profil kesehatan 2009
TRANSCRIPT
1
B A B I
P E N D A H U L U A N
Penyusunan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009
merupakan hasil dari salah satu mata rantai pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan
di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka menyediakan berbagai data & informasi di
bidang kesehatan. Data dan informasi kesehatan tersebut akan menjadi faktor
pendukung didalam sistem manajemen pembangunan kesehatan, sehingga dalam
perencanaan maupun pelaksanaan berbagai upaya kesehatan akan menjadi berdaya
guna dan berhasil guna sebagaimana dapat kita baca pada penjelasan Pasal 67 ( 2 )
UU No: 23 tahun 1992 tentang kesehatan .
Sistem Informasi kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan
secara keseluruhan. Oleh karena itu penerbitan buku Profil Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat sekarang ini lebih dikaitkan dengan sistem kesehatan yang diarahkan
pada pencapaian Visi Kalimantan Barat Sehat 2010. Artinya, Profil Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini disusun agar dapat menjadi salah satu
sarana untuk menilai pencapaian Pembangunan Kesehatan di Provinsi Kalimantan
Barat dalam rangka mencapai Kalimantan Barat Sehat 2010.
Profil adalah dokumen yang berisi tentang data dan informasi dari sistem
manajemen data/informasi sebuah organisasi, mulai dari pengumpulan, pengolahan,
analisis, penyajian dan penyebar luasan informasi. Untuk fungsi manajemen dan
pengambilan keputusan sebuah organisasi memerlukan dukungan data/informasi.
Dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini
kami menggunakan berbagai sumber data antara lain
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009.
Data dari berbagai sektor/ Instansi terkait, data dari berbagai bidang di
lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.
Walaupun dengan berbagai keterbatasan data dan informasi yang dapat kami
sajikan, akhirnya buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini
dapat diselesaikan. Apa yang kami tampilkan pada buku Profil Kesehatan ini
diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai perubahan maupun
perbaikan pada program pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat khususnya
sektor kesehatan secara menyeluruh. Untuk memenuhi kebutuhan berbagai data dan
informasi guna menunjang manajemen program kesehatan pada semua tingkat
administrasi. Untuk itu segala upaya dan perbaikan terhadap isi buku profil ini telah
kami coba laksanakan baik terhadap kualitas maupun kuantitas dan juga dalam hal
menganalisa data-data yang ada.
Penyusunan Buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini
mengalami keterlambatan jika disesuaikan dengan waktu yang seharusnya dimana
2
bulan Juli sudah harus tersusun, hal ini disebabkan karena adanya keterlambatan
laporan data profil dari Dinas Kesehatan Kabupatan/Kota.
Guna memberikan gambaran yang lebih baik tentang situasi kesehatan di Provinsi
Kalimantan Barat maka buku Profil Kesehatan ini kami susun dengan sistimatika
sebagai berikut :
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Gambaran umum Provinsi
Bab III : Pembangunan Kesehatan Daerah
Bab IV : Pencapaian Pembangunan Kesehatan
Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan
Bab VI : Penutup
Lampiran tabel-tabel
3
BAB II
GAMBARAN UMUM PROVINSI
2.1. Letak Wilayah
Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di
antara garis 2° 08' LU serta 3
° 05' LS serta di antara 108° 0' BT dan 114° 10' BT pada
peta bumi. Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini maka, daerah Kalimantan
Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0° ) tepatnya di atas Kota
Pontianak. Karena pengaruh letak ini pula, maka Kalimantan Barat adalah salah satu
daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi.
Ciri-ciri spesifik lainnya adalah bahwa wilayah Kalimantan Barat termasuk
salah satu Provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu
dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini, maka
daerah Kalimantan Barat kini merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia yang
secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara
asing. Hal ini dapat terjadi karena antara Kalimantan Barat dan Sarawak telah terbuka
jalan darat antar negara Pontianak – Entikong – Kuching (Sarawak, Malaysia)
sepanjang sekitar 400 km dan dapat ditempuh sekitar enam sampai delapan jam
perjalanan.
Batas-batas wilayah selengkapnya bagi daerah Provinsi Kalimantan Barat
adalah :
Utara : Sarawak (Negara Malaysia)
Selatan : Laut Jawa & Provinsi Kalimantan Tengah
Timur : Provinsi Kalimantan Timur
Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata
Sebelah utara Provinsi Kalimantan Barat terdapat empat kabupaten yang
langsung berhadapan dengan negara jiran yaitu; Sambas, Sanggau, Sintang dan Kapuas
Hulu, yang membujur sepanjang Pegunungan Kalingkang – Kapuas Hulu.
2.2. Luas Wilayah
Sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah merupakan daratan
berdataran rendah dengan luas sekitar 146.807 km2 atau 7,53 persen dari luas Indonesia
atau 1,13 kali luas pulau Jawa. Wilayah ini membentang lurus dari Utara ke Selatan
sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur.
Dilihat dari besarnya wilayah, maka Kalimantan Barat termasuk Provinsi
terbesar keempat setelah pertama Irian Jaya (421.891 km2 ), kedua Kalimantan Timur
(202.440 km2 ) dan ketiga Kalimantan Tengah (152.600 km
2).
Dilihat dari luas menurut Kabupaten/Kota, maka yang terbesar adalah
Kabupaten Ketapang (31.588 km2 atau 21,52 persen) kemudian diikuti Kapuas Hulu
4
(29.842 km2 atau 20.33 persen), dan Kabupaten Sintang (21.635 km atau 14,74
persen), sedangkan sisanya tersebar pada 11 (sebelas) kabupaten/kota lainnya.
2.3. Topografi
Secara umum, daratan Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dan
mempunyai ratusan sungai yang aman bila dilayari, sedikit berbukit yang menghampar
dari Barat ke Timur sepanjang “Lembah Kapuas” serta Laut Natuna/Selat Karimata.
Sebagian daerah daratan ini berawa-rawa bercampur gambut dan hutan mangrove.
Wilayah daratan ini diapit oleh dua jajaran pegunungan yaitu, Pegunungan
Kalingkang/Kabupaten Kapuas Hulu di bagian Utara dan Pegunungan Schwaner di
Selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah.
Dilihat dari tekstur tanahnya maka, sebagian besar daerah Kalimantan Barat
terdiri dari jenis tanah PMK (podsolet merah kuning), yang meliputi areal sekitar 10,5
juta hektar atau 17,28 persen dari luas daerah yang 14,7 juta hektar. Berikutnya, tanah
OGH (orgosol, gley dan humus) dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau 10,29
persen yang terhampar di seluruh Kabupaten/Kota, namun sebagian besar terdapat di
kabupaten daerah pantai.
2.3.I k l i m
Faktor yang merupakan ciri umum bagi suatu daerah dataran rendah di daerah
tropis adalah suhu udara yang relatif panas atau tinggi, sedangkan khusus daerah
Kalimantan Barat suhu yang tinggi ini diikuti pula dengan kelembaban udara yang
tinggi. Berdasarkan catatan empiris dari Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak yang
meliputi Stasiun Meteorologi (SM) Supadio, SM Ketapang, SM Paloh, SM Susilo
Sintang, SM Nangapinoh dan Stasiun Klimatologi Siantan, umumnya suhu udara di
daerah Kalbar cukup normal namun bervariasi, yaitu rata-rata sekitar 260C sampai
dengan 270C.
Selama tahun 2009, temperatur udara di Kalimantan Barat maksimum
mencapai 33,20C. yang terjadi di stasiun meteorology Pangsuma Putussibau pada
Bulan Mei 2009. Sedangkan temperatur minimum tercatat 21,90C yang terjadi di
stasiun meteorology Sintang pada Bulan Maret 2009.
Pada umumnya, kecepatan angin di Kalimantan Barat dari beberapa stasiun
meteorologi, sepanjang bulan di tahun 2009, secara rata-rata berkisar antara 02 s/d 06
knot/jam sedangkan maksimum tercatat sebesar 30 knot/jam terjadi di stasiun
metereologi Bandara Supadio pada Bulan Desember 2009.
Pada tahun 2009, rata-rata curah hujan bulanan tertinggi yang terjadi di Stasiun
Metereologi Paloh adalah pada Bulan Desember mencapai 708 mm, terendah pada
Bulan Februari 2009 hanya mencapai 38,4 mm. Sedangkan hasil pemantauan di
Stasiun Meteorologi Paloh ternyata jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada Bulan
5
Desember sebanyak 27 hari dan terendah terjadi pada Bulan Mei yang tercatat
sebanyak 11 hari.
Hasil Pemantauan di Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak menggambarkan
bahwa curah Hujan tertinggi terjadi pada Bulan Oktober 2009, yang mencapai 565,2
mm, sedangkan yang terendah tercatat 101,8 mm yang terjadi pada Bulan Juni 2009.
Demikian juga halnya,dengan beberapa statsiun meteorology lainnya seperti,
Siantan, Bandara Susilo Sintang dan Nanga Pinoh dan Putussibau masing-masing
curah hujan tertinggi mencapai 576,6 mm, 453,9 mm dan 638,6 mm dan 572,4 mm.
Angka terendah masing-masing 38,4 mm, 100,4 mm, 142,8 mm serta 232,1 mm.
2.5. Wilayah Administratif dan Pemerintahan.
Pada tahun 2009 berdasarkan Data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi
Kalimantan Barat terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota yaitu dua belas
kabupaten dan dua kota. Empat belas Kabupaten/kota ini terbagi dalam 173 kecamatan
dengan 1.868 desa/kelurahan. Rincian jumlah kecamatan dan Desa/Kelurahan dapat
terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel : 2.1.
Jumlah Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 2009
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
6
2.6. Kependudukan
Penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2009 diperkirakan berjumlah
sekitar 4,319.142 juta jiwa (angka proyeksi BPS), dimana sekitar 2,137.588 juta jiwa
berjenis kelamin laki-laki dan 2,181.554 juta jiwa adalah perempuan. Luas wilayah
Provinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2 atau lebih besar dari Pulau Jawa,
maka kepadatan penduduk Kalimantan Barat sekitar 29 Jiwa per kilometer persegi.
Tabel : 2.2
Penduduk Menurut Daerah Dan Kepadatan Per Kabupaten/Kota
Tahun 2009
Sumber : BPS
Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata antar wilayah
kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, maupun antar wilayah kawasan pantai
bukan pantai atau perkotaan dan pedesaan. Seperti daerah pesisir yang mencakup
Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten
Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak, dan Kota
Singkawang yang dihuni oleh hampir 50 persen dari total penduduk Kalimantan Barat
dengan kepadatan mencapai 37 jiwa per Km2. Sebaliknya enam kabupaten lain
(bukan pantai) secara rata-rata tingkat kepadatan penduduknya relatif lebih jarang.
Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas wilayah 29.842 km2
atau sekitar 20,33 persen dari
luas wilayah Kalimantan Barat hanya dihuni rata-rata 7 (tujuh) jiwa per kilometer
persegi, sedangkan Kota Pontianak yang luasnya hanya 0,07% (107,80 km2)
dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya, dihuni oleh rata-rata sekitar 4.888 jiwa
per Km2.
7
Komposisi penduduk Kalimantan Barat, dari 4.319.142 jiwa penduduk, 50,51%
atau 2.131.193 jiwa adalah laki-laki dan 49,49% atau 2.137.588 jiwa adalah
perempuan. Berarti rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk adalah sebesar 102.06
artinya dalam setiap 202 penduduk terdapat 100 penduduk perempuan dan 102
penduduk laki-laki.
Gambar : 2.1
Piramida Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009
300,000 200,000 100,000 0 100,000 200,000 300,000
< 1
5 - 9
15 - 19
25 - 29
35 - 39
45 - 49
55 - 59
65 - 69
75+
Sumber : BPS
8
B A B III
PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH
3.1. Visi
Visi merupakan cara pandang jauh kedepan tentang kemana Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat akan diarahkan dan apa yang akan dicapai.
Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang diinginkan,
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat secara terus menerus mengembangkan
peluang dan inovasi agar tetap eksis dan unggul dengan senantiasa mengupayakan
perubahan ke arah perbaikan. Perubahan tersebut harus disusun dalam tahapan yang
terencana, konsisten dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas
kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil (outcomes).
Untuk memenuhi harapan diatas, maka Visi Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat adalah :
Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalimantan Barat Sehat
2013
3.1.1. Penjelasan Makna
Didalam pernyataan Visi tersebut, terdapat kata–kata kunci sebagai berikut :
Masyarakat Kalimantan Barat Sehat 2013 yang diharapkan adalah masyarakat
yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mecegah risiko
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, berpartisipasi aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat, serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu.
Sehat dalam hal ini mengandung arti dalam perspektif luas, tidak sebatas pada kondisi
fisikal yang prima, melainkan juga sehat rohani, mental, intelektual dan sosial.
9
Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalbar mengandung makna bahwa
masyarakat Kalbar mempunyai kemampuan untuk mewujudkan kesehatannya dimana
setiap penduduknya mampu memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya
dengan pembiayaan secara mandiri.
Kemandirian masyarakat untuk hidup sehat juga tidak terlepas dengan keluarga,
yang merupakan unit terkecil dari masyarakat. Di dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat, keluarga merupakan sumber informasi dalam perawatan di rumah dan
pengobatan sendiri. Diharapkan dalam keluarga menunjukkan kemandiriannya dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada anggota keluarganya dan mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu.
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat,
pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa
kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka,
hanya sedikit yang dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat
untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat
menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, salah satu upaya
kesehatan pokok adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3.2. Misi
Pernyataan Misi mengandung pernyataan yang mencerminkan pandangan
organisasi tentang kemampuan dirinya. Pernyataan misi merupakan hal yang sangat
penting untuk mengarahkan kegiatan Dinas Kesehatan untuk lebih eksis dan dapat
mengikuti efek global otonomi daerah.
Misi ditetapkan untuk mengarahkan operasionalisasi Dinas Kesehatan sehingga
terus eksis dan mengikuti perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi, yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misi yang ditetapkan diharapkan seluruh
pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan pihak-pihak yang
10
berkepentingan (stakeholders) mengetahui peran dan program-program serta hasil yang
akan diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dimasa mendatang.
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dalam penetapan misinya, telah
mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi, keinginan dan harapan pelanggan dan
stakeholders, serta permasalahan yang akan dihadapi/ditangani sehubungan dengan
perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Karena itu, misi
yang telah ditetapkan memungkinkan untuk dilakukan perubahan dan penyesuaian
sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan yang signifikan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Dinas Kesehatan dengan memperhatikan
tugas pokok dan fungsi, menetapkan Misi sebagai berikut :
1. Mewujudkan Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang
professional.
2. Membuat Masyarakat Kalimantan Barat Yang Sehat dan Mandiri Di
Bidang Kesehatan serta Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
3. Meningkatkan Upaya Pelayanan Kesehatan, Penyediaan Obat dan
Perbekalan Kesehatan Yang Optimal, Bermutu dan Terjangkau Serta
Meningkatnya Upaya Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan
4. Terbinanya Keluarga Sehat, Mandiri dan Sadar Gizi Yang Ditunjang Oleh
Perilaku Hidup Bersih Sehat
5. Memantapkan Sumber Daya dan Informasi Kesehatan
3.3. Tujuan dan Sasaran
3.3.1. Tujuan
Tujuan merupakan target kualitatif organisasi, sehingga pencapaian target ini
dapat merupakan ukuran kinerja faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi.
Tujuan sifatnya lebih konkrit daripada misi dan mengarah pada suatu titik terang
pencapaian hasil. Dengan adanya pernyataan tujuan, maka akan jelas bagi
organisasi mengenai arah yang akan dituju dalam rangka mempertahankan
eksistensi dimasa datang.
11
Untuk menetapkan tujuan, diperlukan suatu alat bantu berupa metode atau
analisis yang dapat memberikan suatu rujukan teoritis dalam menggambarkan
situasi dan kondisi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Dari
pencermatan lingkungan intern dan ekstern ini akan diperoleh strategi yang akan
menentukan faktor-faktor kunci keberhasilan guna memberikan rambu-rambu
dalam menetapkan tujuan.
Agar dapat mengukur pencapaian tujuan pada suatu periode tertentu diperlukan
adanya indikator kinerja tujuan, yang pada hakekatnya merupakan benefit atau
impacts dari suatu kegiatan. Untuk keperluan ini dibutuhkan adanya Sistem
Pengukuran Kinerja yang berlaku untuk di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat.
Suatu instansi pemerintah dalam menetapkan tujuan harus memperhatikan
kriteria:
1) Cukup jelas
2) Diselaraskan dengan Visi dan Misi
3) Mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman instansi
4) Menggambarkan hasil yang ingin dicapai
5) Mengakomodasi issue strategis yang dihadapi
6) Mencerminkan “Core Area” dimana organisasi berperan.
Dengan demikian, tujuan merupakan penjabaran secara lebih nyata dari
perumusan visi dan misi yang unik dan idealistik.
Adapun tujuan strategis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “Mewujudkan aparatur Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang profesional” adalah Terciptanya
pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat.
2. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “Membuat masyarakat Kalimantan
Barat yang sehat dan mandiri di bidang kesehatan serta Meningkatkan
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan” adalah Tercapainya
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sehat dan bermutu.
3. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “ Meningkatkan upaya Pelayanan
Kesehatan, Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang Optimal,
Bermutu dan Terjangkau serta Meningkatnya upaya Penanggulangan
bencana bidang Kesehatan “ adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu.
b. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan.
12
c. Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu.
d. Meningkatnya penanganan obat & perbekalan kesehatan yang
optimal.
4. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “ Terbinanya Keluarga sehat, mandiri
dan sadar gizi yang ditunjang oleh perilaku hidup bersih sehat ” adalah
Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan
jaringannya, serta peningkatan dukungan manajemen upaya pelayanan
kesehatan.
5. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “ Memantapkan Sumber Daya dan
Informasi Kesehatan ” adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan
dalam rangka meningkatkan profesionalisme.
b. Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan
pengembangan kesehatan.
c. Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan jaminan
kesehatan.
3.3.2. Sasaran Dan Indikator Kinerja Sasaran
Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai
secara nyata dalam jangka waktu tahunan. Sasaran merupakan bagian internal
dalam proses perencanaan strategis Dinas Kesehatan.
Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, menantang namun dapat
dicapai, orientasi pada hasil dan dapat dicapai dalam periode tertentu. Sasaran
Dinas Kesehatan selama 5 (lima) tahun periode 2008– 2013 juga disertai dengan
indikator kinerja sasaran. Indikator kinerja sasaran merupakan ukuran
keberhasilan dari suatu sasaran strategis organisasi yang bersifat kuantitatif atau
kualitatif dan dijadikan patokan/tolok ukur dalam menilai keberhasilan atau
kegagalan penyelenggaraan pemerintahan dalam mencapai visi dan misi
organisasi.
Berdasarkan pengertian tersebut maka Dinas Kesehatan menetapkan sasaran
sebagai berikut :
13
Tujuan Pertama:
“ Terciptanya pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan prima
kepada masyarakat ”, dengan sasaran :
1. Meningkatkan pegawai yang profesional yang didukung oleh
rencana kerja, penganggaran, sarana dan prasarana yang efektif dan
efisien serta memadai, dengan indikator kinerja sasaran
diantaranya:
- Prosentase pejabat struktural yang telah mengikuti diklatpim.
- Prosentase pejabat struktural yang telah memenuhi syarat kompetensi
jabatan.
- Prosentase pegawai fungsional yang telah mengikuti diklat teknis
fungsional sesuai dengan jenjangnya.
- Tingkat ketepatan penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya/
pendidikannya.
- Indeks kepuasan pegawai terhadap pelayanan administrasi
ketatausahaan.
- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan disiplin.
- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan sanksi pelanggaran
disiplin pegawai.
- Indeks kepuasan pegawai terhadap tingkat kesejahteraan (ekonomi)
dikaitkan dengan kebutuhan minimal dilingkungan Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat.
- Indeks kepuasan pegawai terhadap penghargaan dan prestasi kerja.
- Prosentase kegiatan yang telah menyampaikan laporan hasil akhir
kegiatan.
- Prosentase hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan
rencana.
- Prosentase tertatanya administrasi kepegawaian, dengan rincian
indikator sebagai berikut :
Penyelesaian proses kenaikan pangkat
Penyelesaian proses gaji berkala
Penyelesaian proses Cuti PNS
Penyelesaian proses usul pensiun PNS
Penyelesaian proses usul penghargaan satya lencana
a. Dokter PTT
b. Dokter Gigi PTT
c. Bidan PTT
14
Penyelesaian proses selesai masa bakti tenaga kesehatan PTT :
a. Dokter PTT
b. Dokter Gigi PTT
Penilaian tenaga puskesmas teladan
Fasilitasi pelatihan peningkatan keterampilan & kemampuan
PNS
Analisis jabatan
- Berfungsinya sarana dan prasarana gedung.
- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana gedung.
- Berfungsinya sarana dan prasarana mobilitas.
- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana mobilitas.
- Berfungsinya sarana dan prasarana alat kantor dan rumah tangga.
- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana alat kantor dan
rumah tangga.
2. Meningkatkan ketertiban pelayanan perijinan di bidang Kesehatan
sesuai dengan ketentuan, dengan indikator kinerja sasaran
diantaranya:
- Tingkat kesesuaian waktu pelayanan perijinan dengan ketentuan
- Kontribusi PAD dari pelayanan perizinan terhadap PAD Provinsi
Kalimantan Barat.
-
Tujuan Kedua :
“Tercapainya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sehat dan
bermututu”, dengan sasaran :
3. Meningkatkan Kualitas Kesehatan Lingkungan, dengan indikator
kinerja sasaran diantaranya:
- Keluarga yang menggunakan air bersih memenuhi syarat kesehatan
diperkotaan dan pedesaan.
- Keluarga menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
- Sarana air bersih memenuhi syarat kesehatan.
- TTU yang memenuhi syarat kesehatan
- Rumah makan/restoran yang memenuhi Laik Hygiene Sanitasi
- Institusi Yang Sehat
- Dokumen AMDAL yang memenuhi kriteria kajian kesehatan
masyarakat
- Tenaga sanitasi yang pernah mengikuti diklat di bidang kesling
- Dinkes Kab/kota yang memiliki simkesling
15
- Informasi kesling yang tersedia
4. Menurunnya angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat
penyakit menular dan penyakit tidak menular, dengan indikator
kinerja sasaran diantaranya:
- Persentase darah donor di skrining terhadap HIV/AIDS dan Sifilis
- Jumlah klien yang mendapatkan testing HIV lengkap
- Terbentuknya klinik VCT baru
- Jumlah orang yang mendapatkan ARV
- Jumlah Orang dengan profilaksis dan pengobatan ODHA sesuai
standar
- Infeksi menular seksual (IMS) yang ditemukan dan diobati sesuai
standar
- Menurunkan transmisi penularan HIV/AIDS di kelompok resiko
tinggi
- Cakupan UCI desa/kelurahan
- Cakupan imunisasi Anak sekolah (BIAS)
- Cakupan imunisasi BCG
- Cakupan imunisasi DPT/HB1
- Cakupan imunisasi polio 4
- Cakupan imunisasi campak
- AFP rate per 100.000 penduduk < 15 tahun
- Jumlah Kab/kota yang melakukan SKD KLB
- Persentase desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani <24 jam
- Persentase calon jamaah haji mendapatkan pemeriksaan kesehatan
- Persentase Kab/kota melaksanakan SKD KLB pada kondisi matra
- Persentase Kab/kota melaksanakan pengendalian faktor resiko
Penyakit Tidak Menular (PTM)
- Angka Kesakitan DBD (IR)
- Angka kematian akibat DBD, dengan rincian indikator :
Angka Bebas Jentik (ABJ)
Penderita DBD yang ditemukan & di obati sesuai standar
Prosentase Desa/Kel yang melaksanakan PJB (Pemantauan Jentik
Berkala)
- Penderita DSS (Dengue Shock Syndrom) yang ditemukan di RS Pusk
- Angka kesakitan malaria (positif) per 1.000 penduduk
- Angka kematian malaria
- Penderita malaria yang ditemukan dan diobati sesuai standart
- Persentase penemuan penderita baru malaria klinis
- Persentase malaria klinis yang dilakukan pemeriksaan lab
- API (Annual Parasite Incident)
- Penemuan TB baru BTA (+)
- Angka kesembuhan TB baru BTA (+)
- Angka kematian akibat TB paru
16
- Cakupan pengobatan massal Filariasis
- Jumlah kasus klinis filariasis yang ditangani
- Prevalensi kusta per 10.000 penduduk
- Angka kesembuhan kusta (RFT rate)
- Cakupan penemuan penderita kusta baru
- Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan kewaspadaan Pandemi
Influenza
- Prevalensi ibu hamil yang positif malaria
- Prevalensi ibu hamil yang positif TB
- Cakupan penemuan dan tata laksana penderita Pneumonia balita
- Prosentase penemuan dan pengobatan pneumonia balita sesuai
standart
- Prosentase penemuan kasus diare pada balita dan ditangani sesuai
standart
- Angka kematian diare saat KLB
- Prosentase diare yang diberi oralit
- Prosentase penemuan kasus diare di sarkes dan kader
- Prevalensi kecacingan pada anak SD
- Prevalensi kasus kusta pada anak <15 tahun
Tujuan Ketiga :
“Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu”, dengan sasaran :
5. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khusus dengan
dukungan/peran serta masyarakat dan stakeholder terkait, dengan
indikator kinerja sasaran diantaranya:
- Rasio cabut dan tambal gigi pada sarana pelayanan kesehatan
- Pemeriksaan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar
- Pelayanan gangguan jiwa disarana pelayanan kesehatan umum
- Tempat kerja formal menerapkan kesehatan kerja
- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan kerja
- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan indera
- Pelayanan darah yang memenuhi standar transfusi darah
- Akreditasi Laboratorium Klinik
- Akreditasi Laboratorium Kesehatan dan Laboratorium swasta
- Pelayanan Spesialistik penyakit paru
- Puskesmas yang melaksanakan program kesehatan olahraga
masyarakat
- Terbentuknya balai kesehatan kerja dan olah raga masyarakat
6. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan yang efektif dan
efisien, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:
- Tingkat pemanfaatan RS :
17
BOR
LOS
TOI
BTO
- Net Death Rate
- Persentase rujukan ke rumah sakit regionalnya
- Persentase rumah sakit yang telah terakreditasi
Tujuan Keempat :
“Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan”, dengan sasaran :
7. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan yang
tepat dan cepat, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:
- Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat sesuai
standar
- Dinkes Kab/Kota yang melakukan kegiatan pra bencana
Tujuan Kelima :
“Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu“, dengan
sasaran :
8. Meningkatkan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar
dan rujukan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :
- Persentase pemilihan ISO
- Persentase Pemilihan akreditasi
- Persentase Pemilihan terlaksananya kinerja pemerintah
- Persentase puskesmas kota yang melaksanakan program puskesmas
perkotaan
- Persentase tenaga pelayanan kesehatan terlatih
- Persentase pada jangka menengah algoritma klinik
- Persentase pada jangka rendah perkesmas
- Persentase RS terakreditasi
- Persentase RS PONEK
- Persentase RS yang mempergunakan perizinan dan kesehatan RS
- Persentase RS yang mudah untuk pengkalibrasi alat-alat
Tujuan Keenam :
9. Meningkatkan kualitas penanganan obat & perbekkes, alat
kesehatan, obat tradisional, pangan, kosmetik dan PKRT, dengan
indikator kinerja sasaran diantaranya :
- Persentase pengadaan obat esensial
18
- Persentase ketersediaan obat generik
- Persentase penulisan resep obat generik
- Persentase pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian
- Persentase pembinaan pada sarana gudang/instalasi farmasi Kab/kota
- Persentase peredaran alkes & PKRT yang memenuhi syarat
- Persentase upaya penyuluhan P3 NAPZA oleh tenaga kesehatan
- Cakupan pemeriksaan sarana produksi & distribusi produk terapeutik
(obat), obat tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll
- Persentase pembinaan sarana produksi & distribusi produk terapeutik
(obat), obat tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll
- Persentase produksi & distribusi produk obat, obat tradisional, alat
kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll
- Bimbingan teknis terhadap sarana produksi Obat Asli Indonesia
Tujuan Ketujuh:
“ Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan
jaringannya, serta peningkatan dukungan manajemen upaya pelayanan kesehatan”,
dengan sasaran :
10. Meningkatkan upaya kesehatan ibu dan kesehatan anak di tingkat
propinsi dan kabupaten, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :
- Cakupan Kunjungan ibu hamil K4
- Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
- Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan
- Cakupan pelayanan nifas
- Cakupan neonatus dengan kompilkasi yang ditangani
- Cakupan kunjungan bayi
- Cakupan pelayanan anak balita
- Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat
- Cakupan peserta aktif KB
- Persentase balita yang naik berat badannya (N/D)
- Persentase balita Bawah Garis Merah
- Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun
- Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe
- Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi gizi kurang
dari keluarga miskin
- Persentase balita gizi buruk mendapat perawatan sesuai dengan
standar tata laksana gizi buruk
- Persentase bayi yang mendapat ASI-Eksklusif
- Persentase desa dengan garam beryodium baik
- Kecamatan bebas rawan gizi
- Balita gizi buruk mendapat perawatan
19
11. Menumbuhkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat, dengan
indikator kinerja sasaran diantaranya :
- Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat
- Persentase posyandu Aktif
- Desa siaga aktif
- Persentase upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
Tujuan Kedelapan:
“Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan dalam rangka
meningkatkan profesionalisme”, dengan sasaran :
12. Meningkatkan jumlah dan jenis tenaga kesehatan,
menyelenggarakan kegiatan pelatihan seminar dan bentuk-bentuk
kegiatan peningkatan keterampilan tenaga kesehatan, memfasilitasi
kegiatan organisasi profesi dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan kesehatan masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran
diantaranya :
- Peningkatan Jumlah dan Jenis Tenaga kesehatan, terselenggaranya
kegiatan-kegiatan Pelatihan, Seminar dan Kegiatan peningkatan
keterampilan
13. Meningkatkan Kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan
pengelola, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :
- Meningkatkan Kemampuan pengelolaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan
- Meningkatnya persentase Puskesmas yang memiliki Tenaga dokter
- Meningkatnya persentase rumah sakit yang memiliki dokter spesialis
- Meningkatnya jumlah jenis dan kualitas sumber daya kesehatan,
dengan rincian indiaktor sasaran :
Dr. Spesialis
Dr. Umum
Dr. Gigi
Perawat
Bidan
Apoteker
Asisten Apoteker
Kes. Mas
Sanitarian
Gizi
Fisioterapi
Analis Lab
Atem/rotgen
Perawat Anestesi
20
- Meningkatnya pemerataan/distribusi tenaga kesehatan, dengan
rincian indiaktor sasaran :
Ratio dokter per 100.000/pddk
Ratio dokter spesialis per 100.000/pddk
Ratio dokter gigi per 100.000/pddk
Ratio perawat per 100.000/pddk
Ratio Bidan per 100.000/pddk
Ratio apoteker per 100.000/pddk
Ratio asisten apoteker per 100.000/pddk
Ratio kesehatan masyarakat per 100.000/pddk
Ratio tenaga sanitasi per 100.000/pddk
Ratio tenaga gizi per 100.000/pddk
Ratio tenaga fisioterapi per 100.000/pddk
Ratio analis laboratorium per 100.000/pddk
Ratio aterm & rontgen per 100.000/pddk
Ratio perawat anestesi per 100.000/pddk
- Meningkatnya prosentase tenaga strategis pada Dacilgatas
Tujuan Kesembilan:
“ Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan pengembangan kesehatan”,
dengan sasaran :
14. Meningkatkan pelaksanaan dan kesinambungan SIK, sehingga
memperoleh data yang berkualitas, dengan indikator kinerja sasaran
diantaranya :
- Tersusunnya profil kesehatan yang berkualitas, akurat dan tepat
waktu
- Tersedianya data yang berkualitas, akurat dan tepat waktu
- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas di Bidang IT (teknologi
informasi)
- Optimalisasi pemanfaatan Sistem Informasi Kesehatan
15. Meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan
kesehatan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :
- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas untuk penelitian dan
pengembangan kesehatan
- Terlaksananya pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan
- Tersosialisasinya dan termanfaatkannya hasil penelitian dan
pengembangan kesehatan
21
Tujuan Kesepuluh :
“ Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan jaminan kesehatan ”,
dengan sasaran :
16. Meningkatkan pelaksanaan pengembangan sumber daya
pembiayaan dan jaminan kesehatan, dengan indikator kinerja sasaran
diantaranya :
- Tersusunnya dokumen PHA dan DHA agar dapat terlaksana
penyusunan perencanaan dan penganggaran berbasis Health Account
- Peningkatan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan prabayar
- Tercakupnya seluruh masyarakat miskin dalam jaminan kesehatan
22
BAB IV
PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Mengacu kepada sistimatika dari uaraian Visi, Misi Kalimantan Barat Sehat
2013, pada bab ini akan menyajikan gambaran tentang hasil-hasil yang telah dicapai
dalam tahun 2009 di Provinsi Kalimantan Barat.
Uraian pada bab ini meliputi gambaran tentang derajat kesehatan masyarakat, keadaan
lingkungan, keadaan perilaku masyarakat dan keadaan pelayanan kesehatan.
4.1. DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT
Untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat Provinsi Kalimantan Barat
dipergunakan beberapa indikator berdasarkan data-data yang diperoleh dari SDKI,
SUSENAS, RISKESDAS, BPS atau data-data terkait lainnya.
Indikator-indikator yang digunakan antara lain meliputi :
4.1.1. MORTALITAS
4.1.1.1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian
bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu
endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal : adalah kematian bayi
yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh
faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan. Dan eksogen atau kematian post neo-natal :
adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu
tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan
luar.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kalimantan Barat untuk tahun 2009 berdasarkan
data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar
dalam angka tahun 2008) masih mengacu pada AKB tahun 2005 yaitu sebesar 38,41
per 1.000 kelahiran hidup, hal ini disebabkan karena sampai saat ini instansi yang
berwenang belum mengeluarkan angka yang terbaru. Angka tersebut jika dibedakan
antara bayi laki-laki dengan bayi perempuan, 33,34 per 1.000 kelahiran hidup untuk
AKB perempuan dan 43,73 per 1.000 kelahiran hidup untuk AKB laki-laki. Sedang
berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), berturut-turut
AKB di Kalimantan Barat mulai tahun 1994 adalah 97 per 1.000 Kelahiran Hidup,
Tahun 1997 menjadi 70 per 1.000 KH, Tahun 2002 menjadi 47 per 1.000 KH dan
turun menjadi 46 per 1000 kelahiran hidup berdasarkan SDKI Tahun 2007. Jika dilihat
dari kurun waktu 1994 sampai dengan tahun 2007 meskipun terlihat adanya penurunan
jumlah kematian bayi, namun masih di atas rata-rata nasional yaitu 34 per 1.000
23
kelahiran hidup. Adapun target Indonesia pada tahun 2010 adalah menurunkan AKB
sampai 40 per 1.000 kelahiran hidup.
Namun demikian jika merujuk pada data profil kesehatan kabupaten/kota yang
masuk di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, terlihat bahwa kasus kematian
bayi adalah sebesar 351 kasus dimana kelahiran hidupnya berjumlah 83.001 sehingga
dengan demikan jika dihitung angka kematian bayinya hanya sebesar 4,2 per seribu
kalahiran hidup (tabel 6).
Gambar 4.1.
Angka Kematian Bayi Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 1994 s.d 2005
AKB PROP. KALBAR TH 1994 - 2005
34
97
70
47
38.41
57
46
3530
40
50
60
70
80
90
100
110
TH.1994 TH.1997 TH.2002 TH. 2005
AKB KALBAR NASIONAL
PE
RM
IL
Sumber : SDKI 1994; 1997; 2002-2003, 2007 dan Kalbar dlm Angka Th. 2008.
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat
dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk
pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang
lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan
dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal
adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya
program pemberian pil besi (tablet Fe) dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta
Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta
program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program
24
penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5
tahun.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian bayi baru lahir
(neonatus) merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya angka kematian
balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut
nyawanya dalam rentang waktu 0-12 hari pas-cakelahirannya.
4.1.1.2. Angka Kematian Ibu (AKI)
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam
kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan
atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dan
lain-lain (Budi, Utomo. 1985).
Gambar 4.2
Angka Kematian Ibu Prov. Kalbar periode 2003 -2005
Sumber : SDKI 2002-2003; 2007 & Laporan Indikator Data base 2005
(kerjasama BPS dengan UNFPA 2005),Kalbar dalam Angka
Tahun 2008
378.82
306.6
359.12
365.86
365.78
305.07
443.03
409.78
360.46
403.15
307
228
150
475.82
2
Ptk
Skw
Mpm
Sbs
Bky
Ldk
Sgu
Stg
Ktp
KH
Kalbar
Nas 2002
Nas 2007
T 2010
25
Di Provinsi Kalimantan Barat untuk tahun 2009, Angka Kematian Ibu masih
merujuk pada Laporan Indikator Data Base 2005. Dengan asumsi 15% dari kematian
wanita (Famale Death), Angka Kematian Ibu adalah sebesar 403,15 per 100.000
Kelahiran Hidup. Sedang Jika AKI menggunakan asumsi 20% dari kematian wanita
(Female Death), maka AKI di Kalimantan Barat sebesar 566 per 100.000 kelahiran
hidup. Jika dibandingkan dengan angka nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran
pada periode 1998 – 2002, dan 228 pada tahun 2007, maka kematian ibu di Kalimantan
Barat masih jauh lebih tinggi, apalagi jika dikaitkan dengan target nasional yang akan
dicapai pada tahun 2010 yaitu menurunkan angka kematian ibu sampai 150 per
100.000 kelahiran hidup, serta target yang ingin dicapai pada Millenium Development
Goals (MDGs), yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Maka
Kalimantan Barat akan sulit mencapai target tersebut. Untuk itu perlu dilakukan
berbagai upaya, serta koordinasi yang lebih baik antara pemegang program maupun
lintas sektor dalam upaya penurunan AKI di Kalimantan Barat.
Berdasarkan data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009, kasus kematian
ibu maternal adalah sebanyak 106 kasus kematian dengan rincian sebanyak 26 kasus
kematian ibu hamil, 67 kasus kematian ibu pada saat persalinan serta sebanyak 13
kasus kematian ibu nifas. Sehingga jika dihitung angka kematian ibu maternal dengan
jumlah kelahiran hidup sebanyak 83.001, maka kematian ibu maternal di provinsi
Kalimantan Barat adalah sebesar 128 per 100.000 kelahiran hidup (tabel7).
Informasi mengenai tingginya Angka Kematian Ibu bermanfaat untuk
pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan
kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy
safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan,
penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan
keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan
untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan
reproduksi.
4.1.1.3. Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia 0-5
tahun (59 Bulan) selama satu tahun tertentu per 1.000 anak umur yang sama pada
pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi).
AKABA menggambarkan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.
AKABA Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan hasil SDKI berturut-turut mulai
tahun 1994 adalah 93 per 1.000 Balita, turun menjadi 88,2 per 1.000 Balita pada
tahun 1997, turun menjadi 63 per 1.000 Balita pada tahun 2003 dan turun menjadi 59
per 1.000 balita pada tahun 2007. Angka ini masih lebih tinggi dari rata-rata angka
kematian balita secara nasional yaitu 51 per 1.000 Balita. Jika dibandingkan dengan
target yang akan dicapai pada tahun 2010 yaitu sebasar 58 per 1.000 kelahiran hidup,
maka AKABA Kalimantan Barat sudah hampir mancapai target. Namun jika
26
dibandingkan dengan target pada 2015 sesuai dengan MDGs yaitu sebesar 32 per 1.000
kelahiran hidup, maka AKABA Kalimantan Barat masih tinggi. Dengan demikian,
meskipun terjadi penurunan angka kematian balita di provinsi Kalimantan Barat dan
hasil yang dicapai cukup menggembirakan, namun masih perlu ditingkatkan kegiatan
yang menunjang penurunan angka kematian Balita.
Gambar 4.3
Angka Kematian Balita Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 1994 – 2007
88.2
79
63
46
5963
93
4440
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
TH.1994 TH.1997 TH.2002 TH.2007
PE
RM
IL
KALBAR NASIONAL
Sumber : SDKI 1994; 1997; 2002-2003; 2007
4.1.1.4. Umur Harapan Hidup waktu lahir ( Eo ).
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi
pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan umur harapan hidup penduduk dari suatu
negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya
beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu
memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik
sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada
gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia
harapan hidupnya.
27
Angka Umur Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan
meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Umur Harapan Hidup yang
rendah di suatu daerah, harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan dan
program sosial lainnya, termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori
serta program pemberantasan kemiskinan.
Gambar 4.4.
Umur Harapan Hidup Penduduk Kalimantan Barat Tahun 1996 s.d 2005
Umur Harapan Hidup Penduduk Kalimantan Barat
Tahun 1996 s.d 2005
66.87
62.9
64.164.4
66.3
69.7
67.2
66.2
64.4
66.2
60
65
70
75
Sumbert :
KALBAR NASIONAL
TH 1996 TH 1999
Sumber : Kalbar Dalam Angka 2007, 2008, HDR 2007
TH 2005TH 2004
Sumber : HDR 2001 dan HDR 2004, 2006, 2007, Laporan Indikator Database 2005,
Dilihat dari tahun ke tahun, Umur Harapan Hidup di Kalimantan Barat terjadi
peningkatan. Umur Harapan Hidup tahun 2005 berdasarkan Data Kalimantan Barat
dalam Angka tahun 2008 yang dikeluarkan oleh BPS yaitu 68.08 tahun untuk
perempuan dan 65.66 tahun untuk laki-laki. Sehingga jika dirata-ratakan Umur
Harapan hidup di Kalimantan Barat pada tahun 2005 adalah 68.87 tahun. Untuk angka
Umur Harapan Hidup tingkat nasional berdasarkan laporan pengembangan manusia
tahun 2007 (HDR 2007) tercatat bahwa Umur Harapan Hidup penduduk Indonesia
tahun 2005 adalah 69.7 tahun. Dengan demikian, angka Umur Harapan Hidup
penduduk di Kalimantan Barat masih lebih rendah dibanding dengan rata-rata umur
harapan hidup tingkat nasional. Secara berurutan kecenderungan peningkatan umur
harapan hidup di Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 4.4.
28
Meningkatnya Umur Harapan Hidup secara tidak langsung juga memberi
gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat
serta turut berpengaruh terhadap Index Pembangunan Manusia (IPM).
4.1.2. MORBIDITAS
Angka Kesakitan (Morbiditas) pada penduduk Provinsi Kalimantan Barat
didapat dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) dan hasil pengumpulan
data dari Lintas Program dan dari profil kesehatan Kabupaten/ kota.
4.1.2.1. Malaria
Penyakit Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 (tabel 11)
terdapat 122.007 kasus Malaria Klinis dan 33.392 kasus Malaria Positif. Mengacu pada
definisi operasional pada indikator Indonesia Sehat 2010, dimana penderita malaria di
luar Jawa dan Bali adalah kasus dengan gejala klinis (demam tinggi disertai menggigil)
dengan atau tanpa pemeriksaan sediaan darah di laboratorium, maka berdasarkan
definisi operasional tersebut angka kesakitan malaria di Kalimantan Barat adalah 28,25
per 1.000 penduduk. Hal ini berati bahwa dari setiap 1.000 penduduk terdapat sekitar
28 sampai dengan 29 orang yang terjangkit penyakit Malaria. Dibandingkan dengan
tahun 2008 terjadi kenaikan kasus dimana pada tahun 2008 angka kesakitan malaria
adalah 18,87 per.1000 penduduk, sedangkan jika dibandingkan dengan target pada
Indonesia sehat 2010 sebesar 5 per 1.000 penduduk, maka angka kesakitan malaria di
Kalimantan Barat masih tergolong tinggi. Sedang angka kesembuhan kasus yang
dihitung berdasarkan kasus malaria klinis yang diobati adalah sebesar 86,6%,
persentasenya masih lebih rendah dari target yang seharus nya 100% pada tahun 2010.
Terkait Peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) di Jakarta dengan tema Ayo
Berantas Malaria pada bulan April 2008, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (PP&PL) Depkes, dr. I Nyoman Kandun menyatakan bahwa Indonesia
termasuk negara berisiko malaria. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria
klinis, sedangkan tahun 2007 menjadi 1,75 juta kasus. Jumlah penderita positif malaria
(hasil pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman malaria) tahun 2006 sekitar 350
ribu kasus, dan pada tahun 2007 sekitar 311 ribu kasus.
Pada pertemuan Koordinasi Tingkat SR dan SSR Kegiatan Intensifikasi
Pengendalian Malaria Gf ATM Malaria yang diadakan 1-3 Maret 2010, angka
kesakitan malaria di Indonesia yang dilaporkan pada tahun 2009 sebesar 1,143 juta
kasus. Angka kesakitan malaria berdasarkan Annual Paracite Incident (API) di
Indonesia pada tahun 2009 menurun menjadi 1.85 % dibandingkan tahun 2007 sebesar
2.89%.
29
Tingginya angka kesakitan dan kematian malaria disebabkan berbagai faktor
diantaranya adalah perubahan lingkungan, vektor penular, sosial budaya masyarakat,
resistensi obat dan pelayanan kesehatan (http://www.pppl.depkes.go.id)
4.1.2.2. TB Paru
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat
infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan
selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat.
Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini,
bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.
Berdasarkan Hasil rekapitulasi profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009
tercatat TB Paru dengan BTA Positif (+) sebanyak 3.996 kasus dengan angka
kesakitan 92.52 per 100.000 penduduk. Persentase kesembuhan penderita TB Paru
dengan BTA positif di Kalimantan Barat adalah sebesar 85,07, dengan rincian dari
4.266 penderita yang diobati, sebanyak 3.629 penderita dinyatakan sembuh. (tabel 9).
Jika melihat hasil yang dicapai, maka angka kesembuhan penderita TB Paru BTA + di
Kalimantan Barat sudah mencapai target Indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu sebesar
85%.
4.1.2.3. HIV/AIDS
Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukan kenaikan, meskipun
berbagai upaya pencegahan terus dilakukan. Secara kumulatif kasus pengidap HIV dan
AIDS di Indonesia dari tanggal 1 Januari 1987 hingga 31 Maret 2009 terdiri dari HIV
6.668 kasus, AIDS 16.964 kasus, sehingga jumlah keseluruhannya mencapai 23.632
kasus, dengan angka kematian 3.492 jiwa (Komala Sari, 2009).
Menurutnya, “Penyebab meningkatnya HIV dan AIDS lebih banyak
dikarenakan adanya heteroseksual atau bergonta-ganti pasangan, homoseksual, jarum
suntik atau IDU, dan ibu yang sedang hamil yang mengidap HIV dan AIDS yang
mengakibatkan terjadinya penularan terhadap bayi yang dikandungnya,”
Jumlah kasus baru AIDS di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Bila pada 2005 hanya ada 2.638 kasus AIDS baru, tahun 2006 jumlahnya
bertambah menjadi 2.873 kasus, naik lagi menjadi 2.974 pada 2007 dan menjadi
sebanyak 4.969 kasus baru pada 2008.
Pada tahun 2009, di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data
profil kesehatan kabupaten/kota, kasus HIV/AIDS tertinggi ada di Kota Pontianak,
yaitu sebesar 278 kasus, diikuti oleh Kabupaten Pontianak dan Kota Singkawang,
masing-masing sebesar 89 dan 66 kasus. Distribusi kasus HIV/AIDS tahun 2009 dapat
dilihat pada gambar 4.5.
30
Gambar 4.5.
Distribusi Kasus HIV/AIDS Provinsi Kalimantan Barat
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009
0
50
100
150
200
250
300
SBS BKY LDK MPW SGU KTP STG KH SKD MLW KUT KKR KT PTK
SKW
35
013
89
26 2330
24
1 0 0 0
278
66
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009.
Berdasarkan laporan Bidang Bina Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit,
untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat, sejak tahun 1993 sampai dengan bulan
Desember tahun 2009 tercatat sebanyak 2.265 orang dengan HIV/AIDS atau sekitar
0,05% prevalensi penderita HIV/AIDS dengan penduduk berisiko adalah seluruh
jumlah penduduk dikarenakan sulitnya untuk mendata penduduk yang berisiko tinggi
tertular HIV/AIDS (PSK, Supir Truk, Pengguna Narkoba dll). Namun demikian, angka
tersebut hanya angka yang di dapat dari yang melaporkan saja, sedang pada
kenyataannya kemungkinan kasus yang ada akan lebih besar dari angka yang ada, hal
ini disebabkan karena yang terlihat hanya di permukaan saja (yang dilaporkan), sedang
yang tidak terlihat (terlapor) kemungkinan akan jauh lebih besar dari angka yang ada.
Kecenderungan kasus HIV/AIDS di Kalimantan Barat dari tahun 2005 sampai dengan
tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 4.6. berikut.
31
Gambar 4.6.
Kecenderungan kasus HIV/AIDS di Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2005 s.d Tahun 2009.
198
611
1293
1682
2265
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
Ju
mla
h K
as
us
TH 2005 TH 2006 TH 2007 TH 2008 TH 2009
Sumber : Laporan Bidang P2PL Dinkes Prov. Kalbar
Menurut Sasongko, Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks
(5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang
tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfusi darah yang
tercemar. Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia
produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung
meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV.
Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap
HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan
dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester
terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.
4.1.2.4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Kejadian AFP diproyeksikan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan
program Eradikasi Polio (Erapo). Upaya pemantauan terhadap keberhasilan Erapo yaitu
dengan melaksanakan kegiatan ” Surveilans Secara Aktif ” untuk menemukan kasus
AFP sebagai upaya untuk mendeteksi secara dini munculnya virus polio liar yang
mungkin ada di masyarakat untuk segera dilakukan penanggulangannya.
32
Tahun 2009, berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota
tahun 2009 (tabel 9) terdapat 23 kasus AFP atau sebesar 1,87 per 100.000 penduduk
berisiko (usia < 15 Tahun). Dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi penurunan kasus,
dimana pada tahun tersebut jumlah kasus AFP di Kalimantan Barat sebesar 23 kasus
atau 2,11 per 100.000 penduduk berisiko. Dilihat dari kasus AFP, angka AFP
Kalimantan Barat masih diatas angka AFP yang ditargetkan pada tahun 2010 yaitu
sebasar 0,9 per 100.000 anak usia < 15 tahun.
4.1.2.5. DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut
yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri
demam tinggi mendadak dengan manivestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
shock dan kematian. Penyakit DBD ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan mungkin juga Aedes Albopictus.
Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di
ketinggian lebih 1.000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini
diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit DBD dapat menyerang semua golongan
umur. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam
dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam
Berdarah Dengue pada orang dewasa (Faziah, 2004).
Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah endemik untuk penyakit DBD, hal
ini disebabkan karena letak geografis Kalimantan Barat yang sebagian besar
merupakan dataran rendah dan merupakan daerah rawa. Di samping itu, budaya
masyarakat perkotaan di Kalimantan Barat cenderung menyimpan persediaan air pada
tempat-tempat penampungan air di sekitar rumahnya. Hal ini akan menjadi tempat
perindukan nyamuk Aedes Aegypti yang paling disukai.
Di Provinsi Kalimantan Barat dalam tiga tahun terakhir berturut-turut dari tahun
2007 terjadi kenaikan kasus DBD adalah sebagai berikut : Pada tahun 2007 terjadi 808
kasus DBD dengan angka kesakitan 20,24 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2008
terjadi peningkatan kasus menjadi 960 kasus dengan angka kesakitan sebesar 22,59 per
100.000 penduduk dan pada tahun 2009, berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan
kabupaten/kota, terjadi peningkatan kasus DBD yang cukup signifikan yaitu menjadi
sebesar 9.710 kasus DBD dengan angka kesakitan sebesar 225 per 100.000 penduduk
(tabel 10).
Kecenderungan kasus DBD dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar 4.7.
33
Gambar 4.7.
Kecenderungan DBD di Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2005 s.d Tahun 2009
1,210 2,753
808 960
9,710
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
TH 2006 TH 2008 TH 2009TH 2007TH 2005
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
4.1.3. STATUS GIZI
Status gizi masyarakat dapat diukur malalui beberapa indikator, diantaranya
adalah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status Gizi balita, status gizi
wanita usia subur Kurang Energi Konis(KEK).
4.1.3.1. Gizi Buruk
Status Gizi merupakan suatu indikator yang sangat penting untuk menilai
status indikator derajat Kesehatan Masyarakat. Di dalam Indikator Indonesia Sehat
2010, status gizi merupakan salah satu indikator yang menggambarkan derajat
kesehatan masyarakat.
Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat atau kurang gizi secara
sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut
umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut
umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar
disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Gizi buruk
34
yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor. Sementara
itu, pengertian di masyarakat tentang ”Busung Lapar” adalah tidak tepat. Sebutan
”Busung Lapar” yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan
pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan
kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya berdampak pada
kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan ini terjadi pada semua
golongan umur. Tanda-tanda klinis pada ”Busung Lapar” pada umumnya sama dengan
tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor. Anak kurang gizi pada tingkat ringan
dan atau sedang tidak selalu diikuti dengan gejala sakit. Dia seperti anak-anak lain,
masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai
kurus.
Gambar 4.8.
Kasus Gizi Buruk Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
SBS
BKY
LDK
MPW SG
U
KTP
STG
KH
SKD
MLW KU
T
KK
R
KT
PTK
SKW
5720
62 36
146 153
463
79
7
83
6
137
43 17
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
Berdasarkan hasil rekapitulasi kasus gizi buruk yang terdapat dalam profil
kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009, terdapat sebanyak 1.309 kasus gizi buruk dari
207.741 yang ditimbang atau sekitar 0,88% (tabel 16).
Pada gambar 4.8, terlihat bahwa kasus gizi buruk terbanyak di Kabupaten
Sintang yaitu sebanyak 463 kasus (2,8%) dari seluruh balita yang ditimbang yaitu
sebanyak 16.218. Sedang kasus yang terendah adalah di Kayong Utara yaitu sebanyak 6
kasus (0,04%) dari seluruh balita yang ditimbang yaitu sebanyak 15.118. Dari seluruh
balita gizi buruk yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, baru sekitar 63,4% yang
mendapatkan perawatan sesuai prosedur tatalaksana gizi buruk.
35
Berdasarkan laporan Program Gizi Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009,
dilaporkan kasus persentase Balita dengan Kriteria KEP Nyata (Gizi Buruk) sebesar
3,09%, dan Balita dengan kriteria KEP Total (Gizi Buruk + Gizi Kurang) Total
sebesar 20,79%. Pada gambar 4.8 terlihat dari tahun 2005 sampai tahun 2008, ada
kecenderungan penurunan persentase kasus Gizi Buruk maupun KEP Total. Namun
untuk tahun 2009 terlihat adanya peningkatan kasus. Jika dibandingkan dengan target
nasional yang akan dicapai pada tahun 2010, pencapaian di Kalimantan Barat masih
belum mencapai target nasional, yaitu sebesar 15% untuk KEP Total. Kecenderungan
kasus Gizi Buruk maupun KEP Total di Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar
4.9.
Gambar 4.9.
Persentase Kasus KEP Nyata (Gizi Buruk ) dan KEP Total
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2005 s.d Tahun 2009
2.872.51
2.041.13 3.09
19.56 19.82
15.64
12.06
20.79
0
5
10
15
20
25
Gizi Buruk KEP Total
TH 2005 TH 2006 TH 2007 TH 2008 TH 2009
Sumber : Laporan Program Gizi Dinkes Prov. Kalbar Th 2009
4.1.3.2. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas, artinya bayi lahir
cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. "Biasanya hal ini
terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan
36
keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang."
(Pringgardani, SpA).
Berat Badan Lahir Rendah (< 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama
yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan nenonatal. Barker dkk dalam
Hardiansyah dkk (2000) mengungkapkan bahwa BBLR mempunyai dampak yang
kompleks sampai usia dewasa antara lain meningkatkan resiko terkena penyakit
jantung koroner, diabetes mellitus, gangguan metabolik dan kekebalan tubuh serta
katahanan fisik yang resultantenya adalah beban ekonomi individu dan masyarakat.
Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kota
terdapat 2,41% bayi BBLR. Sementara bayi BBLR yang ditangani adalah 94,09%.
4.1.3.3. Kecamatan Bebas Rawan Gizi
Kecamatan yang bebas rawan gizi disuatu wilayah dapat digunakan sebagai
indikator untuk memprediksi kapan akan terjadi kasus gizi buruk atau KLB gizi buruk
di suatu wilayah. Dengan semakin tingginya angka kecamatan bebas rawan gizi disuatu
Kabupaten/Kota, maka kemungkingan akan terjadi kasus gizi buruk di wilayah tersebut
akan semakin kecil.
Gambar 4.10.
Persentase Kecamatan Bebas Rawan Gizi Menurut
Kabupatan/Kota Tahun 2009
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.089.5
29.4
23.1
66.7
100.0
21.4
65.2
0.0
45.5
100.0
66.7
40.0
54.2
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
37
Dari sebelas Kabupaten/Kota yang melaporkan, seluruh Kecamatan di
Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Kayong Utara merupakan kecamatan bebas rawan
gizi (kecamatan bebas rawan gizinya 100%). Kabupaten Sekadau merupakan
kabupaten yang tidak memiliki kecamatan bebas rawan gizi (0%), sehingga perlu
diwaspadai untuk terjadinya KLB kasus gizi kurang maupun gizi buruk (Gambar 4.10)
Di Provinsi Kalimantan Barat jika dilihat dari seluruh Kabupaten/Kota yang
ada, sebesar 54,2% merupakan kecamatan bebas rawan gizi. Persentase ini masih jauh
lebih rendah dari target yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menjangkau Indonesia
sehat 2010 yaitu sebesar 100%.
4.2. KEADAAN LINGKUNGAN
Untuk menggambarkan keadaan lingkungan di Provinsi Kalimantan Barat,
berikut ini disajikan indikator-indikator persentase rumah sehat, tempat-tempat
umum sehat, serta sarana sanitasi dasar seperti air bersih, pembuangan air limbah dan
kepemilikan jamban.
4.2.1. Rumah Sehat
Rumah sehat dinilai dengan menggunakan indikator komposit 8 – 10 indikator
tunggal PHBS yaitu : Pertolongan Persalinan nakes, Aktif secara fisik, Jamban sehat,
lantai rumah bukan tanah, ASI eksklusif, Konsumsi sayur dan Buah, Akses air bersih,
Tidak merokok, JPK dan Luas hunian > 9 m2 per orang (Depkes RI, 2005). Suatu
rumah tangga dikatakan sehat jika memenuhi semua indkator PHBS (8-10 indikator).
Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009 (Tabel 47),
didapatkan dari 335.337 Rumah Tangga yang diperiksa, 174.580 rumah tangga
diantaranya merupakan rumah tangga sehat (52,06%). Jika dibandingkan dengan tahun
2008 dimana rumah tangga sehat yang terlaporkan sebesar 47,96%, maka terjadi
peningkatan rumah sehat di Kalimantan Barat tahun 2009.
4.2.2. Jamban Keluarga
Rumah tangga yang tidak menggunakan/mempunyai jamban yang baik, lebih
mudah terkena penyakit seperti disentri, diare dan tipus. Laporan SDKI 2002-2003
menyatakan bahwa rumah tangga yang mempunyai jamban sendiri hanya sebesar 86%
di daerah perkotaan dan 52% di daerah pedesaan.
Di Kalimantan Barat pada tahun 2009 berdasarkan hasil rekapitulasi data profil
kesehatan Kabupaten/Kota, dari 443.228 rumah tangga yang diperiksa, ada sebesar
283.293 (63,9%) rumah tangga yang memiliki Jamban, dan 41,6% yang memiliki
jamban dengan kriteria sehat.
38
4.2.3. Tempat-Tempat Umum Sehat
Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM)
merupakan suatu sarana yang dikunjungi oleh banyak orang sehingga
dikhawatirkan dapat menjadi sumber penyebaran penyakit. Yang termasuk TUPM
antara lain adalah hotel, restoran, pasar dan lain-lain. Adapun TUPM yang dapat
dikategorikan sehat adalah TUPM yang memiliki sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi yang baik serta luas
yang sesuai dengan banyaknya pengunjung.
Pada Tahun 2009, di Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data profil
kesehatan Kabupaten/Kota, dari keseluruhan tempat-tempat umum yang diperiksa
sebanyak 6.971 tempat-tempat umum, sebesar 5.497 (64,15%) diantaranya merupakan
tempat-tempat umum yang telah dinyatakan sehat.
4.2.4. Akses Air Minum
Pada gambar 4.11, terlihat bahwaa sumber air minum yang digunakan di rumah
tangga dibedakan menurut air kemasan, ledeng, sumur gali, sumur pompa dan
penampungan air hujan. Dari data yang ada, sebagian besar rumah tangga di Provinsi
Kalimantan Barat masih didominasi dengan keluarga yang memanfaatkan air hujan
maupun ledeng sebagai sumber air minumnya. Pada tahun 2009 dari 375.515
keluarga yang diperiksa, 23% diantaranya memanfaatkan air ledeng. Sebesar
41,3% menggunakan air hujan, 16,4% sumur galian dan yang paling kecil adalah
keluarga yang menggunakan air kemasan yaitu sebesar 0,5%.
Gambar 4.11.
Persentase penggunaan Air Bersih
Menurut Kabupatan/Kota Tahun 2009
23.0
0.8
16.4
41.3
0.5 18.0
LEDENG SPT SGL PAH KEMASAN LAINNYA
Sumber : profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
39
Apabila ditinjau dari segi kepemilikan sarana, maka seluruh masyarakat
yang ada di Provinsi Kalimantan Barat dapat dikatakan telah memiliki sarana air bersih
yang memadai. Akan tetapi dari segi kualitas air, masih belum dapat dipastikan
apakah masyarakat telah mengkonsumsi air yang memenuhi standar kesehatan. Hal
ini disebabkan oleh karena wilayah Kalimantan Barat meskipun banyak sumber air,
tetapi sumber air tersebut belum dapat diolah maksimal sebagai air bersih, apalagi jika
musim kemarau tiba, dimana dengan adanya interupsi air laut ke Sungai Kapuas,
menyebabkan air menjadi asin, sehingga air bersih yang didistribusikan ke masayarakat
oleh PDAM pun menjadi payau, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Hal lainnya
adalah masih banyaknya masyarakat memanfaatkan air hujan sebagi sumber air bersih.
Hal tersebut kemungkinan pula berdampak terhadap derajat kesehatan masayarakat,
oleh karenanya perlu diuji kelayakan kualitas airnya untuk dikonsumsi.
4.3. PERILAKU MASYARAKAT
Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam
menentukan derajat kesehatan adalah perilaku. Perilaku dianggap penting karena
ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan maupun
genetika kesemuanya masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Selain itu, banyak
penyakit yang muncul pada saat ini disebabkan karena perilaku yang tidak sehat.
Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan akan tetapi mutlak diperlukan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
4.3.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Rumah Tangga Berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah satu
pilar Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Diantara salah satu sub sistem dalam SKN adalah sub sistem pemberdayaan
masyarakat. Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah terselenggaranya upaya
pelayanan, advokasi dan pengawasan sosial oleh perorangan, kelompok, dan
masyarakat dibidang kesehatan secara efesien dan efektif guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pemberdayaan perorangan mempunyai
target minimal mempraktekan perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) yang diteladani
oleh keluarga dan masyarakat sekitar dan target maksimal berperan aktif sebagai kader
kesehatan dalam menggerakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Dari hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009 pada
Tabel 45, menunjukan bahwa di Kalimantan Barat dari 98.877 rumah tangga yang
dipantau, sebesar 44.211 (44,71%) merupakan Rumah Tangga ber Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Persentase PHBS tahun 2009 mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan persentase PHBS pada tahun 2008 sebesar 40,19%. Namun jika
dibandingkan dengan terget Indonesia Sehat yang diharapkan dicapai pada tahun 2010
yaitu sebesar 80%, maka angka Kalimantan Barat masih tertinggal cukup besar.
40
4.3.2. Posyandu
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai
upaya dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di masyarakat telah lama
dilakukan dalam bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM).
Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang telah lama di kembangkan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pencapaian persentase posyandu
aktif di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Pada Gambar 4.12, sebagian besar Posyandu di Kabupaten/Kota masih dibawah
target nasional yang akan dicapai pada tahun 2010 yaitu sebesar 45%. Pada tahun
2009, Kabupaten Sambas merupakan satu-satunya kabupaten yang pencapaian
posyandu aktifnya sudah melebihi target nasional yaitu sebesar 44,1%, sedangkan
kabupaten yang paling rendah persentase posyandu aktifnya adalah Kabupaten Kubu
Raya dimana Posyandu aktifnya baru berkisar 2% disusul dengan Kabupaten Kayong
Utara sebesar 2,8%.
Gambar 4.12.
Persentase Posyandu Aktif (Purnama + Mandiri )
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0 44.1
20.4
9.4
5.0
17.0
12.6
39.5
27.2
10.2
17.3
2.82.0
30.2
14.5
20.4
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
Target nasional yang akan dicapai pada tahun 2010 untuk Posyandu aktif
(Purnama + mandiri) adalah sebesar 40%. Pada tabel 46 lampiran Profil Kesehatan,
terlihat bahwa pencapaian Kalimantan Barat untuk peningkatan posyandu aktif pada
41
pada tahun 2009 sebesar 20,45, tahun 2008 baru berkisar 22,0%, dan pada tahun 2007
sebesar 25,25%. Hal ini berarti dalam kurun tiga tahun terkahir, terjadi penurunan
tingkat pencapaian Posyandu aktif di Provinsi Kalimantan Barat. Kecenderungan
persentase posyandu aktif di Provinsi Kalimantan Barat terlihat pada gambar 4.13.
Gambar 4.13
Persentase Posyandu Aktif Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2007 s.d Tahun 2009
25.222.0
20.45
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
TH 2009TH 2008TH 2007
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaaten/Kota Tahun 2009
4.4. PELAYANAN KESEHATAN
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat telah
dilakukan. Dibawah ini diuraikan beberapa hal mengenai upaya pelayanan kesehatan
pada Tahun 2009.
4.4.1. Pelayanan Antenatal (K1-K4)
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
profesional (dokter, bidan maupun perawat) kepada ibu hamil dimasa kehamilannya
dengan mengikuti program pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat
pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil kegiatan antenatal dapat dilihat
berdasarkan cakupan pelayanan K1 dan K4.
Cakupan K1 atau disebut juga akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan
besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama/ kontak pertama
42
dengan tenaga kesehatan/ fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan
antenatal. Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan
antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Sedangkan
cakupan K4 adalah besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan antenatal
sesuai standar minimal empat kali kunjungan selama masa kehamilannya dengan
distribusi satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua
kali pada trimester ketiga. Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan
tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah dan untuk menggambarkan
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Kecenderungan
pencapaian cakupan K1 dan K4 di Provinsi Kalimantan Barat dari tahun ke tahun
dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Persentase K4 Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2009 berdasarkan data
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 82,65%, terjadi kenaikan cakupan sebesar
1,22% dari tahun 2008. Namu demikian, jika dibandingkan dengan target cakupan K4
berdasarkan Permenkes RI Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Kesehatan
adalah sebesar 95%, cakupan K4 di Kalimantan Barat masih lebih rendah..
Gambar 4.14.
Cakupan K-1 dan K-4 Prov. Kalbar Tahun 2005 s.d 2009
87.11%87.65%
88.19%
89.82% 90.84%
79.84%
83.49%
82.24%
81.43% 82.65%
74.00%
76.00%
78.00%
80.00%
82.00%
84.00%
86.00%
88.00%
90.00%
92.00%
TH. 2005 TH. 2006 TH. 2007 TH. 2008 TH. 2009
K1 k4
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
Pda gambar 4.14 terlihat bahwa dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun
selalu terjadi kesenjangan cakupan K1 dan K4. Berturut-turt kesenjangan K1 dan
K4 mulai tahun 2005 adalah sebagai berikut : Pada tahun 2005 kesenjangannya
43
adalah 7,27%, menurun menjadi 4,16% pada tahun 2006, meningkat pada tahun 2007
menjadi 5,95%, meningkat kembali pada tahun 2008 menjadi 8,39%, kemudian pada
tahun 2009 terjadi penurunan selisih K1 dengan K4 menjadi 8,19. Hal ini berarti
meskipun kecil, ditahun 2009 telah menunjukan adanya peningkatan perlindungan
terhadap ibu hamil dibadingkaan dengan tahun sebelumnya. Dikemudian hari perlu
tetap dilakukan upaya yang lebih optimal agar kesenjangan yang terjadi antara cakupan
K1 dengan K4 menjadi semakin kecil yang berarti bahwa perlindungan terhadap ibu
hamil semakin meningkat.
4.4.2. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu dari enam
indikator pemantauan program KIA. Dengan indikator ini dapat diperkirakan
proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan sekaligus
menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam menangani persalinan
secara profesional.
Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar
terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini dapat disebabkan persalinan yang tidak
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai potensi kebidanan. Adapun definsi
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan adalah Ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
Gambar 4.15.
Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Prov. Kalbar
Tahun 2006 s.d Tahun 2009
60.00%
62.00%
64.00%
66.00%
68.00%
70.00%
72.00%
74.00%
76.00%
TH.2006TH.2007
TH.2008TH.2009
69.24%
73.72%75.61%
74.45%
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
44
Pada gambar 4.15 terlihat bahwa cakupan pertolongan persalinan di Provinsi
Kalimantan Barat dari 2006 sampai tahun 2008 mengalami kenaikan namun untuk
tahun 2009 kembali terjadi penurunan cakupan. Pada tahun 2006, cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 69,24%, tahun 2007 meningkat menjadi
73,72% dan pada tahun 2008 meningkat kembali menjadi 75,61%. Tetapi pada tahun
2009, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan menurun menjadi 75,45%. Hal ini
berarti masih sekitar 24,55% persalinan ditolong oleh tenaga yang bukan kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, kiranya masih bisa ditekan kasus kematian ibu bersalin jika
cakupaan persalinan oleh tenaga kesehatan ditingkatkan. jika dibandingkan dengan
target pada tahun 2010 dan SPM Bidang kesehatan, yaitu sebesar 90%, maka
pencapaian cakupan pertologan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kalimantan Barat
masih dibawah target dan perlu diupayakan untuk meningkatkan cakupan di tahun
2009, sehingga target 2010 dapat tercapai.
4.4.3. Kunjungan Bayi
Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi yang memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki
kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali disatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
melindungi bayi sehingga kesehatannya terjamin melalui penyediaan pelayanan
kesehatan.
Gambar 4.16
Cakupan Kunjungan Bayi
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
78.02
44.42
83.09 77.09
93.18
58.61
20.39
75.73
48.33 51.72
75.41
66.80
97.04
76.79 69.76
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
45
Berdasarkan Permenkes No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang standar
pelayanan kesehatan Bidang Kesehatan, ditetapkan target Cakupan Kunjungan Bayi
pada tahun 2010 adalah sebesar 90%.
Pada gambar 4.16 terlihat dari 14 Kabupaten Kota yang ada di Kalimantan
Barat baru Kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau yang angka cakupan Kunjungan
Bayi telah mencapai target SPM, sedangkan sisanya masih dibawah target SPM.
Bahkan untuk Kabupaten Sintang masih jauh dari target yang ditetapkan. Untuk
Kalimantan Barat rekapitulasi dari Kabupaten/Kota, angka cakupan kunjungan bayi
sebesar 69,76%, berarti masih kurang sekitar 30,24% dari target SPM.
4.4.4. Pelayanan KB
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan data profil kesehatan
kabupaten/kota tahun 2009 (tabel 19) sebesar 719.437 dengan jumlah peserta KB aktif
sebesar 497.374 (69,13%) dan peserta KB Baru sebesar 126.892 (17,64%). Adapun
untuk penggunaan alat kontrasepsi oleh peserta KB aktif secara rinci ditunjukan pada
Gambar 4.16.
Gambar 4.17.
Persentase Penggunaan Alat Kontrasepsi Peserta KB Aktif
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009
3.6 1.4 5.0
47.4
39.2 3.37
0.09
IUD MOP/ MOW IMP LANT SUN TIK
PIL KONDOM LAINNYA
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
Gambar 4.17. menunjukan bahwa pada tahun 2009 di Kalimantan Barat,
penggunaan suntik sebagai alat untuk menunda kehamilan paling banyak dipilih oleh
Pasangan usia Subur (PUS) yaitu sebanyak 47,4%, kemudian diikuti oleh penggunaan
pil sebanyak 39,2%. Sedang penggunaan MOP/MOW merupakan alat kontrasepsi
46
yang paling sedikit diminati oleh PUS untuk menunda kehamilannya yaitu sebesar
1,4%.
4.4.5. Pelayanan Imunisasi
Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan suatu
gambaran terhadap cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan imunisasi secara
lengkap dengan ditunjukan pada cakupan imunisasi campak. Bila cakupan UCI
dikaitkan dengan batasan wilayah tertentu (desa), hal ini berarti dalam wilayah tersebut
dapat diprediksi tingkat kekebalan masyarakat terhadap penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.
Pada tabel 22 lampiran Profil Kesehatan tahun 2009, Provinsi Kalimantan Barat
telah mencapai desa/kelurahan UCI sebasar 61,78%. Kabupaten dengan persentase
pencapaian desa/kelurahan UCI terbesar adalah Kabupaten Sambas yang mencapai
85,87%, sedangkan persentase pencapaian desa/kelurahan UCI terendah adalah Kota
Pontianak yaitu sebesar 20,69%.
Gambar 4.18.
Cakupan Imunisasi DPT-1 dan Campak Prov. Kalbar
Tahun 2005 s.d Tahun 2009
TH.2005 TH.2006 TH.2007 TH.2008 TH.2009
DPT1 + HB1 96.90% 89.10% 86.20% 91.29% 93.60%
CAMPAK 91.50% 92.30% 77.50% 84.90% 86.30%
DO 8.08% 7.18% 10.10% 7.05% 7.80%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
47
Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan
Imunisasi Campak yang dilakukan melalui pelayanan rutin Posyandu dan fasilitas
pelayanan kesehatan dasar lainnya. Berdasarkan pengolahan data profil kesehatan
kabupaten/kota tahun 2009, menunjukan bahwa cakupan imunisasi DPT + HB1
maupun campak mengalami peningkatan dari tahun 2008. Pada tahun 2008, cakupan
imunisasi DPT + HB1 sebesar 91.29% dan tahun 2009 sebesar 93,60%. Sedang
imuniasi campak pada tahun 2008 sebesar 84,90% dan tahun 2009 sebesar 86,30%..
Dari tabel tersebut juga terlihat masih adanya droup out (DO) sebesar 7,80% pada
tahun 2009.
4.4.6. Pemberian Kapsul Vit A
Hasil pengolahan data dari profil kesehatan kabupaten/kota Provinsi
Kalimantan Barat pada tahun 2008 menunjukan bahwa cakupan pemberian kapsul
vitamin A 2 kali pada balita sebesar 72,9% (Tabel 24 lampiran profil kesehatan ).
Target pencapaian untuk Tahun 2010 sebesar 90%.
Gambar 4.19.
Cakupan Balita Mendapatkan Vitamin A 2 kali/Th
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009
73.63
98.32
72.69
100.00
63.66
70.34
38.32
68.23
104.42
83.90
36.20
63.80
108.02
83.00
72.90
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
48
4.4.7. Pemberian Tablet Besi
Cakupan pemberian tablet Fe pada bumil dalam empat tahun terakhir cenderung
terjaadi peningkatan. Gambar 4.20 menunjukan bahwa pencapaian cakupan pemberian
tablet Fe3 di Provinsi Kalimantana Barat pada tahun 2009 adalah 75,6. Jika
dibandingkan dengan target yang akan dicapai pada tahun 2010 berdasarkan Indikator
Indonesia Sehat 2010 sebesar 80%, maka cakupan pemberian tablet Fe3 Provinsi
Kalimantan Barat masih lebih rendah sekitar 4,4% dari target yang akan dicapai.
Gambar 4.20.
Cakupan Pemberian Tablet Fe3
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009
50.00
55.00
60.00
65.00
70.00
75.00
80.00
72.68
72.8
77.8
75.6
TH 2006
TH 2008TH 2007
TH 2009
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
49
BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokan dalam sajian
data dan informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan serta alokasi
anggaran kesehatan.
5.1. SARANA KESEHATAN
5.1.1. Tenaga Kesehatan
Dalam pembangunan kesehatan, faktor penggerak utamanya adalah sumber
daya manusia. SDM kesehatan yang berkualitas menentukan keberhasilan dari
seluruh proses pembangunan tersebut.
Informasi tenaga kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan tenaga
serta pengelolaan pegawai. Kesulitan memperoleh data ketenagaan yang mutakhir
disebabkan antara lain oleh sifat dari data ketenagaan yang selalu berubah dengan
cepat dan terus menerus dari waktu ke waktu.
Tabel 5.1.
Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan dan Ratio Tenaga Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
50
Pada tahun 2009 jumlah tenaga kesehatan di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi
Kalimantan Barat adalah 9.727 orang dengan ratio tenaga kesehatan untuk masyarakat
per 100.000 penduduk adalah 444 orang tenaga kesehatan, atau 1 orang tenaga
kesehatan melayani 225 penduduk. Adapun rincian ratio tenaga kesehatan dengan
jumlah penduduk dan standar ratio tenaga kesehatan sesuai target pada Indikator
Indonesia sehat 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Dari Tabel 5.1, dapat dijelaskan bahwa untuk dokter spesialis, 1 orang dokter
spesialis menangani 29.994 penduduk, sedang menurut standar pada tahun 2010,
diharapkan 1 orang dokter spesialis menangani sekitar 16.667 penduduk, atau dengan
perbandingan 6 dokter spesialis menangani 100.000 penduduk. Sehingga Dilihat dari
ratio yang dicapai, maka ada kekurangan ratio Dokter spesialis per 100.000 penduduk.
Karena pada tahun 2009 jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat sebesar
4.319.142, maka kebutuhan dokter spesialis di Kalimantan Barat sesuai stándar adalah
259 dokter spesialis, sehingga kekuranganya adalah 115 dokter spesialis.
5.1.2. Sarana Pelayanan Kesehatan
Selain ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah dan kualifikasi
yang cukup, diperlukan juga dukungan sarana dan prasarana yang memadai agar
pelaksanaan pembangunan kesehatan dapat berjalan dengan baik.
Tabel 5.2.
Distribusi Sarana Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2009
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
51
Tahun 2009 jumlah pelayanan kesehatan masyarakat di Provinsi Kalimantan
Barat terdiri dari 230 puskesmas, 826 puskesmas pembantu, 313 Puskesmas Keliling,
34 Rumah sakit dan 4.123 Posyandu. Pada tabel 5.2 terlihat bahwa jika dibandingan
dengan jumlah kecamatan maka rata-rata setiap kecamatan di Propinsi Kalimantan
Barat terdapat 1 sampai dengan 2 Puskesmas, dengan jangkauan pelayanan per
Puskesmas rata-rata melayani 18.778 penduduk. Kota Singkawang merupakan
merupakan wilayah yang paling banyak tingkat jangkan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yaitu dengan perbandingan rata-rata 1 Puskesmas melayani 35.540
penduduk. Adapun jangkauan puskesmas terhadap pelayanan penduduk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3.
Ratio Puskesmas per Kecamatan dan
Jangkauan PelayananPuskesmas terhadap Jumlah Penduduk
Menurut Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2009
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009
Berdasarkan tabel 5.3. Penyebaran puskesmas terbanyak pada Kota Pontianak,
yaitu ratio Puskesmas terhadap Kecamatan sebesar 3,8, ini berarti bahwa di Kota
Piontianak rata-rata di setiap kecamatan terdapat 4 Puskesmas, disusul dengan
Kabupaten Kubu Raya dimana ratio Puskesmas terhadap Kecamatan sebesar 1,9
berarti rata-rata di setiap kecamatan memilki 2 Puskesmas.
52
5.1.3. Pembiayaan Kesehatan
Pada tahun 2009 berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan
Kabupaten/Kota Tahun 2009, total jumlah anggaran pembangunan kesehatan di
Provinsi Kalimantan Barat (tidak termasuk anggaran kesehatan provinsi) yang
bersumber dari APBN, PHLN dan APBD serta sumber pemerintah lain sebesar Rp.
554.408.460.573 Sehingga dengan jumlah penduduk sebesar 4,319.142 jiwa, maka
anggaran kesehatan perkapita penduduk di Kalimantan Barat pada tahun 2009 adalah
sebesar Rp. 128.360,79,-.
Berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota (tidak termasuk
kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Sekadau dan Melawi), total anggaran
APBD Kesehatan Kabupaten Kota adalah sebasar Rp. 400.375.006.305,- dengan total
anggaran APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp. 4.898.072.492.688,-. Sehingga
persentase anggaran APBD kesehatan Kabupaten/Kota terhadap APBD
Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat adalah 6,02%.
APBD Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar Rp.
168.893.066.000,- dan anggaran APBD Provinsi Kalimantan Barat secara keseluruhan
adalah sebesar Rp. 1.456.670.549.871,-. Berdasarkan angka tersebut, maka persentase
anggaran APBD kesehatan untuk tingkat Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar
9,19%.
53
BAB VI
PENUTUP
Data dan Informasi merupakan sumber daya strategis bagi pimpinan dan
organisasi dalam pelaksanaan manajemen, maka penyediaan data dan informasi yang
berkualitas sangat diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan
juga sebagai alat monitoring dan evaluasi berjalannya kegiatan sehingga menjadi lebih
efesien dan efektif. Data dalam pembuatan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
ini diperoleh melalui penyelenggaraan sistem informasi kesehatan berdasarkan profil
maupun draf data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota dan data dari masing-masing
pemegang program.
Penyusunan profil kesehatan sebagai salah satu instrumen dalam
Sistem Informasi Kesehatan Daerah disadari maupun tidak, memegang
peranan penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pembangunan. Hal ini
karena data dan informasi merupakan sumber daya strategis bagi organisasi
maupun individu dalam menjalankan sistem manajemen yaitu dalam proses
perencanaan sampai pengambilan keputusan. Keputusan yang baik dapat dihasilkan
apabila ditunjang dengan data yang akurat dan validitasnya tidak diragukan.
Namun sangat disadari, sistem informasi kesehatan yang ada saat ini belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan sehingga tidak dapat memenuhi data dan
informasi yang dibutuhkan, apalagi dalam era desentralisasi pengumpulan data menjadi
relatif lebih sulit didapatkan dari Kabupaten/Kota yang berimplikasi terhadap
ketepatan, kelengkapan maupun keakuratan data yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan
data dan informasi yang disajikan pada profil kesehatan provinsi saat ini belum sesuai
dengan harapan.
Kedepan, berangkat dari permasalahan yang dihadapi dari penyusunan Profil
Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2009 ini, diharapkan kesadaran dan
peran serta aktif dari semua pihak untuk membenahi sistem manajemen data agar
kinerja dari masing-masing bidang dapat lebih terukur dan memberikan gambaran yang
lebih rinci dari pencapaian masing-masing program serta kontribusinya bagi
pencapaian visi dan misi pembangunan kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.
Namun demikian, diharapkan Profil Kesehatan Provinsi dapat memberikan
gambaran secara garis besar tentang seberapa jauh keadaan kesehatan masyarakat yang
telah dicapai.
Walaupun profil kesehatan propinsi sering kali belum mendapatkan apresiasi
yang memadai, karena belum dapat menyajikan data dan informasi yang sesuai dengan
harapan, namun profil ini merupakan salah satu publikasi data dan informasi yang
meliputi data pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Indikator Indonesia
sehat 2010. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas Profil Kesehatan
54
Provinsi Kalimantan Barat, perlu dicari terobosan dalam mekanisme pengumpulan data
dan informasi secara cepat agar dapat dihasilkan informasi yang cepat, lengkap dan
akurat, khususnya data dan informasi yang bersumber dari Kabupaten/Kota.
Demikianlah Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini
disusun, kiranya dapat bermanfaat untuk semua pihak yang memerlukannya, terutama
jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan Lintas Sektor terkait.
.
Pontianak, September 2010