran mereka
kepada para pemuda, di mana kebebasan
merupakan kunci utama dalam menjalani
seluruh aktifitas hidup. Kebebasan tanpa
batas. Memang pada dasarnya manusia
memiliki kebebasan dalam memilih se-
suatu, namun ketika seseorang telah men-
gaku sebagai seorang mulim, maka kata
bebas memiliki defenisi yang lain.
Bebas menurut Islam memiliki tiga
makna. Pertama identik dengan fitrah yaitu
tabiat dan kodrat asal manusia sebelum
diubah dan dicemari. Pada fitrahnya,
manusia terlahir sebagai makhluk dan
hamba Allah yang suci. Maka, bebas berarti
hidup sesuai dengan fitrahnya. Yang kedua
adalah iradah atau keinginan yang diberi-
kan Allah kepada hambanya. Dalam hal ini,
makna bebas tergantung kepada diri
manusia masing-masing, mau senang di
dunia ataupun di akhirat. Dan yang tera-
khir adalah ikhtiyar (memilih kepada jalan
yang lurus). Maka bisa disimpulkan bahwa
kebebasan sejati mencerminkan keinda-
han, sedangkan kebebasan palsu mencer-
minkan kebodohan dan kebiadaban.
Seiring perkembangan zaman,
tekhnologi pun berkembang. Banyak pro-
duk yang diciptakan untuk mempermudah
kehidupan manusia. Tak perlu lagi ke tu-
kang pos hanya untuk menanyakan kabar,
cukup buka handphone, pilih sms, tulis
pesan dan send, selang beberapa menit
balasan pun datang dan berakhirlah proses
menanyakan kabar. Begitu pun dalam men-
cari sesuatu. Orang tak lagi dituntut untuk
berkeliling mencari tau laiknya para ulama
dahulu mencari hadits. Dan orang juga tak
harus bereksperimen seperti Einstein un-
tuk mengetahui teori gravitasi bumi. Mbah
google telah memiliki semua jawaban itu.
Betapa rasa syukur tak akan berhenti teru-
cap atas perkembangan itu. Namun kenapa
kemajuan teknologi saat ini tidak seimbang
dengan produktifitas para pemudanya?
Seperti yang telah kita ketahuai ber-
sama, televisi dan surat kabar telah mem-
berikan banyak bukti betapa fenomena
anak muda sekarang mengalami kemeroso-
tan dari tahun ke tahun. Banyak kelompok
pria yang terlibat dalam aksi tawuran, ter-
tangkap saat pesta narkoba, dan aksi krimi-
nal lainnya. Seperti tak mau kalah, sebagian
wanita pun menunjukkan aksinya dalam
memperburuk dunia. Mereka hanya sibuk
memikirkan fashion yang semakin berkem-
bang tanpa memikirkan hal penting lain-
nya. Mulai dari model rambut, make-up,
sepatu, sampai pita rambut pun diikuti
perkembangannya. Semua itu kini dijadi-
kan sebagai kebutuhan primer di atas pen-
didikan.
Menjadi cantik adalah tujuan sebagian
besar para wanita sekarang. Karena bagi
mereka hanya kecantikan yang akan
meadikan mereka dikenal semua orang.
Banyak acara-acara televisi yang secara
sengaja ataupun tidak disengaja menyam-
paikan hal tersebut.
Bagi mereka yang memiliki uang tak
sulit untuk menjadikan diri lebih cantik.
tapi bagi mereka yang hanya hidup dari
hari ke hari, tak elak kehormatanlah yang
mereka gunakan sebagai alat untuk mem-
peroleh uang. Tak ada ilmu yang dapat
dijadikan senjata, hanya itu yang dapat
mereka lakukan. Lalu dimana Kartini-
Kartini sekarang?
Maka dari itu marilah kita mulai mera-
jut kembali keindahan bangsa yang pernah
kita rasakan. Ilmu, iman, usaha dan kebera-
nian, empat kata yang bisa jadi kunci me-
musnahkan penjahahan yang telah dilaku-
kan kepada kita.
Saat ini, pedang tidak lagi menjadi sen-
jata yang ampuh untuk digunakan dalam
berperang, ilmulah yang kini berperan
sebagai meriam yang dapat menghasilkan
ledakkan dahsyat. Dan ilmu pun tak akan
berfungsi tanpa adanya pondasi iman seba-
gai pijakan. Gunakan teknologi sebagai
wasilah untuk menyampaikan ide dan ber-
buatlah dengan keikhlasan dan keberanian.
Maka tetaplah mejadi Kartini dan Siti Ai-
syah masa kini.
*Penulis adalah Mahasiswi Al-Azhar
tingkat 3, anggota kajian ilmu falak Afda.
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
K o l o m
11
Pemuda Utopia Oleh: Umar Abdullah*
Ideal pemuda menjadi kunci masa
depan bukanlah utopia. Menyorot kasus
anarkis yang dilakukan pemuda sampai
menyebabkan tewasnya seorang pelajar
SMA, sebenarnya bukan berita baru.
Tetapi peristiwa lama yang sering beru-
lang, jika dibiarkan, akan menjadi hal yang
lumrah. Bahkan bisa berakar menjadi
kebiasaan jika tidak ada langkah preventif
yang diterapkan sebagai solusi. Belum lagi
berkembangnya tradisi pop yang menye-
leweng,maraknya generasi konsumtif
serba instan dan condong hedonis yang
semakin menjangkiti generasi muda
sekarang dan banyak hal lain yang se-
makin mengaburkan harapan akan men-
jadi generasi pemuda sekarang.
Permasalahannya, dalam kasus ini,
siapakah yang bersalah? Apakah patut
kita menyalahkan generasi muda saja?
Ataukah lembaga dan institusi pendidi-
kan? Bisa jadi orang tua dan lingkungan
sekitar-lah tempat kita menuding sebagai
pucuk penyebab degenerasi moral para
pemuda?
Beragam faktor dan variabel yang
muncul ketika membahas kemerosotan
moralitas suatu generasi menjadikan ka-
sus ini tergolong unik. Maka dalam meme-
cahkan persoalan tersebut, tidak bisa se-
kedar melalui satu perspektif, harus diurai
satu-persatu pelbagai fakotr yang terkait,
baru bisa dipreteli satu persatu.
Dalam Psikologi Pendidikan, se-
benarnya sudah diperkenalkan tiga faktor
utama pembentuk dan pemengaruh
karakter seseorang, yaitu: rumah, sekolah
dan lingkungan. Keluarga, kerabat dan
segala media edutainment yang terdapat
di rumah, baik visual, cetak maupun au-
dio, semuanya merupakan sarana pem-
bentukan karakter dan paradigma. Jelas
faktor utama adalah yang pertama. In-
teraksi yang lahir antara sang anak den-
gan pelbagai perkakas kehidupan di seki-
tar ia berdiam, kemudian segala informasi
yang ia tangkap dan ia proses tatkala
berumur 1 – 6 tahun, akan menjadi pato-
kan akan menjadi seperti apa dia akan
berkembang. C.G. Jung menyatakan bahwa
memori seorang anak pada umur belia
masih belum sanggup memilah informasi
yang ia terima. Apapun akan ia lahap. Hal
ini sepertinya diikuti oleh Dorothy Law
Nolte, seorang penulis asal Amerika yang
terkenal akan puisinya, “Children Learn
What They Live.”
Sedikit kutipan dari puisi tersebut,
Dorothy mengatakan bahwa seorang anak
akan belajar memaki jika ia dibesarkan
dengan celaan, ia akan selalu menyesali
diri jika selalu dihina, ia akan belajar per-
caya diri jika selalu dimotivasi, dan seo-
rang anak akan belajar menemukan cinta
jika ia dibesarkan dengan kasih sayang
dan persahabatan. Tetapi tentu saja,
pernyataan tersebut tidaklah akurat.
Dalam faktualnya, akan banyak faktor
yang mempengaruhi diri seorang anak
dalam perkembangannya dan membentuk
suatu pola teratur dalam setiap orang.
Jung menyebutnya sebagai arketipe.
Peristiwa yang menimbulkan jejak
kuat pada memori seorang anak, boleh
jadi akan menjadi pemicu baginya dalam
pelbagai tindakan yang akan ia lakukan
saat besarnya nanti. Kasih sayang yang
diterima seorang anak sejak dini, tetapi
terputus total karena perlakuan dari si
orang tua pada umur 10 – 15 tahun misal-
kan, akan menyebabkan sang anak lari
mencari rasa nyaman dan apresiasi dari
teman sebayanya. Akibatnya, rumah
baginya tidak lagi sebagai tempat anak
berpulang, melainkan hanya sebuah me-
dia ‘kosong’ yang malah semakin menam-
bah beban mental. Rumah yang seharus-
nya menjadi tempat pelepasan segala
penat yang ia dapatkan di luar rumah,
berubah menjadi alat lain penambah ma-
salah. Kasus ini selalu terjadi jika rumah
kehilangan fungsinya, yang bisa disimpul-
kan jika hal ini terjadi: orang tua yang
acuh.
Seringkali kasus bermula ketika orang
tua tidak lagi peduli pada perkembangan
jiwa anak melainkan hanya melihat ele-
vasi unsur ekstrinsik saja, seperti prestasi,
akademik, uang jajan dan sebagainya.
Lantas orang tua terlalu memaksakan
ideal mereka kepada sang anak, hingga
akhirnya ideologi anak pun terkurung atas
nama ‘penghormatan.’ Hal ini berlaku jika
tidak adanya keterlibatan untuk saling
memahami, antara si anak dengan orang
tuanya. Jika kasus ini terjadi, akan lahir
pola ‘pemberontakan’ pada diri sang anak
yang menyebabkan dia selalu menentang
sistem dan peraturan. Lagi, akibatnya
akan muncul sebuah tendensi untuk selalu
bersikap keras kepala, condong adu otot
dan selalu ingin menang, dihormati dan
dihargai.
Seharusnya, orang tua perlu men-
yadari akan perubahan sikap yang terjadi
pada anaknya. Sayang, acapkali para wali
lebih menyalahkan sekolah dan menuduh
para guru bahwa mereka ‘tidak berhasil
mendidik anak.’ Begitu juga dengan pe-
maksaan harapan yang berlawanan den-
gan apa yang diharapkan oleh sang anak.
Memang, orang tua lebih banyak me-
makan asam garam kehidupan dan lebih
mengerti beribu palang yang bakal merin-
tangi kehidupan anaknya, sesuai dengan
apa yang mereka pernah alami dulu.
Tetapi zaman juga terus berubah, itu ken-
yataan. Kita tidak bisa hidup di masa lalu,
karena itu seyogyanya orang tua dan anak
saling bekerjasama, saling berkomunikasi
aktif dan sama-sama mencapai satu ke-
sepakatan dan kepemahaman untuk
saling menghidupi. Andaikata hal ini ter-
capai, maka generasi muda mampu
mengeluarkan potensi-potensi paling ce-
merlang yang mereka miliki.
Karena itu, signifikansi pendidikan
dan pembentukan karakter anak akan
sangat menentukan manusia seperti apa
ia menjadi. Berhubung pelbagai inovasi
dan kontribusi lebih sering muncul dan
lebih dapat tersalurkan ketika muda.
maka seyogyanya yang tua membatu yang
muda dalam pembenahan dan penanaman
kembali bibit-bibit luar biasa kepada yang
muda. Tapi perlu dicatat, mereka juga
harus melihat faktual dan bekerjasama
dengan yang muda untuk saling bersinergi
menghasilkan yang terbaik bagi kese-
muanya. Jika hal ini tercapai dan diterap-
kan dalam ranah nasionalisme dan atas
nama agama, misalkan. Maka tidak ada
istilah pemuda yang bereuforia dengan
kegalauan dan hedonism mereka. Pemuda
utopia jadi paradoks.
*Penulis adalah keluarga Buletin Infor-
matika.
TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012
12
Space Kosong
(12x9 cm)