buletin terobosan edisi 350

16
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa menghilangkan makna dan tujuan. TëROBOSAN ADVERSITING Sekapur Sirih, Jarak, Halaman 2 Sikap, PPMI, dimana letak pentingnya? Halaman 3 Laporan Utama, Trias Politika Masisir, mau dibawa ke mana? Halaman 4-5 Komentar Peristiwa, MPA dan BPA menumpuk agenda sidang, Halaman 6-7 Seputar Kita, Informatika gelar pelatihan penulisan, Halaman 7 Seputar Kita, Wihdah adakan Sparkling Days, Halaman 8 Seputar Kita, Gara-gara Kib- dah, Tiga orang Mahasiswa berurusan dengan polisi, Halaman 8 Laporan Khusus, Satu Semes- ter PPMI, apa kata mereka?, Halaman 9 Wawancara, Pak Cecep: SGS bukan wahyu tuhan!, Halaman 10 Layar, Jurnal Masisir siap go Internasional Halaman 11 Dinamika, Komunitas kamar Halaman 12 Sastra, Mbah Gono, Halaman 13 Opini, Konsep arah kiblat dalam Islam, Halaman 14 Kolom, Ketika Media Kehila- ngan Pe[me]rannya, Halaman 15 Edisi 350 22 Februari 2013 Selamat Membaca! Santai dan penting dibaca Tajam tanpa melukai Kritis tanpa menelanjangi Mau Dibawa ke Mana SGS Kita? Masisir saat ini terputus dari sejarah organisasinya, SGS yang awalnya bertujuan untuk mempermudah organisasi justru dianggap mempersulit. Ada apa dengan SGS kita? Simak Laporan Utama hal 4-5 Pak Cecep: SGS bukan wahyu Tuhan yang tidak bisa dirubah! Berhadiah Stiker menarik dari TëROBOSAN

Upload: terobosan-masisir

Post on 14-Feb-2015

102 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Buletin Terobosan adalah media independen yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin Terobosan Edisi 350

Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi

mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya

tanpa menghilangkan makna dan tujuan.

TëROBOSAN

AD

VER

SITI

NG

Sekapur Sirih, Jarak, Halaman 2

Sikap, PPMI, dimana letak pentingnya? Halaman 3

Laporan Utama, Trias Politika Masisir, mau dibawa ke mana?

Halaman 4-5

Komentar Peristiwa, MPA dan BPA menumpuk agenda sidang, Halaman 6-7

Seputar Kita, Informatika gelar pelatihan penulisan, Halaman 7

Seputar Kita, Wihdah adakan Sparkling Days, Halaman 8

Seputar Kita, Gara-gara Kib-dah, Tiga orang Mahasiswa berurusan dengan polisi, Halaman 8

Laporan Khusus, Satu Semes-ter PPMI, apa kata mereka?, Halaman 9

Wawancara, Pak Cecep: SGS bukan wahyu tuhan!, Halaman 10

Layar, Jurnal Masisir siap go Internasional Halaman 11

Dinamika, Komunitas kamar Halaman 12

Sastra, Mbah Gono, Halaman 13

Opini, Konsep arah kiblat dalam Islam, Halaman 14

Kolom, Ketika Media Kehila-ngan Pe[me]rannya, Halaman 15

Edisi 350 22 Februari 2013

Selamat Membaca!

Santai dan penting dibaca

Tajam tanpa melukai

Kritis tanpa menelanjangi

Mau Dibawa ke Mana SGS

Kita? Masisir saat ini terputus dari sejarah organisasinya, SGS

yang awalnya bertujuan untuk mempermudah organisasi

justru dianggap mempersulit. Ada apa dengan SGS kita?

Simak Laporan Utama hal 4-5

Pak Cecep: SGS bukan wahyu Tuhan yang tidak bisa dirubah!

Berhadiah

Stiker menarik dari

TëROBOSAN

Page 2: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Sekapur Sirih

Jarak

Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pimpinan Umum: Tsabit Qodami. Pimpinan Re-daksi: Fahmi Hasan Nugroho. Pimpinan Perusahaan: Erika Nadarul Khoir. Dewan Redaksi: Abdul

Majid, M. Hadi Bakri. Reportase: M. Ainul Yaqien, M. Zainuddin, Dirga Zabrian, Sulhansyah Jibran, Luthfiatul Fuadah Al-Hasan, Ainun Mardiah, Heni Septini. Editor: Zulfahani Hasyim. Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228 E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan Iklan dan Layanan Pelanggan silakan menghubungi nomor telpon : 01159319878 (Tsabit) atau 01122217176 (Fahmi)

Sebuah ruang sela (panjang atau jauh) antara

dua benda atau tempat dinamakan jarak.

Demikian definisi kata jarak menurut KBBI. Den-

gan demikian setiap sesuatu yang tidak menyatu

adalah berjarak sebagaimana pandangan di atas.

Sesempit apapun ruang sela itu, kalaulah masih

ada pemisah bisa didaulat berjarak, tidaklah satu,

terpisah atau berpisah.

Sejarah menceritakan, kita sebagai bangsa

yang terjajah pernah kesulitan menembus garis

kemerdekaan karena perjuangan yang terpisah-

pisah satu sama lain. Sampai pada akhirnya ke-

hendak dan pe-ngalaman dalam berjuang menga-

jarkan: untuk menembus hasil perjuangan adalah

dengan kebersamaan, bersatu. Kalau tidak

demikian, lalu dengan apa? Kita yang kala itu

minim senjata, bodoh tentu akan hanya gigit jari

melihat kenyataan nihil karena perjuangan yang

tanpa adanya persatuan. Maka jelas, satu sama

lain hendaknya tidak berjarak, merasa satu na-

sib, satu per-juangan, satu impian, satu kemer-

dekaan, satu bangsa.

Sayang setelah mengusir para penjajah wa-

bah penyakit “jarak” kini menggerogoti kembali.

Padahal tak perlu mengumumkannya kita semua

tahu itulah yang dahulu menjadi penghambat

kemerdekaan kita. Entahlah. Apakah ini adalah

hukum alam atau memang kebodohan manusia

yang ditakdirkan bercacat diri? Yang jelas kita

yakin ini bukanlah kutukan dari Tuhan karena

agama dengan jelas mengajari kita bagai-

mana seharusnya kita menyikapi. Bu-

kankah begitu sahabat-sahabati?

Begitulah penyakit manusia. Jikalau

belum merasakan sendiri kenyataan pahit-

nya maka jera tidak akan pernah menjadi

titik akhirnya. Maka pada padanan lain,

kesadaran bukanlah hal yang akan bisa

tertancap dalam hati, perasaan dan pikiran.

Oh betapa memilukan pastinya!

“Apa yang salah dari Masisir ya?”, keluh

seorang awak TëROBOSAN dalam sebuah

obrolan sore itu. Mungkin jarak inilah yang

menjadi sumber besarnya Masisir sekarang

ini. PPMI kalang kabut menyatukan anggo-

tanya, di sana-sini semua membentuk ben-

teng sendiri. Sampai-sampai untuk me-

mangkas jarak yang demikian parah PPMI

harus mengadakan penutupan kegiatan

semester kemarin dengan sebuah acara

bertajuk “ Hari Kebersamaan Masisir”. Den-

gan harapan mereka bisa menyatukan Ma-

sisir, setidaknya hanya dalam sehari dalam

acara tersebut saja.

Tidak, sungguh tidak masuk akal nam-

paknya! Hanya karena ingin me-nyatukan

saja sampai harus mengadakan acara den-

gan menghabiskan dana ribuan junaih.

Hebat nian, ternyata demikian mahalnya

nilai kebersamaan! Padahal itu masih

sesama Masisir yang belum sesibuk pejabat

lo! Pak Dubes misalnya. Wah belum bisa

membayangkan bagaimana nanti dana

untuk mendekatkan sesama kita ketika

sudah sesibuk beliau. Tapi inilah kenyataan

yang memaksa kemustahilan ini me-

nyelonong masuk ke dalam otak. Maka

logislah kalau sudah demikian, bukankah

begitu sahabat?

Terlalu banyak hal yang berjarak dalam

tubuh Masisir. Sebelum kita ingin dekat

dengan beliau para pejabat yang sibuk,

maka sudah seharusnya kita dalam satu

tubuh yang utuh, tidak berjarak demikian.

Maka baru setelah itu kita bisa berjalan

mendekati beliau.

Kali ini, TëROBOSAN bermaksud

merekatkan kembali jarak Masisir melalui

ruang kesadarannya. Lewat laporan men-

genai SGS (Student Government System)

kami berusaha mengi-ngatkan Masisir un-

tuk kembali me-nyadari betapa menakut-

kannya wabah “jarak” ini. Semoga dengan

kembali mempelajari bagaiamana para

senior terdahulu berusaha menyatukan diri

Masisir, khususnya melalui sistem trias

politika ini kita bisa kembali mengi-ngat

cita-cita perjuangan organisasi ini, yaitu

bersatu padu. Tidak demikian adanya yang

lesu, sebagaimana kita lihat kenyataan

sidang BPA dan MPA beberapa hari yang

lalu. Demikian kami menyambut anda dan

selamat membaca! [ë]

02

Al-Taqwa Copy

Menerima segala jenis

fotokopi

Swessry B, Building 58.

Depan Pondok Ayu

Hp: 01001561133

Page 3: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

S i k a p

03

PPMI, Di mana letak pentingnya? Dalam ilmu sosial, komunitas Masisir ini

adalah sebuah komunitas yang unik dan ber-

beda dengan masyarakat pada umumnya.

Ia memiliki struktur sosial yang berbeda

dari masyarakat lain. Di dalamnya terdapat

KBRI sebagai pejabat tertinggi perwakilan

dari Pemerintah RI, lalu di bawahnya ada

WNI yang di dalamnya terdapat para pelajar

dan mahasiswa sebagai anggota masyarakat.

Lalu ada juga berbagai macam organisasi dan

komunitas yang beragam.

Ditambah lagi dengan adanya iklim bisnis

yang mencakup hampir semua kebutuhan

hidup dan terus berputar di kalangan komu-

nitasnya menjadikan komunitas ini memiliki

iklim ekonomi sendiri.

Anggota komunitas Masisir pun selalu

berubah-ubah dalam jangka waktu yang re-

latif pendek. Rata-rata anggota komunitas ini

akan berganti setiap lima tahun, hal itu men-

yebabkan terputusnya sejarah di setiap ta-

hunnya. Para pendatang baru tidak akan

mengetahui hal-hal yang terjadi lepas lima

tahun sebelumnya, akhirnya komunitas ini

akan selalu menjadikan masa kini sebagai

pijakan tanpa melihat masa lalu. Baiknya, isu

-isu atau kejadian yang tabu tidak akan lagi

dibicarakan lebih dari dua atau tiga tahun.

Buruknya, kita terputus dari sejarah masa

lalu saat kita membutuhkan sejarah sebagai

pijakan.

Contohnya dalam sistem Trias Politica

dalam tubuh PPMI. Sistem ini sekarang telah

terputus dari akar sejarahnya. para pejabat

SGS dan para mahasiswa pada umumnya

tidak tahu kenapa ada sistem yang rumit ini

dalam percaturan politik mahasiswa. Pola

pikir masa kini yang dirasakan oleh maha-

siswa sekarang tidak lagi terhubung dengan

pola pikir yang ada saat organisasi ini mulai

menggunakan Trias Politica sebagai sistem

organisasi. Tujuan utama dan alasan

dipilihnya sistem ini pun tidak lagi dipahami

oleh mahasiswa pada saat ini. Mereka telah

kehilangan pemahaman terhadap falsafah

keorganisasian, dan hanya menjalankan or-

ganisasi ini sesuai dengan apa yang mereka

pahami dan mereka pikirkan.

Mahasiswa kini tidak lagi tahu apa

pentingnya PPMI untuk mahasiswa. Jika

KBRI dan Al-Azhar menjadi penentu ke-

beradaan kita di negeri ini, maka PPMI tidak

sepenting itu. Tidak adanya PPMI tidak akan

mengancam keberadaan kita sebagai maha-

siswa di negeri ini. Lain halnya jika KBRI

tidak ada misalkan, maka negara kita tidak

memiliki perwakilan diplomasi di negeri ini,

dan kita pun akan kesulitan untuk tinggal di

negeri ini.

PPMI pun tidak berhasil menyatukan

hubungan emosional antara mahasiswa

layaknya organisasi kekeluargaan. PPMI pun

tidak sepenting organisasi kekeluargaan

yang bisa menyatukan persaudaraan hingga

berpuluh tahun setelah kelulusan. Ya, PPMI

bukan organisasi kekeluargaan yang men-

jadikan hubungan emosional kekeluargaan

sebagai modal utama pergerakan organisasi,

maka tidak ada reuni alumni yang diadakan

oleh PPMI. Presiden atau wakil presiden

memang bisa membuat PPMI menjadi or-

ganisasi bercorak kedaerahan dengan men-

gangkat banyak teman sedaerahnya untuk

menjadi pengurus di PPMI sebagaimana pe-

riode lalu (Baca: TëROBOSAN edisi 348).

PPMI pun tidak memiliki kepentingan

dengan naik-turunnya nilai akademis maha-

siswa. Selain karena PPMI tidak akan dimin-

tai pertanggungjawaban tentang tingkat

akademis mahasiswa, PPMI pun akan dibi-

lang merebut pekerjaan senat mahasiswa

dan kelompok kajian jika PPMI mengadakan

kajian atau bimbingan belajar untuk maha-

siswa.

Dan pada kenyataannya, PPMI pun kesu-

litan untuk memaksimalkan bimbingan bela-

jar jika memang mereka mengadakannya.

Hal ini dikarenakan kebijakan dan orientasi

PPMI selalu berubah setiap tahunnya. Bisa

saja PPMI satu periode memberikan per-

hatian lebih terhadap akademis, namun be-

lum tentu PPMI periode berikutnya mem-

berikan porsi yang sama terhadap akademis

seperti periode sebelumnya. Berbeda dengan

kelompok kajian dan senat mahasiswa yang

memang telah menjadikan akademis sebagai

landasan utama perjalanan komunitas

mereka.

PPMI pun bukan juga komunitas budaya

atau hobi tertentu yang menjadikan human

interest sebagai modal persatuan. Memang

bisa saja PPMI mengadakan lomba olahraga,

lomba parade musik dan budaya untuk men-

gikat Masisir, namun itu hanya sebatas

lomba dan tidak akan menjadi sebuah

perkumpulan yang dapat mengikat sebuah

komunitas yang memiliki ketertarikan yang

sama.

PPMI pun bukanlah organisasi almama-

ter yang bisa menjadikan kenangan akan

masa sekolah sebagai modal untuk kemajuan

organisasi. Masisir tidak berasal dari satu

sekolah atau pesantren yang sama, maka

modal kedekatan masa sekolah tidak bisa

dijadikan modal bagi PPMI untuk berjalan

merangkul seluruh mahasiswa. Presiden

PPMI atau wakilnya bisa saja memilih jajaran

PPMI dari teman-teman yang berasal dari

sekolah yang sama, namun lambat laun kelak

kecemburuan sosial akan terasa di antara

mahasiswa yang menyebabkan PPMI akan

terasa ekslusif dan tertutup.

PPMI juga bukanlah sebuah partai dak-

wah atau organisasi masyarakat yang mem-

persatukan mahasiswa dengan ideologi

politik atau aliran tertentu, karena ideologi

sebuah kelompok belum tentu bisa diterima

oleh kelompok lain.

PPMI tidak bisa menjadikan ideologi

kelompok tertentu sebagai alat perekat Ma-

sisir. Karena Masisir sendiri adalah masyara-

kat yang heterogen, terdiri dari berbagai

macam kelompok dan aliran yang berbeda.

Memang bisa saja PPMI menjadikan ideologi

tertentu sebagai modal usaha jika PPMI di-

kuasai oleh satu kelompok saja, namun itu

justru akan memperlebar jurang antara peja-

bat PPMI yang berkuasa dengan para maha-

siswa yang tidak sejalan dengan ideologi

yang sedang mewarnai PPMI.

Pertengkaran tidak sehat akan selalu

terjadi saat ego kelompok dibawa ke ranah

PPMI yang seharusnya bisa merangkul

mahasiswa secara keseluruhan.

Dan itulah yang selama ini terjadi di ling-

kungan PPMI sejak lama. Percaturan politik

antara PKS dan non-PKS selalu menjadi buah

bibir mahasiswa, terutama ketika menjelang

pemilihan pemilu Presiden PPMI. Tak jarang

para mahasiswa bertanya-tanya, “Siapa calon

dari PKS? Dan siapa calon dari non-PKS?”.

Meski hal ini selalu dibantah oleh pihak PKS

karena mereka pun tidak pernah mengaju-

kan calon presiden PPMI secara resmi atas

nama partai, namun itulah yang sering dibi-

carakan oleh Masisir.

Setelah memperhatikan berbagai penje-

lasan di atas, terdapat beberapa pertanyaan

yang kami ajukan kepada Masisir untuk ma-

salah PPMI ini. Pertama, Sebenarnya di mana

letak pentingnya PPMI bagi Masisir saat ini?

Apakah hanya dibutuhkan untuk mengurusi

beasiswa JS yang sudah lama terhenti?

Apakah hanya dibutuhkan jika ada kepentin-

gan dibalik pembagian jatah Temus? Ataukah

lebih dari itu?

Lalu pertanyaan berikutnya, apa yang

bisa dijadikan modal utama PPMI untuk me-

rangkul Masisir keseluruhan? Bagaimana

caranya agar Masisir sudi untuk dirangkul

oleh PPMI? Bagaimana caranya agar anda

tidak hanya mengkritik PPMI tetapi juga sudi

untuk ikut berkontribusi membantu PPMI?

Coba jawab oleh hati nurani anda! [ë]

Page 4: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Laporan Utama

03

Trias Politika Masisir, Mau Dibawa ke Mana?

Sejarah dan tujuan awal

Di sebuah ruangan besar Auditorium

Shalah Kamil, beberapa orang mahasiswa

memimpin sidang yang akan sangat menen-

tukan arah jalannya keorganisasian untuk

masa selanjutnya. Di antara beberapa maha-

siswa itu terdapat seorang mahasiswa yang

bernama Cecep Taufikurrahman, yang saat

itu terpilih menjadi presidium sidang yang

membahas tentang AD/ART baru PPMI yang

di dalamnya juga terdapat pembahasan ten-

tang Student Government System (SGS).

Konsep SGS yang digunakan adalah kon-

sep trias politika ala Montesquieu yang

memisahkan kewenangan pemerintah men-

jadi tiga lembaga yang berbeda: Lembaga

legislatif yang membuat undang-undang,

lembaga eksekutif yang menjalankan undang

-undang, dan lembaga yudikatif sebagai

pengawas jalannya undang-undang.

Sidang yang berlangsung alot dan lama

itu membuat sebuah keputusan yang

mana sejak saat itu sistem trias politika

ini diadopsi ke dalam tubuh PPMI dengan

bentuk yang sedikit berbeda. Dalam

PPMI, lembaga legislatif dipegang oleh BPA

dan MPA yang bertugas untuk membuat un-

dang-undang, lalu lembaga eksekutif

dipegang oleh DPP PPMI yang terdiri dari

Presiden PPMI beserta jajarannya, dan lem-

baga yudikatif dipegang oleh BPA.

Bapak Cecep Taufikurrahman, salah seo-

rang saksi sejarah yang masih ada saat ini

menjelaskan, “Banyak sekali sistem yang

tumpang tindih terutama antara PPMI den-

gan organisasi-organisasi yang di bawah-

nya.” Hal ini kemudian menjadi salah satu

faktor dibutuhkannya sebuah sistem yang

bisa mengatur lalu lintas organisasi di kalan-

gan Masisir. (Baca: Wawancara hal. 10)

Hal senada juga dikatakan oleh M.

Tabrani Basya yang pernah menjabat sebagai

ketua MPA tahun 2007-2008. Ia menjelaskan,

“Awalnya, lalu lintas organisasi di Masisir itu

tidak rapi, banyak organisasi yang berte-

baran tapi tidak ada satu organisasi induk

yang membawahi setiap kepala itu. Maka

dibuatlah sistem ini untuk merapikan arus

lalu lintas organisasi itu.”

Lebih lanjut, Pak Cecep menjelaskan

bahwa saat itu, setelah berbagai macam

diskusi diadakan, para aktifis Masisir saat itu

tidak memiliki solusi yang dirasa tepat untuk

merubah sistem yang telah ada. Maka saat itu

tercetuslah ide untuk menerapkan sistem

keorganisasian yang saat itu sedang marak

digunakan oleh organisasi-organisasi maha-

siswa di Indonesia.

“Kita menawarkan, waktu itu Mas Romli

juga menawarkan bagaimana merubah sis-

tem yang ada bukan hanya sebagai or-

ganisasi biasa, tetapi PPMI menjadi sebuah

lembaga pembelajaran politik bagi maha-

siswa, pembelajaran pengelolaan lembaga

oleh mahasiswa yang kita namakan dengan

sistem pemerintahan mahasiswa” lanjut Pak

Cecep di sela wawancara di kantor Konsuler.

Tabrani Basya menambahkan, “Sistem ini

disahkan oleh Pak Cecep dan Pak Romli.

Mereka bukan cuma mencetuskan tapi juga

berhasil memimpin dan men-

jalankannya”.

Kritikan terhadap

trias politika SGS

Animo Masisir saat mulai dijalankannya

sistem ini sangatlah tinggi, hal itu terbukti

dengan tingginya permintaan berbagai

macam organisasi untuk diadakan pelatihan

tentang SGS yang baru saja dijalankan.

“Kita dulu sering dipanggil oleh berbagai

organisasi untuk mengadakan pelatihan ten-

tang SGS. Karena banyaknya permintaan

waktu itu, akhirnya MPA membuat tim

khusus untuk menangani masalah pelatihan

tentang SGS.” Jelas Pak Cecep yang menjabat

sebagai Ketua MPA tahun 2004-2005 meng-

gantikan Pak Romli Syarqowi sebagai Ketua

MPA pertama setelah disahkannya sistem

baru ini.

Namun dalam perjalanannya, banyak

kritikan yang muncul terhadap sistem ini. Di

antaranya adalah tulisan Muhammad Syadid

di buletin Informatika edisi Interaktif Pemilu

Raya, 27 Agustus 2012, atau tulisan Desi

Hanara di Modul Orientasi Mahasiswa Baru

PPMI angkatan tahun 2010 dan buletin

TëROBOSAN 1 April 2008, Rashid Satari di

buletin TëROBOSAN 16 November 2009, dan

Agus Khudlari di buletin TëROBOSAN 11

Agustus 2008.

Di antara kritikan yang muncul adalah

PPMI dinilai terlalu gemuk, terlalu menyi-

bukkan mahasiswa dengan birokrasi sistem

dan rapat dan pengaruh buruknya terhadap

tingkat akademis mahasiswa.

Minat Masisir terhadap PPMI pun

berkurang terutama jika berkaitan dengan

sidang dan undang-undang. Hal ini terbukti

ketika sidang RAPBO BPA kemarin yang di-

hadiri oleh kurang dari 15 orang peserta dari

seluruh perwakilan. Pada akhirnya setiap

kegiatan yang diadakan oleh MPA dan BPA

seolah menjadi sebuah formalitas karena

hampir di setiap sidang tidak pernah menca-

pai kuorum yang semestinya.

Ahmad Satriawan Hariadi, Pimred Jurnal

Himmah PPMI berkomentar, “Terlalu banyak

faudha di tubuh PPMI dan sistem keor-

ganisasian PPMI”.

Salah seorang mahasiswa lain, Ahmad

Hujaj berkomentar, “… Untuk kalangan arus

bawah, sistem itu terlalu ribet. Kita lihat

sendiri bahwa Masisir tidak sekompleks

Indonesia. Jadi, kalau terlalu panjang ijroat-

nya malah terkesan bertele-tele”.

Wahidul Kholis, salah seorang pimpinan

MPA PPMI berkomentar, “Sebenarnya sistem

ini masih ideal, tapi orang-orang (pendiri)

nya sudah tidak ada, peminatnya pun sudah

berkurang, dan lagi Masisir pun sibuk ke

arah lain yang menyebabkan PPMI kurang

diminati.”

Beberapa mahasiswa lain yang kami

wawancarai mengisyaratkan hal yang sama,

bahwa sistem Student Government System

(SGS) dengan trias politika ini sulit di-

mengerti dan terlalu rumit untuk sebuah

organisasi yang ruang lingkupnya hanya

sekitar komunitas mahasiswa.

Kritik dan keluhan ini memang bukan

hanya muncul akhir-akhir ini. Sejak beberapa

tahun lalu kritikan serupa sudah pernah

muncul. Pak Cecep menjelaskan, “Saya tahu,

yang mengkritik SGS itu banyak sekali, dari

yang kritiknya agak ilmiah sampai yang asal-

asalan. Tapi mereka tidak memberikan

solusi. Jadi seharusnya kita sama-sama me-

nemukan titik kelemahannya lalu memper-

baikinya agar SGS ini betul-betul menjadi

sistem yang ideal.”

Banyak terjadi pelanggaran undang-

undang dalam setiap sidang yang diadakan

oleh BPA dan MPA yang diakibatkan oleh

kurang pahamnya Masisir terhadap sistem

yang ada di PPMI. Di antara pelanggaran itu

adalah tidak adanya kejelasan tentang

delegasi yang diutus oleh tiap-tiap organisasi

di setiap sidang. Hal ini ditandai dengan ti-

dak tetapnya anggota sidang di setiap sidang

yang diadakan oleh MPA atau BPA, bisa jadi

suatu saat sebuah organisasi mengutus si A

untuk menghadiri sebuah sidang dan mengu-

tus si B untuk sidang berikutnya.

Mengenai hal ini Wahidul Kholis menang-

gapi, “Seharusnya sih (anggota sidang) di

setiap sidang itu tetap, tapi untuk sekarang

kita terima dulu lah yang ada. Karena bisa

Page 5: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Laporan Utama

04

jadi orang yang dilantik dulu sekarang sudah

tidak ada lagi atau kepengurusannya sudah

berubah”. Hal senada juga diucapkan oleh

Hilmy Mubarak sebagai salah satu pimpinan

BPA, ia menjelaskan bahwa menurut undang

-undang, anggota MPA dan BPA di setiap

sidang haruslah orang yang sama.

Namun di sisi lain, hanya sedikit or-

ganisasi yang berkenan mengirimkan

utusannya untuk hadir dalam sidang MPA

atau BPA. Hal ini terbukti ketika sidang pleno

BPA yang membahas tentang UU Temus dan

Maba awal Desember lalu hanya dihadiri

oleh 22 orang peserta, bahkan peserta sidang

RAPBO yang baru berlangsung sabtu (16/2)

kemarin pun tidak lebih dari 15 orang. Hilmy

berkomentar, “Bisa saja kita adakan pera-

turan, bagi organisasi yang tidak ikut sidang

selama tiga kali misalkan, kita kurangi jatah

temusnya satu biar mau pada dateng.”

Pihaknya menilai bahwa Masisir baru

akan merespon jika permasalahan yang diba-

has adalah masalah jatah Tenaga Musiman

(Temus), selain itu Masisir seolah tidak pe-

duli. Ia pun mengiyakan bahwa permasala-

han Temus adalah hal yang riskan, dan pera-

turan ini pun baru sebatas ide sepintas

karena melihat persentase kehadiran utusan

organisasi di setiap sidang minim, dan belum

tentu Masisir akan menerima.

Minimnya kehadiran utusan organisasi

dalam setiap sidang pun salah satunya dise-

babkan oleh kurang pahamnya Masisir akan

urgensitas sidang yang diadakan oleh MPA

dan BPA. Jangankan untuk memahami ten-

tang berbagai macam sidang yang diadakan,

tentang kulit dari sistem keorganisasian

PPMI ini pun banyak mahasiswa yang tidak

memahaminya.

Kami mencoba bertanya tentang trias

politika dalam PPMI serta peran dan tugas

BPA dan MPA, dan kami mendapatkan jawa-

ban yang hampir seragam. Salah seorang

mahasiswi yang juga merupakan pengurus di

Wihdah PPMI, Nurul Azizah berkomentar,

“Waduh, pertanyaannya susah. Ane ga pa-

ham masa!”.

Mahasiswa lain, Hasan Hanung men-

jawab, “Kurang tahu, mungkin karena tugas

MPA BPA intern dalam tubuh DP PPMI, jadi

yang tahu ya orang-orang yang jadi DP”.

Beberapa keterangan di atas menunjuk-

kan bahwa sistem yang ada dalam tubuh

PPMI sulit untuk dipahami oleh Masisir saat

ini, lebih lagi Masisir pun kurang mengetahui

urgensitas dan fungsi dari berbagai macam

sidang yang diadakan oleh MPA dan BPA.

Hal ini disebabkan oleh kurangnya

sosialisasi dari PPMI tentang hal-hal yang

berkaitan dengan sistem keorganisasian.

Sosialisasi yang ada selama ini masih berki-

sar pengumuman kegiatan-kegiatan yang

telah diprogramkan. PPMI jarang mempub-

likasikan hal-hal seperti penjelasan tentang

sistem trias politika, fungsi dan tugas masing

-masing MPA, BPA dan DPP, fungsi dari si-

dang-sidang yang diadakan, tujuan dari

RAPBO, LKS dan hal-hal lain. Hujaj berko-

mentar, “Bukankah masing-masing lembaga

punya akun FB? Tapi kenapa FB itu belum

memasukkan sebagian besar Masisir? Seha-

rusnya lembaga-lembaga itu nge-add anak-

anak baru dan nge-share­ status-status ten-

tang program mereka…”

Hal senada dikatakan oleh Abdul Baits.

Seorang mahasiswa, ketua panitia sidang

LKS kemarin. Ia berpendapat bahwa sistem

keorganisasian beserta lembaga dan tugas-

nya yang bermacam-macam ini jarang

disosialisasikan oleh PPMI, paling hanya

sebagian orang yang bisa memahami ini, itu

pun hanya orang yang memiliki kepentingan

dengan PPMI.

Tabrani Basya pun menambahkan, “Dulu

saya (ketika jadi MPA) sering nulis di

TëROBOSAN atau Informatika tentang PPMI,

tapi sekarang tidak pernah saya lihat. Kenapa

PPMI tidak tanggapi masukan yang ada? Ke-

napa PPMI tidak menulis di media?”

Nilai Positif?

Awalnya, sebagaimana dikatakan oleh

Pak Cecep. Sistem SGS ini salah satunya ber-

tujuan untuk mengatur lalu lintas organisasi

di kalangan Masisir sekaligus sebagai ladang

pembelajaran politik bagi mahasiswa, ditam-

bah lagi sistem yang digunakan PPMI adalah

sistem yang hampir sama dengan yang dit-

erapkan oleh pemerintah di tanah air.

Hujaj berkomentar, “Sistemnya bagus,

minimal untuk belajar hidup bernegara den-

gan baik dan benar. Ada pelaku pemerin-

tahan, ada yang ngritisi ada juga yang meran-

cang dan mengesahkan undang-undang”

Tabrani menambahkan, “Tidak sedikit

alumni Masisir yang ketika pulang ke Indo-

nesia menjadi anggota dewan di daerah mau-

pun nasional, jadi ini bisa dijadikan tempat

belajar”

Beberapa mahasiswa lain menyebutkan

hal yang sama, yaitu sistem yang ada PPMI

bisa dijadikan lahan untuk belajar berpolitik

dan berorganisasi, meski tidak menutup ke-

mungkinan bahwa sistem ini harus terus

dikaji dan dimaksimalkan fungsinya.

Perlukah dirubah?

Lalu kami mencoba untuk menanyakan

apakah sistem keorganisasian dalam tubuh

PPMI harus dirubah? Berbagai macam jawa-

ban yang beragam kami terima.

Mengenai hal ini, Pak Cecep berkomen-

tar, “Sistem SGS itu bukan wahyu tuhan yang

tidak bisa dirubah. Setiap sistem yang dibuat

oleh manusia pasti banyak kekurangannya.

Oleh sebab itu silahkan dicari mana titik

kelemahannya lalu perbaiki!” Ia pun mengi-

syaratkan bahwa sistem bisa saja berubah

sesuai dengan tuntutan zaman, bisa saja di-

ganti jika memang sistem itu dinilai sudah

tidak relevan dengan pola pikir dan gaya

hidup mahasiswa saat ini. “Ini adalah tugas

aktifis (di masa)-nya kan?”

Abdul Majid, salah seorang anggota MPA

KSW menjelaskan bahwa sistem itu disesuai-

kan dengan semangat mahasiswa pada ma-

sanya. Maka sistem bisa saja berubah tergan-

tung semangat dan pola pikir mahasiswa di

suatu masa.

Ulum, salah seorang keluarga

TëROBOSAN berpendapat bahwa sistem ini

rumit dan perlu dirubah, “Perlu dirubah yang

pas buat Masisir, dan nggak terlalu rumit”

Hilmy Mubarak, pimpinan BPA PPMI

mengatakan hal lain. Ia berpandangan bahwa

sistem SGS ini belum bisa dihapus, karena

nanti akan membuat masisir kaget dengan

perubahan sistem yang tiba-tiba. Ia men-

gusulkan agar sistem yang ada ini terus di-

kaji ulang agar dapat dimaksimalkan

fungsinya.

Hujaj memiliki pandangan yang sama, ia

menuturkan “Kalau ingin tetap belajar sistem

bernegara, lebih baik jangan dirubah, tapi

dimaksimalkan kinerjanya”

Tabrani berkomentar tentang perlukah

ada sistem baru untuk PPMI, Ia mengatakan,

“Perlu ada pengkajian lagi yang lebih men-

dalam tentang ini dan perlu ada konsep yang

lebih matang kalau ingin membuat sistem

baru”

Lalu?

Terlepas perlu dirubah atau tidak, sistem

trias politika dalam tubuh PPMI memang

bermasalah. Para pejabat PPMI saat ini pun

hanya menerima sistem ini sebagai warisan

turun menurun dan belum ada usaha untuk

mengkaji ulang ataupun merubahnya. Dan

Masisir pada umumnya pun tidak tahu apa

yang menjadi alasan digunakannya konsep

trias politika dalam sistem keorganisasian di

PPMI. Maka perlu ada penghubung antara

pihak yang menjalankan sistem saat ini den-

gan pihak yang menjadi pelaku sejarah ber-

jalannya PPMI sejak perubahan sistem itu.

Tabrani Basya mengatakan, “Saya harap

semoga MPA (dan PPMI seluruhnya) men-

gumpulkan orang-orang lama untuk

meminta masukan dan mengadakan perbai-

kan sistem sekaligus untuk memperdalam

pemahaman jajaran PPMI akan PPMI sendiri”

Semoga PPMI semakin maju ke arah yang

baik. [ë] Fahmi.

Page 6: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Komentar Peristiwa

06

MPA dan BPA Menumpuk Agenda Sidang Sabtu, 16 Februari 2013 suasana Wisma

Nusantara sedikit berbeda dari biasanya. Pagi

itu tiga mahasiswa tampak sedang berbincang

di depan pintu gerbang. Di auditorium Wisma

Nusantara beberapa mahasiswa dan maha-

siswi berlalu lalang. Sementara itu di dalam

kantor DPP PPMI sekelompok mahasiswa dan

mahasiswi terlihat sedang serius larut dalam

perbincangan. Ketika tim TëROBOSAN tiba di

aula, Abdul Baits, ketua panitia acara sidang

menyapa kami dan mempersilahkan masuk.

Seperti yang tertulis di dalam 157 un-

dangan yang disebar ke berbagai organisasi

Masisir, hari itu akan diadakan rapat oleh DPP

PPMI, MPA dan BPA. Menurut ketua MPA,

Wahid Hasyim yang sempat kami temui be-

berapa saat sebelum agenda dimulai, agenda

hari itu merupakan sidang yang direncanakan

oleh MPA guna merapatkan dan mengevaluasi

kinerja DPP PPMI selama satu semester tera-

khir. Sebuah sidang yang secara luas dikenal

dengan sebutan sidang LKS. Masih menurut

dia, selain MPA yang mengadakan sidang LKS

DPP PPMI hari tersebut, BPA juga akan mem-

bahas RAPBO PPMI untuk semester ke depan.

Dengan kata lain ada dua organisasi–BPA dan

MPA-yang mengagendakan menjadi satu

agenda yang berurutan. Begitu menurut Wa-

hid yang naik jabatan memegang tampuk ke-

pemimpinan MPA menggantikan Amrizal

Batubara yang sedang berada di Indonesia.

Sidang LKS Minim Peserta

Saat tim TëROBOSAN sampai di Wisma

Nusantara keadaan masih sepi. “Ejih sepi!”,

jawab M. Yusuf, ketua KSW yang menghadiri

undangan. Sampai kemudian jarum jam

menunjukkan pada angka 12.05 seorang petu-

gas acara maju ke podium, tanda dimulainya

acara. Meskipun demikian peserta masih sepi

walaupun di dalam surat di undangan jelas

tertera acara akan dimulai pukul 09.30 CLT.

Hingga saat itu tercantum dalam absensi

hanya ada 25 peserta, 5 diantara adalah per-

wakilan kekeluargaan dan 8 dari Wihdah.

Setelah sambutan dari ketua panitia—

Abdul Baits—dan ketua MPA—Wahid

Hasyim—acara dilanjutkan dengan shalat

zuhur sambil menunggu kedatangan undan-

gan lainnya. Setelah selesai menunaikan sha-

lat, pada pukul 13.00 acara dimulai kembali.

MPA menduduki kursi podium dan segera

memulai seremonial sidang. Meskipun diberi-

kan waktu setengah jam jeda untuk shalat,

peserta juga belum mencapai kuorum atau

dua pertiga jumlah total anggota. Maka hal ini

sempat menjadi sedikit perdebatan ketika

membahas tata tertib. Terjadi sedikit tarik

ulur antara peserta dan pimpinan sidang un-

tuk menentukan jeda skorsing. Pada akhirnya

disepakati jeda satu menit guna skorsing,

sebagai syarat menggugurkan poin kuorum

seperti tercantum di tata tertib.

Setelah dimulai beberapa menit kemudian

5 undangan lainnya berdatangan, menambah

jumlah suara peserta. Dengan jumlah total

tiga puluh peserta sidang, dibentuklah empat

f r a k s i . H a l i n i d i s e s u a i k a n

-dengan kesepakatan sebelumnya untuk

membentuk fraksi pada sidang kali ini. Dela-

pan mahasiswi yang hadir sebagai perwakilan

dari Wihdah berkumpul membentuk fraksi

tersendiri. Mereka menamakan fraksinya

Wihdah Kompak. Sementara itu tiga lainnya

adalah Fraksi Kasih Sayang, Fraksi Twinkies

dan nama Fraksi terakhir adalah Garuda. Sete-

lah pembentukan fraksi dibagilah Lembar LKS

untuk dibincangkan interen sesama anggota

fraksi sebelum akhirnya nanti disampaikan

sebagai tanggapan fraksi. Untuk rapat fraksi

tersebut, MPA memberikan waktu lima belas

menit.

Lima belas menit berlalu, pembacaan LKS

pun dimulai. Pembacaan LKS diawali oleh

presiden PPMI, Jamil Abdul Latif yang

didampingi oleh Wapres, Delfa dan 3 Menko

lainnya. Setelah presiden selesai membacakan

LKS, kemudian Wapres diberikan waktu un-

tuk angkat bicara. Dia menyampaikan men-

genai pengakuannya akan keterbatasan

tenaga dan sumber daya manusia di tubuh

DKKM yang juga merupakan salah satu gara-

pan PPMI.

Dia meneruskan suaranya untuk mela-

porkan Visa Kolektif (Viko) yang kali ini terus

diusahakan PPMI untuk membantu Masisir.

Menurutnya saat ditemui Tim TëROBOSAN di

jeda istirahat shalat ashar, “Sampai saat ini

sudah 400 paspor yang sudah diselesaikan

urusan visanya”. Pengurusan ini akan terus

dilanjutkan sampai dua bulan mendatang

sebagaimana dijadwalkan. Dengan demikian

sudah hampir seperempat nama Masisir

menggantungkan nasib visanya pada pengu-

rusan Viko yang ditangani PPMI tahun ini.

Kemudian setelah pembacaan LKS selesai

tibalah waktunya para fraksi menyampaikan

pandangan serta tanggapannya mengenai LKS

PPMI. Fraksi pertama yang maju ke

depan adalah Fraksi Kasih Sayang. Fraksi ini

menyampaikan beberapa poin, diantaranya

ialah menyoal lembar kerja semester (LKS)

yang dihadirkan tanpa cantuman foto

kegiatan, sosialisasi kartu PPMI, Web PPMI

yang dinilai sempat vakum. Poin selanjutnya

ialah tentang publikasi acara yang seharusnya

jangan hanya di grup jejaring sosial, bukan

berupa catatan semata tetapi kalau bisa

dibuatkan pamlfetnya. Selain itu Fraksi Kasih

Sayang juga memberi masukan untuk masalah

penggalangan dana yang sebaiknya dilakukan

dengan menggandeng organisasi lain. Tera-

khir mereka menginginkan dalam LKS terse-

but terdapat prosentase pelaksanaan program

-programnya. “Mohon saran dan kritikan ini

direalisasikan supaya tidak menjadi sampah

yang menumpuk”, begitu Jubir Kasih Sayang

menutup tanggapannya.

Selanjutnya tanggapan datang dari Fraksi

Twinkies yang diketuai oleh M. Yusuf. Fraksi

ini mengawali tanggapan dengan menanyakan

hubungan DPP PPMI dengan Al-Azhar. Ke-

mudian mereka melanjutkan dengan

mengajukan permintaan kepada PPMI agar

mengadakan evaluasi kinerja Temus. Satu

permintaan lain disampaikan atas nama per-

wakilan DPD yang menginginkan PPMI

menyampaikan keinginan DPD (Dewan Per-

wakilan Daerah) supaya bapak Duta Besar

berkenan berkunjung ke DPD. Mereka juga

mengkritik pengawasan PPMI terhadap

perilaku salah satu paitia ORMABA tahun

2012 lalu. Mereka mengaku mendapat sebuah

aduan dari anak baru karena mendapati pani-

tia ORMABA berucap hal yang kurang syar’i.

Begitulah Fraksi Twinkies menanggapi LKS

PPMI.

Setekah dua fraksi menanggapi LKS,

tibalah waktunya Fraksi Wihdah Kompak

angkat suara. Nurul Chasanah yang bertindak

sebagai ketua fraksi ditemani juru bicaranya,

Nur Jannah Hiola maju menyampaikan be-

berapa catatan mereka. Mereka berharap

PPMI mampu menyatukan organisasi Masisir.

Mengenai keamanan, Wihdak Kompak me-

mandang keamanan lebih terkendali pada

hari-hari ini. Sedangkan kritikan mereka lan-

carkan untuk perihal kesekretariatan yang

dirasa kurang rapih. Beberapa diantaranya

adalah kerancuan surat menyurat yang tidak

teratur, bentuk laporan kegiatannya dan be-

berapa hal terkait formalitas dalam penulisan

di LKS.

Kemudian mereka menyoroti akan alasan

beberapa program yang gagal terlaksana.

Menurut mereka banyak yang terkesan copy-

paste. Selain itu mereka mengkritik penge-

luaran uang dan berharap supaya PPMI bisa

lebih hemat. “Konsumsi KFC segala. Lebay

banget!”, tutur mereka diakhir pembicaraan.

Fraksi terakhir ialah fraksi Garuda. Fraksi

ini diketuai oleh M. Syukron, sedangkan juru

bicaranya ialah Rendian Saputra. Tanggapan

dari fraksi ini diawali dengan mengajak pe-

serta sidang untuk memberikan aplaus

Page 7: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Komentar Peristiwa

07

kepada DPP PPMI. Kemudian mereka melan-

jutkan dengan saran agar PPMI merancang

kembali programnya dan disesuaikan de-ngan

sumber daya manusianya. Sebagaimana

Wihdah yang menyorot dana konsumsi, fraksi

ini juga menyampaikan hal serupa. Mereka

menganggap terlalu banyak dana yang dike-

luarkan untuk konsumsi panitia. Selanjutnya

mereka memprotes pembengkaknya penge-

luaran dana satu semester kemarin yang men-

capai 2.500 USD. Mereka mempertanyakan

pencarian dana semester ke depan. “Dana

setengah tahun lebihnya akan cari dimana?”,

ucap Jubir Garuda.

Selain itu mereka menyorot kegaiatan

kaderisasi yang dirasa sangat miris. Kritikan

juga mereka sampaikan mengenai penampi-

lan dalam acara puncak peringatan Sumpah

Pemuda. Mereka menganggap dalam acara

tersebut banyak adegan kurang sopan dan

juga ikhtilat di atas panggung. Mereka juga

mengharapkan agar PPMI dan KBRI dapat

menertibkan TKW yang dikira cukup mere-

sahkan keberadaannya, terutama mengenai

perilaku mereka. Satu harapan lainnya supaya

PPMI bisa lebih mensinergikan satu sama lain.

Setelah semua fraksi selesai angkat bicara

barulah PPMI diberikan waktu MPA untuk

menanggapi. Menjawab pertanyaan mengenai

kartu PPMI, pihak PPMI mengaku sedang

menggarapnya berkerjasama dengan Al-

Hikmah. Adapun mengenai Web mereka men-

gatakan kini sudah ada dan tersedia.

“Mungkin saat itu belum dibayar”, ucap Jamil

membeberkan alasan. Selain itu juga banyak

permintaan maaf terkait kurang maskimalnya

kinerja mereka dalam mengemban tugasnya

sebagai DPP PPMI. Tanggapan dari PPMI

diakhiri dengan harapan dari Wapres.

“Semoga kedepan bisa lebih baik!”, ucapnya

Delfa.

Dengan berakhirnya acara laporan kerja

semester maka sidang berakhir. Hal ini ditan-

dai dengan pembacaan surat keputusan dari

MPA, kemudian dilanjutkan dengan pidato

ketua MPA. Pada pidato tersebut, Wahid

Hasyim menuturkan adanya sidang ini adalah

sebagai tolak ukur dan bahan evaluasi PPMI

ke depannya. Akhirnya sidang ditutup oleh

pembawa acara pada pukul 17.20 CLT.

BPA Keluhkan Minimnya Peminat Si-

dang RAPBO

Setelah sidang LKS ditutup para peserta

beranjak dari tempat duduknya. Suasana

sedikit riuh karena sebagian hadirin pamit

meninggalkan acara. Dari 39 undangan yang

menghadiri sidang LKS kini tinggal tersisa

tidak lebih dari setengahnya. Yang tersisa

hanya enam undangan laki-laki dan perwaki-

lan Wihdah. Praktis jika tidak ada panitia,

BPA, PPMI maka hanya ada 13 undangan pe-

serta sidang yang mengikuti sidang.

Beberapa kali BPA mengeluh karena

minimnya undangan yang menghadiri sidang.

“Udah bubar!”, gerutu salah seorang BPA sam-

bil bercanda dengan kegetiran. Memang ini

patut menjadi keluhan tersendiri bagi BPA

karena sidang BPA terakhir, Desember 2012

lalu juga minim peserta. Saat itu nama yang

tercantum dalam absensi undangan tak lebih

dari 25. Kini lagi-lagi sidang harus berjalan

tanpa memenuhi kuorum, bahkan mendekati

pun tidak sama sekali.

Pada pukul 17.46 CLT, acara dimulai di-

pandu oleh seorang pembawa acara. Ke-

mudian acara dilanjutkan dengan sambutan

yang disampaikan oleh salah seorang per-

wakilan panitia. Sambutan selanjutnya disam-

paikan Ketua BPA, Hilmy yang menyampaikan

pandangannya akan perlunya meninjau kem-

bali keberadaan organisasi di Masisir, khusus-

nya mengenai status keberadaannya yang

dibawah naungan BPA.

Saat MPA menuju podium kehormatan

jarum jam menunjukkan pada pukul 18.25

CLT. Saat itu peserta yang menghadiri sidang

tidak juga bertambah. Mereka adalah 5 nama

dari organsasi kekeluargaan, 1 dari DPD dan

sisanya dari Wihdah.

Setelah selesai membacakan tata tertib

selesai sidang dilanjutkan dengan pembagian

fraksi. Karena jumlah fraksi yang sedikit maka

peserta dibagi menjadi tiga fraksi dengan

tanpa membuat nama fraksi. Ketiga fraksi ini

dibagi menurut kepentingan untuk me-

meriksa ajuan anggaran PPMI. Masing-masing

dibagi rata sehingga satu fraksi bisa mengga-

rap bagiannya dengan didampingi perwakilan

PPMI untuk memberikan keterangan dan

berdiskusi.

Sidang diwarnai dengan insiden mati lis-

trik ketika fraksi sedang membincangkan

anggaran secara interen. Sekitar 27 menit

semua harus menunggu kepastian listrik kem-

bali menyala. Setelah listrik kembali menyala

sidang dilanjutkan dengan tanggapan fraksi.

Menurut pantauan kami, tidak ada perubahan

dan perdebatan serius yang terjadi ketika

fraksi maju melaporkan hasil diskusinya.

Hanya ada beberapa poin yang diajukan untuk

diubah. Misalnya, pengurangan pulsa bulanan

Presiden PPMI. Sedangkan fraksi lain menang-

gapi akan anggaran olahraga dan juga waktu

kegiatan. Fraksi ketiga mendukung penuh

akan niatan PPMI untuk menjadi tuan rumah

Simposium Internasional PPI Afrika dan Tim-

teng.

Setelah semua anggaran disetujui melalui

laporan fraksi tadi, akhirnya sidang ditutup

pada pukul 20.21 dengan ditutup seremonial

sidang. Semua itu berjalan cepat dan lesu

karena selain minim peserta juga minim

tenaga dan pikiran yang sudah lelah sejak

siangnya. Setelah resmi ditutup makan malam

dihidangkan, sebagian berburu pamit selepas

makan. Sementara itu setelah panitia, BPA

dan sebagian MPA membersihkan aula, tanda

acara selesai. [ë] Tsabit

Informatika Gelar Pelatihan Penulisan Pada Sabtu (9/1) lalu, Informatika yang

bekerja sama dengan KPMJB dan IJMA

(Ikatan jurnalis Masisir) mengadakan acara

pelatihan dengan tema “Quick Training,

semua bisa menjadi penulis” yang digelar di

Pasanggrahan KPMJB dengan pembicara Ust.

Indra Gunawan, Lc. Dipl. untuk penulisan

sastra dan Ust. Surya Fachrizal untuk

penulisan dalam Jurnalistik.

Acara ini merupakan agenda rutinan yang

diadakan oleh Informatika setiap tahunnya.

Acara yang diselenggarakan oleh Informatika

kali ini cukup menarik, terlihat dengan

tingginya antusias para peserta yang hadir.

Walaupun dengan panitia yang jumlahnya

hanya dua belas orang, acara ini tetap

berjalan dengan lancar.

Pelatihan menulis yang bertajuk “Semua

bisa menjadi penulis” ini, pemateri tidak

hanya mengulas tentang penulisan dalam

dunia sastra, namun juga membincangkan

tentang ruang lingkup jurnalistik. Dana

Ahmad Dahlani, ketua Ikatan Jurnalis Masisir

memaparkan bahwa, “Di era globalisasi ini,

peran media sangatlah mewarnai berbagai

kalangan, baik sebagai pembawa opini

maupun pesan. Dan penting juga untuk para

mahasiswa dan mahasiswi mengetahui seluk

beluk dunia jurnalistik.”

Tsaqofina Hanifah, selaku Pimpinan

Umum Informatika menuturkan, “Training

yang diadakan kali ini berupa kepedulian

kami terhadap Masisir tentang dunia

kepenulisan khususnya, karena dengan

menulis kita bisa melestatrikan budaya yang

ada. Membaca dan menulis adalah dua hal

yang tidak bisa dipisahkan. Seperti kata

pepatah ilmu adalah kail dan tulisan adalah

pengikatnya dan semoga pelatihan penulisan

kali ini bisa membawa manfaat bagi semua

Masisir dalam bidang kepenulisan yang

menjadi ciri sebagai mahasiswa sejati.”

Salah seorang peserta training lain

mengomentari acara ini. Ia menuturkan,

“Training yang diselenggarakan kali ini

sangat menarik dikarenakan materi tidak

hanya membahas tentang dunia kepenulisan

dalam bidang sastra melainkan juga dalam

bidang jurnalistik yang mengajarkan kita

untuk menjadi wartawan yang jujur dan

dapat dipercaya.” [ë] Heni

Seputar Kita

Page 8: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Tepat hari kamis (14/02)

Wihdah-PPMI resmi membuka

kegiatan Sparkling Days di Aula

Griya Jawa Tengah dalam rangka

me-nyambut hari ulang tahun

Wihdah yang ke-24. Acara dimulai

dengan pemotongan pita oleh

ketua Wihdah-PPMI, Nurul

Chasanah dan dilanjutkan dengan

kegiatan bakti sosial dan Pekan

Sehat Masisir. Baksos dan Pekan

Sehat Masisir merupakan grand

opening atau awal dari rentetan

acara Sparkling Days yang akan berakhir

pada hari kamis mendatang(28/02).

Dalam Pekan Sehat Masisir, panitia me-

nyajikan jasa akupuntur, bekam, pijat, po-

tong rambut, facial, dan konsultasi kese-

hatan. Selain itu, panitia juga menyediakan

bubur bayi dan bubur kacang hijau bagi

setiap peserta yang hadir. Untuk menarik

antusias peserta, panitia memberi hadiah

bagi 3 peserta yang pertama datang, juga me

-nyediakan konsumsi khusus bagi 70 peserta

awal yang hadir.

Selain itu, untuk menarik simpati pe-

serta, panitia juga memberikan satu stiker

untuk setiap lima orang peserta yang hadir

mewakili kekeluargaan dan almamater

mereka. Kekeluargaan dan almamater yang

memiliki stiker terbanyak akan dinobatkan

sebagai kekeluargaan atau almamater terfa-

vorit. Meski demikian, para peserta yang

hadir benar-benar antusias untuk mengikuti

acara tersebut, terbukti yang hadir lebih dari

150 orang, diantaranya para mahasiswi dan

ibu-ibu.

Saat diwawancarai oleh kru

TёROBOSAN, Riska Handayani selaku ketua

panitia menuturkan bahwa acara ini meru-

pakan kegiatan terakhir Wihdah oleh karena

itu diberi nama “sparkling” agar di

hari-hari terakhirnya Wihdah mem-

berikan kilauan kegiatan-kegiatan

positif bagi para mahasiswi Indonesia

di Mesir. Adapun rentetan

kegiatannya adalah Grand Opening di

KSW, konferensi Intelektual Muslimah

di KKS yang telah diselenggarakan

beberapa hari yang lalu, dilanjutkan

dengan kegiatan Wihdah Ceria di Suq

Sayarot, Wihdah Sporty di Nadi Salab,

Lomba baca kitab turats dan lomba

nasyid di KPMJB, dan akan diakhiri

dengan persembahan seni budaya di Sholah

Kamil atau di auditorium American Future.

Riska mengaku persiapan panitia untuk

acara ini masih 90%, namun dirinya tetap

optimis kegiatan Sparkling Days akan ber-

jalan dengan lancar. Acara yang berlangsung

selama 2 minggu ini membutuhkan dana

sekitar 2000 LE dan untuk acara Grand

Opening sendiri panitia harus mengeluarkan

dana kurang lebih 400 LE. Dana yang didapat

berasal dari proposal ke KBRI dan beberapa

badan usaha di Masisir. [ë] Erika

Seputar Kita

08

Wihdah adakan Sparkling Days

Pada Rabu malam (13/2) lalu, tiga orang

mahasiswa beserta satu orang pedagang

dibawa ke kantor polisi di daerah Ramsis.

Kejadian itu disebabkan oleh penipuan yang

dilakukan oleh pedagang itu terhadap tiga

orang mahasiswa tadi.

Kejadian itu bermula saat Dzikara ber-

sama dua orang temannya membeli tiga pir-

ing Kibdah di depan masjid Al-Fath Ramsis,

tanpa bertanya harga ketiganya langsung

memesan kemudian makan. Tak lama setelah

itu enam orang teman mereka datang dan

makan bersama mereka.

Ketika hendak membayar, Dzikara yang

saat itu tidak memiliki uang kecil dan berniat

untuk memecahkan uangnya, memberikan

uang sebesar 100 LE. kepada penjual kibdah

tersebut. Namun tak disangka ternyata biaya

yang diminta oleh penjual kibdah adalah

sebesar 90 LE.

Karena merasa ditipu dan diremehkan,

mereka akhirnya meminta kejelasan tentang

harga kibdah yang mereka makan, namun

penjual itu bersikeras bahwa harga kibdah

yang mereka makan adalah 90 LE.

Keributan terus terjadi, awalnya si pen-

jual memberi kembalian sebesar 10 LE. na-

mun setelah dipaksa ia ke-

mudian memberikan lagi kem-

balian sebesar 30 LE, lalu 5 LE.

Namun kembalian 40 LE. untuk

tiga piring kibdah masih terlalu

mahal, akhirnya mereka terus

meminta kembalian agar sesuai

dengan harga standar.

Seorang polisi berpakaian

preman datang untuk melerai,

namun polisi itu justru dire-

mehkan oleh pedagang tadi.

Akhirnya polisi itu bersama

dua orang mahasiswa tadi

pergi ke kantor polisi yang

berada di dekat kawasan Ram-

sis, lalu kemudian kembali diantar dengan

mobil polisi beserta enam orang polisi lain.

Setelah sedikit ribut dengan pedagang

itu, para polisi akhirnya menggiring peda-

gang itu bersama tiga orang mahasiswa tadi

ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.

“Pedagang itu bilang kita makan 36 Isy,

padahal kita cuma makan 9 Isy untuk 9

orang. Gak mungkin kita makan Isy sebanyak

itu!” Ujar Fahmi salah satu dari tiga maha-

siswa itu.

“Masalahnya bukan uang kembaliannya,

tapi dia ga jelasin harganya dari awal. Masa

awalnya ngasih kembalian 10 Pound, terus

setelah dipaksa baru ngasih lagi 30 Pound,

terus 5 Pound?” ujar Dzikara saat ia menje-

laskan ke polisi.

Kasus ini selesai ketika si penjual di-

interogasi dan kemudian memberikan kem-

balian lagi sebesar 20 LE. [ë] Tim Seputar

Kita

Gara-gara Kibdah, tiga orang mahasiswa berurusan dengan polisi

Page 9: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Laporan Khusus

09

Satu Semester PPMI, Apa Kata Mereka? Kinerja PPMI selama satu semester telah

dilaporkan kepada Masisir. Sabtu kemarin

(18/2), telah digelar sidang Laporan Kerja

Semester (LKS) PPMI yang bertujuan untuk

mengevaluasi kinerja DPP PPMI selama satu

semester. Bermacam-macam penilaian

dilontarkan oleh Masisir. Salah satu program

yang tercatat dari kampanye pasangan

JADDA ini adalah mengembangkan iklim

intelektualitas yang berkualitas, berbagi dan

bersinergi di lingkungan Masisir. (Baca:

Informatika edisi interaktif Pemilu Raya, 27

Agustus 2012)

Mengomentari hal ini, sebut saja Helmi,

seorang mahasiswa yang aktif menggeluti

kajian ini berpandangan, “Saya rasa PPMI

selama satu semester ini kurang

memberikan sumbangsih terhadap keilmuan

Masisir. Tidak ada perubahan iklim ilmiah di

kalangan Masisir yang digagas oleh PPMI.”

“Kalau gak salah tempo lalu ada

perkumpulan PPI se-dunia di India dan ada

hal baru yang ditelurkan yaitu gerakan

semut merah. Gerakan yang mewadahi bakat

-bakat menulis mahasiswa Indonesia yang

kuliah di luar negeri. Nah, gerakan-gerakan

semacam ini yang harus dipelopori oleh

PPMI kita sebab mahasiswa tak bisa lepas

dengan dunia keilmuan.” Lanjutnya.

Di lain pihak Andi Arifin, salah satu staf

PMIK menuturkan, “PPMI pernah berker-

jasama dengan PMIK dalam mengadakan

seminar tentang zakat dengan menghadirkan

pakar zakat Mesir. Dan saat itu sambutan

Masisir cukup luar biasa. Banyak yang hadir.”

Hampir senada dengan Helmi, Dana

beranggapan, “Program-program PPMI

selama ini masih dalam taraf pelayanan,

seperti VIKO misalnya. Itu bagus, tapi PPMI

masih harus mengadakan program-program

yang bersifat produktif, menghasilkan SDM

unggul dan karya-karya bermutu yang bisa

dinikmati masyarakat luas. Penerbitan jurnal

HIMMAH harus tetap mendapatkan

perhatian PPMI.”

Ketika ditanya tentang program baru

PPMI periode saat ini, Dana menjawab, “Ya

VIKO itu yang bagus, paling baru dan solutif.

Selain itu biasa-biasa saja.”

Ia menambahkan, “Apapun kata orang,

PPMI harus tetap konsisten bergerak dan

berkarya. Buat program-program yang

sekiranya tidak bisa dilaksanakan oleh

organisasi-organisasi lain, jangan hanya

mengulang program-program yang sama tapi

membosankan.”

Anwar, warga Gamajatim mengeluhkan

perihal ketepatan waktu acara yang telah

mendarah-daging di kalangan Masisir,

“Ketepatan waktu menjadi catatan bagi

PPMI. Oke, mungkin semua berasumsi

molornya waktu sudah mengakar dalam diri

Masisir, namun sebagai induk organisasi

Masisir mbokyoo bisa merubah adat

molornya waktu acara. Saran saya untuk

PPMI terkait hal ini, ajaklah atau bila perlu

perintahkan dan wajibkan semua organisasi

di bawah payung hukumnya untuk konsisten

memulai acara sesuai jadwal yang

dipublikasikan. Mungkin di hari-hari awal

pelaksanaannya akan banyak orang yang

berpidato tanpa pendengar, namun saya

yakin lambat laun sikap Masisir akan

berubah. Jika PPMI mau dan bisa

merealisasikan ini, saya jamin reputasi dan

integritas PPMI akan mendapatkan

sambutan luar biasa dari penghuni dunia dan

alam gaib, dan tentunya akan dikenang

sepanjang sejarah PPMI Mesir.”

Salah satu hal yang perlu dicatat adalah

kurang maksimalnya buletin Suara PPMI

(SP) untuk satu semester ini. Afif Muhajir

yang pernah menjadi kru SP pada periode

lalu mengaku kurang puas dengan buletin

yang menjadi tangan kanan PPMI ini. Ia

beralasan bahwa publikasi dan penyebaran

buletin SP tidak menyeluruh, terlebih lagi

terbitnya hanya beberapa jam sebelum

Sidang LKS digelar. “Dari segi isi, lumayanlah.

Meski tampilan luar buletin biasa saja”

akunya. Lebih lanjut ia menyarankan agar SP

menjalin komunikasi yang solid antar kru,

karena SP memiliki kewajiban berkontribusi

untuk menyemarakkan media Masisir.

Mengomentari hal ini, dalam sidang LKS

Jamil selaku Presiden PPMI meminta maaf

atas kurang maksimalnya penerbitan buletin

Suara PPMI selama satu semester ini. Ia pun

beralasan bahwa Umar Harras selaku

Pimpinan Redaksi buletin Suara PPMI

sempat dilanda sakit, sehingga menghambat

kinerja tim redaksi Suara PPMI tersebut.

Survei Satu Semester PPMI

Kami tim terobosan telah menyebarkan

100 angket dengan tiga pertanyaan tentang

kinerja dan kredibilitas PPMI selama satu

semester ini.

Pertanyaan pertama; Bagaimana

penilaian anda terhadap kinerja PPMI

setengah tahun ini?

Dari hasil koresponden yang ada menjawab:

46% Biasa saja, 27% Bagus, 20% Tidak

Tahu, dan 7% Mengecewakan.

Pertanyaan kedua; Apakah sosialisasi

program PPMI sudah menyeluruh selama ini?

Hasilnya: 46% Kurang Menyeluruh, 25%

Tidak Tahu, 20% Menyeluruh, dan 9%

Tidak menyeluruh.

Pertanyaan ketiga; Bagaimana tingkat

kepercayaan anda terhadap PPMI untuk

setengah tahun kedepan? 69% Percaya

Penuh, 25% Kurang Percaya, 6% Tidak

Percaya. [ë] Yaqien, Ainun.

Page 10: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Pak Cecep: SGS itu Bukan Wahyu Tuhan!

Wawancara

Bagaimana sejarah awal mula diguna-

kannya Trias Politika menjadi sistem or-

ganisasi di PPMI?

Awalnya saya kira Masisir ini memiliki

sistem berorganisasi yang baik, dan lebih

baik dari sistem yang diterapkan oleh para

mahasiswa di Indonesia. Kami berharap

bahwa sistem yang digunakan oleh Masisir

dalam berorganisasi adalah sistem yang

Islami, sistem yang diajarkan oleh Islam.

Karena mahasiswa Indonesia di Mesir itu

belajar agama, belajar Islam. Maka kita ber-

harap banyak agar Masisir menata organisas-

inya dengan sistem yang Islami.

Namun setelah datang ke sini, kita kaget

bahwa ternyata sistem organisasi di sini saat

itu sangat jauh dari kata ideal, bahkan

cenderung tidak teratur. Banyak sekali sistem

yang tumpang tindih terutama antara PPMI

dengan organisasi-organisasi yang di bawah-

nya. Dan saat itu kita berharap barang kali

para aktifis di sini, tokoh-tokoh Masisir di sini

bisa menyelesaikan itu dengan sistem yang

memang dilahirkan oleh masisir sendiri, oleh

ide masisir sendiri.

Namun ternyata ide dari mereka tidak

ada. Bahkan seolah Masisir itu tidak memiliki

pijakan seharusnya bagaimana organisasi

mahasiswa itu dijalankan, terutama di Ma-

sisir ini banyak sekali varian organisasi.

Akhirnya setelah berdiskusi panjang lebar

dengan para aktifis saat itu maka ketika itu

kita menawarkan sistem pengelolaan or-

ganisasi yang kebetulan waktu itu sedang

baru saja beberapa tahun diterapkan di tanah

air.

Jika saja para aktifis di sini memiliki ide

lain untuk pengembangan sistem yang ada, ya

silahkan. Namun karena saat itu banyak tum-

pang tindih dan tidak ada ide lain, akhirnya

kita tawarkan. Waktu itu Mas Romli Syarqowi

juga menawarkan bagaimana merubah

sistem yang ada bukan hanya sebagai

organisasi biasa, tetapi PPMI menjadi sebuah

lembaga pembelajaran politik bagi

mahasiswa, pembelajaran pengelolaan

lembaga oleh mahasiswa yang kita namakan

dengan sistem pemerintahan mahasiswa.

Saat itu MPA tidak keberatan dan para

aktifis pun tidak keberatan, maka kemudian

dibuatlah semacam tim perumus konstitusi

yang saat itu diketuai oleh Pak Romli. Dan

akhirnya kita mengusulkan agar hasil kerja

Pansus itu dijadikan landasan sistem peme-

rintahan di PPMI.

Saya menangkap bahwa jika sistem ini

tidak disosialisasikan dengan benar, maka

akan terjadi mis komunikasi antara PPMI

dengan organisasi yang ada di bawahnya.

Maka kali ini kita menawarkan agar sistem ini

dikenal terlebih dahulu oleh Masisir, dikenal

dengan baik, setelah itu didiskusikan, setelah

itu baru diterapkan.

Yang kita inginkan dari sistem ini adalah

bagaimana mengakomodir kepentingan

masyarakat mahasiswa sesuai dengan fakta

sosial di masyarakat. Masisir ini banyak,

fariatif, maka kepentingannya pun berbeda-

beda.

Bagaimana animo Masisir saat itu?

Animo masisir saat itu tinggi terhadap

sistem yang baru ini. Mereka ingin peruba-

han. Ingin sesuatu yang lebih baik. Terutama

dalam menata organisasi yang ada di lingkun-

gan Masisir yang heterogen.

Saat itu, pada sidang SPA atau Mubes seki-

tar tahun 2003 di Shalah Kamil, kebetulan

saya terpilih menjadi salah satu presidium

sidang yang secara khusus saya diminta un-

tuk memimpin sidang pembahasan AD/ART

baru PPMI yang di dalamnya memuat SGS.

Sidang berlangsung alot dan lama, sejak jam

10 pagi sampai jam 8 malam diselingi dengan

istirahat, shalat dan makan.

Bahkan forum itu bukan hanya menjadi

forum pembahasan dan pengesahan AD/ART

PPMI yang memuat SGS, tapi lebih tepatnya

menjadi forum tanya jawab bagi peserta si-

dang yang belum memahami tentang sistem

SGS ini.

Siapa tokoh utama selain anda?

Kalo saya bukan tokoh utama. Yang ba-

nyak berjasa untuk SGS adalah Pak Romli

Syarqowi. Dia yang sangat memahami dan

banyak berkorban untuk memperbaiki sistem

organisasi masisir saat itu. Setelah sistem ini

digulirkan, Pak Romli dipercaya oleh forum

untuk menjadi ketua MPA waktu itu. Nah,

saya baru menjadi ketua MPA setelahnya. Jadi

Pak Romli dari awal sampai akhir, sebagai

pencetus sekaligus sebagai orang yang me-

nyiapkan sistem itu dan mengawasi bagai-

mana pelaksanaan SGS di lapangan.

Apa faktor diterimanya konsep trias

politika di SGS ini?

Ya itu saja. Saya kira Masisir saat itu su-

dah jenuh dengan sistem berorganisasi yang

agak kurang teratur. Banyak orang yang lama

ikut berorganisasi tapi tidak mendapatkan

pembelajaran bagaimana menjadi aktifis dan

bagaimana berorganisasi yang baik.

Nah, karena ini hal baru, apalagi saat itu

sistem ini sangat mirip dengan yang ada di

tanah air, maka kemudian saat itu respon

Masisir sangat cepat dan menarik. Yang ada

adalah mereka ingin menyaksikan bagaimana

pelaksanaan SGS ini di lapangan.

Masalahnya sekarang?

Yang saya tangkap saat ini adalah bagai-

mana transformasi pengetahuan dan kete-

rampilan seputar SGS terhadap generasi se-

lanjutnya agak lamban, sangat lamban malah.

Sehingga aktifis selanjutnya baik di eksekutif

ataupun legislatif banyak yang masih belum

paham tentang SGS.

Apa masalah yang anda hadapi ketika

menjadi ketua MPA di tahun ke dua SGS

berjalan?

Kalo dari sisi kita ya kekurangan itu sa-

ngat minim, karena kalo ada kekurangan

pasti diperbaiki. Apa yang kita terapkan di

awal-awal digulirkannya SGS itulah yang kita

tahu bahwa itu adalah benar. Jadi apa yang

kita tuangkan di SGS saat itu ya itulah yang

kita anggap benar dan sesuai dengan apa

yang ada di Indonesia.

Namun kita juga selalu membuka peluang

kepada aktifis mahasiswa di sini. Silahkan!

SGS ini bukan wahyu tuhan yang tidak bisa

dirubah. Oleh sebab itu silahkan cari mana

titik kelemahannya, lalu perbaiki.

Apa saran anda untuk para pemimpin

PPMI saat ini?

Para pemimpin sekarang jangan hanya

sibuk dengan hal yang bersifat praktis. Harus

ada konseptor dan orang yang mau bekerja.

Jangan semuanya menjadi konseptor dan

jangan semuanya ingin kerja tanpa ada kon-

septor. Perlu ada think-tank untuk mengha-

silkan inovasi-inovasi baru dalam sistem

yang lebih baik. Karena yang tahu persoalan

zaman itu ya orang yang hidup pada zaman

itu. Persoalan sekarang berbeda dengan per-

soalan zaman dulu. Generasi sekarang sudah

berbeda.

Sekarang ini masalah paling besar adalah

menengahi konflik mahasiswa di sini antara

kelompok A dengan kelompok B. Sebab ini

jaman dulu tidak ada, tapi sekarang menguat.

Konflik antar kelompok ini diciptakan oleh

orang dari luar PPMI. Maka, bagaimana sis-

tem yang ada ini bisa menengahi konflik yang

ada.

PPMI harus dibuat betul-betul inde-

penden, dan tidak boleh ada kepentingan lain

masuk ke dalam sistem. Agar kemudian PPMI

bisa betul-betul murni sebagai gerakan maha-

siswa yang memperjuangkan kepentingan

mahasiswa. Itu yang mungkin harus segera

dicarikan solusinya. [ë] Fahmi, Luthfi.

10

PPMI telah terputus dari sejarahnya. SGS

yang mereka jalani hanya menjadi formalitas

agar program kerja bisa terlaksana. Falsafah

organisasi dan tujuan awal sistem SGS ini tidak

lagi dipahami oleh Masisir saat ini.

Untuk itu, kami mencoba untuk meng-

hubungkan PPMI dengan sejarahnya, Pak

Cecep Taufikurrahman sebagai salah seorang

saksi sejarah perubahan sistem SGS di tubuh

PPMI yang masih ada saat ini. Berikut cuplikan

wawancara kru TëROBOSAN, Fahmi Hasan

dan Luthfiatul Fuadah al-Hasan bersama

beliau.

Page 11: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

L a y a r

Jurnal Masisir Siap Go International Oleh: Luthfiatul Fuadah Al-Hasan*

Seperti telah diketahui ,banyak media

cetak masisir yang telah menelusuri jejak

kehidupan warga Indonesia di Mesir. Baik itu

berbentuk buku, jurnal, majalah maupun

bulletin. Semua tak terlepas dari generasi

pemimpin bangsa yang haus akan ilmu-ilmu.

Beberapa bulan lalu, dunia Masisir

membawa ranah segar dalam bidang

kepenulisan dengan diterbitkannya sebuah

buku yang berjudul “Merah Putih Di Negri

Kinanah” . Dengan terbitnya buku ini, telah

membawa dampak positif bagi para

mahasiswa dalam bidang tulis menulis.

Dalam beberapa pekan ini, pihak PPMI-

Mesir dibawah Atase Pendidikan dan

Kebudayaan KBRI Kairo telah menerbitkan

jurnal HIMMAH yang ke-8. Sebuah jurnal

ilmiah yang diterbitkan dalam setahun dua

kali ini memiliki misi representasi

intelektualitas mahasiswa Indonesia di

Republik Arab Mesir. Terdiri dari sebelas

penulis mahasiswa, jurnal ilmiah ini berisi

tentang artikel-artikel ilmiah dengan bahasa

Indonesia maupun bahasa asing. Pada edisi

kali ini, Jurnal Himmah membuat gebrakan

baru Go Internasional untuk dapat menjadi

jurnal terakreditasi, dengan mencakupkan

tiga artikel berbahasa Arab dan enam

berbahasa Indonesia. Seluruh artikel

tersebut merupakan representasi yang

diambil dari hasil keilmuan mahasiswa

Indonesia di Mesir.

Artikel keilmuan yang berisi tiga artikel

berbahasa arab dan enam artikel berbahasa

indonesia ini memaparkan tentang Politik

Islam, Qodhoya Fiqhiyal Mu’ashiroh, Ilmu

Tata Bahasa, Ilmu Sains, Ilmu adab dan lain

sebagainya. Ketika satu persatu kata dibaca

menjadi kalimat dalam jurnal ini, rasanya

sepert menyelami lautan ilmu.

Dalam artikel berbahasa arab, penulis

memaparkan sebuah permasalahan yang

mengundang para ulama dan pemikir Islam

tentang orientalisme. Konsep orientalisme

menjadi salah satu konsep pendalaman bagi

kaum muslimin dalam pembenahan hakikat

Islam yang telah dikikiskan oleh para

orientalis. Dalam hal ini, penulis mencoba

memaparkan dampak positif dan negatif

dalam konsep orientalisme, lembaran

sejarah, motivasi, tujuan para orientalis,

kegitan serta hasil kerja mereka, hingga

tanggapan para ulama dan pemikir muslim

terhadap orientalisme. Artikel lain penulis

mencoba menjelaskan tentang Qodhoyal

mar’ah tentang Hijab dan Gerakan

Emansipasi Wanita. Salah satu gerakan yang

muncul akibat Kolonialisme Barat pada akhir

abad 19, yang mengakibatkan permasalahan

d a l a m

mensalahartikan

p e n g g u n a a n

hijab. Hijab

disebut sebagai

salah satu

p e n g a h a l a n g

bagi wanita

dalam menjalani

hak-hak dan

gerak geriknya.

Ilmu Tata

Bahasa pun telah

disuguhan oleh

penulis bagi

para pembaca.

T e n t a n g

pentingnya penerapan pemahaman

penggunaan isim tafdhil pada Ayat Ahkam

dan Fiqih, agar tidak terjadi kesalahan dalam

peng-istinbatan hukum-hukum syaria’ah

Islamiyah.

Selanjutnya, dalam enam artikel

berbahasa Indonesia, penulis membawa para

pembaca kedalam ilmu sains tentang

astronomi yang memiliki peran besar dalam

kehidupan umat muslim. Terdapatnya

hubungan erat antara Syari’at Islam dan

Astronomi menjadikan ilmu observasi

sebagai penentu keterkaitan kedua ilmu

tersebut. Dimana syariat Islam merupakan

wahyu yang diturunkan oleh Allah sebagai

petunjuk bagi umat manusia. Dalam

penerapaannya, ilmu astronomi menjadi

tolak ukur perputaran waktu dalam

penetapan waktu ibadah dan mengukur arah

kiblat. Pentingnya moral dan etika dalam

kehidupan sosial sangat berpengaruh dalam

komunikasi antar sesama. Semakin

minimnya nilai moral dan etika diantara

m a s y a r a ka t , da pa t m e n ja di ka n

kerenggangan sosialitas kehidupan. Salah

satu penulis mencoba menjabarkan nilai

moral dan etika dalam konsep ekonomi

Islam, dimana Islam telah mengukuhkan

akhlakul karimah dalam diri Rasulullah Saw.

Dengan terealisasinya hal tersebut, berharap

dapat menciptakan kesejahteraan

menyeluruh serta tidak adanya perbedaan

antara satu sama lain.

Sebuah artikel lain menyebutkan tentang

banyak munculnya kesangsian atas

autentisitas dalam kitab suci Al-Quran.

Dalam hal ini, secara tidak langsung telah

timbul fenomena kodifikasi dalam Al-Quran

yang kadang terjadinya penambahan disana

sini. Kejadian ini sengaja dihembuskan oleh

para orientalis dalam skeptis dengan

kemurnian Al-Quran. Padahal pada

kenyataan, salah satu contoh terjadinya

perubahan dalam mushaf Utsmani tidak

berpengaruh pada orisinalitasnya. Hadist

merupakan salah satu pedoman umat

muslim kedua setelah Al-Quran. Dalam

pandangan sisi empat madzhab para ulama,

masing-masing madzhab memiliki

pandangan berbeda dalam menilai ke

absahan suatu hadist. Salah satu penulis

mencoba mengangkat klarifikasi hadist

dalam Madzhab Hanafiyah. Madzhab

Hanafiyah memandang secara global bahwa

suatu hadis diangggap benar tanpa adanya

pembuktian, sedangkan para muhaddisin

melakukan peninjauan secara cermat dalam

menilai suatu hadist.

Siapa yang tak mengenal sosok yang

biasa dipanggil dengan Al-Razi. Seorang

filosof Islam yang memiliki pemikiran luas

dalam berbagai bidang ilmu. Kedudukannya

mungkin tidak dapat disamakan dengan

Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, namun sudah

banyak hal yang telah dibuktikan dalam

pemikirannya, salah satu contoh yang

diberikan Al-Razi tentang pemikirannya

tentang sinkronasi tafsir Al-Quran dengan

ilmu-ilmu modern. Tulisan lain

menyebutkan, tentang persoalan-persoalan

teologis yang banyak disoroti dalam isu

feminisme Islam dan penyimpangan yang

terjadi dalam penafsiran Al-Quran.

Geliat keilmuan yang telah menjadi urat

nadi mahasiswa sangat patut untuk

dikembangbiakkan. Tulisan-tulisan naratif

yang disajikan Jurnal Himmah dapat menjadi

referensi bagi kebutuhan kita. Dan semoga

harapan Jurnal Himmah untuk go

international dapat terealisasi. [ë]

*Penulis adalah kru TëROBOSAN

11

Page 12: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Dinamika

12

Komunitas Kamar Oleh: Zulfahani Hasyim

Sejujurnya penulis sangatlah kesusahan

untuk mencari terma yang tepat untuk men-

deskripsikan komunitas Masisir yang begitu

kompleks, ada sisi akademiknya, ada sisi

ekonominya, ada sisi politiknya, ada sisi ke-

masyarakatannya, dan masih ada banyak lagi

sisi-sisi Masisir itu disebutkan. Dan dilema-

tisnya, jika penulis mencoba menuliskan satu

sisi saja dari banyak sisi Masisir, penulis

merasa mencurangi sisi-sisi Masisir yang

lain. Karena setiap sisi dari Masisir mempun-

yai keterkaitan satu sama lain, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Setiap sisi

ini memberi pengaruh kepada sisi yang lain.

Dan setiap kali datang kawan-kawan

penulis untuk curhat seputar dinamika Ma-

sisir yang lesu, penulis pun kembali kesusa-

han untuk mendefenisikan masalah se-

benarnya yang terjadi di Masisir. Masisir itu

seperti adonan roti yang sudah di-mix, ham-

pir-hampir kita tidak lagi bisa mendefinisi-

kan mana tepung mana telur, namun juga

belum jelas mau jadi roti apa nantinya?

Sampai pada akhirnya penulis teringat

sebuah frasa yang pernah dilontarkan

seorang kawan dalam sebuah obrolan santai,

frasa itu adalah “komunitas kamar”.Penulis

tak begitu yakin menempatkan frasa

“komunitas kamar” untuk mendefinisikan

masalah yang terjadi di Masisir adalah kepu-

tusan tepat.Dan apakah menggunakan frasa

tersebut untuk merepresentasikan Masisir

sebagai sebuah komunitas adalah

benar.Namun terlepas dari benar dan salah-

nya penggunaan terma ini, penulis mencoba

membuat kerangka logika pada setiap

kondisi Masisir untuk selanjutnya dikaitkan

pada terma ini.Setidaknya sementara kita

simpan dulu frasa “komunitas kamar” untuk

nantinya kita aplikasikan di dalam kerangka

logika ini.

Di mulai dari dalam

Bila kita tengok, permasalahan Masisir

itu tidak akan lari jauh dari permasalahan-

permasalahan dalam diri Masisir sendiri

(internal problem), mulai dari masalah eko-

nomi hingga masalah studi. Masalah or-

ganisasi pun paling banter berkutat pada

masalah pendanaan, keaktifan anggota, dan

kreatifitas pembuatan acara.Semua mentok

pada permasalahan internal.Masalah internal

bukanlah sesuatu yang perlu dihindari, jus-

tru permasalahan internal memberi ruang

pada sebuah komunitas untuk mengeksplo-

rasi dirinya sendiri. Namun kesan yang ter-

jadi, permasalahan internal ini hanya jadi

tontonan saja, atau paling jauh jadi bahan

obrolan (baca: ngerumpi) saja. Masalah-

masalah internal ini akhirnya menyita ban-

yak waktu Masisir, mereka sibuk dengan

permasalahan gesekan politik, sibuk dengan

masalah persaingan ekonomi, dan sibuk den-

gan problem studi. Di banyak komunitas

akademisi lain, permasalahan ini adalah ma-

salah personal, bukan permasalahan yang

menyedot orang banyak laiknya black hole,

sehingga tidak mengorbankan progesifitas

komunitas.

Pada giliran berikutnya komunitas besar

bernama Masisir ini ternyata belum bersiaga

untuk membangun nalar sosial dalam tang-

gungjawab moralnya sebagai mahasiswa

Timur-Tengah.Meski mereka pandai menye-

lenggarakan organisasi, namun bukan jami-

nan mereka bisa bernalar sosial yang tepat

pada saat mereka kembali ke masyarakat

mereka di Indonesia.Bahkan pada urusan

nalar fikih, kita perlu banyak-banyak ber-

benah diri. Setiap ada kasus seputar masalah

fikih (baca: agama) kita hanya ikut menye-

marakan permasalahan itu dalam bentuk

perdebatan dan diskusi-diskusi kosong yang

tak berujung-pangkal. Ternyata sejauh kita

belajar di Mesir masih saja belum bisa mem-

beri solusi konkrit dari setiap permasalahan

fikih sosial kemasyarakatan di Indonesia.Ini

sangat miris.

Menatap ke luar dari jendela kamar

Saya masih menduga bahwa sebenarnya

selama ini kita berada di Mesir masih belum

benar-benar berada di Mesir.Karena kita

sibuk dengan permasalahan internal komu-

nitas maka kita jadi tak benar-benar berada

di Mesir.Kita tidak menyentuh kehidupan

Mesir yang sebenarnya.Kalau pun kita mena-

tap ke luar komunitas kita kita hanya seperti

menatap pemandangan di luar jendela kamar

kita, tanpa pernah mau keluar dari kamar

kita.Interaksi kita dengan Mesir sangat

minim, jadi wajar, jika untuk berbicara ba-

hasa Arab saja kita masih kesusahan.Kita tak

banyak mengenal lingkungan sekeliling kita,

bahkan tempat-tempat bersejarah di Kairo

sendiri kita masih tak banyak mengenal-

nya.Barangkali kita lebih paham lokasi mal-

mal di Kairo daripada museum-museum

bersejarah di Kairo.

Belum lagi masalah keterlibatan kita den-

gan lingkungan Mesir.Ambil saja sampel

kecil, lingkungan Mesir yang paling dekat

dengan kita adalah Al-Azhar, tapi seberapa

dekat kita dengan Al-Azhar?Toh kita hanya

mengunjungi Al-Azhar saat ijro’at dan ujian

saja?Belum lagi interaksi kita dengan lem-

baga-lembaga penunjang pendidikan kita,

misal toko buku, perpustakaan, dan pusat-

pusat kebudayaan, intensitasnya masih san-

gat perlu dipertanyakan.Seberapa sering kita

mengunjungi Darul Kutub (National Library)

misalnya?Seberapa paham kita lokasi-lokasi

toko-toko buku di Kairo misalnya? Ini sangat

disayangkan karena kita (baca: identitas

utama kita) adalah mahasiswa.

Komunitas kita ini seperti mem-

beku.Terlepas dari kondisi Mesir yang me-

mang dirasa oleh sebagian orang kurang

nyaman, namun apakah sebegitu saja kita

menyerah?Kita sebenarnya diuntungkan

dengan tersedianya layanan informasi yang

mudah dan murah di Mesir, internet misal-

nya, dan dimanjakan dengan ketersediaan

literatur-literatur yang murah dan mudah

dijangkau.Namun seberapa pandai kita me-

manfaatkan semua fasilitas ini?

Dalam langkah yang masih gontai di Me-

sir ini penulis mencoba merenungi per-

jalanan panjang penulis selama di Mesir. Tak

jarang terbesit pertanyaan nakal, “apakah

kita mahasiswa?”.Kita dengan jumlah ribuan,

bukanlah jumlah yang sedikit untuk diinte-

grasikan dengan kepentingan ilmu pengeta-

huan Indonesia.Kita komunitas besar yang

seharusnya bisa jadi penyedia solusi bagi

masyarakat Indonesia, khususnya dalam

permasalahan agama dan syariat.Namun alih

-alih kita jadi penyedia solusi malah kita le-

bih mirip macan ompong.Kita tak tidak

berkutik bahkan untuk realitas-realitas

sosial yang sederhana di masyarakat.

Di sini ada banyak pihak yang bertang-

gungjawab atas ‘keompongan’ komunitas

kita.Yang paling bertanggungjawab dalam

hal ini adalah anggota komunitas Masisir

sendiri.Setiap kita bersalah, tak perlu kita

menyalahkan orang lain dahulu.Kita mem-

bawa budaya yang seharusnya sudah diting-

galkan saat kita terbang ke Kairo.Budaya itu

adalah budaya melakukan sesuatu karena

keterpaksaan.Itu budaya para santri yang

seharusnya dibuang jauh-jauh dari benak

seorang akademisi tingkat lanjut.Sekarang

kita bergerak bukan karena perintah kyai

atau orang tua.Kita bergerak atas panggilan

sosial, panggilan kemanusiaan.

Penanggungjawab kedua atas

‘keompongan’ Masisir adalah organisasi pen-

gayom Masisir dari yang tertinggi hingga

yang terendah.PPMI hingga almama-

ter.Mereka pemegang wewenang organisasi

seharusnya mulai merumuskan untuk mem-

buat iklim sosial Masisir yang ilmiah, pro-

duktif, dan berdayasaing tinggi ketika

mereka pulang ke Indonesia.Perumusan ini

barangkali perlu melibatkan banyak pihak,

namun jika memang serius ingin membenahi

kondisi Masisir, maka seberapapun besar

konsekuensi dari perumusan ini, pemegang

kekuasaan di Masisir harus berani mengam-

bil langkah.PPMI harus kembali memban-

Bersambung ke halaman 13

Page 13: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

S a s t r a

13

MBAH GONO Oleh: M. Zainuddin*

Sebut saja namanya Mbah Gono. Orang-

orang di kampung atau tetangganya sering

menyebut “wong gendheng”. Bagaimana

tidak disebut “wong gendheng” lha wong

sehari-hari kerjaannya cuma jalan kaki sam-

bil mulutnya komat-kamit entah membaca

apa, menuju warung ke warung.

Dari kesehariannya yang cuma dari

warung ke warung, Mbah Gono punya

banyak sekali kawan baik dari golongan

abangan maupun santri. Memang, di kam-

pung Mbah Gono ada sebuah pondok

pesantren yang dulunya masyhur dan harus

kehilangan peminat karena kurang mam-

punya anak sang kyai meneruskan perjuan-

gan ayahnya.

Mbah Gono memang suka bicara ceplas-

ceplos. Dan dari ceplas-ceplosnya itu, tak

jarang dari omongannya membuat geger

warga kampung.

Pernah Yanto yang super ndableg itu

dibilangi sama Mbah Gono waktu bertemu di

Warung kopi. “Yanto, sini kamu..!”

“Ya, ada apa mbah?”

“Kamu mau aku bilangin?”

“Iya mbah, ada apa?” Ujarnya sambil

makan rondo royal.

“Kamu mau saya suruh?”

Menjawab tak sabar “Iya mbah, memang

ada apa?”

“Mulai sekarang kamu saya suruh, shalat

ya Le?” Tanya Mbah Gono sambil menepuk-

nepuk punggung Yanto.

“Haa, shalat mbah?” Yanto terkejut

seakan tak percaya dengan apa yang dikata-

kan Mbah Gono.

“Iya, shalat Le? Bagaimana? Mau kan?”

“Waduh mbah, kayaknya sulit mbah…”

“Lha ya, makanya. Justru gara-gara sulit itu,

kamu saya suruh shalat. Tapi cukup satu kali

wae sehari. Ya, waktu shalat dzuhur wae

lah..?” ujar Mbah gono sambil menyeruput

kopinya.

Sambil tersenyum kemudian menyalakan

rokok kreteknya “Wah, kalo itu gampang

mbah? Pokoke bereslah mbah, gampang.”

***

Awalnya masyarakat sekitar biasa saja,

ketika Yanto melakukan shalat dzuhur saja,

tanpa melakukan shalat yang lainnya. Toh,

Yanto mengerjakan shalat ketika didalam

rumah, bukan di masjid ataupun mushola.

Tapi, masyarakat terheran-heran ketika

pada hari Jumat. Yanto berpakaian rapi dan

pergi jamaah ke masjid untuk melaksanakan

shalat Jumat.

Dulkenti yang terheran-heran sejak tadi,

akhirnya segera menghampiri Yanto setelah

selesai shalat Jumat.

“Sekarang udah tobat tho? Kok shalat

Jumat segala.” Tanya Dulkenti sembari

menuntun sepedanya. “Siapa yang tobat?

Aku Cuma diperintah Mbah Gono aja, dan

perintahnya gak susah-susah amat.”

“Memang diperintah apa sama Mbah

Gono?”

“Ya, cuma diperintah suruh shalat sehari

satu kali aja dan itu waktu dzuhur. Lagian

menurutku juga gak terlalu sulit kok. Kan

waktu itu, aku pas bangun tidur, jadi wak-

tunya pas.”

“Oooh, gitu tho??” jawab Dulkenti

sekenanya.

***

Berawal dari pengakuannya pada

Dulkenti. Informasi tentang Mbah Gono yang

menyuruh Yanto shalat sehari hanya satu

kali saja cepat sekali menyebar. Tiap hari

Mbah Gono menjadi bahan omongan warga .

“Bagaimana Mbah Gono itu? Masak nyuruh

orang sembahyang cuma sehari satu kali,

bukannya itu malah dosa. Sehari kan harus-

nya shalat lima waktu, masak cuma sekali

saja? ” terang Mbah Mad, penjaga warung

yang sering jadi langganan Mbah Gono.

Bahkan kyai dikampungnya pun ikut

m e n d e n g a r p e r i h a l t e r s e b u t .

“Tolong besok suruh Mbah Gono kesini ya!?”

Perintah Pak Kyai.

“Inggih Pak Yai… kira-kira jam berapa

Yai?” Jawab salah satu santri.

“Ya, sehabis shalat Maghrib lah.”

***

“Ada apa Yai, kok memanggil saya?”

Tanya takzim Mbah Gono mengawali pembi-

caran malam itu dengan Pak Kyai

“Aku cuma ingin meluruskan masalah

saja Mbah. Aku cuma mau tanya, apa benar

sampeyan menyuruh Yanto shalat sehari

cuma satu kali saja?”

“Iya benar Yai, memangnya ada apa?”

“Kenapa kok cuma satu kali saja mbah?

Kan shalat Fardhu itu sehari wajib dilakukan

lima kali?”

“Begini lho Yai, saya kan sudah baik tho.

Menyuruh Yanto shalat sehari satu kali, ha-

rusnya yang empat itu kan kewajiban orang-

orang itu dan tentunya juga panjenengan.”

Jawab Mbah Gono sembari pamitan untuk

pulang.

*Penulis adalah kru TëROBOSAN.

Glosarium

Wae (Jawa): Saja

Inggih (Jawa): Iya

gunkan Masisir dari tidur panjang dan men-

dorong mereka untuk keluar dari kamarnya.

Masih di dalam ruang tertutup

Penulis masih mencoba mencari jalan

untuk menghubungkan kondisi paling real-

istis dari Masisir yang begitu sulit didefinisi-

kan ini dengan terma “komunitas kamar”.

Penulis tidak akanmemberi justifikasi atau

menghakimi Masisir. Namun penulis ber-

harap banyak bahwa Masisir segera men-

yadari akan adanya “bom waktu” yang siap

meledak kapan saja bila tak segera dijinak-

kan. Masisir menghadapi realitas ketidakper-

cayaan masyarakat Indonesia pada kemam-

puan individu lulusan Timur-Tengah lanta-

ran andil mereka dalam bidang perkemban-

gan sosial kemasyarakatan dan dunia ilmu

pengetahuan Indonesia yang sangat

minim.Semerta meningkatnya kepercayaan

masyarakat terhadap lulusan Eropa, Austra-

lia, Asia Timur, dan Amerika.

Selama ini lulusan Timur-Tengah (Mesir

khususnya) masih belum berani keluar dari

jalur konvensional misal terlibat dalam

bidang penelitian ilmiah bersama lulusan

luar negeri dari Barat.Ketidakberanian ini

rasanya sudah melekat dari sejak masa

studi.Kita lihat dari sekian mahasiswa Indo-

nesia di Mesir berapa banyak mahasiswa

yang mampu menguraikan sebuah perma-

salahan ilmiah dalam bentuk karya ilmiah?

Berapa banyak yang menelurkan kritik se-

cara tertulis terhadap sebuah fenomena atau

manuskrip kuno?Kita berhenti pada pemba-

caan diktat, menghafal diktat, dan ujian.Kita

belum juga berani menyelam lebih dalam ke

dalam khazanah keilmuan Timur-Tengah.

Akibatnya saat pulang kita pun akan mentok

pada pengajaran santri (mengulang apa yang

pernah diajarkan pada kita). Bukan menge-

luarkan sebuah produk baru ilmu pengeta-

huan.Semerta itu muncul juga stigma bahwa

ilmu agama itu sudah tidak lagi berkem-

bang.Hal ini semakin “membunuh” karakter

keilmuan Masisir.

*Penulis adalah editor TёROBOSAN.

Lanjutan dari halaman 12

Page 14: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

Konsep Arah Kiblat dalam Islam Oleh: Nuril Dwi*

O p i n i

Kata kiblat acap kali kita dengar dan kita

ungkapkan, karena memang satu kata yang

sangat sederhana dan memiliki peranan

penting dalam kehidupan beragama seorang

Muslim. Umat Islam mendirikan salat lima

waktu dalam sehari, sehingga umat Islam

haruslah benar-benar mengetahui serta

memahami di mana arah kiblat yang harus ia

tuju sebelum mendirikan salat, karena

menghadap kiblat merupakan salah satu

syarat sahnya salat.

Kiblat berasal dari bahasa Arab yang

bermakna suatu arah yang merujuk ke

tempat di mana bangunan Ka’bah terletak

dan disanalah pusat tumpuan umat Islam

dalam menyempurnakan beberapa ibadah

tertentu.

Fikih tidaklah akan sempurna tanpa

peranan ilmu falak, sehingga tidak dapat kita

pungkiri bahwa ilmu falak memiliki peran

penting dalam interkoneksi sains dengan

teks syari’ah. Ilmu falaklah yang

menerjemahkan teks-teks syari’ah, sehingga

umat Islam dapat dengan mudah

menyempurnakan berbagai kewajiban dalam

prosesi ibadahnya. Seperti dalam

pelaksanaan salat yang membutuhkan

penerjemaham teks syari’ah mengenai waktu

salat, begitu pula arah kiblat.

Bila pada masa Rasulullah Saw.

kewajiban menghadap kiblat tidak banyak

menimbulkan masalah karena sebagian umat

Islam tinggal di sekitar Makkah, sehingga

mereka bisa melihat wujud Ka’bah secara

langsung. Berbeda halnya dengan keadaan

saat ini yang mana umat Islam sudah banyak

jumlahnya dan tinggal tersebar di berbagai

belahan bumi yang letakya jauh dari Makkah.

Sehingga berijtihad dalam penentuan arah

kiblat sangatlah dibutuhkan demi

terlaksananya ibadah yang sempurna.

Dalam permasalahan arah kiblat

hendaklah setiap Muslim dapat

memahaminya secara komperhensif. Artinya

tidak hanya terpaku pada pemahaman orang

-orang terdahulu. Kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi hendaknya

disikapi secara positif, bahkan dijadikan

salah satu penunjang dalam penentuan arah

kiblat, Sehingga menghasilkan hasil yang

akurat dalam penentuannya.

Seiring dengan perkembangan sains dan

teknologi, pengukuran arah kiblat bukan lagi

hal yang sulit. Berawal dari berbagai alat

sederhana yang di gunakan ulama Islam kala

itu, hingga kompas kiblat dengan berbagai

merek dan tingkat akurasinya, kalkulator

dan komputer yang semakin mempermudah

dalam penghitungan arah kiblat, dan masih

banyak sekali alat modern lainnya yang

menunjang peritungan arah kiblat.

Pada era modern sekarang ratusan satelit

bertengger di langit, sehingga memudahkan

kita untuk mengakses berbagai informasi

yang berkaitan dengan perhitungan arah

kiblat suatu tempat, dan dapat

mengkalkulasikan keakuratannya. Berawal

dari kecanggihan inilah pada era modern ini

dapat dengan mudah mengetahui titik

koordinat suatu tempat, sehingga pergeseran

arah kiblat dari Ka’bah dapat dengan mudah

terdeteksi dan dihindari.

Berdasarkan penghitungan, arah kiblat

kota Kairo adalah 136 derajat dikur dari

utara searah jarum jam. Pergeseran arah

kiblat dari Ka’bah terdeteksi di beberapa

masjid tua di kota Kairo, yang mana masjid-

masjid tersebut memiliki beberapa

keistimewaan dibanding dengan masjid

lainnya. Misalnya adalah masjid tersebut

dibangun pada masa khalifah bahkan

sahabat, dan kala itu merupakan masa

kejayaan astronomi Islam, dan tidak sedikit

para astronom Islam yang memang

berkiprah dan menelurkan beberapa

karyanya pada kala itu, seperti Ibnu Yunus

dan Ibnu Haitsam.

Masjid Amru ibn Ash yang tercatat

sebagai masjid pertama kali dibangun di

Mesir, dan merupakan masjid tertua di

Afrika. Masjid ini dibangun oleh Amru ibn

Ash, sahabat Rasulullah Saw. yang telah

menaklukan Mesir. Pada masjid ini terdapat

pergeseran kiblat kurang lebih sebelas

derajat dari posisi Ka’bah.

Kemudian Masjid al-Azhar, terdapat

pergeseran sekitar dua belas derajat. Masjid

yang dibangun oleh Jauhar Al-Kaib As Shoqly

satu tahun setelah dinasti Fatimiyah

menaklukan Mesir, yang mana masjid ini

menjadi pusat penyebaran ilmu pada

masanya, hingga berkembang menjadi

sebuah lembaga pendidikan dan saat ini

tercatat sebagai lembaga pendidikan Islam

tertua di dunia.

Begitu pula pada masjid Al-Hakim

bi Amrillah , terdapat pergeseran kiblat

kurang lebih empat derajat, menurut sejarah

masjid ini di bangun pada masa Al-Hakim ibn

Amrillah, yang mana pada saat itu astronom

Islam Ibnu Yunus lah yang banyak

mengabdikan dirinya, khususnya dalam ilmu

astronomi, bahkan beliaulah yang

menentukan arah kiblat pada masjid ini.

Haruslah diketahui bahwasanya

bergesernya arah kiblat terhadap Ka’bah

dengan pertimbangan jarak serta ukuran

bangunan Ka’bah, akan mengakibatkan

pergeseran sebesar 126 km di utara atau

selatan Ka’bah pada setiap satu derajatnya.

Berkenaan dengan konsep menghadap

kiblat dalam salat, perbedaan pendapat

dikalangan ulama tentang hal ini bukanlah

hal baru lagi, antara menghadap jihah (arah)

Ka’bah atau ‘ain (bangunan fisik) Ka’bah.

Perbedaan tersebut mestinya bukanlah

sumber dari perpecahan di kalangan umat

Islam. Sebaliknya, pendapat-pendapat ulama

tersebut sesuai dengan ijtihad mereka

masing-masing, yang mana pada hakikatnya

sebagai solusi yang arif bagi kita dalam

menyikapi perbedaan dalam masyarakat.

Ulama jumhur selain Syafi’iyah

berpendapat bahwa kewajiban menghadap

kiblat cukup dengan menghadap ke arah

(jihah) Ka’bah. Sedangkan ulama Syafi’iyah

berpendapat bahwa kewajiban menghadap

kiblat dengan mengarah ke bangunan fisik

(‘ain) Ka’bah.

Apabila ditelisik lebih dalam, kemiringan

arah kiblat pada masjid bersejarah di kota

Kairo ini memiliki hikmah yang cukup

medalam. Masih banyak kajian dan pokok

permasalahan yang harus dikaji lebih rinci.

Tentulah tidak bisa begitu saja dikatakan

bahwa kiblat masjid-masjid tersebut salah

dengan adanya kemiringan atau pergeseran

beberapa derajat dari Ka’bah. Akan tetapi

haruslah dipertimbangkan beberapa aspek,

karena masjid tersebut dibangun oleh

sahabat pada masanya. Begitu pula faktor

campur tangan astronom muslim yang

berkompeten di bidangnya dan

keikutsertaan dalam pembangunannya

haruslah menjadi pertimbangan yang cukup

besar. Tentulah pendahulu-pendahulu

tersebut membangun dan menetapkan arah

kiblat setiap masjid dengan penuh

pertimbangan dan ketelitian. Pertimbangan

fikih juga bisa dijadikan alasan. Umat Islam

memiliki alternatif menghadap al-jihah

(arah) apabila menghadab ‘ain (bangunan

fisik) Ka’bah tidak memungkinkan. Begitu

pula dengan adanya beberapa literatur

madzhab fikih yang memaparkan

bahwasanya diperbolehkan berpatokan pada

masjid-masjid yang dibangun oleh para

sahabat apabila tidak mengetahui arah

kiblat.

Demikian Islam dengan rahmat-Nya tidak

membebani umat untuk sesuatu yang

melebihi batas kemampuannya selama niat

telah tertambat untuk berijtihad

menentukan arah kiblat sebaik-baiknya demi

kesempurnaan sebuah ibadah.

* Penulis adalah mahasiswi tk.III fakultas

Dirosah Islamiyah jurusan tafsir, pegiat kajian

ilmu falak AFDA PCI Muhammadiyah Mesir.

14

Page 15: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

K o l o m

Ketika Media Kehilangan Pe[me]rannya Oleh: Dana A. Dahlani*

Akhir tahun 2012, majalah Newsweek

harus menelan pil pahit. Karena tidak mampu

bersaing dengan perkembangan digitalisasi

multimedia yang semakin menggurita, ma-

jalah yang berkantor pusat di Amerika itu

terpaksa gulung tikar. Penyebab utamanya

tak lain adalah pendapatan iklan yang menu-

run drastis. Popularitas majalah yang didiri-

kan 80 tahun lalu oleh mantan wartawan

Time, Thomas Martyn itu kalah jauh diband-

ingkan The Daily Beast. Sebaliknya, media

online itu justru mengalami kenaikan pelang-

gan hingga 70 persen, yang secara otomatis

mendongkrak pendapatannya.

Jika tidak ingin tergilas, media massa ha-

rus pandai-pandai menciptakan variasi,

kreatif bermetamorfosis, terlebih lagi media

cetak. Selain memodifikasi konten agar lebih

dinamis dan interaktif, tata letak dan tampi-

lan luar juga patut mendapat perhatian

khusus. Desain yang sedap dipandang mata

bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pem-

baca. Manajemen yang rapi akan menambah

nilai plus tersendiri.

Tidak usah jauh-jauh membahas media

nasional ataupun internasional, Masisir

sendiri punya cerita tentang keterpurukan

media. Media kita pernah merasakan masa

keemasannya pada dekade 1990-an. Dunia

jurnalistik menjadi primadona mahasiswa.

Terbitan terbaru selalu ditunggu pembaca di

setiap edisinya. Kabar mutakhir tentang Ma-

sisir selalu menjadi santapan utama. Maklum

saja, saat itu masih jarang yang punya telepon

seluler, apalagi komputer yang tersambung

dengan dunia maya. Tak salah jika Kang Abik

mengabadikan nama TëROBOSAN–yang nota-

bene salah satu ujung tombak media–dalam

novelnya, Ayat-Ayat Cinta.

Memasuki abad ke-21, internet sudah

mulai marak. Meski begitu, media cetak masih

punya tempat tersendiri di hati pembacanya.

Ada beberapa topik yang tak jarang memanc-

ing diskusi panjang di dunia maya, terutama

di milis PMIK. Walaupun kadang juga memicu

debat kusir berkepanjangan. Setidaknya tuli-

san di media masih mendapatkan perhatian

berarti.

Hingga pertengahan tahun 2010, penulis

masih merasakan pengaruh signifikan media

di tengah-tengah kehidupan Masisir, teru-

tama para aktivisnya. Kasus pemalsuan stem-

pel dalam sidang paripurna MPA-BPA PPMI

yang diangkat Informatika sempat menjadi

perdebatan sengit di beberapa forum. Penulis

juga masih mendapatkan edisi terakhir

buletin Al-Qalam yang akhirnya terpaksa

gulung tikar karena keterbatasan dana. Kala

itu, Al-Qalam memang menyorot habis-

habisan eksistensi pers Masisir yang semakin

memudar.

Setelah itu, media kita praktis mengalami

kemunduran yang luar biasa hingga mencapai

titik nadirnya, tergolek tak berdaya mengha-

dapi revolusi yang berujung evakuasi.

Kini, secara perlahan, media kita mulai

bangun dari tidur panjangnya. Sayangnya,

mereka saat ini seakan kehilangan perannya.

Pers seharusnya mampu memainkan peran

sebagai pusat informasi, kontrol sosial, sum-

ber pengetahuan yang mendidik dan corong

masyarakat dalam menyuarakan pendapat.

Tapi nyatanya, media yang sudah ada belum

mampu memberi pengaruh positif yang signi-

fikan dalam kehidupan Masisir. Jangankan

mengubah peradaban, menarik perhatian

Masisir untuk mau membaca saja sulitnya

bukan main. Kecepatan informasinya sudah

kalah jauh dengan Facebook dan Twitter.

Kepekaannya terhadap kondisi sosial se-

makin tumpul. Kalau fenomena seperti ini

dibiarkan berlarut, bukan tidak mungkin me-

dia kita akan ditinggalkan pemerannya (baca:

redaktur pelaksana). Dan gejalanya sudah

mulai nampak akhir-akhir ini. Daya tariknya

mulai pudar.

Media Masisir harus segera bermetamor-

fosis. Pers yang selama ini mengandalkan

versi cetak hendaknya tampil lebih atraktif.

Media online pun juga harus konsisten meng-

update informasi terbaru tiap harinya. Salah

satu yang paling bergeliat adalah darussalam-

centercairo.com.

Deadline adalah hal terpenting yang men-

jadi prioritas utama suatu penerbitan. Batas

waktu harus sesuai ketentuan. Jika penerbi-

tan terkesan angin-anginan, pembaca akan

lari meninggalkan. Para penulis/kontributor

juga enggan mengirimkan tulisan. Kru yang

notabene masuk dalam jajaran tim redak-

sional pun akan malas-malasan.

Dalam hal yang satu ini, penerbitan Jurnal

Himmah PPMI patut dijadikan panutan. Ia

sudah memainkan perannya dengan cukup

baik. Meski hanya terbit dua kali dalam seta-

hun, tim redaksi tetap konsisten menepati

jadwalnya. Bahkan edisi terbaru sudah ram-

pung cetak jauh-jauh hari sebelum jadwal

yang ditentukan. Memang perlu diakui, pen-

erbitan jurnal jauh berbeda dengan penerbi-

tan buletin bulanan atau mingguan. Tapi seti-

daknya tiap media punya jadwal terbit yang

jelas dan tetap, sehingga penerbitannya tidak

terkesan sebagai formalitas belaka, hanya

untuk memenuhi program dalam laporan

pertanggungjawaban organisasi.

Desain dan tampilan luar agaknya patut

menjadi perhatian. Sudah saatnya media kita

merekrut para desainer dan ilustrator yang

fokus menangani perwajahan media. Tak bisa

dipungkiri, hal pertama yang dinilai dari se-

buah majalah/buletin adalah cover dan tata

letak rubrikasinya. Penampilan yang eye

catching akan menarik perhatian pembaca.

Untuk mengurusi masalah layout, selama ini,

mayoritas media Masisir masih bergantung

pada kru yang notabene hanya ingin belajar

menulis.

Apalagi jika mau beralih ke versi digital.

Selain lebih menghemat dana percetakan,

layouter bisa lebih leluasa dalam berkreasi

tanpa terbatasi oleh jumlah halaman. Format

PDF juga memberi kebebasan kepada lay-

outer untuk menentukan kombinasi warna

yang full color. Kalau mau lebih canggih,

pengelola bisa menambahkan konten-konten

audio visual yang lebih interaktif, semisal foto

peristiwa, rekaman wawancara atau bahkan

video. Majalah Detik bisa dijadikan contoh

dalam hal ini. Di samping itu, dengan meman-

faatkan teknologi baru ini, kita bisa menjaring

dan menampilkan lebih banyak iklan. Menu-

rut hasil survey, iklan digital di Amerika naik

15,4 persen dari tahun sebelumnya. Di saat

yang sama, iklan majalah justru menurun,

meski hanya setengah persen.

Masa kepengurusan yang hanya satu ta-

hun bisa dibilang terlalu singkat untuk mem-

bangun tim redaksi yang solid. Karena itu,

sistem kaderisasi menjadi modal penting.

Sekolah menulis dan pembekalan skill jurnal-

istik harus diterapkan secara intensif, seba-

gaimana yang telah dilakukan buletin Prestasi

KSW dengan Sekolah Menulis Walisongo-nya.

Ini diperlukan untuk menghasilkan pemberi-

taan yang berbobot dan berimbang. Kekuatan

sejati media terletak pada kualitas isinya. Isu

dan opini yang diangkat seharusnya bisa

membangun peradaban Masisir ke arah yang

lebih baik. Mengikis kebiasaan-kebiasaan

negatif yang terlanjur mengakar dan mulai

mengampanyekan budaya positif yang pro-

duktif.

Memang perlu diakui, setiap individu

diberi kebebasan untuk memilih. Dan tidak

semua mahasiswa tertarik dengan jurnalistik.

Paling tidak, pers harus mampu menunjukkan

kepada Masisir pemerhati jurnalistik bahwa

media masih bernafas, dan perlu untuk diper-

juangkan. Kita perlu sebuah forum untuk

mengapresiasi karya awak media. Sesama

insan jurnalis harus saling bersinergi,

mengembalikan peran media yang sudah

lama mati suri. Kalau bukan kita, siapa lagi?

Untuk melakukan itu semua, sebuah media

sebenarnya tidak butuh kru yang banyak, tapi

butuh kru yang militan dan peka terhadap

lingkungan. Utamakan kualitas, bukan kuanti-

tas! Jangan sampai riwayat jurnalistik Masisir

berakhir tragis layaknya Newsweek.

*Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Jur-

nalis Masisir, Editor buletin Informatika.

15

Page 16: Buletin Terobosan Edisi 350

TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013

16

Email/YM: [email protected]

FB: Tranferindo Mesir