buletin terobosan edisi 350
DESCRIPTION
Buletin Terobosan adalah media independen yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.TRANSCRIPT
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi
mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya
tanpa menghilangkan makna dan tujuan.
TëROBOSAN
AD
VER
SITI
NG
Sekapur Sirih, Jarak, Halaman 2
Sikap, PPMI, dimana letak pentingnya? Halaman 3
Laporan Utama, Trias Politika Masisir, mau dibawa ke mana?
Halaman 4-5
Komentar Peristiwa, MPA dan BPA menumpuk agenda sidang, Halaman 6-7
Seputar Kita, Informatika gelar pelatihan penulisan, Halaman 7
Seputar Kita, Wihdah adakan Sparkling Days, Halaman 8
Seputar Kita, Gara-gara Kib-dah, Tiga orang Mahasiswa berurusan dengan polisi, Halaman 8
Laporan Khusus, Satu Semes-ter PPMI, apa kata mereka?, Halaman 9
Wawancara, Pak Cecep: SGS bukan wahyu tuhan!, Halaman 10
Layar, Jurnal Masisir siap go Internasional Halaman 11
Dinamika, Komunitas kamar Halaman 12
Sastra, Mbah Gono, Halaman 13
Opini, Konsep arah kiblat dalam Islam, Halaman 14
Kolom, Ketika Media Kehila-ngan Pe[me]rannya, Halaman 15
Edisi 350 22 Februari 2013
Selamat Membaca!
Santai dan penting dibaca
Tajam tanpa melukai
Kritis tanpa menelanjangi
Mau Dibawa ke Mana SGS
Kita? Masisir saat ini terputus dari sejarah organisasinya, SGS
yang awalnya bertujuan untuk mempermudah organisasi
justru dianggap mempersulit. Ada apa dengan SGS kita?
Simak Laporan Utama hal 4-5
Pak Cecep: SGS bukan wahyu Tuhan yang tidak bisa dirubah!
Berhadiah
Stiker menarik dari
TëROBOSAN
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Sekapur Sirih
Jarak
Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pimpinan Umum: Tsabit Qodami. Pimpinan Re-daksi: Fahmi Hasan Nugroho. Pimpinan Perusahaan: Erika Nadarul Khoir. Dewan Redaksi: Abdul
Majid, M. Hadi Bakri. Reportase: M. Ainul Yaqien, M. Zainuddin, Dirga Zabrian, Sulhansyah Jibran, Luthfiatul Fuadah Al-Hasan, Ainun Mardiah, Heni Septini. Editor: Zulfahani Hasyim. Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228 E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan Iklan dan Layanan Pelanggan silakan menghubungi nomor telpon : 01159319878 (Tsabit) atau 01122217176 (Fahmi)
Sebuah ruang sela (panjang atau jauh) antara
dua benda atau tempat dinamakan jarak.
Demikian definisi kata jarak menurut KBBI. Den-
gan demikian setiap sesuatu yang tidak menyatu
adalah berjarak sebagaimana pandangan di atas.
Sesempit apapun ruang sela itu, kalaulah masih
ada pemisah bisa didaulat berjarak, tidaklah satu,
terpisah atau berpisah.
Sejarah menceritakan, kita sebagai bangsa
yang terjajah pernah kesulitan menembus garis
kemerdekaan karena perjuangan yang terpisah-
pisah satu sama lain. Sampai pada akhirnya ke-
hendak dan pe-ngalaman dalam berjuang menga-
jarkan: untuk menembus hasil perjuangan adalah
dengan kebersamaan, bersatu. Kalau tidak
demikian, lalu dengan apa? Kita yang kala itu
minim senjata, bodoh tentu akan hanya gigit jari
melihat kenyataan nihil karena perjuangan yang
tanpa adanya persatuan. Maka jelas, satu sama
lain hendaknya tidak berjarak, merasa satu na-
sib, satu per-juangan, satu impian, satu kemer-
dekaan, satu bangsa.
Sayang setelah mengusir para penjajah wa-
bah penyakit “jarak” kini menggerogoti kembali.
Padahal tak perlu mengumumkannya kita semua
tahu itulah yang dahulu menjadi penghambat
kemerdekaan kita. Entahlah. Apakah ini adalah
hukum alam atau memang kebodohan manusia
yang ditakdirkan bercacat diri? Yang jelas kita
yakin ini bukanlah kutukan dari Tuhan karena
agama dengan jelas mengajari kita bagai-
mana seharusnya kita menyikapi. Bu-
kankah begitu sahabat-sahabati?
Begitulah penyakit manusia. Jikalau
belum merasakan sendiri kenyataan pahit-
nya maka jera tidak akan pernah menjadi
titik akhirnya. Maka pada padanan lain,
kesadaran bukanlah hal yang akan bisa
tertancap dalam hati, perasaan dan pikiran.
Oh betapa memilukan pastinya!
“Apa yang salah dari Masisir ya?”, keluh
seorang awak TëROBOSAN dalam sebuah
obrolan sore itu. Mungkin jarak inilah yang
menjadi sumber besarnya Masisir sekarang
ini. PPMI kalang kabut menyatukan anggo-
tanya, di sana-sini semua membentuk ben-
teng sendiri. Sampai-sampai untuk me-
mangkas jarak yang demikian parah PPMI
harus mengadakan penutupan kegiatan
semester kemarin dengan sebuah acara
bertajuk “ Hari Kebersamaan Masisir”. Den-
gan harapan mereka bisa menyatukan Ma-
sisir, setidaknya hanya dalam sehari dalam
acara tersebut saja.
Tidak, sungguh tidak masuk akal nam-
paknya! Hanya karena ingin me-nyatukan
saja sampai harus mengadakan acara den-
gan menghabiskan dana ribuan junaih.
Hebat nian, ternyata demikian mahalnya
nilai kebersamaan! Padahal itu masih
sesama Masisir yang belum sesibuk pejabat
lo! Pak Dubes misalnya. Wah belum bisa
membayangkan bagaimana nanti dana
untuk mendekatkan sesama kita ketika
sudah sesibuk beliau. Tapi inilah kenyataan
yang memaksa kemustahilan ini me-
nyelonong masuk ke dalam otak. Maka
logislah kalau sudah demikian, bukankah
begitu sahabat?
Terlalu banyak hal yang berjarak dalam
tubuh Masisir. Sebelum kita ingin dekat
dengan beliau para pejabat yang sibuk,
maka sudah seharusnya kita dalam satu
tubuh yang utuh, tidak berjarak demikian.
Maka baru setelah itu kita bisa berjalan
mendekati beliau.
Kali ini, TëROBOSAN bermaksud
merekatkan kembali jarak Masisir melalui
ruang kesadarannya. Lewat laporan men-
genai SGS (Student Government System)
kami berusaha mengi-ngatkan Masisir un-
tuk kembali me-nyadari betapa menakut-
kannya wabah “jarak” ini. Semoga dengan
kembali mempelajari bagaiamana para
senior terdahulu berusaha menyatukan diri
Masisir, khususnya melalui sistem trias
politika ini kita bisa kembali mengi-ngat
cita-cita perjuangan organisasi ini, yaitu
bersatu padu. Tidak demikian adanya yang
lesu, sebagaimana kita lihat kenyataan
sidang BPA dan MPA beberapa hari yang
lalu. Demikian kami menyambut anda dan
selamat membaca! [ë]
02
Al-Taqwa Copy
Menerima segala jenis
fotokopi
Swessry B, Building 58.
Depan Pondok Ayu
Hp: 01001561133
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
S i k a p
03
PPMI, Di mana letak pentingnya? Dalam ilmu sosial, komunitas Masisir ini
adalah sebuah komunitas yang unik dan ber-
beda dengan masyarakat pada umumnya.
Ia memiliki struktur sosial yang berbeda
dari masyarakat lain. Di dalamnya terdapat
KBRI sebagai pejabat tertinggi perwakilan
dari Pemerintah RI, lalu di bawahnya ada
WNI yang di dalamnya terdapat para pelajar
dan mahasiswa sebagai anggota masyarakat.
Lalu ada juga berbagai macam organisasi dan
komunitas yang beragam.
Ditambah lagi dengan adanya iklim bisnis
yang mencakup hampir semua kebutuhan
hidup dan terus berputar di kalangan komu-
nitasnya menjadikan komunitas ini memiliki
iklim ekonomi sendiri.
Anggota komunitas Masisir pun selalu
berubah-ubah dalam jangka waktu yang re-
latif pendek. Rata-rata anggota komunitas ini
akan berganti setiap lima tahun, hal itu men-
yebabkan terputusnya sejarah di setiap ta-
hunnya. Para pendatang baru tidak akan
mengetahui hal-hal yang terjadi lepas lima
tahun sebelumnya, akhirnya komunitas ini
akan selalu menjadikan masa kini sebagai
pijakan tanpa melihat masa lalu. Baiknya, isu
-isu atau kejadian yang tabu tidak akan lagi
dibicarakan lebih dari dua atau tiga tahun.
Buruknya, kita terputus dari sejarah masa
lalu saat kita membutuhkan sejarah sebagai
pijakan.
Contohnya dalam sistem Trias Politica
dalam tubuh PPMI. Sistem ini sekarang telah
terputus dari akar sejarahnya. para pejabat
SGS dan para mahasiswa pada umumnya
tidak tahu kenapa ada sistem yang rumit ini
dalam percaturan politik mahasiswa. Pola
pikir masa kini yang dirasakan oleh maha-
siswa sekarang tidak lagi terhubung dengan
pola pikir yang ada saat organisasi ini mulai
menggunakan Trias Politica sebagai sistem
organisasi. Tujuan utama dan alasan
dipilihnya sistem ini pun tidak lagi dipahami
oleh mahasiswa pada saat ini. Mereka telah
kehilangan pemahaman terhadap falsafah
keorganisasian, dan hanya menjalankan or-
ganisasi ini sesuai dengan apa yang mereka
pahami dan mereka pikirkan.
Mahasiswa kini tidak lagi tahu apa
pentingnya PPMI untuk mahasiswa. Jika
KBRI dan Al-Azhar menjadi penentu ke-
beradaan kita di negeri ini, maka PPMI tidak
sepenting itu. Tidak adanya PPMI tidak akan
mengancam keberadaan kita sebagai maha-
siswa di negeri ini. Lain halnya jika KBRI
tidak ada misalkan, maka negara kita tidak
memiliki perwakilan diplomasi di negeri ini,
dan kita pun akan kesulitan untuk tinggal di
negeri ini.
PPMI pun tidak berhasil menyatukan
hubungan emosional antara mahasiswa
layaknya organisasi kekeluargaan. PPMI pun
tidak sepenting organisasi kekeluargaan
yang bisa menyatukan persaudaraan hingga
berpuluh tahun setelah kelulusan. Ya, PPMI
bukan organisasi kekeluargaan yang men-
jadikan hubungan emosional kekeluargaan
sebagai modal utama pergerakan organisasi,
maka tidak ada reuni alumni yang diadakan
oleh PPMI. Presiden atau wakil presiden
memang bisa membuat PPMI menjadi or-
ganisasi bercorak kedaerahan dengan men-
gangkat banyak teman sedaerahnya untuk
menjadi pengurus di PPMI sebagaimana pe-
riode lalu (Baca: TëROBOSAN edisi 348).
PPMI pun tidak memiliki kepentingan
dengan naik-turunnya nilai akademis maha-
siswa. Selain karena PPMI tidak akan dimin-
tai pertanggungjawaban tentang tingkat
akademis mahasiswa, PPMI pun akan dibi-
lang merebut pekerjaan senat mahasiswa
dan kelompok kajian jika PPMI mengadakan
kajian atau bimbingan belajar untuk maha-
siswa.
Dan pada kenyataannya, PPMI pun kesu-
litan untuk memaksimalkan bimbingan bela-
jar jika memang mereka mengadakannya.
Hal ini dikarenakan kebijakan dan orientasi
PPMI selalu berubah setiap tahunnya. Bisa
saja PPMI satu periode memberikan per-
hatian lebih terhadap akademis, namun be-
lum tentu PPMI periode berikutnya mem-
berikan porsi yang sama terhadap akademis
seperti periode sebelumnya. Berbeda dengan
kelompok kajian dan senat mahasiswa yang
memang telah menjadikan akademis sebagai
landasan utama perjalanan komunitas
mereka.
PPMI pun bukan juga komunitas budaya
atau hobi tertentu yang menjadikan human
interest sebagai modal persatuan. Memang
bisa saja PPMI mengadakan lomba olahraga,
lomba parade musik dan budaya untuk men-
gikat Masisir, namun itu hanya sebatas
lomba dan tidak akan menjadi sebuah
perkumpulan yang dapat mengikat sebuah
komunitas yang memiliki ketertarikan yang
sama.
PPMI pun bukanlah organisasi almama-
ter yang bisa menjadikan kenangan akan
masa sekolah sebagai modal untuk kemajuan
organisasi. Masisir tidak berasal dari satu
sekolah atau pesantren yang sama, maka
modal kedekatan masa sekolah tidak bisa
dijadikan modal bagi PPMI untuk berjalan
merangkul seluruh mahasiswa. Presiden
PPMI atau wakilnya bisa saja memilih jajaran
PPMI dari teman-teman yang berasal dari
sekolah yang sama, namun lambat laun kelak
kecemburuan sosial akan terasa di antara
mahasiswa yang menyebabkan PPMI akan
terasa ekslusif dan tertutup.
PPMI juga bukanlah sebuah partai dak-
wah atau organisasi masyarakat yang mem-
persatukan mahasiswa dengan ideologi
politik atau aliran tertentu, karena ideologi
sebuah kelompok belum tentu bisa diterima
oleh kelompok lain.
PPMI tidak bisa menjadikan ideologi
kelompok tertentu sebagai alat perekat Ma-
sisir. Karena Masisir sendiri adalah masyara-
kat yang heterogen, terdiri dari berbagai
macam kelompok dan aliran yang berbeda.
Memang bisa saja PPMI menjadikan ideologi
tertentu sebagai modal usaha jika PPMI di-
kuasai oleh satu kelompok saja, namun itu
justru akan memperlebar jurang antara peja-
bat PPMI yang berkuasa dengan para maha-
siswa yang tidak sejalan dengan ideologi
yang sedang mewarnai PPMI.
Pertengkaran tidak sehat akan selalu
terjadi saat ego kelompok dibawa ke ranah
PPMI yang seharusnya bisa merangkul
mahasiswa secara keseluruhan.
Dan itulah yang selama ini terjadi di ling-
kungan PPMI sejak lama. Percaturan politik
antara PKS dan non-PKS selalu menjadi buah
bibir mahasiswa, terutama ketika menjelang
pemilihan pemilu Presiden PPMI. Tak jarang
para mahasiswa bertanya-tanya, “Siapa calon
dari PKS? Dan siapa calon dari non-PKS?”.
Meski hal ini selalu dibantah oleh pihak PKS
karena mereka pun tidak pernah mengaju-
kan calon presiden PPMI secara resmi atas
nama partai, namun itulah yang sering dibi-
carakan oleh Masisir.
Setelah memperhatikan berbagai penje-
lasan di atas, terdapat beberapa pertanyaan
yang kami ajukan kepada Masisir untuk ma-
salah PPMI ini. Pertama, Sebenarnya di mana
letak pentingnya PPMI bagi Masisir saat ini?
Apakah hanya dibutuhkan untuk mengurusi
beasiswa JS yang sudah lama terhenti?
Apakah hanya dibutuhkan jika ada kepentin-
gan dibalik pembagian jatah Temus? Ataukah
lebih dari itu?
Lalu pertanyaan berikutnya, apa yang
bisa dijadikan modal utama PPMI untuk me-
rangkul Masisir keseluruhan? Bagaimana
caranya agar Masisir sudi untuk dirangkul
oleh PPMI? Bagaimana caranya agar anda
tidak hanya mengkritik PPMI tetapi juga sudi
untuk ikut berkontribusi membantu PPMI?
Coba jawab oleh hati nurani anda! [ë]
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Laporan Utama
03
Trias Politika Masisir, Mau Dibawa ke Mana?
Sejarah dan tujuan awal
Di sebuah ruangan besar Auditorium
Shalah Kamil, beberapa orang mahasiswa
memimpin sidang yang akan sangat menen-
tukan arah jalannya keorganisasian untuk
masa selanjutnya. Di antara beberapa maha-
siswa itu terdapat seorang mahasiswa yang
bernama Cecep Taufikurrahman, yang saat
itu terpilih menjadi presidium sidang yang
membahas tentang AD/ART baru PPMI yang
di dalamnya juga terdapat pembahasan ten-
tang Student Government System (SGS).
Konsep SGS yang digunakan adalah kon-
sep trias politika ala Montesquieu yang
memisahkan kewenangan pemerintah men-
jadi tiga lembaga yang berbeda: Lembaga
legislatif yang membuat undang-undang,
lembaga eksekutif yang menjalankan undang
-undang, dan lembaga yudikatif sebagai
pengawas jalannya undang-undang.
Sidang yang berlangsung alot dan lama
itu membuat sebuah keputusan yang
mana sejak saat itu sistem trias politika
ini diadopsi ke dalam tubuh PPMI dengan
bentuk yang sedikit berbeda. Dalam
PPMI, lembaga legislatif dipegang oleh BPA
dan MPA yang bertugas untuk membuat un-
dang-undang, lalu lembaga eksekutif
dipegang oleh DPP PPMI yang terdiri dari
Presiden PPMI beserta jajarannya, dan lem-
baga yudikatif dipegang oleh BPA.
Bapak Cecep Taufikurrahman, salah seo-
rang saksi sejarah yang masih ada saat ini
menjelaskan, “Banyak sekali sistem yang
tumpang tindih terutama antara PPMI den-
gan organisasi-organisasi yang di bawah-
nya.” Hal ini kemudian menjadi salah satu
faktor dibutuhkannya sebuah sistem yang
bisa mengatur lalu lintas organisasi di kalan-
gan Masisir. (Baca: Wawancara hal. 10)
Hal senada juga dikatakan oleh M.
Tabrani Basya yang pernah menjabat sebagai
ketua MPA tahun 2007-2008. Ia menjelaskan,
“Awalnya, lalu lintas organisasi di Masisir itu
tidak rapi, banyak organisasi yang berte-
baran tapi tidak ada satu organisasi induk
yang membawahi setiap kepala itu. Maka
dibuatlah sistem ini untuk merapikan arus
lalu lintas organisasi itu.”
Lebih lanjut, Pak Cecep menjelaskan
bahwa saat itu, setelah berbagai macam
diskusi diadakan, para aktifis Masisir saat itu
tidak memiliki solusi yang dirasa tepat untuk
merubah sistem yang telah ada. Maka saat itu
tercetuslah ide untuk menerapkan sistem
keorganisasian yang saat itu sedang marak
digunakan oleh organisasi-organisasi maha-
siswa di Indonesia.
“Kita menawarkan, waktu itu Mas Romli
juga menawarkan bagaimana merubah sis-
tem yang ada bukan hanya sebagai or-
ganisasi biasa, tetapi PPMI menjadi sebuah
lembaga pembelajaran politik bagi maha-
siswa, pembelajaran pengelolaan lembaga
oleh mahasiswa yang kita namakan dengan
sistem pemerintahan mahasiswa” lanjut Pak
Cecep di sela wawancara di kantor Konsuler.
Tabrani Basya menambahkan, “Sistem ini
disahkan oleh Pak Cecep dan Pak Romli.
Mereka bukan cuma mencetuskan tapi juga
berhasil memimpin dan men-
jalankannya”.
Kritikan terhadap
trias politika SGS
Animo Masisir saat mulai dijalankannya
sistem ini sangatlah tinggi, hal itu terbukti
dengan tingginya permintaan berbagai
macam organisasi untuk diadakan pelatihan
tentang SGS yang baru saja dijalankan.
“Kita dulu sering dipanggil oleh berbagai
organisasi untuk mengadakan pelatihan ten-
tang SGS. Karena banyaknya permintaan
waktu itu, akhirnya MPA membuat tim
khusus untuk menangani masalah pelatihan
tentang SGS.” Jelas Pak Cecep yang menjabat
sebagai Ketua MPA tahun 2004-2005 meng-
gantikan Pak Romli Syarqowi sebagai Ketua
MPA pertama setelah disahkannya sistem
baru ini.
Namun dalam perjalanannya, banyak
kritikan yang muncul terhadap sistem ini. Di
antaranya adalah tulisan Muhammad Syadid
di buletin Informatika edisi Interaktif Pemilu
Raya, 27 Agustus 2012, atau tulisan Desi
Hanara di Modul Orientasi Mahasiswa Baru
PPMI angkatan tahun 2010 dan buletin
TëROBOSAN 1 April 2008, Rashid Satari di
buletin TëROBOSAN 16 November 2009, dan
Agus Khudlari di buletin TëROBOSAN 11
Agustus 2008.
Di antara kritikan yang muncul adalah
PPMI dinilai terlalu gemuk, terlalu menyi-
bukkan mahasiswa dengan birokrasi sistem
dan rapat dan pengaruh buruknya terhadap
tingkat akademis mahasiswa.
Minat Masisir terhadap PPMI pun
berkurang terutama jika berkaitan dengan
sidang dan undang-undang. Hal ini terbukti
ketika sidang RAPBO BPA kemarin yang di-
hadiri oleh kurang dari 15 orang peserta dari
seluruh perwakilan. Pada akhirnya setiap
kegiatan yang diadakan oleh MPA dan BPA
seolah menjadi sebuah formalitas karena
hampir di setiap sidang tidak pernah menca-
pai kuorum yang semestinya.
Ahmad Satriawan Hariadi, Pimred Jurnal
Himmah PPMI berkomentar, “Terlalu banyak
faudha di tubuh PPMI dan sistem keor-
ganisasian PPMI”.
Salah seorang mahasiswa lain, Ahmad
Hujaj berkomentar, “… Untuk kalangan arus
bawah, sistem itu terlalu ribet. Kita lihat
sendiri bahwa Masisir tidak sekompleks
Indonesia. Jadi, kalau terlalu panjang ijroat-
nya malah terkesan bertele-tele”.
Wahidul Kholis, salah seorang pimpinan
MPA PPMI berkomentar, “Sebenarnya sistem
ini masih ideal, tapi orang-orang (pendiri)
nya sudah tidak ada, peminatnya pun sudah
berkurang, dan lagi Masisir pun sibuk ke
arah lain yang menyebabkan PPMI kurang
diminati.”
Beberapa mahasiswa lain yang kami
wawancarai mengisyaratkan hal yang sama,
bahwa sistem Student Government System
(SGS) dengan trias politika ini sulit di-
mengerti dan terlalu rumit untuk sebuah
organisasi yang ruang lingkupnya hanya
sekitar komunitas mahasiswa.
Kritik dan keluhan ini memang bukan
hanya muncul akhir-akhir ini. Sejak beberapa
tahun lalu kritikan serupa sudah pernah
muncul. Pak Cecep menjelaskan, “Saya tahu,
yang mengkritik SGS itu banyak sekali, dari
yang kritiknya agak ilmiah sampai yang asal-
asalan. Tapi mereka tidak memberikan
solusi. Jadi seharusnya kita sama-sama me-
nemukan titik kelemahannya lalu memper-
baikinya agar SGS ini betul-betul menjadi
sistem yang ideal.”
Banyak terjadi pelanggaran undang-
undang dalam setiap sidang yang diadakan
oleh BPA dan MPA yang diakibatkan oleh
kurang pahamnya Masisir terhadap sistem
yang ada di PPMI. Di antara pelanggaran itu
adalah tidak adanya kejelasan tentang
delegasi yang diutus oleh tiap-tiap organisasi
di setiap sidang. Hal ini ditandai dengan ti-
dak tetapnya anggota sidang di setiap sidang
yang diadakan oleh MPA atau BPA, bisa jadi
suatu saat sebuah organisasi mengutus si A
untuk menghadiri sebuah sidang dan mengu-
tus si B untuk sidang berikutnya.
Mengenai hal ini Wahidul Kholis menang-
gapi, “Seharusnya sih (anggota sidang) di
setiap sidang itu tetap, tapi untuk sekarang
kita terima dulu lah yang ada. Karena bisa
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Laporan Utama
04
jadi orang yang dilantik dulu sekarang sudah
tidak ada lagi atau kepengurusannya sudah
berubah”. Hal senada juga diucapkan oleh
Hilmy Mubarak sebagai salah satu pimpinan
BPA, ia menjelaskan bahwa menurut undang
-undang, anggota MPA dan BPA di setiap
sidang haruslah orang yang sama.
Namun di sisi lain, hanya sedikit or-
ganisasi yang berkenan mengirimkan
utusannya untuk hadir dalam sidang MPA
atau BPA. Hal ini terbukti ketika sidang pleno
BPA yang membahas tentang UU Temus dan
Maba awal Desember lalu hanya dihadiri
oleh 22 orang peserta, bahkan peserta sidang
RAPBO yang baru berlangsung sabtu (16/2)
kemarin pun tidak lebih dari 15 orang. Hilmy
berkomentar, “Bisa saja kita adakan pera-
turan, bagi organisasi yang tidak ikut sidang
selama tiga kali misalkan, kita kurangi jatah
temusnya satu biar mau pada dateng.”
Pihaknya menilai bahwa Masisir baru
akan merespon jika permasalahan yang diba-
has adalah masalah jatah Tenaga Musiman
(Temus), selain itu Masisir seolah tidak pe-
duli. Ia pun mengiyakan bahwa permasala-
han Temus adalah hal yang riskan, dan pera-
turan ini pun baru sebatas ide sepintas
karena melihat persentase kehadiran utusan
organisasi di setiap sidang minim, dan belum
tentu Masisir akan menerima.
Minimnya kehadiran utusan organisasi
dalam setiap sidang pun salah satunya dise-
babkan oleh kurang pahamnya Masisir akan
urgensitas sidang yang diadakan oleh MPA
dan BPA. Jangankan untuk memahami ten-
tang berbagai macam sidang yang diadakan,
tentang kulit dari sistem keorganisasian
PPMI ini pun banyak mahasiswa yang tidak
memahaminya.
Kami mencoba bertanya tentang trias
politika dalam PPMI serta peran dan tugas
BPA dan MPA, dan kami mendapatkan jawa-
ban yang hampir seragam. Salah seorang
mahasiswi yang juga merupakan pengurus di
Wihdah PPMI, Nurul Azizah berkomentar,
“Waduh, pertanyaannya susah. Ane ga pa-
ham masa!”.
Mahasiswa lain, Hasan Hanung men-
jawab, “Kurang tahu, mungkin karena tugas
MPA BPA intern dalam tubuh DP PPMI, jadi
yang tahu ya orang-orang yang jadi DP”.
Beberapa keterangan di atas menunjuk-
kan bahwa sistem yang ada dalam tubuh
PPMI sulit untuk dipahami oleh Masisir saat
ini, lebih lagi Masisir pun kurang mengetahui
urgensitas dan fungsi dari berbagai macam
sidang yang diadakan oleh MPA dan BPA.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya
sosialisasi dari PPMI tentang hal-hal yang
berkaitan dengan sistem keorganisasian.
Sosialisasi yang ada selama ini masih berki-
sar pengumuman kegiatan-kegiatan yang
telah diprogramkan. PPMI jarang mempub-
likasikan hal-hal seperti penjelasan tentang
sistem trias politika, fungsi dan tugas masing
-masing MPA, BPA dan DPP, fungsi dari si-
dang-sidang yang diadakan, tujuan dari
RAPBO, LKS dan hal-hal lain. Hujaj berko-
mentar, “Bukankah masing-masing lembaga
punya akun FB? Tapi kenapa FB itu belum
memasukkan sebagian besar Masisir? Seha-
rusnya lembaga-lembaga itu nge-add anak-
anak baru dan nge-share status-status ten-
tang program mereka…”
Hal senada dikatakan oleh Abdul Baits.
Seorang mahasiswa, ketua panitia sidang
LKS kemarin. Ia berpendapat bahwa sistem
keorganisasian beserta lembaga dan tugas-
nya yang bermacam-macam ini jarang
disosialisasikan oleh PPMI, paling hanya
sebagian orang yang bisa memahami ini, itu
pun hanya orang yang memiliki kepentingan
dengan PPMI.
Tabrani Basya pun menambahkan, “Dulu
saya (ketika jadi MPA) sering nulis di
TëROBOSAN atau Informatika tentang PPMI,
tapi sekarang tidak pernah saya lihat. Kenapa
PPMI tidak tanggapi masukan yang ada? Ke-
napa PPMI tidak menulis di media?”
Nilai Positif?
Awalnya, sebagaimana dikatakan oleh
Pak Cecep. Sistem SGS ini salah satunya ber-
tujuan untuk mengatur lalu lintas organisasi
di kalangan Masisir sekaligus sebagai ladang
pembelajaran politik bagi mahasiswa, ditam-
bah lagi sistem yang digunakan PPMI adalah
sistem yang hampir sama dengan yang dit-
erapkan oleh pemerintah di tanah air.
Hujaj berkomentar, “Sistemnya bagus,
minimal untuk belajar hidup bernegara den-
gan baik dan benar. Ada pelaku pemerin-
tahan, ada yang ngritisi ada juga yang meran-
cang dan mengesahkan undang-undang”
Tabrani menambahkan, “Tidak sedikit
alumni Masisir yang ketika pulang ke Indo-
nesia menjadi anggota dewan di daerah mau-
pun nasional, jadi ini bisa dijadikan tempat
belajar”
Beberapa mahasiswa lain menyebutkan
hal yang sama, yaitu sistem yang ada PPMI
bisa dijadikan lahan untuk belajar berpolitik
dan berorganisasi, meski tidak menutup ke-
mungkinan bahwa sistem ini harus terus
dikaji dan dimaksimalkan fungsinya.
Perlukah dirubah?
Lalu kami mencoba untuk menanyakan
apakah sistem keorganisasian dalam tubuh
PPMI harus dirubah? Berbagai macam jawa-
ban yang beragam kami terima.
Mengenai hal ini, Pak Cecep berkomen-
tar, “Sistem SGS itu bukan wahyu tuhan yang
tidak bisa dirubah. Setiap sistem yang dibuat
oleh manusia pasti banyak kekurangannya.
Oleh sebab itu silahkan dicari mana titik
kelemahannya lalu perbaiki!” Ia pun mengi-
syaratkan bahwa sistem bisa saja berubah
sesuai dengan tuntutan zaman, bisa saja di-
ganti jika memang sistem itu dinilai sudah
tidak relevan dengan pola pikir dan gaya
hidup mahasiswa saat ini. “Ini adalah tugas
aktifis (di masa)-nya kan?”
Abdul Majid, salah seorang anggota MPA
KSW menjelaskan bahwa sistem itu disesuai-
kan dengan semangat mahasiswa pada ma-
sanya. Maka sistem bisa saja berubah tergan-
tung semangat dan pola pikir mahasiswa di
suatu masa.
Ulum, salah seorang keluarga
TëROBOSAN berpendapat bahwa sistem ini
rumit dan perlu dirubah, “Perlu dirubah yang
pas buat Masisir, dan nggak terlalu rumit”
Hilmy Mubarak, pimpinan BPA PPMI
mengatakan hal lain. Ia berpandangan bahwa
sistem SGS ini belum bisa dihapus, karena
nanti akan membuat masisir kaget dengan
perubahan sistem yang tiba-tiba. Ia men-
gusulkan agar sistem yang ada ini terus di-
kaji ulang agar dapat dimaksimalkan
fungsinya.
Hujaj memiliki pandangan yang sama, ia
menuturkan “Kalau ingin tetap belajar sistem
bernegara, lebih baik jangan dirubah, tapi
dimaksimalkan kinerjanya”
Tabrani berkomentar tentang perlukah
ada sistem baru untuk PPMI, Ia mengatakan,
“Perlu ada pengkajian lagi yang lebih men-
dalam tentang ini dan perlu ada konsep yang
lebih matang kalau ingin membuat sistem
baru”
Lalu?
Terlepas perlu dirubah atau tidak, sistem
trias politika dalam tubuh PPMI memang
bermasalah. Para pejabat PPMI saat ini pun
hanya menerima sistem ini sebagai warisan
turun menurun dan belum ada usaha untuk
mengkaji ulang ataupun merubahnya. Dan
Masisir pada umumnya pun tidak tahu apa
yang menjadi alasan digunakannya konsep
trias politika dalam sistem keorganisasian di
PPMI. Maka perlu ada penghubung antara
pihak yang menjalankan sistem saat ini den-
gan pihak yang menjadi pelaku sejarah ber-
jalannya PPMI sejak perubahan sistem itu.
Tabrani Basya mengatakan, “Saya harap
semoga MPA (dan PPMI seluruhnya) men-
gumpulkan orang-orang lama untuk
meminta masukan dan mengadakan perbai-
kan sistem sekaligus untuk memperdalam
pemahaman jajaran PPMI akan PPMI sendiri”
Semoga PPMI semakin maju ke arah yang
baik. [ë] Fahmi.
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Komentar Peristiwa
06
MPA dan BPA Menumpuk Agenda Sidang Sabtu, 16 Februari 2013 suasana Wisma
Nusantara sedikit berbeda dari biasanya. Pagi
itu tiga mahasiswa tampak sedang berbincang
di depan pintu gerbang. Di auditorium Wisma
Nusantara beberapa mahasiswa dan maha-
siswi berlalu lalang. Sementara itu di dalam
kantor DPP PPMI sekelompok mahasiswa dan
mahasiswi terlihat sedang serius larut dalam
perbincangan. Ketika tim TëROBOSAN tiba di
aula, Abdul Baits, ketua panitia acara sidang
menyapa kami dan mempersilahkan masuk.
Seperti yang tertulis di dalam 157 un-
dangan yang disebar ke berbagai organisasi
Masisir, hari itu akan diadakan rapat oleh DPP
PPMI, MPA dan BPA. Menurut ketua MPA,
Wahid Hasyim yang sempat kami temui be-
berapa saat sebelum agenda dimulai, agenda
hari itu merupakan sidang yang direncanakan
oleh MPA guna merapatkan dan mengevaluasi
kinerja DPP PPMI selama satu semester tera-
khir. Sebuah sidang yang secara luas dikenal
dengan sebutan sidang LKS. Masih menurut
dia, selain MPA yang mengadakan sidang LKS
DPP PPMI hari tersebut, BPA juga akan mem-
bahas RAPBO PPMI untuk semester ke depan.
Dengan kata lain ada dua organisasi–BPA dan
MPA-yang mengagendakan menjadi satu
agenda yang berurutan. Begitu menurut Wa-
hid yang naik jabatan memegang tampuk ke-
pemimpinan MPA menggantikan Amrizal
Batubara yang sedang berada di Indonesia.
Sidang LKS Minim Peserta
Saat tim TëROBOSAN sampai di Wisma
Nusantara keadaan masih sepi. “Ejih sepi!”,
jawab M. Yusuf, ketua KSW yang menghadiri
undangan. Sampai kemudian jarum jam
menunjukkan pada angka 12.05 seorang petu-
gas acara maju ke podium, tanda dimulainya
acara. Meskipun demikian peserta masih sepi
walaupun di dalam surat di undangan jelas
tertera acara akan dimulai pukul 09.30 CLT.
Hingga saat itu tercantum dalam absensi
hanya ada 25 peserta, 5 diantara adalah per-
wakilan kekeluargaan dan 8 dari Wihdah.
Setelah sambutan dari ketua panitia—
Abdul Baits—dan ketua MPA—Wahid
Hasyim—acara dilanjutkan dengan shalat
zuhur sambil menunggu kedatangan undan-
gan lainnya. Setelah selesai menunaikan sha-
lat, pada pukul 13.00 acara dimulai kembali.
MPA menduduki kursi podium dan segera
memulai seremonial sidang. Meskipun diberi-
kan waktu setengah jam jeda untuk shalat,
peserta juga belum mencapai kuorum atau
dua pertiga jumlah total anggota. Maka hal ini
sempat menjadi sedikit perdebatan ketika
membahas tata tertib. Terjadi sedikit tarik
ulur antara peserta dan pimpinan sidang un-
tuk menentukan jeda skorsing. Pada akhirnya
disepakati jeda satu menit guna skorsing,
sebagai syarat menggugurkan poin kuorum
seperti tercantum di tata tertib.
Setelah dimulai beberapa menit kemudian
5 undangan lainnya berdatangan, menambah
jumlah suara peserta. Dengan jumlah total
tiga puluh peserta sidang, dibentuklah empat
f r a k s i . H a l i n i d i s e s u a i k a n
-dengan kesepakatan sebelumnya untuk
membentuk fraksi pada sidang kali ini. Dela-
pan mahasiswi yang hadir sebagai perwakilan
dari Wihdah berkumpul membentuk fraksi
tersendiri. Mereka menamakan fraksinya
Wihdah Kompak. Sementara itu tiga lainnya
adalah Fraksi Kasih Sayang, Fraksi Twinkies
dan nama Fraksi terakhir adalah Garuda. Sete-
lah pembentukan fraksi dibagilah Lembar LKS
untuk dibincangkan interen sesama anggota
fraksi sebelum akhirnya nanti disampaikan
sebagai tanggapan fraksi. Untuk rapat fraksi
tersebut, MPA memberikan waktu lima belas
menit.
Lima belas menit berlalu, pembacaan LKS
pun dimulai. Pembacaan LKS diawali oleh
presiden PPMI, Jamil Abdul Latif yang
didampingi oleh Wapres, Delfa dan 3 Menko
lainnya. Setelah presiden selesai membacakan
LKS, kemudian Wapres diberikan waktu un-
tuk angkat bicara. Dia menyampaikan men-
genai pengakuannya akan keterbatasan
tenaga dan sumber daya manusia di tubuh
DKKM yang juga merupakan salah satu gara-
pan PPMI.
Dia meneruskan suaranya untuk mela-
porkan Visa Kolektif (Viko) yang kali ini terus
diusahakan PPMI untuk membantu Masisir.
Menurutnya saat ditemui Tim TëROBOSAN di
jeda istirahat shalat ashar, “Sampai saat ini
sudah 400 paspor yang sudah diselesaikan
urusan visanya”. Pengurusan ini akan terus
dilanjutkan sampai dua bulan mendatang
sebagaimana dijadwalkan. Dengan demikian
sudah hampir seperempat nama Masisir
menggantungkan nasib visanya pada pengu-
rusan Viko yang ditangani PPMI tahun ini.
Kemudian setelah pembacaan LKS selesai
tibalah waktunya para fraksi menyampaikan
pandangan serta tanggapannya mengenai LKS
PPMI. Fraksi pertama yang maju ke
depan adalah Fraksi Kasih Sayang. Fraksi ini
menyampaikan beberapa poin, diantaranya
ialah menyoal lembar kerja semester (LKS)
yang dihadirkan tanpa cantuman foto
kegiatan, sosialisasi kartu PPMI, Web PPMI
yang dinilai sempat vakum. Poin selanjutnya
ialah tentang publikasi acara yang seharusnya
jangan hanya di grup jejaring sosial, bukan
berupa catatan semata tetapi kalau bisa
dibuatkan pamlfetnya. Selain itu Fraksi Kasih
Sayang juga memberi masukan untuk masalah
penggalangan dana yang sebaiknya dilakukan
dengan menggandeng organisasi lain. Tera-
khir mereka menginginkan dalam LKS terse-
but terdapat prosentase pelaksanaan program
-programnya. “Mohon saran dan kritikan ini
direalisasikan supaya tidak menjadi sampah
yang menumpuk”, begitu Jubir Kasih Sayang
menutup tanggapannya.
Selanjutnya tanggapan datang dari Fraksi
Twinkies yang diketuai oleh M. Yusuf. Fraksi
ini mengawali tanggapan dengan menanyakan
hubungan DPP PPMI dengan Al-Azhar. Ke-
mudian mereka melanjutkan dengan
mengajukan permintaan kepada PPMI agar
mengadakan evaluasi kinerja Temus. Satu
permintaan lain disampaikan atas nama per-
wakilan DPD yang menginginkan PPMI
menyampaikan keinginan DPD (Dewan Per-
wakilan Daerah) supaya bapak Duta Besar
berkenan berkunjung ke DPD. Mereka juga
mengkritik pengawasan PPMI terhadap
perilaku salah satu paitia ORMABA tahun
2012 lalu. Mereka mengaku mendapat sebuah
aduan dari anak baru karena mendapati pani-
tia ORMABA berucap hal yang kurang syar’i.
Begitulah Fraksi Twinkies menanggapi LKS
PPMI.
Setekah dua fraksi menanggapi LKS,
tibalah waktunya Fraksi Wihdah Kompak
angkat suara. Nurul Chasanah yang bertindak
sebagai ketua fraksi ditemani juru bicaranya,
Nur Jannah Hiola maju menyampaikan be-
berapa catatan mereka. Mereka berharap
PPMI mampu menyatukan organisasi Masisir.
Mengenai keamanan, Wihdak Kompak me-
mandang keamanan lebih terkendali pada
hari-hari ini. Sedangkan kritikan mereka lan-
carkan untuk perihal kesekretariatan yang
dirasa kurang rapih. Beberapa diantaranya
adalah kerancuan surat menyurat yang tidak
teratur, bentuk laporan kegiatannya dan be-
berapa hal terkait formalitas dalam penulisan
di LKS.
Kemudian mereka menyoroti akan alasan
beberapa program yang gagal terlaksana.
Menurut mereka banyak yang terkesan copy-
paste. Selain itu mereka mengkritik penge-
luaran uang dan berharap supaya PPMI bisa
lebih hemat. “Konsumsi KFC segala. Lebay
banget!”, tutur mereka diakhir pembicaraan.
Fraksi terakhir ialah fraksi Garuda. Fraksi
ini diketuai oleh M. Syukron, sedangkan juru
bicaranya ialah Rendian Saputra. Tanggapan
dari fraksi ini diawali dengan mengajak pe-
serta sidang untuk memberikan aplaus
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Komentar Peristiwa
07
kepada DPP PPMI. Kemudian mereka melan-
jutkan dengan saran agar PPMI merancang
kembali programnya dan disesuaikan de-ngan
sumber daya manusianya. Sebagaimana
Wihdah yang menyorot dana konsumsi, fraksi
ini juga menyampaikan hal serupa. Mereka
menganggap terlalu banyak dana yang dike-
luarkan untuk konsumsi panitia. Selanjutnya
mereka memprotes pembengkaknya penge-
luaran dana satu semester kemarin yang men-
capai 2.500 USD. Mereka mempertanyakan
pencarian dana semester ke depan. “Dana
setengah tahun lebihnya akan cari dimana?”,
ucap Jubir Garuda.
Selain itu mereka menyorot kegaiatan
kaderisasi yang dirasa sangat miris. Kritikan
juga mereka sampaikan mengenai penampi-
lan dalam acara puncak peringatan Sumpah
Pemuda. Mereka menganggap dalam acara
tersebut banyak adegan kurang sopan dan
juga ikhtilat di atas panggung. Mereka juga
mengharapkan agar PPMI dan KBRI dapat
menertibkan TKW yang dikira cukup mere-
sahkan keberadaannya, terutama mengenai
perilaku mereka. Satu harapan lainnya supaya
PPMI bisa lebih mensinergikan satu sama lain.
Setelah semua fraksi selesai angkat bicara
barulah PPMI diberikan waktu MPA untuk
menanggapi. Menjawab pertanyaan mengenai
kartu PPMI, pihak PPMI mengaku sedang
menggarapnya berkerjasama dengan Al-
Hikmah. Adapun mengenai Web mereka men-
gatakan kini sudah ada dan tersedia.
“Mungkin saat itu belum dibayar”, ucap Jamil
membeberkan alasan. Selain itu juga banyak
permintaan maaf terkait kurang maskimalnya
kinerja mereka dalam mengemban tugasnya
sebagai DPP PPMI. Tanggapan dari PPMI
diakhiri dengan harapan dari Wapres.
“Semoga kedepan bisa lebih baik!”, ucapnya
Delfa.
Dengan berakhirnya acara laporan kerja
semester maka sidang berakhir. Hal ini ditan-
dai dengan pembacaan surat keputusan dari
MPA, kemudian dilanjutkan dengan pidato
ketua MPA. Pada pidato tersebut, Wahid
Hasyim menuturkan adanya sidang ini adalah
sebagai tolak ukur dan bahan evaluasi PPMI
ke depannya. Akhirnya sidang ditutup oleh
pembawa acara pada pukul 17.20 CLT.
BPA Keluhkan Minimnya Peminat Si-
dang RAPBO
Setelah sidang LKS ditutup para peserta
beranjak dari tempat duduknya. Suasana
sedikit riuh karena sebagian hadirin pamit
meninggalkan acara. Dari 39 undangan yang
menghadiri sidang LKS kini tinggal tersisa
tidak lebih dari setengahnya. Yang tersisa
hanya enam undangan laki-laki dan perwaki-
lan Wihdah. Praktis jika tidak ada panitia,
BPA, PPMI maka hanya ada 13 undangan pe-
serta sidang yang mengikuti sidang.
Beberapa kali BPA mengeluh karena
minimnya undangan yang menghadiri sidang.
“Udah bubar!”, gerutu salah seorang BPA sam-
bil bercanda dengan kegetiran. Memang ini
patut menjadi keluhan tersendiri bagi BPA
karena sidang BPA terakhir, Desember 2012
lalu juga minim peserta. Saat itu nama yang
tercantum dalam absensi undangan tak lebih
dari 25. Kini lagi-lagi sidang harus berjalan
tanpa memenuhi kuorum, bahkan mendekati
pun tidak sama sekali.
Pada pukul 17.46 CLT, acara dimulai di-
pandu oleh seorang pembawa acara. Ke-
mudian acara dilanjutkan dengan sambutan
yang disampaikan oleh salah seorang per-
wakilan panitia. Sambutan selanjutnya disam-
paikan Ketua BPA, Hilmy yang menyampaikan
pandangannya akan perlunya meninjau kem-
bali keberadaan organisasi di Masisir, khusus-
nya mengenai status keberadaannya yang
dibawah naungan BPA.
Saat MPA menuju podium kehormatan
jarum jam menunjukkan pada pukul 18.25
CLT. Saat itu peserta yang menghadiri sidang
tidak juga bertambah. Mereka adalah 5 nama
dari organsasi kekeluargaan, 1 dari DPD dan
sisanya dari Wihdah.
Setelah selesai membacakan tata tertib
selesai sidang dilanjutkan dengan pembagian
fraksi. Karena jumlah fraksi yang sedikit maka
peserta dibagi menjadi tiga fraksi dengan
tanpa membuat nama fraksi. Ketiga fraksi ini
dibagi menurut kepentingan untuk me-
meriksa ajuan anggaran PPMI. Masing-masing
dibagi rata sehingga satu fraksi bisa mengga-
rap bagiannya dengan didampingi perwakilan
PPMI untuk memberikan keterangan dan
berdiskusi.
Sidang diwarnai dengan insiden mati lis-
trik ketika fraksi sedang membincangkan
anggaran secara interen. Sekitar 27 menit
semua harus menunggu kepastian listrik kem-
bali menyala. Setelah listrik kembali menyala
sidang dilanjutkan dengan tanggapan fraksi.
Menurut pantauan kami, tidak ada perubahan
dan perdebatan serius yang terjadi ketika
fraksi maju melaporkan hasil diskusinya.
Hanya ada beberapa poin yang diajukan untuk
diubah. Misalnya, pengurangan pulsa bulanan
Presiden PPMI. Sedangkan fraksi lain menang-
gapi akan anggaran olahraga dan juga waktu
kegiatan. Fraksi ketiga mendukung penuh
akan niatan PPMI untuk menjadi tuan rumah
Simposium Internasional PPI Afrika dan Tim-
teng.
Setelah semua anggaran disetujui melalui
laporan fraksi tadi, akhirnya sidang ditutup
pada pukul 20.21 dengan ditutup seremonial
sidang. Semua itu berjalan cepat dan lesu
karena selain minim peserta juga minim
tenaga dan pikiran yang sudah lelah sejak
siangnya. Setelah resmi ditutup makan malam
dihidangkan, sebagian berburu pamit selepas
makan. Sementara itu setelah panitia, BPA
dan sebagian MPA membersihkan aula, tanda
acara selesai. [ë] Tsabit
Informatika Gelar Pelatihan Penulisan Pada Sabtu (9/1) lalu, Informatika yang
bekerja sama dengan KPMJB dan IJMA
(Ikatan jurnalis Masisir) mengadakan acara
pelatihan dengan tema “Quick Training,
semua bisa menjadi penulis” yang digelar di
Pasanggrahan KPMJB dengan pembicara Ust.
Indra Gunawan, Lc. Dipl. untuk penulisan
sastra dan Ust. Surya Fachrizal untuk
penulisan dalam Jurnalistik.
Acara ini merupakan agenda rutinan yang
diadakan oleh Informatika setiap tahunnya.
Acara yang diselenggarakan oleh Informatika
kali ini cukup menarik, terlihat dengan
tingginya antusias para peserta yang hadir.
Walaupun dengan panitia yang jumlahnya
hanya dua belas orang, acara ini tetap
berjalan dengan lancar.
Pelatihan menulis yang bertajuk “Semua
bisa menjadi penulis” ini, pemateri tidak
hanya mengulas tentang penulisan dalam
dunia sastra, namun juga membincangkan
tentang ruang lingkup jurnalistik. Dana
Ahmad Dahlani, ketua Ikatan Jurnalis Masisir
memaparkan bahwa, “Di era globalisasi ini,
peran media sangatlah mewarnai berbagai
kalangan, baik sebagai pembawa opini
maupun pesan. Dan penting juga untuk para
mahasiswa dan mahasiswi mengetahui seluk
beluk dunia jurnalistik.”
Tsaqofina Hanifah, selaku Pimpinan
Umum Informatika menuturkan, “Training
yang diadakan kali ini berupa kepedulian
kami terhadap Masisir tentang dunia
kepenulisan khususnya, karena dengan
menulis kita bisa melestatrikan budaya yang
ada. Membaca dan menulis adalah dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Seperti kata
pepatah ilmu adalah kail dan tulisan adalah
pengikatnya dan semoga pelatihan penulisan
kali ini bisa membawa manfaat bagi semua
Masisir dalam bidang kepenulisan yang
menjadi ciri sebagai mahasiswa sejati.”
Salah seorang peserta training lain
mengomentari acara ini. Ia menuturkan,
“Training yang diselenggarakan kali ini
sangat menarik dikarenakan materi tidak
hanya membahas tentang dunia kepenulisan
dalam bidang sastra melainkan juga dalam
bidang jurnalistik yang mengajarkan kita
untuk menjadi wartawan yang jujur dan
dapat dipercaya.” [ë] Heni
Seputar Kita
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Tepat hari kamis (14/02)
Wihdah-PPMI resmi membuka
kegiatan Sparkling Days di Aula
Griya Jawa Tengah dalam rangka
me-nyambut hari ulang tahun
Wihdah yang ke-24. Acara dimulai
dengan pemotongan pita oleh
ketua Wihdah-PPMI, Nurul
Chasanah dan dilanjutkan dengan
kegiatan bakti sosial dan Pekan
Sehat Masisir. Baksos dan Pekan
Sehat Masisir merupakan grand
opening atau awal dari rentetan
acara Sparkling Days yang akan berakhir
pada hari kamis mendatang(28/02).
Dalam Pekan Sehat Masisir, panitia me-
nyajikan jasa akupuntur, bekam, pijat, po-
tong rambut, facial, dan konsultasi kese-
hatan. Selain itu, panitia juga menyediakan
bubur bayi dan bubur kacang hijau bagi
setiap peserta yang hadir. Untuk menarik
antusias peserta, panitia memberi hadiah
bagi 3 peserta yang pertama datang, juga me
-nyediakan konsumsi khusus bagi 70 peserta
awal yang hadir.
Selain itu, untuk menarik simpati pe-
serta, panitia juga memberikan satu stiker
untuk setiap lima orang peserta yang hadir
mewakili kekeluargaan dan almamater
mereka. Kekeluargaan dan almamater yang
memiliki stiker terbanyak akan dinobatkan
sebagai kekeluargaan atau almamater terfa-
vorit. Meski demikian, para peserta yang
hadir benar-benar antusias untuk mengikuti
acara tersebut, terbukti yang hadir lebih dari
150 orang, diantaranya para mahasiswi dan
ibu-ibu.
Saat diwawancarai oleh kru
TёROBOSAN, Riska Handayani selaku ketua
panitia menuturkan bahwa acara ini meru-
pakan kegiatan terakhir Wihdah oleh karena
itu diberi nama “sparkling” agar di
hari-hari terakhirnya Wihdah mem-
berikan kilauan kegiatan-kegiatan
positif bagi para mahasiswi Indonesia
di Mesir. Adapun rentetan
kegiatannya adalah Grand Opening di
KSW, konferensi Intelektual Muslimah
di KKS yang telah diselenggarakan
beberapa hari yang lalu, dilanjutkan
dengan kegiatan Wihdah Ceria di Suq
Sayarot, Wihdah Sporty di Nadi Salab,
Lomba baca kitab turats dan lomba
nasyid di KPMJB, dan akan diakhiri
dengan persembahan seni budaya di Sholah
Kamil atau di auditorium American Future.
Riska mengaku persiapan panitia untuk
acara ini masih 90%, namun dirinya tetap
optimis kegiatan Sparkling Days akan ber-
jalan dengan lancar. Acara yang berlangsung
selama 2 minggu ini membutuhkan dana
sekitar 2000 LE dan untuk acara Grand
Opening sendiri panitia harus mengeluarkan
dana kurang lebih 400 LE. Dana yang didapat
berasal dari proposal ke KBRI dan beberapa
badan usaha di Masisir. [ë] Erika
Seputar Kita
08
Wihdah adakan Sparkling Days
Pada Rabu malam (13/2) lalu, tiga orang
mahasiswa beserta satu orang pedagang
dibawa ke kantor polisi di daerah Ramsis.
Kejadian itu disebabkan oleh penipuan yang
dilakukan oleh pedagang itu terhadap tiga
orang mahasiswa tadi.
Kejadian itu bermula saat Dzikara ber-
sama dua orang temannya membeli tiga pir-
ing Kibdah di depan masjid Al-Fath Ramsis,
tanpa bertanya harga ketiganya langsung
memesan kemudian makan. Tak lama setelah
itu enam orang teman mereka datang dan
makan bersama mereka.
Ketika hendak membayar, Dzikara yang
saat itu tidak memiliki uang kecil dan berniat
untuk memecahkan uangnya, memberikan
uang sebesar 100 LE. kepada penjual kibdah
tersebut. Namun tak disangka ternyata biaya
yang diminta oleh penjual kibdah adalah
sebesar 90 LE.
Karena merasa ditipu dan diremehkan,
mereka akhirnya meminta kejelasan tentang
harga kibdah yang mereka makan, namun
penjual itu bersikeras bahwa harga kibdah
yang mereka makan adalah 90 LE.
Keributan terus terjadi, awalnya si pen-
jual memberi kembalian sebesar 10 LE. na-
mun setelah dipaksa ia ke-
mudian memberikan lagi kem-
balian sebesar 30 LE, lalu 5 LE.
Namun kembalian 40 LE. untuk
tiga piring kibdah masih terlalu
mahal, akhirnya mereka terus
meminta kembalian agar sesuai
dengan harga standar.
Seorang polisi berpakaian
preman datang untuk melerai,
namun polisi itu justru dire-
mehkan oleh pedagang tadi.
Akhirnya polisi itu bersama
dua orang mahasiswa tadi
pergi ke kantor polisi yang
berada di dekat kawasan Ram-
sis, lalu kemudian kembali diantar dengan
mobil polisi beserta enam orang polisi lain.
Setelah sedikit ribut dengan pedagang
itu, para polisi akhirnya menggiring peda-
gang itu bersama tiga orang mahasiswa tadi
ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
“Pedagang itu bilang kita makan 36 Isy,
padahal kita cuma makan 9 Isy untuk 9
orang. Gak mungkin kita makan Isy sebanyak
itu!” Ujar Fahmi salah satu dari tiga maha-
siswa itu.
“Masalahnya bukan uang kembaliannya,
tapi dia ga jelasin harganya dari awal. Masa
awalnya ngasih kembalian 10 Pound, terus
setelah dipaksa baru ngasih lagi 30 Pound,
terus 5 Pound?” ujar Dzikara saat ia menje-
laskan ke polisi.
Kasus ini selesai ketika si penjual di-
interogasi dan kemudian memberikan kem-
balian lagi sebesar 20 LE. [ë] Tim Seputar
Kita
Gara-gara Kibdah, tiga orang mahasiswa berurusan dengan polisi
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Laporan Khusus
09
Satu Semester PPMI, Apa Kata Mereka? Kinerja PPMI selama satu semester telah
dilaporkan kepada Masisir. Sabtu kemarin
(18/2), telah digelar sidang Laporan Kerja
Semester (LKS) PPMI yang bertujuan untuk
mengevaluasi kinerja DPP PPMI selama satu
semester. Bermacam-macam penilaian
dilontarkan oleh Masisir. Salah satu program
yang tercatat dari kampanye pasangan
JADDA ini adalah mengembangkan iklim
intelektualitas yang berkualitas, berbagi dan
bersinergi di lingkungan Masisir. (Baca:
Informatika edisi interaktif Pemilu Raya, 27
Agustus 2012)
Mengomentari hal ini, sebut saja Helmi,
seorang mahasiswa yang aktif menggeluti
kajian ini berpandangan, “Saya rasa PPMI
selama satu semester ini kurang
memberikan sumbangsih terhadap keilmuan
Masisir. Tidak ada perubahan iklim ilmiah di
kalangan Masisir yang digagas oleh PPMI.”
“Kalau gak salah tempo lalu ada
perkumpulan PPI se-dunia di India dan ada
hal baru yang ditelurkan yaitu gerakan
semut merah. Gerakan yang mewadahi bakat
-bakat menulis mahasiswa Indonesia yang
kuliah di luar negeri. Nah, gerakan-gerakan
semacam ini yang harus dipelopori oleh
PPMI kita sebab mahasiswa tak bisa lepas
dengan dunia keilmuan.” Lanjutnya.
Di lain pihak Andi Arifin, salah satu staf
PMIK menuturkan, “PPMI pernah berker-
jasama dengan PMIK dalam mengadakan
seminar tentang zakat dengan menghadirkan
pakar zakat Mesir. Dan saat itu sambutan
Masisir cukup luar biasa. Banyak yang hadir.”
Hampir senada dengan Helmi, Dana
beranggapan, “Program-program PPMI
selama ini masih dalam taraf pelayanan,
seperti VIKO misalnya. Itu bagus, tapi PPMI
masih harus mengadakan program-program
yang bersifat produktif, menghasilkan SDM
unggul dan karya-karya bermutu yang bisa
dinikmati masyarakat luas. Penerbitan jurnal
HIMMAH harus tetap mendapatkan
perhatian PPMI.”
Ketika ditanya tentang program baru
PPMI periode saat ini, Dana menjawab, “Ya
VIKO itu yang bagus, paling baru dan solutif.
Selain itu biasa-biasa saja.”
Ia menambahkan, “Apapun kata orang,
PPMI harus tetap konsisten bergerak dan
berkarya. Buat program-program yang
sekiranya tidak bisa dilaksanakan oleh
organisasi-organisasi lain, jangan hanya
mengulang program-program yang sama tapi
membosankan.”
Anwar, warga Gamajatim mengeluhkan
perihal ketepatan waktu acara yang telah
mendarah-daging di kalangan Masisir,
“Ketepatan waktu menjadi catatan bagi
PPMI. Oke, mungkin semua berasumsi
molornya waktu sudah mengakar dalam diri
Masisir, namun sebagai induk organisasi
Masisir mbokyoo bisa merubah adat
molornya waktu acara. Saran saya untuk
PPMI terkait hal ini, ajaklah atau bila perlu
perintahkan dan wajibkan semua organisasi
di bawah payung hukumnya untuk konsisten
memulai acara sesuai jadwal yang
dipublikasikan. Mungkin di hari-hari awal
pelaksanaannya akan banyak orang yang
berpidato tanpa pendengar, namun saya
yakin lambat laun sikap Masisir akan
berubah. Jika PPMI mau dan bisa
merealisasikan ini, saya jamin reputasi dan
integritas PPMI akan mendapatkan
sambutan luar biasa dari penghuni dunia dan
alam gaib, dan tentunya akan dikenang
sepanjang sejarah PPMI Mesir.”
Salah satu hal yang perlu dicatat adalah
kurang maksimalnya buletin Suara PPMI
(SP) untuk satu semester ini. Afif Muhajir
yang pernah menjadi kru SP pada periode
lalu mengaku kurang puas dengan buletin
yang menjadi tangan kanan PPMI ini. Ia
beralasan bahwa publikasi dan penyebaran
buletin SP tidak menyeluruh, terlebih lagi
terbitnya hanya beberapa jam sebelum
Sidang LKS digelar. “Dari segi isi, lumayanlah.
Meski tampilan luar buletin biasa saja”
akunya. Lebih lanjut ia menyarankan agar SP
menjalin komunikasi yang solid antar kru,
karena SP memiliki kewajiban berkontribusi
untuk menyemarakkan media Masisir.
Mengomentari hal ini, dalam sidang LKS
Jamil selaku Presiden PPMI meminta maaf
atas kurang maksimalnya penerbitan buletin
Suara PPMI selama satu semester ini. Ia pun
beralasan bahwa Umar Harras selaku
Pimpinan Redaksi buletin Suara PPMI
sempat dilanda sakit, sehingga menghambat
kinerja tim redaksi Suara PPMI tersebut.
Survei Satu Semester PPMI
Kami tim terobosan telah menyebarkan
100 angket dengan tiga pertanyaan tentang
kinerja dan kredibilitas PPMI selama satu
semester ini.
Pertanyaan pertama; Bagaimana
penilaian anda terhadap kinerja PPMI
setengah tahun ini?
Dari hasil koresponden yang ada menjawab:
46% Biasa saja, 27% Bagus, 20% Tidak
Tahu, dan 7% Mengecewakan.
Pertanyaan kedua; Apakah sosialisasi
program PPMI sudah menyeluruh selama ini?
Hasilnya: 46% Kurang Menyeluruh, 25%
Tidak Tahu, 20% Menyeluruh, dan 9%
Tidak menyeluruh.
Pertanyaan ketiga; Bagaimana tingkat
kepercayaan anda terhadap PPMI untuk
setengah tahun kedepan? 69% Percaya
Penuh, 25% Kurang Percaya, 6% Tidak
Percaya. [ë] Yaqien, Ainun.
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Pak Cecep: SGS itu Bukan Wahyu Tuhan!
Wawancara
Bagaimana sejarah awal mula diguna-
kannya Trias Politika menjadi sistem or-
ganisasi di PPMI?
Awalnya saya kira Masisir ini memiliki
sistem berorganisasi yang baik, dan lebih
baik dari sistem yang diterapkan oleh para
mahasiswa di Indonesia. Kami berharap
bahwa sistem yang digunakan oleh Masisir
dalam berorganisasi adalah sistem yang
Islami, sistem yang diajarkan oleh Islam.
Karena mahasiswa Indonesia di Mesir itu
belajar agama, belajar Islam. Maka kita ber-
harap banyak agar Masisir menata organisas-
inya dengan sistem yang Islami.
Namun setelah datang ke sini, kita kaget
bahwa ternyata sistem organisasi di sini saat
itu sangat jauh dari kata ideal, bahkan
cenderung tidak teratur. Banyak sekali sistem
yang tumpang tindih terutama antara PPMI
dengan organisasi-organisasi yang di bawah-
nya. Dan saat itu kita berharap barang kali
para aktifis di sini, tokoh-tokoh Masisir di sini
bisa menyelesaikan itu dengan sistem yang
memang dilahirkan oleh masisir sendiri, oleh
ide masisir sendiri.
Namun ternyata ide dari mereka tidak
ada. Bahkan seolah Masisir itu tidak memiliki
pijakan seharusnya bagaimana organisasi
mahasiswa itu dijalankan, terutama di Ma-
sisir ini banyak sekali varian organisasi.
Akhirnya setelah berdiskusi panjang lebar
dengan para aktifis saat itu maka ketika itu
kita menawarkan sistem pengelolaan or-
ganisasi yang kebetulan waktu itu sedang
baru saja beberapa tahun diterapkan di tanah
air.
Jika saja para aktifis di sini memiliki ide
lain untuk pengembangan sistem yang ada, ya
silahkan. Namun karena saat itu banyak tum-
pang tindih dan tidak ada ide lain, akhirnya
kita tawarkan. Waktu itu Mas Romli Syarqowi
juga menawarkan bagaimana merubah
sistem yang ada bukan hanya sebagai
organisasi biasa, tetapi PPMI menjadi sebuah
lembaga pembelajaran politik bagi
mahasiswa, pembelajaran pengelolaan
lembaga oleh mahasiswa yang kita namakan
dengan sistem pemerintahan mahasiswa.
Saat itu MPA tidak keberatan dan para
aktifis pun tidak keberatan, maka kemudian
dibuatlah semacam tim perumus konstitusi
yang saat itu diketuai oleh Pak Romli. Dan
akhirnya kita mengusulkan agar hasil kerja
Pansus itu dijadikan landasan sistem peme-
rintahan di PPMI.
Saya menangkap bahwa jika sistem ini
tidak disosialisasikan dengan benar, maka
akan terjadi mis komunikasi antara PPMI
dengan organisasi yang ada di bawahnya.
Maka kali ini kita menawarkan agar sistem ini
dikenal terlebih dahulu oleh Masisir, dikenal
dengan baik, setelah itu didiskusikan, setelah
itu baru diterapkan.
Yang kita inginkan dari sistem ini adalah
bagaimana mengakomodir kepentingan
masyarakat mahasiswa sesuai dengan fakta
sosial di masyarakat. Masisir ini banyak,
fariatif, maka kepentingannya pun berbeda-
beda.
Bagaimana animo Masisir saat itu?
Animo masisir saat itu tinggi terhadap
sistem yang baru ini. Mereka ingin peruba-
han. Ingin sesuatu yang lebih baik. Terutama
dalam menata organisasi yang ada di lingkun-
gan Masisir yang heterogen.
Saat itu, pada sidang SPA atau Mubes seki-
tar tahun 2003 di Shalah Kamil, kebetulan
saya terpilih menjadi salah satu presidium
sidang yang secara khusus saya diminta un-
tuk memimpin sidang pembahasan AD/ART
baru PPMI yang di dalamnya memuat SGS.
Sidang berlangsung alot dan lama, sejak jam
10 pagi sampai jam 8 malam diselingi dengan
istirahat, shalat dan makan.
Bahkan forum itu bukan hanya menjadi
forum pembahasan dan pengesahan AD/ART
PPMI yang memuat SGS, tapi lebih tepatnya
menjadi forum tanya jawab bagi peserta si-
dang yang belum memahami tentang sistem
SGS ini.
Siapa tokoh utama selain anda?
Kalo saya bukan tokoh utama. Yang ba-
nyak berjasa untuk SGS adalah Pak Romli
Syarqowi. Dia yang sangat memahami dan
banyak berkorban untuk memperbaiki sistem
organisasi masisir saat itu. Setelah sistem ini
digulirkan, Pak Romli dipercaya oleh forum
untuk menjadi ketua MPA waktu itu. Nah,
saya baru menjadi ketua MPA setelahnya. Jadi
Pak Romli dari awal sampai akhir, sebagai
pencetus sekaligus sebagai orang yang me-
nyiapkan sistem itu dan mengawasi bagai-
mana pelaksanaan SGS di lapangan.
Apa faktor diterimanya konsep trias
politika di SGS ini?
Ya itu saja. Saya kira Masisir saat itu su-
dah jenuh dengan sistem berorganisasi yang
agak kurang teratur. Banyak orang yang lama
ikut berorganisasi tapi tidak mendapatkan
pembelajaran bagaimana menjadi aktifis dan
bagaimana berorganisasi yang baik.
Nah, karena ini hal baru, apalagi saat itu
sistem ini sangat mirip dengan yang ada di
tanah air, maka kemudian saat itu respon
Masisir sangat cepat dan menarik. Yang ada
adalah mereka ingin menyaksikan bagaimana
pelaksanaan SGS ini di lapangan.
Masalahnya sekarang?
Yang saya tangkap saat ini adalah bagai-
mana transformasi pengetahuan dan kete-
rampilan seputar SGS terhadap generasi se-
lanjutnya agak lamban, sangat lamban malah.
Sehingga aktifis selanjutnya baik di eksekutif
ataupun legislatif banyak yang masih belum
paham tentang SGS.
Apa masalah yang anda hadapi ketika
menjadi ketua MPA di tahun ke dua SGS
berjalan?
Kalo dari sisi kita ya kekurangan itu sa-
ngat minim, karena kalo ada kekurangan
pasti diperbaiki. Apa yang kita terapkan di
awal-awal digulirkannya SGS itulah yang kita
tahu bahwa itu adalah benar. Jadi apa yang
kita tuangkan di SGS saat itu ya itulah yang
kita anggap benar dan sesuai dengan apa
yang ada di Indonesia.
Namun kita juga selalu membuka peluang
kepada aktifis mahasiswa di sini. Silahkan!
SGS ini bukan wahyu tuhan yang tidak bisa
dirubah. Oleh sebab itu silahkan cari mana
titik kelemahannya, lalu perbaiki.
Apa saran anda untuk para pemimpin
PPMI saat ini?
Para pemimpin sekarang jangan hanya
sibuk dengan hal yang bersifat praktis. Harus
ada konseptor dan orang yang mau bekerja.
Jangan semuanya menjadi konseptor dan
jangan semuanya ingin kerja tanpa ada kon-
septor. Perlu ada think-tank untuk mengha-
silkan inovasi-inovasi baru dalam sistem
yang lebih baik. Karena yang tahu persoalan
zaman itu ya orang yang hidup pada zaman
itu. Persoalan sekarang berbeda dengan per-
soalan zaman dulu. Generasi sekarang sudah
berbeda.
Sekarang ini masalah paling besar adalah
menengahi konflik mahasiswa di sini antara
kelompok A dengan kelompok B. Sebab ini
jaman dulu tidak ada, tapi sekarang menguat.
Konflik antar kelompok ini diciptakan oleh
orang dari luar PPMI. Maka, bagaimana sis-
tem yang ada ini bisa menengahi konflik yang
ada.
PPMI harus dibuat betul-betul inde-
penden, dan tidak boleh ada kepentingan lain
masuk ke dalam sistem. Agar kemudian PPMI
bisa betul-betul murni sebagai gerakan maha-
siswa yang memperjuangkan kepentingan
mahasiswa. Itu yang mungkin harus segera
dicarikan solusinya. [ë] Fahmi, Luthfi.
10
PPMI telah terputus dari sejarahnya. SGS
yang mereka jalani hanya menjadi formalitas
agar program kerja bisa terlaksana. Falsafah
organisasi dan tujuan awal sistem SGS ini tidak
lagi dipahami oleh Masisir saat ini.
Untuk itu, kami mencoba untuk meng-
hubungkan PPMI dengan sejarahnya, Pak
Cecep Taufikurrahman sebagai salah seorang
saksi sejarah perubahan sistem SGS di tubuh
PPMI yang masih ada saat ini. Berikut cuplikan
wawancara kru TëROBOSAN, Fahmi Hasan
dan Luthfiatul Fuadah al-Hasan bersama
beliau.
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
L a y a r
Jurnal Masisir Siap Go International Oleh: Luthfiatul Fuadah Al-Hasan*
Seperti telah diketahui ,banyak media
cetak masisir yang telah menelusuri jejak
kehidupan warga Indonesia di Mesir. Baik itu
berbentuk buku, jurnal, majalah maupun
bulletin. Semua tak terlepas dari generasi
pemimpin bangsa yang haus akan ilmu-ilmu.
Beberapa bulan lalu, dunia Masisir
membawa ranah segar dalam bidang
kepenulisan dengan diterbitkannya sebuah
buku yang berjudul “Merah Putih Di Negri
Kinanah” . Dengan terbitnya buku ini, telah
membawa dampak positif bagi para
mahasiswa dalam bidang tulis menulis.
Dalam beberapa pekan ini, pihak PPMI-
Mesir dibawah Atase Pendidikan dan
Kebudayaan KBRI Kairo telah menerbitkan
jurnal HIMMAH yang ke-8. Sebuah jurnal
ilmiah yang diterbitkan dalam setahun dua
kali ini memiliki misi representasi
intelektualitas mahasiswa Indonesia di
Republik Arab Mesir. Terdiri dari sebelas
penulis mahasiswa, jurnal ilmiah ini berisi
tentang artikel-artikel ilmiah dengan bahasa
Indonesia maupun bahasa asing. Pada edisi
kali ini, Jurnal Himmah membuat gebrakan
baru Go Internasional untuk dapat menjadi
jurnal terakreditasi, dengan mencakupkan
tiga artikel berbahasa Arab dan enam
berbahasa Indonesia. Seluruh artikel
tersebut merupakan representasi yang
diambil dari hasil keilmuan mahasiswa
Indonesia di Mesir.
Artikel keilmuan yang berisi tiga artikel
berbahasa arab dan enam artikel berbahasa
indonesia ini memaparkan tentang Politik
Islam, Qodhoya Fiqhiyal Mu’ashiroh, Ilmu
Tata Bahasa, Ilmu Sains, Ilmu adab dan lain
sebagainya. Ketika satu persatu kata dibaca
menjadi kalimat dalam jurnal ini, rasanya
sepert menyelami lautan ilmu.
Dalam artikel berbahasa arab, penulis
memaparkan sebuah permasalahan yang
mengundang para ulama dan pemikir Islam
tentang orientalisme. Konsep orientalisme
menjadi salah satu konsep pendalaman bagi
kaum muslimin dalam pembenahan hakikat
Islam yang telah dikikiskan oleh para
orientalis. Dalam hal ini, penulis mencoba
memaparkan dampak positif dan negatif
dalam konsep orientalisme, lembaran
sejarah, motivasi, tujuan para orientalis,
kegitan serta hasil kerja mereka, hingga
tanggapan para ulama dan pemikir muslim
terhadap orientalisme. Artikel lain penulis
mencoba menjelaskan tentang Qodhoyal
mar’ah tentang Hijab dan Gerakan
Emansipasi Wanita. Salah satu gerakan yang
muncul akibat Kolonialisme Barat pada akhir
abad 19, yang mengakibatkan permasalahan
d a l a m
mensalahartikan
p e n g g u n a a n
hijab. Hijab
disebut sebagai
salah satu
p e n g a h a l a n g
bagi wanita
dalam menjalani
hak-hak dan
gerak geriknya.
Ilmu Tata
Bahasa pun telah
disuguhan oleh
penulis bagi
para pembaca.
T e n t a n g
pentingnya penerapan pemahaman
penggunaan isim tafdhil pada Ayat Ahkam
dan Fiqih, agar tidak terjadi kesalahan dalam
peng-istinbatan hukum-hukum syaria’ah
Islamiyah.
Selanjutnya, dalam enam artikel
berbahasa Indonesia, penulis membawa para
pembaca kedalam ilmu sains tentang
astronomi yang memiliki peran besar dalam
kehidupan umat muslim. Terdapatnya
hubungan erat antara Syari’at Islam dan
Astronomi menjadikan ilmu observasi
sebagai penentu keterkaitan kedua ilmu
tersebut. Dimana syariat Islam merupakan
wahyu yang diturunkan oleh Allah sebagai
petunjuk bagi umat manusia. Dalam
penerapaannya, ilmu astronomi menjadi
tolak ukur perputaran waktu dalam
penetapan waktu ibadah dan mengukur arah
kiblat. Pentingnya moral dan etika dalam
kehidupan sosial sangat berpengaruh dalam
komunikasi antar sesama. Semakin
minimnya nilai moral dan etika diantara
m a s y a r a ka t , da pa t m e n ja di ka n
kerenggangan sosialitas kehidupan. Salah
satu penulis mencoba menjabarkan nilai
moral dan etika dalam konsep ekonomi
Islam, dimana Islam telah mengukuhkan
akhlakul karimah dalam diri Rasulullah Saw.
Dengan terealisasinya hal tersebut, berharap
dapat menciptakan kesejahteraan
menyeluruh serta tidak adanya perbedaan
antara satu sama lain.
Sebuah artikel lain menyebutkan tentang
banyak munculnya kesangsian atas
autentisitas dalam kitab suci Al-Quran.
Dalam hal ini, secara tidak langsung telah
timbul fenomena kodifikasi dalam Al-Quran
yang kadang terjadinya penambahan disana
sini. Kejadian ini sengaja dihembuskan oleh
para orientalis dalam skeptis dengan
kemurnian Al-Quran. Padahal pada
kenyataan, salah satu contoh terjadinya
perubahan dalam mushaf Utsmani tidak
berpengaruh pada orisinalitasnya. Hadist
merupakan salah satu pedoman umat
muslim kedua setelah Al-Quran. Dalam
pandangan sisi empat madzhab para ulama,
masing-masing madzhab memiliki
pandangan berbeda dalam menilai ke
absahan suatu hadist. Salah satu penulis
mencoba mengangkat klarifikasi hadist
dalam Madzhab Hanafiyah. Madzhab
Hanafiyah memandang secara global bahwa
suatu hadis diangggap benar tanpa adanya
pembuktian, sedangkan para muhaddisin
melakukan peninjauan secara cermat dalam
menilai suatu hadist.
Siapa yang tak mengenal sosok yang
biasa dipanggil dengan Al-Razi. Seorang
filosof Islam yang memiliki pemikiran luas
dalam berbagai bidang ilmu. Kedudukannya
mungkin tidak dapat disamakan dengan
Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, namun sudah
banyak hal yang telah dibuktikan dalam
pemikirannya, salah satu contoh yang
diberikan Al-Razi tentang pemikirannya
tentang sinkronasi tafsir Al-Quran dengan
ilmu-ilmu modern. Tulisan lain
menyebutkan, tentang persoalan-persoalan
teologis yang banyak disoroti dalam isu
feminisme Islam dan penyimpangan yang
terjadi dalam penafsiran Al-Quran.
Geliat keilmuan yang telah menjadi urat
nadi mahasiswa sangat patut untuk
dikembangbiakkan. Tulisan-tulisan naratif
yang disajikan Jurnal Himmah dapat menjadi
referensi bagi kebutuhan kita. Dan semoga
harapan Jurnal Himmah untuk go
international dapat terealisasi. [ë]
*Penulis adalah kru TëROBOSAN
11
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Dinamika
12
Komunitas Kamar Oleh: Zulfahani Hasyim
Sejujurnya penulis sangatlah kesusahan
untuk mencari terma yang tepat untuk men-
deskripsikan komunitas Masisir yang begitu
kompleks, ada sisi akademiknya, ada sisi
ekonominya, ada sisi politiknya, ada sisi ke-
masyarakatannya, dan masih ada banyak lagi
sisi-sisi Masisir itu disebutkan. Dan dilema-
tisnya, jika penulis mencoba menuliskan satu
sisi saja dari banyak sisi Masisir, penulis
merasa mencurangi sisi-sisi Masisir yang
lain. Karena setiap sisi dari Masisir mempun-
yai keterkaitan satu sama lain, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Setiap sisi
ini memberi pengaruh kepada sisi yang lain.
Dan setiap kali datang kawan-kawan
penulis untuk curhat seputar dinamika Ma-
sisir yang lesu, penulis pun kembali kesusa-
han untuk mendefenisikan masalah se-
benarnya yang terjadi di Masisir. Masisir itu
seperti adonan roti yang sudah di-mix, ham-
pir-hampir kita tidak lagi bisa mendefinisi-
kan mana tepung mana telur, namun juga
belum jelas mau jadi roti apa nantinya?
Sampai pada akhirnya penulis teringat
sebuah frasa yang pernah dilontarkan
seorang kawan dalam sebuah obrolan santai,
frasa itu adalah “komunitas kamar”.Penulis
tak begitu yakin menempatkan frasa
“komunitas kamar” untuk mendefinisikan
masalah yang terjadi di Masisir adalah kepu-
tusan tepat.Dan apakah menggunakan frasa
tersebut untuk merepresentasikan Masisir
sebagai sebuah komunitas adalah
benar.Namun terlepas dari benar dan salah-
nya penggunaan terma ini, penulis mencoba
membuat kerangka logika pada setiap
kondisi Masisir untuk selanjutnya dikaitkan
pada terma ini.Setidaknya sementara kita
simpan dulu frasa “komunitas kamar” untuk
nantinya kita aplikasikan di dalam kerangka
logika ini.
Di mulai dari dalam
Bila kita tengok, permasalahan Masisir
itu tidak akan lari jauh dari permasalahan-
permasalahan dalam diri Masisir sendiri
(internal problem), mulai dari masalah eko-
nomi hingga masalah studi. Masalah or-
ganisasi pun paling banter berkutat pada
masalah pendanaan, keaktifan anggota, dan
kreatifitas pembuatan acara.Semua mentok
pada permasalahan internal.Masalah internal
bukanlah sesuatu yang perlu dihindari, jus-
tru permasalahan internal memberi ruang
pada sebuah komunitas untuk mengeksplo-
rasi dirinya sendiri. Namun kesan yang ter-
jadi, permasalahan internal ini hanya jadi
tontonan saja, atau paling jauh jadi bahan
obrolan (baca: ngerumpi) saja. Masalah-
masalah internal ini akhirnya menyita ban-
yak waktu Masisir, mereka sibuk dengan
permasalahan gesekan politik, sibuk dengan
masalah persaingan ekonomi, dan sibuk den-
gan problem studi. Di banyak komunitas
akademisi lain, permasalahan ini adalah ma-
salah personal, bukan permasalahan yang
menyedot orang banyak laiknya black hole,
sehingga tidak mengorbankan progesifitas
komunitas.
Pada giliran berikutnya komunitas besar
bernama Masisir ini ternyata belum bersiaga
untuk membangun nalar sosial dalam tang-
gungjawab moralnya sebagai mahasiswa
Timur-Tengah.Meski mereka pandai menye-
lenggarakan organisasi, namun bukan jami-
nan mereka bisa bernalar sosial yang tepat
pada saat mereka kembali ke masyarakat
mereka di Indonesia.Bahkan pada urusan
nalar fikih, kita perlu banyak-banyak ber-
benah diri. Setiap ada kasus seputar masalah
fikih (baca: agama) kita hanya ikut menye-
marakan permasalahan itu dalam bentuk
perdebatan dan diskusi-diskusi kosong yang
tak berujung-pangkal. Ternyata sejauh kita
belajar di Mesir masih saja belum bisa mem-
beri solusi konkrit dari setiap permasalahan
fikih sosial kemasyarakatan di Indonesia.Ini
sangat miris.
Menatap ke luar dari jendela kamar
Saya masih menduga bahwa sebenarnya
selama ini kita berada di Mesir masih belum
benar-benar berada di Mesir.Karena kita
sibuk dengan permasalahan internal komu-
nitas maka kita jadi tak benar-benar berada
di Mesir.Kita tidak menyentuh kehidupan
Mesir yang sebenarnya.Kalau pun kita mena-
tap ke luar komunitas kita kita hanya seperti
menatap pemandangan di luar jendela kamar
kita, tanpa pernah mau keluar dari kamar
kita.Interaksi kita dengan Mesir sangat
minim, jadi wajar, jika untuk berbicara ba-
hasa Arab saja kita masih kesusahan.Kita tak
banyak mengenal lingkungan sekeliling kita,
bahkan tempat-tempat bersejarah di Kairo
sendiri kita masih tak banyak mengenal-
nya.Barangkali kita lebih paham lokasi mal-
mal di Kairo daripada museum-museum
bersejarah di Kairo.
Belum lagi masalah keterlibatan kita den-
gan lingkungan Mesir.Ambil saja sampel
kecil, lingkungan Mesir yang paling dekat
dengan kita adalah Al-Azhar, tapi seberapa
dekat kita dengan Al-Azhar?Toh kita hanya
mengunjungi Al-Azhar saat ijro’at dan ujian
saja?Belum lagi interaksi kita dengan lem-
baga-lembaga penunjang pendidikan kita,
misal toko buku, perpustakaan, dan pusat-
pusat kebudayaan, intensitasnya masih san-
gat perlu dipertanyakan.Seberapa sering kita
mengunjungi Darul Kutub (National Library)
misalnya?Seberapa paham kita lokasi-lokasi
toko-toko buku di Kairo misalnya? Ini sangat
disayangkan karena kita (baca: identitas
utama kita) adalah mahasiswa.
Komunitas kita ini seperti mem-
beku.Terlepas dari kondisi Mesir yang me-
mang dirasa oleh sebagian orang kurang
nyaman, namun apakah sebegitu saja kita
menyerah?Kita sebenarnya diuntungkan
dengan tersedianya layanan informasi yang
mudah dan murah di Mesir, internet misal-
nya, dan dimanjakan dengan ketersediaan
literatur-literatur yang murah dan mudah
dijangkau.Namun seberapa pandai kita me-
manfaatkan semua fasilitas ini?
Dalam langkah yang masih gontai di Me-
sir ini penulis mencoba merenungi per-
jalanan panjang penulis selama di Mesir. Tak
jarang terbesit pertanyaan nakal, “apakah
kita mahasiswa?”.Kita dengan jumlah ribuan,
bukanlah jumlah yang sedikit untuk diinte-
grasikan dengan kepentingan ilmu pengeta-
huan Indonesia.Kita komunitas besar yang
seharusnya bisa jadi penyedia solusi bagi
masyarakat Indonesia, khususnya dalam
permasalahan agama dan syariat.Namun alih
-alih kita jadi penyedia solusi malah kita le-
bih mirip macan ompong.Kita tak tidak
berkutik bahkan untuk realitas-realitas
sosial yang sederhana di masyarakat.
Di sini ada banyak pihak yang bertang-
gungjawab atas ‘keompongan’ komunitas
kita.Yang paling bertanggungjawab dalam
hal ini adalah anggota komunitas Masisir
sendiri.Setiap kita bersalah, tak perlu kita
menyalahkan orang lain dahulu.Kita mem-
bawa budaya yang seharusnya sudah diting-
galkan saat kita terbang ke Kairo.Budaya itu
adalah budaya melakukan sesuatu karena
keterpaksaan.Itu budaya para santri yang
seharusnya dibuang jauh-jauh dari benak
seorang akademisi tingkat lanjut.Sekarang
kita bergerak bukan karena perintah kyai
atau orang tua.Kita bergerak atas panggilan
sosial, panggilan kemanusiaan.
Penanggungjawab kedua atas
‘keompongan’ Masisir adalah organisasi pen-
gayom Masisir dari yang tertinggi hingga
yang terendah.PPMI hingga almama-
ter.Mereka pemegang wewenang organisasi
seharusnya mulai merumuskan untuk mem-
buat iklim sosial Masisir yang ilmiah, pro-
duktif, dan berdayasaing tinggi ketika
mereka pulang ke Indonesia.Perumusan ini
barangkali perlu melibatkan banyak pihak,
namun jika memang serius ingin membenahi
kondisi Masisir, maka seberapapun besar
konsekuensi dari perumusan ini, pemegang
kekuasaan di Masisir harus berani mengam-
bil langkah.PPMI harus kembali memban-
Bersambung ke halaman 13
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
S a s t r a
13
MBAH GONO Oleh: M. Zainuddin*
Sebut saja namanya Mbah Gono. Orang-
orang di kampung atau tetangganya sering
menyebut “wong gendheng”. Bagaimana
tidak disebut “wong gendheng” lha wong
sehari-hari kerjaannya cuma jalan kaki sam-
bil mulutnya komat-kamit entah membaca
apa, menuju warung ke warung.
Dari kesehariannya yang cuma dari
warung ke warung, Mbah Gono punya
banyak sekali kawan baik dari golongan
abangan maupun santri. Memang, di kam-
pung Mbah Gono ada sebuah pondok
pesantren yang dulunya masyhur dan harus
kehilangan peminat karena kurang mam-
punya anak sang kyai meneruskan perjuan-
gan ayahnya.
Mbah Gono memang suka bicara ceplas-
ceplos. Dan dari ceplas-ceplosnya itu, tak
jarang dari omongannya membuat geger
warga kampung.
Pernah Yanto yang super ndableg itu
dibilangi sama Mbah Gono waktu bertemu di
Warung kopi. “Yanto, sini kamu..!”
“Ya, ada apa mbah?”
“Kamu mau aku bilangin?”
“Iya mbah, ada apa?” Ujarnya sambil
makan rondo royal.
“Kamu mau saya suruh?”
Menjawab tak sabar “Iya mbah, memang
ada apa?”
“Mulai sekarang kamu saya suruh, shalat
ya Le?” Tanya Mbah Gono sambil menepuk-
nepuk punggung Yanto.
“Haa, shalat mbah?” Yanto terkejut
seakan tak percaya dengan apa yang dikata-
kan Mbah Gono.
“Iya, shalat Le? Bagaimana? Mau kan?”
“Waduh mbah, kayaknya sulit mbah…”
“Lha ya, makanya. Justru gara-gara sulit itu,
kamu saya suruh shalat. Tapi cukup satu kali
wae sehari. Ya, waktu shalat dzuhur wae
lah..?” ujar Mbah gono sambil menyeruput
kopinya.
Sambil tersenyum kemudian menyalakan
rokok kreteknya “Wah, kalo itu gampang
mbah? Pokoke bereslah mbah, gampang.”
***
Awalnya masyarakat sekitar biasa saja,
ketika Yanto melakukan shalat dzuhur saja,
tanpa melakukan shalat yang lainnya. Toh,
Yanto mengerjakan shalat ketika didalam
rumah, bukan di masjid ataupun mushola.
Tapi, masyarakat terheran-heran ketika
pada hari Jumat. Yanto berpakaian rapi dan
pergi jamaah ke masjid untuk melaksanakan
shalat Jumat.
Dulkenti yang terheran-heran sejak tadi,
akhirnya segera menghampiri Yanto setelah
selesai shalat Jumat.
“Sekarang udah tobat tho? Kok shalat
Jumat segala.” Tanya Dulkenti sembari
menuntun sepedanya. “Siapa yang tobat?
Aku Cuma diperintah Mbah Gono aja, dan
perintahnya gak susah-susah amat.”
“Memang diperintah apa sama Mbah
Gono?”
“Ya, cuma diperintah suruh shalat sehari
satu kali aja dan itu waktu dzuhur. Lagian
menurutku juga gak terlalu sulit kok. Kan
waktu itu, aku pas bangun tidur, jadi wak-
tunya pas.”
“Oooh, gitu tho??” jawab Dulkenti
sekenanya.
***
Berawal dari pengakuannya pada
Dulkenti. Informasi tentang Mbah Gono yang
menyuruh Yanto shalat sehari hanya satu
kali saja cepat sekali menyebar. Tiap hari
Mbah Gono menjadi bahan omongan warga .
“Bagaimana Mbah Gono itu? Masak nyuruh
orang sembahyang cuma sehari satu kali,
bukannya itu malah dosa. Sehari kan harus-
nya shalat lima waktu, masak cuma sekali
saja? ” terang Mbah Mad, penjaga warung
yang sering jadi langganan Mbah Gono.
Bahkan kyai dikampungnya pun ikut
m e n d e n g a r p e r i h a l t e r s e b u t .
“Tolong besok suruh Mbah Gono kesini ya!?”
Perintah Pak Kyai.
“Inggih Pak Yai… kira-kira jam berapa
Yai?” Jawab salah satu santri.
“Ya, sehabis shalat Maghrib lah.”
***
“Ada apa Yai, kok memanggil saya?”
Tanya takzim Mbah Gono mengawali pembi-
caran malam itu dengan Pak Kyai
“Aku cuma ingin meluruskan masalah
saja Mbah. Aku cuma mau tanya, apa benar
sampeyan menyuruh Yanto shalat sehari
cuma satu kali saja?”
“Iya benar Yai, memangnya ada apa?”
“Kenapa kok cuma satu kali saja mbah?
Kan shalat Fardhu itu sehari wajib dilakukan
lima kali?”
“Begini lho Yai, saya kan sudah baik tho.
Menyuruh Yanto shalat sehari satu kali, ha-
rusnya yang empat itu kan kewajiban orang-
orang itu dan tentunya juga panjenengan.”
Jawab Mbah Gono sembari pamitan untuk
pulang.
*Penulis adalah kru TëROBOSAN.
Glosarium
Wae (Jawa): Saja
Inggih (Jawa): Iya
gunkan Masisir dari tidur panjang dan men-
dorong mereka untuk keluar dari kamarnya.
Masih di dalam ruang tertutup
Penulis masih mencoba mencari jalan
untuk menghubungkan kondisi paling real-
istis dari Masisir yang begitu sulit didefinisi-
kan ini dengan terma “komunitas kamar”.
Penulis tidak akanmemberi justifikasi atau
menghakimi Masisir. Namun penulis ber-
harap banyak bahwa Masisir segera men-
yadari akan adanya “bom waktu” yang siap
meledak kapan saja bila tak segera dijinak-
kan. Masisir menghadapi realitas ketidakper-
cayaan masyarakat Indonesia pada kemam-
puan individu lulusan Timur-Tengah lanta-
ran andil mereka dalam bidang perkemban-
gan sosial kemasyarakatan dan dunia ilmu
pengetahuan Indonesia yang sangat
minim.Semerta meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap lulusan Eropa, Austra-
lia, Asia Timur, dan Amerika.
Selama ini lulusan Timur-Tengah (Mesir
khususnya) masih belum berani keluar dari
jalur konvensional misal terlibat dalam
bidang penelitian ilmiah bersama lulusan
luar negeri dari Barat.Ketidakberanian ini
rasanya sudah melekat dari sejak masa
studi.Kita lihat dari sekian mahasiswa Indo-
nesia di Mesir berapa banyak mahasiswa
yang mampu menguraikan sebuah perma-
salahan ilmiah dalam bentuk karya ilmiah?
Berapa banyak yang menelurkan kritik se-
cara tertulis terhadap sebuah fenomena atau
manuskrip kuno?Kita berhenti pada pemba-
caan diktat, menghafal diktat, dan ujian.Kita
belum juga berani menyelam lebih dalam ke
dalam khazanah keilmuan Timur-Tengah.
Akibatnya saat pulang kita pun akan mentok
pada pengajaran santri (mengulang apa yang
pernah diajarkan pada kita). Bukan menge-
luarkan sebuah produk baru ilmu pengeta-
huan.Semerta itu muncul juga stigma bahwa
ilmu agama itu sudah tidak lagi berkem-
bang.Hal ini semakin “membunuh” karakter
keilmuan Masisir.
*Penulis adalah editor TёROBOSAN.
Lanjutan dari halaman 12
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
Konsep Arah Kiblat dalam Islam Oleh: Nuril Dwi*
O p i n i
Kata kiblat acap kali kita dengar dan kita
ungkapkan, karena memang satu kata yang
sangat sederhana dan memiliki peranan
penting dalam kehidupan beragama seorang
Muslim. Umat Islam mendirikan salat lima
waktu dalam sehari, sehingga umat Islam
haruslah benar-benar mengetahui serta
memahami di mana arah kiblat yang harus ia
tuju sebelum mendirikan salat, karena
menghadap kiblat merupakan salah satu
syarat sahnya salat.
Kiblat berasal dari bahasa Arab yang
bermakna suatu arah yang merujuk ke
tempat di mana bangunan Ka’bah terletak
dan disanalah pusat tumpuan umat Islam
dalam menyempurnakan beberapa ibadah
tertentu.
Fikih tidaklah akan sempurna tanpa
peranan ilmu falak, sehingga tidak dapat kita
pungkiri bahwa ilmu falak memiliki peran
penting dalam interkoneksi sains dengan
teks syari’ah. Ilmu falaklah yang
menerjemahkan teks-teks syari’ah, sehingga
umat Islam dapat dengan mudah
menyempurnakan berbagai kewajiban dalam
prosesi ibadahnya. Seperti dalam
pelaksanaan salat yang membutuhkan
penerjemaham teks syari’ah mengenai waktu
salat, begitu pula arah kiblat.
Bila pada masa Rasulullah Saw.
kewajiban menghadap kiblat tidak banyak
menimbulkan masalah karena sebagian umat
Islam tinggal di sekitar Makkah, sehingga
mereka bisa melihat wujud Ka’bah secara
langsung. Berbeda halnya dengan keadaan
saat ini yang mana umat Islam sudah banyak
jumlahnya dan tinggal tersebar di berbagai
belahan bumi yang letakya jauh dari Makkah.
Sehingga berijtihad dalam penentuan arah
kiblat sangatlah dibutuhkan demi
terlaksananya ibadah yang sempurna.
Dalam permasalahan arah kiblat
hendaklah setiap Muslim dapat
memahaminya secara komperhensif. Artinya
tidak hanya terpaku pada pemahaman orang
-orang terdahulu. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi hendaknya
disikapi secara positif, bahkan dijadikan
salah satu penunjang dalam penentuan arah
kiblat, Sehingga menghasilkan hasil yang
akurat dalam penentuannya.
Seiring dengan perkembangan sains dan
teknologi, pengukuran arah kiblat bukan lagi
hal yang sulit. Berawal dari berbagai alat
sederhana yang di gunakan ulama Islam kala
itu, hingga kompas kiblat dengan berbagai
merek dan tingkat akurasinya, kalkulator
dan komputer yang semakin mempermudah
dalam penghitungan arah kiblat, dan masih
banyak sekali alat modern lainnya yang
menunjang peritungan arah kiblat.
Pada era modern sekarang ratusan satelit
bertengger di langit, sehingga memudahkan
kita untuk mengakses berbagai informasi
yang berkaitan dengan perhitungan arah
kiblat suatu tempat, dan dapat
mengkalkulasikan keakuratannya. Berawal
dari kecanggihan inilah pada era modern ini
dapat dengan mudah mengetahui titik
koordinat suatu tempat, sehingga pergeseran
arah kiblat dari Ka’bah dapat dengan mudah
terdeteksi dan dihindari.
Berdasarkan penghitungan, arah kiblat
kota Kairo adalah 136 derajat dikur dari
utara searah jarum jam. Pergeseran arah
kiblat dari Ka’bah terdeteksi di beberapa
masjid tua di kota Kairo, yang mana masjid-
masjid tersebut memiliki beberapa
keistimewaan dibanding dengan masjid
lainnya. Misalnya adalah masjid tersebut
dibangun pada masa khalifah bahkan
sahabat, dan kala itu merupakan masa
kejayaan astronomi Islam, dan tidak sedikit
para astronom Islam yang memang
berkiprah dan menelurkan beberapa
karyanya pada kala itu, seperti Ibnu Yunus
dan Ibnu Haitsam.
Masjid Amru ibn Ash yang tercatat
sebagai masjid pertama kali dibangun di
Mesir, dan merupakan masjid tertua di
Afrika. Masjid ini dibangun oleh Amru ibn
Ash, sahabat Rasulullah Saw. yang telah
menaklukan Mesir. Pada masjid ini terdapat
pergeseran kiblat kurang lebih sebelas
derajat dari posisi Ka’bah.
Kemudian Masjid al-Azhar, terdapat
pergeseran sekitar dua belas derajat. Masjid
yang dibangun oleh Jauhar Al-Kaib As Shoqly
satu tahun setelah dinasti Fatimiyah
menaklukan Mesir, yang mana masjid ini
menjadi pusat penyebaran ilmu pada
masanya, hingga berkembang menjadi
sebuah lembaga pendidikan dan saat ini
tercatat sebagai lembaga pendidikan Islam
tertua di dunia.
Begitu pula pada masjid Al-Hakim
bi Amrillah , terdapat pergeseran kiblat
kurang lebih empat derajat, menurut sejarah
masjid ini di bangun pada masa Al-Hakim ibn
Amrillah, yang mana pada saat itu astronom
Islam Ibnu Yunus lah yang banyak
mengabdikan dirinya, khususnya dalam ilmu
astronomi, bahkan beliaulah yang
menentukan arah kiblat pada masjid ini.
Haruslah diketahui bahwasanya
bergesernya arah kiblat terhadap Ka’bah
dengan pertimbangan jarak serta ukuran
bangunan Ka’bah, akan mengakibatkan
pergeseran sebesar 126 km di utara atau
selatan Ka’bah pada setiap satu derajatnya.
Berkenaan dengan konsep menghadap
kiblat dalam salat, perbedaan pendapat
dikalangan ulama tentang hal ini bukanlah
hal baru lagi, antara menghadap jihah (arah)
Ka’bah atau ‘ain (bangunan fisik) Ka’bah.
Perbedaan tersebut mestinya bukanlah
sumber dari perpecahan di kalangan umat
Islam. Sebaliknya, pendapat-pendapat ulama
tersebut sesuai dengan ijtihad mereka
masing-masing, yang mana pada hakikatnya
sebagai solusi yang arif bagi kita dalam
menyikapi perbedaan dalam masyarakat.
Ulama jumhur selain Syafi’iyah
berpendapat bahwa kewajiban menghadap
kiblat cukup dengan menghadap ke arah
(jihah) Ka’bah. Sedangkan ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa kewajiban menghadap
kiblat dengan mengarah ke bangunan fisik
(‘ain) Ka’bah.
Apabila ditelisik lebih dalam, kemiringan
arah kiblat pada masjid bersejarah di kota
Kairo ini memiliki hikmah yang cukup
medalam. Masih banyak kajian dan pokok
permasalahan yang harus dikaji lebih rinci.
Tentulah tidak bisa begitu saja dikatakan
bahwa kiblat masjid-masjid tersebut salah
dengan adanya kemiringan atau pergeseran
beberapa derajat dari Ka’bah. Akan tetapi
haruslah dipertimbangkan beberapa aspek,
karena masjid tersebut dibangun oleh
sahabat pada masanya. Begitu pula faktor
campur tangan astronom muslim yang
berkompeten di bidangnya dan
keikutsertaan dalam pembangunannya
haruslah menjadi pertimbangan yang cukup
besar. Tentulah pendahulu-pendahulu
tersebut membangun dan menetapkan arah
kiblat setiap masjid dengan penuh
pertimbangan dan ketelitian. Pertimbangan
fikih juga bisa dijadikan alasan. Umat Islam
memiliki alternatif menghadap al-jihah
(arah) apabila menghadab ‘ain (bangunan
fisik) Ka’bah tidak memungkinkan. Begitu
pula dengan adanya beberapa literatur
madzhab fikih yang memaparkan
bahwasanya diperbolehkan berpatokan pada
masjid-masjid yang dibangun oleh para
sahabat apabila tidak mengetahui arah
kiblat.
Demikian Islam dengan rahmat-Nya tidak
membebani umat untuk sesuatu yang
melebihi batas kemampuannya selama niat
telah tertambat untuk berijtihad
menentukan arah kiblat sebaik-baiknya demi
kesempurnaan sebuah ibadah.
* Penulis adalah mahasiswi tk.III fakultas
Dirosah Islamiyah jurusan tafsir, pegiat kajian
ilmu falak AFDA PCI Muhammadiyah Mesir.
14
TëROBOSAN, Edisi 350, 22 Februari 2013
K o l o m
Ketika Media Kehilangan Pe[me]rannya Oleh: Dana A. Dahlani*
Akhir tahun 2012, majalah Newsweek
harus menelan pil pahit. Karena tidak mampu
bersaing dengan perkembangan digitalisasi
multimedia yang semakin menggurita, ma-
jalah yang berkantor pusat di Amerika itu
terpaksa gulung tikar. Penyebab utamanya
tak lain adalah pendapatan iklan yang menu-
run drastis. Popularitas majalah yang didiri-
kan 80 tahun lalu oleh mantan wartawan
Time, Thomas Martyn itu kalah jauh diband-
ingkan The Daily Beast. Sebaliknya, media
online itu justru mengalami kenaikan pelang-
gan hingga 70 persen, yang secara otomatis
mendongkrak pendapatannya.
Jika tidak ingin tergilas, media massa ha-
rus pandai-pandai menciptakan variasi,
kreatif bermetamorfosis, terlebih lagi media
cetak. Selain memodifikasi konten agar lebih
dinamis dan interaktif, tata letak dan tampi-
lan luar juga patut mendapat perhatian
khusus. Desain yang sedap dipandang mata
bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pem-
baca. Manajemen yang rapi akan menambah
nilai plus tersendiri.
Tidak usah jauh-jauh membahas media
nasional ataupun internasional, Masisir
sendiri punya cerita tentang keterpurukan
media. Media kita pernah merasakan masa
keemasannya pada dekade 1990-an. Dunia
jurnalistik menjadi primadona mahasiswa.
Terbitan terbaru selalu ditunggu pembaca di
setiap edisinya. Kabar mutakhir tentang Ma-
sisir selalu menjadi santapan utama. Maklum
saja, saat itu masih jarang yang punya telepon
seluler, apalagi komputer yang tersambung
dengan dunia maya. Tak salah jika Kang Abik
mengabadikan nama TëROBOSAN–yang nota-
bene salah satu ujung tombak media–dalam
novelnya, Ayat-Ayat Cinta.
Memasuki abad ke-21, internet sudah
mulai marak. Meski begitu, media cetak masih
punya tempat tersendiri di hati pembacanya.
Ada beberapa topik yang tak jarang memanc-
ing diskusi panjang di dunia maya, terutama
di milis PMIK. Walaupun kadang juga memicu
debat kusir berkepanjangan. Setidaknya tuli-
san di media masih mendapatkan perhatian
berarti.
Hingga pertengahan tahun 2010, penulis
masih merasakan pengaruh signifikan media
di tengah-tengah kehidupan Masisir, teru-
tama para aktivisnya. Kasus pemalsuan stem-
pel dalam sidang paripurna MPA-BPA PPMI
yang diangkat Informatika sempat menjadi
perdebatan sengit di beberapa forum. Penulis
juga masih mendapatkan edisi terakhir
buletin Al-Qalam yang akhirnya terpaksa
gulung tikar karena keterbatasan dana. Kala
itu, Al-Qalam memang menyorot habis-
habisan eksistensi pers Masisir yang semakin
memudar.
Setelah itu, media kita praktis mengalami
kemunduran yang luar biasa hingga mencapai
titik nadirnya, tergolek tak berdaya mengha-
dapi revolusi yang berujung evakuasi.
Kini, secara perlahan, media kita mulai
bangun dari tidur panjangnya. Sayangnya,
mereka saat ini seakan kehilangan perannya.
Pers seharusnya mampu memainkan peran
sebagai pusat informasi, kontrol sosial, sum-
ber pengetahuan yang mendidik dan corong
masyarakat dalam menyuarakan pendapat.
Tapi nyatanya, media yang sudah ada belum
mampu memberi pengaruh positif yang signi-
fikan dalam kehidupan Masisir. Jangankan
mengubah peradaban, menarik perhatian
Masisir untuk mau membaca saja sulitnya
bukan main. Kecepatan informasinya sudah
kalah jauh dengan Facebook dan Twitter.
Kepekaannya terhadap kondisi sosial se-
makin tumpul. Kalau fenomena seperti ini
dibiarkan berlarut, bukan tidak mungkin me-
dia kita akan ditinggalkan pemerannya (baca:
redaktur pelaksana). Dan gejalanya sudah
mulai nampak akhir-akhir ini. Daya tariknya
mulai pudar.
Media Masisir harus segera bermetamor-
fosis. Pers yang selama ini mengandalkan
versi cetak hendaknya tampil lebih atraktif.
Media online pun juga harus konsisten meng-
update informasi terbaru tiap harinya. Salah
satu yang paling bergeliat adalah darussalam-
centercairo.com.
Deadline adalah hal terpenting yang men-
jadi prioritas utama suatu penerbitan. Batas
waktu harus sesuai ketentuan. Jika penerbi-
tan terkesan angin-anginan, pembaca akan
lari meninggalkan. Para penulis/kontributor
juga enggan mengirimkan tulisan. Kru yang
notabene masuk dalam jajaran tim redak-
sional pun akan malas-malasan.
Dalam hal yang satu ini, penerbitan Jurnal
Himmah PPMI patut dijadikan panutan. Ia
sudah memainkan perannya dengan cukup
baik. Meski hanya terbit dua kali dalam seta-
hun, tim redaksi tetap konsisten menepati
jadwalnya. Bahkan edisi terbaru sudah ram-
pung cetak jauh-jauh hari sebelum jadwal
yang ditentukan. Memang perlu diakui, pen-
erbitan jurnal jauh berbeda dengan penerbi-
tan buletin bulanan atau mingguan. Tapi seti-
daknya tiap media punya jadwal terbit yang
jelas dan tetap, sehingga penerbitannya tidak
terkesan sebagai formalitas belaka, hanya
untuk memenuhi program dalam laporan
pertanggungjawaban organisasi.
Desain dan tampilan luar agaknya patut
menjadi perhatian. Sudah saatnya media kita
merekrut para desainer dan ilustrator yang
fokus menangani perwajahan media. Tak bisa
dipungkiri, hal pertama yang dinilai dari se-
buah majalah/buletin adalah cover dan tata
letak rubrikasinya. Penampilan yang eye
catching akan menarik perhatian pembaca.
Untuk mengurusi masalah layout, selama ini,
mayoritas media Masisir masih bergantung
pada kru yang notabene hanya ingin belajar
menulis.
Apalagi jika mau beralih ke versi digital.
Selain lebih menghemat dana percetakan,
layouter bisa lebih leluasa dalam berkreasi
tanpa terbatasi oleh jumlah halaman. Format
PDF juga memberi kebebasan kepada lay-
outer untuk menentukan kombinasi warna
yang full color. Kalau mau lebih canggih,
pengelola bisa menambahkan konten-konten
audio visual yang lebih interaktif, semisal foto
peristiwa, rekaman wawancara atau bahkan
video. Majalah Detik bisa dijadikan contoh
dalam hal ini. Di samping itu, dengan meman-
faatkan teknologi baru ini, kita bisa menjaring
dan menampilkan lebih banyak iklan. Menu-
rut hasil survey, iklan digital di Amerika naik
15,4 persen dari tahun sebelumnya. Di saat
yang sama, iklan majalah justru menurun,
meski hanya setengah persen.
Masa kepengurusan yang hanya satu ta-
hun bisa dibilang terlalu singkat untuk mem-
bangun tim redaksi yang solid. Karena itu,
sistem kaderisasi menjadi modal penting.
Sekolah menulis dan pembekalan skill jurnal-
istik harus diterapkan secara intensif, seba-
gaimana yang telah dilakukan buletin Prestasi
KSW dengan Sekolah Menulis Walisongo-nya.
Ini diperlukan untuk menghasilkan pemberi-
taan yang berbobot dan berimbang. Kekuatan
sejati media terletak pada kualitas isinya. Isu
dan opini yang diangkat seharusnya bisa
membangun peradaban Masisir ke arah yang
lebih baik. Mengikis kebiasaan-kebiasaan
negatif yang terlanjur mengakar dan mulai
mengampanyekan budaya positif yang pro-
duktif.
Memang perlu diakui, setiap individu
diberi kebebasan untuk memilih. Dan tidak
semua mahasiswa tertarik dengan jurnalistik.
Paling tidak, pers harus mampu menunjukkan
kepada Masisir pemerhati jurnalistik bahwa
media masih bernafas, dan perlu untuk diper-
juangkan. Kita perlu sebuah forum untuk
mengapresiasi karya awak media. Sesama
insan jurnalis harus saling bersinergi,
mengembalikan peran media yang sudah
lama mati suri. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Untuk melakukan itu semua, sebuah media
sebenarnya tidak butuh kru yang banyak, tapi
butuh kru yang militan dan peka terhadap
lingkungan. Utamakan kualitas, bukan kuanti-
tas! Jangan sampai riwayat jurnalistik Masisir
berakhir tragis layaknya Newsweek.
*Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Jur-
nalis Masisir, Editor buletin Informatika.
15