profil kesehatan 2010

61
1 B A B I P E N D A H U L U A N Penyusunan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 merupakan hasil dari salah satu mata rantai pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka menyediakan berbagai data & informasi di bidang kesehatan. Data dan informasi kesehatan tersebut akan menjadi faktor pendukung didalam sistem manajemen pembangunan kesehatan, dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan berbagai upaya kesehatan akan menjadi berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana termaktub dalam Rencana Strategis (Renstra) dinas kesehatan provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008 2013. Sistem Informasi kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu penerbitan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat sekarang ini lebih dikaitkan dengan sistem kesehatan yang diarahkan pada pencapaian Visi Kalimantan Barat Sehat 201 3 yakni ” mewujudkan masyarakat kalimantan barat yang beriman, sehat, cerdas, aman, berbudaya dan sejahtera. Artinya, Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 ini disusun agar dapat menjadi salah satu sarana untuk menilai pencapaian Pembangunan Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka mencapai Visi tersebut. Profil adalah dokumen yang berisi tentang data dan informasi dari sistem manajemen data/informasi sebuah organisasi, mulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian dan penyebar luasan informasi. Untuk fungsi manajemen dan pengambilan keputusan sebuah organisasi memerlukan dukungan data/informasi. Dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 ini kami menggunakan berbagai sumber data antara lain Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010. Data dari berbagai sektor/ Instansi terkait, data dari berbagai bidang di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Walaupun dengan berbagai keterbatasan data dan informasi yang dapat kami sajikan, akhirnya buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 ini dapat diselesaikan. Apa yang kami tampilkan pada buku Profil Kesehatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai perubahan maupun

Upload: ismael-saleh

Post on 21-Oct-2015

614 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

profil kesehatan kalbar 2010

TRANSCRIPT

Page 1: Profil Kesehatan 2010

1

B A B I

P E N D A H U L U A N

Penyusunan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

merupakan hasil dari salah satu mata rantai pelaksanaan Sistem Informasi

Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka menyediakan berbagai data &

informasi di bidang kesehatan. Data dan informasi kesehatan tersebut akan menjadi

faktor pendukung didalam sistem manajemen pembangunan kesehatan, dalam

proses perencanaan maupun pelaksanaan berbagai upaya kesehatan akan menjadi

berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana termaktub dalam Rencana Strategis

(Renstra) dinas kesehatan provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008 – 2013.

Sistem Informasi kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem

Kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu penerbitan buku Profil Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat sekarang ini lebih dikaitkan dengan sistem kesehatan yang

diarahkan pada pencapaian Visi Kalimantan Barat Sehat 2013 yakni ” mewujudkan

masyarakat kalimantan barat yang beriman, sehat, cerdas, aman, berbudaya

dan sejahtera”. Artinya, Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 ini

disusun agar dapat menjadi salah satu sarana untuk menilai pencapaian

Pembangunan Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka mencapai Visi

tersebut.

Profil adalah dokumen yang berisi tentang data dan informasi dari sistem

manajemen data/informasi sebuah organisasi, mulai dari pengumpulan, pengolahan,

analisis, penyajian dan penyebar luasan informasi. Untuk fungsi manajemen dan

pengambilan keputusan sebuah organisasi memerlukan dukungan data/informasi.

Dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 ini

kami menggunakan berbagai sumber data antara lain

Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010.

Data dari berbagai sektor/ Instansi terkait, data dari berbagai bidang di

lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

Walaupun dengan berbagai keterbatasan data dan informasi yang dapat kami

sajikan, akhirnya buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 ini

dapat diselesaikan. Apa yang kami tampilkan pada buku Profil Kesehatan ini

diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai perubahan maupun

Page 2: Profil Kesehatan 2010

2

perbaikan pada program pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat khususnya

sektor kesehatan secara menyeluruh. Untuk memenuhi kebutuhan berbagai data dan

informasi guna menunjang manajemen program kesehatan pada semua tingkat

administrasi. Untuk itu segala upaya dan perbaikan terhadap isi buku profil ini telah

kami coba laksanakan baik terhadap kualitas maupun kuantitas dan juga dalam hal

menganalisa data-data yang ada.

Penyusunan Buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 ini

mengalami keterlambatan jika disesuaikan dengan waktu yang seharusnya dimana

bulan Juli sudah harus tersusun, hal ini disebabkan karena adanya keterlambatan

laporan data profil dari Dinas Kesehatan Kabupatan/Kota.

Guna memberikan gambaran yang lebih baik tentang situasi kesehatan di Provinsi

Kalimantan Barat maka buku Profil Kesehatan ini kami susun dengan sistimatika

sebagai berikut :

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Gambaran umum Provinsi

Bab III : Pembangunan Kesehatan Daerah

Bab IV : Pencapaian Pembangunan Kesehatan

Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan

Bab VI : Penutup

Lampiran tabel-tabel

Page 3: Profil Kesehatan 2010

3

BAB II

GAMBARAN UMUM PROVINSI

2.1. Letak Wilayah

Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di

antara garis 2° 08' LU serta 3° 05' LS serta di antara 108° 0' BT dan 114° 10' BT pada

peta bumi. Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini maka, daerah Kalimantan

Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0° ) tepatnya di atas Kota

Pontianak. Karena pengaruh letak ini pula, maka Kalimantan Barat adalah salah satu

daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi.

Ciri-ciri spesifik lainnya adalah bahwa wilayah Kalimantan Barat termasuk

salah satu Provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing,

yaitu dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini,

maka daerah Kalimantan Barat kini merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia

yang secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari

negara asing. Hal ini dapat terjadi karena antara Kalimantan Barat dan Sarawak telah

terbuka jalan darat antar negara Pontianak – Entikong – Kuching (Sarawak, Malaysia)

sepanjang sekitar 400 km dan dapat ditempuh sekitar enam sampai delapan jam

perjalanan.

Batas-batas wilayah selengkapnya bagi daerah Provinsi Kalimantan Barat

adalah :

Utara : Sarawak (Negara Malaysia)

Selatan : Laut Jawa & Provinsi Kalimantan Tengah

Timur : Provinsi Kalimantan Timur

Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata

Sebelah utara Provinsi Kalimantan Barat terdapat empat kabupaten yang

langsung berhadapan dengan negara jiran yaitu; Sambas, Sanggau, Sintang dan

Kapuas Hulu, yang membujur sepanjang Pegunungan Kalingkang – Kapuas Hulu.

2.2. Luas Wilayah

Sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah merupakan

daratan berdataran rendah dengan luas sekitar 146.807 km2 atau 7,53 persen dari

luas Indonesia atau 1,13 kali luas pulau Jawa. Wilayah ini membentang lurus dari

Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur.

Page 4: Profil Kesehatan 2010

4

Dilihat dari besarnya wilayah, maka Kalimantan Barat termasuk Provinsi

terbesar keempat setelah pertama Irian Jaya (421.891 km2 ), kedua Kalimantan Timur

(202.440 km2 ) dan ketiga Kalimantan Tengah (152.600 km2).

Dilihat dari luas menurut Kabupaten/Kota, maka yang terbesar adalah

Kabupaten Ketapang (31.588 km2 atau 21,52 persen) kemudian diikuti Kapuas Hulu

(29.842 km2 atau 20.33 persen), dan Kabupaten Sintang (21.635 km atau 14,74

persen), sedangkan sisanya tersebar pada 11 (sebelas) kabupaten/kota lainnya.

2.3. Topografi

Secara umum, daratan Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dan

mempunyai ratusan sungai yang aman bila dilayari, sedikit berbukit yang

menghampar dari Barat ke Timur sepanjang “Lembah Kapuas” serta Laut

Natuna/Selat Karimata. Sebagian daerah daratan ini berawa-rawa bercampur gambut

dan hutan mangrove.

Wilayah daratan ini diapit oleh dua jajaran pegunungan yaitu, Pegunungan

Kalingkang/Kabupaten Kapuas Hulu di bagian Utara dan Pegunungan Schwaner di

Selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah.

Dilihat dari tekstur tanahnya maka, sebagian besar daerah Kalimantan Barat

terdiri dari jenis tanah PMK (podsolet merah kuning), yang meliputi areal sekitar 10,5

juta hektar atau 17,28 persen dari luas daerah yang 14,7 juta hektar. Berikutnya,

tanah OGH (orgosol, gley dan humus) dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau

10,29 persen yang terhampar di seluruh Kabupaten/Kota, namun sebagian besar

terdapat di kabupaten daerah pantai.

2.4. Sungai dan Danau

Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki

Provinsi “Seribu Sungai”. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang

mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering

dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur

utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah

dapat menjangkau sebagian besar kecamatan.

Sungai besar utama adalah S. Kapuas, yang juga merupakan sungai

terpanjang di Indonesia (1.086 km), yang mana sepanjang 942 km dapat dilayari.

Sungai-sungai besar lainnya antara lain : Sungai Melawi (dapat dilayari 471 km),

Sungai Pawan (197 km), Sungai Kendawangan (128 km), Sungai Jelai (135 km),

Page 5: Profil Kesehatan 2010

5

Sungai Sekadau (117 km), Sungai Sambas (233 km), Sungai Landak (178 km), dan

lainnya seperti terlihat pada tabel 1.11.

Jika sungai-sungai sangat menonjol jumlahnya di Kalimantan Barat, maka

sebaliknya yang terjadi dengan danau. Dari danau-danau yang ada hanya dua yang

cukup berarti. Kedua danau ini adalah Danau Sentarum dan Danau Luar I yang

berada di Kabupaten Kapuas Hulu.

Danau Sentarum mempunyai luas 117.500 hektar yang kadang-kadang

nyaris kering di musim kemarau, serta Danau Luar I yang mempunyai luas sekitar

5.400 hektar. Kedua danau ini mempunyai potensi yang baik sebagai objek wisata.

2.5. Gunung-gunung

Dipengaruhi oleh dataran rendah yang amat luas, maka ketinggian gunung-

gunung relatif rendah serta non aktif. Gunung yang paling tinggi adalah gunung

Baturaya di Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang yang mempunyai ketinggian

2.278 meter dari permukaan laut, jauh lebih rendah dibanding G. Semeru

(Jatim,3.676 meter) atau G. Kerinci (Jambi, 3.805 meter).

Gunung Lawit yang berlokasi di Kapuas Hulu, Kec. Embaloh Hulu dan lebih

dahulu dikenal di Kalimantan Barat, ternyata hanya menempati tertinggi ketiga karena

mempunyai tinggi 1.767 meter, sedangkan tertinggi kedua adalah Gunung

Batusambung (Kec. Ambalau) dengan ketinggian mencapai 1.770 meter (Tabel 1.13).

2.6. Pulau-pulau

Walaupun sebagian kecil wilayah Kalimantan Barat merupakan perairan laut,

akan tetapi Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan kecil (sebagian tidak

berpenghuni) yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang

berbatasan dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Sumatera.

Pulau-pulau besarnya seperti Pulau Karimata, Pulau Maya dan Pulau

Panebangan di Kabupaten Kayong Utara, serta Pulau Bawal dan Pulau Gelam di

perairan Selat Karimata, Kabupaten Ketapang. Pulau besar lainnya antara lain adalah

Pulau Laut, Pulau Betangin Tengah, Pulau Butung, Pulau Nyamuk dan Pulau Karunia

di Kabupaten Pontianak.

Sebagian kepulauan ini, terutama di wilayah Kabupaten Ketapang

merupakan Taman Nasional serta wilayah perlindungan atau konservasi.

Page 6: Profil Kesehatan 2010

6

2.7. Penggunaan Tanah

Sebagian besar luas tanah di Kalimantan Barat adalah hutan (41,61%) dan

padang/semak belukar/alang-alang (32,64%). Adapun areal hutan terluas terletak di

Kabupaten Kapuas Hulu seluas 1.960.578 ha, sedangkan padang/semak belukar

terluas berada di Kabupaten Ketapang yaitu seluas 1.374.146 ha. Sementara itu areal

perkebunan mencapai 1.755.558 ha atau 11,93 %.

Dari 14,68 ribu ha luas Kalimantan Barat, areal untuk pemukiman hanya

berkisar 0,83 persen. Adapun areal pemukiman terluas berada di Kabupaten

Ketapang diikuti kemudian oleh Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu.

2.8. I k l i m

2.8.1. Angin dan Udara

Faktor yang merupakan ciri umum bagi suatu daerah dataran rendah di

daerah tropis adalah suhu udara yang relatif panas atau tinggi, sedangkan khusus

daerah Kalimantan Barat suhu yang tinggi ini diikuti pula dengan kelembaban udara

yang tinggi. Berdasarkan catatan empiris dari Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak

yang meliputi Stasiun Meteorologi (SM) Supadio Pontianak, SM Pangsuma

Putussibau, SM Paloh Sambas, SM Susilo Sintang, SM Nanga Pinoh Melawi dan

Stasiun Klimatologi Siantan Kabupaten Pontianak, umumnya suhu udara di daerah

Kalbar cukup normal namun bervariasi, yaitu rata-rata sekitar 25,80C sampai dengan

28,30C.

Selama tahun 2010, temperatur udara di Kalimantan Barat maksimum

mencapai 34 0C. yang terjadi di stasiun meteorologi Nangapinoh pada bulan Oktober

2010. Demikian juga temperatur minimum tercatat 22 0C yang terjadi di stasiun

meteorologi Nangapinoh pada Bulan Desember 2010

Pada umumnya, kecepatan angin di Kalimantan Barat dari beberapa stasiun

meteorologi, sepanjang bulan di tahun 2010, secara rata-rata berkisar antara 03

knot/jam sedangkan maksimum tercatat sebesar 30 knot/jam terjadi di stasiun

meteoreologi Siantan pada Bulan Desember 2010.

2.8.2. Curah Hujan dan Hari Hujan

Pada tahun 2010, rata-rata curah hujan bulanan tertinggi terjadi di Stasiun

Meteorologi Pangsuma pada bulan Agustus 776,8 mm dan terendah terjadi di

Stasiun Metereologi Paloh yaitu pada bulan Maret mencapai 70,4 mm. Banyaknya

Page 7: Profil Kesehatan 2010

7

hari hujan tertinggi dan terendah yang tercatat di Stasiun Metereologi Supadio yaitu

tertinggi pada Bulan Juli seanyak 26 hari dan terendah terjadi pada Bulan Maret, April

dan Juni yang tercatat sebanyak 18 hari.

Hasill Pemantauan di Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak

menggambarkan bahwa curah Hujan tertinggi terjadi pada Bulan November 2010,

yang mencapai 449,9 mm, sedangkan yang terendah tercatat 173,9 mm yang terjadi

pada Bulan Agustus 2010.

Demikian juga halnya dengan beberapa stasiun meteorologi lainnya seperti,

Siantan, Susilo dan Nanga Pinoh masing-masing curah hujan tertinggi mencapai

474,8 mm, 541,2 mm dan 549,9 mm ; angka terendah masing-masing 103,7 mm,

214,2 mm, dan 220,6 mm.

2.9. Wilayah Administratif dan Pemerintahan.

Pada tahun 2010 berdasarkan Data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota,

Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota yaitu dua belas

kabupaten dan 2 (dua) kota. Empat belas Kabupaten/kota ini terbagi dalam 173

kecamatan dengan 1.895 desa/kelurahan. Rincian jumlah kecamatan dan

Desa/Kelurahan dapat terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel : 2.1.

Jumlah Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Page 8: Profil Kesehatan 2010

8

2.10. Kependudukan

Penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 diperkirakan berjumlah

sekitar 4,395.983 juta jiwa (angka proyeksi BPS), dimana sekitar 2,246.903 juta jiwa

berjenis kelamin laki-laki dan 2,149.080 juta jiwa adalah perempuan. Luas wilayah

Provinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2, sehingga jika dilihat dari luas

wilayah dan jumlah penduduk, maka kepadatan penduduk di Kalimantan Barat adalah

sekitar 29 atau lebih besar dari Pulau Jawa, maka kepadatan penduduk Kalimantan

Barat sekitar 29 Jiwa per Km2.

Tabel : 2.2

Jumlah Penduduk Menurut Daerah Dan Kepadatan Per Kabupaten/Kota

Tahun 2010

Sumber : BPS

Dilihat dari tabel 2.2. Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata

antar wilayah kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, maupun antar wilayah

kawasan pantai bukan pantai atau perkotaan dan pedesaan. Seperti daerah pesisir

yang mencakup Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak,

Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota

Pontianak, dan Kota Singkawang yang dihuni oleh hampir 50 persen dari total

penduduk Kalimantan Barat dengan kepadatan rata-rata mencapai 48 jiwa per Km2.

Sebaliknya enam kabupaten lain (bukan pantai) secara rata-rata tingkat kepadatan

penduduknya relatif lebih jarang. Wilayah yang paling jarang penduduknya adalah

Page 9: Profil Kesehatan 2010

9

Kabupaten Kapuas Hulu, dengan luas wilayah 29.842 km2 atau sekitar 20,33% dari

luas wilayah Kalimantan Barat hanya dihuni rata-rata 7 (tujuh) jiwa per kilometer

persegi, sedangkan Kota Pontianak yang luasnya hanya 0,07% (107,80 km2)

dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya, dihuni oleh rata-rata sekitar 5.145

jiwa per Km2.

Komposisi penduduk Kalimantan Barat, dari 4.395.983 jiwa penduduk,

51,11% atau 2.246.903 jiwa adalah laki-laki dan 48,89% atau 2.149.080 jiwa adalah

perempuan. Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk adalah sebesar 104.55 artinya

dalam setiap 205 penduduk terdapat 105 jiwa penduduk laki-laki dan 100 jiwa

penduduk perempuan. Dilihat dari ratio penduduk berdasarkan kabupaten/kota,

hampir seluruh kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Barat (kecuali Kabupaten

Sambas) memiliki ratio lebih dari 100 yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih

besar dari penduduk perempuan, untuk lengkapnya dapat dilihat pada lampiran profil

kesehatan tabel 2.

Gambar : 2.1

Piramida Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

300.000 200.000 100.000 0 100.000 200.000 300.000

0 - 45 - 9

10 - 1415 - 1920 - 2425 - 2930 - 3435 - 3940 - 4445 - 4950 - 5455 - 5960 - 6465 - 6970 - 74

75+

Laki-Laki Perempuan

Sumber : BPS

Page 10: Profil Kesehatan 2010

10

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalimantan Barat Sehat 2013

B A B III

PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH

3.1. Visi

Visi merupakan cara pandang jauh kedepan tentang kemana Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat akan diarahkan dan apa yang akan dicapai.

Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang diinginkan,

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat secara terus menerus mengembangkan

peluang dan inovasi agar tetap eksis dan unggul dengan senantiasa mengupayakan

perubahan ke arah perbaikan. Perubahan tersebut harus disusun dalam tahapan

yang terencana, konsisten dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan

akuntabilitas kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil (outcomes).

Untuk memenuhi harapan diatas, maka Visi Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat adalah :

3.1.1. Penjelasan Makna

Didalam pernyataan Visi tersebut, terdapat kata–kata kunci sebagai berikut :

Masyarakat Kalimantan Barat Sehat 2013 yang diharapkan adalah

masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mecegah

risiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, berpartisipasi aktif dalam

gerakan kesehatan masyarakat, serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan

yang bermutu. Sehat dalam hal ini mengandung arti dalam perspektif luas, tidak

sebatas pada kondisi fisikal yang prima, melainkan juga sehat rohani, mental,

intelektual dan sosial.

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalbar mengandung makna bahwa

masyarakat Kalbar mempunyai kemampuan untuk mewujudkan kesehatannya

dimana setiap penduduknya mampu memelihara, meningkatkan dan melindungi

kesehatannya dengan pembiayaan secara mandiri.

Kemandirian masyarakat untuk hidup sehat juga tidak terlepas dengan

keluarga, yang merupakan unit terkecil dari masyarakat. Di dalam sistem pelayanan

kesehatan masyarakat, keluarga merupakan sumber informasi dalam perawatan di

Page 11: Profil Kesehatan 2010

11

rumah dan pengobatan sendiri. Diharapkan dalam keluarga menunjukkan

kemandiriannya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada anggota keluarganya

dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu.

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat,

pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa

kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan

mereka, hanya sedikit yang dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan

masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu

sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, salah

satu upaya kesehatan pokok adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup

sehat.

3.2. Misi

Pernyataan Misi mengandung pernyataan yang mencerminkan pandangan

organisasi tentang kemampuan dirinya. Pernyataan misi merupakan hal yang sangat

penting untuk mengarahkan kegiatan Dinas Kesehatan untuk lebih eksis dan dapat

mengikuti efek global otonomi daerah.

Misi ditetapkan untuk mengarahkan operasionalisasi Dinas Kesehatan

sehingga terus eksis dan mengikuti perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi,

yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misi yang ditetapkan

diharapkan seluruh pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan pihak-

pihak yang berkepentingan (stakeholders) mengetahui peran dan program-program

serta hasil yang akan diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dimasa

mendatang.

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dalam penetapan misinya, telah

mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi, keinginan dan harapan pelanggan dan

stakeholders, serta permasalahan yang akan dihadapi/ditangani sehubungan dengan

perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Karena itu, misi

yang telah ditetapkan memungkinkan untuk dilakukan perubahan dan penyesuaian

sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan yang signifikan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka Dinas Kesehatan dengan

memperhatikan tugas pokok dan fungsi, menetapkan Misi sebagai berikut :

1. Mewujudkan Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang

professional.

2. Membuat Masyarakat Kalimantan Barat Yang Sehat dan Mandiri Di Bidang

Kesehatan serta Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan

Page 12: Profil Kesehatan 2010

12

3. Meningkatkan Upaya Pelayanan Kesehatan, Penyediaan Obat dan

Perbekalan Kesehatan Yang Optimal, Bermutu dan Terjangkau Serta

Meningkatnya Upaya Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

4. Terbinanya Keluarga Sehat, Mandiri dan Sadar Gizi Yang Ditunjang Oleh

Perilaku Hidup Bersih Sehat

5. Memantapkan Sumber Daya dan Informasi Kesehatan

3.3. Tujuan dan Sasaran

3.3.1. Tujuan

Tujuan merupakan target kualitatif organisasi, sehingga pencapaian target ini

dapat merupakan ukuran kinerja faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi. Tujuan

sifatnya lebih konkrit daripada misi dan mengarah pada suatu titik terang pencapaian

hasil. Dengan adanya pernyataan tujuan, maka akan jelas bagi organisasi mengenai

arah yang akan dituju dalam rangka mempertahankan eksistensi dimasa datang.

Untuk menetapkan tujuan, diperlukan suatu alat bantu berupa metode atau

analisis yang dapat memberikan suatu rujukan teoritis dalam menggambarkan situasi

dan kondisi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Dari pencermatan

lingkungan intern dan ekstern ini akan diperoleh strategi yang akan menentukan

faktor-faktor kunci keberhasilan guna memberikan rambu-rambu dalam menetapkan

tujuan.

Agar dapat mengukur pencapaian tujuan pada suatu periode tertentu

diperlukan adanya indikator kinerja tujuan, yang pada hakekatnya merupakan benefit

atau impacts dari suatu kegiatan. Untuk keperluan ini dibutuhkan adanya Sistem

Pengukuran Kinerja yang berlaku untuk di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat.

Suatu instansi pemerintah dalam menetapkan tujuan harus memperhatikan

kriteria:

1) Cukup jelas

2) Diselaraskan dengan Visi dan Misi

3) Mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

instansi

4) Menggambarkan hasil yang ingin dicapai

5) Mengakomodasi issue strategis yang dihadapi

Page 13: Profil Kesehatan 2010

13

6) Mencerminkan “Core Area” dimana organisasi berperan.

Dengan demikian, tujuan merupakan penjabaran secara lebih nyata dari

perumusan visi dan misi yang unik dan idealistik.

Adapun tujuan strategis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “Mewujudkan aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang profesional” adalah

Terciptanya pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan

prima kepada masyarakat.

2. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “Membuat masyarakat Kalimantan

Barat yang sehat dan mandiri di bidang kesehatan serta Meningkatkan

pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan” adalah Tercapainya

pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sehat dan

bermutu.

3. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “ Meningkatkan upaya Pelayanan

Kesehatan, Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang Optimal,

Bermutu dan Terjangkau serta Meningkatnya upaya Penanggulangan

bencana bidang Kesehatan “ adalah sebagai berikut:

a. Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu.

b. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan.

c. Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu.

d. Meningkatnya penanganan obat & perbekalan kesehatan yang

optimal.

4. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “ Terbinanya Keluarga sehat,

mandiri dan sadar gizi yang ditunjang oleh perilaku hidup bersih sehat ”

adalah Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di

Puskesmas dan jaringannya, serta peningkatan dukungan manajemen

upaya pelayanan kesehatan.

5. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “ Memantapkan Sumber Daya dan

Informasi Kesehatan ” adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan

dalam rangka meningkatkan profesionalisme.

b. Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan

pengembangan kesehatan.

Page 14: Profil Kesehatan 2010

14

c. Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan

jaminan kesehatan.

3.3.2. Sasaran Dan Indikator Kinerja Sasaran

Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai

secara nyata dalam jangka waktu tahunan. Sasaran merupakan bagian internal dalam

proses perencanaan strategis Dinas Kesehatan.

Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, menantang namun

dapat dicapai, orientasi pada hasil dan dapat dicapai dalam periode tertentu. Sasaran

Dinas Kesehatan selama 5 (lima) tahun periode 2008– 2013 juga disertai dengan

indikator kinerja sasaran. Indikator kinerja sasaran merupakan ukuran keberhasilan

dari suatu sasaran strategis organisasi yang bersifat kuantitatif atau kualitatif dan

dijadikan patokan/tolok ukur dalam menilai keberhasilan atau kegagalan

penyelenggaraan pemerintahan dalam mencapai visi dan misi organisasi.

Berdasarkan pengertian tersebut maka Dinas Kesehatan menetapkan

sasaran sebagai berikut :

3.3.2.1. Tujuan Pertama:

“Terciptanya pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan prima kepada

masyarakat ”, dengan sasaran :

1. Meningkatkan pegawai yang profesional yang didukung oleh rencana

kerja, penganggaran, sarana dan prasarana yang efektif dan efisien

serta memadai, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Prosentase pejabat struktural yang telah mengikuti diklatpim.

- Prosentase pejabat struktural yang telah memenuhi syarat kompetensi

jabatan.

- Prosentase pegawai fungsional yang telah mengikuti diklat teknis

fungsional sesuai dengan jenjangnya.

- Tingkat ketepatan penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya/

pendidikannya.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap pelayanan administrasi

ketatausahaan.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan disiplin.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan sanksi pelanggaran

disiplin pegawai.

Page 15: Profil Kesehatan 2010

15

- Indeks kepuasan pegawai terhadap tingkat kesejahteraan (ekonomi)

dikaitkan dengan kebutuhan minimal dilingkungan Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penghargaan dan prestasi kerja.

- Prosentase kegiatan yang telah menyampaikan laporan hasil akhir

kegiatan.

- Prosentase hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan yang sesuai

dengan rencana.

- Prosentase tertatanya administrasi kepegawaian, dengan rincian

indikator sebagai berikut :

Penyelesaian proses kenaikan pangkat

Penyelesaian proses gaji berkala

Penyelesaian proses Cuti PNS

Penyelesaian proses usul pensiun PNS

Penyelesaian proses usul penghargaan satya lencana

a. Dokter PTT

b. Dokter Gigi PTT

c. Bidan PTT

Penyelesaian proses selesai masa bakti tenaga kesehatan PTT :

a. Dokter PTT

b. Dokter Gigi PTT

Penilaian tenaga puskesmas teladan

Fasilitasi pelatihan peningkatan keterampilan & kemampuan PNS

Analisis jabatan

- Berfungsinya sarana dan prasarana gedung.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana gedung.

- Berfungsinya sarana dan prasarana mobilitas.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana mobilitas.

- Berfungsinya sarana dan prasarana alat kantor dan rumah tangga.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana alat kantor

dan rumah tangga.

Page 16: Profil Kesehatan 2010

16

2. Meningkatkan ketertiban pelayanan perijinan di bidang Kesehatan

sesuai dengan ketentuan, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya:

- Tingkat kesesuaian waktu pelayanan perijinan dengan ketentuan

- Kontribusi PAD dari pelayanan perizinan terhadap PAD Provinsi

Kalimantan Barat.

-

3.3.2.2. Tujuan Kedua :

“Tercapainya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sehat

dan bermututu”, dengan sasaran :

3. Meningkatkan Kualitas Kesehatan Lingkungan, dengan indikator

kinerja sasaran diantaranya:

- Keluarga yang menggunakan air bersih memenuhi syarat kesehatan

diperkotaan dan pedesaan.

- Keluarga menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

- Sarana air bersih memenuhi syarat kesehatan.

- TTU yang memenuhi syarat kesehatan

- Rumah makan/restoran yang memenuhi Laik Hygiene Sanitasi

- Institusi Yang Sehat

- Dokumen AMDAL yang memenuhi kriteria kajian kesehatan

masyarakat

- Tenaga sanitasi yang pernah mengikuti diklat di bidang kesling

- Dinkes Kab/kota yang memiliki simkesling

- Informasi kesling yang tersedia

4. Menurunnya angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit

menular dan penyakit tidak menular, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya:

- Persentase darah donor di skrining terhadap HIV/AIDS dan Sifilis

- Jumlah klien yang mendapatkan testing HIV lengkap

- Terbentuknya klinik VCT baru

- Jumlah orang yang mendapatkan ARV

- Jumlah Orang dengan profilaksis dan pengobatan ODHA sesuai

standar

- Infeksi menular seksual (IMS) yang ditemukan dan diobati sesuai

standar

- Menurunkan transmisi penularan HIV/AIDS di kelompok resiko tinggi

Page 17: Profil Kesehatan 2010

17

- Cakupan UCI desa/kelurahan

- Cakupan imunisasi Anak sekolah (BIAS)

- Cakupan imunisasi BCG

- Cakupan imunisasi DPT/HB1

- Cakupan imunisasi polio 4

- Cakupan imunisasi campak

- AFP rate per 100.000 penduduk < 15 tahun

- Jumlah Kab/kota yang melakukan SKD KLB

- Persentase desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani <24 jam

- Persentase calon jamaah haji mendapatkan pemeriksaan kesehatan

- Persentase Kab/kota melaksanakan SKD KLB pada kondisi matra

- Persentase Kab/kota melaksanakan pengendalian faktor resiko

Penyakit Tidak Menular (PTM)

- Angka Kesakitan DBD (IR)

- Angka kematian akibat DBD, dengan rincian indikator :

Angka Bebas Jentik (ABJ)

Penderita DBD yang ditemukan & di obati sesuai standar

Prosentase Desa/Kel yang melaksanakan PJB (Pemantauan

Jentik Berkala)

- Penderita DSS (Dengue Shock Syndrom) yang ditemukan di RS Pusk

- Angka kesakitan malaria (positif) per 1.000 penduduk

- Angka kematian malaria

- Penderita malaria yang ditemukan dan diobati sesuai standart

- Persentase penemuan penderita baru malaria klinis

- Persentase malaria klinis yang dilakukan pemeriksaan lab

- API (Annual Parasite Incident)

- Penemuan TB baru BTA (+)

- Angka kesembuhan TB baru BTA (+)

- Angka kematian akibat TB paru

- Cakupan pengobatan massal Filariasis

- Jumlah kasus klinis filariasis yang ditangani

- Prevalensi kusta per 10.000 penduduk

- Angka kesembuhan kusta (RFT rate)

- Cakupan penemuan penderita kusta baru

- Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan kewaspadaan Pandemi

Influenza

- Prevalensi ibu hamil yang positif malaria

- Prevalensi ibu hamil yang positif TB

- Cakupan penemuan dan tata laksana penderita Pneumonia balita

Page 18: Profil Kesehatan 2010

18

- Prosentase penemuan dan pengobatan pneumonia balita sesuai

standart

- Prosentase penemuan kasus diare pada balita dan ditangani sesuai

standart

- Angka kematian diare saat KLB

- Prosentase diare yang diberi oralit

- Prosentase penemuan kasus diare di sarkes dan kader

- Prevalensi kecacingan pada anak SD

- Prevalensi kasus kusta pada anak <15 tahun

3.3.2.3. Tujuan Ketiga :

“Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu”, dengan sasaran :

5. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khusus dengan

dukungan/peran serta masyarakat dan stakeholder terkait, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Rasio cabut dan tambal gigi pada sarana pelayanan kesehatan

- Pemeriksaan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar

- Pelayanan gangguan jiwa disarana pelayanan kesehatan umum

- Tempat kerja formal menerapkan kesehatan kerja

- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan kerja

- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan indera

- Pelayanan darah yang memenuhi standar transfusi darah

- Akreditasi Laboratorium Klinik

- Akreditasi Laboratorium Kesehatan dan Laboratorium swasta

- Pelayanan Spesialistik penyakit paru

- Puskesmas yang melaksanakan program kesehatan olahraga

masyarakat

- Terbentuknya balai kesehatan kerja dan olah raga masyarakat

6. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan yang efektif dan

efisien, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Tingkat pemanfaatan RS :

BOR

LOS

TOI

BTO

- Net Death Rate

- Persentase rujukan ke rumah sakit regionalnya

Page 19: Profil Kesehatan 2010

19

- Persentase rumah sakit yang telah terakreditasi

3.3.2.4. Tujuan Keempat :

“Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan”, dengan sasaran :

7. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan yang tepat

dan cepat, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat

sesuai standar

- Dinkes Kab/Kota yang melakukan kegiatan pra bencana

3.3.2.5. Tujuan Kelima :

“Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu“, dengan

sasaran :

8. Meningkatkan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar

dan rujukan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Persentase pemilihan ISO

- Persentase Pemilihan akreditasi

- Persentase Pemilihan terlaksananya kinerja pemerintah

- Persentase puskesmas kota yang melaksanakan program puskesmas

perkotaan

- Persentase tenaga pelayanan kesehatan terlatih

- Persentase pada jangka menengah algoritma klinik

- Persentase pada jangka rendah perkesmas

- Persentase RS terakreditasi

- Persentase RS PONEK

- Persentase RS yang mempergunakan perizinan dan kesehatan RS

- Persentase RS yang mudah untuk pengkalibrasi alat-alat

3.3.2.6. Tujuan Keenam :

9. Meningkatkan kualitas penanganan obat & perbekkes, alat kesehatan,

obat tradisional, pangan, kosmetik dan PKRT, dengan indikator kinerja

sasaran diantaranya :

- Persentase pengadaan obat esensial

- Persentase ketersediaan obat generik

- Persentase penulisan resep obat generik

Page 20: Profil Kesehatan 2010

20

- Persentase pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan

kefarmasian

- Persentase pembinaan pada sarana gudang/instalasi farmasi Kab/kota

- Persentase peredaran alkes & PKRT yang memenuhi syarat

- Persentase upaya penyuluhan P3 NAPZA oleh tenaga kesehatan

- Cakupan pemeriksaan sarana produksi & distribusi produk terapeutik

(obat), obat tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Persentase pembinaan sarana produksi & distribusi produk terapeutik

(obat), obat tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Persentase produksi & distribusi produk obat, obat tradisional, alat

kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Bimbingan teknis terhadap sarana produksi Obat Asli Indonesia

3.3.2.7. Tujuan Ketujuh:

“Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan

jaringannya, serta peningkatan dukungan manajemen upaya pelayanan kesehatan”,

dengan sasaran :

10. Meningkatkan upaya kesehatan ibu dan kesehatan anak di tingkat

propinsi dan kabupaten, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Cakupan Kunjungan ibu hamil K4

- Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

- Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan

yang memiliki kompetensi kebidanan

- Cakupan pelayanan nifas

- Cakupan neonatus dengan kompilkasi yang ditangani

- Cakupan kunjungan bayi

- Cakupan pelayanan anak balita

- Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat

- Cakupan peserta aktif KB

- Persentase balita yang naik berat badannya (N/D)

- Persentase balita Bawah Garis Merah

- Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun

- Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe

- Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi gizi kurang

dari keluarga miskin

- Persentase balita gizi buruk mendapat perawatan sesuai dengan

standar tata laksana gizi buruk

- Persentase bayi yang mendapat ASI-Eksklusif

Page 21: Profil Kesehatan 2010

21

- Persentase desa dengan garam beryodium baik

- Kecamatan bebas rawan gizi

- Balita gizi buruk mendapat perawatan

11. Menumbuhkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan

mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat

- Persentase posyandu Aktif

- Desa siaga aktif

- Persentase upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

3.3.2.8. Tujuan Kedelapan:

“Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan dalam rangka

meningkatkan profesionalisme”, dengan sasaran :

12. Meningkatkan jumlah dan jenis tenaga kesehatan, menyelenggarakan

kegiatan pelatihan seminar dan bentuk-bentuk kegiatan peningkatan

keterampilan tenaga kesehatan, memfasilitasi kegiatan organisasi

profesi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan

masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Peningkatan Jumlah dan Jenis Tenaga kesehatan, terselenggaranya

kegiatan-kegiatan Pelatihan, Seminar dan Kegiatan peningkatan

keterampilan

13. Meningkatkan Kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan

pengelola, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Meningkatkan Kemampuan pengelolaan Sumber Daya Manusia

Kesehatan

- Meningkatnya persentase Puskesmas yang memiliki Tenaga dokter

- Meningkatnya persentase rumah sakit yang memiliki dokter spesialis

- Meningkatnya jumlah jenis dan kualitas sumber daya kesehatan,

dengan rincian indiaktor sasaran :

Dr. Spesialis

Dr. Umum

Dr. Gigi

Perawat

Bidan

Apoteker

Page 22: Profil Kesehatan 2010

22

Asisten Apoteker

Kes. Mas

Sanitarian

Gizi

Fisioterapi

Analis Lab

Atem/rotgen

Perawat Anestesi

- Meningkatnya pemerataan/distribusi tenaga kesehatan, dengan rincian

indiaktor sasaran :

Ratio dokter per 100.000/pddk

Ratio dokter spesialis per 100.000/pddk

Ratio dokter gigi per 100.000/pddk

Ratio perawat per 100.000/pddk

Ratio Bidan per 100.000/pddk

Ratio apoteker per 100.000/pddk

Ratio asisten apoteker per 100.000/pddk

Ratio kesehatan masyarakat per 100.000/pddk

Ratio tenaga sanitasi per 100.000/pddk

Ratio tenaga gizi per 100.000/pddk

Ratio tenaga fisioterapi per 100.000/pddk

Ratio analis laboratorium per 100.000/pddk

Ratio aterm & rontgen per 100.000/pddk

Ratio perawat anestesi per 100.000/pddk

- Meningkatnya prosentase tenaga strategis pada Dacilgatas

3.3.2.9. Tujuan Kesembilan:

“Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan pengembangan kesehatan”,

dengan sasaran :

14. Meningkatkan pelaksanaan dan kesinambungan SIK, sehingga

memperoleh data yang berkualitas, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Tersusunnya profil kesehatan yang berkualitas, akurat dan tepat waktu

- Tersedianya data yang berkualitas, akurat dan tepat waktu

- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas di Bidang IT (teknologi

informasi)

- Optimalisasi pemanfaatan Sistem Informasi Kesehatan

Page 23: Profil Kesehatan 2010

23

15. Meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan,

dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas untuk penelitian dan

pengembangan kesehatan

- Terlaksananya pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan

- Tersosialisasinya dan termanfaatkannya hasil penelitian dan

pengembangan kesehatan

Tujuan Kesepuluh :

“ Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan jaminan

kesehatan ”, dengan sasaran :

16. Meningkatkan pelaksanaan pengembangan sumber daya pembiayaan

dan jaminan kesehatan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Tersusunnya dokumen PHA dan DHA agar dapat terlaksana

penyusunan perencanaan dan penganggaran berbasis Health Account

- Peningkatan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan prabayar

- Tercakupnya seluruh masyarakat miskin dalam jaminan kesehatan

Page 24: Profil Kesehatan 2010

24

BAB IV

PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Mengacu kepada sistimatika dari uaraian Visi, Misi Kalimantan Barat Sehat

2013, pada bab ini akan menyajikan gambaran tentang hasil-hasil yang telah dicapai

dalam tahun 2010 di Provinsi Kalimantan Barat.

Uraian pada bab ini meliputi gambaran tentang derajat kesehatan masyarakat,

keadaan lingkungan, keadaan perilaku masyarakat dan keadaan pelayanan

kesehatan.

4.1. DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT

Untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat Provinsi Kalimantan Barat

dipergunakan beberapa indikator berdasarkan data-data yang diperoleh dari SDKI,

SUSENAS, RISKESDAS, BPS atau data-data terkait lainnya.

Indikator-indikator yang digunakan antara lain meliputi :

4.1.1. MORTALITAS

4.1.1.1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir

sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan

kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua

macam yaitu endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal : adalah

kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya

disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang

tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Dan eksogen atau

kematian post neo-natal : adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan

sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian

dengan pengaruh lingkungan luar.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kalimantan Barat untuk tahun 2010

berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan

Barat (Kalbar dalam angka tahun 2008) masih mengacu pada AKB tahun 2005 yaitu

sebesar 38,41 per 1.000 kelahiran hidup, hal ini disebabkan karena sampai saat ini

instansi yang berwenang belum mengeluarkan angka yang terbaru. Angka tersebut

jika dibedakan antara bayi laki-laki dengan bayi perempuan, 33,34 per 1.000

kelahiran hidup untuk AKB perempuan dan 43,73 per 1.000 kelahiran hidup untuk

Page 25: Profil Kesehatan 2010

25

AKB laki-laki. Sedang berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI), berturut-turut AKB di Kalimantan Barat mulai tahun 1994 adalah 97 per 1.000

Kelahiran Hidup, Tahun 1997 menjadi 70 per 1.000 KH, Tahun 2002 menjadi 47 per

1.000 KH dan turun menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup berdasarkan SDKI Tahun

2007. Jika dilihat dari kurun waktu 1994 sampai dengan tahun 2007 meskipun

terlihat adanya penurunan angka kematian bayi di Kalimantan Barat, namun masih di

atas rata-rata nasional yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun target Indonesia

pada tahun 2015 (target MDG‟s) adalah menurunkan AKB sampai 19 per 1.000

kelahiran hidup.

Namun demikian jika merujuk pada data profil kesehatan kabupaten/kota yang

masuk di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, terlihat bahwa kasus kematian

bayi adalah sebesar 595 kasus dimana kelahiran hidupnya berjumlah 83.871

sehingga dengan demikan jika dihitung angka kematian bayinya hanya sebesar 7,09

per 1.000 kelahiran hidup (tabel 8).

Gambar 4.1.

Angka Kematian Bayi Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 1994 s.d 2007

Sumber : SDKI 1994; 1997; 2002-2003, 2007

Page 26: Profil Kesehatan 2010

26

Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat

dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk

pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi

yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang

berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka

kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan

Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi (tablet Fe) dan suntikan anti tetanus.

Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta

Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta

program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program

penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5

tahun.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian bayi baru lahir

(neonatus) merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya angka

kematian balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup

terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12 hari pas-cakelahirannya.

4.1.1.2. Angka Kematian Ibu (AKI)

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian

dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya

kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena

kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti

kecelakaan, terjatuh dan lain-lain (Budi, Utomo. 1985).

Di Provinsi Kalimantan Barat untuk tahun 2009, Angka Kematian Ibu masih

merujuk pada Laporan Indikator Data Base 2005. Dengan asumsi 15% dari kematian

wanita (Famale Death), Angka Kematian Ibu adalah sebesar 403,15 per 100.000

Kelahiran Hidup. Sedang Jika AKI menggunakan asumsi 20% dari kematian wanita

(Female Death), maka AKI di Kalimantan Barat sebesar 566 per 100.000 kelahiran

hidup. Jika dibandingkan dengan angka nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran

pada periode 1998 – 2002, dan 228 pada tahun 2007, maka kematian ibu di

Kalimantan Barat masih jauh lebih tinggi, apalagi jika dikaitkan dengan target nasional

yang akan dicapai pada tahun 2010 yaitu menurunkan angka kematian ibu sampai

150 per 100.000 kelahiran hidup, serta target yang ingin dicapai pada Millenium

Development Goals (MDGs), yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada

tahun 2015. Maka Kalimantan Barat akan sulit mencapai target tersebut. Untuk itu

Page 27: Profil Kesehatan 2010

27

perlu dilakukan berbagai upaya, serta koordinasi yang lebih baik antara pemegang

program maupun lintas sektor dalam upaya penurunan AKI di Kalimantan Barat.

Gambar 4.2

Angka Kematian Ibu Prov. Kalbar periode 2003 -2005

Sumber : SDKI 2002-2003; 2007 & Laporan Indikator Data base 2005 (kerjasama

BPS dengan UNFPA 2005),Kalbar dalam Angka Tahun 2008

Berdasarkan data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2010, kasus kematian

ibu maternal adalah sebanyak 117 kasus kematian dengan rincian sebanyak 26

kasus kematian ibu hamil, 79 kasus kematian ibu pada saat persalinan serta

sebanyak 5 kasus kematian ibu nifas. Sehingga jika dihitung angka kematian ibu

maternal dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak 83.871, maka kematian ibu

maternal di provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 139 per 100.000 kelahiran

hidup (tabel 8).

Informasi mengenai tingginya Angka Kematian Ibu bermanfaat untuk

pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan

kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy

safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan,

penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan

keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan

untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan

reproduksi.

Page 28: Profil Kesehatan 2010

28

4.1.1.3. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia 0-5

tahun (59 Bulan) selama satu tahun tertentu per 1.000 anak umur yang sama pada

pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi).

AKABA menggambarkan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.

Gambar 4.3

Angka Kematian Balita Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 1994 – 2007

Sumber : SDKI 1994; 1997; 2002-2003; 2007

AKABA Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan hasil SDKI berturut-turut mulai

tahun 1994 adalah 93 per 1.000 Balita, turun menjadi 88,2 per 1.000 Balita pada

tahun 1997, turun menjadi 63 per 1.000 Balita pada tahun 2003 dan turun menjadi 59

per 1.000 balita pada tahun 2007. Angka ini masih lebih tinggi dari rata-rata angka

kematian balita secara nasional yaitu 51 per 1.000 Balita. Jika dibandingkan dengan

target yang akan dicapai pada tahun 2010 yaitu sebasar 58 per 1.000 kelahiran

hidup, maka AKABA Kalimantan Barat sudah hampir mancapai target. Namun jika

dibandingkan dengan target pada 2015 sesuai dengan MDGs yaitu sebesar 32 per

1.000 kelahiran hidup, maka AKABA Kalimantan Barat masih tinggi. Dengan

Page 29: Profil Kesehatan 2010

29

demikian, meskipun terjadi penurunan angka kematian balita di provinsi Kalimantan

Barat dan hasil yang dicapai cukup menggembirakan, namun masih perlu

ditingkatkan kegiatan yang menunjang penurunan angka kematian Balita.

4.1.1.4. Angka Harapan Hidup

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi

pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan angka harapan hidup penduduk dari

suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya

daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan,

mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang

lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang

pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan

memperpanjang usia harapan hidupnya.

Angka Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang

masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu

tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

Angka harapan hidup saat lahir adalah rata – rata hidup yang akan dijalani oleh bayi

yang baru lahir pada tahun tertentu.

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan

meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Umur Harapan Hidup yang

rendah di suatu daerah, harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan dan

program sosial lainnya, termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori

serta program pemberantasan kemiskinan.

Dilihat dari tahun ke tahun, Umur Harapan Hidup di Kalimantan Barat terjadi

peningkatan. Angka Harapan Hidup tahun 2005 berdasarkan Data yang dikeluarkan

oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat adalah 65,2 dan meningkat

menjadi 66,6 pada tahun 2010. Angka Harapan Hidup tingkat nasional pada tahun

2005 adalah 68,1 dan meningkat menjadi 69,2 pada tahun 2009. Dengan demikian,

angka Umur Harapan Hidup penduduk di Kalimantan Barat masih lebih rendah

dibanding dengan rata-rata umur harapan hidup tingkat nasional. Secara berurutan

kecenderungan peningkatan umur harapan hidup di Kalimantan Barat dapat dilihat

pada Gambar 4.4.

Page 30: Profil Kesehatan 2010

30

Gambar 4.4.

Angka Harapan Hidup Penduduk Kalimantan Barat Tahun 2005 s.d 2010

Sumber : BPS

Meningkatnya Umur Harapan Hidup secara tidak langsung juga memberi

gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan

masyarakat serta turut berpengaruh terhadap Index Pembangunan Manusia (IPM).

4.1.1.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan manusia adalah proses agar manusia mampu memiliki lebih

banyak pilihan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik dan

sebagainya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang

menggabungkan tiga aspek penting, yaitu peningkatan kualitas fisik (kesehatan),

intelektualitas (pendidikan), dan kemampuan ekonominya (daya beli) seluruh

komponen masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Indeks Pembangunan Manusia

adalah mengukur pencapaian keseluruh negara atau provinsi. Dengan demikian IPM

mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi di negara atau

provinsi tertentu.

IPM direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu umur panjang dan sehat

(longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup yang layak (standard of living).

Page 31: Profil Kesehatan 2010

31

Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi umur panjang dan sehat adalah

angka harapan hidup. Untuk mengukur dimensi pengetahuan adalah angka melek

huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi kehidupan yang layak diukur

dengan paritas daya beli (purchsing power parity/PPP).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Barat Tahun 2010 adalah

sebesar 69,15 poin. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Badan Pusat

Statistik Provinsi Kalimantan Barat, dengan kondisi tersebut, IPM Kalimantan Barat

menempati posisi peringkat ke 28 dari 33 Provinsi se Indonesia, hal ini berarti pada

tahun 2010 Kalimantan Barat berada pada posisi yang sama dengan tahun 2009.

Dari sisi perencanaan pembangunan, angka IPM yang semakin tinggi

menunjukkan keberhasilan di dalam pembangunan sumber daya manusia, sebaliknya

angka IPM yang semakin rendah menunjukkan kekurang berhasilan di dalam

pembangunan sumber daya manusia. Secara lengkap Indeks Pembangunan Manusia

Kaliamantan Barat dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada

gambar 4.5.

Gambar. 4.5.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2005 – 2010

Sumber : BPS

Page 32: Profil Kesehatan 2010

32

4.1.2. MORBIDITAS

4.1.2.1. Malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia

plasmodium terdiri dari empat spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium

vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. Plasmodium falciparum

merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat

spesies plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu plasmodium falciparum yang

meyebabkan malaria tropika, plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana,

plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan plasmodium ovale

yang menyebabkan malaria ovale (Soedarmo, dkk., 2008).

Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopheles betina yang

sebelumnya terinfeksi. Pada keadaan lain, malaria berkembang pasca-penularan

transplasenta atau sesudah transfusi darah yang terinfeksi. Masa inkubasi (antara

gigitan nyamuk yang terinfeksi dan adanya parasit dalam darah) bervariasi sesuai

dengan spesies; pada P. falciparum masa inkubasinya 10 – 13; pada P.vivaks dan P.

ovale, 12 – 16 hari; dan pada P. malariae 27 – 37 hari, tergantung pada ukuran

inokulum. Malaria yang ditularkan melalui tranfusi darah yang terinfeksi nampak nyata

pada waktu yang lebih pendek (Nelson, 2000).

Data WHO menyebutkan tahun 2008 terdapat 544.470 kasus malaria positif

di Indonesia, sedangkan pada tahun 2009 terdapat 1.100.000 kasus malaria klinis,

dan pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi 1.800.000 kasus malaria klinis dan telah

mendapatkan pengobatan. (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal

Kementerian Kesehatan RI).

Penyakit Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Berdasarkan rekapitulasi laporan Seksi Bimdal Pemberantasan Penyakit

Dinas Kesehatan Provinsi Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 (tabel 24) terdapat

72.054 kasus Malaria tanpa pemeriksaan sediaan darah dan 70.758 kasus Malaria

dengan pemeriksaan sediaan darah. Jika mengacu pada definisi operasional pada

indikator Indonesia Sehat 2010, dimana penderita malaria di luar Jawa dan Bali

adalah kasus dengan gejala klinis (demam tinggi disertai menggigil) dengan atau

tanpa pemeriksaan sediaan darah di laboratorium, maka berdasarkan definisi

operasional tersebut angka kesakitan malaria di Kalimantan Barat adalah 16,4 per

1.000 penduduk. Hal ini berati bahwa dari setiap 1.000 penduduk terdapat 16 orang

yang terjangkit penyakit Malaria. Sedang untuk kasus malaria dengan pemeriksaan

sediaan darah, angka kesakitannya adalah 16,1 per 1.000 penduduk. Jika

Page 33: Profil Kesehatan 2010

33

dibandingkan dengan target pada Indonesia sehat 2010 sebesar 5 per 1.000

penduduk, maka angka kesakitan malaria di Kalimantan Barat masih tergolong tinggi.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, Data Kasus Baru

Malaria tahun 2009/2010 yang diperoleh melalui wawancara ART dan ditanyakan

apakah selama satu tahun terakhir pernah didiagnosis menderita malaria ya,5%g

sudah dipastikan dengan pemeriksaan darah oleh tenaga kesehatan. Hasilnya

menunjukkan bahwa besarnya angka Kasus Baru malaria tahun 2009/2010 di seluruh

Indonesia adalah 22,9 per mil. Kasus terendah adalah di Bali (3,4‰), sedang yang

tertinggi adalah Provinsi Papua (261,5‰) diikuti Papua Barat (253,4‰), NTT

(117,5‰), Maluku Utara (103,2‰), Kepulauan Bangka Belitung (91,9‰), Maluku

(76,5‰), Sulawesi Utara (61,7‰), Bengkulu (56,7‰), Sulawesi Barat (56,0‰),

Kalimantan Barat (53,1‰), dan Jambi (52,2‰). Besarnya angka Kasus Baru malaria

dikawasan Luar Jawa-Bali adalah 45,2 per mil atau hampir 6 kali angka Kasus Baru

malaria di kawasan Jawa-Bali (7,6‰).

4.1.2.2. TB Paru

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat

infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan

selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat.

Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini,

bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.

Berdasarkan Hasil rekapitulasi laporan TB Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat tahun 2010 tercatat TB Paru dengan BTA Positif (+) sebanyak

4.634 kasus dengan angka kesakitan 105 per 100.000 penduduk. Sedang untuk

persentase kesembuhan penderita TB Paru dengan BTA positif di Kalimantan Barat

merujuk pada kasus yang diobati tahun 2009 adalah sebesar 92,90, dengan rincian

dari 4.156 penderita yang diobati, sebanyak 3.733 penderita dinyatakan sembuh.

(tabel 12).

Hasil wawancara ART pada Riskesdas tahun 2010 menunjukan bahwa

Kasus Baru Malaria dalam satu tahun terakhir (2009/2010) di seluruh Indonesia

adalah: 22,9 permil. Lima provinsi dengan Kasus Baru Malaria tertinggi adalah Papua

(261,5‰), Papua Barat (253,4‰), Nusa Tenggara Timur (117,5‰), Maluku Utara

(103,2‰) dan Kepulauan Bangka Belitung (91,9‰). Kejadian malaria ditemukan pada

semua kelompok umur dan terendah pada bayi dengan angka Kasus Baru malaria

11,6 permil, sedangkan kelompok umur lain hampir sama yaitu sekitar 21,4-23.9

Page 34: Profil Kesehatan 2010

34

permil. Kasus baru malaria lebih banyak pada laki-laki (24,9‰), pada pendidikan tidak

tamat SD (27,5‰), petani/nelayan/buruh (29,8‰) dan di perdesaan (29,8‰).

4.1.2.3. HIV/AIDS

Menurutnya, “Penyebab meningkatnya HIV dan AIDS lebih banyak

dikarenakan adanya heteroseksual atau bergonta-ganti pasangan, homoseksual,

jarum suntik atau IDU, dan ibu yang sedang hamil yang mengidap HIV dan AIDS

yang mengakibatkan terjadinya penularan terhadap bayi yang dikandungnya,”

Jumlah kasus baru AIDS di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke

tahun. Bila pada 2005 hanya ada 2.638 kasus AIDS baru, tahun 2006 jumlahnya

bertambah menjadi 2.873 kasus, naik lagi menjadi 2.974 pada 2007 dan menjadi

sebanyak 4.969 kasus baru pada 2008.

Pada tahun 2010, di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data

profil kesehatan kabupaten/kota, kasus HIV sebesar 362 kasus, sedang AIDS ada

sebesar 111 kasus.

Gambar 4.6.

Distribusi Kasus HIV/AIDS Provinsi Kalimantan Barat

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Pusat Komunikasi Publik,

Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, sampai tanggal 30 Juni 2010,

Page 35: Profil Kesehatan 2010

35

secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1978 berjumlah 21.770 dari

32 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan

perempuan adalah 3:1. Kasus terbanyak dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan,

Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat. Rate kumulatif kasus AIDS nasional

sampai 30 Juni 2010 adalah 9,44 kasus per 100.000 penduduk. Rate kumulatif kasus

AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua (14,34 kali angka nasional), Bali (5,2

kali angka nasional), DKI Jakarta (4,4 kali angka nasional), Kep. Riau (2,4 kali angka

nasional), Kalimantan Barat (1,8 kali angka nasional), Maluku (1,5 kali angka

nasional), Bangka Belitung (1,2 kali angka nasional), Papua Barat, Jawa Timur, DI

Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, Riau (1,0 kali angka nasional).

Kasus HIV positif, sampai dengan 30 Juni 2010 secara kumulatif berjumlah

44.292 kasus dengan positive rate rata-rata 10,3%. Jumlah kasus baru pada triwulan

kedua 2010 sebanyak 3.916 kasus. Daerah yang paling banyak terjadi kasus HIV

positif adalah DKI Jakarta (9.804 kasus), Jawa Timur (5.973 kasus), Jawa Barat

(3.798 kasus), Sumatera Utara (3.391 kasus), Papua (2.947 kasus), dan Bali (2.505

kasus) (Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI).

Gambar 4.7.

Kasus HIV di Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2005 s.d Tahun 2010

Sumber : Laporan Bidang P2PL Dinkes Prov. Kalbar

Page 36: Profil Kesehatan 2010

36

Berdasarkan laporan Bidang Bina Pencegahan dan Penanggulangan

Penyakit, untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat, sejak tahun 1993 sampai dengan

bulan Desember tahun 2010 tercatat sebanyak 2.869 penderita HIV dan 1.440 orang

penderita AIDS. Kecenderungan kasus HIV di Kalimantan Barat dari tahun 2005

sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Menurut Sasongko, Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks

(5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang

tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfusi darah

yang tercemar. Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok

usia produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita

cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang

mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan

menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama

proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada

ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.

4.1.2.4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Kejadian AFP diproyeksikan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan

program Eradikasi Polio (Erapo). Upaya pemantauan terhadap keberhasilan Erapo

yaitu dengan melaksanakan kegiatan ” Surveilans Secara Aktif ” untuk menemukan

kasus AFP sebagai upaya untuk mendeteksi secara dini munculnya virus polio liar

yang mungkin ada di masyarakat untuk segera dilakukan penanggulangannya.

Tahun 2010, berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2010 (tabel 9) terdapat 23 kasus AFP atau sebesar 1,64 per

100.000 penduduk berisiko (usia < 15 Tahun). Dilihat dari kasus AFP, angka AFP

Kalimantan Barat masih diatas angka AFP yang ditargetkan pada tahun 2010 yaitu

sebasar 0,9 per 100.000 anak usia < 15 tahun.

4.1.2.5. DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut

yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri

demam tinggi mendadak dengan manivestasi perdarahan dan bertendensi

menimbulkan shock dan kematian. Penyakit DBD ini ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes Aegypti dan mungkin juga Aedes Albopictus.

Page 37: Profil Kesehatan 2010

37

Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di

ketinggian lebih 1.000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini

diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit DBD dapat menyerang semua golongan

umur. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi

dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita

Demam Berdarah Dengue pada orang dewasa (Faziah, 2004).

Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah endemik untuk penyakit DBD, hal

ini disebabkan karena letak geografis Kalimantan Barat yang sebagian besar

merupakan dataran rendah dan merupakan daerah rawa. Di samping itu, budaya

masyarakat perkotaan di Kalimantan Barat cenderung menyimpan persediaan air

pada tempat-tempat penampungan air di sekitar rumahnya. Hal ini akan menjadi

tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti yang paling disukai.

Gambar 4.8.

Kasus DBD di Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2005 s.d Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Di Provinsi Kalimantan Barat dalam tiga tahun terakhir berturut-turut dari tahun

2007 terjadi kenaikan kasus DBD adalah sebagai berikut : Pada tahun 2007 terjadi

808 kasus DBD dengan angka kesakitan 20,24 per 100.000 penduduk. Pada tahun

2008 terjadi peningkatan kasus menjadi 960 kasus dengan angka kesakitan sebesar

Page 38: Profil Kesehatan 2010

38

22,59 per 100.000 penduduk, pada tahun 2009 terjadi peningkatan kasus yang

sangat tinggi menjadi 9.710 kasus dengan angka kesakitan 225 per 100.000

penduduk. Untuk tahun 2010, berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan

kabupaten/kota mengalami penurunan kasus yang cukup tajam dari tahun

sebelumnya menjadi 677 kasus dengan angka kesakitan 15 per 100.000 penduduk,

dengan penderita meninggal sebanyak 13 orang (CFR 1,9%) (tabel 23).

Kecenderungan kasus DBD dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar 4.8.

4.1.3. STATUS GIZI

Status gizi masyarakat dapat diukur malalui beberapa indikator, diantaranya

adalah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status Gizi balita, status gizi

wanita usia subur Kurang Energi Konis(KEK).

4.1.3.1. Gizi Buruk

Status Gizi merupakan suatu indikator yang sangat penting untuk menilai

status indikator derajat Kesehatan Masyarakat. Di dalam Indikator Indonesia Sehat

2010, status gizi merupakan salah satu indikator yang menggambarkan derajat

kesehatan masyarakat.

Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan

gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses

terjadinya kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat atau kurang gizi secara

sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut

umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan

menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah

standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Gizi

buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.

Sementara itu, pengertian di masyarakat tentang ”Busung Lapar” adalah tidak tepat.

Sebutan ”Busung Lapar” yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat

kekurangan pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga

mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya

berdampak pada kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan ini terjadi

pada semua golongan umur. Tanda-tanda klinis pada ”Busung Lapar” pada umumnya

sama dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor. Anak kurang gizi pada

tingkat ringan dan atau sedang tidak selalu diikuti dengan gejala sakit. Dia seperti

anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama

badannya mulai kurus.

Page 39: Profil Kesehatan 2010

39

Gambar 4.9.

Kasus Gizi Buruk Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Berdasarkan hasil rekapitulasi Laporan Program Seksi Gizi Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010, terdapat kasus gizi buruk sebanyak 604

(tabel45), angka tersebut didapatkan dari laporan kasus dilihat berdasarkan tanda-

tanda klinis kasus gizi buruk. Sedang kasus gizi buruk yang berasal dari banyaknya

Balita yang ditimbang/pemantauan status gizi (PSG) adalah sebanyak 3.243 kasus

dari 135.354 Balita yang ditimbang (2,40%).

Pada gambar 4.8, terlihat bahwa kasus gizi buruk terbanyak di Kabupaten

Kapuas Hulu yaitu sebanyak 117 kasus, diikuti oleh Kabupaten bengkayang

sebanyak 112 kasus, Kabupaten Sanggau 99 kasus dan Kabupaten Sambas

sebanyak 87 kasus. Kabupaten lainnya rata-rata masih dibawah 40 Kasus. Dilihat dari

gizi buruk yang mendapat perawatan, seluruh balita gizi buruk mendapat perawatan

sesuai prosedur tatalaksana gizi buruk.

Page 40: Profil Kesehatan 2010

40

Hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukan bahwa ditingkat nasional sudah

terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur)pada balita dari

18,4 persen tahun 2007 menjadi 17,9 persen tahun 2010. Penurunan terjadi pada

prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen pada tahun 2007 menjadi 4,9 persen pada

tahun 2010. Sedang untuk prevalensi gizi kurang, pada tahun 2010 tidak terjadi

penurunan, yaitu tetap 13,0 persen.

Prevalensi. pendek pada balita adalah 35,7 persen, menurun dari 36,7 persen pada

tahun 2007. Penurunan terutama terjadi pada prevalensi balita pendek yaitu dari 18,0

persen tahun 2007 menjadi 17,1 persen tahun 2010. Sedangkan prevalensi balita

sangat pendek hanya sedikit menurun yaitu dari 18,8 persen tahun 2007 menjadi 18,5

persen tahun 2010. Penurunan juga terjadi pada prevalensi anak kurus, dimana

prevalensi balita sangat kurus menurun dari 13,6 persen tahun 2007 menjadi 13,3

persen tahun 2010.

4.1.3.2. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum

cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas, artinya bayi lahir

cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil

ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. "Biasanya hal ini

terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang

disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan

keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang."

(Pringgardani, SpA).

Berat Badan Lahir Rendah (< 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama

yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan nenonatal. Barker dkk dalam

Hardiansyah dkk (2000) mengungkapkan bahwa BBLR mempunyai dampak yang

kompleks sampai usia dewasa antara lain meningkatkan resiko terkena penyakit

jantung koroner, diabetes mellitus, gangguan metabolik dan kekebalan tubuh serta

katahanan fisik yang resultantenya adalah beban ekonomi individu dan masyarakat.

Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2010, terdapat 1.485 bayi dengan BBLR dari 71.076 bayi lahir

hidup yang ditimbang (2,1%).

Page 41: Profil Kesehatan 2010

41

4.2. KEADAAN LINGKUNGAN

Untuk menggambarkan keadaan lingkungan di Provinsi Kalimantan Barat,

berikut ini disajikan indikator-indikator persentase rumah sehat, tempat-tempat

umum sehat, serta sarana sanitasi dasar seperti air bersih, pembuangan air limbah

dan kepemilikan jamban.

4.2.1. Rumah Sehat

Rumah sehat dinilai dengan menggunakan indikator komposit 8 – 10 indikator

tunggal PHBS yaitu : Pertolongan Persalinan nakes, Aktif secara fisik, Jamban sehat,

lantai rumah bukan tanah, ASI eksklusif, Konsumsi sayur dan Buah, Akses air bersih,

Tidak merokok, JPK dan Luas hunian > 9 m2 per orang (Depkes RI, 2005). Suatu

rumah tangga dikatakan sehat jika memenuhi semua indkator PHBS (8-10 indikator).

Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010 (Tabel 62),

dari 297.501 Rumah Tangga yang diperiksa, terdapat 191.549 (64,4%) rumah tangga

diantaranya merupakan rumah tangga sehat. Jika dibandingkan dengan tahun 2008

dimana rumah tangga sehat yang terlaporkan sebesar 52,066%, maka terjadi

peningkatan rumah sehat di Kalimantan Barat tahun 2010.

4.2.2. Jamban Keluarga

Rumah tangga yang tidak menggunakan/mempunyai jamban yang baik, lebih

mudah terkena penyakit seperti disentri, diare dan tipus. Laporan SDKI 2002-2003

menyatakan bahwa rumah tangga yang mempunyai jamban sendiri hanya sebesar

86% di daerah perkotaan dan 52% di daerah pedesaan.

Di Kalimantan Barat pada tahun 2009 berdasarkan hasil rekapitulasi data

profil kesehatan Kabupaten/Kota, dari 443.228 rumah tangga yang diperiksa, ada

sebesar 283.293 (63,9%) rumah tangga yang memiliki Jamban, dan 41,6% yang

memiliki jamban dengan kriteria sehat.

4.2.3. Tempat-Tempat Umum Sehat

Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM)

merupakan suatu sarana yang dikunjungi oleh banyak orang sehingga

dikhawatirkan dapat menjadi sumber penyebaran penyakit. Yang termasuk TUPM

antara lain adalah hotel, restoran, pasar dan lain-lain. Adapun TUPM yang dapat

dikategorikan sehat adalah TUPM yang memiliki sarana air bersih, tempat

pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi yang baik serta

Page 42: Profil Kesehatan 2010

42

luas yang sesuai dengan banyaknya pengunjung.

Pada Tahun 2010, di Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data profil

kesehatan Kabupaten/Kota, dari keseluruhan tempat-tempat umum yang diperiksa

sebanyak 5.761 tempat-tempat umum, sebesar 3.671 (63,72%) diantaranya merupakan

tempat-tempat umum yang telah dinyatakan sehat.

4.2.4. Akses Air Minum

Berasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2010,

terlihat bahwa sumber air minum yang digunakan di rumah tangga dibedakan

menurut air kemasan, ledeng, sumur gali, sumur pompa dan penampungan air hujan.

Dari data yang ada, sebagian besar rumah tangga di Provinsi Kalimantan Barat masih

didominasi dengan keluarga yang memanfaatkan air hujan maupun ledeng sebagai

sumber air minumnya. Pada tahun 2010 dari 192.206 keluarga yang diperiksa,

79.517 (41,4%) diantaranya menggunakan sumber air minum yang terlindung.

Dimana yang paling besar masih didominasi oleh yang menggunakan air ledeng

sebanyak 51.168 (21,1%), diikuti oleh penggunaan air hujan sebanyak 30.845 (16%)

keluarga (tablel 65). Sedangkan berdasarkan criteria MDGs, akses rumah tangga

terhadap sumber air minum terlindung adalah 45,1%.

Hasil riskesdas tahun 2010, Ada penurunan akses rumah tangga terhadap

sumber air minum terlindung, terutama diperkotaan sehingga capaian MDGs pada

posisi „on the wrong track‟. Apabila memperhitungkan air kemasan dan air dari depot

air minum, persentase rumah tangga yang akses terhadap sumber air minum

terlindung menjadi 66,7 persen. Akses terhadap sumber air minum „berkualitas‟ yang

mempertimbangkan jenis sumber air terlindung (termasuk air kemasan dandepot air

minum), jarak ke sumber air minum, kemudahan memperoleh air minum dan

kualitasfisik air minum adalah sebesar 67,5 persen dengan persentase tertinggi di

Provinsi DKI Jakarta (87,0%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Barat (35,9%).

Apabila ditinjau dari segi kepemilikan sarana, maka seluruh masyarakat

yang ada di Provinsi Kalimantan Barat dapat dikatakan telah memiliki sarana air

bersih yang memadai. Akan tetapi dari segi kualitas air, masih belum dapat

dipastikan apakah masyarakat telah mengkonsumsi air yang memenuhi standar

kesehatan. Hal ini disebabkan oleh karena wilayah Kalimantan Barat meskipun

banyak sumber air, tetapi sumber air tersebut belum dapat diolah maksimal sebagai

air bersih, apalagi jika musim kemarau tiba, dimana dengan adanya interupsi air laut

ke Sungai Kapuas, menyebabkan air menjadi asin, sehingga air bersih yang

didistribusikan ke masayarakat oleh PDAM pun menjadi payau, sehingga tidak layak

Page 43: Profil Kesehatan 2010

43

untuk dikonsumsi. Hal lainnya adalah masih banyaknya masyarakat memanfaatkan

air hujan sebagi sumber air bersih. Hal tersebut kemungkinan pula berdampak

terhadap derajat kesehatan masayarakat, oleh karenanya perlu diuji kelayakan

kualitas airnya untuk dikonsumsi.

4.3. PERILAKU MASYARAKAT

Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam

menentukan derajat kesehatan adalah perilaku. Perilaku dianggap penting

karena ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan

maupun genetika kesemuanya masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Selain itu,

banyak penyakit yang muncul pada saat ini disebabkan karena perilaku yang tidak

sehat. Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan akan tetapi mutlak

diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

4.3.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Rumah Tangga Berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah

satu pilar Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Diantara salah satu sub sistem dalam SKN adalah sub sistem pemberdayaan

masyarakat. Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah terselenggaranya upaya

pelayanan, advokasi dan pengawasan sosial oleh perorangan, kelompok, dan

masyarakat dibidang kesehatan secara efesien dan efektif guna meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pemberdayaan perorangan

mempunyai target minimal mempraktekan perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS)

yang diteladani oleh keluarga dan masyarakat sekitar dan target maksimal berperan

aktif sebagai kader kesehatan dalam menggerakan masyarakat untuk berperilaku

hidup bersih dan sehat.

Dari hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2010 pada

Tabel 61, menunjukan bahwa di Kalimantan Barat dari 268.916 rumah tangga yang

dipantau, sebesar 78.998 (29,4%) merupakan Rumah Tangga ber Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS).

4.3.2. Posyandu

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat berbagai upaya dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di

masyarakat telah lama dilakukan dalam bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya

Masyarakat (UKBM). Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang telah lama

Page 44: Profil Kesehatan 2010

44

di kembangkan untuk menjangkau pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Pencapaian persentase posyandu aktif di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat pada

Gambar 4.10.

Pada Gambar 4.10, sebagian besar Posyandu di Kabupaten/Kota masih

dibawah target nasional yang akan dicapai pada tahun 2010 yaitu mencapai

posyandu aktif sebesar 40%. Kabupaten Sambas dan Kabupaten Sintang

merupakan kabupaten yang pencapaian posyandu aktifnya sudah melebihi target

nasional yaitu masing-masing sebesar 43,7% untuk Kabupaten Sambas, dan 43%

untuk Kabupaten Sintang. Sedangkan kabupaten yang paling rendah persentase

posyandu aktifnya adalah Kabupaten Landak, karena pada tahun 2010, Kabupaten

Landak tidak mempunyai Posyandu aktif.

Gambar 4.10.

Persentase Posyandu Aktif (Purnama + Mandiri )

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Target nasional yang akan dicapai pada tahun 2010 untuk Posyandu aktif

(Purnama + mandiri) adalah sebesar 40%. Pada tabel 72 lampiran Profil Kesehatan,

terlihat bahwa pencapaian Kalimantan Barat untuk peningkatan posyandu aktif pada

pada tahun 2010 sebesar 21,85, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya

Page 45: Profil Kesehatan 2010

45

dimana posyandu aktif pada tahun 2009 adalah sebesar 20,45%. Kecenderungan

persentase posyandu aktif di Provinsi Kalimantan Barat terlihat pada gambar 4.11.

Gambar 4.11.

Persentase Posyandu Aktif Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2007 s.d Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaaten/Kota Tahun 2010

4.4. PELAYANAN KESEHATAN

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat, berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat

telah dilakukan. Dibawah ini diuraikan beberapa hal mengenai upaya pelayanan

kesehatan pada Tahun 2010.

4.4.1. Pelayanan Antenatal (K1-K4)

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan

profesional (dokter, bidan maupun perawat) kepada ibu hamil dimasa kehamilannya

dengan mengikuti program pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat

pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil kegiatan antenatal dapat dilihat

berdasarkan cakupan pelayanan K1 dan K4.

Cakupan K1 atau disebut juga akses pelayanan ibu hamil,

menggambarkan besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan

Page 46: Profil Kesehatan 2010

46

pertama/kontak pertama dengan tenaga kesehatan/ fasilitas kesehatan untuk

mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator akses ini digunakan untuk

mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam

menggerakkan masyarakat. Sedangkan cakupan K4 adalah besaran ibu hamil yang

telah mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar minimal empat kali

kunjungan selama masa kehamilannya dengan distribusi satu kali pada trimester

pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga.

Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di

suatu wilayah dan untuk menggambarkan kemampuan manajemen ataupun

kelangsungan program KIA. Kecenderungan pencapaian cakupan K1 dan K4 di

Provinsi Kalimantan Barat dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Persentase K4 Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 berdasarkan data

Profil Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 85,60%, terjadi kenaikan cakupan sebesar

2,95% dari tahun 2009. Namun demikian, jika dibandingkan dengan target cakupan

K4 berdasarkan Permenkes RI Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Bidang

Kesehatan adalah sebesar 95%, cakupan K4 di Kalimantan Barat masih lebih

rendah.

Gambar 4.12.

Cakupan K-1 dan K-4 Prov. Kalbar Tahun 2005 s.d 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 47: Profil Kesehatan 2010

47

Pada gambar 4.12. terlihat bahwa dapat dilihat bahwa dari tahun ke

tahun selalu terjadi kesenjangan cakupan K1 dan K4. Berturut-tururt kesenjangan

K1 dan K4 mulai tahun 2007 adalah sebagai berikut : Pada tahun 2007

kesenjangannya adalah 5,957%, menjadi 8,39% pada tahun 2008, menjadi 8,19 pada

tahun 2009 dan terakhir, pada tahun 2010 kesenjangan yang terjadi antara K1 dan

K4 adalah sebesar 7,7%. Hal ini berarti masih terjadi adanya ibu hamil yang tidak

terlindungi secara maksimal dalam proses kehamilannya selama tahun 2010.

Dikemudian hari perlu tetap dilakukan upaya yang lebih optimal agar kesenjangan

yang terjadi antara cakupan K1 dengan K4 menjadi semakin kecil yang berarti bahwa

perlindungan terhadap ibu hamil semakin meningkat.

Informasi yang didapat dari hasil Riskesdas 2010 adalah, akses ibu hamil

tanpa memandang umur kandungan saat kontak pertama kali adalah 92,7persen

(K1), sedangkan akses ibu hamil yang memeriksakan kehamilan dengan tenaga

kesehatan pada trimester 1 (K1-trimester 1) adalah 72,3 persen. Adapun cakupan

akses ibu hamil dengan pola 1-1-2 (K4) oleh tenaga kesehatan saja adalah 61,4

persen. Gorontalo menunjukkan angka terendah untuk K1-trimester 1 (25,9%) dan K4

(19,7%). Ada kecenderungan cakupan K1 dan K4 yang rendah pada kelompok ibu

hamil berisiko tinggi: umur<20 tahun, dan >35 tahun; kehamilan ke 4 atau lebih;

tinggal di perdesaan, tingkat pendidikan, dan status ekonomi terendah.

4.4.2. Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu dari

enam indikator pemantauan program KIA. Dengan indikator ini dapat

diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan

sekaligus menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam

menangani persalinan secara profesional.

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar

terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini dapat disebabkan persalinan yang

tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai potensi kebidanan. Adapun

definisi cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan adalah Ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja

pada kurun waktu tertentu.

Page 48: Profil Kesehatan 2010

48

Gambar 4.13.

Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2006 s.d Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di wilayah Provinsi Kalimantan

Barat berdasarkan hasil analisis dari profil kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2010

adalah 77,9%. Hasil ini masih lebih rendah dari target Standar Pelayanan Minimal

(SPM) 2010 – 2015 yaitu sebesar 90%. Pada gambar 4.15 terlihat bahwa cakupan

persalinan oleh tenaga kesehatan paling tinggi adalah Kota Singkawang (97,5%),

diikuti oleh Kota Pontianak (94,4%), dengan pencapaian tersebut, berarti Kota

Pontianak maupun Kota Singkawang telah mencapai target SPM. Sedang yang

paling rendah adalah Kabupaten Sekadau (55,5%). Secara keseluruhan pencapaian

cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Kaliamantan Barat masih lebih

rendah dari target SPM, sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan cakupan di

tahun 2001, sehingga target SPM 2010 - 2015 dapat tercapai.

Page 49: Profil Kesehatan 2010

49

Hasil risksdas 2010 manyatakan bahwa Penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan pada ibu yang melahirkan setahun sebelum survey adalah 82,2 persen,

angka ini terus membaik jika dibandingkan dengan Susenas pada tahun 1990 yaitu

40,7 persen, dan tahun 2007 yaitu 75,4 persen. Pada tahun 2010, kesenjangan

penolong persalinan oleh tenaga kesehatan berdasarkan tempat tinggal cukup lebar,

yaitu 91,4 persen di perkotaan dan 72,5 persen di perdesaan, demikian juga menurut

tingkat pengeluaran, dimana pada kuintil 1, penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan hanya 69,3 persen dibanding pada kuintil 5 yaitu 94,5 persen. Menurut

Provinsi, DI Yogyakarta adalah provinsi yang terbaik (98,6%) dibanding Maluku utara

(26,6%).

Gambar 4.14..

Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Kalbar

Tahun 2006 s.d Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Kecenderungan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi

Kalimantan Barat Tahun 2010 dapat dilihat pada gambar 4.14. Dari gambar 4.14

terlihat bahwa cakupan pertolongan persalinan di Provinsi Kalimantan Barat dari 2006

sampai tahun 2008 mengalami kenaikan, yaitu dari 69,24% pada tahun 2006

meningkat menjadi 75,61% pada tahun 2008. Pada tahun 2009 cakupan persalinan

Page 50: Profil Kesehatan 2010

50

oleh tenaga kesehatan mengalami penurunan menjadi 74,45%, pada tahun 2010

meningkat kembali menjadi 77,9%.

4.4.3. Kunjungan Bayi

Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi yang memperoleh pelayanan

kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki

kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali disatu wilayah kerja pada kurun

waktu tertentu. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam

melindungi bayi sehingga kesehatannya terjamin melalui penyediaan pelayanan

kesehatan.

Gambar 4.15.

Cakupan Kunjungan Bayi

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

Sumber : Laporan program Bimdal Kesga

Berdasarkan Permenkes No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang standar

pelayanan kesehatan Bidang Kesehatan, ditetapkan target Cakupan Kunjungan Bayi

pada tahun 2010 adalah sebesar 90%.

Pada gambar 4.15. terlihat dari 14 Kabupaten Kota yang ada di Kalimantan

Barat ada 3 (tiga) kabupaten dan 1 (satu) kota di Provinsi Kalimantan Barat yang

cakupan kunjungan bayinya telah melampaui target, yaitu Kabupaten Sanggau,

Page 51: Profil Kesehatan 2010

51

Kayong Utara dan Kabupaten Kubu Raya serta Kota Pontianak. Kabupaten dengan

cakupan Kunjungan Bayi terendah adalah Kota Singkawang, yaitu sebesar 36,8%.

4.4.4. Pelayanan KB

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2009 (tabel 19) sebesar 719.437 dengan jumlah peserta KB

aktif sebesar 497.374 (69,13%) dan peserta KB Baru sebesar 126.892 (17,64%).

Adapun untuk penggunaan alat kontrasepsi oleh peserta KB aktif secara rinci

ditunjukan pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16..

Persentase Penggunaan Alat Kontrasepsi Peserta KB Aktif

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Gambar 4.16. menunjukan bahwa pada tahun 2010 di Kalimantan Barat,

penggunaan suntik sebagai alat untuk menunda kehamilan paling banyak dipilih oleh

Pasangan usia Subur (PUS) yaitu sebanyak 48,84%, kemudian diikuti oleh

penggunaan pil sebanyak 38,2%. Sedang penggunaan MOP dan MOW merupakan

alat kontrasepsi yang paling sedikit diminati oleh PUS untuk menunda kehamilannya

yaitu masing-masing sebesar 0,5% untuk MOW dan 1,1% untuk MOP.

Page 52: Profil Kesehatan 2010

52

4.4.5. Pelayanan Imunisasi

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan

suatu gambaran terhadap cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan imunisasi

secara lengkap dengan ditunjukan pada cakupan imunisasi campak. Bila cakupan

UCI dikaitkan dengan batasan wilayah tertentu (desa), hal ini berarti dalam wilayah

tersebut dapat diprediksi tingkat kekebalan masyarakat terhadap penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi.

Gambar 4.17..

Persentase Desa/Kelurahan UCI

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008 – 2010

Sumber : Laporan Program Seksi Bimdal Pencegahan Penyakit

Pada gambar 4.17. terlihat bahwa cakupan UCI tingkat provinsi Kalimantan

Barat pada tahun 2010 adalah 59,8%. Dilihat dari kecenderungannya selama tiga

tahun terakhir, terlihat adanya penurunan cakupan persentase UCI di wilayah

Kalimantan Barat dari 62,0% pada tahun 2008 menjadi 59,8% pada tahun 2010. Hal

ini perlu menjadi perhatikan, karena berdasarkan indikator SPM bahwa pada periode

2010 – 2015 UCI di seluruh Provinsi di Indonesia harus mencapai 100%.

Pada lampiran profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 pada

tabel 39, terlihat bahwa pencapaian UCI terbesar ada pada Kabupaten Sambas

(89,1%), diikuti oleh Kabupaten Kayong Utara (88,4%). Pencapaian UCI terendah ada

pada Kabupaten Kapua Hulu, yaitu sebesar 28,2%.

Page 53: Profil Kesehatan 2010

53

Gambar 4.18.

Cakupan Imunisasi DPT-1 dan Campak Prov. Kalbar

Tahun 2008- 2009

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis B

dan Imunisasi Campak yang dilakukan melalui pelayanan rutin Posyandu dan fasilitas

pelayanan kesehatan dasar lainnya. Berdasarkan pengolahan data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2010, menunjukan bahwa cakupan imunisasi DPT + HB1

maupun campak dalam tiga terakhir cenderung stabil, yaitu berkisar antara 91% –

93% untuk DPT1+HB1, dan berkisar antara 84% - 86% untuk imunisasi campak.

Selain itu, meskipun masih adanya Droup Out (DO) untuk imunisasi, namun jika

dilihat dari kecenderungan tiga tahun terakhir, terlihat hasil yang cukup

menggembirakan, kerena meskipun sedikit, tetapi terlihat adanya penurunan kasus

DO dari tahun 2008 sampai tahun 2010.

Page 54: Profil Kesehatan 2010

54

4.4.6. Pemberian Kapsul Vit A

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting, berfungsi untuk penglihatan,

pertumbuhan dan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Secara nasional masalah

kekurangan vitamin A pada balita secara klinis sudah tidak merupakan masalah

kesehatan masyarakat. Studi masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun 2006, diperoleh

gambaran prevalensi xeropthalmia pada balita 0,13% dan indeks serum retinol kurang

dari 20µg/dl adalah 14,6%. Hasil studi tersebut menggambarkan terjadinya

penurunan, jika dibandingkan dengan hasil survei vitamin A pada tahun 1992.

Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan hasil pengolahan data dari profil

kesehatan kabupaten/kota, pada tahun 2010 menunjukan bahwa pencapaian

cakupan pemberian kapsul vitamin A 2 kali pada balita sebesar 65,7% (Tabel 32

lampiran profil kesehatan ), dengan pencapaian tersebut, berarti jika dibandingkan

dengan target yang akan dicapai pada untuk tahun 2010 sebesar 90%, maka

pencapaian cakupan vitamin A masih lebih rendah sekitar 24,7% dari target yang

ditetapkan. Lebih jelasnya untuk pencapaian masing-masing kabupaten/kota dapat

dilihat pada gambar 4.19.

Gambar 4.19.

Cakupan Balita Mendapatkan Vitamin A 2 kali/Th

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Page 55: Profil Kesehatan 2010

55

Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa cakupan suplementasi vitamin A

secara nasional pada anak umur 6-59 bulan adalah 71,5%. Masih ada 3 propinsi

dengan cakupan di bawah 60%, 16 propinsi di bawah 70% dan hanya 4 propinsi

dapat mencapai 80%. Berdasarkan laporan dari provinsi tahun 2009, cakupan

pemberian kapsul vitamin A pada anak umur 12-59 bulan sebesar 79,2%. Provinsi

dengan cakupan > 85 % adalah DIY, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Kalimantan

Selatan sedangkan provinsi Papua Barat, Papua dan Maluku cakupan pemberian

kapsul vitamin A < 60% .

4.4.7. Pemberian Tablet Besi

Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini terfokus pada pemberian

tablet tambah darah (Fe). Ibu Hamil mendapat tablet tambah darah 90 tablet selama

kehamilannya. Paparan dari Direktur Bina Gizi, Ditjen Bina Gizi dan KIA, berdasarkan

laporan dari provinsi tahun 2009, cakupan pemberian tablet tambah darah (Fe3) pada

ibu hamil pada tahun 2009 rata-rata nasional 68,5%. Beberapa propinsi seperti

provinsi Bali, Lampung dan NTB, mempunyai cakupan diatas 80%, sementara

provinsi Papua Barat, Papua dan Sulawesi Tengah cakupannya dibawah 40%.

Gambar 4.20.

Cakupan Pemberian Tablet Fe3

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Page 56: Profil Kesehatan 2010

56

Di Kalimantan Barat, cakupan pemberian tablet Fe pada bumil dalam empat

tahun terakhir cenderung terjadi peningkatan. Gambar 4.20 menunjukan bahwa

pencapaian cakupan pemberian tablet Fe3 di Provinsi Kalimantana Barat pada tahun

2010 adalah 77,6. Jika dibandingkan dengan target yang akan dicapai pada tahun

2010 berdasarkan Indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar 80%, maka cakupan

pemberian tablet Fe3 Provinsi Kalimantan Barat masih lebih rendah sekitar 2,4% dari

target yang akan dicapai.

Page 57: Profil Kesehatan 2010

57

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokan dalam sajian

data dan informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan serta alokasi

anggaran kesehatan.

5.1. SARANA KESEHATAN

5.1.1. Tenaga Kesehatan

Dalam pembangunan kesehatan, faktor penggerak utamanya adalah sumber

daya manusia. SDM kesehatan yang berkualitas menentukan keberhasilan dari

seluruh proses pembangunan tersebut.

Informasi tenaga kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan

tenaga serta pengelolaan pegawai. Kesulitan memperoleh data ketenagaan yang

mutakhir disebabkan antara lain oleh sifat dari data ketenagaan yang selalu berubah

dengan cepat dan terus menerus dari waktu ke waktu.

Pada tahun 2010 jumlah tenaga kesehatan di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi

Kalimantan Barat adalah 10.357 orang dengan ratio tenaga kesehatan untuk

masyarakat per 100.000 penduduk adalah 424 orang tenaga kesehatan, atau 1

orang tenaga kesehatan melayani 236 penduduk. Adapun rincian ratio tenaga

kesehatan dengan jumlah penduduk dan standar ratio tenaga kesehatan sesuai

target pada Indikator Indonesia sehat 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Dari Tabel 5.1, dapat dijelaskan bahwa untuk dokter spesialis, 1 orang dokter

spesialis menangani 24.022 penduduk, sedang menurut standar pada tahun 2010,

diharapkan 1 orang dokter spesialis menangani sekitar 16.667 penduduk, atau

dengan perbandingan 6 dokter spesialis menangani 100.000 penduduk. Sehingga

Dilihat dari ratio yang dicapai, maka ada kekurangan ratio Dokter spesialis per

100.000 penduduk. Karena pada tahun 2010 jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan

Barat sebesar 4.395.983, maka kebutuhan dokter spesialis di Kalimantan Barat

sesuai stándar adalah 264 dokter spesialis, sehingga kekuranganya adalah 81dokter

spesialis. Penjelasan ini berlaku pula untuk memperkirakan kebutuhan tenaga

kesehatan lainnya di Kalimantan Barat, sehingga diharapkan pada akhirnya dapat

memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di Kalimantan Barat yang berdampak pada

peningkatan derajat kesehatan penduduk Kalimantan barat.

Page 58: Profil Kesehatan 2010

58

Tabel 5.1.

Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan dan Ratio Tenaga Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

5.1.2. Sarana Pelayanan Kesehatan

Selain ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah dan kualifikasi

yang cukup, diperlukan juga dukungan sarana dan prasarana yang memadai

agar pelaksanaan pembangunan kesehatan dapat berjalan dengan baik.

Tahun 2010 jumlah pelayanan kesehatan masyarakat di Provinsi Kalimantan

Barat terdiri dari 233 puskesmas yang terdiri dari 96 Puskesmas perawatan dan 137

puskesmas non perawatan. Tabel 5.2 menunjukan bahwa terlihat rata-rata setiap

kecamatan di wilayah Provinsi Kalimantan Barat mempunyai 1-2 Puskesmas. Kota

Pontianak merupakan wilayah yang setiap kecamatannya paling banyak mempunyai

Puskesmas, yaitu rata-rata 4 Puskesmas. Dilihat dari jangkauan pelayanan, rata-rata

setiap Puskesmas di Kalimantan Barat melayani 18.867 penduduk. Kota

Singkawang merupakan wilayah yang paling tinggi tingkat jangkauan pelayanan

Puskesmas bagi masyarakat yaitu dengan perbandingan rata-rata 1 Puskesmas

melayani 37.292 penduduk, diikuti oleh Kabupaten Kubu Raya dengan perbandingan

1 Puskesmas melayani 29.469 Penduduk dan Kota Pontianak dengan perbandingan

1 Puskesmas melayani 24.120 penduduk. Lebih lengkapnya jangkauan Puskesmas

terhadap pelayanan penduduk dapat dilihat pada tabel 5.2.

Page 59: Profil Kesehatan 2010

59

Tabel 5.2.

Distribusi Sarana Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010

5.1.3. Pembiayaan Kesehatan

Pada tahun 2010 berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan

Kabupaten/Kota Tahun 2010, total jumlah anggaran pembangunan kesehatan seluruh

kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat (tidak termasuk anggaran kesehatan

provinsi) yang bersumber dari APBN, PHLN dan APBD serta sumber pemerintah lain

sebesar Rp. 573.184.481.051,- Sehingga dengan jumlah penduduk sebesar

4,395.983 jiwa, maka anggaran kesehatan perkapita penduduk di Kalimantan Barat

pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 130.388,24,-.

Berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota total anggaran

APBD Kesehatan Kabupaten/Kota adalah sebasar Rp. 452.716.994.468,- dengan

total anggaran APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp. 7.364.946.559.308,-. Sehingga

persentase anggaran APBD kesehatan Kabupaten/Kota terhadap APBD

Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat adalah 6,12%.

APBD Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar Rp.

48.011.323.973,- dan anggaran APBD Provinsi Kalimantan Barat secara keseluruhan

adalah sebesar Rp. 1.560.000.000.000,-. Berdasarkan angka tersebut, maka

persentase anggaran APBD kesehatan untuk tingkat Provinsi Kalimantan Barat

adalah sebesar 3,08%.

Page 60: Profil Kesehatan 2010

60

BAB VI

PENUTUP

Data dan Informasi merupakan sumber daya strategis bagi pimpinan dan

organisasi dalam pelaksanaan manajemen, maka penyediaan data dan informasi

yang berkualitas sangat diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan

keputusan juga sebagai alat monitoring dan evaluasi berjalannya kegiatan sehingga

menjadi lebih efesien dan efektif. Data dalam pembuatan Profil Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat ini diperoleh melalui penyelenggaraan sistem informasi kesehatan

berdasarkan profil maupun draf data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota dan data dari

masing-masing pemegang program.

Penyusunan profil kesehatan sebagai salah satu instrumen dalam

Sistem Informasi Kesehatan Daerah disadari maupun tidak, memegang

peranan penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pembangunan. Hal ini

karena data dan informasi merupakan sumber daya strategis bagi organisasi

maupun individu dalam menjalankan sistem manajemen yaitu dalam proses

perencanaan sampai pengambilan keputusan. Keputusan yang baik dapat

dihasilkan apabila ditunjang dengan data yang akurat dan validitasnya tidak

diragukan.

Namun sangat disadari, sistem informasi kesehatan yang ada saat ini belum

berjalan sebagaimana yang diharapkan sehingga tidak dapat memenuhi data dan

informasi yang dibutuhkan, apalagi dalam era desentralisasi pengumpulan data

menjadi relatif lebih sulit didapatkan dari Kabupaten/Kota yang berimplikasi terhadap

ketepatan, kelengkapan maupun keakuratan data yang dihasilkan. Hal ini

menyebabkan data dan informasi yang disajikan pada profil kesehatan provinsi saat

ini belum sesuai dengan harapan.

Kedepan, berangkat dari permasalahan yang dihadapi dari penyusunan

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2010 ini, diharapkan

kesadaran dan peran serta aktif dari semua pihak untuk membenahi sistem

manajemen data agar kinerja dari masing-masing bidang dapat lebih terukur dan

memberikan gambaran yang lebih rinci dari pencapaian masing-masing program

serta kontribusinya bagi pencapaian visi dan misi pembangunan kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat.

Page 61: Profil Kesehatan 2010

61

Namun demikian, diharapkan Profil Kesehatan Provinsi dapat memberikan

gambaran secara garis besar tentang seberapa jauh keadaan kesehatan masyarakat

yang telah dicapai.

Walaupun profil kesehatan propinsi sering kali belum mendapatkan apresiasi

yang memadai, karena belum dapat menyajikan data dan informasi yang sesuai

dengan harapan, namun profil ini merupakan salah satu publikasi data dan informasi

yang meliputi data pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Indikator

Indonesia sehat 2010. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas Profil

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, perlu dicari terobosan dalam mekanisme

pengumpulan data dan informasi secara cepat agar dapat dihasilkan informasi yang

cepat, lengkap dan akurat, khususnya data dan informasi yang bersumber dari

Kabupaten/Kota.

Demikianlah Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010 ini

disusun, kiranya dapat bermanfaat untuk semua pihak yang memerlukannya,

terutama jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan Lintas Sektor

terkait.

.

Pontianak, Oktober 2011