buletin kopkun corner edisi 31

8
31.01 EDISI 31|01|14 | VOLUME IV Purwokerto Mencetak Rekor H asil Survai Biaya Hidup (SBH) per 2 Januari 2014 menempatkan Purwokerto sebagai kota dengan perubahan biaya hidup tertinggi di Indonesia. SBH dilaksanakan per lima tahun yang tujuannya untuk me- netapkan Indeks Harga Konsumen dan patokan inflasi. Kenaikan biaya hidup Purwokerto mencapai 96,35% dari tahun 2007 sampai 2012. Yang mana angkanya bergerak dari Rp. 2.082.585 menjadi Rp. 4.089.099. Seba- gai pembanding, perubahan biaya hidup Kota Bandung pada kisaran 78,16%. Lantas bagaimana dengan Ja- karta? Ternyata angkanya hanya pada kisaran 48,49% dan termasuk 10 kota dengan perubahan biaya hidup terendah di Indonesia. Kenaikan biaya hidup yang hampir dua kali lipat selama lima tahun itu bisa jadi selaras dengan tingkat perkembangan kota. Sebagai gambaran, Purwokerto bersama Sumbang, Baturraden, Kedungbanteng, Kemba -ran, Karanglewas, Sokaraja, dan Patikraja ditetapkan sebagai kawasan perkotaan melalui Perda No. 10 tahun 2011. Di sisi lain, Purwokerto masuk dalam Kawasan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Menurut Perpres 28 tahun 2012 PKW merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/ kota. Beberapa hal itu sebenarnya bisa dilihat kasat mata misalnya menggeliatnya pembangunan infrastruktur; gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, jalan raya, taman kota dan seterusnya. Bahkan bila mana rencana Bandara Wirasaba tuntas, maka tak menutup kemungkinan Purwokerto akan menjadi Kawasan Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Bila dibandingkan dengan kota lain se Indonesia, besaran biaya hidup Kota Purwokerto berada di rangking 58. Sedangkan Jakarta menempati peringkat pertama, Rp. 7.500.726. Menyusul Jayapura pada peringkat kedua, Rp. 6.939.057. Sedangkan biaya hidup terendah di kota Probolinggo pada angka Rp. 3.295.045. Sebagai pembanding, biaya hidup di Cilacap mencapai Rp. 3.390.307. Sedangkan Tegal pada kisaran Rp. 3.314.997. Biaya hidup ini dihitung berdasar pengeluaran rumah tangga yang terdiri dua konsumsi utama: makanan dan non- makanan. Rata-rata na- sional, berturut-turut dari tahun 2002, 2007 dan 2012 konsumsi makanan adalah 25,50%, 19,57% dan 18,85%. Angka itu memperlihatkan tren menurun pada kon- sumsi bahan makanan. Meski demikian, pada be- berapa kota, persentase konsumsi makanan masih pada kisaran 50%, seperti: Meulaboh, Tual, Merauke, Sibolga, Maumere, Sorong dan sebagainya. Melihat tren konsumsi demikian, kita perlu mengin- gat Hukum Engel; 1). Bila pendapatan meningkat, persentase konsumsi makanan makin kecil. 2). Bila pendapatan mening- kat, persentase penge- luaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi, barang mewah, dan tabungan makin meningkat. Ernst Engel juga pernah memotret pola konsumsi di negara berkembang. Ia menyimpulkan, bila kon- sumsi makanan lebih dari 35%, mengindikasikan masyarakat tersebut ter- golong masih miskin. Sebalik -nya, bila konsumsi bahan makanan rendah, masyara- kat mulai sejahtera. [] DAFTAR ISI Purwokerto Mencetak Rekor 1 Kopkun 10 Tahun Mendatang 2 Kopkun dalam Angka 2007-2012 3 TTS Berhadiah 4 Hukum Fisika Koperasi 5 Menjadi Announcer 6 KKN atau Kunjungan Sosial? 7 Perlukah Kita Ber- goyang? 8 Media Generasi Baru Koperasi Ilustrasi sumber: www.beritagar.com

Upload: kopkun-full

Post on 28-Mar-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Buletin Bulanan Kopkun Corner diterbitkan oleh Koperasi Kampus Unsoed (Kopkun), Purwokerto, Indonesia | www.kopkun.com

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin Kopkun Corner Edisi 31

31.01 EDISI 31|01|14 | VOLUME IV

Purwokerto Mencetak Rekor

H asil Survai Biaya Hidup (SBH) per 2 Januari 2014

menempatkan Purwokerto sebagai kota dengan

perubahan biaya hidup tertinggi di Indonesia. SBH

dilaksanakan per lima tahun yang tujuannya untuk me-

netapkan Indeks Harga Konsumen dan patokan inflasi.

Kenaikan biaya hidup Purwokerto mencapai 96,35%

dari tahun 2007 sampai 2012. Yang mana angkanya

bergerak dari Rp. 2.082.585 menjadi Rp. 4.089.099. Seba-

gai pembanding, perubahan biaya hidup Kota Bandung

pada kisaran 78,16%. Lantas bagaimana dengan Ja-

karta? Ternyata angkanya hanya pada kisaran 48,49%

dan termasuk 10 kota dengan perubahan biaya hidup

terendah di Indonesia.

Kenaikan biaya hidup yang hampir dua kali lipat

selama lima tahun itu bisa jadi selaras dengan tingkat

perkembangan kota. Sebagai gambaran, Purwokerto

bersama Sumbang, Baturraden, Kedungbanteng, Kemba

­ran, Karanglewas, Sokaraja, dan Patikraja ditetapkan

sebagai kawasan perkotaan melalui Perda No. 10 tahun

2011.

Di sisi lain, Purwokerto masuk dalam Kawasan Pusat

Kegiatan Wilayah (PKW). Menurut Perpres 28 tahun 2012

PKW merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi

untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa

kabupaten/ kota.

Beberapa hal itu sebenarnya bisa dilihat kasat mata

misalnya menggeliatnya pembangunan infrastruktur;

gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, jalan

raya, taman kota dan seterusnya. Bahkan bila mana

rencana Bandara Wirasaba tuntas, maka tak menutup

kemungkinan Purwokerto akan menjadi Kawasan Pusat

Kegiatan Nasional (PKN).

Bila dibandingkan dengan kota lain se Indonesia,

besaran biaya hidup Kota Purwokerto berada di rangking

58. Sedangkan Jakarta menempati peringkat pertama,

Rp. 7.500.726. Menyusul Jayapura pada peringkat kedua,

Rp. 6.939.057. Sedangkan biaya hidup terendah di kota

Probolinggo pada angka

Rp. 3.295.045.

Sebagai pembanding,

biaya hidup di Cilacap

mencapai Rp. 3.390.307.

Sedangkan Tegal pada

kisaran Rp. 3.314.997.

Biaya hidup ini dihitung

berdasar pengeluaran

rumah tangga yang terdiri

dua konsumsi utama:

makanan dan non-

makanan. Rata-rata na-

sional, berturut-turut dari

tahun 2002, 2007 dan 2012

konsumsi makanan adalah

25,50%, 19,57% dan 18,85%.

Angka itu memperlihatkan

tren menurun pada kon-

sumsi bahan makanan.

Meski demikian, pada be-

berapa kota, persentase

konsumsi makanan masih

pada kisaran 50%, seperti:

Meulaboh, Tual, Merauke,

Sibolga, Maumere, Sorong

dan sebagainya.

Melihat tren konsumsi

demikian, kita perlu mengin-

gat Hukum Engel; 1). Bila

pendapatan meningkat,

persentase konsumsi

makanan makin kecil. 2).

Bila pendapatan mening-

kat, persentase penge-

luaran untuk pendidikan,

kesehatan, rekreasi, barang

mewah, dan tabungan

makin meningkat.

Ernst Engel juga pernah

memotret pola konsumsi di

negara berkembang. Ia

menyimpulkan, bila kon-

sumsi makanan lebih dari

35%, mengindikasikan

masyarakat tersebut ter-

golong masih miskin. Sebalik

-nya, bila konsumsi bahan

makanan rendah, masyara-

kat mulai sejahtera. []

DAFTAR ISI

Purwokerto

Mencetak Rekor

1

Kopkun 10 Tahun Mendatang

2

Kopkun dalam

Angka 2007-2012

3

TTS Berhadiah 4

Hukum Fisika

Koperasi

5

Menjadi Announcer 6

KKN atau Kunjungan

Sosial?

7

Perlukah Kita Ber-

goyang?

8

Media Generasi Baru Koperasi

Ilustrasi sumber: www.beritagar.com

Page 2: Buletin Kopkun Corner Edisi 31

Pilot Project Kopkun Dampingi Usaha Anggota

Bayangkan lah Kopkun

10 tahun mendatang. Apa yang Anda lihat?

A wal tahun baru ini Pengurus

Kopkun gunakan untuk

menyusun Rencana Strategis

(Renstra) berdimensi 5-10 tahun men-

datang. Tim Perumus sudah mulai

bekerja sejak sebulan lalu. Targetnya,

minggu ketiga Februari Tim bisa men-

yelenggarakan lokakarya Renstra

yang dihadiri berbagai unsur.

Selain menyusun Renstra, Tim juga

sempat mengulas visi-misi Kopkun ke

depan. Setelah melalui diskusi intensif,

Tim merasa perlu menyusun visi-misi

Kopkun ke depan lebih visioner dan

operasiol. Sebagai bocoran, visi-misi

hasil godokan Tim sebagai berikut:

Visi Kopkun, “Menjadi koperasi

konsumen terbesar di Banyumas yang

mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dalam bidang ekonomi,

sosial dan budaya demi tercapainya

demokrasi ekonomi Indonesia”.

Visi itu diturunkan dalam tiga misi:

1). Menyediakan kebutuhan

masyarakat dengan harga yang adil;

2). Melahirkan insan koperasi yang

mampu mengembangkan gagasan

dan praktik berkoperasi; 3). Mengem-

bangkan praktik hidup yang

berlandaskan pada kejujuran,

solidaritas, kolektifitas dan

kesederhanaan.

Tentu visi-misi itu belum final

karena belum dilokakaryakan yang

melibatkan banyak unsur organisasi.

Pasca lokakarya, bilamana peserta

menilai visi-misi itu mencukupi, maka

akan disosialisasikan ke seluruh

anggota ketika RAT ketujuh, Maret

mendatang.

Selain mengkaji visi-misi, Tim juga

akan merumuskan Renstra sebagai

pegangan pengembangan Kopkun ke

depan. “Renstra ini sangat penting

bagi kita semua karena akan

merumuskan mimpi dan cara

mencapai mimpi itu”, terang Herliana,

Ketua Kopkun.

Dalam Renstra tersebut akan dikaji

target pengembangan dan

penetapan indikator keberhasilan

atas target itu. Sebagai contoh,

dalam diskusi brainstorming awal,

Tim menargetkan 10 tahun

mendatang Kopkun mempunyai 32

unit layanan usaha.

Tim juga akan merumuskan

langkah-langkah strategis untuk

mencapainya. Salah satu caranya

dengan masuk ke area yang lebih

luas, yakni Kab. Banyumas. Langkah

berikutnya, kepengurusan akan

dibentuk per wilayah kerja. Sehingga

ke depan akan ada Pengurus

Cabang dan Pusat.

Pola itu tujuannya untuk

mendesentralisasi pengembangan

Kopkun sesuai dengan kebutuhan

wilayah. Ini juga ditujukan agar

Kopkun lebih membumi di tengah

masyarakat.

Dalam hal ini Kopkun menyoba

mengadaptasi model NTUC Fairprice

Singapore dan iCOOP Korea.

Misalnya, dalam rangka menjaga

ketersediaan dan kapasitas SDM

saat proses pengembangan itu,

Kopkun akan mendirikan Kopkun

Institute yang fokus pada

pembangunan SDM profesional. Ini

seperti yang dilakukan NTUC

Fairprice dengan membangun

Fairprice Institute.

Harapannya bahwa

pertumbuhan layanan usaha

koperasi tidak akan meninggalkan

nilai, prinsip koperasi. Karenanya

dibutuhkan SDM-SDM yang paham

betul tata kelola koperasi yang

berbasis nilai.

Pepatah bilang, cara terbaik

meramalkan masa depan adalah

dengan menciptakannya.

Karenanya, mimpi 10 tahun itu harus

dikerjakan mulai sekarang juga. []

Page 2 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14

Kopkun 10 Tahun Mendatang

“Renstra ini sangat penting bagi

kita semua karena akan

merumuskan mimpi dan cara

mencapai mimpi itu”

Page 3: Buletin Kopkun Corner Edisi 31

Page 3 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14

O ktober 2013 lalu Kopkun ultah

ke-7. Artinya sudah tujuh

tahun Kopkun berdiri. Lantas

bagaimana sebenarnya tingkat ca-

paian Kopkun dari 2007-2012?

Bila kita cermati tabel di atas,

perkembangan Kopkun dari tahun ke

tahun menunjukkan tren positif. Pen-

ingkatan terjadi secara simultan baik

dari segi jumlah anggota, pendapatan

semua unit layanan, Sisa Hasil Usaha

(SHU) dan aset lembaga.

Capaian yang simultan itu menun-

jukkan bahwa perkembangan Kopkun

ibarat naik dari satu anak tangga ke

anak tangga berikutnya. Dalam kon-

teks itu, memang benar bahwa ca-

paian koperasi biasanya selaras

antara jumlah anggota dan usahanya.

Seorang pakar dan praktisi

koperasi Kanada, Robby Tulus, bahkan

pernah berujar; Aktivis-penggerak

koperasi perlu menyadari bahwa

dalam membangun koperasi butuh

prinsip kesabaran. Mengingat capaian

koperasi tak bisa tiba-tiba membesar

pada tahun-tahun awal. Melainkan

bertahap dan simultan terus-menerus.

Meski demikian, sangat mungkin

terjadi lompatan pertumbuhan pada

tahun ke sekian saat koperasi dapat

mengoperasionalkan efisiensi kolektif-

nya sedemikian rupa. Artinya, saat

mesin usaha dan organisasi bisa di-

jalankan dengan tingkat efisiensi ter-

tentu, maka akan berdampak pada

pertumbuhan yang maksimal.

Sebagai ilustrasi, anggaplah se-

buah koperasi kredit/ simpan-pinjam

awalnya menyerap modal dari ang-

gota dalam bentuk Simpanan Pokok

dan Wajib. Dalam usahanya, mereka

membuka dua layanan utama:

Tabungan dan Pinjaman.

Pada struktur biaya, maka

koperasi tersebut menanggung:

biaya operasional (gaji, gedung,

listrik, administrasi, dll), biaya beban

modal (jasa Simp. Pokok & Wajib)

dan biaya jasa (jasa Tabungan).

Karena usahanya Simpan-Pinjam,

seluruh biaya ini dibebankan pada

bunga Pinjaman. Itu yang membuat

bunga pinjaman pasti lebih besar

daripada Tabungan atau Modal.

Namun setelah koperasi berop-

erasi sekian tahun, koperasi sudah

bisa memupuk modal dari laba

ditahan, biasanya 50% dari SHU ditu-

jukan untuk memupuk modal. Nah,

modal dari laba yang ditahan itu

terhitung sebagai modal murah

karena koperasi tak perlu mengeluar-

kan biaya jasa.

Sampai tahun ke sekian, saat

pemupukan modal berjalan intensif,

koperasi itu bisa memberikan Pinja-

man murah (dengan bunga rendah).

Hal itu akan berdampak langsung

pada pertumbuhan pendapatan,

aset & anggota.

Itulah cara kerja efisiensi kolektif

dalam koperasi. Tentu, harus sabar! []

“Aktivis-penggerak koperasi perlu

menyadari bahwa dalam mem-

bangun koperasi butuh prinsip

kesabaran”

Kopkun dalam Angka 2007-2012

Inilah menariknya cara

juang koperasi, capaian-capaiannya selalu

terukur.

Page 4: Buletin Kopkun Corner Edisi 31

Pertanyaan

Mendatar:

1. Hormon yang mem

buat bahagia

5. Domain Indonesia

7. Burung khas Afrika

Selatan

8. Telinga

11. Volt Ampere

12. Tempat wisata di

tanah Karo

14. Poros

15. Mementingkan diri

sendiri

19. Racun

Menurun:

1. Tahan lama

2. Pemangsa

3. Madrasah/ sekolah dasar

4. Gagasan

6. Otak

9. Anti virus

10. Kantor perwakilan di LN

13. Amerika Serikat

16. Kode maskapai Garuda

17. Adalah

18. Notasi senyawa Currie

Ketentuan:

1. TTS Berhadiah ini terbuka untuk semua orang di wilayah Purwokerto.

2. Jawaban dikirim ke Kopkun dengan menyertakan Nama, No. HP dan

struk belanja miminal Rp. 10.000 di Kopkun Swalayan. Atau email ke:

[email protected] dengan menyertakan scanan/ foto struk

belanja.

3. Jawaban paling lambat tanggal 29 Januari 2013 pukul 17.00 WIB.

4. Tiap bulan akan dipilih satu pemenang yang menjawab dengan

benar.

5. Pemenang berhak atas langganan koran selama satu bulan dan mer-

chandise menarik.

6. Pemenang akan dihubungi via telepon.

Page 4 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14

Teka Teki Silang Berhadiah

Page 5: Buletin Kopkun Corner Edisi 31

Page 5 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14

K atanya, energi di dunia ini

bersifat tetap dan tak akan

pernah hilang. Yang ada han-

yalah berubah bentuk dalam wujud

lain. Hukum ini disebut sebagai hukum

kekekalan energi.

Ini artinya bahwa energi yang kita

keluarkan untuk belajar, bekerja, ber-

bisnis dan aktivitas lainnya, tak akan

pernah hilang. Tapi hanya berubah

bentuk.

Seorang mahasiswa yang belajar

sungguh-sungguh, nilainya akan se-

banding dengan apa yang diusa-

hakannya. Seorang pengusaha

bekerja keras, keuntungannya akan

setara dengan energi yang dikeluar-

kan. Sederhananya bahwa jumlah

usaha akan sama dengan hasil usaha.

Pertanyaannya adalah bagai-

mana jika kita sudah bekerja mati-

matian, tetapi hasil yang kita peroleh

misalnya hanya 60%? Dalam kesehar-

ian ini banyak kita temui atau kita

alami sendiri. Lantas kemana sisa en-

ergi yang kita keluarkan

Beragam aktivitas yang kita laku-

kan membuat makin rumit cara untuk

mengukur berapa sebenarnya energi

yang kita keluarkan untuk kegiatan

tertentu. Atau mungkin energi yang

kita keluarkan sebenarnya melenceng

dari yang kita alokasikan .

Dengan kondisi seperti itu, maka

ada hasil usaha yang akan langsung

kita rasakan dan yang tak langsung

dirasakan. Komponen yang tak lang-

sung dirasakan ini bisa kita anggap

sebagai tabungan energi.

Bagaimana bila logika energi ini

kita kaitkan dengan aktivitas ber-

koperasi? Maka dalam aktivitas ber-

koperasi sejatinya yang mengeluarkan

energi itu adalah anggota selaku

pemilik, pengelola dan pengguna

koperasinya. Dan hasil dari usaha

anggota itu akan dinikmati dalam

beragam manfaat. Sisa energi yang

keluar menjadi Sisa Hasil Usaha (SHU)

yang kita terima setelah rapat ang-

gota tahunan.

Bagaimana dengan koperasi

kita, Kopkun ini? Pertanyaan yang

muncul adalah seberapa besar

energi yang telah anggota keluar-

kan untuk memajukan koperasinya.

Jika dilihat dari partisipasi tran-

saksi di Kopkun Swalayan saja, tern-

yata partisipasi anggota hanya di

angka 10% dari total anggota. Ini

tentunya masih jauh dari ideal.

Kita asumsikan partisipasi di

Simpan Pinjam dan berorganisasi,

tak jauh beda dengan partisipasi

transaksi itu, maka bisa jadi energi

berupa kemanfaatan dan keuntun-

gan lainnya dari berkoperasi masih

di angka itu. Atau bahkan mungkin

lebih kecil karena tak selamanya

terjadi hubungan kausalitas tadi.

Mengapa tak kausal? Karena

dalam proses berubah ke wujud lain,

bisa saja tak sempurna. Misalnya,

bohlam harusnya menghasilkan

sekian ratus kaldera saat dialiri sekian

puluh volt. Bisa saja tidak terjadi,

karena sebagian yang lain berubah

menjadi energi panas, bukan ca-

haya.

Di sisi lain, hanya dengan 10%

energi tadi, kita sudah bisa memiliki

gedung sendiri dan dua unit

swalayan. Maka jika separoh ang-

gota mau mengeluarkan energi

lebih banyak, sepertinya punya 32

unit swalayan atau usaha lainnya di

sekitar kampus bukanlah mustahil.

Dan bila seluruh anggota melaku-

kannya, Kopkun menjadi koperasi

konsumen terbesar di Banyumas

juga bukan mimpi kosong.

Bila tak juga tercapai, mungkin

hukum kekekalan energi itu salah.

Atau emisinya terlalu besar. Yang

jelas perlu kita uji! []

“Bila tak juga tercapai, mungkin

hukum kekekalan energi itu salah.

Atau emisinya terlalu besar. Yang

jelas perlu kita uji!”

Hukum Fisika Koperasi | Oleh: Angjar Muti, S.Sos.

Penulis adalah

Ketua Badan Pengawas

Kopkun periode 2012-2015. Alumni

Adm. Negara FISIP Unsoed.

Page 6: Buletin Kopkun Corner Edisi 31

Pilot Project Kopkun Dampingi Usaha Anggota

S ebenarnya saat kita asik

mendengarkan, seorang panyiar

sibuk bukan main: milih lagu,

nurun-naikin volume musik atau vokal

dengan cepat dan jeli. Jika mereka

salah, kita akan komentar “Radio

nggak mutu”.

Menit selanjutnya, seorang penyiar

sibuk mikir SMS mana yang akan di-

baca duluan dan lagu apa yang akan

diputar. Juga mikir berapa menit lagi

waktu yang tersisa untuk muter iklan

dan nyampein materi. Memang sibuk,

tapi demi kepuasan pendengar, pe-

nyiar siap melakukan semuanya.

Pada kesempatan ini bertepatan

dengan hari jadi radio online Kopkun

(www.radio.kopkun.com) pada 13-1-

13, saya akan berbagi pengalaman

bagi yang tertarik menjadi penyiar

radio.

Bagi para pemula mungkin agak

sedikit kebingungan apa yang harus

pertama dilakukan ketika siaran. Fakta

membuktikan siaran perdana mem-

buat penyiar “gugup luar biasa”. Saat

mulut mendekati mic dan akan men-

gatakan sesuatu, otak kita tiba-tiba

jadi blank.

Bukan hanya itu, kita juga sering

bingung, nanti lagu selanjutnya apa

ya? Trus tak cuma itu, gara-gara panik

kita jadi lupa menutup kembali fader

mixer atau lupa naikin fader saat bi-

cara. Wah … pasti keringat akan men-

gucur deras dari dahi dan ketiak. Lalu

bagaimana cara mengatasi hal itu?

Selain percaya diri sebagai syarat

mutlak, memperbanyak latihan

adalah syarat penting bagi seorang

penyiar. Seorang penyiar profesional

misalnya, mereka selalu melakukanbe-

berapa hal ini:

Membaca buku, koran, dll

Menonton teve

Diskusi dengan teman

Datang ke acara seminar dan

Mengolah ide

Semuanya dilakukan seorang

penyiar untuk menjadi pribadi yang

dinamis dan tak monoton.

Bayangkan saja akan seperti

apa jadinya bila penyiar berbicara

itu-itu melulu. Pasti bikin bosen, kan?!

Nah kelima poin itu perlu kamu laku-

kan sebagai calon roadcaster sejati.

Membiasakan sesuatu yang tak

biasa kita lakukan mungkin akan

membuat tak nyaman. Misalnya, kita

dipaksa untuk membaca padahal

kita males. Belajar bicara di depan

cermin, malah bikin kita nggak pede

karena merasa kurang cakep. Bela-

jar banyak ngobrol, padahal kita

seorang pendiam. Bagaimana solus-

inya?

Modal pertama yang harus

dimilki oleh siapa pun yang ingin

maju dan khususnya buat calon

broadcaster itu mesti “berani” sekali

lagi berani! Nah jika modal itu ada,

tinggal dijalankan.

Sukses tanpa praktek itu non-

sense. Jika kita hanya diskusi menjadi

seorang yang berani, tapi tanpa

ada langkah untuk mempraktek-

kannya, itu percuma.

Nah, prinsip berani ini mesti kita

terapkan dalam pergaulan sehari-

hari. Mulai dari berani bertanya,

menyapa, ngobrol saat di bis atau di

halte dengan orang yang tidak kita

kenal. Berani memberikan senyum

pada orang asing. Berani memberi

komentar. Intinya kita harus berani

mencoba hal-hal yang sama sekali

baru.

Kalau sudah berani mencoba A,

B, C dan seterusnya, maka sisanya

adalah masalah teknis dan pengala-

man. Jam terbang adalah soal

kebiasaan kita saja. Intinya, berani

mencoba.

Oh iya, hampir lupa. Met Ultah

Radio Kopkun, terus mengudara! []

Page 6 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14

Menjadi Announcer | Oleh: Jajang Hidayat

“Jam terbang adalah soal kebi-

asaan kita saja. Intinya, berani

mencoba”

Penulis adalah Parttimer

Kopkun dan salah satu penyiar di

Kopkun Radio.

Page 7: Buletin Kopkun Corner Edisi 31

Page 7 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14

B ulan ini beberapa kampus di

Indonesia sedang menyeleng-

garakan Kuliah Kerja Nyata

(KKN). Begitupun Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto yang pada

semester ini mengirim lebih dari 1.154

mahasiswa ke empat kabupaten:

Banyumas, Brebes, Pemalang dan

Purbalingga. Ribuan mahasiswa itu

disebar di 123 desa.

KKN merupakan salah satu

kegiatan tri darma perguruan tinggi,

yakni pemberdayaan masyarakat.

Dalam kegiatan ini terdapat tiga unsur

utama mahasiswa, masyarakat

dengan Pemda dan kampus.

Dalam acara pembekalan KKN,

mahasiswa diingatkan agar dalam

membuat program KKN hendaknya

yang realistis sesuai dengan

kebututuhan masyarakat. Mahasiswa

juga diajak ikut dalam mensosiali-

sasikan pentingnya pendidikan dan

kesehatan.

Lain dari itu, mahasiswa juga

diminta untuk melakukan pendataan

di seluruh desa agar tergali semua

potensi dan masalah yang dihadapi

masyarakat. Harapannya agar

nantinya dapat dirumuskan arah

pembangunan desa secara cermat

dan menyentuh semua lapisan

masyarakat.

Kegiatan ini bertujuan untuk

membentuk sikap mental, peduli sosial

yang tinggi, inovator, juga sebagai

problem solver di masyarakat.

Sehingga sepulang dari kegiatan ini

diharapkan mahasiswa mampu

menjadi leader untuk sekarang dan

yang akan datang.

Sangat menarik ketika mendengar

tujuan yang disodorkan di atas. Akan

tetapi pemberdayaan masyarakat

lewat program KKN saya lihat masih

mengalami kebuntuan. Pasalnya para

mahasiswa relatif singkat, hanya 35

hari di wilayah tertentu. Sehingga

beberapa program tidak

terselesaikan dengan tuntas. Bisa

dikatakan, waktu yang singkat ini

seperti bayi yang lahir prematur.

Kalaupun realisasi progam

sudah tepat dengan waktu

perencaan, sayangnya program itu

tidak dimonitoring dan dievaluasi

pasca KKN selesai. Padahal bisa saja

pihak kampus mengirim tim tertentu

melakukan monitoring dan evaluasi.

Jadinya KKN seperti Bang Toyib yang

yang merantau meninggalkan

keluarga.

Inilah yang menjadi salah satu

pikiran Antonio Gramsci tentang

sosok intelektual organik. Saat terjun

ke masyarakat, seorang agen of

change tak semata-mata datang

lalu pergi. Tapi bagaimana bisa tune

in dan berada di tengah-tengah

komunitas tersebut.

Apa kendalanya? Mahasiswa

masih menempuh studi yang lain,

sehingga tidak memungkinkan live

ini secara jangka panjang. Bila itu

kendalanya, maka salah satu solusi

konkrit, bisa dengan

memperpanjang waktu KKN menjadi

tiga bulan. Dan konon, dulu kala KKN

memang sampai tiga bulan

lamanya.

Waktu itu bisa dipola: bulan

pertama adaptasi dan eksekusi

program. Bulan kedua dan ketiga,

evaluasi dan perbaikan program.

Sehingga dengan waktu yang

cukup, KKN adalah betul-betul

bentuk pengabdian masyarakat,

bukan kunjungan sosial semata. []

“Dengan waktu yang cukup, KKN

adalah betul-betul bentuk pengabdian masyarakat, bukan

kunjungan sosial semata”

KKN atau Kunjungan Sosial? | Oleh: Nurohmat

Penulis adalah

Fasilitator Kopkun. Mahasiswa .

Peternakan Unsoed.

Page 8: Buletin Kopkun Corner Edisi 31

REDAKSI

P erlukah kita bergoyang, berjoget,

menari? Tentu perlu. Apalagi di saat

tubuh kita demikian tak lagi ekspresif.

Nah, bergoyang, berjoget atau menari meru-

pakan salah satu kanal praktik berkesenian

rakyat.

Dulu, saat kita kanak-kanak, orang tua kita

tersenyum dan geli melihat kita joget. Pada

beberapa momen lain, mereka akan minta

kita berjoget lagi. Itu dulu, saat kita kanak-kanak.

Sekarang, saat kita dewasa atau menjadi tua, kita

tak lagi seperti itu. Maksud saya, sebagian besar kita tak

lagi mau berjoget, bergoyang bersama. Ada perasaan

malu, sungkan dan kikuk. Ekspresi kita tak sepolos saat

dulu kanak-kanak. Kita tak lagi Innocent.

Dan sekarang, kita lebih banyak menonton orang

bergoyang daripada ikut bergoyang. Lebih banyak

menikmatinya dalam pertunjukkan atau pagelaran di-

banding perayaan massal.

Kesadaran akan keadaan seperti itulah yang boleh

jadi membuat lahirnya Solo Menari, April 2013 silam. Se-

buah ikhtiar untuk mengembalikan kanal berkesenian

rakyat sebagai bagian dari kebiasaan. Bukan sekedar

pagelaran yang enak ditonton, melainkan mengajak

sebanyak orang turut serta.

Coba kita bayangkan bilamana berjoget, menari

menjadi kebiasaan, misalnya pada momen pernikahan,

ritual adat dan sebagainya. Pada momen-momen sosial

seperti itu kita akan menemukan kebersamaan, kehan-

gatan dan keintiman sebagai manusia.

Berjoget atau menari bersama akan membangun

bahasa tubuh kolektif. Alunan musik pengiring akan

membangun sebuah harmoni selaras dengan alam. Kita

butuh kanal budaya semacam itu untuk mengembalikan

gairah hidup di tengah kegersangan modernitas.

Di masyarakat akademik ini, saya membayangkan

adanya gala dinner dan mengajak seluruh mahasiswa

berjoget. Atau bagaimana membuka sebuah seminar

dengan berjoget bersama. Praktik pada kanal seperti itu

harusnya bisa diciptakan dan bisa diperbanyak.

Bila ditanya apa rasionalnya menari bagi mereka?

Penelitian terbaru menyebut bahwa dalam menari

kita memadu empat fungsi:

mendengar, melihat, olah

tubuh dan mengingat

gerakan. Kata Dr. Roul

Sibarani, seorang dokter

spesialis otak, menari da-

pat meningkatkan fungsi

otak. Katanya, menari bisa

menghambat penyusutan

otak dan kepikunan.

Dan saat orang ramai

mulai menari, mungkin kita

tak akan lagi gandrung

pada tayangan seperti Yuk

Keep Smile (YKS). Boleh jadi

kerinduan pada gerak

tubuh itulah yang mem-

buat YKS berating tinggi.

Kita ingin bergoyang, na-

mun tak ada kanalnya.

Karena tak hidup

dalam ruang budaya ma-

jemuk, jenis jogetan YKS

monoton itu-itu saja. Ero-

tisme yang tak elok merem-

bes ke dalamnya, jadilah

ditolak 33.367 orang me-

lalui Change.org (10/1/14).

Rating tinggi & pe-

nolakan YKS memberi

isyarat; Kita butuh bergoy-

ang, tapi bukan yang

seperti itu. []

Perlukah Kita

Bergoyang?

Oleh: Firdaus Putra HC - M. Organisasi Kopkun

Penanggungjawab:

Herliana, SE.

Pimpinan Redaksi:

Firdaus Putra, S.Sos.

Redaksi Pelaksana:

Katiti Nursetya

Kontributor:

Angjar Muti

Nur Rohmat

B anyak yang bertanya bagaimana menjadi anggota Kopkun? Edisi

kali ini akan kami beberkan mudahnya menjadi anggota: 1.

Mengisi formulir pendaftaran 2. Mengikuti Pengenalan Dasar

(wajib) 3. Menyelesaikan administrasi termasuk membayar Simpanan

Pokok Rp. 1.000 dan Simpanan Wajib Rp. 10.000. Kelengkapan yang

perlu disiapkan: foto kopi KTP/ KTM dan pas foto 4x6/ 3x4 dua lembar.

Keuntungan jadi anggota Kopkun: 1. Diskon untuk produk tertentu di

Kopkun Swalayan 2. Diskon 20% untuk Sekolah Menulis Storia & Entre-

preneur Creativa. 3. Belajar berwirausaha, kepemimpinan dan mana-

jerial. 4. Berpeluang menjadi parttimer dan atau fasilitator 5. Keman-

faatan dalam bentuk sosial-budaya lainnya. Lebih lengkapnya datang

langsung ke Kopkun Lt.2. Kami tunggu ya!

Pemasangan Iklan: 08996600388 (Katiti)