klhs sbg terobosan pengelolaan lh
DESCRIPTION
KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LHTRANSCRIPT
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
1/58
Kajian Lingkungan
Hidup Strategis:
Terobosan dalam PengelolaanLingkungan Hidup
Depu Bidang Tata Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan HidupBekerjasama dengan ESP2 - DANIDA
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
2/58
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
3/58
iii
Sambutan Deputi MENLHBidang Tata Lingkungan
Dalam dua dekade terakhir ini laju kerusakansumber daya alam dan pencemaran lingkungan diIndonesia semakin meningkat dan dak menunjukkan
gejala penurunan. Bila dua dekade lalu laju kerusakan
hutan di Indonesia ditengarai sekitar 1 sampai 1,2juta per tahun, kini telah mencapai 2 juta hektar per
tahun. Bagai gayung bersambut, rantai kerusakan
tersebut kemudian menjalar dan meluas ke sungai,
danau, hutan dataran rendah, pantai, pesisir dan
laut. Pencemaran air dan udara di kota-kota besar
dan wilayah padat penduduk juga telah berada pada
ambang yang dak hanya membahayakan kesehatan
penduduk tetapi juga telah mengancam kemampuan
pulih dan keberlanjutan sumber daya haya.
Situasi ini menunjukkan betapa laju kerusakan
sumber daya alam dan pencemaran lingkungan di
negeri kita berlangsung dalam kecepatan yang lebihnggi dibanding laju pencegahan dan pemulihannya.
Menurut kalangan akademisi dan penggiat lingkungan
salah satu penyebabnya adalah masalah kelembagaan
atau masalah struktural. Maksudnya, krisis ekologi
yang melanda di sekitar kita muncul karena kebijakan,
peraturan perundangan, dan program-program
pembangunan selama ini belum mempermbangkan
faktor lingkungan hidup. Lingkungan hidup belum
menjadi arus utama pembangunan.
Salah satu terobosan penng yang akan ditempuh
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) untuk
mengatasi masalah struktural tersebut adalah dengan
menggagas, memperluas dan menginternalisasikan
permbangan lingkungan hidup dan prinsip
keberlanjutan dalam formulasi kebijakan (policy),
rencana (plan), dan program-program pembangunan.Instrumen atau mekanisme yang telah dikenal luas di
berbagai belahan dunia untuk maksud tersebut adalah
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) (Strategic
Environmental Assessment).
Tujuan utama KLHS dengan demikian bukan
terletak pada dokumen yang dihasilkan melainkan
dilahirkannya kebijakan, rencana dan program-
program yang mempermbangkan lingkungan hidup
dan keberlanjutan. Walau sudah barang tentu KLHS
bukanlah satu-satunya solusi mujarab untuk mengatasi
masalah lingkungan hidup, namun melalui aplikasi
instrumen ini diharapkan terjadi perubahan paradigmaberpikir dikalangan perencana pembangunan. Dari
yang semula berpandangan sempit (myopic), terpisah-
pisah dan parsial menjadi berpandangan jangka
panjang, saling terkait dan holisk.
Akhir kata, semoga dengan membaca buku ini para
pembaca dapat memperoleh inspirasi dan tertarik
mengaplikasikan KLHS, sehingga di tahun-tahun
mendatang dapat dilahirkan kebijakan, rencana dan
program-program pembangunan yang sungguh-
sungguh mempermbangkan lingkungan hidup dan
keberlanjutannya.
Jakarta, Desember 2007
Ir. Hermien Roosita, MMDepu MENLH Bidang Tata Lingkungan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
4/58
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
5/58
v
Isu-isu lingkungan hidup yang semakin menguatdewasa ini, termasuk pada aras global, secarasubstanf merupakan suatu wacana korekf terhadap
paradigma pembangunan (developmentalism). Krisis
lingkungan hidup yang semakin luas di Indonesiadewasa ini, ditengarai karena - antara lain - perencanaan
pembangunan yang bias pertumbuhan ekonomi
kembang ekologi. Sehingga sebagai akumulasinya
dalam dekade terakhir ini kita seper menuai bencana
lingkungan. Banjir, longsor, kekeringan, kebakaran
hutan dan lahan, degradasi hutan dan keanekaragaman
haya, serta pencemaran sungai, laut dan udara,
datang silih bergan. Sebagai akibatnya, biaya (cost)
dampak lingkungan hidup yang harus ditanggung oleh
masyarakat dan pemerintah jauh lebih besar kembang
manfaat (benet) ekonomi yang diperoleh.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakansuatu kerangka kerja atau frameworkpada tahap dini
perencanaan pembangunan dengan maksud agar
di masa mendatang dapat dicapai harmoni antara
pembangunan dengan lingkungan hidup. Dengan
menggunakan KLHS, para perencana pembangunan
dapat mempermbangkan jauh ke depan berbagai
dampak pembangunan yang akan mbul dan
pengaruhnya terhadap polik dan ekonomi. Demikian
pula, KLHS dapat dimanfaatkan sebagai kerangkaintegraf bagi semua pemangku kepenngan
(stakeholder) yang terlibat.
Buku ini merupakan buah kerjasama antara Pemerintah
Kerajaan Denmark dengan Pemerintah Republik
Indonesia, melalui Danish Internaonal Development
Agency [DANIDA], Environmental Support Programme
Phase(ESP) 1; serta buah pemikiran dan kerja keras dari
Aek Koesrijan, Laksmi Wijayan, Soeryo Adiwibowo,
Triarko Nurlambang, Chay Asdak, Tjuk Kuswartojo, dan
Hardoyo. Kepada mereka yang telah memungkinkan
terbitnya buku ini diucapkan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga dengan hadirnya buku ini para pembaca dan
pihak-pihak yang berkepenngan dapat memahami
manfaat dan lingkup KLHS serta peluang aplikasi KLHS
di daerah dan sektor masing-masing.
Jakarta, Desember 2007
Ir. Bambang Seryabudi, MURPAsisten Depu Urusan
Perencanaan Lingkungan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Kata Pengantar
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
6/58
vi
Diterbitkan olehDepu Bidang Tata Lingkungan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Gedung A, Lantai 4
Jalan D.I. Panjaitan Kav. 24 Kebun Nanas, Jakarta 13410
Telp/Faks. (021) 8590667
Website: hp:\\www.menlh.go.id
ApresiasiUcapan terimakasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan dan penerbitan buku
ini, antara lain:
Tjuk Kuswartojo dan Hardoyo
Danish Internaonal Development Agency (DANIDA) melalui Environmental Support Programme (ESP) Phase 1.
PengarahHermien Roosita
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup)
Ketua PelaksanaBambang Setyabudi(Kementerian Negara Lingkungan Hidup)
PenyusunAek Koesrijan (KLH), Laksmi Wijayan (KLH),
Soeryo Adiwibowo (IPB), Triarko Nurlambang (UI),
Chay Asdak (UNPAD)
EditorYenni Lisanova Chaterina, Widhi Handoyo, Teguh Irawan, Suhartono
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup)
Esthi S. Noorsabri
PendukungArin, Irine Nurhaya, Supriyadi, Yusnimar, Satriajaya, Nana
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup)
M. Putrawidjaja, Pritha Wibisono, Devi Widianto
Kreaf DesainMATOA
www.matoa.org
Kajian Lingkungan Hidup Strategis:
Terobosan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
7/58
vii
Daftar Isi
Sambutan Depu MENLH Bidang Tata Lingkungan
Kata Pengantar
Daar Isi
Daar Tabel
Daar Gambar
Glossary
PENDAHULUAN 1
KEBIJAKAN DALAM KONTEKS HUKUM DAN ADMINISTRASI 31. Kebijakan Utama Pembangunan dan Relevansinya Dengan Lingkungan Hidup ....................................... 3
A. Tujuan Pembangunan Nasional ........................................................... .............................................. 3
B. Strategi Pembangunan Berkelanjutan ........................................................ ....................................... 6
C. Peluang Aplikasi KLHS Dalam Konteks Kebijakan Pembangunan ....................................................... 10
2. Landasan Hukum Pembangunan Lingkungan Hidup dan Berkelanjutan Serta Relevansinya
Dengan Otonomi Daerah ..................................................... ............................................................... ...... 11
A. Lingkungan Hidup Dalam Sistem Hukum Indonesia ........................................................... ............... 11
B. Desentralisasi dan Parsipasi Publik ......................... ................................................................. ....... 113. Konteks Instusi dan Administrasi Dalam Menilai Performa Pembangunana Lingkungan Hidup ............ 13
A. Tanggungjawab Perumusan Kebijakan, Rencana Dan Program Pembangunan ................................. 13
B. Sikap Polik ; Peluang dan Hambatan ....................................................... ......................................... 14
INTEGRASI PERTIMBANGAN LINGKUNGAN: PENGALAMAN INDONESIA 151. Beberapa Inisiaf KLHS Di Indonesia ............................................. .......................................................... 15
A. Kebijakan Pengelolaan SDA dan LH Bidang Air [2004] ........................ ............................................... 15
B. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Energi ............................................................ ...... 17
C. Naonal Urban Environment Strategy (NUES) ............................................................. ...................... 21
D. SENRA Bappenas ..................................................... ................................................................. ......... 23
E. Kajian Lingkungan Strategis Kawasan Andalan Bogor, Depok, dan Bekasi [2004] .............................. 27
F. Kajian Lingkungan Strategis Kebijakan, Rencana, dan Program Kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur
(Bopunjur) [2003] .......................................................... ............................................... ...................... 29 G. Studi Kajian Lingkungan Strategis Cipamatuh [2001] ................................................................. ....... 31
H. Studi Dampak Lingkungan Kebijakan, Rencana dan Program Kawasan Pusat Perkotaan Yogyakarta
[2001/2002] ...................................................... ............................................... .................................. 32
I. Kajian Awal Lingkungan Strategis Jaringan Jalan Sumatera Barat [2003] ........................................... 37
J. Kajian Lingkungan Strategis Kawasan Cirebon dan Sekitarnya [Cireme Watershed] .......................... 40
2. Membanding Beberapa Inisiaf KLHS ................................................... .................................................... 42
APLIKASI KLHS DI MASA DEPAN 451. Prospek Pengembangan KLHS Di Indonesia ........................................................ ..................................... 45
2. Alternaf Adopsi KLHS Di Masa Mendatang ....................................................... ..................................... 46
Daar Pustaka
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
8/58
viii
Tabel Halaman
1. Strategi Lingkungan Kawasan Perkotaan.................... .... 232. Matriks CEPP...................... 25
3. Pengalaman KLHS di Indonesia......................... 43
Gambar Halaman
1. Pendekatan Ekosistem dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya air.................. ......... 16
2. Model Global Lingkungan Perkotaan................... .......... 21
3. Model Global CEPP.......................... 24
4. Adapve Environmental Management System (AEMS).......... .................. 34
5. Penerapan KLHS untuk Jaringan Jalan.............................. 38
6. Peran KLHS dalam Pengambilan Keputusan Pembangunan.............................. 42
Daftar Tabel
Daftar Gambar
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
9/58
ix
AEMS (Adapve Environmental Management System):
Sebuah proses berkesinambungan dalam sistem manajemen lingkungan.
Kebijakan Publik:
Suatu keputusan polik yang ditetapkan oleh pemerintah dan atau bersama dewan perwakilan rakyat
di ngkat pusat maupun daerah sesuai dengan mekanisme peraturan perundangan yang berlaku untuk
memenuhi kepenngan publik.
Musrenbang:
Musyawarah Rencana Pembangunan, merupakan satu forum untuk membahas dan menetapkan usulan
kegiatan pembangunan berikut anggarannya untuk tahun skal berjalan berikutnya, baik di ngkat
pusat (Musrenbangnas) maupun daerah (Musrenbangda).
Parsipasi Publik:
Suatu mekanisme keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik.
SEA (Strategic Environmental Assessment):
Islah internasional untuk Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BAPEDALDA : Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKPRD : Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
BKTRN : Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional
KL : Kementerian/Lembaga
KLH : Kementerian Lingkungan Hidup
KLHS : Kajian Lingkungan Hidup Strategis
KRP : Kebijakan, Rencana, dan Program
POKJA : Kelompok Kerja
Permen : Peraturan Menteri
Perpres : Peraturan Presiden
PP : Peraturan Pemerintah
RAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
RAPBN : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Renja : Rencana Kerja
Renstra : Rencana Strategis
RKA : Rencana Kerja Anggaran
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJP : Rencana Pembangunan Jangka Panjang
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-Undang Dasar
UU KN : Undang-Undang Keuangan Negara
UU SPPN : Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Glossary
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
10/58
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
11/58
1
Pendahuluan | 1
Bab
Pendahuluan1
Bab
Pengarusutamaan (mainstreaming) pembangunanberkelanjutan telah ditetapkan sebagai landasanoperasional pelaksanaan pembangunan, seper
tercantum dalam RPJP dan RPJM Nasional. Lebih dari
itu, selain UUD 45, UU tentang Lingkungan Hidup, UU
tentang Penataan Ruang serta UU Otonomi Daerah telah
menegaskan ar penngnya lingkungan hidup. Secara
losos maupun fenomena riel, pendekatan konsep
keruangan sangat idenk dengan fenomena lingkungan
hidup yang dinamis dan sistemik. Fenomena ini menjadi
dasar argumentasi perhaan pada lingkungan hidup
dalam konstelasi pelaksanaan pembangunan nasional
dan daerah melalui implementasi UU Penataan Ruang.
Oleh karena itu, seap proses perumusan visi, misi,
tujuan, dan strategi pembangunan sampai dengan
pelaksanaannya yang memerlukan alokasi kegiatan di
suatu lokasi atau kawasan tertentu akan senanasa
mengandung kepenngan pelestarian lingkungan
hidup. Dalam konteks mekanisme implementasi
strategi pembangunan, perhaan pada lingkunganhidup ini seyogyanya ditempatkan sejak awal proses
penetapan strategi sampai dengan pelaksanaannya.
Sejumlah studi dan upaya untuk mengenalkan serta
menerapkan kajian lingkungan hidup strategis telah
dilakukan sejak 5 (lima) tahun terakhir atas inisiaf
KLH, Bappenas, dan Depdagri. Orientasi kegiatan
dak saja menyangkut pembangunan regional dan
pembangunan daerah tetapi juga pembangunan
sektoral, serta pengujian konsep, kebijakan, metode,
dan teknis analisis.
Menyadari bahwa instrumen lingkungan hidup yangtersedia saat ini baru pada ngkat proyek (pelaksanaan
AMDAL), maka masih dibutuhkan satu alat kaji pada
ngkat strategis, setara dengan strategi pembangunan
nasional maupun daerah. Bahkan dalam Peraturan
Pemerintah tentang AMDAL dinyatakan bahwa salah
satu instrumennya yaitu AMDAL Regional telah
dihapuskan, sehingga sebuah format kajian mengenai
lingkungan hidup pada aras strategis dalam konteks
pembangunan semakin diperlukan.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau
yang secara internasional dikenal sebagai Strategic
Environmental Assessment (SEA), dalam satu dekadeterakhir dapat dikatakan masih dalam tahap awal
pengembangan di Indonesia. Yang dimaksud dengan
tahap awal adalah bahwa KLHS baru dalam tahap
penapisan (screening) dan pelingkupan (scoping)
serta masih dalam bentuk kajian yang belum
diimplementasikan secara riel. Dengan kata lain, KLHS
belum menjadi bagian dari kebijakan pembangunan
nasional. Namun dari pengalaman selama ini, dapat
ditarik satu kesimpulan bahwa KLHS sudah sampai pada
taraf sangat dibutuhkan, dan perlu segera diterapkan
secara riel serta diformalkan dalam konteks kebijakan
nasional maupun daerah.
Sebagai satu konsep yang baru tetapi sangat
dibutuhkan maka sejumlah alternaf mekanisme
penerapannya dalam konteks substansi, konstusi,
kelembagaan maupun pendekatan, metode,
dan teknis pelaksanaannya telah dicoba untuk
dirumuskan. Tentunya alternaf-alternaf ini perlu
diujicoba pula, khususnya dalam konteks kebijakan
penyelenggaraannya.
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
12/58
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
13/58
2
Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi | 3
Bab
Berakhirnya rezim Suharto dengan Orde Barunyapada tahun 1998 menjadi awal dari perubahansistem tatanegara Republik Indonesia, dan merupakan
bagian dari proses reformasi polik dan birokrasi.
Sejalan dengan ini, proses perencanaan pembangunan
nasional mengalami sejumlah perubahan, baik dari
sisi loso atau dasar pemikiran sampai dengan tahap
implementasinya. Pengelolaan lingkungan hidup dan
sumberdaya alam sebagai bagian dari pembangunan
nasional juga mengiku proses perubahan ini.
Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 sebagai landasan
konstusional penyelenggaraan negara telah mengalami
perubahan sebanyak empat kali selama periode 1999
2002, melalui diterbitkannya amandemen UUD. Dalam
kaitannya dengan pengelolaan pembangunan, hal-hal
pokok yang berubah adalah sebagai berikut:
a. Penguatan kedudukan lembaga legislaf dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN);
b. Diadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana
pembangunan lima tahun nasional; dan
c. Desentralisasi kekuasaan pemerintahan negara
melalui penguatan otonomi daerah dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai landasan pengelolaan pembangunan
nasional, pemerintah bersama DPR menerbitkan
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN).
Sebelumnya, melalui Undang-Undang No. 22 tahun1999 tentang Pemerintahan Daerah, terlebih dahulu
dirumuskan alokasi kewenangan yang lebih luas, nyata,
dan bertanggung jawab kepada daerah. Undang-
Undang ini dikenal sebagai UU Otonomi Daerah,
dimana dalam rumusannya juga menekankan perlunya
keharmonisan dan keselarasan pembangunan, baik di
ngkat nasional, daerah maupun antardaerah.
1. KEBIJAK AN UTAMA
PEMBANGUNA N DAN
RELEVANSINYA DENGAN
LINGKUNGAN HIDUP
A. Tujuan Pembangunan Nasional
UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
mencakup landasan hukum di bidang perencanaan
pembangunan, baik pusat maupun daerah.
Ditegaskan bahwa SPPN adalah satu kesatuan tatacara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 20
tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) 5 tahun dan tahunan, serta penjabaran RPJM
nasional yang memuat prioritas pembangunan yang
disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah (RKP), yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan
di pusat dan daerah dengan melibatkan rakyat. Dalampasal 5, 6, dan 7 UU SPPN disebutkan bahwa ndaklanjut
dari rencana pembangunan nasional tersebut menjadi
acuan dalam penyusunan RPJP Daerah, RPJMD dan
RKPD. Adapun rencana pelaksanaan kegiatan program
pembangunan tertuang dalam Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (RenstraKL) di ngkat pusat
dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah
(RenstraSKPD) untuk masa lima tahun. RenstraKL dan
RenstraSKPD ini memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan
yang disusun sesuai tugas dan fungsi kementerian/
lembaga ataupun Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
bersangkutan dengan melibatkan parsipasi rakyat
(stakeholders).
Ada empat pendekatan yang digunakan dalam proses
penyusunan perencanaan pembangunan, yaitu:
1. Polik
Pemilihan presiden atau kepala daerah adalah bagian
dari proses perencanaan pembangunan, dimana
masing-masing calon mengkampanyekan rencana
program pembangunan yang akan dijalankan, yang
kemudian mendapat dukungan mayoritas rakyat pada
ngkat nasional atau daerah yang bersangkutan.
2. Teknokrak
Pemikiran dan pelaksanaan program pembangunan
berdasarkan pendekatan kerangka pikir ilmiah yang
Kebijakan dalam Konteks Hukumdan Administrasi2
Bab
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
14/58
2
| Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi4
Bab
ditetapkan oleh lembaga atau instansi yang secara
fungsional akan melaksanakan program pembangunan
terkait.
3. Parsipaf
Pelaksanaan program pembangunan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepenngan
(stakeholders) terhadap pembangunan. Keterlibatanmereka untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan
rasa memiliki.
4. Top-downdan boom-up
Kedua pendekatan ini digunakan untuk menyelaraskan
proses hirarkis perumusan rencana program
pembangunan. Proses penyelarasan ini dilakukan
melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) yang dilaksanakan baik di ngkat
nasional, provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan
Desa/Kelurahan.
Ada empat tahapan dalam proses perencanaanpembangunan, yaitu:
a. Penyusunan rencana
Proses ini menghasilkan suatu rencana yang siap
untuk ditetapkan dan terdiri dari empat langkah.
Pertama, rancangan yang bersifat teknokrak,
menyeluruh, dan terukur. Kedua, masing-masing
instansi pemerintah menyiapkan rancangan
rencana kerja sesuai dengan rancangan rencana
pembangunan di atas. Kega melibatkan parsipasi
rakyat (stakeholders) untuk menyelaraskan
masing-masing rencana program pembangunan
melalui Musrenbang, dan langkah keempat
adalah penyusunan rancangan akhir rencana
pembangunan untuk siap ditetapkan.
b. Penetapan rencana
Pada tahap ini dihasilkan produk hukum dari
rancangan program pembangunan, sehingga
mengikat semua pihak untuk melaksanakannya.
Ketetapan ini berupa Peraturan Presiden
atau Peraturan Daerah sesuai dengan jenjang
wilayah administraf masing-masing Rencana
Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah/Tahunan.
c. Pengendalian pelaksanaan rencana
Dilakukan untuk menjamin tercapainya tujuan
dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam
rencana program melalui kegiatan-kegiatan,
dikoreksi oleh para pelaksana yaitu lembaga/
instansi Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah. Selanjutnya Menteri/Bappeda
menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan
pelaksanaan rencana pembangunan yang
bersangkutan sesuai tugas dan kewenangannya.
d. Evaluasi pelaksanaan rencana
Dilakukan secara sistemas melalui pengumpulan
dan analisis data dan informasi untuk menilai
pencapaian tujuan, sasaran dan kinerja teknis
pelaksanaan pembangunan. Evaluasi ini diukur
berdasarkan indikator kinerja yang tercantum
dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator
ini mencakup input, output, hasil (result), manfaat
(benet) dan dampaknya (impact). Pelaksanaan
evaluasi ini bersifat wajib bagi semua instansi atau
unit kerja pelaksana program pembangunan.Adapun sistemaka dokumen perencanaan mencakup
Ketentuan Umum, Asas dan Tujuan Pembangunan,
Ruang Lingkup, Tahapan Perencanaan, Penyusunan
dan Penetapan Rencana, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana, Data dan Informasi,
Kelembagaan, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan
Penutup.
Untuk tahun 20042009 telah disusun RPJM Nasional
sebagai agenda pembangunan nasional. Agenda
pembangunan ini disusun dengan memperhakan
adanya 11 (sebelas) permasalahan pokok
pembangunan, yaitu:
1. Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi
nasional,
2. Kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih
rendah,
3. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah ini
dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengelola
sumberdaya alam dan lingkungan hidup,
4. Kesenjangan pembangunan antar daerah masih
lebar,
5. Kurangnya perbaikan kesejahteraan rakyat; dan
masalah ini sangat dipengaruhi oleh lemahnya
dukungan infrastruktur pembangunan.
6. Belum tuntasnya penanganan aksi separasme
di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) dan Papua
untuk menjamin Negara Kesatuan RI,
7. Masih ngginya kejahatan konvensional dan
transnasional,
8. Masih adanya ancaman keamanan nasional baik
dari dalam negeri maupun luar negeri, terutama
mengingat luasnya wilayah RI serta beragamnya
kondisi sosial, ekonomi dan budaya,
9. Masih banyaknya peraturan perundang-undangan
yang belum mencerminkan keadilan, kesetaraan,
dan penghormatan serta perlindungan terhadap
hak asasi manusia,
10. Rendahnya kualitas pelayanan umum sebagai
akibat masih adanya penyalahgunaan wewenang
dan rendahnya kinerja aparatur pemerintah, dan
11. Belum kuatnya lembaga polik, lembaga
penyelenggara negara, dan lembaga masyarakat.
Adapun masalah lain yang juga penng dan mendasaradalah lemahnya karakter bangsa, belum terbangunnya
sistem pembangunan berkelanjutan, melemahnya rasa
nasionalisme, belum terlembaganya nilai-nilai utama
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
15/58
2
Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi | 5
Bab
kebangsaan, dan belum siapnya sistem pembangunan
pemerintah dalam mengansipasi perubahan.
Berdasarkan permasalahan dan tantangan di atas,
kemudian dirumuskan Visi Pembangunan Nasional
Indonesia untuk tahun 2004 2009, yaitu:
Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara yang aman, bersatu, rukun, dan damai; Terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara
yang menjunjung nggi hukum, kesetaraan, dan
hak asasi manusia; serta
Terwujudnya perekonomian yang mampu
menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan
yang layak serta memberikan landasan yang kokoh
bagi pembangunan berkelanjutan.
Selanjutnya ditetapkan 3 (ga) Misi Pembangunan,
yaitu:
Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokras
Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera
Untuk mewujudkan Visi dan Misi tersebut di atas
kemudian dirumuskan 2 (dua) Strategi Pokok
Pembangunan Indonesia, yaitu:
1. Strategi Penataan Kembali Indonesia
Diarahkan untuk menyelamatkan sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
UUD 45 agar tetap tegak sebagai Negara Kesatuan
RI dan berkembangnya pluralitas sesuai dengan
prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
2. Strategi Pembangunan Indonesia
Diarahkan untuk membangun Indonesia di segala
bidang agar hak dasar rakyat terpenuhi dan
tercipta landasan pembangunan yang kokoh.
Adapun jabaran sasaran dan prioritas pembangunan
yang telah tersusun adalah sebagai berikut (khusus
untuk yang terkait dengan Lingkungan Hidup serta
sumberdaya alam akan dirinci lebih lanjut):
1. Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
a. Sasaran 1 : penurunan ketegangan danancaman konik antar kelompok
dalam masyarakat
b. Sasaran 2 : kokohnya NKRI berdasarkan
Pancasila
c. Sasaran 3 : semakin berperannya RI dalam
perdamaian dunia
2. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokras
a. Sasaran 1 : peningkatan keadilan dan
penegakan hukum yang adil
b. Sasaran 2 : terjaminnya keadilan jender bagi
peningkatan peran perempuandalam pembangunan
c. Sasaran 3 : peningkatan pelayanan umum
dengan menyelenggarakan otonomi
daerah dan kepemerintahan
daerah
d. Sasaran 4 : peningkatan pelayanan birokrasi
kepada masyarakat
e. Sasaran 5 : terlaksananya pemilihan umum
tahun 2009 secara demokras,jujur, dan adil
3. Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera
a. Sasaran 1 : menurunkan jumlah penduduk
miskin menjadi 8,2% pada tahun
2009.
Prioritas yang ditetapkan:
penanggulangan kemiskinan
peningkatan investasi dan ekspor non-migas
peningkatan daya saing industri manufaktur
revitalisasi pertanian
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro,
kecil, dan menengah
peningkatan pengelolaan BUMN
peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan
perbaikan iklim ketenagakerjaan
pemantapan stabilitas ekonomi makro
b. Sasaran 2 : berkurangnya kesenjangan
antarwilayah.
Prioritas yang ditetapkan:
pembangunan perdesaan
pengurangan kempangan pembangunan
wilayah
c. Sasaran 3 : peningkatan kualitas manusiasecara menyeluruh.
Prioritas yang ditetapkan:
peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan
yang lebih berkualitas
peningkatan akses rakyat terhadap layanan
kesehatan yang lebih berkualitas
peningkatan perlindungan dan kesejahteraan
sosial
pembangunan kependudukan dan keluarga
kecil berkualitas serta pemuda dan olah raga
peningkatan kualitas kehidupan beragama
d. Sasaran 4 : membaiknya mutu lingkunganhidup dan pengelolaan sumberdaya
alam yang mengacu pada
pengarusutamaan (mainstreaming)
prinsip pembangunan berkelanjutan
di seluruh sektor dan bidang
pembangunan.
Prioritas yang ditetapkan adalah perbaikan
pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
mutu lingkungan hidup; dengan arah kebijakan
pembangunannya melipu:
1. mengelola sumberdaya alam untukdimanfaatkan secara esien, adil dan
berkelanjutan yang didukung oleh
kelembagaan yang andal dan penegakan
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
16/58
2
| Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi6
Bab
hukum yang tegas
2. mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup yang lebih parah,
sehingga laju kerusakan dan pencemaran
semakin menurun
3. memulihkan kondisi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup yang rusak4. mempertahankan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup yang masih dalam kondisi
baik untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan
serta meningkatkan mutu dan potensinya
5. meningkatkan kualitas lingkungan hidup
e. Sasaran 5 : membaiknya infrastruktur sebagai
sarana penunjang pembangunan.
Prioritas yang ditetapkan adalah percepatan
pembangunan infrastruktur.
B. Strategi Pembangunan Berkelanjutan
Seper disebutkan dalam sasaran, prioritas, dan arah
kebijakan pembangunan dalam RPJM 20042009,
strategi pembangunan berkelanjutan ini juga tercakup
dalam sasaran pembangunan untuk melestarikan
lingkungan hidup dan perbaikan pengelolaan
sumberdaya alam.
Pada bagian awalnya dijelaskan terlebih dahulu bahwa
untuk mewujudkan sasaran ini, Indonesia sedang
menghadapi permasalahan sebagai berikut:
1. Terus menurunnya kondisi hutan Indonesia;pengelolaan hutan berkelanjutan belum opmal
karena pembagian wewenang dan tanggungjawab
pengelolaan hutan belum tegas.
2. Lemahnya hukum sehingga masih terjadi
pembalakan liar hasil hutan (illegal logging).
3. Rendahnya kapasitas pengelola hutan.
4. Belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan
non-kayu dan jasa-jasa lingkungan lainnya.
5. Kerusakan DAS.
6. Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak.
7. Permasalahan batas wilayah laut dengan negara
tetangga.8. Berkembangnya pencurian ikan dan pola
penangkapan yang merusak lingkungan hidup.
9. Potensi kelautan belum dimanfaatkan secara
opmal.
10. Pengelolaan pulau-pulau kecil belum opmal.
11. Citra dan pengelolaan usaha pertambangan yang
merusak lingkungan.
12. Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman
haya (biodiversity).
13. Pencemaran air semakin meningkat.
14. Kualitas udara, khususnya di kota-kota besar,
semakin menurun.
15. Sistem migasi bencana alam belum dikembangkan
secara baik.
16. Kedakpasan hukum dalam pengelolaan bidang
pertambangan.
17. Terjadinya penurunan kontribusi migas dan hasil
tambang bagi penerimaan negara.
18. Belum ada cara pengelolaan limbah berbahaya
secara sistemas dan terpadu.
19. Belum terlaksana adaptasi kebijakan menanggapi
perubahan iklim.
20. Isu lingkungan global belum dipahami menjadi
bagian dari pembangunan nasional dan daerah.21. Belum harmonisnya peraturan perundangan
lingkungan hidup.
22. Masih rendahnya kesadaran rakyat dalam
pemeliharaan lingkungan hidup.
Memahami permasalahan dan tantangan di atas,
maka sasaran pembangunan lingkungan hidup yang
ditetapkan pemerintah dapat dirinci sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas air permukaan (sungai,
danau, dan situ), sekaligus pengendalian dan
pemantauan terpadu antarsektor.
2. Terkendalinya pencemaran pesisir dan laut melalui
usaha konservasi tanah.
3. Meningkatkan kualitas udara, khususnya di daerah
perkotaan, melalui kebijakan transportasi yang
ramah lingkungan.
4. Pengurangan penggunaan bahan perusak ozon
(BPO) secara bertahap sampai dengan tahun
2010.
5. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap
perubahan iklim global.
6. Pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman
haya secara berkelanjutan sesuai dengan IBSAP
(Indonesian Biodiversity Strategy and Acon Plan)
20032020.7. Meningkatkan upaya pengelolaan sampah
perkotaan dengan menempatkan faktor lingkungan
sebagai penentu kebijakan.
8. Meningkatkan sistem pengelolaan limbah B3.
9. Tersusunnya informasi dan peta wilayah yang
rentan terhadap kerusakan lingkungan dan
bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi,
tsunami, dan lainnya).
10. Tersusunnya aturan pendanaan bagi pelestarian
lingkungan hidup yang inovaf.
11. Meningkatkan diplomasi internasional.
12. Meningkatkan kesadaran rakyat akan penngnyakonservasi lingkungan hidup dan sumberdaya
alam.
Sementara itu, pembangunan lingkungan hidup secara
khusus diarahkan untuk:
1. Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh
bidang pembangunan.
2. Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan
hidup di ngkat nasional dan daerah.
3. Meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan
hukum lingkungan dan penegakannya secara
konsisten terhadap pencemaran lingkungan.4. Meningkatkan upaya pengendalian dampak
lingkungan akibat kegiatan pembangunan.
5. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
17/58
2
Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi | 7
Bab
lingkungan hidup, baik di ngkat nasional maupun
daerah, terutama dalam menangani permasalahan
yang bersifat akumulaf, fenomena alam yang
musiman, dan bencana.
6. Membangun kesadaran rakyat agar peduli pada
isu lingkungan hidup dan berperan akf sebagai
kontrol-sosial dalam memantau kualitas lingkungan
hidup; dan7. Meningkatkan penyebaran data dan informasi
lingkungan, termasuk informasi wilayah-wilayah
rentan dan rawan bencana lingkungan dan
informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.
Selanjutnya, arah pembangunan di atas dijabarkan
dalam program-program pembangunan yang
langsung terkait dengan urusan lingkungan hidup dan
pengelolaan sumberdaya alam, sebagaimana tercantum
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7
tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional tahun 2004 2009, sebagai
berikut:
1. Program perlindungan dan konservasi sumberdaya
alam.
Program ini bertujuan untuk menjamin kualitas
ekosistem agar fungsinya sebagai penyangga
sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik.
Kegiatan pokok yang tercakup antara lain:
a. Pengkajian kembali kebijakan perlindungan
dan konservasi sumberdaya alam;
b. Perlindungan sumberdaya alam dari
pemanfaatan yang eksploitaf dan dak
terkendali terutama di kawasan konservasitermasuk kawasan konservasi laut dan
lahan basah serta kawasan lain yang rentan
terhadap kerusakan;
c. Perlindungan hutan dari kebakaran;
d. Pengembangan koordinasi kelembagaan
pengelolaan DAS terpadu;
e. Pengelolaan dan perlindungan
keanekaragaman haya dari ancaman
kepunahan, baik yang ada di daratan maupun
di pesisir dan laut;
f. Pengembangan sistem insenf dan disinsenf
dalam perlindungan dan konservasi
sumberdaya alam;
g. Perumusan mekanisme pendanaan bagi
kegiatan perlindungan dan konservasi
sumberdaya alam;
h. Pengembangan kemitraan dengan perguruan
nggi, masyarakat setempat, lembaga swadaya
masyarakat, legislaf, dan dunia usaha dalam
perlindungan dan pelestarian sumberdaya
alam;
i. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan
dunia usaha dalam perlindungan sumberdaya
alam;
j. Pengembangan sistem perlindungan tanamandan hewan melalui pengendalian hama
penyakit dan gulma secara terpadu yang
ramah lingkungan;
k. Pengkajian dampak hujan asam (acid
deposion) di sektor pertanian;
l. Penyusunan tata ruang dan zonasi untuk
perlindungan sumberdaya alam, terutama
wilayah-wilayah yang rentan terhadap gempa
bumi tektonik dan tsunami, banjir, kekeringan,
serta bencana alam lainnya;
m. Pengembangan hak paten jenis-jeniskeanekaragaman haya asli Indonesia dan
serkasi jenis;
n. Pengembangan daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
o. Penetapan kriteria baku kerusakan; serta
p. Pengusahaan dana alokasi khusus (DAK)
sebagai kompensasi daerah yang memiliki dan
menjaga kawasan lindung.
2. Program rehabilitasi dan pemulihan cadangan
sumberdaya alam.
Program ini bertujuan untuk merehabilitasi alam
yang telah rusak dan mempercepat pemulihan
cadangan sumberdaya alam sehingga selain
berfungsi sebagai penyangga kehidupan juga
dapat berpotensi untuk dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Kegiatan pokok dari program ini
antara lain mencakup:
a. Penetapan wilayah prioritas rehabilitasi
pertambangan, hutan, lahan, dan kawasan
pesisir serta pulau-pulau kecil;
b. Peningkatan kapasitas kelembagaan, sarana,
dan prasarana rehabilitasi hutan, lahan, dan
kawasan pesisir serta pulau-pulau kecil;
c. Peningkatan efekvitas reboisasi yang
dilaksanakan secara terpadu;
d. Rehabilitasi ekosistem dan habitat yang
rusak di kawasan hutan, pesisir (terumbu
karang, mangrove, padang lamun, dan
estuaria), perairan, dan bekas kawasan
pertambangan, disertai pengembangan sistem
manajemennya;
e. Pengkayaan atau restocking sumberdaya
pertanian dan perikanan;
f. Rehabilitasi daerah hulu untuk menjamin
pasokan air irigasi pertanian dan mencegah
terjadinya erosi dan sedimentasi di wilayahsungai dan pesisir; serta
g. Revitalisasi danau, situ, dan sumber-sumber
air lainnya, khususnya di Jabodetabek dan
kota-kota besar lainnya.
3. Program pengembangan kapasitas pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas pengelolaan melalui pelaksanaan
prinsip-prinsip Good Environmental Governance
(transparansi, parsipasi, dan akuntabilitas).
Kegiatan pokok dari program ini antara lainadalah:
a. Pengkajian dan analisis instrumen pemanfaat-
an sumberdaya alam secara berkelanjutan;
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
18/58
2
| Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi8
Bab
b. Peningkatan kapasitas kelembagaan
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup di pusat dan daerah, termasuk lembaga
masyarakat adat;
c. Peningkatan peran serta rakyat dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup melalui pola kemitraan;
d. Pengembangan sistem pengendalian danpengawasan sumberdaya alam termasuk
sistem penanggulangan bencana;
e. Pengembangan sistem pendanaan alternaf
untuk lingkungan hidup;
f. Peningkatan koordinasi antarlembaga baik di
pusat maupun di daerah;
g. Pengembangan peraturan perundangan
lingkungan hidup dalam pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup;
h. Penegakan hukum terpadu dan penyelesaian
hukum atas kasus perusakan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup;
i. Pengesahan, penerapan, dan pemantauan
perjanjian internasional di bidang lingkungan
hidup yang telah disahkan;
j. Upaya pembentukan Dewan Nasional
Pembangunan Berkelanjutan;
k. Pendirian Komisi Keanekaragaman Haya
yang didahului dengan pendirian sekretariat
bersama m terpadu keanekaragaman haya
nasional;
l. Penyempurnaan prosedur dan sistem
perwakilan Indonesia dalam berbagai konvensi
internasional bidang lingkungan hidup;m. Pengkajian kembali dan penerapan kebijakan
pembangunan melalui internalisasi prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan;
n. Peningkatan pendidikan lingkungan hidup
secara formal dan non-formal; dan
o. Pengembangan program Good Environmental
Governance (GEG) secara terpadu dengan
program good governancedi bidang lainnya.
4. Program peningkatan kualitas dan akses informasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Program ini bertujuan untuk mendukungperencanaan pemanfaatan sumberdaya alam dan
perlindungan fungsi lingkungan hidup. Kegiatan
pokok program ini antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Penyusunan data sumberdaya alam, baik data
potensi maupun data daya dukung kawasan
ekosistem, termasuk di pulau-pulau kecil;
b. Pengembangan valuasi sumberdaya alam
melipu hutan, air, pesisir, dan cadangan
mineral;
c. Penyusunan neraca sumberdaya alam nasional
dan neraca lingkungan hidup;d. Penyusunan dan penerapan produk domesk
bruto hijau (PDB Hijau)
e. Penyusunan data potensi sumberdaya hutan
dan Neraca Sumberdaya Hutan (NSDH);
f. Pendataan dan penyelesaian tata hutan dan
kawasan perbatasan dengan negara tetangga;
g. Penyusunan indikator keberhasilan
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup;
h. Penyebaran dan peningkatan akses informasi
kepada rakyat, termasuk informasi migasibencana dan potensi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup;
i. Pengembangan sistem informasi dini yang
berkaitan dengan dinamika global dan
perubahan kondisi alam, seper gempa bumi,
tsunami, banjir, dan kekeringan;
j. Pengembangan sistem informasi terpadu
mengenai pemantauan kualitas lingkungan
hidup antara nasional dan daerah;
k. Sosialisasi, pelaksanaan, dan pemantauan
berbagai perjanjian internasional baik di
ngkat pusat maupun daerah;
l. Penyusunan laporan Status Lingkungan Hidup
Indonesia (SLHI) sebagai alat pendukung
pengambilan keputusan publik; dan
m. Peningkatan keterlibatan peran rakyat dalam
bidang informasi dan pemantauan kualitas
lingkungan hidup.
5. Program pengendalian pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah
kerusakan lingkungan hidup, baik di darat, perairan
tawar dan laut, maupun udara, sehingga rakyatmemperoleh kualitas lingkungan hidup yang
bersih dan sehat. Kegiatan pokok dari program
ini secara keseluruhan terfokus pada upaya-
upaya pencegahan kerusakan lingkungan, dengan
penekanan pada kasus-kasus kualitas udara (emisi
gas buang), air tanah, dan sampah di daerah
perkotaan atau kabupaten, serta permasalahan
regulasi dan kelembagaan berikut pendanaannya.
Kajian terhadap konsep pembangunan nasional yang
tertuang dalam UU SPPN dan operasionalisasinya
melalui RPJM 20042009 ini dapat memberikan
indikasi adanya beberapa hal tentang lingkungan hidup
dan sumberdaya alam yang perlu menjadi perhaan,
jika dikaitkan dengan kemungkinan penerapan konsep
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Terdapat kesulitan dalam memahami struktur pemikiran
yang sistemik dalam konteks fenomena dinamika
lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya
alam, sebagaimana yang terjadi dalam satu perilaku
ekosistem. Segala daar substansi dalam arah, strategi
dan program yang ada lebih menunjukkan semacam
paral shopping list yang cenderung berorientasipada objek kembang satu kerangka pemikiran
konstrukf hasil sintesa kompleksitas fenomena
lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
19/58
2
Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi | 9
Bab
pada satu kesatuan geogras negara kepulauan tropis
Indonesia yang khas. Hal tersebut terlihat dengan
ditetapkannya urusan hutan, pertambangan minyak
dan gas, serta pertambangan mineral dan batu bara
sebagai satu pembahasan tersendiri sejajar dengan
urusan lingkungan hidup dan sumberdaya alam.
Demikian pula dengan adanya beberapa bur program
yang tumpang ndih. Sebagai contoh, kegiatankonservasi disinggung dalam dua program yang
berbeda sementara isi kegiatannya kurang lebih sama,
yaitu pada program konservasi sumberdaya alam dan
program pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
laut. Secara konsep dan realitanya, urusan-urusan tadi
seharusnya ada dalam satu lingkup besar lingkungan
hidup dan sumberdaya alam, sementara urusan hutan,
laut, dan pertambangan merupakan sub-bagian dari
sumberdaya alam. Hal ini menjadi lebih rumit dengan
adanya fakta bahwa sebagai hasil kebijakan publik
yang semesnya melibatkan sistem birokrasi dan
sistem polik, dokumen RPJM ini dak menjadi bahanpermbangan utama agar tercipta satu konvergensi
antara idealisme dan realita, hingga dapat tercipta
satu kebijakan publik yang realisk dalam konteks
keberagaman atau heterogenitas sosial-budaya-polik-
ekonomi yang menjadi ciri stakeholdersdi Indonesia.
Lebih jauh lagi, walaupun disebutkan adanya program
peningkatan kapasitas, namun dak disebutkan
keberadaan lembaga legislaf baik di pusat maupun
di daerah sebagai unsur utama dalam mekanisme
pembuatan kebijakan. Hal-hal pokok di atas inilah yang
menjadi dasar bagi kemungkinan adanya satu kesulitan
tersendiri dalam hal menerjemahkannya pada satumekanisme atau metode pengambilan keputusan
sampai dengan implementasinya.
Argumentasi selanjutnya yang terkait dengan masalah
tersebut adalah sebagai berikut:
Adanya perbedaan pemahaman mengenai
konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) seper yang telah dikonvensikan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Secara formal,
denisi pembangunan berkelanjutan sudah
ditetapkan dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab 1 pasal 1:
Bahwa pengertian pembangunan berkelanjutanyang berwawasan lingkungan hidup adalahupaya sadar dan terencana yang memadukanlingkungan hidup, termasuk sumberdaya kedalam proses pembangunan untuk menjaminkemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidupgenerasi masa kini dan generasi masa depan.
Hal ini sangat substansial mengingat pembangunan
lingkungan adalah basis dari mainstreaming
pembangunan berkelanjutan. Lebih dari itu,
pembangunan berkelanjutan ini dalam RPJM
dak dimaknai sebagai outcome pembangunan,dimana keselarasan antara aspek sosial, ekonomi,
dan lingkungan hidup adalah syarat pokoknya.
Pengeran pembangunan berkelanjutan
masih diperlakukan secara parsial pada ngkat
operasionalisasi pembangunan sektoral. Dengan
demikian, tecermin kuat bahwa kegiatan
pembangunan berkelanjutan ini cenderung
dirancang secara parsial, bukan sebagai payung
konsep yang menjadi landasan operasional
outcome pembangunan Indonesia. Lebih jauh
lagi, argumentasi ini diperkuat dengan gambaranberikut:
Konsep lingkungan hidup masih tetap dipandang
sebagai satu bidang pembangunan yang sejajar
dengan bidang sektoral lainnya. Di sisi lain, terlihat
jelas adanya inkonsistensi konsep lingkungan
hidup yang digunakan dalam SPPN dan RPJM ini.
Bahkan dalam penjabaran sasaran, prioritas, dan
arah pembangunan lebih perlu ditegaskan dan
diluruskan mengiku klausul dalam Bab 1 pasal
1 Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu:
bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan1.
ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan mahluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk lain.
bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah2.
upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang melipu kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup.
Adanya pergeseran penekanan ke arah penngnya
polik dan sosial-budaya untuk demokrasasi dan
kesetaraan, namun sektor ekonomi masih menjadi
generator utama pembangunan Indonesia yang
dianggap mampu menciptakan kesejahteraan bagi
rakyat Indonesia. Hal ini memperkuat argumentasi
bahwa pendulum dalam konsep segiga
kepenngan pembangunan berkelanjutan (sosial
ekonomi lingkungan hidup) masih belum dirancang
secara tepat, apalagi konsisten. Maksudnya, jika
RPJM 2004 2009 diterapkan secara ketat, maka
pembangunan masih bertumpu pada upaya-
upaya pemanfaatan sumberdaya (terutama alam)
untuk kepenngan ekonomi semata, sehingga
konsekuensi yang berupa kemungkinan terjadinya
kedakseimbangan ekosistem masih akan terjadi.
Adanya bab yang menjelaskan tentang
lingkungan hidup dan pemanfaatan sumberdaya
alam yang memerlukan ndakan proteksi dan
pemeliharaan mutu lingkungan hidup, serta
keberlanjutan ketersediaan sumberdaya alam.
Namun karena peletakan posisi komponen
ini semata-mata hanya sebagai bagian dari
cakupan kebijakan pembangunan, maka secarametodologis teridenkasi sebagai suatu bagian
pembangunan yang bersifat fragmentedbukan
sistemik sehingga masih diragukan untuk dapat
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
20/58
2
| Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi10
Bab
berperan dalam mainstreaming pembangunan
berkelanjutan. Di sisi lain, fenomena lingkungan
hidup beserta komponen sumberdaya alam
dan sumber-sumber budaya adalah satu sistem
perilaku yang interdependen.
Keadaan penjelasan tahapan dalam proses
pembangunan untuk mencapai tujuannya juga
dapat memberikan keraguan akan efekvitaspencapaiannya. Dengan kata lain, ada kesan bahwa
RPJM ini berupa paral shopping list program
pembangunan, tetapi cara (how to achieve),
tujuan, sasaran, dan target pembangunan serta
sistem pengendaliannya sama sekali dak ada
(sedak-daknya) pengarahannya.
Lebih dari itu, jika kembali kepada pendekatan
yang digunakan dan permasalahan nasional
yang diidenkasi dalam dokumen RPJM, dapat
dikatakan bahwa pendekatan-pendekatan
tersebut (polik, teknokrak, parsipaf dan top-
down/boom-up) masih dilakukan secara terbatas
dan parsial, atau dak terjadi proses sinkronisasi
di antaranya. Indikasi praks yang menunjukkan
keadaan ini adalah masih banyaknya konik antar
pembangunan sektoral maupun daerah, dan juga
konik sosial-budaya-polik. Indikasi lain adalah
munculnya keinginan pemekaran wilayah (lebih
dari 150 daerah yang ingin bahkan sebagian
sudah membentuk pemerintahan daerah baru)
yang mereeksikan menguatnya gerakan polisi
lokal untuk menentukan arah pembangunan
daerahnya sendiri, selain ambisi untuk memperoleh
kekuasaan yang lebih besar.
Kondisi ini dimungkinkan oleh struktur proses
pengambilan keputusan, dimana sistem administrasi
(eksekuf) dan sistem polik (legislaf) masih
kuat dipengaruhi pola orientasi sektoral. Selain
itu, masih kuatnya pikal sistem clienlisc atau
patronage model dalam dinamika sistem polik
di Indonesia, menyebabkan kepenngan untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat atau membangun
kekuatan pembangunan ekonomi (welfare state
model dan economic development model) belum
sepenuhnya menjadi kepenngan utama operasional
pembangunan. Dengan kata lain, ada semacam sikapapas dalam memahami visi pembangunan nasional
sebagai amanat bangsa.
Namun demikian, ada satu peluang kemungkinan
dalam konteks penerapan konsep KLHS, khususnya
dengan semakin eksibelnya ruang publik untuk
berparsipasi melalui berbagai jalur media, sehingga
dapat menciptakan tekanan sosial. Tekanan sosial
ini secara teoris dapat diharapkan menjadi aspirasi
yang diserap dan dijadikan sebagai isu polik, untuk
kemudian menjadi agenda pembuatan kebijakan
pembangunan. Harapan ini sejalan dengan yang
ditetapkan dalam RPJM 2004 2009, khususnya dalampenjelasan tentang ga bur terakhir dari kegiatan
pokok Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, serta pada
Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Sayangnya
kegiatan ini dak diposisikan sebagai program payung
yang bersifat holisk dari keseluruhan program
pembangunan berkelanjutan, sebagaimana loso
dari KLHS.
Adapun peraturan perundangan lain yang relevan
dan dapat disinergikan dengan urusan lingkunganhidup adalah undang-undang penataan ruang. Hal
ini dimungkinkan mengingat loso, konsep, sampai
dengan teknis penerapannya merupakan satu horizon
yang idenk. Sementara itu, secara praks dapat
dipahami bahwa hampir seluruh aspek rencana
pembangunan memerlukan lokasi atau ruang untuk
mengalokasikan kegiatannya.
C. Peluang Aplikasi KLHS dalam Kebijakan
Pembangunan
Mengacu pada UU SPPN, UU Lingkungan Hidup, dan
RPJM 2004 2009 serta UU Otonomi Daerah berikutarahan penyelenggaraan pemerintahan daerah
dari Dirjen PUOD, konsep KLHS secara losos dan
konseptual sangat relevan menjadi bagian pokok arah
kebijakan pembangunan, dengan mengingat bahwa
pembangunan lingkungan merupakan dasar bagi
pembangunan berkelanjutan. Konsep KLHS memiliki
kapasitas untuk menjadi payung yang mengintegrasikan
permasalahan riel dan kebutuhan pembangunan
dengan proses pengambilan kebijakan pembangunan
yang lebih bersifat holisk dan sistemik bukan
kepenngan pragmas sektoral semata yang sarat
dengan konik dan perilaku eksploitaf sumberdayaalam. Bahkan dari sisi kepenngan polik, penerapan
konsep KLHS memiliki potensi sebagai integrator
kekuatan-kekuatan polik yang berkembang melalui
mekanisme dinamika partai polik, yaitu kampanye
polik dan sistem pemilihan umum.
Namun demikian, permasalahan yang muncul
dan menjadi perhaan untuk dicarikan terobosan
solusinya dalam kondisi saat ini adalah pada tatanan
metode penerapannya, karena dalam acuan struktur
kebijakan khususnya dalam kaitannya dengan
instusionalisasinya masih ditemui inkonsistensi,
serta belum terdenisi secara operasional dansistemak. Belum lagi dengan adanya kemungkinan
kedakserasian antarkebijakan sektoral yang seringkali
menimbulkan konik, dimana masing-masing kebijakan
sektoral dipayungi oleh kekuatan hukum yang setara
ngkatannya (antar Undang-Undang, Peraturan
Presiden hingga Peraturan Daerah).
Mengingat kondisi di atas, terlihat perlunya dilakukan
terobosan-terobosan kreaf untuk menghasilkan
inovasi dalam merancang kebijakan strategis
pembangunan melalui pemanfaatan instrumen
peraturan perundangan yang berlaku serta legimasi
kelembagaan, dimana keterlibatan rakyat yang secarariel terkait langsung dengan fenomena lingkungan
hidup menjadi kuncinya. Pada prakteknya, sesuai
dengan denisi yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
21/58
2
Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi | 11
Bab
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU
Tata Ruang (UU No. 26 tahun 2007), di manapun ada
kehidupan atau kegiatan manusia pas terkait secara
sistem atau fungsional dengan permasalalan lingkungan
hidup. Oleh karena itu menjadi semakin mendesak
untuk dilakukan terobosan dalam merumuskan
development administraon KLHS (terkait dengan
sistem polik, sosial-budaya-ekonomi dan birokrasi)mengiku konteks perkembangan kepenngan
pembangunan Indonesia masa kini dan mendatang.
2. LANDASAN HUKUM
PEMBANGUNAN LINGKUNGAN
HIDUP DAN BERKELANJUTAN
SERTA RELEVANSINYA DENGAN
OTONOMI DAERAH
A. Lingkungan Hidup dalam Sistem Hukum
IndonesiaPada dasarnya, segala kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan lingkungan
hidup dan pembangunan berkelanjutan mengakar
pada UUD 45 pasal 33 yang menyatakan bahwa:
Tanah, air dan sumberdaya alam adalah milik
negara dan dikelola oleh pemerintah untuk
digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan hidup menetapkan secara
jelas bahwa lingkungan hidup terintegrasi dalam prosespengambilan keputusan pembangunan. Pernyataan ini
dapat ditemui pada pembukaan UU ini:
Bur (b) yang menyatakan bahwa, dalam rangka
untuk meningkatkan taraf hidup rakyat seper yang
diamanatkan dalam UUD 45 dan untuk mencapai
kehidupan yang harmonis sejalan dengan loso
Pancasila, dibutuhkan satu ndakan bertahap
untuk mengimplementasikan pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan sebagai
satu kesatuan kebijakan nasional demi memenuhi
kebutuhan generasi sekarang dan yang akan
datang.
Dalam bur (d) disebutkan bahwa, pengelolaan
lingkungan hidup ada dalam bingkai pembangunan
berkelanjutan (berwawasan lingkungan hidup)
sesuai dengan norma hukum dan aturan
yang berlaku dengan memperhakan aspirasi
masyarakat, perhaan terhadap pembangunan
lingkungan global, dan hukum internasional untuk
lingkungan hidup.
Di sisi lain, hukum sektoral mengatur pemanfaatan
atau eksploitasi ekonomis sumberdaya lingkungan,
seper UU Kehutanan, UU Sumberdaya Air, Pertanian,Perikanan, Penataan Ruang, dan lain-lain. Secara
substansial, instrumen-instrumen hukum ini masih
mengandung kecenderungan lemahnya perhaan
terhadap kepenngan pembangunan lingkungan
hidup. Ada kemungkinan nilai dan sikap yang tertuang
dalam instrumen-instrumen hukum sektoral ini
disebabkan oleh interpretasi sempit dari makna UUD
45 pasal 33 yang menyatakan bahwa sumberdaya alam
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, sehingga seolah-olah para pelaku ekonomi
mendapat juskasi untuk melakukan eksploitasiekonomis. Namun demikian, sesungguhnya isi pasal
ini dapat pula dimaknai bahwa eksploitasi ekonomi
sumberdaya alam diperbolehkan sepanjang untuk
kemakmuran rakyat Indonesia.
B. Desentralisasi dan Parsipasi Publik
Dalam UU SPPN dan RPJM ditegaskan penngnya peran
pemerintah daerah dalam mengimplementasikan
program-program pembangunan nasional di
daerah masing-masing. Penguatan peran pelaksana
pembangunan di daerah dirumuskan dalam Undang-
Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, dimana sistem pemerintahan daerah memiliki
hak otonom untuk menjalankan tugas kepemerintahan
secara terdesentralisasi. Ada dua tujuan utama
mengapa sistem desentralisasi yang diterapkan, yaitu:
1. Pemerintahan daerah dapat meningkatkan
kesejahteraan dengan memberikan layanan publik
di daerah.
2. Pemerintah daerah menjadi instrumen pendidikan
polik untuk mempromosikan demokrasasi di
daerah.
Adapun loso adanya pemerintah daerah, seper
yang dijelaskan Direktur Jenderal PUOD (PemerintahUmum dan Otonomi Daerah) Departemen Dalam
Negeri, adalah:
1. Pemerintah daerah ada karena rakyat.
2. Rakyat memberikan legimasi kepada wakil-wakil
rakyat melalui Pemilu.
3. Tugas DPRD dan Kepala Daerah dibantu pegawai
negeri sipil adalah mensejahterakan rakyat dengan
cara-cara demokras.
4. Kesejahteraan diukur dengan Human Development
Index(HDI).
5. Kata kuncinya adalah pelayanan publik.
6. Hasil akhir pemerintah daerah adalah pelayanandasar dan pengembangan sektor unggulan.
7. Pelayanan publik terdiri dari public goods dan
regulasi publik.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa
peran parsipasi rakyat akan menjadi dasar yang sangat
kuat bagi proses pengambilan kebijakan pembangunan
di daerah dan keberlangsungan penyelenggaraan
pemerintah daerah. Parsipasi rakyat dalam proses
pengambilan keputusan dan pengelolaan lingkungan
hidup ini sebelumnya telah ditegaskan dalam UU No.
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada
Bab 3 yang menetapkan Hak, Kewajiban dan Peran
Masyarakat sebagaimana tercantum dalam pasal 5,
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
22/58
2
| Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi12
Bab
pasal 6, dan pasal 7 seper yang dikup berikut ini.
Pasal 5
1. Seap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Seap orang mempunyai hak atas informasi
lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
3. Seap orang mempunyai hak untuk berperandalam rangka pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 6
1. Seap orang berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup.
2. Seap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan berkewajiban memberikan informasi
yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 7
1. Masyarakat mempunyai kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
2. Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas
dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan
masyarakat, dan kemitraan;
b. Menumbuhkembangkan kemampuan dan
kepeloporan masyarakat;
c. Menumbuhkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan
sosial;
d. Memberikan saran pendapat;
e. Menyampaikan informasi dan/atau
menyampaikan laporan.
Pasal-pasal di atas menunjukkan validitas akan hak dan
peran parsipaf rakyat dalam proses pembangunan
lingkungan hidupnya. Hal ini dapat diinterpretasikan
juga bahwa segala tahapan pembangunan, mulai dari
perumusan kebijakan, implementasi, dan pengendalian
lingkungan hidup, diamanatkan untuk dan bahkan
harus melibatkan rakyat.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah
perlu diperhakan adanya elemen-elemen pokok
sebagai berikut:
1. Fungsi pemerintah daerah
2. Struktur organisasi pemerintah daerah
3. Pegawai pemerintah daerah
4. Keuangan pemerintah daerah
5. Keterwakilan rakyat
6. Layanan publik
7. Supervisi
Elemen-elemen di atas merupakan satu sistemyang holisk bukan parsial dalam menjalankan
pemerintahan daerah. Strategi yang dibutuhkan dalam
menjalankan pemerintahan daerah secara garis besar
terdiri dari bur-bur berikut:
1. Penguatan ketujuh elemen di atas
2. Idenkasi susunan yang ideal seap elemen
tersebut dengan mengacu pada koridor UU
32/2004
3. Idenkasi kondisi eksisng ketujuh elemen
4. Idenkasi kesenjangan antara kondisi idealdan kondisi eksisng sehingga dapat diketahui
permasalahan, hambatan, dan lain-lainnya
5. Susun atau rumuskan rencana kerja untuk
masing-masing elemen dalam upaya mengatasi
kesenjangan di atas
6. Seluruh rencana kerja terikat dalam satu kesatuan
rancangan otonomi
Terkait dengan otonomi daerah, pemerintah daerah
terbagi dalam sejumlah cakupan urusan sebagai
berikut:
1. Rumpun Lingkungan Hidup, PU, Perumahan2. Rumpun Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga
3. Rumpun Kesehatan
4. Rumpun Penanaman Modal, UKM, Indag
5. Rumpun Kependudukan, Nakertrans, PP, BKKBN
6. Rumpun Perhubungan dan Kominfo
7. Rumpun Stask, Arsip
8. Rumpun Pertanahan
9. Rumpun Kesbangpol
10. Rumpun PMD, Sosial
11. Rumpun Kepegawaian
12. Rumpun Kelautan dan Perikanan Laut
13. Rumpun Pertanian, Perkebunan, Peternakan,
Tanaman Pangan, Kehutanan
14. Rumpun Pertambangan
15. Rumpun Pariwisata dan Kebudayaan
Kemudian kelima belas urusan tersebut dipilah ke
dalam dua kategori, yaitu:
a. Dinas urusan wajib:
1. Rumpun Lingkungan Hidup, PU, Perumahan
2. Rumpun Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga
3. Rumpun Kesehatan
4. Rumpun Penanaman Modal, UKM,
5. Rumpun Kependudukan, Nakertrans, PP,
BKKBNl6. Rumpun Perhubungan dan Kominfo
7. Rumpun Pertanahan
8. Rumpun Kesbangpol
9. Rumpun PMD, Sosial
b. Dinas urusan pilihan:
1. Rumpun Kelautan dan Perikanan Laut
2. Rumpun Pertanian, Perkebunan, Peternakan,
Tanaman Pangan, Perikanan Darat,
Kehutanan
3. Rumpun Pertambangan
4. Rumpun Pariwisata dan Kebudayaan
5. Rumpun Industri, Perdagangan
Sementara itu dalam perspekf kelembagaan,
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
23/58
2
Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi | 13
Bab
pemerintah daerah terbagi dalam dua kelompok,
yaitu:
a. Badan/kantor (techno structure):
1. Rumpun Perencanaan, BPS,
2. Rumpun Kepegawaian, Diklat, Arsip
3. Rumpun Keuangan
4. Rumpun Pengawasan
b. Pendukung (supporng sta):
1. Rumpun Asisten
2. Rumpun Biro/Bagian
Memahami kategori urusan pemerintah daerah ini,
dapat dikatakan bahwa seyogyanya urusan lingkungan
hidup dan perlindungan ketersediaan sumberdaya
alam menjadi salah satu agenda pokok pembangunan
di daerah.
Dalam kaitannya dengan proses pembuatan kebijakan
dan implementasi di ngkat daerah bagi kepenngan
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, pada dasarnya UU Otonomi Daerah dapat
dikatakan akomodaf. Namun di sisi lain dapat juga
terjadi sebaliknya, terutama jika dikaji dalam konteks
keuangan daerah yang mengharuskan daerah lebih
mampu menjadi mandiri. Hal ini memaksa para pelaku
pembangunan di daerah untuk lebih berorientasi
pada eksploitasi sumberdaya alam agar lebih
cepat mengakumulasikan pendapatan daerah yang
berakibat pada akselerasi kerusakan lingkungan hidup
dan kelangkaan sumberdaya alam. Sejumlah kasus
akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang dimaksud,
misalnya illegal logging, pertambangan di pemukiman
padat di Sidoarjo, penambangan pasir di kepulauanRiau, dan lain-lain. Situasi ini sangat dimungkinkan,
mengingat terbatasnya kapasitas pelaku pembangunan
dalam memahami dan mengoperasionalkan loso
pembangunan berkelanjutan atau diperkenalkan oleh
UNDP sebagai sustainable skills. Sejumlah pakar dari
IPB dan UI bahkan menyatakan bahwa, dengan adanya
UU Otonomi Daerah maka pemerintah daerah seper
memiliki legimasi untuk mengeksploitasi sumberdaya
alamnya, untuk kepenngan performa pembangunan
ekonomi daerahnya.
3. KONTEKS INSTITUSI DAN
ADMINISTRASI DALAM MENILAI
PERFORMA PEMBANGUNAN
LINGKUNGAN HIDUP
A. Tanggungjawab Perumusan Kebijakan,
Rencana, dan Program Pembangunan
Dasar hukum yang menjadi acuan tanggung jawab
dalam merumuskan kebijakan, rencana, dan program
pembangunan adalah UU No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Dalam UU SPPN tersebut, khususnya pada Bab 1tentang Kebijakan Umum, ditetapkan terminologi
kunci dari denisi kebijakan, rencana, dan program
serta hal-hal lain yang terkait. Selain itu, pada bagian
ini juga dijelaskan tahapan perencanaan.
Mengacu pada Peraturan Presiden No. 9 tahun 2005
tentang Status, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan
Tata Laksana Organisasi Kementerian RI, maka kita
kenal ga pe kementerian yang menjadi penanggung
jawab pelaksanaan pembangunan, yaitu:
Menteri Koordinator
Bertanggung jawab mendukung tugas presiden
dalam mengkoordinir perumusan kebijakan dan
perencanaan, serta sinkronisasi implementasi
kebijakan tersebut di antara bidang-bidang
pembangunan yang tergabung dalam portofolio
Menteri Koordinator yang bersangkutan.
Menteri yang membawahi sebuah Departemen
Mempunyai tugas untuk membantu presiden
melalui satu mekanisme pendelegasian otoritas
untuk melaksanakan bidang tertentu dari tugas
pemerintahan.
Menteri Negara
Mempunyai tugas untuk membantu presiden
dalam merumuskan kebijakan, dan koordinasi
bidang tugas khusus yang menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Pada saat ini ada ga Menteri Koordinator (Menko)
yaitu Menko Polik, Hukum, dan Keamanan; Menko
Perekonomian; dan Menko Kesejahteraan Rakyat.
Menteri Negara Lingkungan Hidup ada di antara
sepuluh kementerian di bawah koordinasi Menko
Kesejahteraan Rakyat.
Seper yang disebutkan di atas, Menko Kesejahteraan
Rakyat memiliki fungsi utama untuk mengkoordinasi
perencanaan dan kebijakan, agar diperoleh sinkronisasi
dan pengawasan implementasi penyejahteraan rakyat
dan pengurangan kemiskinan. Sepuluh kementerian
dalam koordinasi Menko Kesejahteraan Rakyat
adalah:
Departemen Kesehatan;
Departemen Pendidikan Nasional;
Departemen Sosial;
Departemen Agama;
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; Kementerian Negara Lingkungan Hidup;
Kementerian Negara Pemberdayaan Wanita;
Kementerian Negara Percepatan Pembangunan;
Kementerian Negara Perumahan Rakyat;
Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga;
Sementara itu, departemen memiliki otoritas tugas
fungsional pemerintahan untuk merumuskan dan
mengimplementasikan kebijakan pembangunan di
bidang yang bersangkutan. Departemen yang dimaksud
terdiri dari:
Departemen Dalam Negeri Departemen Luar Negeri
Departemen Keuangan
Departemen Perhubungan
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
24/58
2
| Kebijakan dalam Konteks Hukum dan Administrasi14
Bab
Departemen Pekerjaan Umum
Departemen Perindustrian
Departemen Perdagangan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Departemen Pertanian
Departemen Kehutanan
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral
Departemen Perikanan dan Kelautan Departemen Komunikasi dan Informasi
Departemen Pertahanan dan Keamanan
Di sisi lain, Menteri-menteri Negara bertanggung
jawab untuk merumuskan dan mengkoordinasikan
kebijakan nasional pada bidang-bidang yang bersifat
khusus. Urusan lingkungan hidup ditangani oleh
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH),
dengan tugas utamanya membantu presiden dalam
merumuskan dan mengkoordinasikan kebijakan bidang
lingkungan hidup beserta dampak lingkungan hidup.
Lembaga sejenis yang erat kaitannya dengan urusan
pembangunan lingkungan hidup adalah MenteriNegara Perencanaan Pembangunan merangkap Kepala
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, yang
bertugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan mengkoordinir bidang perencanaan
pembangunan. Keterkaitan kedua lembaga ini terwujud
dalam mekanisme perumusan dan penyelenggaraan
perencanaan pembangunan yang berorientasi pada
pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan.
B. Sikap Polik; Peluang dan Hambatan
Dalam bagian sebelumnya telah dijelaskan, bahwa
diperlukan satu ndakan yang bijak dalam pemanfaatansumberdaya alam dan lingkungan bagi pencapaian
tujuan pembangunan, seper diamanatkan UUD 45.
Selanjutnya, keselarasan kepenngan pelestarian
lingkungan hidup bagi proses pembangunan nasional,
juga tertuang dalam UU Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan UU tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Pada umumnya, hukum atau UU sektoral dak secara
spesik menyatakan keterkaitan kepenngan lingkungan
hidup dalam pembangunan sektoral. Namun melalui
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004
2009, keterkaitan ini telah dipertegas. Keterkaitan
yang telah diatur dalam satu undang-undang ini, dengandemikian, mengikat seluruh sektor pembangunan
melalui satu visi pembangunan yang gamblang, dengan
mengarusutamakan pembangunan berkelanjutan dan
menciptakan perbaikan kualitas lingkungan. Disamping
itu, juga relevan untuk mengkaitkan urusan ini dengan
kebijakan otonomi daerah dan parsipasi publik
dalam proses pengambilan keputusan pembangunan,
termasuk keterbukaan informasi dan hasil kajian
terhadap dampak lingkungan hidup secara regional.
Mengingat situasi inilah maka Kajian Lingkungan Hidup
Strategis menjadi sangat relevan, dan bahkan perlu
segera diadakan untuk mengarahkan kebijakan, strategi,
dan program pembangunan ke dalam mainstream
keberlanjutan. Sebagai catatan, perencanaan
pembangunan dirancang untuk kurun waktu berturut-
turut 20 tahunan, 5 tahunan, dan 1 tahunan. Dalam
konteks satu rangkaian proses atau mekanisme
perencanaan pembangunan dan penyelenggaraannya,
Kajian Lingkungan Hidup Strategis dapat berperan
sebagai asupan untuk meningkatkan ketepatan
dan esiensi pencapaian tujuan pembangunan.
Namun demikian, keterlibatan KLHS dalam seap
bagian proses perencanaan pembangunan masih
mengalami sejumlah hambatan. Hal ini, selain karenaketersediaan sumberdaya manusianya yang terbatas
dalam mengintegrasikan nilai-nilai lingkungan hidup,
terutama disebabkan oleh adanya sikap penolakan
(reluctant) dari departemen-departemen sektoral,
karena dianggap menghambat eksekusi pembangunan
dan sekaligus berpotensi menimbulkan tambahan
biaya.
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
25/58
3
Integrasi Permbangan Lingkungan: Pengalaman Indonesia | 15
Bab
Menyadari banyaknya permasalahan lingkunganhidup yang berskala regional ataupun nasionalbahkan lintas negara, dan dak cukup memadainya
instrumen AMDAL yang hanya berorientasi pada skala
proyek, kini telah dikembangkan satu instrumen yang
berskala regional sampai internasional pada tataran
strategis. Instrumen ini kemudian dipopulerkan dengan
islah Strategic Environment Assessment (SEA), yang
kemudian diterjemahkan sebagai Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS). KLHS kini dak hanya menjadi
perhaan, tetapi juga telah ditetapkan sebagai
mandatory atau direcve di sejumlah negara di Asia
dan Afrika, Australia, dan Selandia Baru, serta beberapa
badan dunia seper Uni Eropa, World Bank, dan Asian
Development Bank. Mengiku perkembangan ini, KLH
telah berinisiaf untuk mengembangkannya sejak
lebih dari lima tahun lalu.
Sebagaimana tahap inisiasi pada umumnya, kegiatan
yang terkait dengan pemikiran KLHS ini masih lebih
dikonsentrasikan pada studi dan pengenalan. Dengan
kata lain, kegiatan-kegiatan tersebut belum dapat
dikatakan sebagai kegiatan KLHS seutuhnya, sehingga
dapat dikatakan masih nearly SEA. Namun, sejalan
dengan semakin meningkatnya kesadaran dan
kebutuhan penyelesaian masalah lingkungan hidup
pada tataran regional dan strategis di Indonesia, maka
instrumen KLHS ini dituntut untuk segera menjadi
acuan dasar dalam mengkaji kebutuhan, perumusan
tujuan, dan strategi pembangunan nasional maupun
daerah. Tuntutan ini semakin kuat sejalan dengan UU
SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional)
dan RPJM 2004 2009. Sesuai dengan perannyamasing-masing, maka KLH, Bappenas, dan Depdagri
semakin intensif bekerja untuk merumuskan KLHS
ini sebagai satu instrumen nasional dan regional.
Bahkan KLHS ini telah diupayakan untuk menjadi
pegangan utama dalam merumuskan seap strategi
pembangunan berikut monitoring dan evaluasinya,
baik dalam konteks kewilayahan maupun sektoral.
1. BEBERAPA INISIATIF KLHS DI
INDONESIA
Dalam dua tahun terakhir ini, didukung oleh lembaga
donor dari Kerajaan Denmark (Danida), kega instansi
utama yaitu Bappenas, KLH, dan Depdagri bekerjasama
untuk merealisasikan konsep dan aplikasi KLHS ini.
Selanjutnya, konsep dan aplikasi KLHS diupayakan
secara terus menerus untuk menjadi bagian dari
kebijakan dan penyelenggaraan pembangunan.
Berikut ini adalah deskripsi sejumlah kegiatan yang
merupakan inisiaf penerapan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis yang telah dilakukan oleh Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, Bappenas, dan DepartemenDalam Negeri, bekerjasama dengan beberapa instansi
terkait baik di ngkat pusat maupun di daerah.
A. Kebijakan Pengelolaan SDA dan LH
Bidang Air [2004]
a. Deskripsi Singkat
Tidak terpenuhinya sumberdaya air secara kuantas,
kualitas, maupun konnuitas, meskipun telah banyak
kebijakan, rencana, dan program terkait maupun
peran serta berbagai pihak berkenaan dengan hal
tersebut, telah mendorong Kementerian Lingkungan
Hidup untuk menyusun pokok-pokok kebijakan
pengelolaan sumberdaya air yang lebih komprehensif
untuk melengkapi kebijakan, rencana, dan program
yang telah ada.
Dalam menyusun kebijakan ini digunakan perangkat
KLHS terhadap kebijakan, rencana, dan program
yang telah ada dan terkait dengan pengelolaan
sumberdaya air. Sebagai suatu upaya sistemas dan
logis dalam memberikan landasan bagi terwujudnya
pengelolaan sumberdaya air berkelanjutan melalui
proses pengambilan keputusan yang berwawasan
lingkungan, KLHS mengedepankan proses parsipaf
dan koordinaf yang melibatkan berbagai pihak terkait.
Kajian tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan,
yaitu pengumpulan data dan informasi, idenkasi
masalah dan kendala, njauan kebijakan yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah, serta
prakiraan dampak posif dan negaf dari kebijakan
yang ada. Langkah berikutnya adalah mengidenkasi
kebutuhan dan upaya solusinya, terutama kebutuhan
kebijakan dan strategi implementasinya.
Pokok-pokok kebijakan pengelolaan sumberdaya air
ini diharapkan dapat dijadikan permbangan dalam
penyusunan kebijakan, rencana, dan program para
pemangku kepenngan, baik di ngkat pusat, wilayah
maupun daerah. Dalam hal ini, sangat disadari bahwa
untuk mendorong pada pelaksanaan kebijakan masih
Integrasi PertimbanganLingkungan: Pengalaman Indonesia3
Bab
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
26/58
3
| Integrasi Permbangan Lingkungan: Pengalaman Indonesia16
Bab
menghadapi tantangan-tantangan, yaitu berupa
komitmen stakeholder untuk menjabarkan secara
kongkrit dalam bentuk program dan kegiatan.
b. Tipe KLHS
Kebijakan sektoral sumberdaya air.
c. Pendekatan dan Metode
Pendekatan kebijakan pengelolaan sumberdaya air
yang rasional adalah berbasis ekosistem (Gambar
1). Pendekatan ini menempatkan keterkaitan antar
komponen dalam keseluruhan sistem pengelolaan
sumberdaya air. Pendekatan ekosistem seper
tersebut pada Gambar 1 menunjukkan ga sub-
sistem yang harus menjadi perhaan dalam proses
pengelolaan sumberdaya air berkelanjutan, yaitu
sub-sistem produksi, sub-sistem distribusi, dan sub-
sistem konsumsi. Seluruh daya dan upaya seyogyanya
ditujukan untuk mencapai keseimbangan antar sub-
sistem atau keseimbangan secara proporsional dalam
sub-sistem itu sendiri.
Sub-sistem produksi merupakan sistem alam dalam
bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) atau cekungan air
tanah. Sub-sistem ini juga umum dikenal sebagai sistem
tata air. Besarnya produksi air, selain tergantung pada
besarnya curah hujan, juga ditentukan oleh karakterisk
dan kondisi DAS maupun cekungan air tanah. Dalam
banyak kasus, produksi air telah mengalami gangguan
yang bersifat antropogenik, utamanya terkait dengan
perubahan fungsi lahan dari yang bersifat meresapkan
air ke dalam tanah menjadi kurang/dak meresapkan
air.
Sub-sistem kedua dari keseluruhan sub-sistem
yang harus dipermbangkan dalam pengelolaan
sumberdaya air berkelanjutan adalah sub-sistem
distribusi. Kedudukan faktor distribusi air sangat erat
kaitannya dengan (1) jaminan akses rakyat kurang
mampu dalam memperoleh sumberdaya air, dan
(2) penentuan prioritas distribusi air untuk berbagai
keperluan, antara lain untuk rumah tangga, pertanian,
industri, dan keperluan sektoral lainnya. Untuk
dapat mewujudkan pengelolaan sumberdaya air
berkelanjutan, maka pola konsumsi air harus terkaitdengan sistem produksi sumberdaya air.
d. Tahapan Analisis
Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis
supply-demand dan analisis yang bersifat menggali
terjadinya konik pemanfaatan air, yang bersumber
pada akses terhadap sumberdaya air, prioritas
pemanfaatan air, dan dak atau kurang tersedianya air
pada musim kemarau. Analisis juga berupaya menggali
kemungkinan menerapkan pendekatan konservasi
sumberdaya air, misalnya melalui teknik pemanenan air
hujan (rainwater harvesng) dan mekanisme insenf-
disinsenf, selain prinsip-prinsip esiensi pemanfaatan
air.
Analisis kajian lingkungan hidup strategis dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
Pelingkupan:
Mengidenkasi isu-isu dan dampak penng yang
perlu dikaji dalam studi KLHS.
Alternaf Kebijakan, Rencana, dan/atau Program
(KRP):
Mengenali dan membandingkan sejumlah alternaf
KRP pengelolaan sumberdaya air, termasuk pilihan
alternaf terbaik dari perspekf kepenngan
lingkungan hidup.
Curah Hujan Air Permukaan
Tata Air
(produksi)
Tata Guna Air
(Konsumsi)
Tata Kelola
(Distribusi)
Tanah, Vegetasi, dll
[DAS, Cekungan Air
Tanah]
Tata Ruang
Tata Kelembagaan
KRP = Kebijakan, Rencana, Program
KRP KRP
KRP
KRP
( + )
( - )
Gambar 1. Pendekatan Ekosistem dalam Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air
-
5/28/2018 KLHS Sbg Terobosan Pengelolaan LH
27/58
3
Integrasi Permbangan Lingkungan: Pengalaman Indonesia | 17
Bab
Analisis Lingkungan (Evaluasi dan Valuasi Dampak
Lingkungan):
Mendeskripsi dampak lingkungan yang akan
mbul akibat KRP dan menentukan bagaimana
deskripsi dampak tersebut ditampilkan. Mengenali,
memprakirakan dan mengevaluasi dampak KRP
pengelolaan sumberdaya air termasuk alternafnya.
Menentukan signikansi dampak dan mengkaitkandampak tersebut dengan biaya dan keuntungan
lain. Mengenali upaya-upaya untuk menghindari,
menurunkan dan meniadakan dampak yang telah
diprakirakan. Hal ini diperlukan sebagai bahan
permbangan pelaksanaan RKL dan RPL.
Alternaf KRP dan Pengambilan Keputusan:
Menyetujui, menolak atau merevisi usulan dan/atau
KRP yang sedang berjalan disertai dengan alasan
masing-masing keputusan.
Rencana Pemantauan dan Pengelolaan KRP:
Memaskan apakah implementasi KRP tetap
mempermbangkan LH sesuai dengan saran studi
KLHS.
e. Sumberdaya yang Digunakan
Pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan
selain memerlukan kapasitas kelembagaan yang
koordinaf dan eksibel, diharapkan juga mampu
bersinergi antarsektor dan antarwilayah. Kapasitas
sumberdaya manusia dan kelembagaan tersebut di
atas diperlukan, karena pengelolaan sumberdaya air
bersifat lintas wilayah dan melibatkan kepenngan
berbagai sektor. Untuk itu, SDM yang digunakan
adalah keahlian bidang kebijakan dan regulasi,perencanaan ruang, dan pengelolaan sumberdaya air.
Data/informasi yang digunakan bersifat me series
melipu data klimatologi, pemanfaatan sumberdaya
air, kelembagaan pengelola sumberdaya air dan
permasalahan pemanfaatan dan konservasi air. Tenaga
ahli yang melaksanakan studi ini adalah para pakar
pengelolaan lingkungan, pengelolaan sumberdaya
air, regulasi dan kebijakan pengelolaan sumberdaya,
sosial-budaya, dan perencanaan wilayah.
f. Keluaran
Arahan Kebijakan Produksi Air Berkelajutan
Arahan kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan
produksi air permukaan dan air tanah secara
terintegrasi, guna mengatasi dan mengansipasi
permasalahan kekurangan air, serta mengatasi sebagian
akar permasalahan di ngkat hulu yang mendukung
terjadinya banjir. Besaran dan keberlanjutan produksi
air selain ditentukan oleh besarnya curah hujan,
juga ditentukan oleh kondisi daerah tangkapan air
(catchment area) DAS. Secara empiris, apabila kondisi
tutupan lahan (groun