buletin kopkun corner edisi 31
DESCRIPTION
Buletin Bulanan Kopkun Corner diterbitkan oleh Koperasi Kampus Unsoed (Kopkun), Purwokerto, Indonesia | www.kopkun.comTRANSCRIPT
31.01 EDISI 31|01|14 | VOLUME IV
Purwokerto Mencetak Rekor
H asil Survai Biaya Hidup (SBH) per 2 Januari 2014
menempatkan Purwokerto sebagai kota dengan
perubahan biaya hidup tertinggi di Indonesia. SBH
dilaksanakan per lima tahun yang tujuannya untuk me-
netapkan Indeks Harga Konsumen dan patokan inflasi.
Kenaikan biaya hidup Purwokerto mencapai 96,35%
dari tahun 2007 sampai 2012. Yang mana angkanya
bergerak dari Rp. 2.082.585 menjadi Rp. 4.089.099. Seba-
gai pembanding, perubahan biaya hidup Kota Bandung
pada kisaran 78,16%. Lantas bagaimana dengan Ja-
karta? Ternyata angkanya hanya pada kisaran 48,49%
dan termasuk 10 kota dengan perubahan biaya hidup
terendah di Indonesia.
Kenaikan biaya hidup yang hampir dua kali lipat
selama lima tahun itu bisa jadi selaras dengan tingkat
perkembangan kota. Sebagai gambaran, Purwokerto
bersama Sumbang, Baturraden, Kedungbanteng, Kemba
ran, Karanglewas, Sokaraja, dan Patikraja ditetapkan
sebagai kawasan perkotaan melalui Perda No. 10 tahun
2011.
Di sisi lain, Purwokerto masuk dalam Kawasan Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW). Menurut Perpres 28 tahun 2012
PKW merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/ kota.
Beberapa hal itu sebenarnya bisa dilihat kasat mata
misalnya menggeliatnya pembangunan infrastruktur;
gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, jalan
raya, taman kota dan seterusnya. Bahkan bila mana
rencana Bandara Wirasaba tuntas, maka tak menutup
kemungkinan Purwokerto akan menjadi Kawasan Pusat
Kegiatan Nasional (PKN).
Bila dibandingkan dengan kota lain se Indonesia,
besaran biaya hidup Kota Purwokerto berada di rangking
58. Sedangkan Jakarta menempati peringkat pertama,
Rp. 7.500.726. Menyusul Jayapura pada peringkat kedua,
Rp. 6.939.057. Sedangkan biaya hidup terendah di kota
Probolinggo pada angka
Rp. 3.295.045.
Sebagai pembanding,
biaya hidup di Cilacap
mencapai Rp. 3.390.307.
Sedangkan Tegal pada
kisaran Rp. 3.314.997.
Biaya hidup ini dihitung
berdasar pengeluaran
rumah tangga yang terdiri
dua konsumsi utama:
makanan dan non-
makanan. Rata-rata na-
sional, berturut-turut dari
tahun 2002, 2007 dan 2012
konsumsi makanan adalah
25,50%, 19,57% dan 18,85%.
Angka itu memperlihatkan
tren menurun pada kon-
sumsi bahan makanan.
Meski demikian, pada be-
berapa kota, persentase
konsumsi makanan masih
pada kisaran 50%, seperti:
Meulaboh, Tual, Merauke,
Sibolga, Maumere, Sorong
dan sebagainya.
Melihat tren konsumsi
demikian, kita perlu mengin-
gat Hukum Engel; 1). Bila
pendapatan meningkat,
persentase konsumsi
makanan makin kecil. 2).
Bila pendapatan mening-
kat, persentase penge-
luaran untuk pendidikan,
kesehatan, rekreasi, barang
mewah, dan tabungan
makin meningkat.
Ernst Engel juga pernah
memotret pola konsumsi di
negara berkembang. Ia
menyimpulkan, bila kon-
sumsi makanan lebih dari
35%, mengindikasikan
masyarakat tersebut ter-
golong masih miskin. Sebalik
-nya, bila konsumsi bahan
makanan rendah, masyara-
kat mulai sejahtera. []
DAFTAR ISI
Purwokerto
Mencetak Rekor
1
Kopkun 10 Tahun Mendatang
2
Kopkun dalam
Angka 2007-2012
3
TTS Berhadiah 4
Hukum Fisika
Koperasi
5
Menjadi Announcer 6
KKN atau Kunjungan
Sosial?
7
Perlukah Kita Ber-
goyang?
8
Media Generasi Baru Koperasi
Ilustrasi sumber: www.beritagar.com
Pilot Project Kopkun Dampingi Usaha Anggota
Bayangkan lah Kopkun
10 tahun mendatang. Apa yang Anda lihat?
A wal tahun baru ini Pengurus
Kopkun gunakan untuk
menyusun Rencana Strategis
(Renstra) berdimensi 5-10 tahun men-
datang. Tim Perumus sudah mulai
bekerja sejak sebulan lalu. Targetnya,
minggu ketiga Februari Tim bisa men-
yelenggarakan lokakarya Renstra
yang dihadiri berbagai unsur.
Selain menyusun Renstra, Tim juga
sempat mengulas visi-misi Kopkun ke
depan. Setelah melalui diskusi intensif,
Tim merasa perlu menyusun visi-misi
Kopkun ke depan lebih visioner dan
operasiol. Sebagai bocoran, visi-misi
hasil godokan Tim sebagai berikut:
Visi Kopkun, “Menjadi koperasi
konsumen terbesar di Banyumas yang
mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam bidang ekonomi,
sosial dan budaya demi tercapainya
demokrasi ekonomi Indonesia”.
Visi itu diturunkan dalam tiga misi:
1). Menyediakan kebutuhan
masyarakat dengan harga yang adil;
2). Melahirkan insan koperasi yang
mampu mengembangkan gagasan
dan praktik berkoperasi; 3). Mengem-
bangkan praktik hidup yang
berlandaskan pada kejujuran,
solidaritas, kolektifitas dan
kesederhanaan.
Tentu visi-misi itu belum final
karena belum dilokakaryakan yang
melibatkan banyak unsur organisasi.
Pasca lokakarya, bilamana peserta
menilai visi-misi itu mencukupi, maka
akan disosialisasikan ke seluruh
anggota ketika RAT ketujuh, Maret
mendatang.
Selain mengkaji visi-misi, Tim juga
akan merumuskan Renstra sebagai
pegangan pengembangan Kopkun ke
depan. “Renstra ini sangat penting
bagi kita semua karena akan
merumuskan mimpi dan cara
mencapai mimpi itu”, terang Herliana,
Ketua Kopkun.
Dalam Renstra tersebut akan dikaji
target pengembangan dan
penetapan indikator keberhasilan
atas target itu. Sebagai contoh,
dalam diskusi brainstorming awal,
Tim menargetkan 10 tahun
mendatang Kopkun mempunyai 32
unit layanan usaha.
Tim juga akan merumuskan
langkah-langkah strategis untuk
mencapainya. Salah satu caranya
dengan masuk ke area yang lebih
luas, yakni Kab. Banyumas. Langkah
berikutnya, kepengurusan akan
dibentuk per wilayah kerja. Sehingga
ke depan akan ada Pengurus
Cabang dan Pusat.
Pola itu tujuannya untuk
mendesentralisasi pengembangan
Kopkun sesuai dengan kebutuhan
wilayah. Ini juga ditujukan agar
Kopkun lebih membumi di tengah
masyarakat.
Dalam hal ini Kopkun menyoba
mengadaptasi model NTUC Fairprice
Singapore dan iCOOP Korea.
Misalnya, dalam rangka menjaga
ketersediaan dan kapasitas SDM
saat proses pengembangan itu,
Kopkun akan mendirikan Kopkun
Institute yang fokus pada
pembangunan SDM profesional. Ini
seperti yang dilakukan NTUC
Fairprice dengan membangun
Fairprice Institute.
Harapannya bahwa
pertumbuhan layanan usaha
koperasi tidak akan meninggalkan
nilai, prinsip koperasi. Karenanya
dibutuhkan SDM-SDM yang paham
betul tata kelola koperasi yang
berbasis nilai.
Pepatah bilang, cara terbaik
meramalkan masa depan adalah
dengan menciptakannya.
Karenanya, mimpi 10 tahun itu harus
dikerjakan mulai sekarang juga. []
Page 2 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14
Kopkun 10 Tahun Mendatang
“Renstra ini sangat penting bagi
kita semua karena akan
merumuskan mimpi dan cara
mencapai mimpi itu”
Page 3 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14
O ktober 2013 lalu Kopkun ultah
ke-7. Artinya sudah tujuh
tahun Kopkun berdiri. Lantas
bagaimana sebenarnya tingkat ca-
paian Kopkun dari 2007-2012?
Bila kita cermati tabel di atas,
perkembangan Kopkun dari tahun ke
tahun menunjukkan tren positif. Pen-
ingkatan terjadi secara simultan baik
dari segi jumlah anggota, pendapatan
semua unit layanan, Sisa Hasil Usaha
(SHU) dan aset lembaga.
Capaian yang simultan itu menun-
jukkan bahwa perkembangan Kopkun
ibarat naik dari satu anak tangga ke
anak tangga berikutnya. Dalam kon-
teks itu, memang benar bahwa ca-
paian koperasi biasanya selaras
antara jumlah anggota dan usahanya.
Seorang pakar dan praktisi
koperasi Kanada, Robby Tulus, bahkan
pernah berujar; Aktivis-penggerak
koperasi perlu menyadari bahwa
dalam membangun koperasi butuh
prinsip kesabaran. Mengingat capaian
koperasi tak bisa tiba-tiba membesar
pada tahun-tahun awal. Melainkan
bertahap dan simultan terus-menerus.
Meski demikian, sangat mungkin
terjadi lompatan pertumbuhan pada
tahun ke sekian saat koperasi dapat
mengoperasionalkan efisiensi kolektif-
nya sedemikian rupa. Artinya, saat
mesin usaha dan organisasi bisa di-
jalankan dengan tingkat efisiensi ter-
tentu, maka akan berdampak pada
pertumbuhan yang maksimal.
Sebagai ilustrasi, anggaplah se-
buah koperasi kredit/ simpan-pinjam
awalnya menyerap modal dari ang-
gota dalam bentuk Simpanan Pokok
dan Wajib. Dalam usahanya, mereka
membuka dua layanan utama:
Tabungan dan Pinjaman.
Pada struktur biaya, maka
koperasi tersebut menanggung:
biaya operasional (gaji, gedung,
listrik, administrasi, dll), biaya beban
modal (jasa Simp. Pokok & Wajib)
dan biaya jasa (jasa Tabungan).
Karena usahanya Simpan-Pinjam,
seluruh biaya ini dibebankan pada
bunga Pinjaman. Itu yang membuat
bunga pinjaman pasti lebih besar
daripada Tabungan atau Modal.
Namun setelah koperasi berop-
erasi sekian tahun, koperasi sudah
bisa memupuk modal dari laba
ditahan, biasanya 50% dari SHU ditu-
jukan untuk memupuk modal. Nah,
modal dari laba yang ditahan itu
terhitung sebagai modal murah
karena koperasi tak perlu mengeluar-
kan biaya jasa.
Sampai tahun ke sekian, saat
pemupukan modal berjalan intensif,
koperasi itu bisa memberikan Pinja-
man murah (dengan bunga rendah).
Hal itu akan berdampak langsung
pada pertumbuhan pendapatan,
aset & anggota.
Itulah cara kerja efisiensi kolektif
dalam koperasi. Tentu, harus sabar! []
“Aktivis-penggerak koperasi perlu
menyadari bahwa dalam mem-
bangun koperasi butuh prinsip
kesabaran”
Kopkun dalam Angka 2007-2012
Inilah menariknya cara
juang koperasi, capaian-capaiannya selalu
terukur.
Pertanyaan
Mendatar:
1. Hormon yang mem
buat bahagia
5. Domain Indonesia
7. Burung khas Afrika
Selatan
8. Telinga
11. Volt Ampere
12. Tempat wisata di
tanah Karo
14. Poros
15. Mementingkan diri
sendiri
19. Racun
Menurun:
1. Tahan lama
2. Pemangsa
3. Madrasah/ sekolah dasar
4. Gagasan
6. Otak
9. Anti virus
10. Kantor perwakilan di LN
13. Amerika Serikat
16. Kode maskapai Garuda
17. Adalah
18. Notasi senyawa Currie
Ketentuan:
1. TTS Berhadiah ini terbuka untuk semua orang di wilayah Purwokerto.
2. Jawaban dikirim ke Kopkun dengan menyertakan Nama, No. HP dan
struk belanja miminal Rp. 10.000 di Kopkun Swalayan. Atau email ke:
[email protected] dengan menyertakan scanan/ foto struk
belanja.
3. Jawaban paling lambat tanggal 29 Januari 2013 pukul 17.00 WIB.
4. Tiap bulan akan dipilih satu pemenang yang menjawab dengan
benar.
5. Pemenang berhak atas langganan koran selama satu bulan dan mer-
chandise menarik.
6. Pemenang akan dihubungi via telepon.
Page 4 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14
Teka Teki Silang Berhadiah
Page 5 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14
K atanya, energi di dunia ini
bersifat tetap dan tak akan
pernah hilang. Yang ada han-
yalah berubah bentuk dalam wujud
lain. Hukum ini disebut sebagai hukum
kekekalan energi.
Ini artinya bahwa energi yang kita
keluarkan untuk belajar, bekerja, ber-
bisnis dan aktivitas lainnya, tak akan
pernah hilang. Tapi hanya berubah
bentuk.
Seorang mahasiswa yang belajar
sungguh-sungguh, nilainya akan se-
banding dengan apa yang diusa-
hakannya. Seorang pengusaha
bekerja keras, keuntungannya akan
setara dengan energi yang dikeluar-
kan. Sederhananya bahwa jumlah
usaha akan sama dengan hasil usaha.
Pertanyaannya adalah bagai-
mana jika kita sudah bekerja mati-
matian, tetapi hasil yang kita peroleh
misalnya hanya 60%? Dalam kesehar-
ian ini banyak kita temui atau kita
alami sendiri. Lantas kemana sisa en-
ergi yang kita keluarkan
Beragam aktivitas yang kita laku-
kan membuat makin rumit cara untuk
mengukur berapa sebenarnya energi
yang kita keluarkan untuk kegiatan
tertentu. Atau mungkin energi yang
kita keluarkan sebenarnya melenceng
dari yang kita alokasikan .
Dengan kondisi seperti itu, maka
ada hasil usaha yang akan langsung
kita rasakan dan yang tak langsung
dirasakan. Komponen yang tak lang-
sung dirasakan ini bisa kita anggap
sebagai tabungan energi.
Bagaimana bila logika energi ini
kita kaitkan dengan aktivitas ber-
koperasi? Maka dalam aktivitas ber-
koperasi sejatinya yang mengeluarkan
energi itu adalah anggota selaku
pemilik, pengelola dan pengguna
koperasinya. Dan hasil dari usaha
anggota itu akan dinikmati dalam
beragam manfaat. Sisa energi yang
keluar menjadi Sisa Hasil Usaha (SHU)
yang kita terima setelah rapat ang-
gota tahunan.
Bagaimana dengan koperasi
kita, Kopkun ini? Pertanyaan yang
muncul adalah seberapa besar
energi yang telah anggota keluar-
kan untuk memajukan koperasinya.
Jika dilihat dari partisipasi tran-
saksi di Kopkun Swalayan saja, tern-
yata partisipasi anggota hanya di
angka 10% dari total anggota. Ini
tentunya masih jauh dari ideal.
Kita asumsikan partisipasi di
Simpan Pinjam dan berorganisasi,
tak jauh beda dengan partisipasi
transaksi itu, maka bisa jadi energi
berupa kemanfaatan dan keuntun-
gan lainnya dari berkoperasi masih
di angka itu. Atau bahkan mungkin
lebih kecil karena tak selamanya
terjadi hubungan kausalitas tadi.
Mengapa tak kausal? Karena
dalam proses berubah ke wujud lain,
bisa saja tak sempurna. Misalnya,
bohlam harusnya menghasilkan
sekian ratus kaldera saat dialiri sekian
puluh volt. Bisa saja tidak terjadi,
karena sebagian yang lain berubah
menjadi energi panas, bukan ca-
haya.
Di sisi lain, hanya dengan 10%
energi tadi, kita sudah bisa memiliki
gedung sendiri dan dua unit
swalayan. Maka jika separoh ang-
gota mau mengeluarkan energi
lebih banyak, sepertinya punya 32
unit swalayan atau usaha lainnya di
sekitar kampus bukanlah mustahil.
Dan bila seluruh anggota melaku-
kannya, Kopkun menjadi koperasi
konsumen terbesar di Banyumas
juga bukan mimpi kosong.
Bila tak juga tercapai, mungkin
hukum kekekalan energi itu salah.
Atau emisinya terlalu besar. Yang
jelas perlu kita uji! []
“Bila tak juga tercapai, mungkin
hukum kekekalan energi itu salah.
Atau emisinya terlalu besar. Yang
jelas perlu kita uji!”
Hukum Fisika Koperasi | Oleh: Angjar Muti, S.Sos.
Penulis adalah
Ketua Badan Pengawas
Kopkun periode 2012-2015. Alumni
Adm. Negara FISIP Unsoed.
Pilot Project Kopkun Dampingi Usaha Anggota
S ebenarnya saat kita asik
mendengarkan, seorang panyiar
sibuk bukan main: milih lagu,
nurun-naikin volume musik atau vokal
dengan cepat dan jeli. Jika mereka
salah, kita akan komentar “Radio
nggak mutu”.
Menit selanjutnya, seorang penyiar
sibuk mikir SMS mana yang akan di-
baca duluan dan lagu apa yang akan
diputar. Juga mikir berapa menit lagi
waktu yang tersisa untuk muter iklan
dan nyampein materi. Memang sibuk,
tapi demi kepuasan pendengar, pe-
nyiar siap melakukan semuanya.
Pada kesempatan ini bertepatan
dengan hari jadi radio online Kopkun
(www.radio.kopkun.com) pada 13-1-
13, saya akan berbagi pengalaman
bagi yang tertarik menjadi penyiar
radio.
Bagi para pemula mungkin agak
sedikit kebingungan apa yang harus
pertama dilakukan ketika siaran. Fakta
membuktikan siaran perdana mem-
buat penyiar “gugup luar biasa”. Saat
mulut mendekati mic dan akan men-
gatakan sesuatu, otak kita tiba-tiba
jadi blank.
Bukan hanya itu, kita juga sering
bingung, nanti lagu selanjutnya apa
ya? Trus tak cuma itu, gara-gara panik
kita jadi lupa menutup kembali fader
mixer atau lupa naikin fader saat bi-
cara. Wah … pasti keringat akan men-
gucur deras dari dahi dan ketiak. Lalu
bagaimana cara mengatasi hal itu?
Selain percaya diri sebagai syarat
mutlak, memperbanyak latihan
adalah syarat penting bagi seorang
penyiar. Seorang penyiar profesional
misalnya, mereka selalu melakukanbe-
berapa hal ini:
Membaca buku, koran, dll
Menonton teve
Diskusi dengan teman
Datang ke acara seminar dan
Mengolah ide
Semuanya dilakukan seorang
penyiar untuk menjadi pribadi yang
dinamis dan tak monoton.
Bayangkan saja akan seperti
apa jadinya bila penyiar berbicara
itu-itu melulu. Pasti bikin bosen, kan?!
Nah kelima poin itu perlu kamu laku-
kan sebagai calon roadcaster sejati.
Membiasakan sesuatu yang tak
biasa kita lakukan mungkin akan
membuat tak nyaman. Misalnya, kita
dipaksa untuk membaca padahal
kita males. Belajar bicara di depan
cermin, malah bikin kita nggak pede
karena merasa kurang cakep. Bela-
jar banyak ngobrol, padahal kita
seorang pendiam. Bagaimana solus-
inya?
Modal pertama yang harus
dimilki oleh siapa pun yang ingin
maju dan khususnya buat calon
broadcaster itu mesti “berani” sekali
lagi berani! Nah jika modal itu ada,
tinggal dijalankan.
Sukses tanpa praktek itu non-
sense. Jika kita hanya diskusi menjadi
seorang yang berani, tapi tanpa
ada langkah untuk mempraktek-
kannya, itu percuma.
Nah, prinsip berani ini mesti kita
terapkan dalam pergaulan sehari-
hari. Mulai dari berani bertanya,
menyapa, ngobrol saat di bis atau di
halte dengan orang yang tidak kita
kenal. Berani memberikan senyum
pada orang asing. Berani memberi
komentar. Intinya kita harus berani
mencoba hal-hal yang sama sekali
baru.
Kalau sudah berani mencoba A,
B, C dan seterusnya, maka sisanya
adalah masalah teknis dan pengala-
man. Jam terbang adalah soal
kebiasaan kita saja. Intinya, berani
mencoba.
Oh iya, hampir lupa. Met Ultah
Radio Kopkun, terus mengudara! []
Page 6 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14
Menjadi Announcer | Oleh: Jajang Hidayat
“Jam terbang adalah soal kebi-
asaan kita saja. Intinya, berani
mencoba”
Penulis adalah Parttimer
Kopkun dan salah satu penyiar di
Kopkun Radio.
Page 7 Kopkun Corner Ed is i 31|01|14
B ulan ini beberapa kampus di
Indonesia sedang menyeleng-
garakan Kuliah Kerja Nyata
(KKN). Begitupun Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto yang pada
semester ini mengirim lebih dari 1.154
mahasiswa ke empat kabupaten:
Banyumas, Brebes, Pemalang dan
Purbalingga. Ribuan mahasiswa itu
disebar di 123 desa.
KKN merupakan salah satu
kegiatan tri darma perguruan tinggi,
yakni pemberdayaan masyarakat.
Dalam kegiatan ini terdapat tiga unsur
utama mahasiswa, masyarakat
dengan Pemda dan kampus.
Dalam acara pembekalan KKN,
mahasiswa diingatkan agar dalam
membuat program KKN hendaknya
yang realistis sesuai dengan
kebututuhan masyarakat. Mahasiswa
juga diajak ikut dalam mensosiali-
sasikan pentingnya pendidikan dan
kesehatan.
Lain dari itu, mahasiswa juga
diminta untuk melakukan pendataan
di seluruh desa agar tergali semua
potensi dan masalah yang dihadapi
masyarakat. Harapannya agar
nantinya dapat dirumuskan arah
pembangunan desa secara cermat
dan menyentuh semua lapisan
masyarakat.
Kegiatan ini bertujuan untuk
membentuk sikap mental, peduli sosial
yang tinggi, inovator, juga sebagai
problem solver di masyarakat.
Sehingga sepulang dari kegiatan ini
diharapkan mahasiswa mampu
menjadi leader untuk sekarang dan
yang akan datang.
Sangat menarik ketika mendengar
tujuan yang disodorkan di atas. Akan
tetapi pemberdayaan masyarakat
lewat program KKN saya lihat masih
mengalami kebuntuan. Pasalnya para
mahasiswa relatif singkat, hanya 35
hari di wilayah tertentu. Sehingga
beberapa program tidak
terselesaikan dengan tuntas. Bisa
dikatakan, waktu yang singkat ini
seperti bayi yang lahir prematur.
Kalaupun realisasi progam
sudah tepat dengan waktu
perencaan, sayangnya program itu
tidak dimonitoring dan dievaluasi
pasca KKN selesai. Padahal bisa saja
pihak kampus mengirim tim tertentu
melakukan monitoring dan evaluasi.
Jadinya KKN seperti Bang Toyib yang
yang merantau meninggalkan
keluarga.
Inilah yang menjadi salah satu
pikiran Antonio Gramsci tentang
sosok intelektual organik. Saat terjun
ke masyarakat, seorang agen of
change tak semata-mata datang
lalu pergi. Tapi bagaimana bisa tune
in dan berada di tengah-tengah
komunitas tersebut.
Apa kendalanya? Mahasiswa
masih menempuh studi yang lain,
sehingga tidak memungkinkan live
ini secara jangka panjang. Bila itu
kendalanya, maka salah satu solusi
konkrit, bisa dengan
memperpanjang waktu KKN menjadi
tiga bulan. Dan konon, dulu kala KKN
memang sampai tiga bulan
lamanya.
Waktu itu bisa dipola: bulan
pertama adaptasi dan eksekusi
program. Bulan kedua dan ketiga,
evaluasi dan perbaikan program.
Sehingga dengan waktu yang
cukup, KKN adalah betul-betul
bentuk pengabdian masyarakat,
bukan kunjungan sosial semata. []
“Dengan waktu yang cukup, KKN
adalah betul-betul bentuk pengabdian masyarakat, bukan
kunjungan sosial semata”
KKN atau Kunjungan Sosial? | Oleh: Nurohmat
Penulis adalah
Fasilitator Kopkun. Mahasiswa .
Peternakan Unsoed.
REDAKSI
P erlukah kita bergoyang, berjoget,
menari? Tentu perlu. Apalagi di saat
tubuh kita demikian tak lagi ekspresif.
Nah, bergoyang, berjoget atau menari meru-
pakan salah satu kanal praktik berkesenian
rakyat.
Dulu, saat kita kanak-kanak, orang tua kita
tersenyum dan geli melihat kita joget. Pada
beberapa momen lain, mereka akan minta
kita berjoget lagi. Itu dulu, saat kita kanak-kanak.
Sekarang, saat kita dewasa atau menjadi tua, kita
tak lagi seperti itu. Maksud saya, sebagian besar kita tak
lagi mau berjoget, bergoyang bersama. Ada perasaan
malu, sungkan dan kikuk. Ekspresi kita tak sepolos saat
dulu kanak-kanak. Kita tak lagi Innocent.
Dan sekarang, kita lebih banyak menonton orang
bergoyang daripada ikut bergoyang. Lebih banyak
menikmatinya dalam pertunjukkan atau pagelaran di-
banding perayaan massal.
Kesadaran akan keadaan seperti itulah yang boleh
jadi membuat lahirnya Solo Menari, April 2013 silam. Se-
buah ikhtiar untuk mengembalikan kanal berkesenian
rakyat sebagai bagian dari kebiasaan. Bukan sekedar
pagelaran yang enak ditonton, melainkan mengajak
sebanyak orang turut serta.
Coba kita bayangkan bilamana berjoget, menari
menjadi kebiasaan, misalnya pada momen pernikahan,
ritual adat dan sebagainya. Pada momen-momen sosial
seperti itu kita akan menemukan kebersamaan, kehan-
gatan dan keintiman sebagai manusia.
Berjoget atau menari bersama akan membangun
bahasa tubuh kolektif. Alunan musik pengiring akan
membangun sebuah harmoni selaras dengan alam. Kita
butuh kanal budaya semacam itu untuk mengembalikan
gairah hidup di tengah kegersangan modernitas.
Di masyarakat akademik ini, saya membayangkan
adanya gala dinner dan mengajak seluruh mahasiswa
berjoget. Atau bagaimana membuka sebuah seminar
dengan berjoget bersama. Praktik pada kanal seperti itu
harusnya bisa diciptakan dan bisa diperbanyak.
Bila ditanya apa rasionalnya menari bagi mereka?
Penelitian terbaru menyebut bahwa dalam menari
kita memadu empat fungsi:
mendengar, melihat, olah
tubuh dan mengingat
gerakan. Kata Dr. Roul
Sibarani, seorang dokter
spesialis otak, menari da-
pat meningkatkan fungsi
otak. Katanya, menari bisa
menghambat penyusutan
otak dan kepikunan.
Dan saat orang ramai
mulai menari, mungkin kita
tak akan lagi gandrung
pada tayangan seperti Yuk
Keep Smile (YKS). Boleh jadi
kerinduan pada gerak
tubuh itulah yang mem-
buat YKS berating tinggi.
Kita ingin bergoyang, na-
mun tak ada kanalnya.
Karena tak hidup
dalam ruang budaya ma-
jemuk, jenis jogetan YKS
monoton itu-itu saja. Ero-
tisme yang tak elok merem-
bes ke dalamnya, jadilah
ditolak 33.367 orang me-
lalui Change.org (10/1/14).
Rating tinggi & pe-
nolakan YKS memberi
isyarat; Kita butuh bergoy-
ang, tapi bukan yang
seperti itu. []
Perlukah Kita
Bergoyang?
Oleh: Firdaus Putra HC - M. Organisasi Kopkun
Penanggungjawab:
Herliana, SE.
Pimpinan Redaksi:
Firdaus Putra, S.Sos.
Redaksi Pelaksana:
Katiti Nursetya
Kontributor:
Angjar Muti
Nur Rohmat
B anyak yang bertanya bagaimana menjadi anggota Kopkun? Edisi
kali ini akan kami beberkan mudahnya menjadi anggota: 1.
Mengisi formulir pendaftaran 2. Mengikuti Pengenalan Dasar
(wajib) 3. Menyelesaikan administrasi termasuk membayar Simpanan
Pokok Rp. 1.000 dan Simpanan Wajib Rp. 10.000. Kelengkapan yang
perlu disiapkan: foto kopi KTP/ KTM dan pas foto 4x6/ 3x4 dua lembar.
Keuntungan jadi anggota Kopkun: 1. Diskon untuk produk tertentu di
Kopkun Swalayan 2. Diskon 20% untuk Sekolah Menulis Storia & Entre-
preneur Creativa. 3. Belajar berwirausaha, kepemimpinan dan mana-
jerial. 4. Berpeluang menjadi parttimer dan atau fasilitator 5. Keman-
faatan dalam bentuk sosial-budaya lainnya. Lebih lengkapnya datang
langsung ke Kopkun Lt.2. Kami tunggu ya!
Pemasangan Iklan: 08996600388 (Katiti)