terobosan edisi reguler 367

12
Antara Solusi & Pemicu Masalah Baru TëROBOSAN ADVERTISING Edisi Reguler 367, 03 maret 2015

Upload: terobosan-masisir

Post on 24-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Terobosan adalah media independent yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990

TRANSCRIPT

Page 1: Terobosan Edisi Reguler 367

Antara Solusi & Pemicu Masalah Baru

TëROBOSAN

AD

VER

TISI

NG

Edisi Reguler 367, 03 maret 2015

Page 2: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 36

7–

Mar

et 2

015

Sekapur Sirih, Keberagaman

Halaman 2

Sikap, Kenduri Cinta Atdik-Masisir

Halaman 3

Laporan Utama, Setahun Bersama “Kabinet

Melodi”

Halaman 4,5,10

Komentar Peristiwa, Bisnis Travel; Menjamur

dan Menggiurkan (?)

Halaman 6,7

Opini, [Tidak Butuh] Himbauan!

Halaman 8,9

Seputar Kita Dekatkan Masisir ke al-Azhar, PPMI

Adakan Silaturahmi ke Kediaman Grand Syeikh

Azhar

Halaman 9

Sastra, Belajar dari Macan

Halaman 10

Sketsa, Sosok Mahasiswa Ideal

Halaman 11

Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pem-impin Umum: Abdul Malik Pemimpin Redaksi: Fachry Gan-iardi. Pemimpin Pe-rusahaan: Difla Nabila, Aulia Khairunnisa. De-

wan Redaksi: M. Hadi Bakri. Heni Septianing. Iis Isti’anah, Abdul Latif Harahap, Zammil Hidayat, Reportase: Ikmal Al Hudawi, Muhammad Al-Khudori, Furna Hubbatalillah, DIni Mukhlishati Editor: Fahmi Hasan Nugroho, Ainun Mardiyah Lay Outer: Abdul Malik Karikatur: Rijal W. Rizkillah Pembantu Umum: Keluarga TëROBO-SAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Facebook : Tero-bosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pen-gaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01117631707(Fachry), 01140957150 (Iis), 01156796475 (Difla), 01014759854 (malik).

Kehidupan manusia ini seperti sedang

makan indomie yang rasa jenisnya sangat

berbeda dan banyak. Berbagai macam

ragam rasa dalam indomie: rasa kari

ayam, soto, goreng dan sebagainya, ten-

tunya membuat kita bingung bukan

kepalang untuk memilih antara salah

satunya untuk dimakan.

Begitulah kehidupan. Kita akan selalu

menemui berbagai jenis manusia, dan

perspektif mereka yang sangat beragam.

Tentu Tuhan sendiri menciptakan manu-

sia dengan batok akal manusia yang ber-

beda-beda.

Keberagaman merupakan sebuah

keniscayaan. Tidak jarang kita akan

dihadapkan tantangan tersebut di belahan

dunia.

Satu hal yang perlu kita tekankan un-

tuk ‘selamat’ dari tantangan tersebut ada-

lah mengakui semua keragaman dan

perbedaan. Sementara kita tidak perlu

khawatir bahwa di balik perbedaan itu

semua bagian dari rahmat.

Berangkat dari itu semua,

TëROBOSAN di edisi kali ini mencoba

mengorek kinerja WIHDAH selama se-

tahun penuh. Program-program kerja

yang turut diapresiasi maupun tidak akan

kami bungkus disini.

Sementara yang kita sorot juga disini

problematika iuran pangkal Maba yang

kerap kali PPMI dituntut WIHDAH, lanta-

ran WIHDAH tak mendapat

bagian jatah dari separuh

uangnya. Lantas bagaimana

kelanjutannya?

Di edisi ini juga, kami

mampu mengupas bebera-

pa travel tour baru yang

kian menjamur di Masisir.

Munculnya travel baru

menunjang studi Masisir

kah? Atau memang se-

baliknya? Bagimana

menurut mereka yang ten-

gah menenguni bisnis tadi?

Jawabannya ada disini.

Selain itu, kami hadir-

kan sekelumit tulisan pada

rubrik ‘Sikap’ terkait waca-

na Atdik yang beredar hen-

dak menyurati seluruh wali

Masisir. Bagaimana sikap

Masisir sendiri atas tinda-

kan seperti ini?

Dan tak lupa juga kami hadirkan

kepada pembaca sebuah puisi, satu ru-

brik yang jarang sekali kami muat sebe-

lumnya.

Dan edisi 367 ini juga kami hadirkan

kembali kepada pembaca sebuah kari-

katur hasil karya tangan Kru buletin

TëROBOSAN.

Tak lupa kami ucapkan selamat

menempuh ujian termin pertama kepada

seluruh Masisir. Semoga segala usaha dan

upayanya dalam belajar akan menjadi

buah kesuksesan, amin.

Dan akhirnya kami ucapkan terima-

kasih kepada semua pihak yang telah

membantu kami moral maupun materil,

hingga kami pun masih dapat eksis me-

warnai dinamika Masisir yang tdiak

pernah tidur.

Setiap kritik dan saran akan kami

terima dengan lapang dada, dan tentunya

menjadi amunisi bagi kami untuk terus

berbuat.

Selamat membaca! [ë]

Keberagaman

Express Copy

Menerima segala jenis

fotokopi

Mahatthah Mutsallas,

Hay `Asyir

Building 102 Sweesry.

Hp: 01001726484

Page 3: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 367 – M

aret 2015

Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap

suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.

Kenduri Cinta Atdik-Masisir “Masih terdapat sejumlah mahasiswa

Indonesia yang kuliah bertahun-tahun di

Mesir TETAPI TIDAK SERIUS KULIAH sehing-

ga STUDINYA SANGAT LAMBAT. Diingatkan

bahwa PERILAKU tersebut berdampak pada

menghancurkan harapan orang tua di tanah

air. Dalam kaitan ini, KBRI Cairo akan mengi-

rimi surat PEMBERITAHUAN TENTANG

KEMAJUAN STUDI kepada para orang tua di

Indonesia berdasarkan data lapor pendidikan

Desember 2014.”

Kutipan tersebut adalah poin 1 bagian b

dari surat himbaun yang dikeluarkan KBRI

Cairo pada 10 Februari lalu untuk Masisir.

KBRI, dalam hal ini Atdik, mengeluarkan

himbaun tersebut terkait kasus penangka-

pan, penahanan dan pemenjaraan seorang

mahasiswa berinisial AEA di kawasan Syarm

El Syeikh 26 Januari lalu ketika tengah me-

mandu tamu wisata dari Malaysia. Alasan

penangkapan adalah tidak memiliki izin ting-

gal di Mesir selama lebih dari satu tahun.

Memang bisa dikatakan fatal, seseorang

tinggal di luar Negeri tanpa memiliki izin

tinggal yang dikeluarkan Negeri tersebut.

Apalagi dengan kurun waktu yang tidak pen-

dek dan status yang bersangkutan sebagai

mahasiswa yang muqoyyad, yang artinya

sangat memiliki hak untuk mendapat izin

tinggal selama administrasi dan pember-

kasannya diurusi.

Bertolak dari kasus tersebut; ketidakber-

pemilikan izin tinggal yang panjang, dit-

ambah aktifitas mahasiswa si fulan yang

dikategorikan pekerjaan, bom itu akhirnya

meletus; KBRI mengeluarkan himbauan ber-

nada ancaman. Apalagi terdapat beberapa

diksi yang ditulis kapital besar-besar. Yang

jelas, surat dari KBRI yang “itu-itu lagi”

lengkapnya berisikan tentang himbauan

untuk selalu menjaga diri dengan memiliki

dan membawa identitas diri kemanapun

pergi. Juga tentang keharusan Masisir meng-

ingat kembali tujuan utama kedatangan

mereka ke Mesir, dan tidak mengulur-ngulur

waktu studi di Negeri orang.

Entah karena aktivitas Masisir yang

terpaksa selalu memicu keluarnya surat

himbauan dari pemerintah, atau memang

karena pemerintah bersangkutan yang be-

lum mampu menghadirkan lebih dari

sekedar himbauan. Sehingga setiap kali mun-

cul kasus atau permasalahan, Masisir sering-

kali menjadi objek kebijakan yang terhenti

pada himbauan. Minim solusi. Akan tetapi

himbauan kali ini sedikit memicingkan mata

Masisir yang biasanya terpejam tatkala

keluar surat himbauan.

Tepatnya di poin 1 bagian b, seperti yang

tertulis di awal. Lewat akun Suara Masisir,

surat himbaun tersebut mendapat surat bal-

asan terbuka. Yang intinya Masisir menilai

kebijakan tersebut –jika hendak dikatakan

solusi- bukanlah solusi yang jitu. Mereka

melihat bahwa faktor terlambat lulus kuliah

bukanlah faktor tidak serius, melainkan ada

permaslahan a,b,c dan seterusnya yang

berkaitan erat dengan sistem perkuliahan di

al-Azhar, hingga pada permasalahan lokasi di

mana kebanyakan Masisir tinggal yang me-

mang jauh dari kampus.

Ada yang bilang, Atdik terhadap Masisir

adalah ayah terhadap anak. Bertanggung

jawab penuh dalam penjagaan dan

pengawasan terutama dalam hal kemajuan

akademik mereka. Karenanya, Masisir seyog-

yanya sadar, jika tengah diingatkan, jangan

cepat merasa tertekan. Inilah bentuk cinta

seorang ayah untuk anaknya.

Namun juga ada yang penting, bagi Atdik

sebagai ayah, untuk mengingatkan kelompok

manusia bernama mahasiswa, di luar negeri

pula, solusi semacam ini sudahkah bisa

dinilai sebagai solusi yang dewasa?

Jika mengirim surat pada semua orang

tua tersebut bertujuan untuk meningkatkan

rasa cemas mereka agar kemudian lebih giat

belajar dan tidak terganggu dengan hal sep-

erti bisnis dan bekerja, maka permasalahan

yang sesungguhnya tidak sesederhana itu.

Penulis yakin, jika aktivitas selain belajar

yang berupa pekerjaan bukanlah sesuatu

yang dijalani sebagian Masisir atas dasar

hobi atau mutlak keinginan. Barangkali ada

keadaan yang memang mengharuskan seba-

gian dari mereka untuk menjalaninya.

Hal ini sebetulnya terbaca dan diutara-

kan dalam Kenduri Masisir yang diadakan

oleh PPMI untuk secara khusus menjembat-

ani diskusi Atdik-Masisir mengenai rencana

kebijakan ini, Ahad 1 Maret lalu. karenanya

Atdik punya solusi selanjutnya, yaitu dengan

mengadakan perjanjian dengan orangtua

calon mahasiswa agar menandatangani se-

buah surat kesepakatan sebelum member-

angkatkan anak-anaknya. Berisi tentang

kesepakatan sanggup untuk membiayai

anaknya selama studi di Mesir. Dengan be-

gitu tidak akan ada lagi mahasiswa yang

terganggu studinya karena alasan bekerja

untuk biaya hidup.

Namun kiranya, ide tersebut tak juga

bisa dikatakan solusi. Karena dengan begitu,

nasib mereka yang kurang mampu akan ta-

mat, padahal mungkin potensi yang dimiliki

sang calon mahasiswa besar dan bisa dian-

dalkan. Sayang bukan?

Sebetulnya ada yang lebih masuk akal

untuk menangani permasalahan

penumpukan mahasiswa Indonesia di Mesir

ini selain mengirimi orang tua mereka surat.

Yaitu misalnya dengan merampingkan

jumlah Maba yang datang di setiap tahunnya.

Caranya bukan dengan membatasi yang

mampu dan tidak mampu dalam hal biaya,

namun memperketat seleksi penerimaan.

Semakin ketat, semakin berkualitas, semakin

bisa dipertanggungjawabkan keberadaan

mereka untuk studi di luar negeri.

Dan kembali kepada keputusan

mengenai pengiriman surat progres akade-

mis kepada para orang tua di Indonesia.

Menurut hasil duduk bersama antara Atdik

dan Masisir Ahad lalu, kebijakan tersebut

akan tetap dilaksanakan dengan perubahan,

bahwa yang dikirimi surat tersebut adalah

orang tua dari mahasiswa yang memiliki

progres akademis yang baik. Sedangkan un-

tuk melaksanakannya secara keseluruhan

akan dimulai tahun mendatang.

Meski belum bisa dipahami atau ditebak,

wacana seperti ini bisakah di kemudian

benar-benar menjadi perbaikan, penyulitan

atau justru memancing permasalahan yang

baru?

Semua ini, dapatkah disebut sebagai

bagian dari usaha “seorang ayah dalam

mengasuh anaknya”? Ayah mana yang tak

cemas melihat anaknya tak segera “pulang”?

Meski perlu dipertanyakan pula, ayah mana

yang hanya “berteriak-teriak” melihat anak-

anaknya hidup di tengah lingkungan rawan

kriminal. Metode yang digunakan Sang Ayah

bisa jadi salah, bisa jadi benar. Namun setid-

aknya, bisa kita jadikan ranah evaluasi diri,

barangkali benar, beberapa dari kita masih

kurang menjiwai peran kita sebagai maha-

siswa. Sehingga lebih banyak menghabiskan

waktu yang terbatas ini dengan aktivitas

yang tidak erat kaitannya dengan ranah

akademis. [ë]

Page 4: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 36

7–

Mar

et 2

015

Setahun Bersama “Kabinet Melodi”

Dewan Pengurus WIHDAH-PPMI masa

bakti 2014-2015 beberapa hari lagi akan

sampai pada garis akhir waktu mengabdi.

Kabinet yang dilantik pada 14 Maret 2014

ini menamakan dirinya sebagai Kabinet

Melodi. LPJ WIHDAH-PPMI akan digelar

pada Rabu, 4 Maret 2015. Sebelum me-

masuki ruang sidang itu, sudah menjadi

kelaziman bagi TëROBOSAN untuk me-

nyodorkan beberapa hal penting untuk

pembaca.

Choiriyah Ikrima Sofyan selaku ketua

yang menahkodai WIHDAH-PPMI selama

satu periode ini, dinilai beberapa kalangan

cukup tuntas dalam menjalankan amanat

seluruh mahasiswi Indonesia di Mesir.

Beberapa program kerjanya -yang telah

terlaksana maupun yang belum terlaksana

– pun dinilai menuai perhatian Masisir.

TëROBOSAN berusaha mengorek beberapa

kinerja WIHDAH-PPMI yang dirasa cukup

layak untuk mendapat apresiasi maupun

sebaliknya. Selamat membaca!

Program Besar Unggulan WIHDAH-

PPMI

Saat ditanya terkait program-program

besar unggulan WIHDAH-PPMI yang sudah

dicapai selama

setahun ini, Choir-

iyah Ikrima Sofyan

menyatakan ada

banyak program

besar unggulan

yang telah dicapai

WIHDAH, dian-

taranya: TFT

(Training For

Translate), Ruwaq

WIHDAH, Silatu-

rahim Akbar dan

Dialog Interaktif

Pendidikan, BBM

(Berani Bertarung

Muqarrar),

FORDINDA, Jelajah

Kampus dan GESIT

(Gerakan Siatu-

rahim) dan lain-lain.

Mahasiswi asal Jakarta itu juga men-

jelaskan panjang lebar maksud dan esensi

kegiatan yang telah berhasil dicapai. TFT

(Training for Translate) misalnya, kegiatan

yang digelar pada 10 Maret 2014 ini

menurut penuturan Ikrima diikuti oleh 42

orang yang dilaksanakan secara berkala,

tiga sampai empat kali pertemuan. Dan

kegiatan ini lebih difokuskan kepada

penerjemahan kitab turats.

Kedua, Ruwaq WIHDAH. Dalam hal ini

WIHDAH-PPMI turut terjun dalam

penyebaran jadwal talaqqi yang ada di

sejumlah Madhyafah. Namun sisi lain

WIHDAH-PPMI juga mengadakan kajian

bersama Dukturoh al-Azhar sebanyak dua

kali pertemuan. Dalam konteks ini juga,

Ikrima mengaku sempat bekerjasama

dengan Syeikh Hisyam Kamil dalam men-

gisi talaqi di bulan Ramadan.

Ketiga, Silaturrahim Akbar dan Dialog

Interaktif Pendidikan. Acara ini dihadiri

oleh 7 rektor universitas di Indonesia serta

beberapa Pejabat Tinggi Kementrian Aga-

ma Republik Indonesia (Kemenag RI).

Acara tersebut digelar pada 19 September

2014 bertempat di Aula Shalah Kamil. Para

hadirin (baca: Masisir) cukup antusias, hal

tersebut terlihat dari banyaknya peserta

yang hadir, sebab selain Dialog Interaktif

juga turut disertakan Takrim Mutafawwi-

qin. Hal tersebut berdasarkan penuturan

Ikrima yang saat itu tidak dapat memantau

secara langsung karena tengah mengikuti

Simposium PPI Dunia di Jepang.

Keempat, BBM (Berani Bertarung

Muqarrar). Kegiatan ini merupakan akhir

dari rentetan kegiatan WIHDAH-PPMI yang

diselenggarakan pada 7 Februari 2015 lalu.

Ikrima menuturkan bahwa kompetisi ini

bertujuan untuk meningkatkan kualitas

daya penguasaan muqarrar. Sementara

peserta lomba ini diikuti oleh tiga negara:

Indonesia, Malaysia dan Senegal. Pada

akhirnya kompetisi tersebut dijuarai oleh

Siti Nurhamidah yang mewakili Indonesia.

Dalam hal ini Agususanto selaku Presi-

den PPMI juga menilai program WIHDAH

patut mendapat apresiasi, terutama pada

empat program besar diatas. Ia menga-

takan bahwa selama satu semester ber-

jalan bersama, WIHDAH cukup memiliki

terobosan-terobosan baru yang senantiasa

mengaktfikan daya kreatifitas Masisir.

“Karena saya hanya mengetahui sepa-

ruh masa kepengurusannya (Ikrima –red),

jadi secara global saya menilai selama

setengah semester ini WIHDAH cukup

memiliki terobosan-terobosan baru.

WIHDAH memiliki gairah kreatif yang

cukup tinggi.” tutur Agus.

Mahasiswa asli Bengkulu ini juga turut

berterus terang bahwa WIHDAH pada ta-

hun ini cukup mendongkrak iklim intel-

ektual Masisir, “Terbukti dengan diada-

kannya kajian umum bersama Dukturoh

yang tentunya menunjang akademis

Masisir. Dan

cukup men-

jadi panutan,

aktif dalam

perkuliahan,

dan

menghorma-

ti jam-jam

perkuliahan.

Artinya

WIHDAH

tidak menga-

dakan acara

di jam-jam

perkuliahan.”

lanjut Agus.

Selanjutnya,

bagaimana

dengan hub-

ungan internal

antar anggota WIHDAH dan sesama Dewan

Pengurusnya? Hayyun Ulfa, salah seorang

mahasiswi yang juga pegiat kajian ber-

pendapat bahwa WIHDAH dianggap ku-

rang optimal dalam merangkul semua

lapisan anggotanya. Hayyun juga menya-

yangkan jika nahkoda WIHDAH ke depan

Doc: www.facebook.wihdah-ppmimesir.com

Jajaran Dewan Pengurus WIHDAH Melodi usai pelantikan & up grading bersama DP

WIHDAH sebelumnya

Page 5: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 367 – M

aret 2015

terlalu sibuk dalam acara-acara yang bersi-

fat eksternal, namun cacat dalam hubungan

antar sesama anggotanya, “jangan sampai

tajam ke luar, tumpul ke dalam.” Ujar Maha-

siswi tingkat akhir itu.

Ia juga menambahkan “Kita (WIHDAH –

red) terlalu sibuk merancang dan menyusun

program yang menarik massa. Menguta-

makan kuantitas ketimbang kualitas.

Imbasnya, muncullah kelompok-

kelompok kecil yang berinsiatif

melahirkan inovasi yang

segar, mera-

sa bosan

dengan or-

ganisasi in-

duk yang

belum mampu

menampung aspirasi

mereka. Karena sekali lagi,

organisasi induk ini gagap

merangkul mahasiswi Masisir.

Organisasi induk (WIHDAH –red) jalan

sendiri bersama prokernya,

komunitas-komunitas kecil itu-

seperti komunitas Daurah Tajwid, penghafal

Alquran, dll- berjuang dengan idealismenya.

Maka kita terpecah, (keduanya –red) bagai

kura-kura yang sibuk memikul cangkangnya

mencapai garis finish.” jelas Hayyun seraya

mengkritisi.

Sementara itu Sa’idatul Arnia, maha-

siswi fakultas Bahasa Arab ini menilai bah-

wa kegiatan WIHDAH pada tahun ini dinilai

cukup baik dari aspek iklim intelektual dan

kekreatifitasannya, ia juga berpesan,“Jangan

sampai kita menjadi tikus yang mati kelapa-

ran di lumbung padi. Kedepannya WIHDAH

semoga bisa merangkul rakyatnya secara

azhari, berjalan senarai dengan manhaj al

Azhar yang washatiyyah, sebab tidak bisa

dipungkiri kitalah duta al-Azhar yang nant-

inya pulang membawa risalah untuk umat.”

ungkap Arnia.

Dalam hal ini Ikrima menimpali bahwa

WIHDAH sudah berupaya untuk memper-

satukan semua lapisan keputrian, dengan

diselenggarakannya acara GESIT (Gerakan

Silaturahim) ke Sekretariat Keputrian

Nusantara dan RAKORWIL (Rapat Koordi-

nasi Wilayah) yang digelar empat kali.

“Kedua acara tersebut guna mempermudah

jalur komunikasi (WIHDAH dan anggotanya

–red), dan sharing pendapat dan lain se-

bagainya. Namun tentu dalam realitanya

masih terdapat kekurangan, untuk itu mo-

hon dimaafkan sebagai bagian dari kelema-

han kami sebagai manusia.” Tutur Ikrima.

Hubungan Internal Antara WIHDAH

dan PPMI

WIHDAH merupakan organisasi

Badan Otonom (BO) yang

berdiri di bawah naun-

gan PPMI. Peran

dan

posisinya dalam

tubuh struktur PPMI ter-

sambung se-

bagai titik garis

koordinasi PPMI, sejajar sebagaimana or-

ganisasi Kekeluargaan lainnya. Ketua MPA-

PPMI, Bakri Raharjo berujar bahwa

WIHDAH sebagai lembaga otonom, hen-

daknya dapat berkoordinasi aktif dengan

DPP-PPMI sebagai lembaga eksekutif organ-

isasi induk Masisir.

Namun dalam hal ini, sebagian Masisir

berasumsi bahwa WIHDAH seolah keluar

dari garis tersebut. Salah seorang Masisir

berinsial DZ, yang tidak mau disebutkan

identitasnya menilai hubungan internal

antara PPMI dan WIHDAH pada periode ini

mengalami perbedaan yang signifikan

dibanding dengan periode sebelumnya.

“Saya rasa pada tahun ini hubungan

antara PPMI dan WIHDAH kurang koordi-

natif. Misalnya, saat digelarnya Silaturahim

Akbar dan Takrim Najihin. Acara yang se-

mestinya diselenggarakan oleh PPMI tiap

tahunnya, loh sekarang beda, WIHDAH

seolah melangkahi PPMI. Hal ini berbeda

pada tahun sebelumnya, mereka berjalan

pada satu arah tujuan yang sama. Saling

bahu-membahu.” ujarnya.

Namun pernyataan di atas ditepis oleh

Ikrima. Ia menyangkal bahwa hubungan

internal antara PPMI dan WIHDAH tidak

koordinatif. “Mungkin orang hanya melihat

dari luar saja, dalam berorganisasi saya kira

hubungan PPMI dengan WIHDAH biasa-

biasa saja, kita tetap saling bertukar pikiran,

berdiskusi, bertukar pendapat. Kalaupun

ada pertentangan, itu hanya sebuah

perselisihan biasa seperti halnya saat

WIHDAH tidak setuju dengan salah satu

program PPMI, dll.” pungkasnya.

Hal senada yang diutarakan Presiden

PPMI, pihaknya menegaskan bahwa setiap

gesekan dalam organisasi merupakan hal

yang wajar, “Saya rasa untuk sampai saat

ini kita baik-baik saja dalam komunikasi,

koordinasi. Namun perlu diketahui adanya

gesekan dalam organisasi merupakan hal

yang wajar, inilah yang disebut dina-

mika. Untuk acara Takrim

sendiri adalah cara kami untuk

melatih. Dan ini merupakan

bentuk pembelajaran, toh WIHDAH

adalah Badan Otonom Keputrian di

bawah naungan PPMI.” jelas Agus.

Agus beragumentasi bahwa WIHDAH

juga turut berperan aktif bersama PPMI,

bersinergi bersama untuk mencapai satu

tujuan yaitu kebaikan Masisir, “Semisal

acara Wisuda dan Ormaba. Disini WIHDAH

cukup membantu dan berperan aktif.”

lanjutnya.

Selanjutnya, masih berkaitan dengan

ruang lingkup hubungan antara PPMI dan

WIHDAH. Terkait perihal uang pangkal Ma-

hasiswa Baru (baca: Maba) kedatangan

2014 belakangan ini menjadi sorotan pub-

lik. DPP-PPMI memungut biaya setiap Maba

sejumlah 25 USD. Hal itu telah dirincikan

sesuai dengan Surat Edaran PPMI dengan

rincian sebagai berikut: $ 13.9 untuk infaq

organisasi, $ 1.3 untuk pendaftaran dan

pembuatan kartu PPMI, $ 5.3 untuk orienta-

si Mahasiswa Baru (ORMABA) dan $ 4.5

untuk sumbangan pengadaan buku per-

pustakaan (PMIK).

Agus menegaskan bahwa secara undang

-undang perincian dana tersebut tidak ada

alokasi untuk WIHDAH. Sementara

WIHDAH menentang keras statemen di atas,

Ikrima pun menjelaskan kritikan yang ia

sampaikan kepada PPMI saat berlang-

sungnya acara LKS PPMI yang digelar be-

berapa waktu lalu. “Uang yang diajukan oleh

WIHDAH kepada PPMI tujuannya untuk

meminta hak WIHDAH sendiri. Karena tiap

tahunnya tertera dalam undang-undang

Doc: www.finances.com

Page 6: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 36

7–

Mar

et 2

015

Bisnis Travel; Menjamur dan Menggiurkan (?)

Kebutuhan manusia akan wisata se-

makin menunjukkan angka peningkatan

dari tahun ke tahun. Kebutuhan manusia

akan wisata yang dahulu tergolong kebu-

tuhan tersier, tampaknya mulai mengala-

mi pergeseran menjadi kebutuhan pri-

mer. Semua lapisan masyarakat, baik

lapisan atas, menengah dan lapisan

bawah, butuh terhadap wisata atau li-

buran. Maka tidak heran jika berpergian

sudah menjadi sebuah kebutuhan

masyarakat saat ini.

Dengan

berkem-

bangnya trav-

eling menjadi

kebutuhan

gaya hidup

menimbulkan

potensi bisnis

di bidang ini

semakin

meluas. Tak

ayal jika ber-

munculan

biro perjalanan wisata yang ingin me-

manfaatkan peluang tersebut.

Hal serupa juga terasa di kalangan

Masisir. Memang hadirnya agen travel

yang dikelola oleh sebagian Masisir

bukanlah hal asing, namun belakangan

ini muncul travel-travel baru mena-

warkan paket perjalanan ke berbagai

destinasi yang ada di Mesir, semisal

wisata ke Sinai, Hurgada, Luxor bahkan

ke negara lainnya seperti Turki dan Sau-

di Arabia.

Menjamurnya bisnis travel tentu

menjadi bahan komentar berbagai pihak.

Sebab dengan notabene mahasiswa asing

yang hanya diberi izin untuk studi,

pelaku bisnis tersebut secara aturan te-

lah melanggar ketentuan yang ada.

Syaeful Anam, mahasiswa asal Tange-

rang berkomentar,”Saya kira ini tidak

apa-apa hanya saja harus bersaing secara

baik dan sehat agar bisa bertanggung

jawab.”

Sebut saja kejadian tertangkapnya

salah satu mahasiswa oleh aparat Mesir

saat menjadi tour guide beberapa pekan

lalu karena tidak memiliki izin tinggal

telah menjadi sorotan Masisir terkhusus

pengelola travel.

”Kurang hati-hati saja ketikamenjadi

guide dan untuk lain kali harus lebih hati

-hati, jangan teledor dan harus tahu kon-

disi,” tuturnya.

Akan tetapi adanya agen travel justru

mempermudah Masisir untuk mengurusi

berbagai kebutuhan saat berwisata. Un-

tuk lebih lanjut, berikut liputan bebera-

pa biro perjalanan beserta tanggapan

dari KBRI dan Masisir secara umum.

Travel Madani

Merupakan salah satu travel yang

baru muncul pada bulan September

2014 yang didirikan oleh Faiz Taufiq,

mahasiswa Syariah Islamiyah tingkat 4.

Ia menuturkan bahwa awal mula

berdirinya travel ini karena ada per-

mintaan rekan dari mahasiswa Jordan

asal Malaysia untuk private tour satu

bulan ke seluruh daerah Mesir. Pada ma-

sa perintisan, travel ini memiliki staf

berjumlah 6 orang kemudian sebagian

pulang ke Indonesia dan kini merekrut 6

staf baru.

Saat ini Travel Madani baru men-

cakup perjalanan di sekitar Mesir.

Dengan memiliki konsumen lintas nega-

ra mulai dari Indonesia, Mesir, Suriah,

Malaysia, Brunai, Fatani dan Singapura,

travel ini akan mengadakan wisata ke

Turki serta umrah.

Faiz mengaku bahwa kesibukan men-

gurus travel ini tidak menghambat kuliah

para stafnya, justru banyak pelajaran dan

pengalaman yang didapat saat menguru-

si travel. “Banyak manfaat yang kita

dapat, contohnya punya banyak teman,

bisa memahami berbagai bahasa dan

dapat membagi waktu dengan baik,”

ungkap Faiz Taufiq.

Arabia Travel

Travel ini didirikan pada pertenga-

han tahun lalu dibawah kepemimpinan

Khozien Dipo dan Dirut LPNU Muham-

mad Noor Yusuf. Terbentuknya travel ini

berlandaskan dengan misi NU yaitu ingin

mandiri secara ekonomi. Maka hasil dari

keuntungan

travel digunakan

untuk mendanai

kegiatan NU.

Adapun staf

pengelola travel

adalah orang-

orang yang me-

mang berpen-

galaman

dibidangnya,

seperti dalam

negosiasi atau

lain sebagainya. Semua direksinya pun

masih berstatus mahasiswa. Sementara

sasaran konsumen travel ini hanya seki-

tar lingkup Masisir. Intensitas pember-

angkatannya pun tidak menentu karena

travel ini masih dalam tahap perintisan

sehingga belum mempunyai jadwal yang

tetap. Namun saat ini sedang dalam

tahap berpartner dengan travel-travel

Indonesia.

Geisha Tour

Travel ini lebih dahulu terbentuk

sebelum kedua travel diatas oleh Muslih,

mahasiswa S2 American Open. Ia

mengunkapkan bahwa awal ter-

bentuknya travel ini bermula dari hobi

wisata yang ia miliki kemudian ia tekuni

menjadi guide sejak tahun 2008. Kemudi-

an pada tahun 2011 ia membentuk travel

sendiri dengan nama Geisha Tour. Nama

ini diambil dari nama putrinya, dalam

bahasa arab Jeisyah artinya tentara per-

empuan.

Saat ini Geisha Tour memiliki 10 staf

dengan 4 diantaranya menetap di kantor,

namun sewaktu-waktu ada staf tamba-

Lanjut ke hal 7….

Doc: www.clipartpanda.com

Page 7: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 367 – M

aret 2015

han sesuai dengan kebutuhan perjalan-

an. Konsumen yang dimiliki mencakup

Malaysia, Thailand, Fatani, Brunai dan

Indonesia termasuk para staf atau tamu

Kedubes. Jadwal keberangkatan biasanya

diadakan ketika musim liburan atau saat

akhir pekan di bulan-bulan biasa.

Dengan statusnya yang telah

berkeluarga, Muslih menegaskan bahwa

bisnis travel ini memiliki banyak manfaat

disamping mencari rezeki untuk keluar-

ganya. “Dari travel kita lebih banyak te-

man, bisa memperkuat silaturahmi,

memperbanyak link dan membantu

mengarahkan jamaah,” tuturnya.

Muslih juga menegaskan bahwa se-

bagai pengelola travel harus berhati-hati

dan tidak bertindak ceroboh khususnya

dalam urusan perizinan. Karena ketika

mengadakan trip peserta menjadi

tanggung jawab travel tersebut, maka

harus dicek segala kelengkapan mulai

dari visa, izin perjalanan dan lain se-

bagainya. Ia pun menanggapi masalah

Masisir yang ditahan beberapa pekan

lalu agar menjadi pelajaran bagi semuan-

ya. “Lebih hati-hati khusunya ke Sinai,

dicek dulu apakah masih ada visanya,

apalagi posisinya sebagai guide,” ungkap-

nya.

Menanggapi munculnya biro perjal-

anan yang dikelola oleh mahasiswa,

Kepala Fungsi Ekonomi KBRI Kairo, ibu

Lauti Nia Astri Sutedja mengatakan bah-

wa KBRI tidak memiliki aturan khusus

untuk travel tersebut. Akan tetapi bisnis

yang dilakukan oleh mahasiswa jika

berskala besar seharusnya terdaftar di

aparat Mesir, dan itupun terkena pajak

penghasilan, namun jika hanya men-

cakup kalangan Masisir tidak perlu ter-

daftar.

Bisa dikatakan, bisnis tour dan travel

akan selalu ada dan akan terus berkem-

bang. Hal ini didasarkan pada kenyataan

bahwa bisnis ini merupakan bisnis yang

bergerak dalam bidang pariwisata. Di-

mana dunia wisata atau liburan, sudah

menjadi kebutuhan wajib individu. Se-

layaknya Masisir berusaha memanfaat-

kan peluang itu dengan berbagai motiva-

si yang dimiliki tanpa meninggalkan

tanggung jawabnya sebagai insan akade-

misi. [ë] (Fachry, Ikmal, Khudlori)

TëROBOSAN

sedang

membuka

perekrutan

Kru Baru

Karya Buah Tangan Kru TëROBOSAN

Page 8: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 36

7–

Mar

et 2

015

“Masisir, dalam kondisi keterkinian, tak

lagi perlu himbauan-himbauan. Keputusan

yang solutif dan konkrit, hal itulah yang

mendesak.”

I

Siapa yang tak simpatik kepada teman

dekat yang tertimpa musibah? Tak ada.

Semua tentu simpati, dan mendadak ada

ketakutan psikologis: semoga kejadian itu

tak menimpa pada dirinya, semerta tak

akan terulang kembali.Selepas imtihân term

I, Masisirmendadak sibuk dengan kejadian

mengerikan: ada mahasiswa ditangkap,

lebih dari tiga kejadian Masisir terjambret,

dirampok, dan rumahnya dijebol serta

dirampok.

Pada situasi semodel ini, tentu, Masisir

mengalami distingsi dengan realitas yang

normal. Apalagi aman. Tak ayal, sering kita

dengar celetukan, Mesir dalam kondisi dan

situasi yang “serba tak tertebak”. Tak jarang

beberapa teman melontarkan: situasi

politik [dan keamanan] Mesir sedang rumit

dan pelik. Pada konstruksi realitas dan

kondisi yang paradigmatik, Masisir, hemat

penulis, kita mampu menghadirkan dua

klasifikasi semerta beberapa pemetaan

problem yang menuju sebentuk percikan

solusi yang, barangkali, belum sepenuhnya

solutif tapi kongkrit.

Yaitu, Masisir kita belah dua secara

struktur klasifikasi: Pertama, mahasiswa

sebagai objek kebijakan. Kedua, mahasiswa

yang memiliki kuasa subjek hadirnya

kebijakan. Peralihan fungsi ini, tentu, sesuai

“status jabatan” keorganisasian

kemahasiswaan, minimal. Adapun yang

sudah bermetamorfosa jadi bagian KBRI,

tentu saja, mereka tergolong pada kongsi

pemerintah; walau secara kultur maupun

aktivitas keseharian, mereka lekat dengan

aktivitas kemahasiswaan. Dus, pada titik ini

kita mampu menghadirkan pemetaan

kondisi dan fungsi: siapa subjek dan objek

dari kebijakan. Hal ini juga dapat dihadir-

kan sebagai pijakan, apakah sebuah

kebijakan atas problema itu esensial dan

efektif atau hanya sekedar pengulangan-

pengulangan(?) Keamanan Masisir,

problema pendidikan, maupun respon aktif

dialektif antara pemerintah(KBRI) dan

Masisir sebagai misal.

II

Realitas keterkinian Masisir untuk

bingkai negara Mesir, masih dalam “kondisi

gaduh”. Tak sekedar urusan internal Mesir,

namun kabar terkini, sudah mulai direcoki

dengan problema eksternal: serangan ISIS.

Tak ayal, Masisir terpendar dampak Mesir

secara otomatis. Selanjutnya, kita-secara

sadar- sebagai Masisir dan warga negara

Indonesia yang berdomisili di Mesir, harus

waspada dan patuh terhadap urusan

administrasi negara setempat.Pada

konstruksi urusan semodel ini, patut kita

beri apresiasi secara apik himbauan KBRI

Cairo terkait Keamanan.

Di sini, kita menempatkan urusan

keamanan primer kepada individu secara

sadar dan otonom. Adapun saat perihal

keamanan ini sudah meng-eksternalisasi di

luar Individu, terdapat peralihan fungsi:

individu menjadi ‘objek’ yang harus

dilindungi. Siapa yang melindungi? Dalam

hal ini, seperti penulis singgung di atas:

“subjek kebijakan”. Adalah pemerintah

Mesir dan Indonesia (KBRI Kairo) dan

“pejabat organisasi sebagai kuasa kebijakan

secara kultural”. Pada konteks ini, terdapat

kesesuaian pendapat dengan Tony Blair,

“Satu hal yang saya pelajari, selepas saya

sudah tidak menjadi perdana menteri, jauh

lebih mudah memberi seribu saran dan

kritik jauh lebih mudah daripada membuat

sebuah keputusan.”

Kalau kita cermati dari kutipan Blair,

kesesuaian itu hadir dalam konstruk

paradigmatik: pemegang kebijakan itu

harus mampu menghadirkan

keputusan secara esensial,

efektif dan

konstruktif. KBRI,

sebagai subjek

kebijakan.

Masisir, objek

kebijakan.

Keputusan

yang

dilahirkan oleh

aparatur negara

yang mewakili

Indonesia di Mesir,

KBRI Mesir, mungkin

sudah tapi belum

mampu menjadi

solusi yang masif, dan

progresif. Malah lebih terkesan respon

secara reaktif saja. Artinya, pemerintah

belum mampu menjadi pelindung secara

struktural kenegaraan kepada warga

Indonesia yang ada di Mesir. Namun, baru

menghimbau yang mampu dilakukan. Iya,

baru melahirkan seruan. Seruan kata-kata!

Selain itu, KBRI Kairo tatkala

berhadapan dengan urusan

kemahasiswaan, secara komunikasi dan

kebijakan belum menampakkan pesonanya.

Mewujudnya Atdik, perspektif Mahasiswa,

berhenti pada kata “pejabat”; pemegang

kuasa pemerintah dalam urusan

pendidikan. Bahkan, pada situasi yang

radikal, ada semacam pembiaran atau sikap

apatis mahasiswa. Entah faktor apa yang

mensuport sikap semacam ini (?)

Barangkali belum bertemu secara ikhlas,

keberpihakan mahasiswa kepada

pemerintah. Mungkin, beberapa kebijakan

Atdik dalam konteks-konteks spesifik tak

mampu menggetarkan nalar sadar Masisir.

Atau, memang, ada distingsi dan

diferensiasi paradigma secara esensial,

sehingga keberbedaan seolah-olah sama

ketika bertemu.

Hemat penulis, pangkal problema yang

patut kita bedah dan tajamkan adalah

ketidakmampuan pemerintah

menghadirkan keputusan yang “progresif

dan baru”. Nyaris, dominasi keputusan yang

hadir, hadir yang dianggap sebagai solusi,

berhenti pada himbauan. Nalar kuasa yang

digunakan, tentu saja, tak tepat guna.

Apalagi era kekinian, pemerintah masih

berharap Masisir bisa dikuasai dan

digerakkan dengan nalar kuasa

positivistik: ketika pemerintah

menginstruksikan sesuatu,

maka, yang diperintah

secara otomatis

menjalankan dengan

tertib dan baik.

Fiske (1990:7)

pernah berujar,

“komunikasi adalah

salah satu aktivitas

manusia yang diakui

setiap orang, namun

hanya sedikit yang mampu

menghadirkan pola

komunikasi secara

memuaskan.” Oleh karenanya,

perlu ada kebaruan terus-

menerus dalam mengkomunikasikan

kebijakan. Monoton dalam menyikapi

sesuatu, adalah cerminan sistem good gov-

ernance KBRI Cairo sedang tak memendar

[Tak Butuh] Himbauan! Oleh: R. G. Brahmanto*

Doc: theuniverseseries.com

Page 9: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 367 – M

aret 2015

Kairo– Persatuan Pelajar Mahasiswa

Indonesia di Mesir (PPMI) kembali menga-

dakan Silaturahmi dan Rihlah Tarbawiyah

ke kawasan Luxor, Aswan dan Kina. Agenda

tersebut akan digelar pada 5-7 Maret 2015.

Kali ini PPMI selain berencana

mengunjungi ke kediaman Grand Syeikh

Azhar, Syekh Ahmad Thayyeb, pun juga

turut mengunjungi makam Syekh Abu Ha-

san al-Syadzili, makam Abu Hagag, Saha

Jailani, Saha Sayyid Idris dan wisata tempat

lainnya, seperti: Karnak Temple, Memnon

Statue dan Hastshesput Temple.

Wakil Presiden PPMI, Ahmad Hujaj Nur-

rohim menuturkan

bahwa kegiatan

tersebut bermaksud

untuk mendekatkan

diri kepada Syeikh

Azhar, ”Dan ini mo-

men yang tepat

untuk Masisir yang

menginginkan sila-

turahmi kepada

beliau.”ujarnya.

Sementara motif

lain dari agenda

silaturahmi, PPMI

berupaya men-

dorong Masisir un-

tuk sharing kepada

Syekh Ahmad

Thayyeb sekedarnya, terutama dalam ruang

problematika kekuliahan. Hujaj mem-

perumpamakan insiden yang menimpa

wafidin terkait persyaratan menulis pada

jenjang studi S-2 di Universitas al-Azhar,

Departemen Syariah Islamiyyah semakin

dipersulit, “Intinya memang kawan-kawan

Masisir curhat saja nanti saat bertemu be-

liau. Silahkan minta apapun ke beliau, na-

mun perlu diketahui seksama bahwa Syeikh

Azhar tidak akan mengamini permintaan

yang tidak realistis.” lanjut Hujaj.

Di akhir wawancara, Wapres PPMI ini ber-

pesan kepada seluruh Masisir untuk turut

mengikuti silaturahmi tersebut. Kendati

sangat sulit dan tidak jarang Masisir

menemui beliau lantaran kesibukan Syekh

Azhar yang sangat padat, “Kalau ada waktu

silakan ikut rihlah ini, inshaallah rihlah ini

barokah.” pungkas mahasiswa tingkat akhir

itu. [ë] (Malik)

Dekatkan Masisir ke al-Azhar, PPMI adakan SIlaturahmi ke Kedia-man Grand Syeikh Azhar

secara nyata.

III

Pada konstruksi kemahasiswaan, hemat

penulis, Masisir hendaknya mewujudkan

internalisasi kesadaran secara kolektif

bahwa kondisi kekinian kita tidak sedang

dalam tahap aman dan normal. Kita, warga

Indonesia yang tinggal di Mesir, tentu,

urusan perizinan tak sekedar perihal etis-

normatif. Lebih dari itu, wajib dan

administratif. Dengan demikian, komunikasi

kultural, ke-saling-mengertian secara

kolektif tak mungkin ditawar. Apalagi

dilanggar. Dan sebagai mahasiswa, tak

memerlukan ada himbauan agar kolektivitas

kesadaran semodel ini hadir dan diamalkan

secara amanah.

Tatkala internalisasi kesadaran itu

mewujud, tak begitu rumit kita menata

kembali dinamika kemahasiswaan. Meski

kondisi Mesir tak normal, namun, Masisir

setidaknya, mampu otonom bergerak,

berdinamika secara mandiri dan, minimal,

secara internal. Sehingga, kita secara cepat

menghilangkan stigma negatif: Masisir

stagnan, monoton dan tak aman. Problema

semodel itu, harus direspon secara konkrit

melalui aktivitas nyata serta kesadaran

terhadap aturan dan tanggung jawab. Dan

lalu lintas dan gerak dinamik

kemahasiswaan ini, tak bisa mewujud, tanpa

dialektika aktif dan dinamis para pejabat-

pejabat organisasi. KarenaDNA mahasiswa

adalah “subjek perubahan.”

Bergerak, dalam psiko-analitik bukan

untuk sekedar fantasme: semacam skenario

imajiner untuk kebutuhan dan kepentingan

tertentu/golongan. Apalagi, peneguhan

identitas pribadi atas individu lain. Maka,

yang tak boleh luput dari Masisir adalah

mentalitas secara esensial dan eksistensial:

tak ada waktu singkat yang mampu

menghadirkan sesuatu yang ideal.

Barangkali, pejabat kita baru berhenti pada

himbauan itu, luput mengerti dan memahami

secara reflektif apa yang pernah Max Weber

ujarkan: “politik adalah pengeboran kayu

keras yang sulit dan lama.” (politics is a

strong and slow boring of hard boards).

Metafora ini, setidaknya, membantu kita

mengerti secara esensialisme, tak mungkin

sesuatu hadir dan nampak ideal ke

permukaan tanpa perjuangan yang keras,

terus-menerus dan dalam waktu yang tak

tertentu. Begitu pun dampak dari kebijakan

dan keputusan, tentu, tak berhenti pada

himbauan-himbauan.

Akhirnya, ada yang menyebut, setiap

yang kita tulis adalah doa. Maka,seperti kata

Goenawan dalam salah satu esainya, “Tiap

doa mengandung ketegangan. Doa selalu

bergerak antara ekspresi yang berlimpah

dan sikap diam, antara hasrat ingin mengerti

dan rasa takjub yang juga takzim. Di depan

Ilahi, Yang Maha Tak-Tersamai, lidah tak bisa

bertingkah.” Tulisan sederhana ini, sekedar

harapan penulis yang belum menyata pada

realitas yang terpendar, berdampak rasa

hampa dan ekspresi suram yang belum

menemukan secercah sinar.

*Penulis adalah Pembimbing Sekolah

Menulis Walisongo KSW.

Lanjutan dari halaman 8….

Do

c: f

ace

bo

ok

.pp

mi.

me

sir.

com

Page 10: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 36

7–

Mar

et 2

015

Belajar dari Macan Oleh: Putri Rezeki Rahayu*

WIHDAH: PPMI harus memberi dana

kepada WIHDAH, dan dana itu belum

disalurkan, sehingga sampai sekarang

pencairan dana masih dalam proses

konfimasi, karena masalah ini belum fix.”

jelas Ikrima saat diwawancari kru Te robo-

san.

Agus pun menimpali seraya menegas-

kan bahwa dalam hubungan organisasi

antara PPMI dan WIHDAH banyak

kesalahpahaman dalam memaknai sebuah

kebijakan. Kebijakan yang menyangkut

keuangan tahun sebelumnya misalnya,

PPMI pernah menyalurkan bantuan subsidi

untuk WIHDAH. Fenomena seperti ini

menurut Agus tidak mesti setiap tahun

harus terjadi. “Sama halnya sunnah-sunnah

yang mulai bermunculan misalnya, karena

(tahun-tahun –red) sebelumnya WIHDAH

dilibatkan di PPI Dunia, berarti nanti-

nantinya WIHDAH akan terus dilibatkan di

PPI Dunia, dari kegiatan yang bersifat sun-

nah menjadi wajib: nah ini adalah ke-

bijakan yang salah kaprah. Dalam kaitan

hal ini, saya katakan 25 $ atau uang

pangkal infaq Maba itu sudah jelas rinci-

annya. Selain itu tahun ini PPMI juga men-

galami kesulitan terutama dalam konteks

sumber keuangan PPMI: Iuran Temus dan

Infaq Maba.” jelas Agus panjang lebar.

Riki Warman, salah satu anggota BPA

PPMI –melalui wawancara via telepon-

menawarkan sebuah solusi untuk digelarn-

ya forum khusus antar kedua pihak,

”Merupakan tanggungjawab kami, dan ten-

tunya melalui prosedur dan peraturan yang

ada. Kami akan buka forum khusus guna

menuntaskan problema 25 dolar itu.”

ujarnya.

Forum tersebut pada akhirnya digelar

pada Sabtu, 28 Februari 2015. Secara ek-

sklusif forum musyawarah itu hanya

dihadiri PPMI, WIHDAH dan BPA sebagai

badan yudikatif PPMI. Muhajir, pimpinan

BPA yang hadir ketika itu menyimpulkan

bahwa secara mufakat WIHDAH tetap

memiliki jatah dari iuran pangkal Maba

PPMI, “Alhamdulillah aman, WIHDAH tetap

dapat jatah dari iuran Maba.” terangnya

singkat.

Adapun jumlah jatah yang WIHDAH

dapatkan, Riki Warman mengatakan bahwa

semuanya kembali kepada kebijakan PPMI,

“Mau berapa ngasihnya, yang penting

WIHDAH tetap dapat bagian.”

Demikianlah beberapa kinerja dan

kegiatan WIHDAH tahun ini yang berhasil

kami pantau. Terkadang persoalan-

persoalan dalam dan antar organisasi me-

mang sensitif, terlebih jika sudah

menyangkut satu hal: uang. Bagaimanapun

dinamika itu bergulir, penilaian khalayak

tidak berubah; organisasi induk Masisir

tentu berkewajiban memberi teladan yang

baik terhadap organisasi lain di bawahnya.

Jadi menurut anda, sudah sukseskah

WIHDAH dalam mengemban amanat or-

ganisasi? Silahkan sampaikan aspirasi

kritik dan saran anda di Sidang LPJ

WIHDAH 03 Maret 2015. [ë] (Malik, Fur-

na, Ainun)

Pejam dan rasakan...

Tak terjangkau apa tujuan

Menjadi risau karena halangan

Apalah arti tanpa perjuangan???

Inilah kisah perjalanan ..

Anak desa merantau perkotaan

Hidup sebatang kara tanpa teman

Terasa asing memang tang perkenalan!

Si anak desa mulai berjalan

Menelisik setapak demi setapak jalanan

Mencari kehidupan untuk kehidupan

Untuk songsong masa depan..

Kawan,...

Tak usah kau berpikir macam macan

Mencari mangsa untuk santapan

Yang kau tahu hanya keganasan

Gigi taring siap menerkam di depan

Coba tengok bagaimana pengorbanan disiapkan

Kesabaran dan strategi dicurahkan

Putus asa bukan sikap jantan

Itulah kehidupan sang macan.

*Penulis adalah pemenang juara rubrik Bilik Sastra Republika

Lanjutan dari halaman 5….

Page 11: Terobosan Edisi Reguler 367

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 367 – M

aret 2015

Menurut KBBI kata mahasiswa yang

terdiri dari dua suku kata; maha dan siswa,

merupakan panggilan untuk orang yang

sedang menjalani pendidikan tinggi di se-

buah universitas atau perguruan tinggi.

Sudah jamak diketahui, level mahasiswa

lebih tinggi dari para pelajar yang duduk

dibangku SMA, SMP, maupun SD. Dari sini

nampak jelas bahwa dalam perihal

kedudukan dan fungsi mahasiswa mempu-

nyai nilai lebih di bandingkan dengan pela-

jar biasa. Karena tingkat pendidikan dan

kedewasaannya yang lebih tinggi, dit-

ambah dengan pengalaman belajar yang

lebih lama.

Pada dasarnya kita bisa mengartikan

kata mahasiswa lebih luas, tidak sesempit

hanya sebatas orang yang terdaftar di se-

buah universitas dan mengikuti kegiatan

belajar sesuai jadwal serta mentaati aturan

yang ada. Tetapi seorang agen pembawa

perubahan (agent of change) yang idealnya

menjadi penengah antara penguasa dan

masyarakat, sekaligus berpotensi mem-

berikan solusi bagi permasalahan yang

dihadapi oleh suatu masyarakat bangsa di

berbagai belahan dunia. Bahkan tidak ber-

lebihan jika ada pepatah mengatakan bah-

wa pemuda adalah tulang punggung bang-

sa. Karena maju dan mundurnya suatau

negara bergantung pada pemudanya.

Betapa banyaknya perguruan tinggi di

dunia ini dengan beranekaragam karakter

dan sifat mahasiswa di dalamnya. Mereka

merupakan tunas-tunas bangsa yang akan

melanjutkan estafet perjuangan generasi

tua untuk memimpin bangsanya. Tetapi

mahasiswa yang seperti apa yang bisa

membawa perubahan terhadap agamanya,

membanggakan kedua orang tuanya dan

mengharumkan nama baik bangsanya…???

Menurut pandangan pribadi penulis,

terdapat beberapa tolak ukur sosok maha-

siswa ideal, di antaranya; prestasi, organ-

isasi dan budi pekerti.

Pertama, mahasiswa yang berprestasi.

Meskipun secara kasar, prestasi seorang

mahasiswa kerap kali diukur melalui nilai

akademisnya. Tetapi kita tidak boleh

melupakan satu hal. Mendapat nilai akade-

mis yang baik (di Al-Azhar) tidaklah semu-

dah membalik telapak tangan. Tentu saja,

harus ada pengorbanan dan perjuangan

yang harus diusahakan, seperti misalnya

dengan masuk kuliah dan mengikuti mu-

hadhoroh secara intens.

Tetapi apakah aktif mengikuti kelas

perkuliahan saja cukup untuk menunjang

prestasi akademis? Tentunya cerdas dalam

pengelolaan waktu juga menjadi faktor

penunjang yang tidak dapat dipandang

sebelah mata. Harus ada target dan

penentua; kapan waktu untuk

belajar, kapan waktu untuk

rehat dan kapan waktu untuk

melakukan aktifitas yang

lain. Tidak sedikit mahasiswa

yang kurang “istiqomah”

mengatur waktu, pada akhirnya

tidak sedikit pula yang hanyut di

luar target semula. Banyak pula

yang terlalu sering berleha-leha

sehingga terlupa dengan ama-

nah beratnya sebagai agen perubahan.

Kedua, adalah mahasiswa yang aktif

berorganisasi. Karena bagi penulis, maha-

siswa yang ideal tidak hanya menyibukan

diri di kelas dan terus-terusan belajar un-

tuk mendapat nilai akademis yang dipan-

dang memuaskan. Tapi harus dibarengi

dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang

nantinya bermanfaat bagi kehidupan so-

sialnya; berorganisasi. Kenapa mahasiswa

harus organisasi? Banyak ilmu dan pen-

galaman yang bisa kita dapatkan dalam

kehidupan, terutama dalam interaksi

keseharian dengan lingkungan. Hal itu tid-

ak akan di temukan ketika kita belajar di

kelas; belajar kepemimpinan (leadership),

belajar mengelola waktu, memperbanyak

teman dan melatih bagaimana caranya kita

memecahkan sebuah masalah.

Sekalipun tidak sedikit sebagian maha-

siswa yang beranggapan bahwa dengan

aktif dalam kegiatan organisasi akan meng-

hambat kuliah dan-berdampak pada nilai

akademis yang kurang memuaskan.

Akan tetapi anggapan demikian itu

boleh dibilang kurang tepat. Karena hal

demikian nyatanya hanya terjadi pada

mereka yang kurang cakap membagi wak-

tunya dengan baik. Faktanya tidak sedikit

mahasiswa yang berprestasi mereka ada-

lah mahasiswa yang aktif berorganisasi.

Mengikuti atau berperan aktif sebagai

bagian dari sebuah organisasi mempunyai

dampak yang sangat besar untuk ke-

hidupan. Ibaratnya, organisasi merupakan

miniatur masyarakat dalam lingkup kecil.

Sebagaimana lazimnya masyarakat, selalu

ada masalah yang perlu dipecahkan bersa-

ma, sikap saling menjaga dan bertangtung-

jawab terhadap keutuhan anggota ataupun

mempertahankan suatu komunitas,

dan memberikan gambaran sebuah

perjuangan panjang. Itu semua akan

sangat membantu kita untuk melatih

dan membiasakan diri dalam mencari

solusi dari suatu masalah atau

memimpin ketika kita terjun

langsung ke dalam

masyarakat nyata dengan

ruang lingkup yang lebih

luas.

Ketiga, adalah mahasiswa yang

berbudi pekerti. Sifat ini lebih

penting dibanding dua ka-

rekter sebelumnya, karena percuma jika

mahasiswa nilai ujiannya bagus tapi

akhlaknya tidak baik, itu artinya ilmu aga-

ma yang dipelajari tidak dipraktikkan. Be-

gitu juga dalam organisasi, jika kita tidak

mempunyai budi pekerti dan sopan santun,

maka interaksi yang dibangun di atas etika

yang nol tidak akan berjalan mulus. Hal ini

tentu berdampak dengan jalannya organ-

isasi.

Ada pepatah mengatakan akhlak yang

baik lebih berharga dibanding dengan lim-

pahan harta. Sifat ini sangatlah berharga

bagi seorang mahasiswa khususnya, kare-

na dengan berbudi pekerti yang baik dia

akan disukai oleh orang-orang diseki-

tarnya; teman, dosen dan masyarakat di

lingkungan sekitarnya. Dengan begitu dia

juga bisa menempatkan diri bagaimana

cara berinteraksi yang baik dengan senior,

junior atau pun dengan sesamanya.

Dari uraian di atas kita bisa menyim-

pulkan bahwa seorang mahasiswa sepatut-

nya mampu mengelola waktu dengan baik;

berusaha menjadi seorang mahasiswa yang

berprestasi di ranah akademis maupun non

-akademis. Begitu pula dalam berorgan-

isasi yang mendukung belajar dan berlatih

menjadi orang mandiri dalam berke-

hidupan. Yang terakhir dan tidak boleh

dikesampingkan, kita harus menjaga ta-

takrama baik dalam bertutur kata maupun

berperilaku.

*Penulis adalah Kru Buletin TëROBOSAN

Sosok Mahasiswa Ideal Oleh: Ikmal Alhudawi*

Doc: profic-fb.com

Page 12: Terobosan Edisi Reguler 367

Email/YM: [email protected]

FB: Tranferindo Mesir