buku profil kesehatan indonesia 2009

Upload: melissa

Post on 15-Jul-2015

1.826 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ISBN 978-602-8937-18-4 351.770212 Ind P

PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2009

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I. JAKARTA 2010

Katalog Dalam Terbitan Kementerian Kesehatan RI Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Profil Kesehatan Indonesia 2009. - - Jakarta : Kementerian Kesehatan RI 2010 I. JudulISBN 978-602-8937-18-4 351.770212 Ind P

P

1. PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2009

Buku ini diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav 4-9, Jakarta 12950 Telepon no: 62-21-5229590, 5221432 Fax no: 62-21-5203874 E-mail: pusdatin@depkes .go.id Web site: http://www.depkes.go.id ________________________________________________________________________

TIM PENYUSUN

Pengarah dr. Ratna Rosita, MPH.M Sekretaris Jenderal Kemenkes RI Ketua dr. Jane Soepardi Kepala Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Editor Hasnawati, SKM, MKes drg. Vensya Sitohang, MEpid Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, MKes Anggota Sunaryadi, SKM,MKes; Iskandar Zulkarnain, SKM,MKes; Nuning Kurniasih, Apt,MSi; Marlina Indah Susanti, SKM; Supriyono Pangribowo, SKM; Istiqomah, SS; Athi Susilowati Rois, SKM; drg. Rudi Kurniawan, MKes; Margiyono, SKom; Muslichatul Hidayah, Hanna Endang Wahyuni; Endang Kustanti; B.B. Sigit; Sondang Tambunan; Hellena Maslinda; Doni Hadhi Kurnianto, SKom Kontributor dr. Leni Evanita; Lina Khasanah; dr. Rusmiyati, MQIH; Indah Susanti D,SSi,Apt; dr. Lucas C Hermawan, MKes; Ingrat Padmosari; Mahmud Fauzi, SKM,MKes; Linda Siti Rohaeti; drg. R. Edi Setiawan: Akhmad Rizky Taufik, SKom; Ir. Ade Sutrisno,MKes; Astuti, SKM,MKes; dr. Theresia Hermin; Bunga Mayung DL ; Dewi Minarni; Cipto Aris Purnomo; Indah Hartati; Heri Radison, SKM,MKM; Nariyah Handayani; Ainol Mardhiah; Yopi Ananda; Anggi Ardhiasti, SKM; Ira Oktaviani; Nelly Mustika Sari, SKM; Nurhayati Simanjuntak, SKom

D

KATA PENGANTAR

Profil Kesehatan Indonesia merupakan sarana penyaji data dan informasi kesehatan serta yang berkaitan, yang menggambarkan potret status kesehatan masyarakat dan faktor faktor yang mempengaruhi, dari suatu wilayah/Indonesia, dalam satu kurun waktu tertentu dalam hal ini tahunan dengan berbagai bentuk: tercetak dan digital (cd-rom, file di website, dll). Profil kesehatan sebagai potretsaat ini lebih dinilai sebagai alat evaluasi daripada sebagai alat pemantauan. Jika digunakan sebagai pemantau maka profil merupakan pemantauan rencana jangka panjang, misal: Rencana lima tahun pembangunan kesehatan. Sebagai bentuk penyajian, data diupayakan lengkap, baik jenis dan cakupannya. Jenis data adalah data facility based dan data community based. Penyusunan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009 ini, seperti profil kesehatan pada tahun sebelumnya, sumber data berasal dari profil provinsi, data sarana pelayanan kesehatan yang merupakan hasil pengolahan data oleh Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, yang berasal dari kabupaten/kota, juga data yang berasal dari program. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi sebagai koordinator Penyusunan Profil Kesehatan Indonesia bersama-sama dengan seluruh program terkait di Kementerian Kesehatan berupaya menyusun bersama-sama, baik narasi maupun lampiran. Profil kesehatan Tahun 2009 ini diupayakan disusun dengan tampilan yang lebih menarik, dan eye-catching dan bertujuan memudahkan para pembaca dalam menggunakannya. Dalam Profil Kesehatan Indonesia ini menggambarkan secara umum tentang kondisi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, dan faktor-faktor terkait lainnya, serta perbandingan Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN dan SEARO. Profil Kesehatan Indonesia harus tersusun secara sistematis, dimana analisis/narasi menggunakan model/kerangka teori yaitu teori blum/teori host-environment-agent/teori lain. Analisis diupayakan semaksimal mungkin, tidak hanya deskriptif, tetapi juga analisis komparatif, analisis kecenderungan, analisis hubungan Profil kesehatan harus menarik, narasi dikombinasi dengan bentuk-bentuk penyajian lain, seperti tabel, grafik histogram/bar chart, frekuensi poligon, line diagram, bar diagram, pie diagram, scater diagram, pictogram, dan peta. Data dan Informasi dalam Profil Kesehatan Indonesia 2009 merupakan salah satu wujud akuntabilitas dari kinerja Kementerian Kesehatan yang mencerminkan Pembangunan Kesehatan secara menyeluruh. Tahun yang terdapat dalam judul profil kesehatan, disamakan dengan tahun dari data dan informasi yang disajikan. Profil Kesehatan Indonesia 2009 ini selain memuat data dan informasi kesehatan dan faktor-faktor lain yang terkait, maka seperti profil kesehatan sebelumnya, juga memuat kejadian-kejadian penting yang terjadi pada tahun 2009. Penyajian dalam Profil Kesehatan Indonesia 2009 ini masih terdapat keterbatasan karena ada beberapa indikator masih memuat data beberapa tahun ke belakang, termasuk kontribusi dari hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 yang diselenggarakan Balitbangkes Depkes. Beberapa data dan informasi tahun 2009 yang belum terdapat dalam Profil Kesehatan Indonesia 2009 ini akan disajikan dalam bentuk sajian lain, misalnya data dan informasi terplih lainnya.

i

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN BAB I BAB II PENDAHULUAN GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK A. Keadaan Penduduk B. Keadaan Ekonomi C. Keadaan Pendidikan D. Keadaan Lingkungan E. Keadaan Perilaku Masyarakat SITUASI DERAJAT KESEHATAN A. Mortalitas B. Morbiditas SITUASI UPAYA KESEHATAN A. Pelayanan Kesehatan Dasar B. Pelayanan Kesehatan Rujukan C. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit D. Perbaikan Gizi Masyarakat E. Pelayanan Kesehatan dalam Situasi Bencana SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN A. Sarana Kesehatan B. Tenaga Kesehatan C. Pembiayaan Kesehatan

i iii v vii 1 5 6 9 14 19 24 26 27 33 58 59 83 88 106 115 117 118 133 137

BAB III

BAB IV

BAB V

v

BAB VI

PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA ASEAN DAN SEARO A. Kependudukan B. Derajat Kesehatan C. Upaya Kesehatan

143 144 154 164 170

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

***

vi

DAFTAR LAMPIRANLampiran 2.1 Lampiran 2.2 Lampiran 2.3 Lampiran 2.4 Lampiran 2.5 Lampiran 2.6 Lampiran 2.7 Lampiran 2.8 Lampiran 2.9 Lampiran 2.10 Lampiran 2.11 Lampiran 2.12 Lampiran 2.13 Lampiran 2.14 Lampiran 2.15 Lampiran 2.16 Lampiran 2.17 Lampiran 2.18 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan Menurut Provinsi Tahun 2009 Hasil Sensus Penduduk 2010 dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Provinsi Tahun 2010 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi Tahun 2009 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi Tahun 1971 - 2010 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tertentu, Angka Beban Tanggungan dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah dan Persentase Daerah Tertinggal Menurut Provinsi Tahun 2006 2010 Garis Kemiskinan Menurut Provinsi dan Daerah Tahun 2009 (Maret 2009) Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi dan Daerah Tahun 2009 Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun Ke Atas Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2008 - 2009 Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2008 - 2009 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Provinsi dan Usia Sekolah Tahun 2008 - 2009 Persentase Keluarga Menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan Menurut Provinsi Tahun 2009 Proporsi Penduduk dengan Akses terhadap Air Minum yang Aman Menurut Provinsi dan Wilayah Tahun 2009 Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Menurut Provinsi Tahun 2009 Proporsi Penduduk dengan Akses Sanitasi Dasar yang Layak Menurut Provinsi dan Wilayah Tahun 2009 Persentase Rumah Sehat Menurut Provinsi Tahun 2009 Persentase Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Menurut Provinsi Tahun 2009 Persentase Institusi Dibina kesehatan Lingkungannya Menurut Provinsi Tahun 2009vii

Lampiran 2.19 Lampiran 2.20 Lampiran 2.21 Lampiran 3.1 Lampiran 3.2 Lampiran 3.3 Lampiran 3.4 Lampiran 3.5 Lampiran 3.6 Lampiran 3.7 Lampiran 3.8 Lampiran 3.9 Lampiran 3.10 Lampiran 3.11 Lampiran 3.12 Lampiran 3.13 Lampiran 3.14 Lampiran 3.15 Lampiran 3.16 Lampiran 3.17 Lampiran 3.18 Lampiran 3.19

Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik Nyamuk Aedes Menurut Provinsi Tahun 2009 Persentase Rumah Tangga Ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Menurut Provinsi Tahun 2009 Persentase Wanita Umur Perkawinan Pertama Menurut Provinsi Tahun 2009 Estimasi Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita Tahun 2007 dan Angka Harapan Hidup Menurut Provinsi Tahun 2008 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Menurut Provinsi Tahun 2007 - 2008 10 Besar Penyakit Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2009 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009 Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Malaria Menurut Provinsi Tahun 2009 Annual Parasite Incidence (API) Malaria di Jawa-Bali Tahun 2004 2009 Hasil Cakupan Penemuan Kasus Penyakit TB Paru Tahun 2009 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Kelompok Umur (Tahun), Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun 2009 Hasil Cakupan Pengobatan TB Paru Menurut Provinsi Tahun 2008 Jumlah Kumulatif Kasus AIDS, Meninggal, dan Angka Kumulatif Kasus Per 100.000 Penduduk Menurut Provinsi s.d Desember 2009 Jumlah Kasus AIDS Kumulatif Per Triwulan Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah dan Persentase Kasus AIDS Pada Pengguna NAPZA Suntikan (IDU) Menurut Provinsi s.d 31 Desember 2009 Jumlah Kasus Pneumonia pada Balita Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus Baru Kusta, Case Detection Rate (CDR), Kecacatan, dan Proporsi Kasus pada Anak Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum dan Faktor Risiko Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus Campak Per Bulan Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus Campak Menurut Kelompok Umur dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus, Meninggal, dan Incidence Rate Campak Menurut Provinsi Tahun 2009viii

Lampiran 3.20 Lampiran 3.21 Lampiran 3.22 Lampiran 3.23 Lampiran 3.24 Lampiran 3.25 Lampiran 3.26

Lampiran 3.27 Lampiran 3.28 Lampiran 3.29 Lampiran 3.30

Lampiran 3.31 Lampiran 3.32 Lampiran 3.33 Lampiran 3.34 Lampiran 3.35 Lampiran 4.1 Lampiran 4.2 Lampiran 4.3 Lampiran 4.4 Lampiran 4.5

Frekuensi KLB dan Jumlah Kasus pada KLB Campak Menurut Provinsi Tahun 2009 KLB Campak Berdasarkan Konfirmasi Laboratorium Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus Difteri Menurut Kelompok Umur dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus Difteri Per Bulan Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus AFP, AFP Rate, dan Non Polio AFP Rate Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus AFP Menurut Kriteria Klasifikasi Klinis dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah Penderita, Case Fatality Rate (%), dan Incidence Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF) Menurut Provinsi Tahun 2005 2009 Jumlah Kabupaten/Kota yang Terjangkit Demam Berdarah Dengue Menurut Provinsi Tahun 2005 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2009 Jumlah Kasus Demam Chikungunya Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah dan Persentase Kabupaten Terjangkit dan Jumlah Kasus Gigitan Hewan Tertular Rabies serta Hasil Pemeriksaan Specimen Hewan Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Penderita Filariasis Menurut Provinsi Tahun 2006 - 2009 Situasi Pes Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus, Meninggal, dan Case Fatality Rate (CFR) Leptospirosis Menurut Provinsi Tahun 2004 - 2009 Jumlah Kasus dan Meninggal Flu Burung Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2009 Jumlah Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas, Jumlah Korban Luka dan Meninggal Menurut Provinsi Tahun 2009 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1, K4, dan Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2009 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Provinsi Tahun 2009 Cakupan Kunjungan Neonatus, Pelayanan Kesehatan Bayi dan Anak Balita Menurut Provinsi Tahun 2009 Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi, Anak Balita, dan Murid SD Kelas 1 dan Sederajat Menurut Provinsi Tahun 2009 Cakupan Penanganan Neonatal dan Obstetri Komplikasi Menurut Provinsi Tahun 2009ix

Lampiran 4.6 Lampiran 4.7 Lampiran 4.8 Lampiran 4.9 Lampiran 4.10 Lampiran 4.11 Lampiran 4.12 Lampiran 4.13 Lampiran 4.14 Lampiran 4.15 Lampiran 4.16 Lampiran 4.17 Lampiran 4.18 Lampiran 4.19 Lampiran 4.20 Lampiran 4.21

Lampiran 4.22 Lampiran 4.23 Lampiran 4.24 Lampiran 4.25 Lampiran 4.26

Jumlah dan Persentase Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi dan Provinsi Tahun 2009 Hasil Pelayanan Peserta KB Baru Menurut Metode Kontrasepsi dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah dan Persentase Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah dan Proporsi Peserta KB Baru Menurut Tempat Pelayanan dan Provinsi Tahun 2009 Pencapaian Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) Menurut Provinsi Tahun 2007 - 2009 Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 2009 Drop Out Rate Cakupan Imunisasi Dpt1 - Campak pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 2006 - 2009 Cakupan Imunisasi TT pada Ibu Hamil Menurut Provinsi Tahun 2009 Cakupan Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Menurut Provinsi Tahun 2008 Indikator Pelayanan Rumah Sakit Umum Kemeterian Kesehatan dan Pemda Menurut Provinsi Tahun 2008 - 2009 Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Rumah Sakit Umum Depkes dan Pemda Menurut Provinsi Tahun 2008 Jumlah Kunjungan Peserta Jamkesmas di Puskesmas Tahun 2009 Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) Peserta Jamkesmas Tahun 2009 Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) Peserta Jamkesmas Tahun 2009 Cakupan TB Paru BTA Positif, Sembuh, Pengobatan Lengkap dan Success Rate (Hasil Pengobatan Penyakit TB Tahun 2008) Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Kasus Pneumonia pada Balita Menurut Provinsi Tahun 2009 Cakupan Pemberian Tablet Besi (Fe) pada Ibu Hamil Menurut Provinsi Tahun 2009 Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A Menurut Provinsi Tahun 2009 Proporsi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0-6 Bulan Menurut Provinsi Tahun 2009 Persentase Rumah Tangga yang Mempunyai Garam Cukup Yodium Menurut Provinsi Tahun 2007x

Lampiran 4.27 Lampiran 4.28 Lampiran 4.29 Lampiran 4.30 Lampiran 4.31 Lampiran 5.1 Lampiran 5.2 Lampiran 5.3 Lampiran 5.4 Lampiran 5.5 Lampiran 5.6 Lampiran 5.7 Lampiran 5.8 Lampiran 5.9 Lampiran 5.10 Lampiran 5.11 Lampiran 5.12 Lampiran 5.13 Lampiran 5.14 Lampiran 5.15 Lampiran 5.16 Lampiran 5.17

Rekapitulasi Kejadian Bencana Menurut Jenis Bencana dan Jumlah Korban Tahun 2009 Rekapitulasi Kecukupan Obat Menurut Provinsi Tahun 2009 Rekapitulasi Kecukupan Obat Menurut Provinsi Tahun 2009 (lanjutan) Rekapitulasi Kecukupan Obat Menurut Provinsi Tahun 2009 (lanjutan) Rekapitulasi Data Kecukupan Obat Nasional Tahun 2009 Jumlah Puskesmas dan Rasionya terhadap Penduduk 'Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2009 Jumlah Puskesmas Perawatan dan Puskesmas Non Perawatan Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2009 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2009 Jumlah Rumah Sakit di Indonesia Menurut Pengelola dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Menurut Pengelola Tahun 2005 - 2009 Jumlah Tempat Tidur di Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus Menurut Kelas Perawatan dan Provinsi Tahun 2008 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Milik Kemenkes/Pemda Menurut Kelas Rumah Sakit dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah Rumah Sakit Khusus dan Tempat Tidurnya Menurut Jenis Rumah Sakit Tahun 2005 - 2009 Jumlah Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2007 - 2009 Jumlah Sarana Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2009 Jumlah Institusi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Menurut Jurusan dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah Jurusan/Program Studi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Menurut Akreditasi dan Strata Tahun 2009 Jumlah Institusi Non Politeknik Kesehatan (Non-Poltekkes) Menurut Jurusan/Program Studi dan Provinsi Tahun 2009 Jumlah Institusi Non Politeknik Kesehatan (Non-Poltekkes) Menurut Akreditasi dan Strata Tahun 2009 Jumlah Institusi Diknakes Non-Poltekkes Menurut Status Kepemilikan Tahun 2009 Rekapitulasi Data SDM Kesehatan Per Provinsi Keadaan Desember 2009 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Menurut Jenis dan Provinsi Tahun 2009xi

Lampiran 5.18 Lampiran 5.19 Lampiran 5.20 Lampiran 5.21 Lampiran 5.22 Lampiran 5.23 Lampiran 5.24 Lampiran 5.25 Lampiran 5.26 Lampiran 5.27 Lampiran 5.28 Lampiran 5.29 Lampiran 5.30 Lampiran 5.31 Lampiran 5.32 Lampiran 5.33 Lampiran 5.34 Lampiran 5.35 Lampiran 5.36 Lampiran 5.37 Lampiran 5.38

Rasio Dokter, Dokter Gigi, Perawat dan Bidan terhadap Jumlah Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2009 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Umum Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif Tahun 2009 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Gigi Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif Tahun 2009 Rekapitulasi Keberadaan Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif Tahun 2009 Distribusi Tingkat Keterlibatan Institusi Diklat Kesehatan Seluruh Indonesia dalam Kegiatan Kediklatan Tahun 2009 Distribusi Widyaiswara Institusi Diklat Kesehatan Seluruh Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009 Distribusi Frekuensi Pelatihan dan Jumlah Peserta di Institusi Diklat Kesehatan Seluruh Indonesia Berdasarkan Jenis Diklat Tahun 2009 Rekapitulasi Peserta Didik Poltekkes Perjenis Tenaga Kesehatan Tahun Ajaran 2009/2010 Rekapitulasi Peserta Didik Poltekkes Per Jenis Tenaga Kesehatan Tahun Ajaran 2009/2010 Rekapitulasi Peserta Didik Non Poltekkes Per Jenis Tenaga Kesehatan Tahun Ajaran 2009/2010 Lulusan Diknakes Poltekkes dan Non Poltekkes Berdasarkan Jenis Tenaga Kesehatan Tahun 2009 Jumlah Lulusan Poltekkes Berdasarkan Jurusan/Program Studi Institusi Diknakes Seluruh Indonesia Tahun Ajaran 2009/2010 Rekapitulasi Lulusan Non Poltekkes Diknakes Seluruh Indonesia Berdasarkan Jenis dan Provinsi Tahun Ajaran 2009/2010 Alokasi dan Realisasi Kementerian Kesehatan RI Triwulan IV Tahun 2009 Data Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Per Juni 2010 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Umum Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif Tahun 2009 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Gigi Pegawai Tidak Tetap (PTT) Tahun 2009 Rekapitulasi Pengangkatan Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) Tahun 2009 Keadaan Dokter Spesialis PTT Kemenkes yang Masih Aktif s.d Tahun 2009 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Umum PTT Tahun 2009 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Gigi PTT Tahun 2009xii

Lampiran 5.39

Distribusi Pegawai Kementerian Kesehatan RI Dirinci Menurut Jenis Pendidikan Tahun 2009 Perbandingan Beberapa Data Kependudukan di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2008 Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Indeks Pembangunan Manusia di Negara-Negara ASEAN dan SEARO Penduduk yang Menggunakan Sumber Air Bersih dan yang Menggunakan Sarana Sanitasi Sehat di Negara-Negara ASEAN dan SEARO Tahun 2007 Perbandingan Data Tuberkulosis di Negara-Negara ASEAN dan SEARO Tahun 2007/2008 Angka Estimasi HIV dan AIDS di Negara-Negara ASEAN dan SEARO Tahun 2008 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi di Negara-Negara ASEAN & SEARO Perbandingan Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2008 Perbandingan Upaya Kesehatan di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2000-2009 Pembiayaan Kesehatan di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun 2007

Lampiran 6.1 Lampiran 6.2 Lampiran 6.3

Lampiran 6.4 Lampiran 6.5 Lampiran 6.6 Lampiran 6.7 Lampiran 6.8 Lampiran 6.9

***

xiii

Kita sadari bahwa sistem informasi kesehatan yang ada saat ini masih jauh dari kondisi ideal, yaitu belum mampu menyediakan data dan informasi kesehatan yang evidence based sehingga belum mampu menjadi alat manajemen kesehatan yang efektif. Berbagai masalah klasik masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Di antaranya adalah kegiatan pengelolaan data dan informasi belum terintegrasi dan terkoordinasi dalam satu mekanisme kerjasama yang baik. Adanya overlapping kegiatan dalam pengumpulan dan pengolahan data, di mana masing-masing unit mengumpulkan datanya sendiri-sendiri dengan berbagai instrumennya di setiap unit kerja baik di pusat maupun di daerah. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan itu sendiri masih belum dilakukan secara efisien, masih terjadi redundant data, duplikasi kegiatan, dan tidak efisiennya penggunaan sumber daya. Hal ini sebagai akibat dari adanya sistem informasi kesehatan yang ada saat ini masih terfragmentasi. Situasi demikian menimbulkan tersendatnya pendistribusian informasi terutama dari sumber data di unit pelayanan kesehatan atau kabupaten/kota ke provinsi dan pusat yang mengakibatkan terjadinya krisis informasi di berbagai unit teknis di pusat. Di samping itu, adalah terhambatnya aliran komunikasi data baik dari sumber data di daerah ke pengguna di pusat atau sebaliknya, serta terhambatnya aliran komunikasi data antar pengguna atau bahkan tertutupnya sumber informasi untuk diakses oleh pengguna lain sehingga menyebabkan sulitnya memperoleh informasi yang memadai (lack of informations). Situasi yang demikian pada akhirnya menyulitkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan evidence based. Satu-satunya alat yang dimiliki Kementerian Kesehatan adalah adanya Profil Kesehatan Indonesia, yang berisi data tahunan dari hasil pembangunan kesehatan. Sedangkan pembangunan kesehatan adanya upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat.

2

Penyajian Profil Kesehatan Indonesia 2009, yang berasal dari profil kesehatan provinsi ini selain sebagai alat ukur sampai dimana capaian indikator pembangunan kesehatan setiap provinsi dibanding target nasional bahkan target MDG (Millenium Development Goal), juga disajikan dalam bentuk peringkat dari tiap indikator, sehingga provinsi dapat mengetahui dimana posisinya dalam setiap indikator pembangunan kesehatan dibandingkan provinsi lainnya. Dalam penyajiannya, diusahakan untuk ditampilkan berbagai data dan informasi yang menjawab Visi dan Misi serta berbagai data dan informasi yang menjelaskan tentang reformasi Birokrasi, dengan menggunakan indikator yang sesuai, dimana Kementerian Kesehatan memiliki Visi adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan berkeadilan, dengan Misinya adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan madani. 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan paripurna, merata, bermutu, berkeadilan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Reformasi Pembangunan Kesehatan tahun 2010-2014: 1. Revitalisasi pelayanan kesehatan. 2. Ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu SDM. 3. Ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektivitas, keterjangkauan obat, vaksin, dan alat kesehatan. 4. Jaminan kesehatan masyarakat. 5. Keberpihakan pada DTPK (Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan) serta DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan). 6. Reformasi birokrasi. 7. World class health care. Lima nilai Kementerian Kesehatan adalah: 1. Pro Rakyat (pro poor). 2. Inklusif (inclusive). 3. Responsif (responsive). 4. Efektif, efisien (effective, efficient). 5. Bersih (clean). Untuk kelancaran proses Penyusunan Profil Kesehatan Indonesia yang merupakan salah satu produk dari berhasilnya sistem informasi kesehatan yang terintegrasi, di masa mendatang maka, strategi pertama yang perlu dilakukan adalah penguatan kebijakan dan perencanaan di bidang sistem informasi kesehatan. Penguatan kebijakan sistem informasi kesehatan dilakukan dengan menyusun aturan-aturan yang menjamin sistem informasi kesehatan dapat diselenggarakan dengan baik. Pada pasal 168 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan telah diamanatkan bahwa penyelenggaraan sistem informasi 3

kesehatan diatur dalam peraturan pemerintah. Untuk ini, Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi bersama Biro Hukum dan Organisasi sedang menyiapkan bahan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang sistem informasi kesehatan. Demikian pula aturan-aturan di bawahnya, seperti pedoman dan petunjuk teknis, sedang dalam proses penyusunan. Dalam penguatan perencanaan sistem informasi kesehatan, juga Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi bersama unit-unit pengelola program dan lintas sektor terkait sedang menyusun Rencana Strategis Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2009 ini terdiri atas 6 (enam) bab, yaitu: Bab I - Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang latar belakang diterbitkannya Profil Kesehatan Indonesia 2009 ini serta sistimatika penyajiannya. Bab II - Situasi Umum dan Perilaku Penduduk. Dengan telah selesai dan dipublikasikannya hasil sensus penduduk 2010 yang diselenggarakan oleh BPS, maka juga kami masukkan data jumlah penduduk tahun 2010. Bab ini juga menyajikan tentang gambaran umum, yang meliputi: kependudukan, perekonomian, pendidikan, dan lingkungan fisik; serta perilaku penduduk yang terkait dengan kesehatan. Bab III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang hasil-hasil pembangunan kesehatan sampai dengan tahun 2009 yang mencakup tentang angka kematian, umur harapan hidup, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat. Bab IV - Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan oleh bidang kesehatan sampai tahun 2009, untuk tercapainya dan berhasilnya program-program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran tentang upaya kesehatan yang telah dilakukan itu meliputi pencapaian pelayanan kesehatan dasar, pencapaian pelayanan kesehatan rujukan, pencapaian upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit, dan upaya perbaikan gizi masyarakat. Bab V - Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sumber daya pembangunan bidang kesehatan sampai tahun 2009. Gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup tentang keadaan tenaga, sarana kesehatan, dan pembiayaan kesehatan. Bab VI - Perbandingan Indonesia dengan Negara Anggota ASEAN dan SEARO. Bab ini menyajikan perbandingan beberapa indikator yang meliputi data kependudukan, Angka Kelahiran, Angka Kematian, Indeks Pembangunan Manusia, data tuberkulosis, angka estimasi HIV/AIDS, kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, cakupan imunisasi pada bayi dan upaya kesehatan.

***

4

Indonesia terbentang antara 6o garis Lintang Utara sampai 11o garis Lintang Selatan, dan dari 97 o sampai 141o garis Bujur Timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara, menurut data Bakosurtanal, jumlah pulau di Indonesia 17.504 pulau. Jumlah pulau itu termasuk yang berada di muara dan tengah sungai, serta delta. Fakta ini membuat Indonesia memiliki keragaman budaya dan adat istiadat dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Keragaman dalam berbagai aspek tersebut juga terkait dengan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Secara administratif wilayah Indonesia pada tahun 2009 terbagi atas 33 provinsi, 497 kabupaten/kota (399 kabupaten dan 98 kota), 6.543 kecamatan dan 75.226 kelurahan/desa. Jika dibandingkan dengan jumlah kabupaten/kota yang ada pada tahun 2008, maka selama tahun 2009 telah terjadi pembentukan 2 kabupaten baru. Pembagian wilayah Indonesia secara administratif menurut provinsi pada tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.1 Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum Indonesia dan perilaku penduduk pada tahun 2009 yang meliputi: keadaan penduduk, keadaan ekonomi, keadaan pendidikan, keadaan lingkungan, dan perilaku penduduk yang berkaitan dengan kesehatan.

A. KEADAAN PENDUDUK Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sebesar 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan (Lampiran 2.2). Secara nasional, rasio jenis kelamin penduduk Indonesia tahun 2010 sebesar 101, yang artinya jumlah penduduk laki-laki satu persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 101 laki-laki. Rasio jenis kelamin terbesar terdapat di Provinsi Papua yaitu sebesar 113 dan yang terkecil terdapat di Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 94.

6

Sedangkan pada tahun 2009, berdasarkan data estimasi penduduk Badan Pusat Statistik (SUPAS 2005), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 tercatat sebesar 231.369.592 jiwa terdiri dari 115.817.945 laki-laki dan 115.551.647 perempuan (Lampiran 2.3). Berdasarkan distribusi penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur maka kita dapat memperoleh gambaran piramida penduduk Indonesia tahun 2009 sebagai berikut.GAMBAR 2.1 PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2009 (dalam ribu)

Sumber : Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Dirinci Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008

Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun selama 2 dasawarsa terakhir adalah sebesar 1,49 persen. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua adalah yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia, yaitu sebesar 5,46 persen (SP 2010). Sedangkan provinsi dengan laju pertumbuhan terendah yaitu Jawa Tengah sebesar 0,37%. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia secara rinci sejak Sensus Penduduk tahun 1971 sampai dengan Sensus Penduduk tahun 2010 dapat dilihat dalam Lampiran 2.4. Secara nasional, dengan luas wilayah Indonesia 1.910.931,32 km2 maka tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2009 sebesar 121 jiwa per km2. Tingkat kepadatan yang tinggi masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Provinsi yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar 13.890 jiwa per km2. Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki

7

kepadatan penduduk tertinggi ke-2 dengan kepadatan 1.173 jiwa per km2. Provinsi dengan tingkat kepadatan tertinggi ke-3 yaitu DI Yogyakarta sebesar 1.118 jiwa per km2. Kepadatan penduduk terendah di Papua, yaitu hanya 7 jiwa per km2, Papua Barat merupakan provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk terendah ke-2 yaitu sebesar 8 jiwa per km2, yang kemudian diikuti oleh Kalimantan Tengah dengan kepadatan 14 jiwa per km2. Dari data distribusi penduduk menurut pulau dapat diketahui terdapat ketimpangan persebaran penduduk antar pulau yang nyata. Lebih dari separuh penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa, yaitu sebesar 57,99%, dengan luas hanya 6,77% wilayah Indonesia. Selebihnya tersebar di Sumatera sebesar 21,44 %, Sulawesi 7,25%, Kalimantan 5,65%, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara 5,45%, Maluku dan Papua 2,23%. Jumlah penduduk dan angka kepadatan penduduk per provinsi tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.3.GAMBAR 2.2 PERSENTASE PERSEBARAN PENDUDUK INDONESIA MENURUT KELOMPOK PULAU-PULAU BESAR TAHUN 2009

Sumber : Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Tahun 2009, http://www.depdagri.go.id.

Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 26,96%, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 67,92% dan yang berusia tua (> 65 tahun) sebesar 5,12%. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Indonesia pada tahun 2009 sebesar 47,23%.

8

Provinsi dengan persentase beban tanggungan tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur sebesar 59,45% diikuti oleh Sulawesi Tenggara sebesar 57,53% dan Maluku sebesar 56,69%. Sedangkan provinsi dengan Angka Beban Tanggungan terendah yaitu DKI Jakarta sebesar 37,26% diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar 37,65% dan Jawa Timur sebesar 39,87%. Rincian jumlah penduduk menurut kelompok umur, Angka Beban Tanggungan dan provinsi tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.5.GAMBAR 2.3 ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Tahun 2009

B. KEADAAN EKONOMI Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Perekonomian Indonesia selama tahun 2006-2009 mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 5,5 persen (2006), 6,3 persen (2007), 6,0 persen (2008) dan 4,5 persen (2009). Mengkaji kondisi perekonomian tentu saja tidak terlepas dari tingkat inflasi, inflasi dan pertumbuhan perekonomian sangat saling berkaitan. Apabila tingkat inflasi tinggi, sudah dipastikan akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diprakirakan tumbuh 4,5%, inflasi tercatat sebesar 2,78%. Rendahnya tingkat inflasi ini merupakan pencapaian terbaik dalam 10 tahun terakhir.

9

Selama tahun 2009 kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau memberi kontribusi terbesar pada inflasi sebesar 7,81%. Kelompok lainnya dalam tahun 2009 masing-masing kelompok sandang 6,00%, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga masing-masing memberikan kontribusi yang sama 3,89%, kelompok bahan makanan 3,88%, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menyumbang sebesar 1,83% pada inflasi nasional; dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan -3,67%. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5% pada 2009, maka nilai Produk Domestik Bruto (PDB) 2009 naik sebesar Rp 662,0 triliun. Dari Rp 4.951,4 triliun pada 2008 menjadi sebesar Rp 5.613,4 triliun pada 2009. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi 15,5%. Pertumbuhan terendah terjadi di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,1%. Sedangkan PDB untuk non migas tumbuh 4,9%. Untuk mengetahui tingkat pengangguran, dilakukan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas merumuskan konsep pengangguran sebelum tahun 2001 sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja/tidak mempunyai pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. Sejak tahun 2001 konsep pengangguran menjadi angkatan kerja yang tidak bekerja/tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa (sebelumnya dikategorikan sebagai Bukan Angkatan Kerja) dan yang punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai Bekerja). Persentase pengangguran terbuka adalah perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka disini didefinisikan sebagai orang yang sedang mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan usaha atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan, termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja tetapi belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka tidak termasuk orang yang masih sekolah atau mengurus rumah tangga. Menurut Sakernas, definisi operasional Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan penganggur. Sementara Bekerja menurut definisi Sakernas adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan itu termasuk juga kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi. Berdasarkan data hasil Sakernas BPS tahun 2008-2010 ada penurunan angka pengangguran. Hal ini disebabkan bertambahnya lapangan kerja pada sektor jasa kemasyarakatan seperti jasa pertukangan, pembantu rumah tangga, transportasi dan

10

pertanian. Perkembangan angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan pengangguran pada Februari 2008 - Februari 2010 adalah sebagai berikut.TABEL 2.1 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJA DAN PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA TAHUN 2008 2010Feb 2008 (juta orang) 111,48 102,05 9,43 8,46 Feb 2009 (juta orang) 113,74 104,49 9,26 8,14 Feb 2010 (juta orang) 115,99 107,41 8,59 7,40

Jumlah Angkatan Kerja Jumlah penduduk yang bekerja Pengangguran terbuka Pengangguran terbuka (%)

Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional 2008-2010

Pembangunan ekonomi yang diupayakan diharapkan mampu mendorong kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi daerah tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik sosial, dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai bidang termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) adalah wilayah administrasi kabupaten. Menurut definisinya, daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk relatif tertinggal. Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah pedalaman, kepulauan (pulau kecil dan gugus pulau), perbatasan antar negara, daerah rawan bencana dan daerah rawan konflik dan sebagian besar wilayah daerah pesisir. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal. Saat ini Indonesia memiliki 19 kabupaten perbatasan, 33 pulau-pulau kecil terluar berpenduduk dan 183 daerah tertinggal (termasuk terpencil). Tahun 2009 persentase daerah tertinggal adalah 40,04% dari 497 kabupaten/kota. Provinsi dengan persentase kabupaten tertinggal tertinggi adalah Sulawesi Barat, yaitu sebesar 100%, diikuti oleh Sulawesi Tengah sebesar 81,82% dan Bengkulu 80,00%. Jumlah dan persentase kabupaten tertinggal menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.6.

11

GAMBAR 2.4 PROVINSI DENGAN PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

Kemiskinan menjadi isu yang cukup menyita perhatian berbagai kalangan termasuk kesehatan. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terkait dengan daya beli ekonomi. Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam pemenuhan kebutuhan terhadap makanan yang sehat sehingga dapat melemahkan daya tahan tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakitpenyakit tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang seringkali dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang buruk jika merujuk pada fakta bahwa keterbatasan pemenuhan pangan dapat menyebabkan busung lapar, Kwashiorkor, penyakit kekurangan vitamin seperti Xeropthalmia, Scorbut, dan Beri-beri. Pada bulan Maret 2010, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 31,02 juta (13,3%) dari 32,53 juta (14,15%) penduduk miskin pada bulan Maret 2009. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan 1,51 juta penduduk miskin. Persentase penduduk miskin dari tahun 2006-2010 disajikan pada Gambar 2.5 berikut ini.GAMBAR 2.5 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN 2006 2010

Sumber: BPS, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2010

Berita Resmi Statistik, BPS 2008, No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010

12

Berdasarkan data jumlah penduduk miskin menurut provinsi dari BPS (Lampiran 2.8) terdapat persebaran penduduk miskin antar pulau yang nyata perbedaannya. Lebih dari separuh penduduk miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa yaitu 57,1% tahun 2008 dan menjadi 55,8% tahun 2010. Selebihnya tersebar di Sumatera 21,4%, Sulawesi 7,6%, Kalimantan 3,3%, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara 7,1%, Maluku dan Papua 4,8% (tahun 2010). Jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin menurut kelompok pulau tahun 2008-2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.TABEL 2.2 PERSEBARAN DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MENURUT KELOMPOK BESAR PULAU DI INDONESIA TAHUN 2008 2010Maret 2008 Jumlah % (juta) 7,3 20,9 19,9 2,4 1,2 2,6 1,5 34,9 57,1 6,8 3,5 7,5 4,2 15,4 Maret 2009 Jumlah % (juta) 5,3 17,3 18,1 2,2 1,0 2,5 1,5 32,5 59,1 7,3 3,3 8,1 4,9 14,2 Maret 2010 Jumlah % (juta) 6,7 21,4 17,3 2,2 1,0 2,3 1,5 31,0 55,8 7,1 3,3 7,6 4,8 13,3

Kelompok Pulau Sumatera Jawa Kalimantan Bali dan Nusa Tenggara Sulawesi Maluku dan Papua Total

Sumber: BPS, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2010

Berita Resmi Statistik, BPS 2008, No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010

Dalam roadmap reformasi kesehatan masyarakat Kementerian Kesehatan ada 7 prioritas yang harus dikerjakan untuk mencapai sasaran strategis pembangunan kesehatan. Salah satu di antaranya adalah mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan di Daerah yang Bermasalah Kesehatan (DBK) dengan pendekatan spesifik yang tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya. Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) adalah upaya kesehatan terfokus, terintegrasi, berbasis bukti, dilakukan secara bertahap di daerah yang menjadi prioritas bersama kementerian terkait, dalam jangka waktu tertentu, sampai mampu mandiri dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang kesehatan seluas-luasnya. Menurut definisi, Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) adalah keadaan/derajat kesehatan wilayah kabupaten/kota yang digambarkan melalui hasil Riskesdas/SUSENAS dengan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), wilayah menurut Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan (Pendataan Sosial Ekonomi/PSE BPS). Hasil Riskesdas tahun 2007 menghasilkan instrumen pengukuran Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Dengan IPKM, dapat diketahui dimana daerah-daerah bermasalah tersebut dapat dipetakan berdasarkan peringkat

13

kabupaten/kota. Daerah yang mempunyai IPKM 140, tinggi dengan nilai 71-140, sedang dengan nilai 20-70 dan rendah dengan nilai < 20. SDKI tahun 2007 mengestimasikan nilai AKABA sebesar 44 per per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan estimasi untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007).GAMBAR 3.3 ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP DI INDONESIA TAHUN 1991 2007

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

Berdasarkan estimasi terhadap nilai AKABA pada tingkat provinsi, diketahui bahwa provinsi dengan AKABA terendah terdapat di Provinsi DI Yogyakarta sebesar 22 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup dan Kalimantan Tengah sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan provinsi dengan AKABA tertinggi adalah Sulawesi Barat sebesar 96 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Maluku sebesar 93 per 1.000 kelahiran hidup dan Nusa Tenggara Barat sebesar 92 per 1.000 kelahiran hidup. Gambaran AKABA menurut provinsi dapat dilihat pada gambar berikut.

29

GAMBAR 3.4 ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BALITA PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2007

Sumber : BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007

3. Angka Kematian Ibu (AKI) Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-2003 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pada Gambar 3.5 berikut nampak adanya kecenderungan penurunan AKI sejak tahun 1994 sampai dengan tahun 2007. 30

GAMBAR 3.5 ANGKA KEMATIAN IBU (PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP) DI INDONESIA TAHUN 1994-2007

Sumber : Badan Pusat Statistik,2008

4. Angka Kematian Kasar (AKK) Angka kematian kasar adalah jumlah kematian yang terjadi pada suatu waktu dan tempat tertentu per 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Estimasi Angka Kematian Kasar (AKK) berdasarkan hasil SUPAS 2005, menyebutkan bahwa AKK tahun 2007 sebesar 6,9 per 1.000 penduduk. 5. Angka Kematian di Rumah Sakit Tabel berikut ini menyajikan 10 penyebab kematian terbanyak pada penderita rawat inap di rumah sakit pada tahun 2008.TABEL 3.1 10 PENYAKIT UTAMA PENYEBAB KEMATIAN DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2008 Golongan Sebab Sakit Pasien CFR No Mati (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Penyakit Sistem Sirkulasi Darah Penyakit Infeksi dan Parasit Tertentu Kondisi Tertentu yang Bermula pada Masa Perinatal Penyakit Sistem Napas Penyakit Sistem Cerna Cedera, Keracunan, dan Akibat Sebab Luar Tertentu Lainnya Penyakit Endokrin, Nutrisi, dan Metabolik Penyakit Sistem Kemih Kelamin

23.163 16.769 9.108 8,190 6.825 5.767 5.585 4.542 4.332 4.238

11,06 2,89 9,74 3,99 2,91 2,99 6,73 3,56 4,70 2,80

Neoplasma Gejala, Tanda & Penemuan Laboratorium, Klinik Abnormal YTK

Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Kemkes RI, 2009

31

Berdasarkan informasi pada tabel di atas, penyakit sistem sirkulasi darah merupakan penyakit yang menempati urutan teratas sebagai penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit pada tahun 2008. Penyakit sistem sirkulasi darah pada tahun 2008 menyebabkan kematian sebanyak 23.163 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 11,06%. 6. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir Derajat kesehatan masyarakat juga dapat diukur dengan melihat besarnya Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH). Selain itu, UHH juga menjadi salah satu indikator yang diperhitungkan dalam menilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kondisi UHH di Indonesia dalam kurun waktu 2006-2008 menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data BPS, UHH di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 69 tahun, sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 68,5 tahun dan 68,7 tahun. Salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan UHH adalah upaya di bidang kesehatan sebagai bagian dari pembangunan kesehatan. Pada tahun 2008, provinsi dengan UHH tertinggi adalah DI Yogyakarta, yaitu sebesar 73,1 yang diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 72,9 dan Sulawesi Utara sebesar 72,0 tahun. Sedangkan, UHH terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebesar 61,5 tahun, yang diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 63,1 tahun dan Banten sebesar 64,6 tahun. Gambaran UHH pada tahun 2007 dan 2008 menurut provinsi terdapat pada Lampiran 3.2.GAMBAR 3.6 UMUR HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2008

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa UHH merupakan salah satu komponen dalam memformulasikan IPM. Berikut ini ditampilkan peringkat IPM 33 provinsi di Indonesia tahun 2008 yang disertai dengan nilai IPM.

32

GAMBAR 3.7 NILAI IPM MENUURT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2008

Sumber: BPS, 2010

Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa provinsi dengan IPM tertinggi adalah DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Riau. Sedangkan provinsi dengan IPM terendah adalah Papua, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

B. MORBIDITASMorbiditas dapat diartikan sebagai angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat. 1. Pola 10 Penyakit Terbanyak di Rumah Sakit Pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tahun 2009 menurut Daftar Tabulasi Dasar (DTD) menunjukkan bahwa kasus terbanyak merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya dengan jumlah total kasus 488.794. Rincian mengenai 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit dapat dilihat pada tabel berikut.

33

TABEL 3.2 POLA 10 BESAR PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Daftar Tabulasi dasar (DTD) Kasus Laki-Laki Perempuan Total Kasus Jumlah Kunjungan

Infeksi saluran nafas bagian atas akut lainnya Demam yang sebabnya tidak diketahui Penyakit kulit dan jaringan subkutan lainnya Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis infeksi) Gangguan refraksi dan akomodasi Dispepsia Hipertensi esensial (primer) Penyakit pulpa dan periapikal Penyakit telinga dan prosesus mastoid Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva

243.578 143.167 99.303 88.275 67.231 55.817 55.446 54.004 53.463 46.380

245.216 132.087 147.953 83.738 89.429 77.345 67.823 68.463 52.142 52.815

488.794 275.254 247.256 172.013 156.660 133.162 123.269 122.467 105.605 99.195

781.881 358.942 371.673 223.318 203.021 220.375 412.364 234.083 153.488 135.749

Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Kemenkes RI, 2009

Sedangkan pada pasien rawat inap, pola gambaran 10 penyakit terbanyak menunjukkan pola yang sedikit berbeda. Diare dan Gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis infeksi) memiliki jumlah kasus terbanyak yaitu 143.696 kasus.TABEL 3.3 POLA 10 PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Daftar Tabulasi Dasar (DTD) Kasus Laki-Laki Perempuan Total Kasus Meninggal CFR (%)

Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis infeksi) Demam berdarah dengue Demam tifoid dan paratifoid Demam yang sebabnya tidak diketahui Dispepsia Hipertensi esensial (primer) Infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya Pneumonia Penyakit apendiks Gastritis dan duodenitis

74.161 60.705 39.262 24.957 18.807 15.533 19.115 19.170 13.920 12.758

69.535 60.629 41.588 24.243 28.497 21.144 16.933 16.477 16.783 17.396

143.696 121.334 80.850 49.200 47.304 36.677 36.048 35.647 30.703 30.154

1.747 898 1.013 462 520 935 162 2.365 234 235

1,22 0,74 1,25 0,94 1,10 2,55 0.45 6,63 0,76 0,78

Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Kemenkes RI, 2009

34

Berdasarkan CFR, penyakit yang memiliki CFR paling tinggi di antara 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di RS adalah Pneumonia sebesar 6,63%. Sedangkan penyakit dengan CFR terendah adalah Infeksi Saluran Napas Bagian Atas Akut Lainnya sebesar 0,45%. 2. Penyakit Menulara. Malaria

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Malaria disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku masyarakat terhadap kebiasaan hidup sehat. Ditjen PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi endemisitas malaria suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 strata yaitu : 1. Endemis Tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk. 2. Endemis Sedang bila API berkisar antara 1 < 5 per 1.000 penduduk. 3. Endemis Rendah bila API 0 - 1 per 1.000 penduduki. 4. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (Daerah pembebasan malaria) atau API = 0.GAMBAR 3.8 STRATIFIKASI ENDEMISITAS MALARIA DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

API nasional pada tahun 2009 adalah 1,85 per 1.000 penduduk dengan kisaran provinsi 0,02- 27,66 per 1.000 penduduk. Angka ini jauh menurun dibandingkan API tahun 1990 yaitu 4.68 per 1.000 penduduk. Dihubungkan dengan target pencapaian MDGs, angka API 2009 sudah memenuhi target. Kasus malaria klinis tahun 2009 di Indonesia dilaporkan sebanyak 1.143.024 kasus. Sebesar 75,5% dari kasus tersebut diperiksa sediaan darahnya, dan dihasilkan 23,1% sediaan darah yang positif. Relatif tingginya cakupan pemeriksaan sediaan darah di 35

laboratorium tersebut merupakan pelaksanaan kebijakan nasional pengendalian malaria dalam mencapai eliminasi malaria, yaitu semua kasus malaria klinis harus dikonfirmasi laboratorium.GAMBAR 3.9 ANNUAL PARASITE INCIDENCE MALARIA () DI JAWA BALI TAHUN 2004 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Indikator untuk upaya penemuan penderita di wilayah Jawa-Bali menggunakan Annual Parasite Incidence (API) atau Angka Parasit Malaria per 1.000 penduduk. Pada tahun 2009 API Jawa-Bali sebesar 0,17 per 1.000 penduduk. Angka ini telah mencapai target yang ditentukan, yaitu di bawah 0,25 per 1.000 penduduk. Pada gambar di atas nampak bahwa dari tahun 2004-2009, API senantiasa memenuhi target.GAMBAR 3.10 ANNUAL MALARIA INCIDENCE () DI LUAR JAWA BALI TAHUN 2004 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Upaya pengendalian malaria untuk wilayah di luar Jawa-Bali menggunakan Annual Malaria Incidence (AMI). Pada gambar di atas nampak bahwa AMI di wilayah luar Jawa-Bali pada tahun 2005-2009 menunjukkan kecenderungan penurunan. Pada tahun 2005 AMI di luar Jawa-Bali sebesar 24,75 per 1.000 penduduk. Angka ini terus turun hingga 12,27 per 1.000 penduduk pada tahun 2009. Namun, pada tahun 2004-2009 pencapaian AMI masih belum 36

memenuhi target, karena pada kurun waktu tersebut AMI berada di atas target yang telah ditentukan. Rincian API dan AMI menurut provinsi tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 3.5.b. TB Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Kementerian Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2009 sebesar 70%. Berikut ini disajikan pencapaian CDR menurut provinsi tahun 2009.GAMBAR 3.11 CAKUPAN CASE DETECTION RATE (CDR) TB DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Pencapaian CDR pada tahun 2009 sebesar 73,1%. Angka ini telah memenuhi target minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 70%. Pada tingkat provinsi, CDR tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 85,2%, diikuti DKI Jakarta sebesar 81% dan Banten sebesar 77,7%. Sedangkan provinsi dengan CDR terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 30,6% diikuti oleh Kalimantan Timur sebesar 31,1% dan Kepulauan Riau sebesar 32,3%. Pada gambar di atas nampak bahwa terdapat 5 provinsi yang telah memenuhi target CDR 70%, yaitu Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Banten, Maluku, dan Jawa Barat. Dalam mengukur keberhasilan pengobatan TB digunakan Angka Keberhasilan Pengobatan (SR=Success Rate) yang mengindikasikan persentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan, baik yang sembuh maupun yang menjalani pengobatan lengkap diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Success Rate dapat membantu dalam mengetahui kecenderungan meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. Berikut ini ditampilkan SR tahun 2004-2008.

37

GAMBAR 3.12 SUCCESS RATE (SR) TB DI INDONESIA TAHUN 2004-2008

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa pencapaian Success Rate (SR) pada tahun 2004-2008 telah memenuhi target 85%. Namun demikian terjadi penurunan Success Rate (SR) dari 91% pada tahun 2005 menjadi 87,6% pada tahun 2006. Angka ini kemudian kembali naik menjadi 91% pada tahun 2007 dan 2008. Gambaran kasus TB dan keberhasilan pengobatannya dapat dilihat pada Lampiran 3.7, 3.8, 3.9 dan 3.10.c. HIV & AIDS

HIV & AIDS disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Penyakit ini ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian, dan penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan menyusui. Kasus HIV dan AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap tahun. Sampai dengan Desember 2009 jumlah kumulatif kasus AIDS mencapai 19.973 kasus. Gambar berikut menampilkan kasus baru dan kumulatif penderita AIDS yang terjadi sampai tahun 2009.

38

GAMBAR 3.13 JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENDERITA AIDS YANG TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2001 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Pada gambar di atas nampak adanya peningkatan penemuan kasus baru yang cukup signifikan pada tahun 2008, dari 2.947 kasus baru pada tahun 2007 menjadi 4.969 kasus baru pada tahun 2008. Besaran kasus juga dapat dilihat dengan menggunakan Case Rate AIDS yang diperoleh dengan membandingkan jumlah kasus kumulatif terhadap jumlah penduduk per 100.000 penduduk. Pada tahun 2009, provinsi dengan Case Rate tertinggi adalah Papua sebesar 133,1; diikuti oleh Bali sebesar 45,4; dan DKI Jakarta 31,7 per 100.000 penduduk.GAMBAR 3.14 CASE RATE AIDS MENURUT PROVINSI DI INDONESIA SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

39

HIV/AIDS memiliki beberapa faktor risiko, yaitu hubungan seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks Lelaki (LSL), penggunaan Narkoba suntik secara bergantian, transfusi darah dan perinatal. Berikut ini disajikan persentase kasus kumulatif menurut faktor risiko.GAMBAR 3.15 PERSENTASE KASUS KUMULATIF AIDS MENURUT CARA PENULARAN DI INDONESIA SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Berdasarkan cara penularan, persentase kasus kumulatif tertinggi adalah melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%. Sedangkan persentase terendah adalah melalui transfusi darah sebesar 0,1%. Meskipun penggunaan IDU menempati urutan ke-2 terbesar, namun jika kita melihat kecenderungan kasus baru AIDS pada pengguna NAPZA suntik menunjukkan penurunan selama tahun 2006- 2009 seperti yang nampak pada gambar berikut. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya upaya promosi kesehatan pada kelompok pengguna NAPZA suntik yang menyampaikan pesan bahwa penggunaan jarum suntik secara bergantian merupakan perilaku risiko tinggi terhadap penularan HIV.GAMBAR 3.16 JUMLAH KASUS BARU AIDS PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI INDONESIA TAHUN 2005-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

40

Pada tahun 2009 jumlah kasus baru AIDS yang menggunakan NAPZA suntik sebanyak 1.156 kasus. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 1.255 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi kasus kumulatif AIDS laki-laki lebih besar terhadap perempuan yaitu 73,7% berbanding 25,8%.GAMBAR 3.17 PERSENTASE KASUS KUMULATIF AIDS MENURUT JENIS KELAMIN DI INDONESIA SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Proporsi kasus kumulatif AIDS menurut kelompok umur menunjukkan gambaran bahwa sebagian besar kasus kumulatif AIDS terdapat pada usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, dan 40-49 tahun. Kelompok umur tersebut memang termasuk ke dalam usia produktif yang tentu saja juga aktif secara seksual.GAMBAR 3.18 PERSENTASE KASUS KUMULATIF AIDS MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

41

Informasi lebih rinci tentang HIV/AIDS dapat dilihat pada Lampiran 3.11, 3.12, dan 3.13.d. Pneumonia

Pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Pada tahun 2009, cakupan penemuan Pneumonia pada balita sebesar 22,18% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 390.319 kasus. Berikut ini ditampilkan angka cakupan penemuan pneumonia balita menurut provinsi tahun 2009.GAMBAR 3.19 CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Pada tingkat provinsi, dapat diketahui bahwa tiga provinsi dengan cakupan tertinggi berturut-turut adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 71,45%, Jawa Barat sebesar 46,16% dan Kepulauan Bangka Belitung sebesar 41,41%. Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Provinsi Kepulauan Riau sebesar 0,32%, Aceh sebesar 2,16%, dan Kalimantan Barat sebesar 2,54%. Data cakupan masing-masing provinsi terdapat pada Lampiran 3.14.e. Kusta

Kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan Kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut : a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot. 42

c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif). Pada tahun 2009, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak 14.227 kasus dan tipe Pausi Basiler sebanyak 3.033 dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 7,49 per 100.000 penduduk. Berikut ini disajikan kecenderungan kasus baru tipe PB dan MB serta NCDR.GAMBAR 3.20 JUMLAH KASUS BARU KUSTA TIPE PB DAN MB DAN NCDR PER 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2005-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Penemuan kasus baru sejak tahun 2005-2009 menunjukkan kecenderungan penurunan. Pada tahun 2005 NCDR sebesar 8,99 per 100.000 penduduk, angka ini turun terus hingga 7,49 per 100.000 penduduk pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan tersebut juga terjadi pada jumlah kasus baru kusta tipe PB dan MB. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP&PL) telah menetapkan 33 provinsi di Indonesia ke dalam 2 kelompok beban kusta, yaitu provinsi dengan beban kusta tinggi (high endemic) dan beban kusta rendah (low endemic). Provinsi dengan high endemic jika NCDR > 10 per 100.000 penduduk atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low endemic jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk.

43

GAMBAR 3.21 STATUS BEBAN KUSTA DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru. Proporsi cacat tingkat II pada tahun 2009 sebesar 10,37%. Sedangkan proporsi anak di antara penderita baru pada tahun 2009 sebesar 11,44%.GAMBAR 3.22 PROPORSI CACAT TINGKAT II DAN PROPORSI ANAK DI ANTARA KASUS BARU KUSTA DI INDONESIA TAHUN 2001-2009

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

Pada kurun waktu 2002-2009 terjadi kecenderungan peningkatan proporsi cacat tingkat II. Sedangkan proporsi kusta pada anak di antara penderita baru nampak berfluktuasi sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2005. Kecenderunggan peningkatan proporsi pada anak nampak dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Informasi menurut provinsi terkait penyakit kusta terdapat pada Lampiran 3.15.

44

2. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)a.Tetanus Neonatorum

Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Kasus TN banyak ditemukan di negara berkembang khususnya dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah. Pada tahun 2009 dilaporkan terdapat 158 kasus dengan jumlah meninggal 76, dengan demikian CFR Tetanus Neonatorum pada tahun 2009 sebesar 48,1%. Pada tahun 2009 kasus TN terjadi di 20 provinsi, dan 14 provinsi melaporkan adanya kasus meninggal. Gambaran kasus Tetanus Neonatorum beserta persentase kasus berdasarkan faktor risiko menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.16.b.Campak

Campak merupakan salah satu penyakit PD3I yang disebabkan oleh virus campak. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh sekret orang yang telah terinfeksi. Berikut ini ditampilkan Incidence Rate (IR) Campak menurut provinsi tahun 2009.GAMBAR 3.23 INCIDENCE RATE (IR) CAMPAK PER 10.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

Pada tahun 2009 dilaporkan terdapat 18.055 kasus campak dengan Incidence Rate sebesar 0,77 per 10.000 penduduk. Incidence Rate tertinggi pada tahun 2009 terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 3,52; diikuti oleh Sumatera Barat sebesar 2 per 10.000 penduduk, dan Kalimantan Selatan sebesar 1,98 per 10.000 penduduk. Sedangkan Maluku dan Nusa Tenggara Barat memiliki IR sebesar 0 per 10.000 penduduk. Informasi mengenai penyakit campak menurut provinsi terdapat pada Lampiran 3.17, 3.18, 3.19, 3.20, dan 3.21. 45

c. Difteri

Penyakit Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang sistem pernafasan bagian atas. Penyakit ini memiliki gejala sakit leher, demam ringan, sakit tekak. Difteri juga kerap ditandai dengan tumbuhnya membran kelabu yang menutupi tonsil serta bagian saluran pernafasan. Jumlah kasus Difteri pada tahun 2009 sebanyak 189 kasus, dengan Incidence Rate per 10.000 penduduk menurut kelompok umur menunjukkan umur < 1 tahun memiliki IR sebesar 0,01; umur 1-4 tahun sebesar 0,02 ; dan umur 5-14 tahun sebesar 0,02 per 10.000 penduduk.GAMBAR 3.24 INCIDENCE RATE (IR) DIFTERI PER 10.000 PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2003-2009

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

Gambaran penyakit Difteri menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.22 dan 3.23.d. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut)

Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf higga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berumur 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan. Sedangkan AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan. Ditjen PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan indikator surveilans AFP yaitu ditemukannya Non Polio AFP Rate minimal sebesar 2/100.0000 anak usia < 15 tahun. Pada tahun 2009 non Polio AFP Rate sebesar 2,65 per 100.000 anak < 15 tahun.

46

GAMBAR 3.25 NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK < 15 TAHUN DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

Provinsi dengan non Polio AFP Rate tertinggi adalah Gorontalo sebesar 8,4 per 100.000 anak < 15 tahun, diikuti oleh DIY dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 5,67 dan 5,64 per 100.000 anak < 15 tahun. Sedangkan provinsi dengan non Polio AFP Rate terendah adalah Papua sebesar 1 per 100.000 anak < 15 tahun, diikuti oleh NTB dan Kalimantan Tengah masing-masing sebesar 1,29 dan 1,57 per 100.000 anak < 15 tahun. Informasi lebih rinci menurut provinsi terdapat pada Lampiran 3.24 dan 3.25.3. Penyakit Potensial KLB/Wabah

Terdapat beberapa penyakit yang berpotensi KLB/wabah yang sering terjadi di Indonesia, di antaranya adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), Diare dan Chikungunya. Seluruh penyakit potensial KLB ini banyak mengakibatkan kematian dan kerugian secara ekonomi.a.Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur < 15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Pada tahun 2009, terdapat 158.912 kasus dengan jumlah kematian 1.420 orang. Dengan demikian, IR DBD pada tahun 2009 adalah 68,22 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,89%. Angka-angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 dengan IR sebesar 59,02 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,86%.

47

GAMBAR 3.26 INCIDENCE RATE DBD PER 100.000 PENDUDUK DAN CASE FATALITY RATE DBD DI INDONESIA TAHUN 2005-2009

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

Meskipun CFR tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan tahun 2008, namun sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR. Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak pada IR per 100.000 penduduk. Angka Insidens (IR) tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta, yaitu 313,41 per 100.000 penduduk, diikuti oleh Kalimantan Barat sebesar 228,3 per 100.000 penduduk dan Kalimantan Timur sebesar 173,84 per 100.000 penduduk. Sedangkan IR terendah di Provinsi NTT sebesar 8,44 dan Jambi sebesar 8,55 per 100.000 penduduk. Provinsi Maluku melaporkan 0 kasus.GAMBAR 3.27 INCIDENCE RATE DBD PER 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

48

Pada tahun 2009, provinsi dengan CFR tertinggi adalah Kep. Bangka Belitung sebesar 4,58%, diikuti oleh Bengkulu sebesar 3,08%, Gorontalo sebesar 2,2%. Sedangkan CFR terendah terdapat di provinsi Sulawesi Barat, dimana tidak ada kasus meninggal, dan DKI Jakarta sebesar 0,11%.GAMBAR 3.28 CASE FATALITY RATE DBD DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

Pola perkembangan DBD pada tahun 2009 secara nasional menunjukkan terjadinya peningkatan kasus dan kematian DBD dibandingkan tahun 2008. Puncak peningkatan kasus tahun 2009 terjadi pada bulan Januari, Februari dan Maret, kemudian kasus menurun kembali setelah bulan Juli dan mencapai titik terendah pada bulan September, namun terjadi peningkatan sedikit pada bulan November dan Desember. Jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD sejak tahun 1968 sampai dengan 2009 cenderung mengalami peningkatan seiring dengan terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia. Puncak IR DBD terjadi pada tahun 1973, 1988, 1998 dan 2005. Jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD terus meningkat sampai tahun 1998, dan sedikit menurun di tahun 1999, kemudian meningkat kembali sampai tahun 2007. Pada tahun 2008 sebesar 73,5% kabupaten/kota terjangkit, sedangkan tahun 2009 tercatat 384 Kabupaten/kota dari 497 Kabupaten/kota yang ada atau sebesar 77,26%.GAMBAR 3.29 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA TERJANGKIT DBD DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

49

Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait dengan penyakit DBD dapat dilihat pada Lampiran 3.26 dan Lampiran 3.27.

b. Diare

Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita Diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare terjadi di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.756 orang, jumlah kematian sebanyak 100 orang atau CFR sebesar 1,74%. CFR tahun 2009 tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 2008 CFR Diare sebesar 2,48%. Kecenderungan CFR Diare pada periode tahun 2005-2009 terdapat pada gambar berikut.GAMBAR 3.30 CASE FATALITY RATE (CFR) DIARE DI INDONESIA TAHUN 2005 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Pada gambar di atas terlihat adanya penurunan CFR yang cukup signifikan pada tahun 2006-2007, dari 2,52% menjadi 1,26%. Angka ini naik menjadi 2,48% pada tahun 2008. Angka ini turun menjadi 1,74% pada tahun 2009. Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya perbaikan penatalaksanaan kasus Diare. Berikut ini disajikan gambaran distribusi provinsi dengan KLB Diare pada tahun 2009.GAMBAR 3.31 KLB DIARE DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

50

Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait Diare dapat dilihat pada Lampiran 3.28.

c.Chikungunya

Chikungunya adalah penyakit infeksi akut yang ditandai gejala utama demam, ruam /bercak-bercak kemerahan di kulit dan nyeri persendian, penyakit disebabkan oleh infeksi virus Chik yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini kerap dijumpai terutama di daerah tropis/subtropis dan sering menimbulkan epidemi. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya penyakit ini antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan. Pada tahun 2008 dilaporkan di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Sumbar dan DI Yogyakarta dengan jumlah 3.592 kasus tanpa kematian. Sedangkan pada tahun 2009 dilaporkan di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur dengan jumlah 83.756 kasus tanpa kematian. Berikut ini disajikan gambaran kasus Chikungunya menurut provinsi pada tahun 2009.GAMBAR 3.32 JUMLAH KASUS CHIKUNGUNYA DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kasus Chikungunya secara signifikan pada tahun 2009 antara lain semakin banyaknya tempat-tempat perindukan nyamuk penular, dan makin meningkatnya arus mobilisasi penduduk. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun-tahun sebelumnya masih banyak daerah-daerah yang belum melaporkan kejadian kasus Chikungunya. Gambaran kasus Chikungunya menurut provinsi terdapat pada Lampiran 3.29.

51

d.Rabies

Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala yang di dalam tubuhnya mengandung virus Rabies. Penyakit dengan CFR tinggi ini terus menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Sampai akhir tahun 2009, daerah tertular rabies adalah 24 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia. Dengan demikian hanya 9 provinsi yaitu: Kep.Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Barat, Papua Barat, dan Papua yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas rabies. Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam memantau upaya pengendalian Rabies, yaitu : GHPR (kasus Gigitan Hewan Penular Rabies), kasus yang divaksinasi dengan Vaksin Anti Rabies (VAR), dan Lyssa. Berikut ini disajikan gambaran GHPR, kasus divaksinasi, dan Lyssa pada tahun 2004-2009.GAMBAR 3.33 JUMLAH KASUS GHPR, VAR DAN LYSSA DI INDONESIA TAHUN 2004-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Selama tahun 2004-2009, nampak adanya kecenderungan peningkatan jumlah kasus GHPR dan kasus VAR. Kasus GHPR pada tahun 2004 dilaporkan sebanyak 14.996 dengan 7.895 kasus divaksinasi dan 109 kasus lyssa. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan kasus GHPR menjadi 45.466 kasus dengan kasus divaksinasi 35.316 dan lyssa sebesar 195 kasus. Pada tahun 2009 provinsi dengan kasus GHPR terbanyak adalah Bali, sedangkan provinsi yang berhasil menekan jumlah lyssa menjadi 0 kasus pada tahun 2009 adalah Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat. Gambaran situasi Rabies di Indonesia menurut provinsi pada tahun 2009 terdapat pada Lampiran 3.30. Berikut ini ditampilkan peta wilayah endemis rabies tahun 2009

52

GAMBAR 3.34 WILAYAH TERTULAR RABIES DI INDONESIA TAHUN 2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Berdasarkan gambar di atas, maka provinsi yang bebas rabies pada tahun 2009 yaitu Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Barat, Papua Barat, dan Papua.e. Filariasis

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang terdiri dari Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di lengan dan organ genital.GAMBAR 3.35 JUMLAH KASUS FILARIASI DI INDONESIA TAHUN 2003-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Sampai tahun 2009 jumlah kasus klinis filariasis yang dilaporkan sebanyak 11.914 yang tersebar di 401 kabupaten/kota. Jumlah kasus klinis filariasis ini merupakan jumlah kumulatif yang dilaporkan dari waktu ke waktu, baik penderita lama yang baru ditemukan maupun penderita baru. Pada tahun 2008, jumlah kasus klinis yang dilaporkan sebanyak 11.699. Informasi lebih rinci terkait penyakit filariasis terdapat pada Lampiran 3.31. 53

f. Antraks

Penyakit Antraks adalah penyakit infeksi yang akut yang disebabkan oleh spora dari bakteri Bacillus anthracis. Spora Bacillus anthracis dapat bertahan hidup di lingkungan selama bertahun-tahun hingga mendapatkan host baru. Umumnya penyakit ini terjadi pada mamalia herbivora baik yang liar maupun peliharaan, meskipun dapat juga menyerang mamalia lain dan beberapa jenis unggas. Manusia dapat tertular Antraks melalui kontak langsung maupun tidak langsung atau mengkonsumsi binatang yang terinfeksi atau produk hewan yang terkontaminasi bakteri/spora Antraks. Selama tahun 2009 telah dilaporkan kasus antraks pada manusia sebanyak 17 kasus 2 orang diantaranya meninggal (CFR 11,76%). Terdapat 2 kasus yang meninggal akibat antraks tipe pencernaan yang bersifat sangat akut. Semua kasus berasal dari Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.g. Pes

Penyakit pes atau bubonic plaque disebabkan oleh infeksi bakteri Pasteurella pestis melalui hewan pengerat liar. Terdapat 4 wilayah yang merupakan wilayah fokus Pes yaitu 1. Provinsi Jawa Timur di Kabupaten Pasuruan, Kecamatan Tutur Nongkojajar 2. Provinsi Jawa Tengah di Kabupaten Boyolali, Kecamatan Selo dan Cepogo, 3. Provinsi DI Yogyakarta di Kabupaten Sleman, Kecamatan Cangkringan 4. Provinsi Jawa Barat di Kabupaten Bandung, Kecamatan Ciwidey. Seluruh daerah tersebut adalah merupakan daerah pegunungan (daerah ketinggian) seperti Kecamatan Tutur Nongkojajar di kaki Gunung Bromo, Kecamatan Selo & Cepogo serta Cangkringan di Kaki Gunung Merapi, Kecamatan Ciwidey di daerah kawah putih Ciwidey. Surveilans aktif dan pasif terhadap rodent dan pinjalnya masih tetap dilakukan secara rutin di empat daerah fokus Pes tersebut untuk mengantisipasi terjadinya KLB Pes yang biasa terjadi setiap 10 tahun. KLB Pes terakhir terjadi pada tahun 2007 di Dusun Sulorowo, Desa Kayukebek, Kecamatan Tutur Nongkojajar Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2009, provinsi yang masih melaporkan kegiatan trapping hanya Jawa Timur, dimana terdapat 40 spesimen manusia dan 3.175 spesimen rodent yang diperiksa di BLK Surabaya dan hasilnya menunjukkan negatif. Berikut ini ditampilkan hasil surveilans aktif dan pasif pes pada manusia selama tahun 2004-2009.

54

GAMBAR 3.36 HASIL SURVEILANS PES PADA MANUSIA DI INDONESIA TAHUN 2004-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Pada gambar di atas nampak terjadi peningkatan jumlah manusia yang diperiksa maupun yang menunjukkan hasil positif pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2008 dan 2009 tidak ditemukan lagi kasus positif pada manusia. Data dan Informasi mengenai penyakit pes terdapat pada Lampiran 3.32.h. Leptospirosis

Leptospirosis ditularkan melalui urin hewan pengerat yang telah terinfeksi bakteri penyebab Leptospirosis. Manusia dapat terinfeksi jika terpapar dengan air, tanah basah yang telah terkontaminasi urin tersebut. Penyakit ini ditandai dengan beberapa gejala seperti flu sampai dengan gangguan serius yang dapat menyebabkan kematian. Kasus Leptospirosis seringkali dilaporkan dari wilayah yang terkena banjir. Pada tahun 2009 terdapat tiga wilayah yang melaporkan adanya kasus leptospirosis yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan kasus Leptospirosis di Jawa Tengah pada bulan Januari sampai dengan April 2009, dimana sedang terjadi bencana banjir di wilayah tersebut. Secara nasional, pada tahun 2009 terdapat 378 kasus dengan 23 kasus meninggal. Berikut ini ditampilkan gambaran jumlah kasus, meninggal dan CFR Leptospirosis selama tahun 2004-2009.GAMBAR 3.37 JUMLAH KASUS, MENINGGAL DAN CFR LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA TAHUN 2004-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

55

Gambar di atas menampilkan adanya peningkatan kasus pada tahun 2007 dengan jumlah kasus 667 dan jumlah meninggal 57. Pada tahun 2007 memang terjadi banjir di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan CFR menunjukkan kecenderungan penurunan pada tahun 2004-2006. Angka kematian ini naik pada tahun 2007 dengan CFR 8,55%. Namun angka ini turun menjadi 6,08 pada tahun 2009. Informasi lebih rinci menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.33.i. Flu Burung

Avian Influenza atau flu burung disebabkan oleh infeksi virus influenza tipe A (H5N1) yang umumnya menginfeksi unggas dan sedikit kemungkinan menginfeksi babi. Penyakit ini bisa menular kepada manusia dan dapat menimbulkan penyakit flu yang berakibat kematian. Kasus Flu Burung di Indonesia pada manusia pertama kali dilaporkan pada bulan Juni tahun 2005. Berikut ini ditampilkan jumlah kasus, kasus meninggal dan CFR Flu Burung tahun 2005-2009.GAMBAR 3.38 JUMLAH KASUS, MENINGGAL DAN CFR FLU BURUNG DI INDONESIA TAHUN 2005-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Jumlah kasus Flu Burung dan jumlah meninggal dilaporkan terbanyak pada tahun 2006. Kecenderungan penurunan terjadi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Sedangkan CFR menunjukkan kecenderungan peningkatan sejak kasus pertama kali ditemukan pada tahun 2005. Pada tahun 2009 dilaporkan kasus sebanyak 21 dengan kasus meninggal sebanyak 19 dan CFR sebesar 90,48%. Angka CFR ini merupakan yang tertinggi selama kurun waktu tahun 2005-2009. Jika dilihat secara kumulatif sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus Flu Burung tertinggi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

56

GAMBAR 3.39 JUMLAH KASUS DAN MENINGGAL AKIBAT FLU BURUNG DI 13 PROVINSI TAHUN 2005-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Berikut ini ditampilkan pemetaan kasus Flu Burung sampai dengan tahun 2009.GAMBAR 3.40 WILAYAH PENYEBARAN KASUS FLU BURUNG DI INDONESIA TAHUN 2005-2009

Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

Pada gambar di atas nampak bahwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, flu burung telah menyebar ke beberapa Provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan. Gambaran situasi Flu Burung menurut provinsi juga dapat dilihat pada Lampiran 3.34.

***

57

Secara umum upaya kesehatan terdiri atas dua unsur utama, yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, kesehatan jiwa, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. Upaya kesehatan perorangan mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Berikut ini diuraikan situasi upaya kesehatan selama beberapa tahun terakhir, khususnya untuk tahun 2009. A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan adalah sebagai berikut ini. 1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang sedang hamil dapat 59

mempengaruhi kesehatan janin dalam kandungannya hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya. Kebijakan tentang kesehatan ibu dan bayi baru lahir secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua jenis fasilitas pelayanan kesehatan, dari posyandu sampai rumah sakit pemerintah maupun fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam upaya pencapaian MDGs dan tujuan pembangunan kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan ibu diprioritaskan yaitu dengan menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 (SKRT). Target Cakupan kesehatan ibu yang harus dicapai pada tahun 2009 masing-masing sebesar 94% untuk Akses Pelayanan Antenatal (cakupan ibu hamil K1), 84% untuk cakupan pelayanan ibu hamil sesuai standar (K4), dan 82% untuk cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Pn). Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000.a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (K1 dan K4)

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Sedangkan tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil antara lain dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat. Pelayanan antenatal yang sesuai standar meliputi timbang berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), skrining status imunisasi tetanus dan memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, test laboratorium (rutin dan khusus), tatalaksana kasus, serta temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta KB pasca persalinan. 60

Pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa distribusi frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan yaitu: minimal 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua, dan 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi. Hasil pencapaian program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan meng